ANALISIS HUKUM INTERNASIONAL DALAM PERAM (1)

CONVENTION AGAINST CORRUPTION (UNCAC) DAN ASEAN MUTUAL LEGAL ASSISTANCE TREATY (AMLAT) *

Ridwan Ariin

Program Studi Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Jalan Sosio Justisia No. 1, Bulaksumur, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281

Abstract

This research discusses on the analysis of international law on the seizure of assets in South East Asia countries according to UNCAC and AMLAT. Questions posed are (1) how is the implementation of international law principles on the seizure of assets based on UNCAC and AMLAT? (2), what are the forms of international legal instruments on seizure of assets in South East Asia region? The research shows that (1) the implementation of international law principles in seizure of assets in South East Asia differs from one another due to the existene of national interest principle as legitimation of asset seizure refusal from respective countries. Keywords : seizure of assets, corruption, South East Asia

Intisari

Penelitian ini membahas mengenai analisis hukum internasional dalam perampasan aset di negara kawasan asia tenggara berdasarkan UNCAC dan AMLAT. Rumusan masalah yang dikemukakan adalah (1), Bagaimana penerapan prinsip­prinsip hukum internasional dalam perampasan aset di negara kawasan Asia Tenggara berdasarkan Konvensi Internasional Pemberantasan Korupsi (UNCAC) 2003 dan ASEAN Mutual Legal Assistance Treaty (AMLAT)? (2), Bagaimana bentuk instrumen hukum internasional dalam perampasan aset di negara kawasan Asia Tenggara? Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) Penerapan prinsip hukum internasional dalam perampasan aset di Asia Tenggara berbeda­beda karena prinsip national interest yang bisa dijadikan legitimasi bagi negara yang bersangkutan menolak atau menerima permohonan

perampasan aset. Kata Kunci: perampasan aset, korupsi, asia tenggara

Pokok Muatan

A. Latar Belakang .................................................................................................................................. 38

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ..................................................................................................... 40

1. Penerapan Prinsip Hukum Internasional dalam Perampasan Aset di Negara Kawasan Asia Tenggara ...................................................................................................................................... 40

2. Analisis Prinsip­Prinsip Hukum Internasional dalam Perampasan Aset .................................... 42

3. Analisis Mutual Legal Assistance Sebagai Bentuk Kerjasama Antar Negara ............................ 48

4. Ekstradisi dalam Proses Mutual Legal Assistance .................................................................... 51

C. Kesimpulan ....................................................................................................................................... 53

Penelitian Tesis Program Pascasarjana FH UGM.

38 JURNAL PENELITIAN HUKUM Volume 3, Nomor 1, Maret 2016, Halaman 37-55

korupsi sebesar 316.45 miliar dolar dan hanya 22% Isu­isu pemberantasan korupsi dewasa saja aset tersebut berhasil dikembalikan kepada ini tidak lagi menjadi perhatian publik nasional negara. 5 Sementara itu, pada tahun yang sama, Laos satu negara saja, melainkan sudah menjadi isu kehilangan sekitar 150 miliar dolar akibat kasus internasional. Permasalahan korupsi tidak lagi korupsi dan baru tidak kurang dari separuhnya bisa dipandang sebagai masalah sebuah bangsa tetapi dikembalikan. Data tersebut menunjukkan bahwa

A. Latar Belakang

juga masalah masyarakat internasional. 1 kerugian akibat tidank pidana korupsi bukanlah Kerugian negara yang diakibatkan oleh angka yang sedikit. Pada September 2015, Myanmar tindak pidana korupsi tidaklah sedikit. Ada mencatat bahwa ada sedikitnya 20 juta dolar uang sekitar Rp 2 triliun kerugian negara pada tahun kotor baik itu hasil korupsi dan pencucian uang

2010 tidak berhasil ditagih 2 bahkan berdasarkan disimpan di negara tersebut. Bahkan di Brunei data Kejaksaan Agung Tahun 2010, ada sebesar Darussalam, pada kasus Brunei Shell Petroleum Rp9.064.933.855.111,94 (Sembilan triliun enam (BSP) tahun 2013, terjadi kasus penyuapan yang puluh empat miliar sembilan ratus tiga puluh tiga merugikan negara hingga 3 miliar dolar. Praktik juta delapan ratus lima puluh ribu seratus sebelas kotor tindak pidana korupsi tidak hanya menyerang ribu koma semibilan puluh empat sen rupiah) sektor bisnis, tetapi juga pemerintahan. Praktik dan USD 499.870.916,05 (empat ratus sembilan skandal korupsi Perdana Menteri Malaysia, Najib puluh sembilan juta delapan ratus tujuh puluh ribu Razak, diperkirakan merugikan Malaysia hingga sembilan ratus enam belas koma lima sen dollar 700 miliar dolar.

Amerika) 3 uang pengganti yang belum tertagih Akar korupsi pada banyak kasus disebabkan terhadap perkara yang telah diputus oleh pengadilan. oleh penyelewengan kekuasaan ( abuse of power), Selain Indonesia, permasalahan yang muncul terutama di negara­negara yang memiliki stabilitas akibat tindak pidana korupsi juga dialami oleh keamanan yang rendah. Kamboja salah satu negara berbagai negara di kawasan Asia Tenggara. Tahun di kawasan Asia Tenggara yang mencatat kerugian 2012 saja, kerugian Pemerintah Thailand akibat akibat kasus suap menyuap baik yang dilakukan oleh kasus korupsi, terutama berkaitan dengan bisnis pejabat pemerintah maupun pihak­pihak lainnya dan investasi mencapai Bt 840.14 juta, atau setara yang terlebih. Bahkan, untuk memuluskan jabatan

dengan kurang lebih 240 juta dolar. 4 Vietnam, tertentu, uang suap yang dikeluarkan mencapai tahun 2014 mencatat kerugian negara akibat kasus 5000 dolar perbulan. 6 Bahkan pada kasus korupsi

1 Pendapat Komisi Hukum Nasional tentang Stolen Asset Recovery (StAR) Initiative sebagaimana dikutip dalam Michael Levi, 2004, Tracing 2 and Recovering the Proceeds of Crime, Tbilisi Georgia Cardiff University, Wales, hlm. 17. Data Kejaksaan Negeri 2010 menunjukkan kerugian negara sebesar Rp 2 Triliun pada tiga kasus besar, yakni: (1) I Gede Dermawan

sebesar Rp163.825.404.575 (seratus enam puluh tiga miliar delapan ratus dua puluh lima juta empat ratus empat ribu lima ratus tujuah puluh lima rupiah); (2) Edy Thong sebesar 13.8885.000 dollar AS, pada kasus ini tersangka melarikan diri; (3) H.M. Soeharto sebesar Rp 1.422.831.910.361,40 dan 419.636.910,64 dollar AS, dan dalam kasus ini tersangka meninggal dunia, lihat Muhammad Yusuf, 2013,

3 Merampas Aset Koruptor: Solusi Pemberantasan Korupsi di Indonesia, Kompas, Jakarta, hlm. 9. Data Bidang Pidana Khusus Kejaksaan RI tahun 2010 sebagaimana dikutip dalam Muhammad Yusuf,

Ibid.

Petchanet Pratruangkrai, “Thai corruption index worsens over irst six months”, http://news.asiaone.com/News/AsiaOne+News/Asia/Story/ 5 A1Story20120718-359804.html, diakses pada Tanggal 10 Desember 2015. Anonim, “Vietnam loses $316 mn to corruption in nine months, only 22% recovered”, http://tuoitrenews.vn/society/24312/vietnam-loses- 312-mn-to-corruption-in-nine-months-only-22-recovered; diakses pada Tanggal 15 Desember 2015. Lihat pula pada Anonim, “Almost 150

million USD lost to corruption in Laos”, http://www.shanghaidaily.com/article/article_xinhua.aspx?id=231097, diakses pada Tanggal 15 Desember 2015. Lihat pula pada Astrid Zweynert, “Almost $20 billion in dirty money left Myanmar in ive decades”, http://uk.reuters.com/ article/2015/09/09/uk-myanmar-inance-corruption-idUKKCN0R926720150909, diakses pada Tanggal 15 Desember 2015. Lihat pula pada Quratul-Ain Bandial, “Brunei steps up to ight corruption”, http://www.bt.com.bn/news-national/2013/12/09/brunei-steps-ight-corruption, diakses pada Tanggal 15 Desember 2015. Lihat pula pada Anonim, “Scandal­hit Malaysian PM Najib drops speech at anti­corruption

conference”, http://www.theguardian.com/world/2015/sep/04/scandal-hit-malaysian-pm-najib-drops-speech-at-anti-corruption-conference, diakses pada Tanggal 15 Desember 2015. Clothilde Le Coz, “Cambodia: Getting to the root of corruption”, http://asiancorrespondent. 6 com/2012/12/cambodia-getting-to-the-root-of-corruption, diakses pada Tanggal 15 Desember 2015. Clothilde Le Coz, “Cambodia: Getting to the root of corruption”, http://asiancorrespondent.com/2012/12/cambodia-getting-to-the-root-of-

corruption, diakses pada Tanggal 15 Desember 2015.

39 dan suap keluarga Perdana Menteri tahun 2011, Di global concern, namun masih belum cukup kuat

Ariin, Analisis Hukum Internasional dalam Perampasan Aset di Negara Kawasan Asia Tenggara....

Prem, negara dirugikan hingga 200.000 dolar. 7 sebagai international policy framework yang utuh Korupsi bagi negara di kawasan Asia dalam memberantas jejaring korupsi pada tingkat Tenggara dianggap sebagai salah satu penyebab global. Pada dasarnya dalam UNCAC terdapat terhambatnya pembangunan. 8 Data Transparansi beberapa poin menarik, seperti Asset Recovery Internasional (TI) tahun 2013 menunjukkan bahwa atau Technical Cooperation and Assistance lima negara anggota ASEAN berada di bawah yang memberi ruang bagi kerjasama­kerjasama peringkat 110 dari semua negara yang masuk dalam teknis antar­negara. UNCAC juga memberikan

riset TI. 9 Sementara itu, data Indeks Persepsi Korupsi beberapa norma, seperti eisiensi, transparansi, Internasional tahun 2014 menunjukkan bahwa dan akuntabilitas yang memberikan porsi besar hanya Malaysia dan Singapura yang memiliki skor pada masyarakat sipil untuk terlibat. Namun

50 dari 100 (dimana nilai 100 menunjukkan negara belum memiliki institusi yang nyata dalam hal ini.

yang sangat bersih dan 0 sangat korup). 10 Bahkan, hambatan tersebut juga terjadi dengan Indeks persepsi korupsi tersebut memberikan adanya penekanan ‘protection of sovereignty’ yang gambaran bahwa korupsi telah menjadi isu menjadi prinsip dasar bagi UNCAC. Penekanan atas penting dalam skala regional Asia Tenggara. Tidak kedaualatan negara dalam kerjasama internasional sedikitnya aset publik yang dikorupsi, dilarikan kerap menimbulkan berbagai persoalan karena tidak dan bahkan disimpan di luar negeri memberikan jarang banyak negara memberikan perlindungan dorongan regional Asia Tenggara dalam membentuk terhadap pelaku tindak pidana korupsi di negara

satu sistem kerjasama dalam pemberantasan tersebut. 11 Ketidakseragaman penafsiran atas korupsi. Bahkan, dalam pemberantasan korupsi, terminologi tertentu dalam UNCAC ataupun pengembalian aset ( asset recovery) kini menjadi perjanjian lainnya menjadi salah satu penyebabnya. perhatian khusus disamping upaya­upaya pence­ Padahal selain pada tingkat global, negara­negara gahan ( preventive) maupun pemberantasan (repres- Asia Tenggara pun sudah memulai upaya dalam pemberantasan korupsi dalam regional ASEAN. sive) atas tindak pidana korupsi. 12

Kerjasama dan komitmen terhadap pem­ Pemberantasan korupsi di ASEAN terlihat berantasan korupsi dapat dilihat dengan hadirnya dengan ditandatanganinya ASEAN Declaration on United Nations Convention Against Corruption Transnational Crime pada 1997. Pada deklarasi

(UNCAC) yang disahkan pada 2003 dan Indonesia ini, masalah korupsi dan suap dianggap sebagai pun telah meratiikasi konvensi ini melalui Undang- sebuah transnational crime. Namun sayangnya, Undang No. 7 Tahun 2006. Konvensi ini memiliki tindak lajut deklarasi tersebut hanya sebatas

kontribusi dalam membawa isu korupsi sebagai rekomendasi kepada Expert Group Meeting dan

7 Buth Reaksmey Kongkea, “Corruption case delayed”, http://www.phnompenhpost.com/national/corruption-case-delayed , diakses pada Tanggal 15 Desember 2015.

8 Lihat Transparancy International, “Why ASEAN Needs to Confront Corruption in Southeast Asia”, http://www.transparency.org/news/feature/ why_asean_needs_to_confront_corruption_in_southeast_asia , diakses pada Tanggal 15 Desember 2015. Lihat pula pada Anonim, “Fighting

Fraud and Corruption in ADB Projects (an overview of the integrity principle and guidelines)”, http://www.adb.org/site/integrity/overview , diakses pada Tanggal 15 Desember 2015. Lihat pula pada UNODC, “Impact of Corruption on Development and how States can Better Tackle Corruption under the Spotlight at UN Anti­Corruption Conference in Morocco (The 4 th Session of the Conference of the States Parties to the United Nations Conventions against Corruption in Marrakech”, http://www.unodc.org/islamicrepublicoiran/en/impact-of-corruption.html , diakses pada Tanggal 15 Desember 2015. 9 Ahmad Rizki Mardhatillah Umar, “Asean dan Pemberantasan Korupsi”,

Harian Kompas, 2 Mei 2014.

Transparancy International, “Corruption Perception Index”, www.transparancy.org/cpi , diakses pada Tanggal 20 Desember 2015. Angka ini meliputi negara­negara Asean: Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

11 Ahmad Rizki Mardhatillah Umar dan Fanny Frikasari, “Kejahatan Bisnis dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, Vol. 6, No. 2, Juni 2005, hlm. 202. Lihat pula pada Jamin Ginting, “Perjanjian Internasional dalam Pengembalian Aset Hasil Korupsi

di Indonesia”, 12 Transparancy International, 2015, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 11, No. 3, September 2011, hlm. 435­436. Asian Integrity Community: A Vision for Transparent and Accountable Integration, Transparancy International, Jakarta, hlm.6.

40 JURNAL PENELITIAN HUKUM Volume 3, Nomor 1, Maret 2016, Halaman 37-55 dorongan kepada masing­masing negara anggota aset di negara kawasan Asia Tenggara berdasarkan

untuk memperkuat tata pemerintahan yang baik. 13 Konvensi Internasional Pemberantasan Korupsi Artinya, deklarasi tersebut hanya sebatas konsensus (UNCAC) 2003 dan ASEAN Mutual Legal regional Asia Tenggara yang pelaksanaannya Assistance Treaty (AMLAT)? Kedua, Bagaimana diserahkan kepada masing­masing negara anggota. bentuk instrumen hukum internasional dalam Tahun 2002 muncul kerjasama Southeast Asian perampasan aset di negara kawasan Asia Tenggara? Parliamentarians Against Corruption (SEAPAC).

Namun sayangnya SEAPAC tersebut hanya sebatas B. Hasil Penelitian dan Pembahasan kerjasama tanpa adanya kekuatan yang mengikat 1. Penerapan Prinsip Hukum Internasional yang mampu mencegah korupsi secara struktural. 14 dalam Perampasan Aset di Negara Kawas-

Padahal kerjasama dalam pemberantasan korupsi di

an Asia Tenggara

ASEAN menjadi salah satu isu yang dibahas dalam Prinsip­prinsip hukum internasional yang wilayah ASEAN Political Security Community dimaksud dalam penelitian ini adalah prinsip­prinsip (APSC) dan menjadi salah satu agenda dalam dasar dan fundamental yang terdapat dalam proses

Blueprint APSC. Pada cetak biru APSC, salah satu perampasan asset, baik itu berdasarkan dokumen bentuk kerjasama yang diupayakan adalah bantuan internasional seperti UNCAC, UNTOC, ataupun hukum timbal balik ( mutual legal assistance/MLA) UNODC, maupun dokumen regional seperti

yang juga dibahas dan dijabarkan lebih lengkap AMLAT. Perampasan aset, berdasarkan UNCAC dalam Mutual Legal Asisstance Treaty in Criminal dan juga AMLAT dianggap sebagai fundamental Matters antara negara­negara anggota yang dikenal

principle 17 , yang kemudian diturunkan salah satu sebagai ASEAN Mutual Legal Assistance Treaty

15 caranya melalui mutual legal assistance (AMLAT). . Prinsip­prinsip yang tersirat dalam UNCAC, Baik UNCAC maupun AMLAT, keduanya

penulis jabarkan sebagai berikut, yang meliputi, menjadi acuan dasar dalam pemberantasan korupsi

prinsip: pertama, terkait dengan kerjasama di ASEAN, termasuk kerjasama internasional

internasional ( international cooperation); kedua, yang dilakukan dalam mendukung upaya tersebut. terkait dengan bantuan hukum timbal balik UNCAC dan AMLAT itu sendiri, muncul sebagai ( mutual legal assistance); ketiga, terkait dengan produk hukum yang dikeluarkan oleh organisasi pemeriksaan bukti dan hal­hal yang terkait dengan

internasional non negara, sebagai akibat dari

perkembangan hukum internasional secara global keempat, terkait dengan penafsiran

kejahatan; dan

atas hal­hal terkait dengan perampasan aset dalam yang meningkatkan interaksi intensif antara subyek­

16 subyek non­negara tersebut. Konvensi UNCAC. Prinsip­prinsip tersebut, akan Sehingga seharusnya, UNCAC dan AMLAT mampu diterima secara utuh penulis elaborasi menggunakan prinsip­prinsip sebagai

legal framework dalam pengembalian aset terkait dengan perampasan aset melalui mutual hasil korupsi.

legal assistance, sebagaimana disebutkan dalam Berdasarkan masalah tersebut, maka rumusan bab sebelumnya, yang meliputi: (1) suficient of masalah dalam penelitian hukum ini adalah sebagai evidence, (2) double criminality, (3) Ne bis in Idem

berikut: Pertama, Bagaimana penerapan prinsip­ atau Double Joepardy, (4) Reciprocity, (5) Speciality prinsip hukum internasional dalam perampasan atau Use of Limitation, (6) Genaral Human Rights

13 Ahmad Rizki Mardhatillah Umar dan Fanny Frikasari,

14 Loc.cit.

15 Ibid. Komisi Pemberantasan Korupsi “Persempit Ruang Gerak Koruptor, Negara­negara SEA­PAC perkuat Kerjasama Internasional dan MLA”, 16 Makalah, Lokakarya International Cooperation and Mutual Legal Assistance, Yogyakarta, 10­13 November 2012. Damos Dumoli Agusman, 2010,

17 Pasal 51 UNCAC. Hukum Perjanjian Internasional, Reika Aditama, Bandung, hlm. 2.

41 Consideration, (7) The Rights Suspects and Persons tidaknya dalam melihat perjanjian internasional,

Ariin, Analisis Hukum Internasional dalam Perampasan Aset di Negara Kawasan Asia Tenggara....

Charged with Criminal Offences, (8) Consideration ada dua bentuk yang berbeda, yakni, pertama of the Likely Severity of Punishment, yang termasuk berupa law making treaties (traités lois), dan kedua

juga pada kasus­kasus hukuman mati ( 21 death contractual treaties (traités-contracts). penalty), (9) political offences, (10) public atau Berdasarkan penggolongan dua bentuk tersebut,

berupa

national interest, dan (11) bank secrecy dan iscal maka ASEAN Mutual Legal Assistance Treaty, fraud.

termasuk dalam contractual treaty, sebab AMLAT Sebelum penulis menganalisis prinsip­ berisikan aturan­aturan pelaksana khusus terkait

prinsip tersebut, dokumen hukum—UNCAC dengan bantuan hukum timbal balik dengan tujuan­ dan AMLAT—yang digunakan dalam penelitian tujuan dan kepentingan tertentu. ini, merupakan salah satu sumber hukum

UNCAC dan AMLAT, sebagai instrumen internasional. Dimana keduanya—UNCAC dan hukum internasional dan juga regional, untuk bisa

AMLAT—termasuk ke dalam perjanjian inter­ diberlakukan ke dalam hukum nasional haruslah nasional, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 diratiikasi ke dalam undang-undang nasional. ayat (1) VCLT dimana “t reaty as an international Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 11

agreement concluded between states in written VCLT bahwa “the consent of a State to be bound form and governed by international law, whether by treaty may be expressed by signature, exchange embodied in a single instrument or in two or more of instrument constituting a treaty, ratiication, related instruments and whatever its particular acceptance, approval or accession, or by other designation”, maka pada tulisan ini akan dibahas means if so agreed”. Namun demikian, keberlakuan

dan dianalis perjanjian UNCAC dan AMLAT dan hubungan hukum internasional dengan hukum sebagai bentuk dari perjanjian internasional.

nasional, pada praktek negara­negara, dapat Pada konteks ini—dimana UNCAC dipahami melalui dua teori berbeda: monisme dan

dan AMLAT dianggap sebagai perjanjian 22 dualisme . internasional—O’Brien (2009) menegaskan bahwa

Pada teori monisme, hukum internasional dalam hukum internasional, sebuah perjanjian tidak perlu diterjemahkan dan diturunkan ke

memiliki beberapa fungsi yang dalam hukum dalam hukum nasional, sebab ratiikasi itu sendiri nasional tertentu bisa berlainan, misalnya sebagai secara otomatis dan langsung memasukan hukum peraturan nasional, perjanjian kontrak, ataupun internasional ke dalam hukum nasional, misalnya

perjanjian pembentukan suatu lembaga. 19 Sehingga, dalam pelaksanaan jurisdiksi Mahkamah Pidana fungsi perjanjian tersebut, pada akhirnya melahirkan Internasional ( International Criminal Court/ICC) hak dan kewajiban, begitupula dengan UNCAC dan dapat langsung diproses dalam peradilan nasional. AMLAT yang secara tegas menjabarkan hak dan Sementara itu, teori dualisme justru bertentangan kewajiban negara­negara anggotanya, “all treaties dengan teori monisme, dimana teori dualisme contain obligations for the states that are parties to menegaskan bahwa perjanjian internasional them” 20 .

untuk bisa berlaku sebagai hukum nasional, maka Analisis perjanjian internasional, juga bisa perjanjian tersebut harus ditransformasikan melalui

dilihat dari konten atau isi perjanjian tersebut, undang­undang nasional. Maka jika negara­negara dimana menurut Fitzmaurice (2007) setidak­ sebagai dualist states, maka baik UNCAC maupun

19 Jhon O’Brien, 2009, 20 International Law, Routledge Cavendish, New York, hlm. 82. 21 Ibid. M. Fitzmaurice dan A. Quast, 2007, 22 Teori monisme dan dualisme diperkenalkan oleh Malcom N. Shaw yang melihat dan mengalisis hubungan antara hukum internasional Law of Treaties: Intoduction to Law of the Treaties, University of London Press, UK, hlm. 8.

dan hukum nasional. Praktik monisme ataupun dualisme akan sangat berpengaruh terhadap model pelaksanaan negara­negara atas hukum internasional. Baca Malcom N. Shaw, 2008, International Law, Sixth Edition, Cambridge University Press, Cambridge, hlm. 100­101.

42 JURNAL PENELITIAN HUKUM Volume 3, Nomor 1, Maret 2016, Halaman 37-55 AMLAT harus diturunkan ke dalam hukum nasional internasional dan hukum nasional dalam konstitusi

melalui undang­undang nasional. nasional negara juga menjadi ciri lainnya dari Dua aliran tersebut—monisme dan dua­ dualist states. Bahkan penjelasan lain bisa ditelusuri lisme—menimbulkan banyak perbedaan dan per­ dari putudsan­putusan pengadilan ketika hakim debatan dalam praktiknya. Melda Kamil sebaga­ memutuskan konlik antara hukum internasional imana dikutip Dewanto berpendapat bahwa dan hukum nasional, seperti dalam kasus P.P. v. Indo nesia merupakan negara penganut monisme

Wah Ah Jee di Malaysia 26 yang digambarkan Hamid sebab di dalam undang­undang pengesahan selalu dan Sein (2012) sebagaimana dikutip Dewanto

dilampirkan perjanjian internasionalnya sehingga (2012), dimana Pengadilan menyimpulkan bahwa perjanjian internasional tersebut dapat digunakan “The Courts here must take the law as they ind it oleh para hakim di pengadilan sebagai sumber expressed in the Enachment. It is not the duty of a hukum formal dalam menyelesaikan sebuah judge or magistrate to consider whether the law so

perkara. 23 Sejalan dengan Melda Kamil, Agusman set forth is contrary into international law or not”. 27 juga melihat bahwa beberapa hakum secara berani

Di Indonesia, perihal implementing legisla- menggunakan kaidah­kaidah hukum internasional tion, pernah terjadi kerancuan yakni ketika sebagai dasar hukum dalam memutus perkara. 24 Mahkamah Agung menangani kasus PT. Nizwar Namun, Eddy Pratomo justru menyatakan bahwa v. NMB pada tahun 1981, dimana ketika PN tidak ada negara yang secara murni menerapkan Jakarta Pusat menyetujui sita eksekutorial yang salah satu teori tersebut—monisme ataupun diajukan oleh NMB atas putusan Pengadilan dualisme—sebab negara­negara melakukan kom­ Arbitrase London, Pengadilan mendasarkan pada binasi keduanya berdasarkan situasi dan kondisi pertimbangan bahwa Konvensi Jenewa 1927 tang yang dihadapi. Lebih jauh, analisis dalam perjanjian diratiikasi oleh Pemerintah Belanda juga berlaku di internasional, dimana proses perberlakuannya pasca Indonesia. Kemudian PT Niwar mengajukan kasasi

ratiikasi harus melalui proses transformasi. Hukum dan MA menganulir putusan PN Jakarta Pusat internasional ditransformasikan ke dalam hukum dengan menyatakan bahwa “dengan dikeluarkannya

nasional terlebih dahulu sebelum dapat digunakan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tidak di pengadilan nasional. Perberlakuan ini dikenal serta merta membuat Konvensi New york 1958 sebagai implementing legislation dimana peraturan berlaku di Indonesia sebelum ada peraturan perundang­undangan yang dibuat oleh lembaga pelaksananya (

implementing legislation)”. 28

legislatif merupakan hasil dari proses transformasi 2. Analisis Prinsip-Prinsip Hukum Internasi-

perjanjian internasional ke dalam peraturan

onal dalam Perampasan Aset

perundang­undangan nasional. 25 Beberapa hal substansial yang digarisbawahi Proses tranformasi dan penggunaan imple- dalam UNCAC meliputi upaya­upaya: (1) prevem- menting legislation merupakan salah satu ciri dari tion, (2) criminalization, (3) international coope- negara yang menerapkan prinsip dualisme. Selain ration, (4) asset recovery, dan (5) implemen tation itu, ketiadaan pengaturan antara hubungan hukum

mechanisms 29 , menjadi acuan bagi pelaksanaan

23 Diungkapkan dalam Diskusi di Fakultas Hukum Universitas Surabaya pada tahun 2009, dikutip oleh Wisnu Aryo Dewanto, “Memahami Arti Undang­Undang Pengesahan Perjanjian Internasional di Indonesia”,

Opinio Juris, Vol. 04, Januari­April, 2012, hlm. 20.

Diungkapkan oleh Dumos Dumoli Agusman dalam Pertemuan Kelompok Ahli tentang Kajian Posisi Dasar Kebijakan Luar Negeri terkait Dasar Konstitusional Perjanjian Internasional dan Tantangan Globalisasi, Surabaya 25 November 2011, dikutip oleh Wisnu Aryo Dewanto,

25 Ibid. Wisnu Aryo Dewanto, 26 Cek kasus Op.cit., hlm. 21­22. 27 Abdul Ghafur Hamid dan Khin Maung Sein, “Judicial Application of International Law in Malaysia: A Critical Analysis”, P.P. v. Wah Ah Jee, FMS Supreme Court (1919) FMSLR 193. Paper, dipresentasikan

pada The 2 nd Asian Law Institute (ASLI) Conference, Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand, 26­27 Mai, 2005, hlm. 8. 28 Sudargo Gautama, 1992, Indonesia dan Arbitrase Internasional, Alumni, Bandung, hlm. 68­71, sebagimana dikutip Wisnu Aryo Dewanto,

Ibid.

43 UNCAC yang kemudian diturunkan dalam

Ariin, Analisis Hukum Internasional dalam Perampasan Aset di Negara Kawasan Asia Tenggara....

relevant to a criminal matter in the beberapa prinsip yakni: (1) suficient of evidence,

Requesting Party. (2) double criminality, (3) Ne bis in Idem atau

Kesuksesan perampasan aset erat kaitannya Double Joepardy, (4) Reciprocity, (5) Speciality

dengan kekuatan bukti­bukti yang diajukan, atau Use of Limitation, (6) Genaral Human Rights

sebab menurut Hiariej bahwa dalam parameter Consideration, (7) The Rights Suspects and Persons

pembuktian, dikenal clear and convincing Charged with Criminal Offences, (8) Consideration

evidence yang sangat erat kaitannya dengan of the Likely Severity of Punishment, yang termasuk

minimum bukti dan kekuatan pembuktian. juga pada kasus­kasus hukuman mati ( death

Suficient evidence erat kaitannya dengan penalty), (9) political offences, (10) public atau

pemenuhan hak­hak asasi manusia, sebab national interest, dan (11) bank secrecy dan iscal

keberadaan bukti yang tidak cukup dan fraud.

memaksakan penegakan hukum atasnya

a. Suficient of Evidence

justru akan mencederai hak­hak tersangka. Bukti permulaan yang cukup, atau

Selain bukti yang kuat, dalam proses juga prima facie evidence, merupakan syarat

perampasan aset juga harus memperhatikan utama dan penting dalam proses perampasan

landasan hukum dari hukum nasional yang aset. Berkaitan dengan hal ini, Pasal 18 ayat

bersangkutan, sebab secara tegas Pasal 18 (1) (1) AMLAT menegaskan bahwa:

AMLAT “subject to its domestic laws”, maka The Requested Party shall, subject to

landasan hukum menjadi sangat penting its domestic laws, execute a request

pada proses ini. Perihal perbandingan for the search, seizure and delivery

of any documents, records or items landasan hukum nasional berkaitan dengan to the Requesting Party if there are perampasan aset di negara kawasan Asia reasonable grounds for believing that

Tenggara, dapt dilihat melalui table di bawah the documents, records or items are

ini:

Tabel 1. Perbandingan Peraturan Perundang-Undangan MLA di Negara ASEAN

Negara Peraturan Perundang-Undangan

Brunei Mutual Assistance in Criminal Matters Order 2005 Darussalam Kamboja

Cambodian Law concerning Mutual Assistance in Criminal Matters

Republik Indoneia Undang­Undang No. 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana Laos

Law on Criminal Procedure No. 01/NA, dated 15 May 2004 Malaysia

1. Mutual Assistance in Criminal Matters Act 2002 (Act 621)

2. Mutual Assistance in Criminal Matters regulations 2003 (P.U. (A) 194/2003)

3. Mutual Assistance in Criminal Matters (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters) Order 2005 (P.U. (A) 488/2005)

4. Mutual Assistance in Criminal Matters (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters) (Amendment) Order 2006 (P.U.(A) 73/2006)

5. Mutual Assistance in Criminal Matters (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters) (Amendment) (No.2) Order 2006 (P.U.(A) 134/2006)

6. Mutual Assistance in Criminal Matters (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters) (Amendment) Order 2007 (P.U.(A) 280/2007)

7. Mutual Assistance in Criminal Matters (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters) (Amendment) Order 2009 (P.U. (A) 148/2009)

44 JURNAL PENELITIAN HUKUM Volume 3, Nomor 1, Maret 2016, Halaman 37-55

8. Mutual Assistance in Criminal Matters (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters) (Amendment) (No.2) Order 2009 (P.U. (A) 149/2009)

9. Mutual Assistance in Criminal Matters (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters) (Amendment) Order 2010 (P.U. (A) 137/2010)

Myanmar

1. Mutual Assistance in Criminal Matters Law (The State Peace and Development Council Law No. 4 of 2004)

2. Mutual Assistance in Criminal Matters Rules (Notiication No. 5/2004) Filipina

Filipina tidak memiliki hukum nasional berkaitan dengan MLA, namun ada beberapa perjanjian bilateral yang dibuat berkaitan dengan pelaksanaan MLA dengan beberapa negara.

Singapura

1. Mutual Assistance in Criminal Matters Act, Chapter 190A, Statutes of the Republic of Singapore

2. Corruption, Drug, Traficking, and Other Serious Crimes (Coniscation of Beneits) Act, Chapter 65A

Thailand

1. The Act on Mutual Assistance in Criminal Matters B.E. 2535

2. Ministerial Regulation B.E. 2537 (1994) issued under The Act in Mutual Assistance in Criminal Matters B.E. 2535 (1992)

3. Regulation of the Central Authority related to the Providing and Seeking for Assistance under The Act on Mutual Assistance in Criminal Matters B.E. 2535 (1992)

4. Extradition Act B.E. 2551

Vietnam The Law on Mutual Assistance of Vietnam Sumber: diolah dari berbagai sumber

b. Double Criminality

purposes of this Convention, as set forth in Kriminalitas ganda dalam perampasan

article 1”. 30 Perbandingan perihal negara­ aset juga diatur dalam Pasal 3 ayat (1)

negara yang menerapkan prinsip kriminalitas AMLAT, dimana ditegaskan bahwa:

ganda dapat dilihat melalui tabel di bawah The request relates to the investigation,

ini.

prosecution or punishment of a person in respect of an act or omission that, if

Tabel 2.

it had occurred in the Requested Party, would not have constituted an offence Penerapan Prinsip Double Criminality

against the laws of the Requested di Negara Asia Tenggara

Party except that the Requested Party Negara Double Criminality

may provide assistance in the absence Brunei Darussalam

X (Tidak) of dual criminality if permitted by its Kamboja

√ domestic laws.

Republik Indoneia

√ Dalam hal tidak terpenuhinya prinsip Malaysia

Laos

√ kriminalitas ganda, UNCAC menyarankan Myanmar

√ negara yang bersangkutan merujuk kembali Filipina

X (Tidak)

tujuan utama dari Konvensi tersebut, yakni √

Singapura

√ (pengecualian melalui dikatakan bahwa “a requested State Party,

Thailand

perjanjian) in responding to a request for assistance Vietnam

pursuant to this article in the absence of Sumber: diolah dari berbagai sumber dual criminality, shall take into account the

30 Pasal 46 ayat (9), dalam hal tidak terpenuhinya double criminality, UNCAC merujuk ke Pasal 1 perihal statement of purposes dimana salah satu tujuan dari UNCAC adalah “to promote and strengthen measures to prevent and combat corruption more eficiently and effectively” (Pasal 1 [a]).

Ariin, Analisis Hukum Internasional dalam Perampasan Aset di Negara Kawasan Asia Tenggara....

c. Ne Bis In Idem Tabel 3.

Berkaitan dengan penerapan prinsip

Perkembangan Pengajuan MLA Indonesia

ini, Pasal 3 ayat (1) AMLAT secara tegas

Tahun 2009-2012

menjelaskan bahwa: (1) The request relates to the investigation, prosecution or punishment of a person for an offence in a case where the person: has been convicted, acquitted or pardoned by Sumber:

Policy Paper Ditkumham­Bappenas 32

a competent court or other authority in the Requesting or

e. Specialty atau Use Limitation

Requested Party; or Pasal 3 ayat (1) AMLAT secara tegas (2) has undergone the punishment

menyebutkan bahwa “The ASEAN MLAT provided by the law of that

provides that the Requested State shall refuse Requesting or Requested Party,

assistance if, in its opinion): the Requesting in respect of that offence or of

Party fails to undertake that the item another offence constituted by

requested for will not be used for a matter the same act or omission as the

other than the criminal matter in respect irst-mentioned offence.

of which the request was made and the Prinsip Ne bis in Idem ataum Double

Requested Party has not consented to waive Joepardy, berkaitan dengan hak asasi

such undertaking. 33 Dengan kata lain, bukti- manusia seorang tersangka, sebab seseorang

bukti yang ada hanya boleh digunakan untuk tidak diperkenankan secara hukum untuk

merujuk pada tindak pidana yang diajukan diajukan ke hadapan pengadilan untuk kedua

dalam pengajuan MLA. kalinya dalam kasus yang sama setelah

f. General Human Rights Consideration

adanya putusan pengadilan yang mengikat. Pengaturan umum terkait dengan hak­

d. Reciprocity

hak asasi manusia juga diatur dalam prinsip Berkaitan dengan hal ini, Pasal 3

yang berkaitan dengan perampasan aset, baik ayat (10) AMLAT menegaskan bahwa “The

itu berupa mutual legal assistance maupun Parties shall, subject to their respective

ekstradisi. Berkaitan dengan hal ini, Pasal domestic laws, reciprocate any assistance

3 ayat (1) AMLAT secara tegas mengatur

granted in respect of an equivalent offence

bahwa:

irrespective of the applicable penalty,” 31 (The ASEAN MLAT provides that the maka kemudian, reciprocal termasuk juga

Requested State shall refuse assistance dalam hal bantuan hukum timbal balik

if, in its opinion): there are substantial (mutual legal assistance/MLA). Praktik

grounds for believing that the perkembangan pengajuan MLA di Indonesia

request was made for the purpose of investigating, prosecuting, punishing

ke berbagai negara dapat dilihat melalui tabel or otherwise causing prejudice to a di bawah ini

person on account of the person’s race,

31 Pasal 3 ayat (10) AMLAT 32 Bappenas, 2014, “Policy Paper Pasal 16 UNCAC” , http://ditkumham.bappenas.go.id/kajian/2012/Policy%20Paper%20Psl.%2016%20 33 UNCAC.pdf, diakses pada Tanggal 26 Desember 2015. Pasal 3 ayat (1) h AMLAT.

46 JURNAL PENELITIAN HUKUM Volume 3, Nomor 1, Maret 2016, Halaman 37-55 religion, sex, ethnic origin, nationality

requires that person or political opinions.

to decline to do so in Pengaturan tersebut dimaksudkan

similar circumstances in untuk menghindari segala bentuk diskriminasi

proceedings originating dalam perampasan aset termasuk juga

in the Requested Party; esktradisi, baik itu bentuk diskriminasi

or

berupa perlakukan tertentu atas suku, ras, (b) the law of the Requesting

atau agama tertentu, maupun yang lainnya. Party permits or requires

Sementara itu, praktik ekstradisi that person to decline to

dalam proses perampasan aset di negara­ do so in similar circum-

negara Asia Tenggara, sangat erat berkaitan stances in proceedings

dengan prinsip State Soverignity dimana originating in the Re- Pasal 4 UNCAC secara tegas mengatur

questing Party. prinsip non­intervensi. Namun menurut

(2) If the person claims that there Atmasasmita (2006) penggunaan prinsip­

is a right to decline to give prinsip non­intervensi dalam menghadapi

sworn or afirmed testimony or fenomena korupsi skala global akan menjadi

produce documents, records or

other evidence under Article oleh karenanya kerjasama internasional

hambatan tersendiri dalam perampasan aset 34 ,

11 of this Treaty under the law ( international cooperation) menjadi salah

of the Requesting Party, the satu solusi efektif.

Requesting Party shall, if so

g. The Rights of Suspects and Persons

requested, provide a certiicate

Charged With Criminal Offences

to the Requested Party as to the Terkait dengan prinsip­prinsip hak

existence or otherwise of that tersangka atau orang yang terkait dengan 35 right.

h. Consideration of the Likely Severity of

kejahatan, sebagaimana diajukan dalam

Punishment, including Torture and

permohonan MLA, Pasal 12 AMLAT secara

Death Penalty Cases

tegas menjabarkan bahwa:

A person who is required to give Prinsip ini juga sangat erat kaitannya sworn or afirmed testimony or

dengan hak asasa manusia dan prinsip produce documents, records or

kedaulatan negara, sebab hukuman mati bagi other evidence under Article 11

beberapa negara merupakan hak negara untuk of this Treaty in the Requested

mengaturnya atau menghapusnya. Oleh Party pursuant to a request for

karena, di kawasan Asia Tenggara sendiri, assistance may decline to do so

pemberlakuan prinsip ini pun berbeda­beda. where:

Perbedaan tersebut dapat dilihat melalui tabel (a)

the law of the Requested

berikut ini.

34 Romli Atmasasmita, “Ratiikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi dan Implikasinya Terhadap Sistem Hukum Pidana Indonesia”, Makalah, disampaikan pada Seminar Nasional tentang Implikasi Konvensi Anti Korupsi 2003 Terhadap Sistem Hukum Nasional, diselenggarakan oleh BPHN Departemen Hukum dan HAM RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali dan Kantor

Wilayah Departemen Hukum dan HAM RI Provinsi Bali, Bali 14­15 Juni 2006, hlm. 7. 35 Pasal 12 AMLAT

Ariin, Analisis Hukum Internasional dalam Perampasan Aset di Negara Kawasan Asia Tenggara....

Tabel 4. Perbandingan Legal Frameworks Negara ASEAN

Criminal criminality of Negara

“All serious crimes” approach to

predicate crime

legal person

Brunei Darussalam

Ya Kamboja

Tidak

Ya Republik Indoneia

Ya

Ya Laos

Ya

Tidak Malaysia

Ya

Ya Myanmar

Tidak

Ya Filipina

Tidak

Ya Singapura

Tidak

Ya Thailand

Tidak

Ya Vietnam

Tidak

Tidak Sumber: diolah dari berbagai sumber

Ya

Requested Parties are parties Berkaitan dengan prinsip ini, UN Model

i. Political Offences

to and which imposes on the Treaty secara tegas mengatakan bahwa

Parties thereto an obligation

“(Assistance

either to extradite or prosecute may be refused if): The offence is regarded by the

a person accused of the requested State as being of a political nature”. 36 commission of that offence; and

(d) any attempt, abetment or Berkaitan dengan prinsip kepentingan

j. Public Atau National Interest

conspiracy to commit any of the offences referred to in

nasional, Pasal 3 ayat (3) AMLAT menjelaskan subparagraphs (a) to (c). 37 bahwa hal­hal yang membahayakan stabilitas

Sementara itu, pada Pasal 18 negara atau menjadi kepentingan public, bisa

ayat (21) UNTOC dan Pasal dijadikan alasan kuat untuk penolakan MLA

46 ayat (21) UNCAC juga dalam proses perampasan aset. Pasal tersebut

mengatur hal yang hamper secara tegas mengatakan:

sama. Bahkan pada Pasal 21 (b) For the purposes of subparagraph 1

UNCAC menegaskan bahwa (a), the following offences shall not

“If the requested State Party

be held to be offences of a political nature:

considers that execution of the (a) an offence against the life or

request is likely to prejudice person of a Head of State or a

its sovereignty, security, ordre member of the immediate family

public or other essential of a Head of State; (b)

interests.” 38 an offence against the life or

person of a Head of a central Bank Secrecy and Fiscal Fraud Government, or of a Minister of

k.

Berkaitan dengan prinsip­prinsip khu­

a central Government; sus lainnya, yakni asas kerahasiaan bank, (c) an offence within the scope of

maka tabel berikut bisa menjadi perbanding­ any international convention to which both the Requesting and an pelaksanaan di tiaptiap negara anggiota

ASEAN.

36 Pasal 4 ayat (1) b UN Model Treaty. 37 Pasal 3 ayat (3) AMLAT 38 Pasal 18 ayat (21), dan Pasal 21 (b) Artikel 46 ayat (21), Pasal 41 ayat (1) a Model Treaty.

48 JURNAL PENELITIAN HUKUM Volume 3, Nomor 1, Maret 2016, Halaman 37-55

Tabel 5. Perbedaan Negara ASEAN Terkait Legal Framework

Party to Report

System for

Arrange-

Party to Party to ASEAN Negara

identifying/

suspi-cious FIU

conisca-tion

ment for asset

sharing

UNTOC UNCAC MLA

Brunei Ya

Ya Ya Darussalam

Kamboja Ya

Ya Ya Republik

Ya Ya Indoneia

Laos Ya

Ya Ya Malaysia

Ya Ya Myanmar

Tidak Ya Filipina

Ya Ya Singapura

Ya Ya Thailand

Ya Ya Vietnam

Ya Ya Sumber: diolah dari berbagai sumber

3. Analisis Mutual Legal Assistance Sebagai

(d) Examining objects and sites;

(e) Providing information, evidentiary Bantuan Hukum Timbal Balik atau Mutual

Bentuk Kerjasama Antar Negara

items and expert evacuations;

Providing originals or certiied copies Legal Assistance (MLA) pada dasarya merupakan

(f)

of relevant documents and record, perjanjian timbal balik terkait masalah pidana, yang

including government, bank, inancial, pembentukannya dilatarbelakangi adanya kondisi

corporate or business records; faktual dari kelambanan proses pemeriksaan atas

(g) Identifying or tracing proceeds of suatu kejahatan yang dikerenakan perbedaan

crime, property, instrumentalities or other things for evidentiary purposes;

sistem hukum. MLA juga muncul sebagai salah (h) Facilitating the voluntary appearance satu upaya dalam mengatasi dan memberantas

of persons in the requesting State berbagai kejahatan yang sifatnya lintas batas

Any other type of assistance that is not contrary to the domestic law of the

Pasal 18 UNTOC secara langsung requested State Party. mencatumkan beberapa hal terkait dengan MLA,

Sebagai perbandingan, Pasal 7 the United dan diuraikan secara lengkap pada ayat (3), yakni:

Nations Convention against Illicit Trafic in Narcotic

Mutual legal assistance to be afforded in Drugs and Psychotropic merinci lingkup perjanjian accordance with this article may be requested bantuan hukum hukum timbal balik, yang meliputi: for any of the following purposes:

(a) memperoleh bukti­bukti atau (a) Taking evidence or statements from

keterangan dari tersangka; persons;

meningkatkan pelayanan atas dokumen (b) Effecting service of judicial documents;

(b)

pengadilan;

(c) Executing searches and seizures, and (c) melaksanakan penyelidikan dan freezing;

penangkapan;

39 Kejahatan transnasional yaitu kejahatan yang memenuhi unsur­unsur (a) tindakan yang berdampak terhadap lebih dari satu negara; (b) tindakan yang melibatkan warga negara dari lebih dari negara; dan (c) menggunakan saran dan metode yang melampaui batas terrotrial. Baca

Romli Atmasasmita, 1997, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia, Citra Adtya Bakti, Bandung, hlm. 47.

49 (d) memeriksa obyek dan lokasi;

Ariin, Analisis Hukum Internasional dalam Perampasan Aset di Negara Kawasan Asia Tenggara....

Dalam menetapkan mekanisme pelak­ (e) menyediakan keterangan dan barang sanaan bantuan hukum timbal balik tersebut, maka bukti;

dibentuklah perjanjian baik bilateral, multilateral, (f) menyediakan dokumen­dokumen,

catatan­catatan asli atau salinannya maupun regional (UNCAC dan AMLAT) pada termasuk catatan bank, keuangan, negara­negara yang akan merumuskan mekanisme perusahaan, atau perdagangan;

bantuan hukum timbal balik serta penetapan pihak (g) mengidentiikasi atau melacak hasil- yang berwenang yang memiliki otoritas terkait

hasil kejahatan, kekayaan atau alat­alat atau barang­barang lain untuk tujuan dengan perngajuan permintaan serta bantuan untuk pembuktian.

mengidentiikasi baik pelaku kejahatan maupun Maka, dapat dilihat dari kedua pengaturan tersebut, barang bukti ataupun bantuan untuk mengupayakan lingkup kerjasama dalam MLA setidak­tidaknya kehadiran orang. meliputi beberapa hal penting, yakni:

Secara umum, biasanya mekanisme hu­ (a) mengidentiikasi dan mencari orang;

bungan dalam bantuan hukum timbal balik akan (b) mendapatkan pernyataan, dokumen dilakukan oleh suatu Central Authority ataupun dan alat bukti lainnya;

Pejabat Pemegang Oto ritas yang berperan sebagai (c) mengupayakan kehadiran orang untuk

memberikan keterangan; koordinator dalam pengajuan permintaan MLA (d) menyampaikan surat;

tersebut. Perbedaan pejabatan berwenang dalam (e)

melaksanakan permintan penggeledah­ proses MLA untuk perampasan aset di kawasan an; dan

negara­negara Asia Tenggara dapat dilihat melalui (f)

pembekuan, penyitaan dan perampasan asset hasil tindak pidana.

tabel di bawah ini.

Tabel 6. Perbandingan Otoritas dalam Pelaksanaan MLA di Negara ASEAN

Requested (Central)

Negara Requesting (Central) Authority Pihak yang terlibat

Authority

Anti-Corruption Bureau, Darussalam

Brunei Kejaksaan Agung

Kejaksaan Agung

Kepolisian, Biro Khusus Investigasi

Kamboja Ministry of Justice/MOJ

Kementerian Hukum, (Kementerian Hukum) jika tidak perjanjian melalui

MOJ, jika tidak ada

Jaksa Penuntut Umum, ada perjanjian melalui Kemenlu Kementerian Luar Negeri Anti­Corruption Unit (MOFA)

Republik Kementerian Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan KPK, Kepolisian, Indoneia

Kejaksaan, Prosecutor Laos

HAM

Ministry of Justice

Ministry of Justice

MOFA, MOJ, MOPS, Supreme People’s Court

Malaysia Kejaksaan Agung

Kejaksaan Agung

Police, MACC, Central Bank, Multimedia & Communication Commission, Customs, Immigration, etc.

Myanmar Kementerian Dalam Negari dan Kementerian Dalam Bureau of Special berbagai lembaga terkait, jika

Investigation (BSI), tidak ada perjanjian melalui

Negeri (MOHA) dan

berbagai lembaga terkait, Myanmar Police Force, Kementerian Luar Negeri

jika tidak ada perjanjian MOHA melalui Kementerian Luar Negeri

50 JURNAL PENELITIAN HUKUM Volume 3, Nomor 1, Maret 2016, Halaman 37-55

Filipina Departemen Hukum ( Department Departemen Hukum of Justice) atau OMB hanya

( Department of Justice)

DOJ, OMB, untuk negara anggota UNCAC

National atau dalam kondisi ketiadaan

negara anggota UNCAC Bureau of Investiga-tion (NBI), AMLB (untuk perjanjian bilateral dengan

atau OMB hanya untuk

atau dalam kondisi

data bank) Filipina

ketiadaan perjanjian bilateral dengan Filipina

Singapura Kejaksaan Agung

Kejaksaan Agung

AGC, Ministry of Law, relevant law enforcement agencies

Thailand Kejaksaan Agung, jika tidak ada Kejaksaan Agung, jika Police Commissioner perjanjian melalui Kementerian tidak ada perjanjian

General, State Attorney Luar Negeri

melalui Kementerian Luar Director for Litigation, Negeri (MOFA)

Director General of the Correctional Department

Vietnam Supreme Court dan jika tidak ada Supreme Court dan jika Investigation Police perjanjian melalui Kementerian tidak ada perjanjian

Ofice, Security Luar Negeri

melalui Kementerian Luar Investigation Agency Negeri

of Ministry of Public Security, Court

Sumber: diolah dari berbagai sumber

Adapun proses pengajuan MLA di negara­ Peminta terkait dengan masalah pidana negara kawasan Asia Tenggara, secara umum

yang diajukan.

meliputi hal­hal berikut ini, yakni: Sementara itu, permohonan MLA akan dito­

a. Pengajuan bantuan timbal balik secara lak dengan beberapa alasan sebagaimana tercantum tertulis, diserahkan Negara Peminta dalam UNCAC maupun AMLAT, yakni jika: kepada Negara Diminta. Walaupun

a. Permintaan bantuan berkaitan dengan permintaan bantuan dapat dilakukan

orang atas tindak pidana yang dianggap sebagai:

secara lisan, namun permintaan harus (1) Tindak pidana politik, kecuali dikonirmasi secara tertulis dalam lima pembunuhan atau percobaan

hari. Informasi yang diberikan antara pembunuhan terhadap kepala lain harus mencakup nama peminta

negara/kepala pemerintahan, bantuan, tujuan permintaan, penjela­

terorisme; atau (2) Tindak pidana berda sarkan hu­

san masalah pidana, penjelasan me­

kum militer.

ngenai bukti dan informasi bantuan

b. Permintaan bantuan berkaitan dengan yang dimin ta, identitas, lokasi dan ke­

orang atas tindak pidana yang pelaku­ warganegaraan orang yang sedang di­

nya telah dibe baskan, diberi grasi, atau telah selesai menjalani pemidanaan.

cari, identi tas, lokasi dan kewargane­

c. Permintaan bantuan terhadap orang garaan orang yang dapat memberikan

atas tindak pidana yang jika dilakukan bantuan dan informasi pendukung

di negara yang bersangkutan tidak lainnya.

dapat dituntut ( double criminality).

d. Permintaan bantuan diajukan untuk

b. Pejabat Pemegang Otoritas Negara menuntut atau mengadili orang karena

Diminta akan memproses permintaan alasan suku, jenis kelamin, agama, bantuan dengan segera.

kewarganega raan, atau pandangan

c. Negara Diminta selanjutnya akan

poli tik.

menyerahkan bukti atau informasi

e. Persetujuan pemberian bantuan atas permintaan bantuan tersebut akan

terkait yang diminta oleh Negara

Ariin, Analisis Hukum Internasional dalam Perampasan Aset di Negara Kawasan Asia Tenggara....