PEMBELAJARAN TEKS DALAM PEMBELAJARAN BAH

PEMBELAJARAN TEKS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
PADA KURIKULUM 2013 DI SEKOLAH
Darwin Effendi
Universitas Negeri Jakarta
darwinpasca2010@yahoo.com
Abstrak
Tujuan dari penulisan adalah untuk memberikan pemahaman pentingnya
bahasa Indonesia dalam penerapan ilmu pengetahuan pada Kurikulum 2013
di sekolah. Bahasa Indonesia menjadi sarana untuk mengembangkan dan
mengomunikasikan ilmu pengetahuan yang lain dengan pembelajaran teks
dijadikan basis dalam pembelajaran Kurikulum 2013. Karena, melalui teks
kemampuan berpikir siswa dapat dikembangkan. Materi pembelajaran
berupa teks lebih relevan dengan karakteristik Kurikulum 2013 yang
menetapkan capaian kompetensi siswa yang mencakup tiga ranah
pendidikan, yakni pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Kata Kunci: bahasa Indonesia, Kurikulum 2013, Pembelajaran teks
PENDAHULUAN
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, kurikulum pendidikan nasional
Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian yang dimulai dengan
kurikulum tahun 1947, kemudian kurikulum tahun 1952, 1964, 1968, 1975,
1984, 1994, 2004, 2006, hingga Kurikulum 2013 pada saat ini. Namun,

perubahan kurikulum yang terjadi lebih dipengaruhi oleh perubahan secara
politis dan belum berdasarkan orientasi tuntutan kreativitas dan kebutuhan
inovasi pendidikan yang diharapkan. Perubahan yang dilakukan hakikatnya
adalah untuk memenuhi kebutuhan di lapangan atau pasar kerja yang seiring
dengan kemajuan teknologi serta dalam rangka pemenuhan kebutuhan pasar
global. Ilmu pendidikan mandek dan tidak berkembang karena tidak
1

mendapatkan input dari praktik pendidikan. Oleh sebab itu, ilmu pendidikan
hanya berada pada tataran idealistik tanpa teruji di lapangan. Itu berarti
perubahan kurikulum yang terjadi selama ini belum memberikan ruang gerak
inovasi ke arah tatanan pengembangan kreativitas peserta didik dalam
memenuhi tuntutan pasar global.
Dalam konteks kurikulum dan pembelajaran, suatu program
pembelajaran dikatakan memiliki tingkat efektivitas yang tinggi jika
program tersebut dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan.
Misalnya, untuk mencapai tujuan tertentu, guru memprogramkan tiga
bentuk kegiatan belajar mengajar. Jika setelah dilaksanakan program
kegiatan belajar mengajar, tujuan pembelajaran telah dicapai oleh
seluruh siswa, dapat dikatakan bahwa program itu memiliki efektivitas

yang tinggi. Sebaliknya, apabila diketahui setelah pelaksanaan proses
belajar mengajar, siswa belum mempu mencapai tujuan yang
diharapkan, dapat dikatakan bahwa program tersebut tidak efektif.
Dalam hal ini, kurikulum yang dirancang untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional, ketercapaiannya tergantung kepada kemampuan
kompetensi atau profesionalisme seorang pendidik.
Kurikulum merupakan bagian dari proses pendidikan. Dalam
suatu proses pendidikan membutuhkan waktu yang panjang. Artinya,
harus diujicobakan dahulu secara kontinu, bukan simsalabim langsung
jadi. Setelah diuji coba lalu dievaluasi baru kita dapat mengetahui
apakah kurikulum itu berhasil dan cocok digunakan untuk menunjang
mutu pendidikan. Namun kenyataannya, sebagian besar kurikulum
yang pernah ada, belum lama diterapkan, sudah ada penggantinya.
Bagaimana kita tahu berhasil atau tidak, kalau waktunya terlalu
singkat.
Konsep Dasar Kurikulum
Menurut UU No. 20 Tahun 2003, kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
2


serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Selanjutnya, kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan
program

pendidikan

yang

diberikan

oleh

suatu

lembaga

penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan
diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang
pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan

dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam
penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja
(https://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum)
Kurikulum sebagai rencana pelajaran yang memuat sejumlah
mata pelajaran dikembangkan dan berpedoman pada nilai-nilai agama
dan budaya bangsa sebagai warisan leluhur yang penuh dengan
pesan-pesan moral untuk pedoman hidup manusia. Nilai-nilai tersebut
terintegrasi dalam semua mata pelajaran (Abo, 2015:2). Dalam
pengembangannya, dibutuhkan kompetensi guru. Artinya, gurulah
yang sangat berperanan dalam keberhasilan sebuah kurikulum.
Kurikulum sebagai rencana program pembelajaran yang
memuat nilai pengetahuan dan keterampilan harus dikembangkan
sesuai prinsip belajar. Kurikulum adalah instrumen yang sangat
penting dan strategis dalam menata pengalaman belajar siswa untuk
menghadapi perubahan-perubahan sosial yang terjadi. Untuk itu,
dibutuhkan kemampuan guru mendesain pembelajaran. Proses
pembelajaran akan berhasil dengan baik dan efektif apabila desain
pembelajaran tersebut tersusun secara terstruktur dan sistematis.
Kurikulum sebagai rencana pelaksanaan pembelajaran memiliki
asas filosofis, yakni sebagai pedoman institusi pendidikan dalam

menyelenggarakan

pendidikan

yang

berilmu

pengetahuan,

berkarakter, bermartabat, berbudi pekerti luhur berbudaya, beragama
dan berdaya saing. Di sinilah peran pemerintah dalam pengembangan

3

kurikulum secara sungguh-sungguh mulai dari penyusunan dokumen,
sosialisasi, pengembangan, dan implementasinya.
Pendidikan yang berkualitas harus didukung kurikulum yang
relevan dengan kebutuhan. Kurikulum yang baik tersebut juga harus
didukung dengan pemahaman guru yang komprehensif terhadap

kurikulum itu. Maka, sejatinya setiap kurikulum baru yang akan
dikembangkan, sebelum pelakasanaannya harus diuji coba dan
disosialisasikan terlebih dahulu kepada semua guru pada semua
tingkatan pendidikan. Menurut Alex (2010: 11) bahwa kurikulum yang
dirancang

untuk

mencapai

tujuan

pendidikan

nasional,

ketercapaiannya tergantung kepada kemampuan kompetensi atau
profesionalisme seorang pendidikan dan tenaga kependidikan
Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 mulai digunakan tahun ajaran 2013/2014. Sejak

kemunculannya, sudah banyak permasalahan yang muncul, seperti
keterlambatan pengadaan buku paket untuk guru dan siswa. Padahal,
dalam kurikulum tersebut siswa dituntut untuk aktif dalam proses
pembelajaran. Jika buku paketnya saja belum dibaca, bagaimana
siswa akan mengimplementasi isi yang terkandung dari buku tersebut.
Juga tak kalah penting, ketidaksiapan guru karena sosialisasi yang
sangat singkat. Belum seluruh guru mendapatkan pelatihan dari
Kurikulum 2013 ini.
Masa pemerintahan terbaru ini, pendidikan malah menjadi ambigu.
Pemerintah, dalam hal ini Kemenbubdikdasmen mengambil kebijakan
mendua. Artinya,
tetap

sekolah yang telah melaksanakan tiga semester masih

menjalankan

Kurikulum

2013.


Namun,

yang

baru

mulai

melaksanakannya, sekolah kembali lagi menggunakan Kurikulum 2006.
Kurikulum 2013 menggantikan kurikulum sebelumnya dilandasi
oleh kondisi pendidikan saat ini yang menunjukkan bahwa kompetensi
yang menyangkut sikap, pengetahuan, dan keterampilan belum secara

4

jelas terurai, bahkan cenderung dipersepsi menjadi kognitif, afektif,
dan psikomotorik saja dan tidak digunakan memandu materi. Aktivitas
pembelajaran lebih dominan diarahkan pada aspek pengetahuan,
penilaian menggunakan tes, dan rapor cenderung hanya melaporkan

bidang pengetahuan.
Selain itu, untuk bahasa tidak mampu memandu mata pelajaran
yang lain, karena kompetensi terpenting dalam bahasa tidak dilatihkan
secara memadai. Di samping itu, kondisi pendidikan saat ini dianggap
sering meninggalkan kaidah metodologi ilmiah dan tidak kokoh
berpijak pada kaidah pendidikan sehingga pemilihan berdampak pada
pemilihan model yang tidak akurat. Kondisi-kondisi seperti inilah yang
menjadi bahan pemikiran dan pertimbangan pemerintah di dalam
melakukan perubahan dan penyempurnaan Kurikulum KTSP menjadi
Kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 ini dikembangkan dengan berorientasi pada
penguatan pendidikan sikap dan karakter peserta didik. Hal ini sesuai
dengan program pemerintah ingin membangun manusia yang
berkarakter sebagai upaya menjawab tantangan era globalisasi.
Dalam era globalisasi, masuknya budaya asing yang terkadang
tidak sesuai dengan kultur dan nilai-nilai budaya Indonesia sudah tidak
terbendung lagi. Kondisi seperti inilah yang seharusnya perlu disikapi
dengan arif dan bijaksana serta harus dilakukan tindakan pencegahan.
Dengan pendidikan yang berbasis sikap dan karakter bangsa, budaya
asing yang dapat meracuni generasi penerus bangsa dapat dibendung

dan diminimalisasi.
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia seharusnya mampu mengemban
perwujudan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Hal ini dilakukan
dengan pemilihan teks, cerpen, puisi, novel, maupun naskah drama yang
menekankan nilai budaya dan karakter bangsa. Selain itu, penekanan

5

budaya dan karakter bangsa lebih terarah dan terkondisikan dalam apresiasi
sastra. Kesemuanya harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya lokal
karena setiap wilayah memiliki budaya yang berbeda.
Dalam kenyataan selama ini, proses pembelajaran bahasa Indonesia
kurang kontekstual yang cenderung mengarah pada teks yang terdapat pada
buku sehingga kearifan lokal kurang tersentuh. Pembelajaran bahasa
Indonesia hanya sekadar pemberian pengetahuan tentang budaya dan
karakter yang diharapkan bukan upaya menanamkan nilai-nilai budaya dan
karakter serta aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran bahasa
kurang menyelipkan nilai-nilai budaya agar anak bangga dengan budaya
yang dimiliki sendiri sehingga tidak menganggap rendah budaya, bahasa dan

bangsanya sendiri.
Bahasa Indonesia di dalam Kurikulum 2013 ini digunakan
sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan
menalar. Hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa kemampuan
menalar peserta didik Indonesia masih sangat rendah. Dari studi
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun
2011, hanya lima persen peserta didik Indonesia yang mampu
memecahkan persoalan yang membutuhkan pemikiran, sedangkan
sisanya 95 persen hanya sampai pada level menengah, yaitu
memecahkan persoalan yang bersifat hapalan.
Dalam implementasinya, pembelajaran

bahasa

Indonesia

menggunakan pendekatan berbasis teks. Teks dapat berwujud teks
tertulis maupun teks lisan. Teks merupakan ungkapan pikiran manusia
yang lengkap yang di dalamnya memiliki situasi dan konteks. Belajar
Bahasa Indonesia tidak sekadar memakai bahasa Indonesia untuk
menyampaikan materi belajar. Namun, perlu juga dipelajari soal
makna atau bagaimana memilih kata yang tepat. Selama ini
pembelajaran bahasa Indonesia tidak dijadikan sarana pembentuk

6

pikiran. Padahal, teks merupakan satuan bahasa yang memiliki
struktur berpikir yang lengkap. Karena itu, pembelajaran bahasa
Indonesia harus berbasis teks. Melalui teks maka peran bahasa
Indonesia sebagai penghela dan pengintegrasi ilmu lain dapat dicapai.
Pembelajaran teks membawa anak sesuai perkembangan
mentalnya, menyelesaikan masalah kehidupan nyata dengan berpikir
kritis. Adalah kenyataan, masalah kehidupan sehari-hari tak terlepas
dari kehadiran teks. Untuk membuat minuman atau masakan, perlu
digunakan teks arahan/ prosedur. Untuk melaporkan hasil observasi
terhadap lingkungan sekitar, teks laporan perlu diterapkan. Untuk
mencari kompromi antarpihak bermasalah, teks negosiasi perlu dibuat.
Untuk mengkritik pihak lain pun, teks anekdot perlu dihasilkan. Selain
teks sastra nonnaratif itu, hadir pula teks cerita naratif dengan fungsi
sosial berbeda. Perbedaan fungsi sosial tentu terdapat pada setiap
jenis teks, baik genre sastra maupun nonsastra, yaitu genre faktual
(teks

laporan

dan

prosedural)

dan

genre

tanggapan

(teks

transaksional dan ekspositori).
Materi pembelajaran Bahasa Indonesia membuat muatan
Kurikulum 2013 penuh struktur teks. Tujuan pembelajaran bahasa
Indonesia berbasis teks memang baik. Namun, di lapangan peserta
didik menjadi jenuh karena setiap kali harus berhadapan dengan teks,
teks, dan teks. Di samping itu, materi sastra yang sangat bermanfaat
untuk mengembangkan karakter dan budi pekerti peserta didik banyak
dihilangkan.
PEMBAHASAN
Perubahan dan perkembangan zaman yang semakin pesat dengan
kemajuan

ilmu

dan

teknologinya,

memungkinkan

pendidikan

juga

berkembang. Konsep perubahan tersebut biasanya juga dikarenakan situasi
dan kondisi negara yang berubah. Perubahan kurikulum di dalam pendidikan

7

sejatinya untuk perbaikan ke arah lebih baik dan maju hingga setara dengan
negara lain yang sudah maju pendidikannya.
Kurikulum 2013 diorientasikan untuk mengembangkan pendidikan
yang lebih harmonis, bermutu, dan bermartabat. Tujuan akhirnya adalah
lahirnya generasi emas anak bangsa yang inovatif, produktif, kreatif, dan
afektif (Abidin, 2015:10). Untuk mewujudkan hal tersebut, guru sebagai
pelaksana perubahan kurikulum di lapangan harus adaptif dan kritis terhadap
perubahan. Guru harus memahami dan menerapkan kurikulum terbaru dalam
setiap proses pembelajaran.
Aspek humanisme pembelajaran dan diferensiasi pembelajaran
diusung dalam Kurikulum 2013. Artinya, peserta didik terlibat langsung di
dalam

proses

pembelajaran

yang

bertujuan

untuk

mengembangkan

pengetahuan. Di samping itu, keberagaman minat, motivasi, kecerdasan, dan
bakat dijadikan landasan pijak proses pembelajaran Diharapkan dari
pembelajaran berdiferensiasi ini, siswa menyadari pentingnya belajar, cara
belajar, dan keterampilan sebagai hasil kegiatan belajar.
Dari aspek penilaian, kurikulum terbaru sebagai alat untuk mengetahui
ketercapaian

pembelajaran.

Orientasi

penilaian

sebagai

dasar

pengembangan pembelajaran dan sebagai alat untuk mengetahui kelemahan
siswa sebagai dasar untuk menyempurnakan pembelajaran. Tujuan penilaian
bergeser dari alat untuk mengukur apa yang sudah siswa ketahui menjadi
alat untuk mengukur apa yang belum siswa ketahui. Maka dari itu, penilaian
sebagai sumber inspirasi perbaikan pembelajaran dan merencanakan
pembelajaran yang lebih komprehensif.
Inti dari Kurikulum 2013

adalah

ada

pada

upaya

penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kemudian bertujuan untuk
mendorong peserta didik atau siswa mampu lebih baik dalam
melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan
(mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui
setelah menerima materi pembelajaran. Adapun objek yang menjadi

8

pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan Kurikulum 2013
menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Ada yang menarik dari perubahan mendasar dalam Kurikulum
2013, khususnya dalam bidang pembelajaran bahasa Indonesia.
Perubahan

tersebut

yakni

paradigma

baru

penetapan

satuan

kebahasaan menjadi basis materi pembelajaran. Satuan bahasa yang
menjadi basis pembelajarannya adalah teks. Proses pembelajaran
dirancang berpusat pada peserta didik (student centered active
learning), tidak lagi berpusat pada guru (teacher centered learning).
Selain itu, sifat pembelajaran yang kontekstual. Artinya, guru tidak
hanya beracuan pada buku teks saja, tetapi juga harus mampu
mengaitkan materi yang disampaikannya secara kontekstual. Jadi,
pembelajaran bahasa dengan mempertimbangkan konteks situasi
pemakaian bahasa itu sendiri.
Teks dijadikan basis dalam pembelajaran Kurikulum 2013
dikarenakan

melalui

teks

kemampuan

berpikir

siswa

dapat

dikembangkan. Lalu, materi pembelajaran berupa teks lebih relevan
dengan karakteristik Kurikulum 2013 yang menetapkan capaian
kompetensi siswa yang mencakupi ketiga ranah pendidikan, yakni
pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Mahsun, 2014:97). Hal ini
seiring dengan Lampiran Permendikbud No. 81A Tahun 2013 tentang
Implementasi
kegiatan

Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran bahwa

pembelajaran

merupakan

proses

pendidikan

yang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
potensi dalam hal sikap, pengetahuan, dan keterampilannya (Kosasih,
2014:11).
Penempatan

bahasa

Indonesia

sebagai

penghela

ilmu

pengetahuan dalam Kurikulum 2013 merupakan langkah yang lebih
maju dan konkret dalam memaksimalkan penggunaan bahasa
Indonesia. Dikatakan demikian karena kedudukan bahasa Indonesia
9

sebagai bahasa nasional, maka ia

mempersatukan berbagai etnis

yang berbeda bahasa serta kedudukannya sebagai bahasa resmi
yang dipakai sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Bahasa ilmu pengetahuan Indonesia haruslah tumbuh dan
berkembang atas dasar karakter bangsa Indonesia yang tercermin
dalam perilaku berbahasa Indonesia. Penanaman nilai perilaku itu sulit
berhasil tanpa pendidikan dasar yang berjati diri dan berkarakter kuat.
Untuk itu, penguatan bahasa Indonesia terutama di sekolah dasar
dapat menjadi harapan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang
kekal. Martabat bahasa Indonesia rusak ketika tidak digunakan untuk
kepentingan

ilmu.

Kementerian

Pendidikan

dan

Kebudayaan

(Kemendikbud) sekarang sudah bertekad untuk membenahi kembali
karakter

bangsa

yang

mulai

rusak

di

sekolah

(http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1367).
Di dalam bahasa, ada dua unsur pembentuknya, yakni makna
(pikiran/konsep/gagasan) dan bentuk (bunyi untuk bahasa lisan dan
huruf untuk bahasa tulis). Kedua unsur tersebut harus hadir secara
simultan jika kita akan membentuk bahasa. Apabila hanya satu unsur
yang ada, maka bahasa tidak dapat kita hasilkan. Namun, di antara
kedua unsur pembentuk tersebut, komponen makna (pikiran) menjadi
unsur utama pembentuk bahasa. Oleh sebab itu, bahasa menjadi
sarana pembentukan pikiran manusia. Kemampuan berpikir itulah
yang semestinya dibentuk agar peserta didik dapat memecahkan soalsoal atau masalah yang membutuhkan pemikiran.
Kemampuan berpikir yang harus diajarkan kepada peserta didik
melalui bahasa adalah kemampun berpikir sitematis, terkontrol,
empiris, dan kritis. Dengan kata lain, kemampuan berpikir metodologis.
Hal tersebut dapat diwujudkan melalui pembelajaran teks berdasarkan
pendekatan ilmiah atau saintifik.

10

Pembelajaran bahasa Indonesia selama ini hanya berpaku
pada teks secara sempit. Artinya, teks yang diajarkan teks yang
berstruktur tunggal yang tidak keluar dari materi teks tersebut.
Seharusnya konsep teks yang diajarkan dalam pembelajaran pada
Kurikulum 2013 berstruktur heterogen. Pembelajaran teks tersebut
harus dapat dikembangkan dengan kemampuan berpikir peserta didik.
Dengan

satu

topik

tertentu,

peserta

didik

diajarkan

untuk

mengembangkannya dari berbagai sudut pandang suatu persoalan
sesuai dengan konteksnya.
Melalui penguasaan bahasa Indonesia, peserta didik dapat
mempelajari ilmu pengetahuan lain. Bahasa Indoensia menjadi sarana
untuk mengembangkan dan mengomunikasikan ilmu pengetahuan
yang lain. Maka dari itu, bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu
pengetahuan.

Materi

pembelajaran

bahasa

Indonesia

dapat

dimanfaatkan untuk mengalihkan satu topik ke topik yang lain dalam
substansi mata pelajaran yan berbeda. Oleh sebab itu, pembelajaran
bahasa Indonesia memiliki hubungan dengan pembelajaran tematik
terpadu.
Pembelajaran

bahasa

Indonesia

dengan

penggunaan

pembelajaran teks adalah menjadikan peserta didik dapat memahami
dan mampu menggunakan teks sesuai dengan tujuan sosial teks-teks
yang dipelajari. Dalam implementasinya, pembelajaran teks haruslah
dilaksanakan

dengan

tahapan

yang

kompleks.

Karena

teks

merupakan satuan bahasa terkecil dengan struktur berpikir (makna)
yang lengkap. Pembelajaran teks harus memandang teks bukan
terikat dengan materi dalam buku yang menaunginya, melainkan
memainkan teks tersebut berorientasi ke dunia luar yang menyelimuti
teks tersebut.
Untuk melaksanakan pembelajaran teks tersebut, dimulai dari
memberikan contoh dan menguraikan struktur serta satuan-satuan
11

kebahasaan yang menjadi penanda keberadaan teks tersebut. Dalam
hal

ini,

tampak

sebagai

permodelan.

Kemudian,

menciptakan

kemampuan siswa untuk menghasilkan sendiri teks yang diajarkan.
Dalam pelaksanaannya, guru haruslah menciptakan prakondisi
dengan

memberikan

pertanyaan-pertanyaan

dalam

konteks

pengalaman bersama yang sesuai dengan tujuan sosial teks. Selain
itu, para pendidik dapat membangun konteks melalui kegiatan mereviu
hal-hal yang telah dipelajari.
Di dalam pembelajaran teks yang perlu diperhatikan adalah
jangan sampai peserta langsung dibawa ke pembahasan teks model
tanpa menciptakan kondisi perantara. Dengan demikian, pada tahap
permodelan ada dua kegiatan yang dilakukan, yakni membangun
konteks dan percontohan teks ideal, seperti mengenalkan nilai, tujuan
sosial, struktur, ciri-ciri kebahasaan yang menjadi penanda teks yang
diajarkan. Wujud dari kegiatan tahap ini dapat berupa peserta didik
membaca teks, tanya jawab tentang kandungan makna teks,
parafrase, dan diskusi kelompok.
Selanjutnya, kegiatan bekerja sama membangun teks dapat
berupa kegiatan melengkapi dialog, meringkas teks, membangun teks
secara berkelompok. Kemudian terakhir membangun teks secara
mandiri dapat berupa pengumpulan data atau fakta, lalu dianalisis dan
disajikan. Wujud akhirnya berupa pembelajaran berbasis proyek
melalui pendekatan saintifik.
Melalui pembelajaran teks dapat juga bermanfaat untuk
meningkatkan minat baca peserta didik. Kemampuan berpikir kritis
peserta didik membutuhkan banyak bahan bacaan. Artinya, kegiatan
tersebut membangkitkan minat baca sehingga menjadi kebiasaan
peserta didik untuk selalu membaca.
Selain itu, pembelajaran

bahasa

Indonesia

dengan

menggunakan pembelajaran teks dapat disinergikan dengan konteks

12

kedaerahan sehingga pembelajaran lebih bermakna dan lebih kreatif.
Karena dengan memilih materi (teks-teks) yang bersentuhan dengan
kearifan lokal, siswa lebih mudah memahami esensi pembelajaran.
Dalam pembelajarannya, sebaiknya siswa diberikan contoh konkret
tokoh yang menjunjung tinggi budaya dan karakter bangsa sehingga
siswa mampu meneladaninya dan dapat ditanamkan nilai-nilai budaya
dan karakter serta aplikasi dalam kehidupan sehari-hari dengan
menjadikannya sebagai model utama.
Pembelajaran bahasa menyelipkan nilai-nilai budaya dan
karakter

dalam

teks-teks

yang

digunakan

sebagai

bahan

pembelajaran. Proses pembelajaran dapat diselenggarakan secara
berkelompok agar siswa mampu bekerja sama, toleransi, dan
bertanggung jawab meskipun metode individu tetap dilaksanakan
dalam tes agar melatih kejujuran dan percaya diri. Pembelajaran teks
dapat juga mengonversikan teks-teks sastra menjadi teks deskripsi,
laporan atau teks-teks lainnya. Pengonversian teks dapat juga
dilakukan di dalam teks yang bergenre sama. Nantinya diharapkan
peserta

didik

dapat

memperkaya

wawasan

akan

nilai-nilai

kemanusiaan universal yang terdapat dalam teks tersebut. Dengan
demikian,

pembelajaran

berbasis

teks

dapat

juga

menunjang

pembelajaran yang menekankan kompetensi sikap atau pembentukan
moral anak bangsa.
SIMPULAN
Kurikulum 2013 ini dikembangkan dengan berorientasi pada
penguatan pendidikan sikap dan karakter peserta didik. Hal ini sesuai
dengan program pemerintah yang ingin membangun manusia
berkarakter sebagai upaya menjawab tantangan era globalisasi.
Penempatan bahasa Indonesia sebagai penghela

ilmu

pengetahuan dalam Kurikulum 2013 merupakan langkah yang lebih

13

maju dan konkret dalam memaksimalkan penggunaan bahasa
Indonesia.
Selain

itu,

pembelajaran

bahasa

Indonesia

dengan

menggunakan pembelajaran teks dapat disinergikan dengan konteks
kedaerahan sehingga pembelajaran lebih bermakna dan lebih kreatif.
Karena dengan memilih materi (teks-teks) yang bersentuhan dengan
kearifan lokal, siswa lebih mudah memahami esensi pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. 2015. Pembelajaran Multiliterasi: Sebuah Jawaban atas
Tantangan Pendidikan Abad Ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan.
Bandung: Refika Aditama.
Abo, La. 2015. Kurikulum Baru dan Revolusi Mental Peserta Didik: Cara
Praktis Mengembangkan Kurikulum Berorientasi Pendidikan Sikap dan
Karakter Peserta Didik. Bandung: Mujahid Press.
Alex, 2010. Isu-isu Kritis Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. eds.
Emzir dan Sam M. Chan. Bogor: Ghalia Indonesia.
Kosasih, E. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum
2013. Bandung: Yrama Widya.
Mahsun. 2014. Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Depok:
Rajagrafindo Persada.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasonal.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum (online) diakses 21 Februari 2016.
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1367)
diakses 22 Februari 2016.

14

(online)