PENGARUH MENIRAN (Phyllanthus niruri linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN yang DIINDUKSI OBAT ANTI TUBERKULOSIS (RIFAMPISIN dan ISONIAZID)

  SKRIPSI PENGARUH MENIRAN (Phyllanthus niruri linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN yang DIINDUKSI OBAT ANTI TUBERKULOSIS (RIFAMPISIN dan ISONIAZID) Oleh MARTA VALEN FEBRIANA NIM 061011050 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015

  

PENGARUH MENIRAN (Phyllanthus niruri linn) TERHADAP

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH

(Rattus norvegicus) JANTAN yang DIINDUKSI OBAT

ANTI TUBERKULOSIS (RIFAMPISIN

dan ISONIAZID)

  Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

  Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga

  Oleh

MARTA VALEN FEBRIANA

  NIM. 061011050 Menyetujui

  Komisi Pembimbing, Dr. Nenny Harijani, MSi., drh. Dr. Wiwik Misaco Yuniarti, M Kes., Drh.

  PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul :

  

PENGARUH MENIRAN (Phyllanthus niruri linn) TERHADAP

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH

(Rattus norvegicus) JANTAN yang DIINDUKSI OBAT

ANTI TUBERKULOSIS (RIFAMPISIN

dan ISONIAZID)

  tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya jugat tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

  Surabaya, 11 Agustus 2015 Marta Valen Febriana

  NIM 061011050 Telah dinilai pada seminar hasil penelitian Tanggal : 11 Agustus 2015 KOMISI PENILAI SEMINAR HASIL PENELITIAN Ketua Penguji : Arimbi, drh., M. Kes.

  Sekretaris Penguji : Dr. Rochmah Kurnijasanti, drh., M. Si. Anggota Penguji : Ira Sari Yudaniayanti, drh., M. Kes. Pembimbing I : Dr. Nenny Hariyani, drh., M. Si. Pembimbing II : Dr. Wiwik Misaco Yuniarti, drh., M. Kes. Telah diuji pada Tanggal : 19 Agustus 2015

  KOMISI PENGUJI SKRIPSI Ketua Penguji : Arimbi, drh., M. Kes.

  Sekretaris Penguji : Dr. Rochmah Kurnijasanti, drh., M. Si. Anggota Penguji : Ira Sari Yudaniayanti, drh., M. Kes. Pembimbing I : Dr. Nenny Hariyani, drh., M. Si. Pembimbing II : Dr. Wiwik Misaco Yuniarti, drh., M. Kes.

  .

  Surabaya, 19 Agustus 2015 Fakultas Kedokteran Hewan

  

PENGARUH MENIRAN (Phyllanthus niruri linn) TERHADAP

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH

(Rattus norvegicus) JANTAN yang DIINDUKSI OBAT

ANTI TUBERKULOSIS (RIFAMPISIN

dan ISONIAZID)

Abstrak

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak meniran terhadap perbaikan gambaran histopatologi hepar tikus putih yang diinduksi rifampisin dan isoniazid. Dua puluh lima ekor tikus putih jantan dibagi menjadi lima kelompok, P0 sebagai kontrol negatif (tidak di induksi rifampisin and isoniazid, CMC Na 1%), P1 sebagai kontrol positif (induksi rifampisin isoniazid, dan CMC Na 1%), P2, P3, dan P4 kelompok dengan pemberian rifampisin, isoniazid, dan ekstrak meniran dengan dosis 2, 2.7, 3.4 mg/kgbb/per oral/hari. Diberikan selama 28 hari. Dan diakhir penelitian (29 hari) tikus di euthanasi dan diambil heparnya untuk diproses sebagai preparat histopatologi. Efek hepatoprotektif yang paling signifikan dari ekstrak meniran adalah dari kelompok yang diberi ekstrak meniran 3.4 mg/kgbb yang menujukkan tidak adanya perubahan histologis hepar. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak meniran memiliki sifat hepatoprotektif.

  Kata kunci : rifampisin dan isoniazid, hepatotoksik, ekstrak meniran, hepatoprotektif, tikus.

  

EFFECT MENIRAN (Phyllanthus niruri Linn) HISTOPATHOLOGY OF

LIVER DESCRIPTION OF ALBINO RATS (Rattus norvegicus) MALE

  

INDUCED ANTI TUBERCULOSIS (rifampicin and isoniazid)

Abstract

  The purpose of this study was to determine the effect of the extract meniran to repair liver histopathological changes of albino rats induced by rifampicin and isoniazid. Twenty-five male rats were divided into five groups, P0 group was negative control (not induction of rifampicin, isoniazid, and CMC Na 1%), P1 group was positive control (induced by rifampicin, isoniazid, and CMC Na 1%), P2, P3, and P4 group were treatment group with rifampisin, isoniazid, and meniran extract with dose 2, 2.7, 3.4 mg/kgbw/Per Orally/day. All the

  th

  treatment were given for 28 days. At the end of the experiment (29 day) the rats were then euthanised and the liver were collected for histopatological examination. The most significant hepatoprotective effect of meniran extract was since in the group at ministered the extract meniran at 3,4 mg/kgbw which showed no significant changes in the liver histologically. This study showed that meniran extract has hepatoprotective properties.

  

Keywords: rifampicin and isoniazid, hepatotoxicity, extract meniran,

hepatoprotective, rats.

UCAPAN TERIMAKASIH

  Segala puja dan puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan taufik dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul:

  Pengaruh Meniran (Phylanthus niruri linn) Terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Jantan yang di Induksi Obat Anti Tuberkulosis (Rifampisin dan Isoniazid).

  Penyusunan Skripsi ini, tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, atas segala bantuannya penulis ucapkan terima kasih yang setulus- tulusnya kepada: 1. Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya Prof.

  Romziah Sidik, drh., Ph.D yang telah memberikan ijin dan fasilitas untuk pelaksanaan penelitian.

  2. Dr. Nenny Harijani, M. Si, drh. dan Dr. Wiwik Misaco Yuniarti, M. Kes., Drh. yang dengan penuh perhatian, kesabaran dan ketelitiannya dalam memberikan bimbingan penulisan Skripsi ini.

  3. Dosen penguji Arimbi, drh., M. Kes, Dr. Rochmah Kurnijasanti, drh., M. Si, Ira Sari Yudaniyanti, drh., MP atas segala kritik dan saran untuk penulisan Skripsi ini.

  4. Kedua Orang Tua, Ibu Mariana Afifah dan Bapak Mochtar Soman, adik Eta dan Evi, Bapak dari Putri saya Rangga Ardian Pratama dan Putri tercinta Pevita Tsabita Pratama, papa Achmad Syam Kadir, mama Rahmini Nasibu, dan kakak-kakak ipar. Selain itu ucapan terimakasih juga saya ucapkan kepada sahabat-sahabat saya Vira, Gamma, Riski, Ndondo, Gocha, Rita, Nurvita, Benita, Luluk, Wieke, Happy, Putri, Fahmi, Fitri, Rio, Aan, Genok, Ney, serta teman-teman angkatan 2010 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Terimakasih atas segala doa dan semangat yang diberikan.

  Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Di samping itu penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya dibidang kedokeran hewan.

  Surabaya, 27 Juli 2015 Penulis

  DAFTAR ISI Halaman

  HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ..... ii PERNYATAAN ........................................................................ ..................... iii HALAMAN IDENTITAS..................................................................... .......... iv ABSTRAK ....................................................................................................... vi UCAPAN TERIMAKASIH............................................................................. vii DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ……………………………………………………… ....... xii DAFTAR GAMBAR ………………………………………………. ............. xiii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv SINGKATAN DAN AR TI LAMBANG…………………………………….. xv BAB

  I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................

  1 1.2 Rumusan Masalah ..............................................................

  4 1.3 Landasan Teori .................................................................

  4 1.4 Tujuan Penelitian .............................................................

  7 1.5 Manfaat Penelitian ……………………………………….

  7

  1.6 Hipote sis Penelitian ………………………………………

  7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Hepar ....................................................

  8 .

  2.1.1 Gambaran makroskopis ........................................

  8

  2.3 Kerusakan Hepar ...............................................................

  12 2.4 Meniran ............................................................................

  13 2.4.1 Taksonomi .................................................................

  13 2.4.2 Habitat dan morfologi tanaman ...............................

  14 2.4.3 Kandungan kimia .....................................................

  15 2.4.4 Aktivitas meniran .....................................................

  17 2.5 Hewan Coba (Rattus Norvegicus)........................................

  19 2.6 Rifampisin dan Isoniazid ....................................................

  20 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...........................................

  22 3.2 Bahan dan Materi Penelitian .............................................

  22 3.2.1 Bahan penelitian.........................................................

  23 3.2.2 Alat penelitian ............................................................

  23 3.2.3 Sampel penelitian ......................................................

  23

  3.3 Metod e Penelitian …………………………………………

  24

  3.3.1 Pembuatan hewan model kerusakan hepar dengan rifa mpisin dan isoniazid…………………… 24 3.3.2 Dosis m eniran ……………………………………….

  24 3.3.3 Pemberia n ekstrak meniran ………………………. .

  24

  3.3.4 Pengambilan s ampel ………………………………

  26 3.3.5 Prosedur pembuatan preparat h istopatologi ………….

  26

  3.4 Variabel Penelitian …………………………………………

  27

  3.5 Rancanga n Penelitian ………………………………………

  27 3.6 Metode Skorin g …………………………………………… .

  27 3.7 Analis is Data ………………………………………………..

  29

  3.8 Alur Penelitian………………………………………………

  30 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Pengamatan Degenerasi ..........................................................

  32

  BAB V PEMBAHASAN 5.1 Degenerasi ...............................................................................

  38 5.2 Nekrosis ...................................................................................

  39 5.3 Kongesti ..................................................................................

  41 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .............................................................................

  43 6.2 Saran .......................................................................................

  43 RINGKASAN .................................................................................................

  44 DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

  47 LAMPIRAN ....................................................................................................

  51

  DAFTAR TABEL Tabel Halaman 3.6 Skoring Histopatologi Hepar…………………………………..

  28

  4.1 Rata-rata skor Degenerasi Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Yang Diberi Ekstrak Meniran Setelah Diinduksi Rifampisin dan Isoniazid ……………………………………………………

  33

  4.2 Rata-rata Skor Nekrosis Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Yang Diberi Ekstrak Meniran Setelah Diinduksi Rifampisin dan Isoniazid…………………………………………………….

  35

  4.3 Rata-rata Skor Kongesti Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Yang Diberi Ekstrak Meniran Setelah Diinduksi Rifampisin dan Isoniazid …………………………………………………..

  37

  DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1.2 Hepa r Normal ………………………………………………….

  9 2.1 Tanaman M eniran………………………………………………..

  15

  4.1 Gambaran Histopatologi Degenerasi Hepatosit Tikus Putih (Rattus Norvegicus ) ……………………………………………..

  32

  4.2 Gambaran Histopatologi Nekrosis Hepatosit Hepar Tikus Putih (Rattus Norvegicus )…………………………………………….

  34

  4.3 Gambaran Histopatologi Kongesti Pada Vena Centralis Tikus Putih (Rattus Norvegicus )………………………………….………….

  36

  DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman

  1. Analisis Statistik Degenerasi, Nekrosis, dan Kongesti Vena Centralis Dengan Kruskal-Wallis Test …………………..

  51

  2. Analisis Statistik Degenerasi, Nekrosis, dan Kongesti Vena Centralis Dengan Mann-Whitney Test Setelah Terdapat Perbedaan Yang Bermakna (p<0,05)…………………… .....

  53

  3. Hasil Rata-rata Nilai Degenerasi, Nekrosis, dan Kongesti Vena Centralis……………………………………………………….

  63

4. Perhitungan Dosis Meniran……………………………………

  65

  5. Hasil Skoring Hepatosit Nekrosis, Degenerasi, dan Kongesti Vena Centralis Tiap Sampel Hepar di Setiap Kelompok Perlakuan ……………………………………………………….

  66

  6. Tabel Konversi Perhitungan Dosis Untuk Manusia dan Berbagai Jenis Hewan…………………………………………………… .

  68

SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG

  xv

  CAT : catalase CCl

  4 : karbon tetraklorida

  COX-2 : cyclooxygenase CYP 2E1 : cytochrome P-450 2E1 GPX : glutathione peroxidase GR : glutathione reductase GST : glutathione-S-transferase H.E : hematoksilin eosin H2O2 : hidrogen peroksida HP : histopatologi iNOS : endotoxin-induced nitric oxide synthase NO : nitrit oxide ºO2- : anion superoksida ºOH : radikal hidroksil PGE-2 : prostaglandin E-2 RFP : rifampisin ROS : reactive oxygen species SGOT : serum glutamic pyruvic transaminase SGPT : serum glutamic oxaloacetic transaminase SOD : superoxide dismutase < : kurang dari % : persentase ≥ : lebih besar sama dengan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Dewasa ini banyak kejadian penyakit hepar akut dan kronis yang terjadi pada hewan, baik hewan peliharaan atau hewan ternak. Beberapa terjadinya penyakit hepar adalah efek samping dari pemberian obat terapi yang cukup lama dan adanya parasit pada hewan ternak. Terdapat beberapa kejadian penyakit hepar akut dan kronis pada anjing dan kucing.

  Penyakit hepar akut pada hewan dapat disebabkan oleh efek negatif terhadap pemberian berbagai macam obat. Nekrosis hati ringan sampai berat dan hepatitis kolestasis telah dilaporkan pada anjing sebagai reaksi idiosinkrasi dari terapi kombinasi trimetoprim-sulfonamide. Nekrosis lobular hati dengan derajat sedang dapat terjadi pada kucing dengan pemberian berulang diazepam peroral pada dosis yang direkomendasi. Nekrosis periacinar berat dikaitkan dengan penggunaan obat cacing mebendazole pada anjing (Jubb et al., 2007).

  Penyakit hepar akut dan kronis, yang ditandai dengan hepatitis periportal, fibrosis periportal, dan hiperplasia bilier telah dilaporkan terjadi pada anjing yang diobati dengan terapi kombinasi oxibendazole-diethylcarbamazine untuk pencegahan cacing tambang dan heartworm. Penyakit hepar kronis juga telah dilaporkan terjadi setelah pemberian miboleron, metotreksat dan lomustin pada

  1 anjing, ketakonazol pada anjing juga kucing, serta megestrol asetat dan griseofulvin pada kucing (Jubb et al., 2007).

  Kerusakan hepar juga bisa terjadi karena pemberian rifampisin dan isoniazid. Rifampisin dan isoniazid adalah obat yang efektif untuk pengobatan tuberkulosis. Efek samping isoniazid dan rifampisin yang perlu diwaspadai adalah efek hepatotoksik. Kejadian tuberkulosis lebih sering terjadi pada manusia, bila dibandingkan dengan kejadian tuberkulosis pada hewan terutama pada hewan kecil (Prihatni dkk, 2005).

  Gangguan pada organ hepar dapat diketahui dengan melakukan beberapa tes fungsi hepar, diantaranya adalah: tes berdasarkan sekresi dan eksresi (pigmen empedu, clearance dari subtansi asing), tes yang bergantung dari fungsi biokimianya (tes metabolisme protein, metabolisme karbohidrat, metabolisme lipida), dan tes berdasarkan aktivitas enzim dalam serum (SGPT, SGOT, alkaline fosfatase, enzim yang lain). Selain itu untuk mengetahui kondisi menurut kerusakan hepar dapat dengan pemerikasaan histopatologi (Astuti, 2009)

  Banyaknya penyakit hepar yang menyerang hewan saat ini ditambah dengan tata laksana penyembuhan penyakit yang belum memiliki standart baku menyebabkan pengobatan yang dilakukan menjadi tidak efisien. Hal ini menyebabkan banyak dokter hewan mencari cara pengobatan alternatif, yaitu dengan cara pengobatan tradisional. Obat herbal sudah umum digunakan pada manusia dengan memberikan efek yang positif. Obat herbal yang terbuat dari samping. Namun demikian jangka waktu penyembuhannya sedikit lebih lama bila dibandingkan dengan obat-obatan kimia (Sulistyoningrum dan Pribadi, 2012).

  Berbagai macam jenis tanaman dengan aktivitas hepatoprotektif karena kemampuannya sebagai anti inflamasi, antioksidan, anti mikroba. Banyak penelitian yang sudah dilakukan terhadap tanaman yang memiliki potensi tersebut contohnya, bunga kenikir sebagai antioksidan (Kusmiati, 2010), kenikir sebagai anti microba (Nor dkk, 2010), akar alang-alang sebagai inflamasi (Arianti, 2012), antioksidan pada sambiloto (Wahyuni, 2005).

  Meniran (Phyllanthus niruri) telah terbukti memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamasi, dan antifibriotik. Zat kimia yang terkandung di dalamnya, yaitu

  phyllanthin dan hypophyllanthin , memiliki efek antioksidan dan efek

  4 antihepatotoksik terhadap karbon tetraklorida (CCl ) dan galaktosamin.

  Phyllanthin juga meningkatkan viabilitas hepatosit, mencegah pelepasan enzim- enzim hepar, menurunkan peroksidasi lipid, dan meningkatkan glutation.

  Phyllanthin terdapat pada akar, batang, daun, dan biji buah meniran (Sumardi, 2010).

  Potensi meniran sebagai antioksidan, anti inflamasi, dan antifibrotik. Diharapkan bahwa meniran memiliki aktivitas memperbaiki histopatologi hati pada hewan model yang dinduksi dengan rifampisin dan isoniazid. Untuk membuktikan hal tersebut, diperlukan penelitian terhadap tikus putih jantan yang diinduksi rifampisin dan isoniazid. Induksi rifampisin dan isoniazid dengan kematian sel, nekrosis, dan inflamasi (Sulistyoningrum, 2010). Kematian sel hati dapat terjadi melalui dua proses, yakni nekrosis dan apoptosis. Nekrosis yang merupakan keadaan yang diawali oleh kerusakan sel, terjadi gangguan integritas membran plasma, keluarnya isi sel dan timbulnya respon inflamasi. Respon ini meningkatkan proses penyakit dan mengakibatkan bertambahnya jumlah sel yang mati. Setelah hewan model diinduksi dengan rifampisin dan isoniazid lalu hewan model diberi ekstrak meniran dengan harapan dapat mengurangi keadaan hepar hewan model yang sudah mengalami kerusakan akibat diinduksi dengan rifampisin dan isoniazid.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pemberian meniran (Phyllanthus niruri, L) dapat berpengaruh pada gambaran histopatologi hati tikus putih ( Rattus

  norvegicus ) jantan yang mengalami kerusakan hepar karena induksi rifampisin

  dan isoniazid?

  1.3 Landasan Teori

  Kerusakan sel-sel hepar dapat disebabkan banyak hal, antara lain obat parasetamol, rifampisin dan isoniazid, senyawa kimia lain karbon tetraklorida

  4

  (CCl ), bakteri, parasit, dan virus. Jejas pada hepatosit dapat menimbulkan kerusakan membran dan menyebabkan keluarnya enzim-enzim tertentu. Hepatosit yang mengalami jejas, secara mikroskopis akan mengalami perubahan pola

  Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada organisme hidup. Inti menjadi lebih padat (piknotik) yang dapat hancur bersegmen-segmen (karioreksis) dan kemudian sel menjadi kariolisis (Amalina, 2009). Hepar dapat mengalami nekrosis yang disebabkan oleh dua hal yaitu, toksopatik disebabkan oleh pengaruh langsung agen yang bersifat toksik, dan trofopatik akibat kekurangan oksigen, zat-zat makanan dan sebagainya. Degenerasi hidropik, degenerasi lemak dan nekrosis merupakan stadium permulaan dari proses kelainan dalam hati yang kemudian menjurus kearah suatu proses peradangan (Heirmayani, 2007).

  Kerusakan hepar akibat rifampisin dan isoniazid ini karena adanya pembentukan radikal bebas melalui reaksi peroksidasi lipid yang akan menghasilkan lipid peroksida. Radikal bebas didefinisikan sebagai molekul atau senyawa yang mempunyai satu atau lebih elektron bebas yang tidak berpasangan.

  Elektron dari radikal bebas yang tidak berpasangan ini sangat reaktif dan mudah menarik elektron dari molekul lainnya. Radikal bebas sangat mudah menyerang sel-sel sehat dalam tubuh karena radikal bebas tersebut sangat reaktif. Radikal bebas tidak hanya menyerang bakteri penyakit, tetapi juga tubuh sendiri bila radikal bebas dalam tubuh berlebihan. Radikal bebas dapat dinetralisir oleh antioksidan (Murda, 2009).

  Penanggulangan penyakit hepar dengan obat alternatif saat ini semakin banyak, ini dibuktikan dengan semakin banyaknya penelitian yang menguji efek memiliki aktivitas sebagai antioksidan ialah meniran. Meniran (Phyllanthus niruri

  L ) dapat mencegah peningkatan guanosin trifosfat (GTP) dalam serum maupun

  sitosol hepar dan kandungan flavonoidnya merupakan antioksidan yang berpotensi mencegah kerusakan sel hepar (Sunarno dan Fitriana, 2012).

  Zat kimia yang terkandung didalamnya, yaitu phyllanthin dan

  hypophyllanthin , memiliki efek antioksidan (zat yang mampu memperlambat atau

  mencegah proses oksidasi). Phyllanthin juga meningkatkan viabilitas hepatosit, mencegah pelepasan enzim-enzim hepar, menurunkan peroksidasi lipid, dan meningkatkan glutation (Kukuh, 2013).

  Penelitian sebelumnya diketahui bahwa Phyllanthus terbukti dapat meningkatkan aktifitas berbagai enzim antioksidan, seperti superoxide

  dismutase(SOD), catalase (CAT), glutathione-S-transferase (GST), glutathione peroxidase (GPX), dan glutathione reductase (GR), di darah maupun jaringan

  yang tereduksi pada radioterapi sehingga mereduksi kerusakan sel akibat radioterapi. Selain itu hasil penelitian menggunakan tikus menunjukkan adanya efek dalam menormalkan penumpukan asam lemak pada hepar setelah minum alkohol sehingga meniran (Phyllanthus niruri L) dapat dipakai sebagai obat hepatoprotektif atau anti hepatotoksik (Suharmi, 2000).

  Bisa diketahui bahwa meniran adalah tumbuhan yang memiliki prospek besar dalam ilmu kesehatan sehingga diperlukan suatu penelitian yang menyeluruh untuk mengetahui mengenai manfaatnya.

  1.4 Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh meniran (Phyllanthus niruri L) terhadap gambaran histopatologi kerusakan hepar pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan yang diinduksi rifampisin dan isoniazid.

  1.5 Manfaat Penelitian

  Manfaat praktis penelitian ini adalah membantu dalam pengembangan obat alternatif dalam dunia kedokteran hewan. Meniran (Phyllanthus niruri, Linn) bisa digunakan sebagai obat alternatif untuk mengurangi kerusakan hepar akibat efek samping pemberian obat-obatan kimia. Manfaat ilmiah penelitian ini adalah memperluas wawasan pengetahuan tentang tanaman obat asli Indonesia, dalam hal ini mengenai meniran (Phyllanthus niruri L).

  1.6 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pemberian ekstrak meniran (Phyllanthus niruri, Linn) dapat mengurangi kerusakan hepar pada gambaran histopatologi tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi rifampisin dan isoniazid.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Hepar

  2.1.1 Gambaran makroskopis

  Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh. Ia mempunyai selubung peritoneum dan ia menerima darah dari vena portae dan dari arteri hepatica sedangkan darah keluar dari alat tubuh ini melalui vena hepatica yang masuk ke dalam vena cava caudalis (Prihatni, 2005).

  Hepar tikus terdiri dari empat lobus utama, separuh bergabung satu sama lain. Lobus bagian dorsal dibagi menjadi bagian lobus kanan dan lobus kiri. Lobus lateral kiri tidak terbagi dan lobus lateral kanan yang dibagi menjadi bagian anterior dan posterior. Lobus caudal terdiri dari dua lobus yaitu lobus dorsal dan ventral ( Kukuh, 2013).

  Hepar sangat rentan terhadap pengaruh kebanyakan zat kimia, sebab hepar mudah berhubungan melalui vena porta dengan zat yang diserap dari lambung, usus, dan ginjal (Koeman, 1998). Bentuk toksin yang menginduksi lesi pada hepar berbeda-beda tergantung dari tipe, dosis, dan lamanya paparan begitu juga faktor lainnya seperti logam-logam, mineral dan zat kimia lain yang terabsorbsi masuk menuju portal darah yang ditransportasikan ke hepar (Thomson, 2001).

  8

  2.1.2 Gambaran mikroskopis

Gambar 2.1 Hepar Normal

  (Lumongga, 2008) Unsur struktural utama hepar adalah sel-sel hepar yang disebut dengan hepatosit. Sel-sel ini membentuk lempeng-lempeng yang saling berhubungan

  (hepatosit plate) sehingga terlihat sebagai unit struktural yang dinamakan lobulus hepar. Beberapa lobulus membentuk unit struktural yang dinamakan lobus. Diantara lempengan sel hepar terdapat kapiler yang dinamakan sinusoid. Sinusoid merupakan pembuluh yang melebar tidak teratur dan hanya terdiri atas satu lapisan endotel yang tidak kontinyu. Sel-sel endotel dipisahkan dari hepatosit yang berdekatan oleh celah disse (perisinusoidial space). Sinusois juga mengandung sel-sel fagosit yang disebut sel kupffer serta sel-sel yang menyimpan lemak yang terletak dicelah disse (Thomshon, 2001).

  Toksisitas pada jaringan hepar pada pemeriksaan patologis tampak berupa degenerasi sel dan nekrosis, kerja toksis jenis ini tidak mengubah fungsi sel (misalnya kandungan glikogen atau konsentrasi berbagai enzim) tetapi struktur sel langsung dirusak (Thomson, 2001).

  Beberapa kelainan patologi hepar yang sering ditemukan antara lain adalah cloudy swelling (degenerasi butir), nekrosis, serta degenerasi dan infiltrasi lemak.

  Degenerasi butir ditandai sitoplasma tampak berbutir. Degenerasi butir merupakan indikasi awal terjadinya nekrosis tetapi dapat pula muncul secara bersamaan. Protein pada sitoplasma yang pada keadaan normal menyatu dengan cairan sitoplasma mengendap karena pengaruh zat toksik sehingga membentuk butiran. Gejala ini termasuk gejala intoksikasi hepatik tingkat rendah. Secara mikroskopis, sel-selnya terlihat membesar, plasmanya berbutir, serta inti selnya menghilang (Hastuti, 2008).

  Kerusakan hepar dapat diamati dengan ditemukannyya apoptosis, degenerasi, dan nekrosis. Degenerasi adalah bentuk cidera yang bersifat reversible, yaitu bentuk cidera yang dapat kembali normal apabila jejas penyebabnya dihilangkan. Degenerasi yang menetap akan menyebabkan nekrosis. Degenerasi dibagi menjadi degenerasi hidropik dan degenerasi melemak. Degenerasi hidropik merupakan degenerasi yang paling umum terjadi (Clive, 2005). Ciri-ciri dari degenerasi hidropik dengan vakuolisasi sel-sel hepatosit. Proliferasi sel Kupffer, limfosit, dan neutrofil muncul diantara sel-sel hepatosit (Sunarno dan Fitriana, 2012).

  Nekrosis adalah kerusakan sel yang bersifat irreversible, sel yang mengalami nekrosis tidak bisa kembali berfungsi dengan normal. Nekrosis ditandai dengan piknotis, karioreksis, dan kariolisis. Piknotis yaitu proses terjadinya penyusutan dan pemadatan inti sel sehingga menjadi lebih basofilik dimana warna sel terlihat lebih biru dengan perwarnaan Hematoksilin eosin (H.E) dan secara mikroskopik ditandai dengan inti sel tampak lebih padat dan berwarna gelap. Karioreksis ditandai dengan inti hancur dan membentuk fragmen kromatin yang menyebar. Sedangkan kariolisis ditandai dengan inti sel yang mulai menghilang (Virgiawati, 2013).

2.2. Fungsi Hepar

  Hepar mempunyai fungsi yang sangat komplek, detoksikasi merupakan salah satu fungsi hepar yang dikerjakan oleh enzim melalui mekanisme oksidasi, reduksi, hidrolisis atau konjugasi. Kemampuan hepar untuk mensekresikan empedu mempunyai beberapa manfaat yang penting bagi tubuh dalam (1) pencernaan makanan, (2) membantu eksresi zat yang tidak berguna bagi tubuh, (3) berfungsi dalam metabolisme bilirubin (Retno dkk, 2010). (4) metabolisme kolestrol dan lemak, (5) detoksi berbagai macam obat dan racun, (6) sintesa urea, (7) membersihkan bakteri dari darah, (8) tempat penyimpanan glikogen, yang merupaka buffer bagi glukosa darah (Lumongga, 2008).

2.3. Kerusakan Hepar

  Kerusakan hepar yang ditimbulkan refampisin dan isoniazid dapat terjadi melalui beberapa mekanisme. Pemberian refampisin dan isoniazid dengan dosis toksik dapat mengubah struktur dan fungsi membran dengan meningkatkan kolesterol yang diikuti dengan menurunnya konsentrasi fosfolipid. Akibatnya rasio jumlah kolesterol terhadap fosfolipid juga meningkat. Tanda kerusakan hepar yang diakibatkan oleh refampisin dan isoniazid lainnya adalah menurunnya jumlah protein total maupun glikogen. Penurunan tersebut menandakan berkurangnya jumlah sel hepatosit yang memproduksi protein dan glikogen sehingga bobot organ hati secara keseluruhan lebih kecil daripada bobot normalnya. Selain itu, mekanisme perusakan hepar oleh refampisin dan isoniazid adalah dengan mengubah jalur respirasi pada mitokondria melalui peningkatan aktivitas ATP-ase sehingga mitokondria yang juga berperan dalam proses detoksifikasi menjadi tidak berfungsi (Hastuti, 2008).

  Metabolisme utama rifampisin adalah asetilasi oleh enzim sitokrom P-450 dan cytochrome P-450 2E1 (CYP 2E1) dengan menghasilkan zat yang hepatotoksik.

  Rifampisin dapat menginduksi mediator inflamasi dan meningkatkan produksi sitokin yang diinduksi nitric oxide (NO) dan interleukin8 (IL-8) dalam epitel sel hepar.

  Berbagai bentuk sitokrom, seperti CYP1A1, CYP1A2 dan CYP2E1, terlibat dalam generasi radikal bebas dan rifampisin sebagai mediator generasi radikal bebas dapat berhubungan dengan perubahan dalam ekspresi CYPs (Zhao,2013). Radikal bebas yang terbentuk ini akan berikatan dengan makromolekul hepar yang akan menyebabkan kerusakan hepatosit yang nantinya bisa menyebabkan jaringan hepar mengalami kerusakan yang dinilai melalui peningkatan aktivitas enzim ALT (Gaze, 2007).

2.4. Meniran

2.4.1 Taksonomi

  Nama lain dari Phyllanthus niruri Linn. adalah Phyllanthus amarus Linn., P urinaria Linn., P alatas BI., P. cantonensis Horner, P. echinathus Wall, P.

  leptocarpus Weight. Nama daerah lainnya yaitu Jawa : meniran, meniran merah,

  meniran hijau. Sunda : memeniran. Maluku : gosau cau, hsieh hsia chu (Dalimarta, 2000). Meniran tidak hanya ada di Indonesia tetapi tersebar di berbagai negara di dunia dengan penamaan yang berbeda pula, contohnya di Inggris meniran disebut sebagai Child a Back, sedangkan lain halnya di Cina, meniran disebut sebagai zheb chu cao atau ye xia xhu (Kardinan dan Kusuma, 2004).

  Taksonomi Klasifikasi Tanaman : Kingdom : Plantea Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiacceae Genus : Phyllantus Spesies : Phyllanthus niruri Linn (Heyne, 1987)

2.4.2. Habitat dan morfologi tanaman

  Meniran tumbuh liar di tanah datar dan daerah pegunungan tinggi 1 m sampai 1000 m dari permukaan laut. Tumbuhan ini tumbuh liar ditempat terbuka pada tanah gembur, berpasir diladang, tepi sungai dna dipantai, bahkan tumbuh liar disekitar pekarangan rumah (Dalimarta, 2000). Meniran memiliki rasa pahit, agak asam, serta bersifat sejuk atau mendinginkan. Secara empiris dan klinis, herba meniran berfungsi sebagai antibakteri atau antibiotik, antihepatotoksik, antipiretik, antiradang, antivirus, diuretik, ekspentoran dan hipoglikemik (Junieva, 2006).

Gambar 2.4 Tanaman Meniran

  (Dalimarta, 2000) Meniran merupakan tumbuhan terna, semusim, tumbuh tegak, tinggi 30-50 cm, bercabang-cabang. Batang berwarna hijau pucat, daun tunggal, letak berseling, helaian daun bundar memanjang, ujung tumpul, pangkal membulat, permukaan bawah berbintik kelenjar, tepi rata, panjang sekitar 1,5 cm, lebar sekitar 7 mm, berwarna hijau (Dalimarta, 2000).

2.4.3. Kandungan kimia

  Meniran mengandung senyawa-senyawa golongan lignin antara lain

  phyllanthin , hypophyllanthin, niranin, nirtrelanin, dan fitetralin. Akar dan daunnya

  mengandung suatu senyawa pahit dan beracun yang diduga merupakan suatu alkaloid, selain itu akar dan daunnya juga kaya senyawa flavonoid. Disamping itu juga mengandung saponin, kalium, damar, dan zat samak. Senyawa flavonoid yang terkandung dalam meniran berkhasiat sebagai antioksidan dan antikarsinogen.

  Phyllantin , hypophyllantin, vitamin K, tannin, dan damar berperan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan sebagai hepatoprotektor (Kukuh, 2013).

  Kandungan kimia meniran berupa Terpen (cymene, limonene, lupeol, lupeol

  acetate); flavonoid (quercetin, quercitrin, isoquercitrin, astragalin, rutine, physetinglucoside); lipid (ricinoleic acid, dotriancontanoic acid, linoleic acid, linolenic acid); benzenoid seperti halnya curcuma (methilsalisilate); alkaloid (norsecurinine, 4- metoxinor securinine, entnor securinina, nirurine); steroid (beta sitosterol); alcanes (triacontanal, triacontanol); dan zat lain (vitamin C, tannin, saponin) (Sunarno dan Fitriani, 2012).

  Flavonoid yang terdapat dalam meniran dapat menghambat terbentuknya radikal bebas karena sifat antioksidannya, menghambat peroksidasi lemak, dan mengubah struktur membrane sel (Kukuh, 2013).

  Meniran (Phyllanthus niruri L) mengandung zat aktif alkaloid, astragalin, brevifolin, asam karboksilat, corilagin, cymene, asam ellagit, ellagitannin, gallocatechin, geraniin, hypophyllantin, lignan, lintetralins, lupeols, metil salisilat, nirantin, nirtetralin, niruretin, nirurin, niruriside, norsecurinin, phyllanthin ,

  phyllanthinin , phyllanthenol, phyllochryine, phyltetralin , asam respandusinik,

  quercetin, quercetol, quercitrin, rutin, saponin, triacontanal, dan tricontanol. Senyawa aktif yang diduga memiliki efek pelindung hepar adalah phyllantin (Sulistyoningrum dan Pribadi, 2010).

  Zat kimia yang terkandung di dalamnya, yaitu phyllanthin dan

  hypophyllanthin , memiliki efek antioksidatif dan antihepatotoksik terhadap karbon

  4

  tetraklorida (CCl ) dan galaktosamin. Phyllanthin juga meningkatkan viabilitas hepatosit, mencegah pelepasan enzim-enzim hepar, menurunkan peroksidasi lipid, dan meningkatkan glutation. Phyllanthin terdapat pada akar, batang, daun, dan biji buah meniran. Kadar tertinggi ada pada daunnya. Konsentrasi phyllanthin sendiri tergantung dari lokasi penanaman terutama faktor ketinggian tanah (Sumardi, 2010).

2.4.4. Aktivitas meniran

  Meniran terbukti dapat meningkatkan aktifitas berbagai enzim antioksidan dan anti karsinogen dikarenakan pada meniran mengandung senyawa flavonoid.

  Pada keadaan tertentu meniran juga memiliki efek anti inflamasi. Efek ini penting untuk mengurangi kerusakan jaringan akibat respon inflamasi yang berlebihan.

  Meniran menunjukkan kemampuan menghambat nitrit oxida (NO) dan prostaglandin

  E-2 (PGE-2), menurunkan endotoxin-induced nitric oxide synthase (iNOS), cyclooxygenase (COX-2) , dan menghambat produksi NFκB secara in vitro . Juga

  menghambat induksi IL- - 1β, IL 10, dan IFNγ pada whole blood serta reduksi T NFα secara in vivo (Sunarno dan Fitriana, 2012).

  Meniran terbukti dapat meningkatkan aktifitas berbagai enzim antioksidan,

  seperti superoxide dismutase(SOD), catalase (CAT), glutathione-S-transferase (GST), glutathione peroxidase (GPX), dan glutathione reductase (GR), di darah

  maupun jaringan yang tereduksi pada radioterapi sehingga mereduksi kerusakan sel akibat radioterapi. Selain itu hasil penelitian menggunakan tikus menunjukkan adanya efek dalam menormalkan penumpukan asam lemak pada hepar setelah minum alkohol sehingga meniran (Phyllanthus niruri L) dapat dipakai sebagai obat hepatoprotektif atau anti hepatotoksik (Sunarno daan Fitriana, 2012).

  Meniran juga mampu merangsang sistem imun tubuh manusia, senyawa flavonoid yang terkandung meniran akan menempel ke sel imun dan memberikan respon intraseluler atau rangsangan untuk mengaktifkan kerja sel imun lebih baik. Sebuah penelitian telah menghasilkan produk obat imunostimulan yang berasal dari meniran yang dijual di pasaran dengan nama stimuno (Junieva, 2006).

  Akar meniran telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan murine P - 388 leukemia limfositik dan B - 16 sel melanoma baris ( 2,3 ) 7' - hidroksi - 3 ' , 4 ' , 5,9,9 ' - pentamethoxy - 3 , 4 . - methylene dioxy lignan diisolasi dari etil asetat yang di ekstrak dari meniran menunjukkan aktivitas antikanker dengan menghambat aktivitas apoptosis melalui penghambatan aktivitas telomerase dan ekspresi Bcl-2 ( Huang et al , 2009).

  Meniran juga diduga berguna untuk berbagai macam penyakit seperti diabetik, penyakit prostat, asma, demam, tumor, infeksi dan batu saluran kemih, demam tifoid, influenza, disentri, konstipasi, sakit perut, ulkus, dan lain-lain. Menurut beberapa penelitian ilmiah, meniran memiliki antispasmodik, antilitik (untuk batu ureter dan empedu), penghilang rasa sakit, antihipertensi, antiviral, antibakterial, diuretik, antimutagenik, dan juga efek hipoglikemia (Pradipta, 2010).

2.5. Hewan Coba (Rattus norvegicus)

  Hewan coba adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian dan pengamatan laboratorik. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetik atau keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya. Faktor ekonomi perlu pula dipertimbangkan mudah tidaknya diperoleh dan mampu memberikan reaksi biologis yang sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti (Heirmayani, 2000).

  Tikus merupakan spesies ideal untuk uji toksikologi karena berat badannya dapat mencapai 500 gram. Organ-organ tubuh tikus pun relatif besar sehingga materi dapat diberikan dengan mudah melalui berbagai rute. Kecepatan eksresi obat cenderung lebih tinggi pada tikus (Kusumawati, 2004).

  Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain memiliki berat 150-600 gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 18-25 cm, kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta telinga relatif kecil dan tidak lebih dari 20-23 mm. ada dua sifat utama yang membedakan tikus dengan hewan percobaan lainnya, yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim pada tempat bermuara esophagus ke dalam lambung sehingga mempermudah pemberian perlakuan secara peroral menggunakan sonde lambung, dan tidak mempunyai kandung empedu (Chory, 2013).

2.6. Rifampisin dan Isoniazid

  Rifampisin dan isoniazid merupakan obat lini pertama untuk terapi anti tuberkulosis, tetapi hepatotoksisitas yang dihasilkan dari penggunaan obat ini tetap menjadi masalah yang signifikan untuk pengobatan klinis. Rifampisin adalah makrosiklik antibiotik kompleks yang menghambat sintesis asam ribonukleat dalam berbagai mikroba patogen. Rifampisin memiliki efek bakterisida yang efektif melawan bakteri Mycobacterium tuberculosis (Saraswati, et,.al, 2014).

  Penggunaan kombinasi rifampisin dan isoniazid potensial meningkatkan resiko kejadian kerusakan hepar. Isoniazid menyebabkan kerusakan hepar berupa degenerasi vakouler dan nekrosis fokal. Isoniazid menimbulkan kerusakan hepar melalui jalur idionsinkratik (Sulistyoningrum dan Pribadi, 2012).

Dokumen yang terkait

PENGARUH EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri L.) TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI POTASIUM OKSONAT

3 32 19

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS PERORAL SUB-AKUT TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar)

0 19 28

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI ANGGUR MERAH (Vitis vinifera L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI SEL HEPAR TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus novergicus strain wistar) YANG DIINDUKSI ALKOHOL

0 3 26

PENGARUH EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIINDUKSI GENTAMISIN

5 28 64

PENGARUH EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ALVEOLUS PARU-PARU TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI GENTAMISIN

8 73 77

PENGARUH EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ALVEOLUS PARU-PARU TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI GENTAMISIN

6 51 69

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

6 25 78

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 40% KULIT MANGGIS (Garcinia Mangostana L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley YANG DIINDUKSI ISONIAZID

3 44 72

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI SEL HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

2 8 70

PENGARUH PEMBERIAN HERBISIDA GOLONGAN PARAQUAT DIKLORIDA PER-ORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

3 13 78