BAB 3 Biologi Molekuler

BAB III
Biokimia dan Biologi Molekuler

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 60

A. IKATAN KIMIA
Ikatan Kimia
Struktur asam amino dan peptida memiliki ikatan-ikatan kimia yang mestabilkan
struktur protein dan membran. Ikatan Kimia dalam Protein meliputi ikatan kovalen, ikatan
hidrogen, interaksi elektrostatik, ikatan Van der Waals dan ikatan hidrofobik.
Ikatan Kovalen merupakan sharing elektro a tara ato u tuk ele gkapi kulit
elektron. Dalam ikatan karbon-karbon elektron memiliki bersama 2 atom. Ikatan bersifat nonpolar yang terdiri atas :
a. Pada protein terdapat ikatan antara gugus Cα asam amino yang satu dengan gugus NH2
atom Cα yang saling membentuk ikatan peptida, ikatan peptida membentuk struktur primer
yang kuat.
b. Ikatan Bisulfida (-S-S-) yang terbentuk pada waktu protein melipat membentuk konformasi
alamiahnya serta berfungsi menstabilkan bentuk 3-dimensi.

Gambar 3A.1 Struktur Ikatan Peptida
Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang terdapat dalam molekul air. Atom dimana

hidrogen lebih terikat erat disebabkan donor hidrogen atom serta yang satunya aseptor
hidrogen. Donor hidrogen meliputi atom O atau N yang terikat secara kovalen pada atom H.
Akseptor hidrogen atom O dan H. Ikatan hidrogen ini tidak hanya berperan dalam molekul air,
juga berperan dalam molekul protein, DNA, alkohol. Ikatan hidrogen ini menyebabkan
terbentuknya heliks-α dan lipatan. Ikatan hidrogen anatara gugus amida dan gugus luar
bermoleku heliks-α. Keluatannya tergantung jarak donor H dan akseptor H, paling kuat jaraknya
sekitar 2,7 Ao dan 3,1 Ao. Relatif lemah, karena jumlahnya lebih berperan pada stabilitas
konformasi protein, sehingga bukan yang utama. Pada saat terjadinya denaturasi ikatan
hidrogen dapat putus.

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 61

Gambar 3A.2 Ikatan hidrogen
Ikatan elektrostatik yaitu ikatan ionik, merupakan jembatan garam atau pasangan ion.
Antara gugus bermuatan (dari rantai samping asam-amino dalam protein). Dapat saling tarikmenarik/tolak-menolak membentuk muatan bertolak menolak atau sama. Penting untuk
stabilitas protein. Berperan dalam pengikatan ligan/substrat. Ikatan paling kuat pada K.cad
Volum (D=1), makin polar medium, D makin meningkat, ikatan paling lemah dalam air (D = 80).
Ikatan Van der Waals, memiliki kekuatan tarik-menarik non-spesifik antara 2 atom yang
berjarak 3Ao – 4Ao. Dapat disebabkan berubahnya distribusi muatan e _ desekeliling atom pada

tiap saat. Distribusi muatan e_ yang tidak sama akan menyebabkan distribusi muatan e _ yang
tidak sama pula pada atom dari dekatnya, sehingga timbul kekuatan tarik menarik/tolak
menolak. Ikatan van der waals lemah dan nonspesifik, kurang penting dibandingkan
ik.elektrostatik/ikatan hidrogen.
Ikatan hidrofobik merupakan ikatan non-kovalen yang menyebabkan polipeptida
melipat membentuk konformasi yang alamiah. Ikatan hidrofobik ini berperan pula pada
pengikatan substrat-enzim, pembentukan membran. Bukan karena tarik-manarik antara gugus
non-polar, tapi lebih disebabkan oleh sifat pelarut air. Molekul air sangat tersusun rapi dan
banyak ikatan hidrogen, masuknya gugus non-polar akan merusak struktur air, gugus non-polar
tidak dapat mendonorkan/menerima hidrogen, sehi gga olekul air pada per ukaa ro gga
berisi gugus non polar, tidak membentuk ikatan peptida. Bila usaha untuk mengatasi kehilangan
ikata hidroge air per ukaa ro gga
e yesuaikan diri membentuk jaringan ik Hidrogen
ya g elapisi ro gga diperluka se ya a o -polar dikeluarkan dari molekul air

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 62

Gambar 3A.3 Ikatan hidrofobik


Asam basa dan dapar
Peranan asam amino dan protein dalam sistem dapa yaitu asam amino bersifat asam
karena memiliki gugus karboksil bermuatan negatif dan bersifat basa karena memiliki gugus
nitrogen yang bermuatan positif.Asam amino non-polar akan bermuatan asam, dalam
molekulnya mempunyai kelebihan COO- (muatan negatif) dan basa : dalam molekulnya
kelebihan NH3+ . pH dimana muatan netto molekul dalam larutan adalah nol disebut sebagai
pH isoelektrik (pI). Pada pH ini molekul disebut zwitterion tidak akan berimigrasi dalam
lapangan listrik karena jumlah muatan negatif pada masing-masing molekul setara dengan
jumlah muatan positif.

Gambar 3A.4 Asam amino yang bersifat asam dan basa

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 63

Gambar 3A.4 pH Isoelektrik

Gambar 3A.4 Perubahan asam amino menjadi asam dan basa

Gambar 3A. Asam amino bentuk terionisasi dan ion dipolar

Struktur sekunder dan tersier protein (protein folding)
Struktur primer protein yaitu urutan asam amino yang terikat secara kovalen dengan
ikatan rantai polipeptida. Struktur sekunder disebabkan penataan partial dari rantai polipeptida
dalam 1 dimensi, protein fibrous membentuk konfirmasi spiral, dalam suatu penggal atau
segmen protein globulercontohnya kolagen. Struktur tersier terbentuk akibat melipatnya
rantai polipeptida dalam 3 dimensi, membentuk struktur kompak, padat dari protein globuler.
Struktur kwartener, masing-masing rantai polipeptida mengadakan hubungan satu sama lain,
pada protein yang mempunyai > 1 rantai polipeptida.

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 64

Gambar 3A.4 Struktur sekunder dan tersier protein : protein folding
Hubungan keragaman protein dengan jumlah jenis asam amino pembentuk protein
antara lain :
1. Kolagen terdiri atas 3 rantai polipeptida (tripel helik), menahan tegangan, 1/3 residu gly
2. Keratin terdiri atas phe, Ile, Val, met, Ala, sistein (ik.SH/sulfhidril) dan cys (s-s)
3. Elastin terdiri atas 1/3 Gly dan 1/3 Ala dan tidak mengandung OH-lys
4. Fibrolin terdiri atas 6 residu berulang ( Gly-Ser- Gly-Ala-Gly-Ala)
Hubungan antara protein dan gen yaitu bila gen mengalami delesi/mutasi, tidak dapat

menghasilkan protein fungsional. Untuk menghasilkan protein spesifik dalam jumlah besar
dengan dihasilkan banyak salinan gen, dapat dilakukan amplifikasi gen.

Gambar 3A.5 Amplifikasi gen
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 65

Hubungan kodon dan asam amino
mRNA yang menentukan urutan asam amino protein dibaca dalam kodon terdiri atas 3
nukleotida yaitu U,C,A,G. Ada 61 kodon yang menentukan asam amino, ada 2 asam amino yang
memiliki 1 kodon (AUG = metionin, UGG = triptofan) dan ada pula asam amino yang lain dibaca
lebih dari satu kodon. Kodon pada mRNA dimulai de ga kodo ’-AUG (metionin) dan diakhiri
oleh kodon stop ’-(UAG, UGA dan UAA).
Sifat umum asam amino pembentuk protein yaitu struktur asam amino standar antara
lain mempunyai Cα, C mempunyai 4 gugus terdiri atas H3N, COO-, H, R (variasi). Bila ikatan asam
amino lepas akan menghasilkan air, tulang punggung membentuk ikatan peptida. R-gugus
samping dan struktur primer menetukan bentuk akhir suatu 3-dimensi.
Konsep struktur protein dalam berbagai tingkat sebagai hasil interaksi antara berbaga
asam amino penyusun protein di dalam molekul protein. Protein dengan fungsi berbeda, selalu
memiliki urutan asam amino berbeda. Misal E.coli terdiri atas + 3.000 macam protein dan

manusia memiliki + 50.000 -100.000 protein. Tiap macam protein akan mempunyai struktur
unik, fungsi yang unik serta urutan yang unik.
Hubungan antara struktur dan fungsi protein yaitu modifikasi asam amino dalam protein
menyebabkan modifikasi pascatranslasi antara lain :
a. Dihidroksi prolin (terdapat padakolagen yang baru disintesis, dibentuk dari hidroksilasi
prolin, hidoksilasi bersifat menstabilkan kolagen, bila terganggu (defisiensi Vitamin C)
menyebabkan terganggu pembentukan kolagen
b. ɣ-karboksiglutamat, terdapat dalam protrombin, protein pembekuan darah, pada
Defisiensi vitamin K , terganggu karboksilasi glutamat akan menimbulkan perdarahan
c. Hidroksi lisin terdapat dalam kolagen
d. d. N-metil lisin dan metil Histamin terdapat dalam protein otot
e. Desmosin dan isodesmosin terdapat dalam elastin, berasal dari 4 mol Lys dengan R
membentuk piridin, memungkinkan mengikat 4 rantai polipeptida, elastin dapat
direnggangkan dalam 2 arah
Asam amino bukan penyusun protein memiliki fungsi khusus. Ada > 150 asam amino
terdapat dalam bentuk bebas/ berikatan dengan molekul lain, dan tidak ditemukan dalam
protein. Sebagian besar derivat asam amino L-α, ada juga derivat asam amino β,ɣ,δ
a. β-ala i
erupaka building Block it. Asa pa tote at merupakan bagian dari
koenzim A

b. ɣ-amino butirat (GABA) merupakan hasil dekarboksilasi glutamat serta merupakan
eotra s itter” dalam impuls saraf
c. Histamin hasil dekarboksilasi histidin sebagai mediator reaksi alergi
Konsep denaturasi

Protein dalam bentuk alamiah  ative protei ”  berada dalam bentuk yang stabil
Setiap perubahan struktur protein alamiah  denaturasi dapat terjadi pada struktur sekunder,
tersier, kuartener desebabkan oleh :
1. Seng Kaotropik (Chaotropic agent)
2. Detergen
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 66

3. Suhu
4. Asam alkali
5. Reduksi ikatan S-S
Ko sep de aturasi yaitu seng Kaotropik (Chaotropic agent), dimana urea guanidin
HCl pada konsentrasi meningkat (4-8 m) menyebabkan denaturasi (mekanisme belum jelas).
Diduga urea dan guanidin membentuk ikatan hidrogen tandingan dengan residu asam amino,
sehingga ikatan hidrogen dalam molekul protein yang menstabilkan protein rusak, juga

mengubah pelarut air, sehingga interaktif hidrofobik melemah. Denaturasi bersifat reversible
sebagian atau campuran bila kadar senyawa di turunkan dengan dialisis atau penghancuran.
Ko sep de aturasi melalui detergen dan suhu, detergen yaitu SDS (sodium dodecyl
sulphate) dengan struktur molekul H3C-(CH2)10-CH2OSO3_ + Na+ mempunyai ujung sangat
polar , ujung hidrofobik. SDS terikat erat pada polipeptida menyebabkan protein mempunyai
muatan (-). Denaturasi oleh suhu, bila suhu meningkat mendenaturasi sebagian besar banyak
protein larut. Biasanya terjadi presipitasi protein karena kerusakan struktur sekunder dan
pembentukan agregat.
Denaturasi oleh asam/alkali, protein bersifat polielektrolit amfoter, sehingga perubahan
pH yang mempengaruhi ikatan garam yang menguatkan struktur tersier. Denaturasi reduksi
ikatan S-S, β-merkaptoetanol (R-SH) mereduksi ikatan S-S dalam protein menjadi 2 gugus (-SH).

Gambar 3A.5 Denaturasi gugus –S-SIntegrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 67

Gambar 3A.6 Denaturasi oleh merkaptoetanol

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 68


B. PROTEIN
Protein berasal dari yunani yaitu proteos (oleh Barselius) artinya yang
utama/terpenting. Struktur kimia berupa suatu heteropolimer yang tersusun dari berbagai
senyawa segolongan yaitu asam amino, terikat melalui ikatan peptida secara kovalen dan
terbentuka dari hasil informasi DNA dalam sel.
Definisi protein secara kimia, biologi dan biokimia merupakan hasil ekspresi informasi
genetik. Protein memiliki komposisi C, H, N, O,S dan sebagian mengandung P, Fe, Zn, Cu. Bila
protein dihidrolisi akan menghasilkan asam amino. Syarat dikatakan asam amino adalah
memiliki 1 gugus karboksil (-COOH), 1 gugus amino α (-NH2), 1 gugus R-berbeda untuk tiap
asam amino serta antar asam amino terdapat ikatan kovalen yang disebut ikatan peptida.

Gambar 3B.1 Struktur umum asam amino
Asam amino merupakan bahan dasar untuk membentuk protein memiliki sifat
fisikokimia protein antara lain BM ratusan dalton – 1.000.000 dalton, wujud berupa larutan,
koloid, emulsi dan suspensi. Protein dapat dikristalkan atau tidak dikristalkan. Kelarutan protein
dipengaruhi pH/ pH isoelektrik (tiap protein berbeda-beda).
Konsep batu bata penyusun (building block) dan ikatan tulang punggung (backbone
baound) dalam penyusunan protein, memiliki syarat asam amino pembuat protein antara lain :
1. Konfigurasi L merupakan syarat biologis
2. Punya kodon dalam asam amino (asam amino yang tidak punya kodon homosistein,

ornitin, sitrulin)
3. Gugus asalnya harus berkarboksilat, COOH (taurin mempunyai gugus S tidak dapat
membuat protein)
4. Gugus COOH dan NH2 ada di Cα (NH2 di β) tidak dapat membuat protein)
Polimerisasi 20 Asam amino dapat membentuk peptida/protein melalui ikatan antara
gugus karboksil-α dengan gugus amino-α melalui ikatan peptida (ikatan amida). Unit asam
amino dalam polipeptida dimana terdapat gugus NH 2 bebas, residu asam amino pada ujung
rantai polipeptida dimana terdapat gugus NH2 bebas, residu asam amino terminal (residu Nterminal). Residu asam amino pada ujung dimana terdapat gugus COOH bebas, residu karboksil
terminal (residu C-terminal).
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 69

Peptida pendek dinamai dengan kandungan asam aminonya, dimulai dari sebelah kiri, di
residu N-terminal ke arah karboksil disebelah kanan. Rantai polipeptida terdiri dari bagian
berulang yang sama rantai utama (tulang punggung) dan bagian yang berbeda pada rantai
samping. Urutan asam amino pada rantai polipeptida dapat menentukan jenis protein, karena
menentukan struktur dan menentukan fungsi fisiologis. Urutan asam amino spesifik/khas untuk
semua jenis protein tertentu, dapat ditentukan oleh sandi genetik yang terdapat dalam DNA.
Komposisi sama, urutan asam amino berbeda maka protein terbentuk berbeda,
kombinasi urutan 20 asam amino bersifat faktorial serta jenis protein yang mungkin dibentuk

tidak terbatas. Subsitusi 1 asam amino menentukan fungsi biologis, bila salah maka akan
berubah. Contoh struktur Hb dimana glutamin diganti alanin sama-sama struktur polar tetapi
fungsi biologis berubah.
Universalisme asam amino penyusun protein sebagai salah satu fenomena
universalisme dalam mahluk hidup. Ada 20 asam amino penyusun protein, dengan kodon sama
dari semua sumber DNA. Misal UAA adalah asam amino X, baik untuk manusia, virus, bakteri
sama.
Tabel 3B.1 Jenis-jenis 20 Asam Amino

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 70

Tabel 3B.2 Kodon asam amino

Klasifikasi asam amino, berdasarkan polaritas terdiri atas :
1. Asam amino non-polar/R-hidrofobik
2. Asam amino polar, R-tidak bermuatan
3. Asam amino R muatan (-) pada intrasel pH 6-7
4. Asam amino R muatan (+) pada intrasel pH 6-7
Asam amino non-polar/R-hidrofobik dimana asam amino dengan R-rantai hidrokarbon
alifatik, asam amino dengan R Cincin aromatik dan asam amino mengandung S.

Gambar 3B.2 Asam amino non-polar
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 71

Asam amino polar, R-tidak bermuatan yaitu bersifat larut dalam air, R dapat
mengadakan ikatan hidrogen dengan air, mengandung OH, mengandung gugus amida dan
mengandung gugus SH. Asam amino polar terdiri atas Asam amino R muatan (-/asam) pada
intrasel pH 6-7. Asam amino R muatan (+/basa) pada intrasel pH 6-7.

Gambar 3B.3 Asam amino polar
Peran protein dalam fungsi fisiologis hidup yaitu antara lain sebagai katalisis enzimatik
dalam bentuk protein enzim; sebagai transporter dan molekul penyimpan yaitu dalam bentuk
transferin, hemoglobin dan mioglobin; protein koordinasi gerak dalam bentuk aktin-miosin;
sebagai protein penunjang mekanis dalam bentuk kolagen pembentuk tulang dan kulit; protein
proteksi Imun dalam bentuk antibodi dapat mengenal benda asing dalam tubuh; protein untuk
membangkitkan dan menghantar impuls saraf berupa rodopsin peka terhadap cahaya; dan
pengaturan pertumbuhan dan deverensiasi berupa pengatur pembentukan hormon.
Aktivitas protein secara umum dalam bentuk interaksi protein-ligand untuk
melaksanakan fungsinya sebagai protein yang mengikat bahan/zat lain (ligand). Misalnya
antibodi-antigen dan enzim-substrat, ion, koenzim. Kompleks ikatan tersebut menunjukkan ada
ikatan asam amino (hidrofobik dan hidrofilik) yang memiliki kemampuan berdasarkan sifat-sifat
ikatan asam amino berdasarkan gugus R pada situs aktif. Hal ini merupakan prinsip untuk
menentukan teknologi protein.
Hubungan protein spesifik dengan tingkat perkembangan dan deferensial sel, protein
dengan urutan asam amino berasal dari asal usul yang sama. Protein homolog yaitu protein
yang secara evolusi mempunyai hubungan, biasanya mempunyai fungsi sama pada berbagai
species. Misal ubikuisitin yaitu protein yang terdiri atas 76 asam amino berperan dalam
pengaturan degradasi protein, memiliki urutan asam amino yang identik, mulai lalat buah

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 72

sampai manusia. Pada protein homolog terdapat banyak posisi asam amino ditempati asam
amino yang sama pada berbagai species serta memiliki residu tetap (residu invarian).

Gambar 3B.4 Kemampuan protein saling beriktan
Hubungan protein spesifik mulai dengan tingkat perkembangan dan deferensial sel.
Pada beberapa posisi terdapat residu variasi (residu variabel). Misal pada sitokrom c
merupakan protein mitokondria, yang mengandung Fe dapat mentransfer e- pada reaksi
oksidasi biologi dalam eukariota.
Dasar penggunaan pengukuran protein intrasel sebagai dasar untuk mendukung atau
menyingkirkan suatu diagnosis penyakit. Perubahan urutan asam amino dapat menggangguan
fungsi sehingga menyebabkan penyakit. Ada > 400 penyakit genetik pada manusia 
disebabkan pembentukan protein yang cacat, terjadi dikarenakan perubahan 1 asam amino
dalam urutan asam amino yang lazim dari suatu protein. Contoh anemia sel sabit (Sickell cell
anemia), struktur Hb abnormal dewasa (HbS), pada rantai globulin β-residu ke-6 adalah glu
berubah menjadi val sifat Hb berubah maka timbul penyakit.
Dasar pe aha a terjadi ya gene rearrangement” dan eksperi proteinnya yaitu
pengaturan jenis dan jumlah protein dalam sel, berlangsung dalam transkripsi, pascatranskripsi,
translasi dan pascatranslasi. Perubahan dalam jumlah atau struktur gen dapat mempengaruhi
jumlah dan jenis protein menyebabkan gen lenyap, meningkatnya jumlah protein, gen tersusun
ulang (gene rearrangement) dan modifikasi gen.

Gambar 3B.5 Jenis-jenis mutasi
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 73

C. ASAM NUKLEAT
Struktur Molekul
Asam nukleat merupakan salah satu makromolekul yang memegang peranan sangat
penting dalam kehidupan organisme karena di dalamnya tersimpan informasi genetik. Asam
nukleat sering dinamakan juga polinukleotida karena tersusun dari sejumlah molekul
nukleotida sebagai monomernya. Tiap nukleotida mempunyai struktur yang terdiri atas gugus
fosfat, gula pentosa, dan basa nitrogen atau basa nukleotida (basa N).
Ada dua macam asam nukleat, yaitu asam deoksiribonukleat atau Deoxyribonucleic
Acid (DNA) dan asam ribonukleat atau Ribonucleic Acid (RNA). Dilihat dari strukturnya,
perbedaan di antara kedua macam asam nukleat ini terutama terletak pada komponen gula
pentosanya. Pada RNA gula pentosanya adalah ribosa, sedangkan pada DNA gula pentosanya
e gala i kehila ga satu ato O pada posisi C o or ’ sehi gga di a aka gula ’deoksiribosa.

Gambar 3C.1 Struktur Ribosa dan deoksiribosa
Perbedaan struktur lainnya antara DNA dan RNA adalah pada basa N-nya. Basa N, baik
pada DNA maupun pada RNA, mempunyai struktur berupa cincin aromatik heterosiklik
(mengandung C dan N) dan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu purin dan
pirimidin. Basa purin mempunyai dua buah cincin (bisiklik), sedangkan basa pirimidin hanya
mempunyai satu cincin (monosiklik). Pada DNA, dan juga RNA, purin terdiri atas adenin (A) dan
guanin (G). Akan tetapi, untuk pirimidin ada perbedaan antara DNA dan RNA. Kalau pada DNA
basa pirimidin terdiri atas sitosin (C) dan timin (T), pada RNA tidak ada timin dan sebagai
gantinya terdapat urasil (U). Timin berbeda dengan urasil hanya karena adanya gugus metil
pada posisi nomor 5 sehingga timin dapat juga dikatakan sebagai 5-metilurasil.

Komponen-komponen asam nukleat

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 74

Gambar 3C.2 Basa nitrogen
Di antara ketiga komponen monomer asam nukleat tersebut di atas, hanya basa N-lah
yang memungkinkan terjadinya variasi. Pada kenyataannya memang urutan (sekuens) basa N
pada suatu molekul asam nukleat merupakan penentu bagi spesifisitasnya. Dengan perkataan
lain, identifikasi asam nukleat dilakukan berdasarkan atas urutan basa N-nya sehingga secara
skema kita bisa menggambarkan suatu molekul asam nukleat hanya dengan menuliskan urutan
basanya saja.
Nukleosida dan nukleotida
Pe o ora posisi ato C pada i i gula dilakuka
e ggu aka ta da akse
’, ’,
dan seterusnya), sekedar untuk membedakannya dengan penomoran posisi pada cincin basa.
Posisi ’ pada gula aka erikata de ga posisi 9 N-9) pada basa purin atau posisi 1 (N-1)
pada basa pirimidin melalui ikatan glikosidik atau glikosilik. Kompleks gula-basa ini dinamakan
nukleosida.
Di atas telah disinggung bahwa asam nukleat tersusun dari monomer-monomer berupa
nukleotida, yang masing-masing terdiri atas sebuah gugus fosfat, sebuah gula pentosa, dan
sebuah basa N. Dengan demikian, setiap nukleotida pada asam nukleat dapat dilihat sebagai
nukleosida monofosfat. Namun, pengertian nukleotida secara umum sebenarnya adalah
nukleosida dengan sebuah atau lebih gugus fosfat. Sebagai contoh, molekul ATP (adenosin
trifosfat) adalah nukleotida yang merupakan nukleosida dengan tiga gugus fosfat.
Jika gula pentosanya adalah ribosa seperti halnya pada RNA, maka nukleosidanya dapat berupa
adenosin, guanosin, sitidin, dan uridin. Begitu pula, nukleotidanya akan ada empat macam,
yaitu adenosin monofosfat, guanosin monofosfat, sitidin monofosfat, dan uridin monofosfat.
Sementara itu, jika gula pentosa ya adalah deoksiri osa seperti hal ya pada DNA, aka ’deoksiribo) nukleosidanya terdiri atas deoksiadenosin, deoksiguanosin, deoksisitidin, dan
deoksitimidin.

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 75

Ikatan fosfodiester
Selain ikatan glikosidik yang menghubungkan gula pentosa dengan basa N, pada asam
nukleat terdapat pula ikatan kovalen melalui gugus fosfat yang menghubungkan antara gugus
hidroksil OH pada posisi ’ gula pe tosa da gugus hidroksil pada posisi ’ gula pe tosa
nukleotida berikutnya. Ikatan ini dinamakan ikatan fosfodiester karena secara kimia gugus
fosfat berada dalam bentuk diester.

Gambar 3C.3 Ikatan fosfodiester (P)
Oleh karena ikatan fosfodiester menghubungkan gula pada suatu nukleotida dengan
gula pada nukleotida berikutnya, maka ikatan ini sekaligus menghubungkan kedua nukleotida
yang berurutan tersebut. Dengan demikian, akan terbentuk suatu rantai polinukleotida yang
masing-masing nukleotidanya satu sama lain dihubungkan oleh ikatan fosfodiester.
Kecuali yang berbentuk sirkuler, seperti halnya pada kromosom dan plasmid bakteri, rantai
polinukleotida memiliki dua ujung. Salah satu ujungnya berupa gugus fosfat yang terikat pada
posisi ’ gula pe tosa. Oleh kare a itu, uju g i i di a aka ujung P atau ujung 5’. Ujung yang
lai ya erupa gugus hidroksil ya g terikat pada posisi ’ gula pe tosa sehi gga uju g i i
dinamakan ujung OH atau ujung 3’. Adanya ujung-ujung tersebut menjadikan rantai
polinukleotida linier mempunyai arah tertentu.
Pada pH netral adanya gugus fosfat akan menyebabkan asam nukleat bermuatan
egatif. I ilah alasa pe eria
a a ’asa ’ kepada olekul poli ukleotida meskipun di
dalamnya juga terdapat banyak basa N. Kenyataannya, asam nukleat memang merupakan
anion asam kuat atau merupakan polimer yang sangat bermuatan negatif.

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 76

Sekuens asam nukleat
Telah dikatakan di atas bahwa urutan basa N akan menentukan spesifisitas suatu
molekul asam nukleat sehingga biasanya kita menggambarkan suatu molekul asam nukleat
cukup dengan menuliskan urutan basa (sekuens)-nya saja. Selanjutnya, dalam penulisan
sekue s asa
ukleat ada ke iasaa u tuk e e patka uju g ’ di se elah kiri atau uju g ’
di se elah ka a . Se agai o toh, suatu sekue s DNA dapat dituliska ’-ATGACCTGAAAC- ’
atau suatu sekue s RNA dituliska ’-GGUCUGAAUG- ’.
Jadi, spesifisitas suatu asam nukleat selain ditentukan oleh sekuens basanya, juga harus
dilihat dari arah pembacaannya. Dua asam nukleat yang memiliki sekuens sama tidak berarti
keduanya sama jika pembacaan sekuens tersebut dilakukan dari arah yang berlawanan (yang
satu ’→ ’, seda gka ya g lai ’→ ’ .

Gambar 3C.4 Struktur tangga berpilin (double helix) DNA
Dua orang ilmuwan, J.D.Watson dan F.H.C.Crick, mengajukan model struktur molekul
DNA yang hingga kini sangat diyakini kebenarannya dan dijadikan dasar dalam berbagai teknik
yang berkaitan dengan manipulasi DNA. Model tersebut dikenal sebagai tangga berplilin
(double helix). Secara alami DNA pada umumnya mempunyai struktur molekul tangga berpilin
ini.
Model tangga berpilin menggambarkan struktur molekul DNA sebagai dua rantai
polinukleotida yang saling memilin membentuk spiral dengan arah pilinan ke kanan. Fosfat dan
gula pada masing-masing rantai menghadap ke arah luar sumbu pilinan, sedangkan basa N
menghadap ke arah dalam sumbu pilinan dengan susunan yang sangat khas sebagai pasangan pasangan basa antara kedua rantai. Dalam hal ini, basa A pada satu rantai akan berpasangan
dengan basa T pada rantai lainnya, sedangkan basa G berpasangan dengan basa C. Pasanganpasangan basa ini dihubungkan oleh ikatan hidrogen yang lemah (nonkovalen). Basa A dan T
dihubungkan oleh ikatan hidrogen rangkap dua, sedangkan basa G dan C dihubungkan oleh
ikatan hidrogen rangkap tiga. Adanya ikatan hidrogen tersebut menjadikan kedua rantai

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 77

polinukleotida terikat satu sama lain dan saling komplementer. Artinya, begitu sekuens basa
pada salah satu rantai diketahui, maka sekuens pada rantai yang lainnya dapat ditentukan.
Oleh karena basa bisiklik selalu berpasangan dengan basa monosiklik, maka jarak antara
kedua rantai polinukleotida di sepanjang molekul DNA akan selalu tetap. Dengan perkataan
lain, kedua rantai terse ut sejajar. Aka tetapi, jika ra tai ya g satu di a a dari arah ’ ke ’,
aka ra tai pasa ga ya di a a dari arah ’ ke ’. Jadi, kedua ra tai terse ut sejajar tetapi
berlawanan arah (antiparalel).

Gambar 3C.5 Model struktur tangga berpilin DNA
Jarak antara dua pasangan basa yang berurutan adalah 0,34 nm. Sementara itu, di
dalam setiap putaran spiral terdapat 10 pasangan basa sehingga jarak antara dua basa yang
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 78

tegak lurus di dalam masing-masing rantai menjadi 3,4 nm. Namun, kondisi semacam ini hanya
dijumpai apabila DNA berada dalam medium larutan fisiologis dengan kadar garam rendah
seperti halnya yang terdapat di dalam protoplasma sel hidup. DNA semacam ini dikatakan
berada dalam bentuk B atau bentuk yang sesuai dengan model asli Watson-Crick. Bentuk yang
lain, misalnya bentuk A, akan dijumpai jika DNA berada dalam medium dengan kadar garam
tinggi. Pada bentuk A terdapat 11 pasangan basa dalam setiap putaran spiral. Selain itu, ada
pula bentuk Z, yaitu bentuk molekul DNA yang mempunyai arah pilinan spiral ke kiri.
Bermacam-macam bentuk DNA ini sifatnya fleksibel, artinya dapat berubah dari yang satu ke
yang lain bergantung kepada kondisi lingkungannya.

Gambar 3C.6 Struktur double helix
Modifikasi struktur molekul RNA
Tidak seperti DNA, molekul RNA pada umumnya berupa untai tunggal sehingga tidak
memiliki struktur tangga berpilin. Namun, modifikasi struktur juga terjadi akibat terbentuknya
ikatan hidrogen di dalam untai tunggal itu sendiri (intramolekuler).

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 79

Dengan adanya modifikasi struktur molekul RNA, kita mengenal tiga macam RNA, yaitu
RNA duta atau messenger RNA (mRNA), RNA pemindah atau transfer RNA (tRNA), dan RNA
ribosomal (rRNA). Struktur mRNA dikatakan sebagai struktur primer, sedangkan struktur tRNA
dan rRNA dikatakan sebagai struktur sekunder. Perbedaan di antara ketiga struktur molekul
RNA tersebut berkaitan dengan perbedaan fungsinya masing-masing.
Sifat-sifat Fisika-Kimia Asam Nukleat
Di bawah ini akan dibicarakan sekilas beberapa sifat fisika-kimia asam nukleat. Sifat-sifat
tersebut adalah stabilitas asam nukleat, pengaruh asam, pengaruh alkali, denaturasi kimia,
viskositas, dan kerapatan apung.
Stabilitas asam nukleat
Ketika kita melihat struktur tangga berpilin molekul DNA atau pun struktur sekunder
RNA, sepintas akan nampak bahwa struktur tersebut menjadi stabil akibat adanya ikatan
hidrogen di antara basa-basa yang berpasangan. Padahal, sebenarnya tidaklah demikian. Ikatan
hidrogen di antara pasangan-pasangan basa hanya akan sama kuatnya dengan ikatan hidrogen
antara basa dan molekul air apabila DNA berada dalam bentuk rantai tunggal. Jadi, ikatan
hidrogen jelas tidak berpengaruh terhadap stabilitas struktur asam nukleat, tetapi sekedar
menentukan spesifitas perpasangan basa.
Penentu stabilitas struktur asam nukleat terletak pada interaksi penempatan (stacking
interactions) antara pasangan-pasangan basa. Permukaan basa yang bersifat hidrofobik
menyebabkan molekul-molekul air dikeluarkan dari sela-sela perpasangan basa sehingga
perpasangan tersebut menjadi kuat.
Pengaruh asam
Di dalam asam pekat dan suhu tinggi, misalnya HClO 4 dengan suhu lebih dari 100ºC,
asam nukleat akan mengalami hidrolisis sempurna menjadi komponen-komponennya. Namun,
di dalam asam mineral yang lebih encer, hanya ikatan glikosidik antara gula dan basa purin saja
yang putus sehingga asam nukleat dikatakan bersifat apurinik.
Pengaruh alkali
Pengaruh alkali terhadap asam nukleat mengakibatkan terjadinya perubahan status
tautomerik basa. Sebagai contoh, peningkatan pH akan menyebabkan perubahan struktur
guanin dari bentuk keto menjadi bentuk enolat karena molekul tersebut kehilangan sebuah
proton. Selanjutnya, perubahan ini akan menyebabkan terputusnya sejumlah ikatan hidrogen
sehingga pada akhirnya rantai ganda DNA mengalami denaturasi. Hal yang sama terjadi pula
pada RNA. Bahkan pada pH netral sekalipun, RNA jauh lebih rentan terhadap hidrolisis bila
dibadingkan dengan DNA karena adanya gugus OH pada atom C nomor 2 di dalam gula
ribosanya.

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 80

Denaturasi kimia
Sejumlah bahan kimia diketahui dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat pada pH
netral. Contoh yang paling dikenal adalah urea (CO(NH 2)2) dan formamid (COHNH2). Pada
konsentrasi yang relatif tinggi, senyawa-senyawa tersebut dapat merusak ikatan hidrogen.
Artinya, stabilitas struktur sekunder asam nukleat menjadi berkurang dan rantai ganda
mengalami denaturasi.
Viskositas
DNA kromosom dikatakan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi karena
diameternya hanya sekitar 2 nm, tetapi panjangnya dapat mencapai beberapa sentimeter.
Dengan demikian, DNA tersebut berbentuk tipis memanjang. Selain itu, DNA merupakan
molekul yang relatif kaku sehingga larutan DNA akan mempunyai viskositas yang tinggi. Karena
sifatnya itulah molekul DNA menjadi sangat rentan terhadap fragmentasi fisik. Hal ini
menimbulkan masalah tersendiri ketika kita hendak melakukan isolasi DNA yang utuh.
Kerapatan apung
Analisis dan pemurnian DNA dapat dilakukan sesuai dengan kerapatan apung (bouyant
density)-nya. Di dalam larutan yang mengandung garam pekat dengan berat molekul tinggi,
misalnya sesium klorid (CsCl) 8M, DNA mempunyai kerapatan yang sama dengan larutan
tersebut, yakni sekitar 1,7 g/cm3. Jika larutan ini disentrifugasi dengan kecepatan yang sangat
tinggi, maka garam CsCl yang pekat akan bermigrasi ke dasar tabung dengan membentuk
gradien kerapatan. Begitu juga, sampel DNA akan bermigrasi menuju posisi gradien yang sesuai
dengan kerapatannya. Teknik ini dikenal sebagai sentrifugasi seimbang dalam tingkat
kerapatan (equilibrium density gradient centrifugation) atau sentrifugasi isopiknik.
Oleh karena dengan teknik sentrifugasi tersebut pelet RNA akan berada di dasar tabung
dan protein akan mengapung, maka DNA dapat dimurnikan baik dari RNA maupun dari protein.
Selain itu, teknik tersebut juga berguna untuk keperluan analisis DNA karena kerapatan apung
DNA ρ merupakan fungsi linier bagi kandungan GC-nya. Dalam hal ini, ρ = 1,66 + 0,098%
(G+C).
Sifat-sifat Spektroskopik-Termal Asam Nukleat
Sifat spektroskopik-termal asam nukleat meliputi kemampuan absorpsi sinar UV,
hipokromisitas, penghitungan konsentrasi asam nukleat, penentuan kemurnian DNA, serta
denaturasi termal dan renaturasi asam nukleat. Masing-masing akan dibicarakan sekilas berikut
ini.
Absorpsi UV
Asam nukleat dapat mengabsorpsi sinar UV karena adanya basa nitrogen yang bersifat
aromatik; fosfat dan gula tidak memberikan kontribusi dalam absorpsi UV. Panjang gelombang
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 81

untuk absorpsi maksimum baik oleh DNA maupun RNA adalah
atau dikataka λmaks =
. Nilai i i jelas sa gat er eda de ga ilai u tuk protei ya g e pu yai λ maks = 280
nm. Sifat-sifat absorpsi asam nukleat dapat digunakan untuk deteksi, kuantifikasi, dan
perkiraan kemurniannya.
Hipokromisitas
Meskipu λmaks untuk DNA dan RNA konstan, ternyata ada perbedaan nilai yang bergantung
kepada li gku ga di sekitar asa erada. Dala hal i i, a sor a si pada λ
A260)
memperlihatkan variasi di antara basa-basa pada kondisi yang berbeda. Nilai tertinggi terlihat
pada nukleotida yang diisolasi, nilai sedang diperoleh pada molekul DNA rantai tunggal (ssDNA)
atau RNA, dan nilai terendah dijumpai pada DNA rantai ganda (dsDNA). Efek ini disebabkan oleh
pengikatan basa di dalam lingkungan hidrofobik. Istilah klasik untuk menyatakan perbedaan
nilai absorbansi tersebut adalah hipokromisitas. Molekul dsDNA dikatakan relatif hipokromik
(kurang berwarna) bila dibandingkan dengan ssDNA. Sebaliknya, ssDNA dikatakan hiperkromik
terhadap dsDNA.
Penghitungan konsentrasi asam nukleat
Konsentrasi DNA dihitung atas dasar nilai A260-nya. Molekul dsDNA dengan konsentrasi
1mg/ml mempunyai A260 sebesar 20, sedangkan konsentrasi yang sama untuk molekul ssDNA
atau RNA mempunyai A260 lebih kurang sebesar 25. Nilai A260 untuk ssDNA dan RNA hanya
merupakan perkiraan karena kandungan basa purin dan pirimidin pada kedua molekul tersebut
tidak selalu sama, dan nilai A260 purin tidak sama dengan nilai A260 pirimidin. Pada dsDNA, yang
selalu mempunyai kandungan purin dan pirimidin sama, nilai A260 -nya sudah pasti.
Kemurnian asam nukleat
Tingkat kemurnian asam nukleat dapat diestimasi melalui penentuan nisbah A260
terhadap A280. Molekul dsDNA murni mempunyai nisbah A260 /A280 sebesar 1,8. Sementara itu,
RNA murni mempunyai nisbah A260 /A280 sekitar 2,0. Protei , de ga λmaks = 280 nm, tentu saja
mempunyai nisbah A260 /A280 kurang dari 1,0. Oleh karena itu, suatu sampel DNA yang
memperlihatkan nilai A260 /A280 lebih dari 1,8 dikatakan terkontaminasi oleh RNA. Sebaliknya,
suatu sampel DNA yang memperlihatkan nilai A260 /A280 kurang dari 1,8 dikatakan
terkontaminasi oleh protein.
Denaturasi termal dan renaturasi
Di atas telah disinggung bahwa beberapa senyawa kimia tertentu dapat menyebabkan
terjadinya denaturasi asam nukleat. Ternyata, panas juga dapat menyebabkan denaturasi asam
nukleat. Proses denaturasi ini dapat diikuti melalui pengamatan nilai absorbansi yang
meningkat karena molekul rantai ganda (pada dsDNA dan sebagian daerah pada RNA) akan
berubah menjadi molekul rantai tunggal.
Denaturasi termal pada DNA dan RNA ternyata sangat berbeda. Pada RNA denaturasi
berlangsung perlahan dan bersifat acak karena bagian rantai ganda yang pendek akan
terdenaturasi lebih dahulu daripada bagian rantai ganda yang panjang. Tidaklah demikian
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 82

halnya pada DNA. Denaturasi terjadi sangat cepat dan bersifat koperatif karena denaturasi pada
kedua ujung molekul dan pada daerah kaya AT akan mendestabilisasi daerah-daerah di
sekitarnya.
Suhu ketika molekul asam nukleat mulai mengalami denaturasi dinamakan titik leleh atau
melting temperature (Tm). Nilai Tm merupakan fungsi kandungan GC sampel DNA, dan berkisar
dari 80 ºC hingga 100ºC untuk molekul-molekul DNA yang panjang.
DNA yang mengalami denaturasi termal dapat dipulihkan (direnaturasi) dengan cara
didinginkan. Laju pendinginan berpengaruh terhadap hasil renaturasi yang diperoleh.
Pendinginan yang berlangsung cepat hanya memungkinkan renaturasi pada beberapa
bagian/daerah tertentu. Sebaliknya, pendinginan yang dilakukan perlahan-lahan dapat
mengembalikan seluruh molekul DNA ke bentuk rantai ganda seperti semula. Renaturasi yang
terjadi antara daerah komplementer dari dua rantai asam nukleat yang berbeda dinamakan
hibridisasi.
Superkoiling DNA
Banyak molekul dsDNA berada dalam bentuk sirkuler tertutup atau closed-circular (CC),
misalnya DNA plasmid dan kromosom bakteri serta DNA berbagai virus. Artinya, kedua rantai
membentuk lingkaran dan satu sama lain dihubungkan sesuai dengan banyaknya putaran
heliks (Lk) di dalam molekul DNA tersebut.
Sejumlah sifat muncul dari kondisi sirkuler DNA. Cara yang baik untuk
membayangkannya adalah menganggap struktur tangga berpilin DNA seperti gelang karet
dengan suatu garis yang ditarik di sepanjang gelang tersebut. Jika kita membayangkan suatu
pilinan pada gelang, maka deformasi yang terbentuk akan terkunci ke dalam sistem pilinan
tersebut. Deformasi inilah yang disebut sebagai superkoiling.
Interkalator
Geometri suatu molekul yang mengalami superkoiling dapat berubah akibat beberapa
faktor yang mempengaruhi pilinan internalnya. Sebagai contoh, peningkatan suhu dapat
menurunkan jumlah pilinan, atau sebaliknya, peningkatan kekuatan ionik dapat menambah
jumlah pilinan. Salah satu faktor yang penting adalah keberadaan interkalator seperti etidium
bromid (EtBr). Molekul ini merupakan senyawa aromatik polisiklik bermuatan positif yang
menyisip di antara pasangan-pasangan basa. Dengan adanya EtBr molekul DNA dapat
divisualisasikan menggunakan paparan sinar UV.

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 83

D. REPLIKASI DNA
Salah satu fungsi DNA sebagai materi genetik pada sebagian besar organisme adalah harus
mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat meneruskan informasi tersebut
dari induk kepada keturunannya, dari generasi ke generasi. Fungsi ini merupakan fungsi
genotipik, yang dilaksanakan melalui replikasi.
Mekanisme Replikasi Semikonservatif
Ada tiga cara teoretis replikasi DNA yang pernah diusulkan, yaitu konservatif, semikonservatif,
dan dispersif. Pada replikasi konservatif seluruh tangga berpilin DNA awal tetap dipertahankan
dan akan mengarahkan pembentukan tangga berpilin baru. Pada replikasi semikonservatif
tangga berpilin mengalami pembukaan terlebih dahulu sehingga kedua untai polinukleotida
akan saling terpisah. Namun, masing-masing untai ini tetap dipertahankan dan akan bertindak
sebagai cetakan (template) bagi pembentukan untai polinukleotida baru. Sementara itu, pada
replikasi dispersif kedua untai polinukleotida mengalami fragmentasi di sejumlah tempat.
Kemudian, fragmen-fragmen polinukleotida yang terbentuk akan menjadi cetakan bagi fragmen
nukleotida baru sehingga fragmen lama dan baru akan dijumpai berselang-seling di dalam
tangga berpilin yang baru. Diantara ketiga cara replikasi DNA yang diusulkan tersebut, hanya
cara semikonservatif yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui percobaan yang dikenal
dengan nama sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan atau equilibrium density-gradient
centrifugation. Percobaan ini dilaporkan hasilnya pada tahun 1958 oleh M.S. Meselson dan F.W.
Stahl.

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 84

Setiap molekul DNA yang melakukan replikasi sebagai suatu satuan tunggal dinamakan
replikon. Dimulainya (inisiasi) replikasi DNA terjadi di suatu tempat tertentu di dalam molekul
DNA yang dinamakan titik awal replikasi atau origin of replication (ori). Proses inisiasi ini
ditandai oleh saling memisahnya kedua untai DNA, yang masing-masing akan berperan sebagai
cetakan bagi pembentukan untai DNA baru sehingga akan diperoleh suatu gambaran yang
disebut sebagai garpu replikasi. Biasanya, inisiasi replikasi DNA, baik pada prokariot maupun
eukariot, terjadi dua arah (bidireksional). Dalam hal ini dua garpu replikasi akan bergerak
melebar dari ori menuju dua arah yang berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus).
Pada eukariot, selain terjadi replikasi dua arah, ori dapat ditemukan di beberapa tempat.
Replikasi pada kedua untai DNA
Proses replikasi DNA yang kita bicarakan di atas sebenarnya barulah proses yang terjadi pada
salah satu untai DNA. Untai DNA tersebut sering dinamakan untai pengarah (leading strand).
Sintesis DNA baru pada untai pengarah i i erla gsu g se ara ko ti yu dari uju g ’ ke uju g ’
atau ergerak di sepa ja g u tai pe garah dari uju g ’ ke uju g ’.
Pada u tai DNA pasa ga ya ter yata juga terjadi si tesis DNA aru dari uju g ’ ke uju g ’
atau bergerak di sepanjang untai DNA etaka ya i i dari uju g ’ ke uju g ’. Na u , si tesis
DNA pada untai yang satu ini tidak berjalan kontinyu sehingga menghasilkan fragmen terputusputus, yang masing- asi g e pu yai arah ’→ ’. Terjadi ya si tesis DNA ya g tidak
kontinyu sebenarnya disebabkan oleh sifat enzim DNA polimerase yang hanya dapat
e yi tesis DNA dari arah ’ ke ’ serta ketidak a pua ya u tuk elakuka i isiasi si tesis
DNA.
Untai DNA yang menjadi cetakan bagi sintesis DNA tidak kontinyu itu disebut untai tertinggal
(lagging strand). Sementara itu, fragmen-fragmen DNA yang dihasilkan dari sintesis yang tidak
kontinyu dinamakan fragmen Okazaki, sesuai dengan nama penemunya. Fragmen-fragmen
Okazaki akan disatukan menjadi sebuah untai DNA yang utuh dengan bantuan enzim DNA
ligase.

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 85

Replikasi DNA prokariot
Replikasi DNA kromosom prokariot, khususnya bakteri, sangat berkaitan dengan siklus
pertumbuhannya. Daerah ori pada E. coli, misalnya, berisi empat buah tempat pengikatan
protein inisiator DnaA, yang masing-masing panjangnya 9 pb. Sintesis protein DnaA ini sejalan
dengan laju pertumbuhan bakteri sehingga inisiasi replikasi juga sejalan dengan laju
pertumbuhan bakteri. Pada laju pertumbuhan sel yang sangat tinggi, DNA kromosom prokariot
dapat mengalami reinisiasi replikasi pada dua ori yang baru terbentuk, sebelum putaran
replikasi yang pertama berakhir. Akibatnya, sel-sel hasil pembelahan akan menerima kromosom
yang sebagian telah bereplikasi.
Protein DnaA membentuk struktur kompleks yang terdiri atas 30 hingga 40 buah molekul, yang
masing-masing akan terikat pada molekul ATP. Daerah ori akan mengelilingi kompleks DnaAATP tersebut. Proses ini memerlukan kondisi superkoiling negatif DNA (pilinan kedua untai DNA
berbalik arah sehingga terbuka). Superkoiling negatif akan menyebabkan pembukaan tiga
sekuens repetitif sepanjang 13 pb yang kaya dengan AT sehingga memungkinkan terjadinya
pengikatan protein DnaB, yang merupakan enzim helikase, yaitu enzim yang akan
menggunakan energi ATP hasil hidrolisis untuk bergerak di sepanjang kedua untai DNA dan
memisahkannya.
Untai DNA tunggal hasil pemisahan oleh helikase selanjutnya diselubungi oleh protein pengikat
untai tunggal atau single-stranded binding protein (Ssb) untuk melindungi DNA untai tunggal
dari kerusakan fisik dan mencegah renaturasi. Enzim DNA primase kemudian akan menempel
pada DNA dan menyintesis RNA primer yang pendek untuk memulai atau menginisiasi sintesis
pada untai pengarah.
Agar replikasi dapat terus berjalan menjauhi ori, diperlukan enzim helikase selain DnaB. Hal ini
karena pembukaan heliks akan diikuti oleh pembentukan putaran baru berupa superkoiling
positif. Superkoiling negatif yang terjadi secara alami ternyata tidak cukup untuk
mengimbanginya sehingga diperlukan enzim lain, yaitu topoisomerase tipe II yang disebut
dengan DNA girase. Enzim DNA girase ini merupakan target serangan antibiotik sehingga
pemberian antibiotik dapat mencegah berlanjutnya replikasi DNA bakteri.
Seperti telah dijelaskan di atas, replikasi DNA terjadi baik pada untai pengarah maupun pada
untai tertinggal. Pada untai tertinggal suatu kompleks yang disebut primosom akan menyintesis
sejumlah RNA primer dengan interval 1.000 hingga 2.000 basa. Primosom terdiri atas helikase
DnaB dan DNA primase.
Primer baik pada untai pengarah maupun pada untai tertinggal akan mengalami elongasi
dengan bantuan holoenzim DNA polimerase III. Kompleks multisubunit ini merupakan dimer,
separuh akan bekerja pada untai pengarah dan separuh lainnya bekerja pada untai tertinggal.
Dengan demikian, sintesis pada kedua untai akan berjalan dengan kecepatan yang sama.
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 86

Masing-masing bagian dimer pada kedua untai tersebut terdiri atas subunit a, yang mempunyai
fungsi polimerase sesungguhnya, dan subunit e, yang mempunyai fungsi penyuntingan berupa
ekso uklease ’ ’. Selai itu, terdapat subunit b yang menempelkan polimerase pada DNA.
Begitu primer pada untai tertinggal dielongasi oleh DNA polimerase III, mereka akan segera
dibuang dan celah yang ditimbulkan oleh hilangnya primer tersebut diisi oleh DNA polimerase I,
yang mempunyai akti itas poli erase ’ 
’, ekso uklease ’  ’, da -eksonuklease
pe yu ti ga ’  ’. Ekso uklease ’ ’ e ua g pri er, seda gka poli erase aka
mengisi celah yang ditimbulkan. Akhirnya, fragmen-fragmen Okazaki akan dipersatukan oleh
enzim DNA ligase. Secara in vivo, dimer holoenzim DNA polimerase III dan primosom diyakini
membentuk kompleks berukuran besar yang disebut dengan replisom. Dengan adanya replisom
sintesis DNA akan berlangsung dengan kecepatan 900 pb tiap detik.
Kedua garpu replikasi akan bertemu kira-kira pada posisi 180°C dari ori. Di sekitar daerah ini
terdapat sejumlah terminator yang akan menghentikan gerakan garpu replikasi. Terminator
tersebut antara lain berupa produk gen tus, suatu inhibitor bagi helikase DnaB. Ketika replikasi
selesai, kedua lingkaran hasil replikasi masih menyatu. Pemisahan dilakukan oleh enzim
topoisomerase IV. Masing-masing lingkaran hasil replikasi kemudian disegregasikan ke dalam
kedua sel hasil pembelahan.
Replikasi DNA eukariot
Pada eukariot replikasi DNA hanya terjadi pada fase S di dalam interfase. Untuk memasuki fase
S diperlukan regulasi oleh sistem protein kompleks yang disebut siklin dan kinase tergantung
siklin atau cyclin-dependent protein kinases (CDKs), yang berturut-turut akan diaktivasi oleh
sinyal pertumbuhan yang mencapai permukaan sel. Beberapa CDKs akan melakukan fosforilasi
dan mengaktifkan protein-protein yang diperlukan untuk inisiasi pada masing-masing ori.
Berhubung dengan kompleksitas struktur kromatin, garpu replikasi pada eukariot bergerak
hanya dengan kecepatan 50 pb tiap detik. Sebelum melakukan penyalinan, DNA harus
dilepaskan dari nukleosom pada garpu replikasi sehingga gerakan garpu replikasi akan
diperlambat menjadi sekitar 50 pb tiap detik. Dengan kecepatan seperti ini diperlukan waktu
sekitar 30 hari untuk menyalin molekul DNA kromosom pada
kebanyakan mamalia.
Sederetan sekuens tandem yang terdiri atas 20 hingga 50 replikon mengalami inisiasi secara
serempak pada waktu tertentu selama fase S. Deretan yang mengalami inisasi paling awal
adalah eukromatin, sedangkan deretan yang agak lambat adalah heterokromatin. DNA
sentromir dan telomir bereplikasi paling lambat. Pola semacam ini mencerminkan aksesibilitas
struktur
kromatin
yang
berbeda-beda
terhadap
faktor
inisiasi.
Seperti halnya pada prokariot, satu atau beberapa DNA helikase dan Ssb yang disebut dengan
protein replikasi A atau replication protein A (RP-A) diperlukan untuk memisahkan kedua untai
DNA. Selanjutnya, tiga DNA polimerase yang berbeda terlibat dalam elongasi. Untai pengarah
dan masing-masing fragmen untai tertinggal diinisiasi oleh RNA primer dengan bantuan
aktivitas primase yang merupakan bagian integral enzim DNA polimerase a. Enzim ini akan
meneruskan elongasi replikasi tetapi kemudian segera digantikan oleh DNA polimerase d pada
Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 87

untai pengarah dan DNA polimerase e pada untai tertinggal. Baik DNA polimerase d maupun e
mempunyai fungsi penyuntingan. Kemampuan DNA polimerase d untuk menyintesis DNA yang
panjang disebabkan oleh adanya antigen perbanyakan nuklear sel atau proliferating cell nuclear
antigen (PCNA), yang fungsinya setara dengan subunit b holoenzim DNA polimerase III pada E.
coli. Selain terjadi penggandaan DNA, kandungan histon di dalam sel juga mengalami
penggandaan selama fase S.
Mesin replikasi yang terdiri atas semua enzim dan DNA yang berkaitan dengan garpu replikasi
akan diimobilisasi di dalam matriks nuklear. Mesin-mesin tersebut dapat divisualisasikan
menggunakan mikroskop dengan melabeli DNA yang sedang bereplikasi. Pelabelan dilakukan
menggunakan analog timidin, yaitu bromodeoksiuridin (BUdR), dan visualisasi DNA yang dilabeli
tersebut dilakukan dengan imunofloresensi menggunakan antibodi yang mengenali BUdR.
Ujung kromosom linier tidak dapat direplikasi sepenuhnya karena tidak ada DNA yang dapat
e gga tika RNA pri er ya g di ua g dari uju g ’ u tai terti ggal. De ga de ikia ,
informasi genetik dapat hilang dari DNA. Untuk mengatasi hal ini, ujung kromosom eukariot
(telomir) mengandung beratus-ratus sekuens repetitif sederhana yang tidak berisi informasi
ge etik de ga uju g ’ ela paui uju g ’. E zi telo erase e ga du g olekul RNA
pendek, yang sebagian sekuensnya komplementer dengan sekuens repetitif tersebut. RNA ini
akan bertindak sebagai cetakan (template) bagi penambahan sekuens repetitif pada uju g ’.
Ha