WAYANG SASAK DI DUNIA BARU Revitalisasi

WAYANG SASAK DI DUNIA BARU
Revitalisasi Wayang Sasak Sebagai Media Komunikasi Massa di Era Teknologi
Infomasi

Abdul Latief Apriaman*
Jurnalis, Ketua Yayasan Pedalangan Wayang Sasak, Pengampu Mata Kuliah Jurnalistik, Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas dan Komunikasi Islam, Universitas Islam Negeri
Mataram.

Abstrak

Wayang merupakan media komunikasi massa tradisional yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat berabad lamanya. Wayang Sasak yang dikenal masyarakat suku Sasak di Lombok,
pernah mengalami masa kejayaan, sebagai saalah satu media komuniasi yang sangat efektif untuk
menyampaikan pesan-pesan moral kepada publiknya. Di massa awal keberadaannya, wayang yang
memainkan lakon Serat Menak adalah media dakwah penyebaran agama Islam di pulau Lombok.
Dalam perkebangannya, wayang sasak yang memiliki fungsi menghibur juga digunakan untuk
menyebarkan pesan-pesan pembangunan.
Beragam jenis media hiburan di era teknologi informasi membuat keberadaan wayang sasak
mulai terpinggirkan. Jumlah pertunjukan wayang sasak semakin berkurang, tergantikan oleh ragam
hiburan modern seperti televise, bioskop dan terakhir adalah media sosial berbasis internet yang lebih

mudah menjangkau publik.
Sedikitnya ada tiga catatan sebab semakin ditinggalkannya wayang sasak oleh publiknya;
pertama adalah persoalan bahasa. Wayang sasak dalam pertunjukannya banyak menggunakan bahasa
Jejawen atau bahasa kawi yang hari ini sudah tak banyak lagi digunakan atau dimengerti masyarakat
luas, terutama generasi muda. Penyebab kedua adalah durasi pertunjukan wayang sasak tradisional
yang cenderung panjang. Lamanya durasi pertunjukan ini membuat kejenuhan penonton, sementara
ragam hiburan lainnya memiliki durasi yang lebih ringkas. Penyebab lainnya adalah tema-tema
dalam pertunjukan wayang sasak tradisional yang kurang mengikuti perkembangan persoalan publik
hari ini.
Persoalan-persoalan itulah yang coba dicarikan solusinya agar keberadaan wayang sasak tetap
bisa diterima oleh publiknya yang berada di era teknologi komunikasi.

Kata kunci:

Wayang Sasak, Komunikasi Massa, Media Hiburan, Teknologi informasi

Wayang Sasak di Dunia Baru

Pendahuluan
Kehadiran Wayang Sasak di Lombok diyakini sebagai bagian dari gerkan penyebaran Islam. Sejauh

ini belum ada rujukan yang pasti, termasuk bukti-bukti otentik mengenai kepastiam waktu masuknya
wayang sasak di Lombok. Akan tetapi diperkirakan wayang ke Lombok sekita abad XVI
berbarengan dengan masuknya Islam di pulau yang dikenal dengan sebutan Pulau Seribu Masjid Ini.
Adalah Sunan Prapen, Putra dari Sunan Giri yang disebut sebagai pembawa wayang Sasak ke
Lombok.
Riwayat lain menyebutkan bahwa wayang di Lombok diciptakan pula oleh pangeran Sangupati. Ia
adalah seorang mubalik Islam yang menyebarkan agama Islam di Lombok. Riwayat yang tertulis
dalam babad Lombok ini menyebutkan bahwa wayang Sasak diperkirakan masuk ke Lombok
sebelum masuknya Islam. Dalam babad itu konon disebutkan bahwa di Lombok, sekitar abad XIV
terjadi bencana besar berupa kekeringan dan kelaparan yang berujung pada wabah penyakit dan
kematian yang meluas di seluruh pulau. Musyawarah para raja se Lombok kemudian mengutus Datu
perigi untuk bertapa ke Gunung Rinjani. Dalam pertapaan itu, Datu Perigi didatangi oleh seorang
berpakaian serba putih yang belakangan diketahui bernama pangeran Sangu Urip Pati. Konon sang
pangeran bersedia mengobati penduduk asalkan semua penduduk di seluruh kerjaan di Lombok
bersedia memeluk agama Islam. Setelah wabah penyakit menghilang, digelarlah sebuah pesta besar
sebagai perwujudan rasa syukur. Acara puncak dari pesta yang dikenal dengan Gawe Manganjengan
atau Pesta mendirikan itu, digelar sebuah pertunjukan wayang dengan ki dalang pangeran Sangupati
Sementara, di tengah masyarakat Lombok, terdapat pula kepercaayaan bahwa wayang sasak dibawa
oleh Wali Nyatok, seorang wali penyebar agama Islam yang dimakamkan di Desa Rambitan,
Kecamatan pujut Lombok Tengah. Konon Wali Nyato, ketika masih kanak-kanak sempat menonton

pertunjukan wayang di tanah Jawa bersama seorang karibnya dari Desa Rambitan. Setelah pulang
Wali Nyato bercerita tentang wayang yang ditontonnya dan beberapa waktu kemudian muncullah
pertunjukan wayang di Lombok.
Tentang sejarah asal muasal wayang di Lombok memang hingga saat ini masih belum bisa diambil
sebuah kepastian sejarah, karena minimnya alat bukti tertulis tentang itu. Akan tetapi dari ketiga
pendapat yang berbeda itu, dapat ditarik satu kesimpulan bersama bahwa wayang sasak diyakini
sebagai media penyebaran agama Islam di Pulau Lombok. Kesimpulan ini diperkuat dengan lakon
yang dimainkan dalam pertunjukan wayang Sasak yang membawakan cerita Serat Menak, bukan
cerita Ramayana atau Mahabrata seperti yang dikenal di cerita pewayangan selama ini. Cerita dalam

Serat Menak berlatar belakang sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan Islam
di Tanah Arab.
Dalam makalah sederhana ini, penulis tidak akan mengulas seputar perdebatan sejarah wayang sasak
tersebut. Penulis ingin lebih berkonsentrasi menelaah perkembangan Wayang Sasak sebagai media
komunikasi massa di pulau Lombok, terutama di era teknologi komunikasi dewasa ini.
Sebagai sebuah media komunikasi massa, pertunjukan wayang sasak pernah menjadi meda yang
sangat popular di pulau Lombok. Pertunjukan waayang sasak kerap dipergunakan sebagai media
hiburan pada momen-momen tertentu seperti, pesta pernikahan, pesta sunatan, pesta paska panen,
perayaan hari kemerdekaan, perayaan maulid nabi dan beragam kegiatan lainnya. Akan tetapi dalam
perkembangannya, eksistensi wayang sasak semakin meredup. Seiring dengan kemunculan beragam

media hiburan di masyarakat, wayang sasakpun mulai ditinggalkan. Berdasarkan data Persatuan
Pedalangan Indonesia (Pepadi) Nusa Tenggara Barat, hingga peterngahan tahun 2017, terdapat
sekitar 50 orang dalang yang tersebar di pulau Lombok. Dari jumlah tersebut, hanya 11 orang dalang
yang masih aktif melakukan pertunjukan. Situasi ini perlu mendapatkan perhatian untuk ditelaah, apa
yang penyebab jumlah dalang aktif di Lombok semakin menurun dan apa solusi yang ditawarkan
untuk mengatasi persoalan tersebut.
Dalam menyusun karya ilmiah sederhana ini, selain melakukan kajian pustaka, penulis juga
melakukan pengamatan pada kegiatan pertunjukan yang dilakukan siswa Sekolah Pedalangan
Wayang Sasak, dimana penulis terlibat sebagai pengelola sekolah tersebut.

Rumusan Masalah

Melihat perkembangan wayang sasak, terdapat beberapa persoalan yang mesti dipecahkan:
a. Apa penyebab mundurnya wayang Sasak di Lombok
b. Bagaimana memecahkan persoalan-persoalan itu

Pembahasan

Jika dirumuskan secara sederhana, kemunduran-kemunduran perkembangan wayang sasak di pulau
Lombok, dapat dipilah berdasarkan faktor eksternal dan internal.


Faktor ekternal, adalah faktor yang berasal dari luar seni pertunjukan wayang sasak, antara lain:
1. Maraknya ragam seni pertunjukan dan hiburan yang tumbuh di masyarakat sejalan dengan
perkembangan teknologi informasi. Ragam media hiburan itu menyediakan banyak
pilihanbentuk dan isi sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga wayang sasak perlahanlahan mulai ditinggalkan.
2. Proses regenerasi wayang sasak dilakukan secara tradisional, alamiah, tanpa adanya upaya
untuk melakukan sistematisasi melalui pembuatan kurikulum pengajaran wayang sasak yang
dapat digunakan di lembaga-lembaga pendidikan.
3. Minimnya perhatian pemerintah dalam melakukan upaya-upaya pelestarian wayang sasak
4. Masyarakat modern menganggap pertunjukan wayang sebagai pertunjukan yang kuno, tidak
sesuai dengan perkemangan zaman
Sementara itu, terdapat pula faktor internal, yang berasal dari dalam seni pertunjukan wayang sasak,
menyangkut bentuk dan konten pertunjukan yang membuat keberadaannya mulai ditinggalkan
masyarakatnya dewasa ini. Faktor itu antara lain:
1. Faktor bahasa.
Pertunjukan wayang sasak banyak menggunakan bahasa jejawen atau bahasa jawa kuno.

Bahasa tersebut bukanlah bahasa keseharian masyarakat pulau Lombok hari ini, sehingga
sulit untuk difahami.
2. Faktor durasi pertunjukan.

Pertunjukan wayang sasak biasanya berlangsung dalam duasi yang cukup panjang.
Pertunjukan biasaya berlangsung setelah waktu Isya (sekita pukul delapan malam) dan
berakhir menjelang subuh (pukul 4 dini hari). Durasi yang panjang ini membuat public
cenderung jenuh dan hanya penikmat tertentu yang mau bertahan menyelesaikan mononton
pertunjukan wayang sasak.Penonton yang ramai di awal pertunjukan yang mencapai ratusan
orang biasanya hanya tersisa puluhan bahkan belasan orang.
3. Faktor tema pertunjukan.
Tema-tema yang dibawakan dalam lakon yang dimainkan wayang sasak dinilai sudah tidak
lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Cerita-cerita dalam pertunjukan wayang sasak yang
memainkan lakon-lakon dalam serat menak, dianggap sudah ketinggalan zaman, tidak
menyesuaikan dengan persoalan-persoalan yang tengah dialami massyarakat dewasa ini.
Faktor-gaktor ekternal maupun internal yang tersebut di atas, bagi penulis daling terkait satu sama
lainnya. Merujuk pada teori komunikasi massa, Harold Lasswell yang terkenal yaitu; Siapa (Who),
berbicara apa (Says what), dalam saluran yang mana (in which channel), kepada siapa (to whom) dan
pengaruh seperti apa (what that effect), kita dapat merumuskan persoalan-persoalan yang dihadapi
pertunjukan wayang sasak sebagai media komunikasi massa, sekaligus menemukan tawaran-tawaran
langkah untuk mengatasi persoalan tersebut.
Siapa (Who)
Dalam seni pertunjukan wayang sasak, dalang adalah tokoh sentral yang berperan sebagai penyampai
pesan. Dalang adalah orang yang memainkan wayang. Dalam organisasi pertunjukan wayang sasak,

dalang adalah koordinator, orang yang dituakan sekaligus pemimpin utama organisasi. Untuk bisa
menjadi seorang dalang, dibutuhkan kecakapan dan ketermpilan memainkan lakon-lakon pertunjukan
wayang, seorang dalang juga dituntut untuk memiliki wawasan luas sekaligus arif dan bijaksana
dalam memimpin organisasnya.
Terkait dengan perkembangan wayang sasak di era teknologi komunikasi, seorang dalang harus
mampu membaca zaman, memahami persoalan-persoalan yang tengah berkembang di

masyarakatnya. Pemahaman akan kondisi masyarakat dan persoalan-persoalan yang tengah dihadapi
di tengah masyarakat, anak sangat membantu dalang berkomunikasi dengan publiknya.
Jumlah dalang yang semakin hari semakin berkurang, harus segera dicarikan jalan keluarnya agar
seni pertunjukan wayang sasak tidak hilang dari publiknya. Upaya regenerasi dengan pola alamiah,
yang mengandalkan regenerasi biologis, di mana dalang-dalang muda hanya lahir dari lingkaran
keluarga terdekat dalang-dalang senior, sudah tidak bisa lagi dipertahankan. Mesti dilakukan upaya
regenerasi yang serius dan tesistematisasi dengan pembuatan kurikulum pembelajaran, termasuk
dengan mendirikan kelas-kelas pedalangan di berbagai lembaga pendidika terkait, seperti sekolah
atau akademi kesenian.
Bicara Apa (Says What)
Bagian ini menyangkut konten apa yang menjadi topik atau pesan yang disampaikan dalam
pertunjukan wayang sasak. Mengacu pada pada persoalan tema-tema pertunjukan wayang sasak
yang selama ini banyak dimainkan, maka penting untuk diupayakan agar pesan-pesan yang

sampaikan tersebut adalah pesan-pesan yang dekat dengan persoalan publik sebagai penerima pesan.
Penggunaan bahasa jejawen atau bahasa jawa kuno sebagai bahasa pengantar, adalah ciri khas
wayang sasak yang membedakannya dengan jenis kesenian lainnya. Kendati demikian, kondisi
masyarakat yang tak lagi akrab dan mengenal bahasa ini harus menjadi pertimbangan. Pesan-pesan
yang akan disampaikan akan lebih ditangkap bila bahasa yang digunakan oleh pembawa pesan bisa
dimengerti oleh penerima pesan.
Pertunjukan wayang sasak tidak menuntup kemungkinan untuk dimainkan dengan bahasa asing,
terutama bahasa inggris sebagai bahasa internasional, terutama jika ditujukan bagi penontonpenonton asing dari kalangan wisatawan. Pertunjukan berbahasa Inggris ini akan menjadi atraksi
wisata budaya alternatif yang menambah daya tarik wisata di pulau Lombok sebagai salah satu
daerah tujuan wisata.
Dengan Saluran yang Mana (In Which Channel)
Pertunjukan wayang kulit sasak sebagai medium komunikasi juga mesti mendapat perhatian. Wayang
sasak yang dikenal selama ini adalah wayang kulit yang disinari dengan lampu dan ditonton
bayangannya pada selembar kelir putih. Di mata penonton, bayangan wayang akan terlihat hitam
putih. Di era teknologi informasi saat ini, bentuk pertunjukan wayang sasak sangatlah mungkin untuk
dimodifikasi agar bisa menghadirkan tononan yang tak kalah menariknya dengan ragam tontonan
modern.
Berdasakan pengamatan akan pengalaman pertunjukan yang dilakukan Siswa Sekolah Pedalangan
Wayang Sasak (SPWS) Desa Sesela, Lombok Barat, yang digelar di beberapa tempat sejak 2015
hingga 2017, diperoleh kesimpulan bahwa bentuk pertunjukan wayang sasak yang dilakukan dengan

beberapa modifikasi ternyata membuat pertunjukan menjadi lebih menarik. Modifikasi yang
dilakukan antara lain:
1. Wayang yang selama ini terbuat dari kulit dan akan berwarna hitam putih pada kelir, dapat
dibuat dengan plastik berwarna sehingga bayangan di kelir akan ikut berwarna. Perwajahan
baru tampilan wayang sasak ini adalah warna baru yang menarik penonton, terutama
kalangan anak-anak dan remaja.

2. Pertunjukan wayang selama ini bersifat monologis; wayang menyampaikan cerita dan hanya
bisa direspon dengan teukan tangan atau tawa penonton, kalaupun ada dialog akan tetapi
tidak berlangsung aktif, hanya berupa celetukan-celetukan respon dari penonton. Pada
pertunjukan yang digelar SPWS di beberapa lokasi, interaktif dalang dan penonton coba
dibangun bahwan dirancang menjadi daya tarik pertunjukan.
Pada pertunjukan Wayang untuk Peradilan Bersih yang di gelar Komisi Yudisial (KY)
Penghubung NTB, di Gondang, Jum'at 29 April 2016, Bupati Lombok Utara, Nazmul Akhyar
yang berinteraksi dengan tokoh-tokoh dalam wayang menyebut pertunjukan tersebut sebagai
pertunjukan wayang terbaik yang pernah dia tonton.
Pertunjukan wayang sasak yang digelar saat Temu Forum Anak Kota Mataram, 29 Mei 2016,
para peserta yang terdiri dari anggota Forum Anak kota Mataram menyambut pertunjukan
dengan sangat antusias. Dua orang anak berkebutuhan khusus, penyandang tuna netra bahkan
bisa ikut berinteraksi dengan dalang dan tokoh-tokoh wayang sasak.

3. Durasi pertunjukan yang seelumnya bisa berlangsung hingga delapan jam, dapat dipersingkat
menjadi satu hingga dua jam. Kemasan ini dinilai lebih mudah diterima public, terutama bagi
mereka yang memiliki kesibukan dan sedikit waktu untuk memperoleh hiburan.
Kepada Siapa (to Whom)
Publik yang menjadi penonton pertunjukan wayang sasak adalah segala kelompok umur, mulai
dali lansia hingga anak-anak. Dalam sekitar 25 kali pertunjukan yang digelar siswa SPWS selama
2015-1017, diperoleh gambaran bahwa anak-anak adalah penonton terbanyak dan paling antusias
mengikiti pertunjukan hingga akhir. Dari gambaran ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seni
pertunjukan wayang sasak memiliki peluang yang sangat besar untuk bisa berkembang di tengah
masyarakat yang hidup di era teknolohi informasi. Bentuk pertunjukan wayang sasak bisa
menjadi alternatif hiburan yang unik bagi public, terutama anak-anak dan geneasi muda.
Pengaruh Seperti Apa (What That effect)
Dengan daya tarik yang dimiliki, pertunjukan wayang sasak yang bisa mengumpulkan penonton
dalam jumlah besar, akan menjadi media penyampai pesan yang efektif. Berbagai nilai-nilai yang
dibawakan dalam pertunjukan wayang sasak akan berpeluang memberikan pengaruh positif bagi
publik selaku penonton. Selain mengupayakan adanya transfer nilai-nilai melalui pertunjukan
wayang sasak, setidaknya pertunjukan wayang sasak dapat mempengaruhi penontonnya untuk
mencintai dan menghargai seni budaya warisan leluhur mereka.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan kajian atas permasalahan perkembangan wayang sasak di era teknologi informasi,
dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut:
1. Wayang sasak sebagai seni budaya leluhur memiliki keunikan tersendiri sehingga peluang
untuk bisa mengembalikan fungsinya sebagai media komunikasi massa yang efektif masih
terbuka luas.
2. Diperlukan terobosan-terobosan modifikasi untuk membuat pertunjukan wayang sasak
menjadi lebih menarik dan tak kalah dengan berbagai media hiburan missal di era teknologi
informasi.
3. Dibutuhkan langkah-langkah strategis untuk mengupayakan regenerasi pelaku seni
pertunjkan wayang sasak, terutama regenerasi dalang dengan membuat kurikulum
pembelajaran seni pedalangan wayang sasak yang dapat diaplikasikan dalam lembagalembaga pendidikan formal.
4. Peran dan perhatian pemerintah selaku pemangku kebijakan sangat diharapkan untuk
membuat langkah-langkah pelestarian dan pengembangan seni pertunjukan wayang sasak
agar seni warisan leluhur ini tidak punah ditelan kemajuan zaman.
5. Keberadaan pada dalang senior yang sudah tidak lagi aktif mendalang, dapat dimanfaatkan
tenaga dan ilmunya, sebagai guru-guru pada sekolah pedalangan yang dapat didirikan di
desa-desa tempat para dalang menetap.
6. Keunikan-keunikan yang dimiliki seni pertunjukan wayang sasak mengandung banyak
pelajaran penting, untuk itu dibutuhkan kajian-kajian dari kalangan peneliti dan akademisi
agar nilai-nilai itu dapat menjadi sumber khasanah keilmuan yang bermanfaat bagi publik.

Daftar Pustaka:
M. Yamin, I Gusti Bagus Maharta, 1992. Deskripsi Wayang Kulit Sasak Daerah Nusa Tenggara Barat.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
http: //wayangsasak.org
https://wayang.wordpress.com/2006/10/27/wayang-sasak/
http://sasakadie.blogspot.co.id/2015/10/asal-usul-dan-sumber-cerita-wayang.html