OPTIMALISASI PERAN KEPERAWATAN DALAM UPA

OPTIMALISASI PERAN KEPERAWATAN DALAM UPAYA PROMOTIF
TERHADAP MASALAH TB PARU DI INDONESIA

Mata Kuliah:PROMOSI KESEHATAN

KELOMPOK 5
1. KurniaWijayanti

22020114410006

2. EkaSakti W

22020114410009

3. FitriaPurnamawati

22020114410022

4. Rosiah

22020114410025


5. Tri Suwarto

22020114410026

6. AnestasiaPangestu MT

22020114410028

7. KartikaSetia P

22020114410033

8. Sukarno

22020114410035

9. Marwiati

22020114410040


10. RianiPradanaJati

22020114410043

11. CandraDewiR

22020114410051

12. Kusnadi Jaya

22020114410044

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014

A. Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan di seluruh
dunia.Beban TB semakin meningkat seiring semakin bertambahnya kasus coinfeksiTB-HIV. Selain masalah HIV/AIDS,meningkatnya kasus TB dipengaruhi

juga oleh kemiskinan yang meningkat akibatinflasi yang meningkat, resistensi
obat terhadap bakteri penyebab tuberculosis,hingga masalah perumahan,
kepadatan penduduk yang didorong olehpertumbuhan penduduk yang semakin
meningkat (Swandewi, 2012). Salah satu penyebab sulitnya penanggulangan TB
paru di Indoesia menurut Manalu (2010) adalah kesalahan persepsi tentang BCG
dan penularan TB paru itu sendiri.
Secara global, Beban TB masih sangat besar. Pada tahun 2011,terdapat
perkirakan 8,7 juta kasus baru TB (13% nya merupakan co-infeksiHIV) dan 1,4
juta orang meninggal karena TB, termasuk hampir satu jutakematian di antara
orang dengan HIV-negatif dan 430.000 diantara orangyang HIV-positif. TB
merupakan salah satu pembunuh atas wanita, dengan300.000 kematian di antara
perempuan HIV-negatif dan 200.000 kematian diantara perempuan HIV-positif
di tahun 2011. Masalah regional seperti daerahAfrika dan Eropa belum dapat
mengurangi separuh tingkat kematian sepertipada tahun 1990, hingga tahun
2015 (WHO, 2012 dalam Swandewi, 2012).
Insidensi

tertinggi

kasus


TB

di

Indonesia

adalah

222

per

100.000penduduk, sedangkan angka insidensi terendah sebesar 155 per
100.000penduduk. Selain itu, ditampilkan pula angka prevalensi tertinggi kasus
TB diIndonesia yaitu 489 per 100.000 penduduk, sedangkan angka
prevalensiterendahnya adalah 130 per 100.000 penduduk. Adapun angka
kematiantertinggi yaitu 48 per 100.000 penduduk, sedangkan angka kematian
terendahberada


di

angka

12

per

100.000

penduduk.

Angka-angka

diatasmenggambarkan kasus TB Paru di Indonesia masih cukup tinggi
(WHO,2012 dalam Swandewi, 2012).
Untuk mengatasi masalah ini diperlukan strategi promosi kesehatan
dengan metode yang tepat sehingga informasi yang diterima dapat meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang TB Paru. Pengetahuan
merupakan salah satu domain penting untuk menumbuhkan sikap penerimaan


terhadap upaya penanggulangan TB Paru sehingga terlaksana dalam perbutan
yang mendukung pennanggulangan TB paru. Metode yang paling sering
dilaksanakan selama ini adalah berbagi informasi kesehatan dan ceramah karena
pertimbangan waktu dan biaya. Tetapi hasil dari tindakan tersebut masih belum
mampu menurunkan kejadian TB Paru di Indonesia. Karena itu perlu dianalisis
metode-metode baru dalam upaya promosi kesehatan. Hal ini mendorong kami
untuk menelaah tentang upaya promosi dengan pendekatan pemberdayaan dan
bagaimana perawat dapat mengambil peran dalam kegiatan tersebut.
B. Peran perawat dalam pelayanan keperawatan
Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai dengan kedudukan dan sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh
keadaan social baik dari dalam lingkungannya maupun dari luar lingkungannya
yang bersifat konstan. Dalam hal peran perawat, maka dapat dikatakan
merupakan perilaku perawat yang diaharapkan oleh masyarakat sesuai dengan
profesi keperawatan yang dapat dipengaruhi oleh karakteristik sosial budaya
dalam keperawatan itu sendiri maupun karakteristik sosial budaya masyarakat
dimana keperawatan berkarya.
Menurut Lokakarya Nasional Keperawatan 1983, peran perawat di
Indonesia disepakati sebagai berikut :

1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver)
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan dengan pemenuhan
kebutuhan dasar klien dengan pendekatan proses keperawatan
2. Peran advokasi (pembela) klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau
informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan
keperawatan yang diberikan, juga dapat berperan mempertahankan dan
melindungi hak-hak klien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya,
hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk
menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat
kelalaian.

3. Peran sebagai pendidik (educator)
Peran ini dilakukan untuk :
a. Meningkatkan pengetahuan kesehatan dan kemampuan klien mengatasi
masalah kesehatanya.
b. Perawat member informasi dan meningkatkan perubahan perilaku klien
4. Peran sebagai koordinator
Peran


ini

dilaksanakan

mengorganisasi

dengan

pelayanan

mengarahkan,

kesehatan

dari

tim

merencanakan

kesehatan

serta

sehingga

pemeberian pelayanan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
5. Peran sebagai kolaborator
Perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan yang diperlukan termasuk
diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya
yang melibatkan profesi lainnya serta support system yang mendukung.
6. Peran sebagai konsultan
Peran disini sebagai tempat konsultasi terhadap masalah yang berkaitan
dengan kesehatan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap
informasi tentang tujuan pelayanan yang diberikan.
7. Peran sebagai pembaharu (change agent)
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mendorong penemuan
cara-cara baru dan terjadinya perubahan yang progresif dalam mensikapi
dinamika masalah kesehatan yang terus berkembang. Dalam hal ini perawat

dapat melakukan kontrak kerjasama untuk mewujudkan perubahan yang
sistematis dan terarah sesuai dengan kaidah-kaidah kesehatan yang
semestinya. Peran perawat sebagai pembaharu dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya :
a. Kemajuan teknologi
b. Perubahan lisensi-regulasi
c. Meningkatnya peluang pendidikan lanjutan
d. Meningkatnya berbagai tipe petugas asuhan kesehatan.

8. Pengamat kesehatan
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan yang terjadi pada indvidu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah kesehatan
melalui kunjungan rumah, pertemuan, observasi dan pengumpulan data.
9. Peran pengorganisir pelayanan kesehatan
Perawat mempertemukan support system yang saling menguntungkan antara
individu, keluarga dan kelompok dalam setiap upaya pelayanan kesehatan
sehingga pencapaian tujuan asuhan dapat dicapai melalui pemberdayaan.
10. Peran fasilitator
Perawat merupakan tempat mencari kesehaatan bagi masyarakat untuk
memecahkan masalah kesehatan, diharapkan perawat dapat fasilitasi

sehingga masyarakat dapat mencapai tujuan dalam bidang kesehatan yang
diharapkan.
C. Insidensi TB Paru
TB Parudi masyarakat dikenal dengan istilah penyakit paru-paru.
Penyakit

menular ini

disebabkan

oleh

berbagai

strain

mikobakteri,

biasanya Mycobacterium tuberculosis. Kuman yang terdiri dari lemak ini
menyebar melalui droplet ketika orang yang terinfeksi TB aktif mengalami
batuk, bersin atau menyebarkan cairan pernafasan melalui udara. Pada tahun
2012, terdapat 8,6 juta orang terdiagnosis TB dan 1,3 juta meninggal akibat TB.
Perkiraan jumlah orang yang sakit akibat TB setiap tahun cenderung menurun
meskipun sangat lambat, tetapi bangsa-bangsa di dunia sepakat untuk berusaha
mencapai tujuan pembangunan milenium untuk mengurangi penyebaran TB
pada tahun 2015.
Sebagian besar infeksi tidak memiliki gejala yang dikenal sebagai TB
laten. InfeksiTB pada anak dan pasien TB anak terjadi akibat kontak dengan
orang dewasa sakit TB aktif. Diagnosis TB pada dewasa biasanya mudah
ditegakkan dari pemeriksaan sputum yang positif. Tetapi pada anak-anak sulit
didapatkan konfirmasi diagnosis TB, mengakibatkan penanganan TB anak
terabaikan.

Masalah lain adalah peran vaksinasi BCG dalam pencegahan infeksi dan
penyakit TB yang masih kontroversial. Berbagai penelitian melaporkan proteksi
dari vaksinasi BCG untuk pencegahan penyakit TB berkisar antara 0%-80%,
namun secara umum diperkirakan daya proteksi BCG hanya 50%, dan vaksinasi
BCG hanya mencegah terjadinya TB berat, seperti milier dan meningitis TB.
Daya proteksi BCG terhadap meningitis TB 64%, dan milier TB 78% pada anak
yang mendapat vaksinasi.
Indonesia saat ini merupakan negara peringkat keempat dengan kasus TB
tertinggi di dunia dan secara khas sering ditemukan kasus TB pada beberapa
wilayah mulai dari Lampung sampai Papua. Tingginya kasus TB ini umumnya
disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat serta belum terlaksananya
penanganan TB secara tepat dan efektif. Pemberian informasi mengenai TB
harus dilakukan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perubahan
perilaku masyarakat.
D. Strategi Promosi Kesehatan Dalam Upaya Penanganan TB paru
1. Level Komunitas
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan /
meningkatkan

kapasitas

masyarakat,

baik

secara

individu

maupun

berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya
peningkatan

kualitas

hidup,

kemandirian,

dan

kesejahteraannya.

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya menumbuhkan kapasitas dan
kapabilitas masyarakat untuk meningkatkan posisi tawar (bargaining power),
sehingga memiliki akses dan kemampuan untuk mengambil keuntungan
timbal balik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, kesehatan dan budaya
(Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri, Pedoman
Umum). Upaya pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan sedikitnya
empat unsur pokok yaitu: a) Aksesibilitas informasi, karena imformasi
merupakan faktor berharga kaitannya dengan peluang, layanan, penegakan
hukum, efektivitas negosiasi, dan akuntabilitas; b) Keterlibatan dan
partisipasi, yang menyangkut siapa yang dilibatkan dan bagaimana mereka
terlibat dalam keseluruhan proses pembangunan; c) Akuntabilitas, kaitannya

dengan pertanggungjawaban publik atas segala kegiatan yang dilakukan
dengan mengatasnamakan rakyat; d) Kapasitas organisasi lokal, kegiatannya
dengan kemampuan bekerja sama, mengorganisasi warga masyarakat, serta
memobilitasi sumber daya untuk memecahkan masalah-masalah yang
mereka hadapi.
Tujuan pemberdayaan masyarakat dalam mengatasi TB paru adalah
membentuk kemandirian agar masyarakat agar secara mandiri mempunyai
kesadaran akan pentingnya upaya pencegahan untuk menanggulangi
penyakit TB Paru dengan membentuk subjektif norm pada setiap individu
dalam keluarga baik sebagai keluarga penderita secara langsung maupun
tidak langsung. Hal ini dapat mengambil beberapa contoh untuk membentuk
sikap kemandirian dalam upaya pencegahan penyakit TB paru.
Kemandirian dari suatu masyarakat atau kelompok dapat dilihat pada
indikator kemandirian tentang bagaimana masyarakat mempunyai akses,
kemampuan utuk mandiri tentunya ada 4 indikator yaitu 1), indikator
knowledge mencakup pengetahuan tentang cara penularan TB Paru dan
hubungan TB paru dengan penyakit yang merusak immunitas, 2)
indikatorkemampuan (capacity) mencakup kemampuan masyarakat merawat
penderita TB paru di rumah dan mengendalikan faktor-faktor resiko, 3)
indikator kepercayaan (trust) mencakup sikap masyarakat terhadap informasi
dan program yang dijalankan untuk mengatasi TB Paru serta 4) participatory
yang mencakup tingkat kunjungan penderita TB ke Puskesmas, ketuntasan
pengobatan, keterlibatan support system dalam pengendalian TB paru
khususnya di daerah endemik.
Saat ini kebijakan dan strategi yang sudah ditetapkan dalam KMK
No 364 dan Strategi Nasional Kemenkes merupakan pijakan bagi perawat
untuk membantu menuntaskan penanggulangan TB paru di Indonesia.
Perawat yang merupakan komunitas paling banyak di antara tenaga
kesehatan dapat memfasilitasi dan mengembangkan perilaku pencegahan
penularan penyakit TB paru dengan pemberdayaan masyarakat : Enabling,
Empowerment dan Protecting. Perawat, sebagai agen perubahan/pembaharu
dapat melaksanakan pemberdayaan masyarakat miskin dengan tiga arah

tujuan, yaitu enabling, empowering, dan protecting. Enabling maksudnya
menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
untuk berkembang. Empowering, bertujuan untuk memperkuat potensi atau
daya yang dimiliki oleh masyarakat dengan menerapkan langkah-langkah
nyata, yakni dengan menampung berbagai masukan dan mengakses
prasarana dan sarana yang diperlukan. Protecting, artinya melindungi dan
membela kepentingan masyarakat lemah. Dalam KMK No 364 dijelaskan
skema penanganan TB paru di Indonesia adalah sbb :

2. Level Manajemen
Pengaruh beyond health terhadap penyakit TBparu seperti fasilitas
perumahan yang kumuh, lembab yang memudahkan kuman TB hidup dan
berkembang biak. Faktor kemiskinan besar perannya dalam upaya
pengobatan, upaya preventif, dan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Kemandirian masyarakatyang dapat dinilai dari beberapa faktor antara lain:
kemandirian untuk patuh minum obat dan pemeriksaan ulang dahak paska
penyembuhan, kemandirian dalam melakukan upaya pencegahan penyakit
TB paru, dan kemandirian dalam pengobatan dan kepatuhan dalam minum
obat. Value atau nilai tentang penyakit TB paru di masyarakat dapat
membentuk norma subjektif pada masyarakat yang akan memengaruhi upaya
kemandirian masyarakat dalam upaya pencegahan, pengobatan dan
kepatuhan minum obat TB. Terbentuknya subjective norm masyarakat
terhadap upaya pencegahan penyakit yang berpengaruh secara langsung
terhadap angka kesakitan TB paru.

Dalam melaksanakan promosi kesehatan berbasis pemberdayaan
tersebut peran yang dapat ditampilkan oleh perawat adalah : advokat,
pendidik, koordinator, fasillitator, agen pembaharu, pengorganisir pelayanan
serta pengamat kesehatan. Adapun strategi implementasinya dapat dilakukan
pendekatan kepada tokoh penting di masyarakat dan support system
pendukung lainnya untuk mengoptimalkan pencapaian kemandirian yang
diinginkan (membangun jejaring kerjasama).
Dalam program penanggulangan TB paru di Indonesia bentuk riil
program kerja perawat manager yaitu :
a. Menjalin Partnership
Partnerships adalah setiap orang atau kelompok yang memiliki
kepedulian, kemauan, kemampuan dan komitmen yang tinggi unutk
memberikan dukungan serta kontribusi pada pengendalian TB dengan
berperan sesuai potensinya. Potensi tersebut dimanfaatkan secara optimal
untuk keberhasilan penanganan TB. Setiap mitra harus memiliki
pemahaman yang sama akan tujuan kemitraan TB yakni terlaksananya
upaya percepatan pengendalian TB secara efektif, efisien dan
berkesinambungan. Menjalin partnership bisa dilakukan oleh perawat
dengan pihak-pihak terkait yaitu :
1) Pada level kebijakan perencanaan, pengarahan dan struktur.
Fungsi kemitraan pada level ini adalah untuk memperoleh bantuan
teknis, manajemen dan pengadaan obat, implementasi DOTS di
Rumah Sakit, Mengembangkan analisis data sebagai upaya riset, dan
advokasi serta komunikasi yang memadai.
2) Pembiayaan dan alokasi dana
Pembiayaan dan alokasi dana selain dari program pemerintah
perawat sebagai seorang manajer juga bisa mengembangkan
kemitraan dengan penyedia dana eksternal. Penyedia dana yang bisa
di akses adalah GFATM, USAID dsb.
3) Penyedia pelayanan
Dalam upaya penanggulangan kasus TB fungsi partnership
selanjutnya bisa dilakukan dengan pengembangan jejaring antar

penyedia pelayanan dalam hal ini adalah organisasi profesi (asosiasi
profesi),

sektor

pemerintah,

pelayanan

TB

di

masyarakat,

perusahaan, Kolaborasi TB-HIV dan dukungan sosial.
b. Case Manager
Keberhasilan ekspansi DOTS di Indonesia membutuhkan dukungan
manajerial yang kuat. Desentralisasi pelayanan kesehatan berpengaruh
negatif terhadap kapasitas sumber daya manusia dan program
pengendalian TB. Dalam hal ini perawat dapat berperan sebagai case
manager TB paru, banyak hal yang bisa dilakukan oleh perawat dalam
bidang ini. Salah satu wujud nyata dari peran case manager adalah
mengontrol

perkembangan

kasus

TB.

Kegiatan

tersebut

dapat

dispesifikasikan menjadi :
1) Pengembangan SDM
Tantangan baru yang dihadapi oleh program TB adalah meningkatkan
kebutuhan akan pelatihan strategi DOTS ataupun topik baru.
Pelatihan strategi DOTS dengan perluasan jenis dan jumlah fasilitas
pelayanan kesehatan serta berbagai inovasi untuk memperkuat
penerapan strategi DOTS. Selain pelatihan pengembangan SDM bisa
juga dilakukan melalui on the job training dan supervisi. Supervisi
sebagai salah satu metode untuk peningkatan kinerja SDM.
2) Monitoring
Metode monitoring bisa dilaksanakan dengan supervisi. Supervisi
sebagai salah satu metode untuk peningkatan kinerja SDM.
3) Evaluasi (Surveilance)
Evaluasi seharusnya dilakukan triwulan dengan cara melihat
keberhasilan program DOTS dan angka kejadian dari TB.

3. Level Klinis

Perawat klinis dalam kasus TB paru mempunyai banyak peran yaitu :
a. Care Giver
Perawat sebagai care giver adalah pemberi pelayanan kesehatan yang
berfokus pada kesembuhan klien. Perawat sebagai care giver dapat
berperan di Puskesmas ataupun di Rumah Sakit.
b. Researcher
Penelitian saat ini masih harus dikembangkan dan hasilnya perlu
didesiminasikan sebagai bagian dari sistem informasi strategis untuk
pengambilan keputusan dalam program pengendalian TB. Sehingga
perawat mempunyai kesempatan yang sangat besar terkait program
tersebut data-data yang ditemukan terkait kejadian TB, upaya
penanggulangan yang benar serta strategi atau metode yang paling tepat
dalam upaya menekan angka kejadian TB sangat diperlukan.
c. Educator
Peran perawat klinis selanjutnya adalah educator. Pendidik sangat
berperan dalam kesembuhan pasien TB. Mengingat proses penyembuhan
TB yang lama serta klien diwajibkan minum obat selama 6 bulan
berturut-turut tanpa terputus bisa membuat klien bosan sehingga
pendidik disini diharapkan mampu memberikan wacana bagi klien serta
motivasi sehingga klien tidak berhenti minum obat.
Pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan self-care
difokuskan pada tercapainya kemandirian keluarga Indonesia dalam
mengatasi masalah TB Paru. Berbagai unsur mulai dari mahasiswa
keperawatan, pendidik keperawatan, perawat peneliti, ners dan spesialis
keperawatan harus digerakkan melakukan sosialisasi untuk menanamkan
nilai dan norma subyektif yang benar terhadap TB Paru, seperti : pentingnya
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), wajib menutup mulut ketika
batuk, mengenali ciri tersangka TB paru, sarana kesehatan yang dapat
dihubungi untuk memeriksakan diri, strategi perawatan dan pengobatan TB
paru serta dampak merugikan bagi keluarga apabila TB tidak tertangani
dengan baik.

Bentuk-bentuk kegiatan langsung optimalisasi peran keperawatan secara
teknis kepada masyarakat di Indonesia yaitu : 1) bimbingan dan peningkatan
kesehatan tentang PHBS, 2) sosialisasi cara pencegahan TB Paru, 3) bimbingan
rohani ke masyarakat dalam kaitannya dengan upaya pembatasan penyebaran
TB terkait HIV/AIDS, 4) penjagaan keluarga penderita TB secara efektif, 5)
pembinaan social support serta meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam
upaya menurunkan angka kematian TB di Indonesia. Berbagai kajian
melaporkan bahwa penyuluhan kesehatan TB di Desa/Kelurahan memiliki
efektifitas lebih tinggi dibandingkan dengan metode penyuluhan di Rumah
Sakit,

sebab

optimalisai

peran

keperawatan

mengandalkan

hubungan

interpersonal ke masyarakat. Dengan metode ini maka peran keperawatan,
penerimaan materi dan bimbingan kesehatan akan diterima dalam porsi lebih
besar ke masyarakat dan nilai-nilai yang diberikan juga lebih mudah diserap.
Hal lain yang dapat ditempuh untuk optimalisasi peran keperawatan
sebagai wadah untuk mewujudkan Indonesia sehat tanpa TB antara lain berupa
penggalangan dana untuk menolong penderita TB yang memiliki masalah
financial dan proyek desa/daerah binaan. Apabila mindset insan keperawatan
sudah memiliki visi yang sama terkait pemberantasan TB paru ini maka dimana
saja dan kapan saja perawat akan berupaya melaksanakan semua perannya demi
kesejahteraan masyarakat. Sasaran kegiatan tidak mutlak harus penderita TB
ataupun keluarga rawan terkena TB saja, tetapi juga keluarga sehat agar
memahami tentang bahaya TB dan bagaimana mencegah penularan TB,
sehingga kesehatan masyarakat Indonesia dapat meningkat dan angka kematian
TBC Indonesia juga dapat diminimalkan serta salah satu pilar Millennium
Development Goals (MDGs) dapat segera dicapai oleh Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E T, Farlan, J Mc. Community as partner: theory and practice in
nursing. ISBN 979-448-742-2
Alramadona. Pemerintah serius capai delapan tujuan MDG’s. Padang Ekspress
Mar. 30, 2012.
A Fex - 2010 - diva-portal.org
Department of Health, Social Services and Public Safety (2010) Your health
matters: the annual report of thechief medical officer for Northern
Ireland 2010. Belfast: DHSSPS.
Konstantinos A (2010) Pengujian untuk TB. Australian resep 33 (1): 12-18.
Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN (2007) Robbins Basic Pathology (8th
ed.). Saunders Elsevier. hlm 516-522. ISBN 978-1-4160-2973-1
Manalu, H.S.P. (2010) Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TB Parudan
upaya penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 9 No 4,
Desember
2010
:
1340

1346.
Diambil
dari
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/8451
Mubarak, WI (2010) Pengantar Keperawatan Komunitas, Jakarta : Penerbit Sagung
Seto
Notoatmodjo, S. (2011) Promosi kesehatan dan ilmu perilaku, teori dan aplikasi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sjattari Elly Lilianty (2012) Model integrasi self care dan familly centered nursing.
Makassar: Pustaka Timur-CEPSIS.
Swandewi, Murti ,Yayi Suryo Prabandari, Bambang Sigit Riyanto, E. (2012).
Efektivitas promosi kesehatan dengan peer education pada kelompok dasa
wisma dalam upaya penemuan tersangka penderita TB paru. Jurnal Berita
Kedokteran
Masyarakat
(BKM),
22(3),
128.
Diambil
dari http://www.berita-kedokteranmasyarakat.org/index.php/BKM/article/view/7
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/
http://www.tbindonesia.or.id/indonesian-country-profile-partnership/
http://id.wikipedia.org/wiki/Keperawatan
http://en.wikipedia.org/wiki/Tuberculosis