PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN PERCERAIAN DENGAN ALASAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDI ANALISIS PUTUSAN NOMOR: 666Pdt.G2011PA.Sal) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

  

PENOLAKAN PENGADILAN TERHADAP GUGATAN

PERCERAIAN DENGAN ALASAN KEKERASAN

DALAM RUMAH TANGGA

(STUDI ANALISIS PUTUSAN

NOMOR: 666/Pdt.G/2011/PA.Sal)

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam

  

Oleh :

KHALIM MUDRIK MASRUHAN

NIM : 21208003

  

JURUSAN SYARIAH

PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SALATIGA

  

2012

  

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

           

  

      

Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk

(menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh

habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-

kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan

tambahan sebanyak itu (pula)" (Q.S al-Kahfi 109).

  

PERSEMBAHAN

Untuk ayahku Abdul Rosyad dan bundaku

Khuzaemah yang telah dipanggil oleh-Nya, isteri

dan buah hatiku yang tercinta Muhammad Jangki

  

Dausat, para guru dan dosen STAIN Salatiga,

saudara-saudaraku, sahabat-sahabat

seperjuanganku, serta teman-teman yang selalu

memotivasiku.

KATA PENGANTAR

  

ميحرنا همحرنا للها مسب

يهعنا للهاب لاا ةىقلاو لىحلا هي دناو ايو دنارىما ًهع هيعتسو ًب و هيمناعنا بر لله دمحنا

مهسو مص مههنا ًنىسرو يدبع ادمحم نا دهشاو ًن ليرشلا يدحو للهالاا ًنالا نا دهشا ميظعنا

دعب اما . هيعمجا ًباحصاو ًنا ًهعو دمحم او ديس ًهع كرابو

  Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan taufiq serta hidayah-Nya, tak lupa shalawat serta salam saya sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari jalan yang gelap menuju ke jalan yang terang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul :

  “Penolakan Pengadilan Terhadap Gugatan Perceraian dengan Alasan Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Analisis Putusan Nomor: 666/Pdt.G/2011/PA.Sal)”.

  Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program S-1 Jurusan Syari‟ah, Program Studi Ahwal Al- Syakhshiyyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.

  Penulisan skripsi ini tidak akan selesai bila tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan meluangkan waktunya guna memberikan bimbingan dan petunjuk yang berharga demi terselesainya skripsi ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada: vii

  1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.

  2. Bapak Drs. Mubasirun, M.Ag selaku Kepala Jurusan Syari‟ah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.

  3. Bapak Ilyya Muhsin, S.HI, M.Si selaku Kepala Program Studi Ahwal Al- Syakhshiyyah (AHS) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun dan menyelesaikan skripsi.

  4. Bapak Benny Ridwan, M. Hum selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  5. Bapak Drs. H. Umar Muchlis selaku Ketua Pengadilan Agama Salatiga yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian dan bapak Hakim, bapak Panitera, ibu Wakil Panitera dan seluruh pegawai, karyawan dan karyawati Pengadilan Agama Salatiga yang telah membantu selama kegiatan penelitian di Pengadilan Agama Salatiga.

  6. Ayahanda Abdul Rosyad, Ibunda Khuzaemah (al marhum, al marhumah) dan istri tercinta yang telah banyak memberi bantuan moral dan spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  7. Teman-teman semuanya yang telah bersedia memberikan kritik, saran dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. viii

  8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

  Semoga amal kebaikannya mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak kekurangannya, untuk itu diharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini.

  Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi almamater dan semua pihak yang membutuhkannya.

  Amiiin yaa rabbal „alamiin.

  Salatiga, 5 September 2012 penulis, Khalim Mudrik Masruhan

  

ABSTRAK

  Masruhan, Khalim Mudrik. 2012. Penolakan Pengadilan Terhadap Gugatan

  Perceraian dengan Alasan Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Analisis Putusan Nomor: 666/Pdt.G/2011/PA.Sal). Skripsi. Jurusan

  Syari‟ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Benny Ridwan, M. Hum

  

Kata Kunci: Penolakan Pengadilan, Gugatan Perceraian, Kekerasan dalam

  Rumah Tangga Penelitian ini merupakan upaya menganalisis putusan Pengadilan Agama

  Salatiga nomor: 0666/Pdt.G/2011/PA.Sal tentang pengajuan gugatan perceraian dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga tahun 2011, pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah 1) Bagaimana Majelis Hakim dalam menilai alat bukti yang diajukan Penggugat di persidangan yang telah dituangkan dalam putusan tersebut. 2) Apa yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan yang menolak gugatan Penggugat dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga tersebut.

  Metode penelitian yang digunakan peneliti untuk menjawab rumusan masalah tersebut diatas adalah menggunakan metode penelitian yurisprudensi yang memfokuskan penelitian pada studi putusan. Adapun pendekatan yang digunakan dengan pendekatan yuridis normatif yakni suatu analisis untuk mengetahui apakah putusan tersebut sudah sesuai dengan undang-undang dan peraturan lain yang berlaku. Teknik pengumpulan data dengan tiga cara, yang pertama wawancara yakni tanya jawab secara lisan terhadap informan dengan berhadapan secara langsung, kedua observasi yang diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan terhadap informasi yang didapat selama melakukan penelitian, ketiga dokumentasi yakni pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi yang berupa catatan, transkip, buku, dan lain sebagainya.

  Pengajuan gugatan perceraian dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga ditolak oleh Majelis Hakim dengan alasan bahwa alat bukti yang diajukan Penggugat tidak memenuhi syarat formil pembuktian, meskipun Penggugat sudah mengajukan alat bukti yang sah, sehingga penilaian Majelis Hakim dalam pembuktian ini bertentangan dengan pasal 5 (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 yang diubah menjadi Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 pasal 4 (2) Tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 132, 155, 119 HIR. Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya tidak mencantumkan sama sekali pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi atau doktrin hukum. Hal ini bertentangan dengan pasal 25 (1), pasal 28 (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, pasal 14 (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

  i …………………………………………………….

  

HALAMAN LOGO STAIN SALATIGA........... ii

……………………….

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN iv

  ………………………….

  

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN v

………………..

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN vi

  ……......……………… KATA PENGANTAR....... ………………………………………………. vii ABSTRAK.. x ……….……………………………………………………..

  

DAFTAR ISI............................................................................................... xi

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang M

  1 asalah …………………………………...

  B. Rumusan Masalah

  5 ………………………………………… C. Tujuan Penelitian.

  5 ………………………………………… D.

  6 Kegunaan Penelitian …....................……………………….

  E. Penegasan Istilah 7 …………………………………………..

  F. Tinjauan Pustaka 8 …………………………………………..

  G. Metode Peneli tian …………………………………………. 10 H.

  Sistematika Penulisan ……………………………………... 14

  BAB II PENERAPAN HUKUM ACARA PERDATA PERADILAN AGAMA DALAM PEMERIKSAAN GUGATAN PERCERAIAN A. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama

  …........………….. 16

  B. Gugatan Perceraian

  24 …......................................................…

  C. Hukum Acara Pemeriksaan Perkara Perceraian

  34 …......…… D. Hukum Acara Pembuktian ..................................................

  47 E. Putusan..................................................................................

  79

  BAB III PRAKTIK PELAKSANAAN HUKUM ACARA PERDATA PERADILAN AGAMA DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA DALAM MEMERIKSA DAN MENGADILI PERKARA GUGATAN PERCERAIAN A. Profil Pengadilan Agama Salatiga.........................................

  90 B. Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga ………………… 101

  C. Administrasi Berperkara di Pengadilan Agama Salatiga..............................................................................

  … 106

  D. Proses Pemeriksaan pada Perkara Gugatan Perceraian ….... 122

  E. Sikap Hakim Terhadap Dalil-dalil Gugatan Penggugat 136 TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN

  BAB IV ANALISIS AGAMA SALATIGA YANG MENOLAK GUGATAN PERCERAIAN DENGAN ALASAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Proses Pemeriksaan Perkara ...........................................

  ….. 138

  B. Dasar Hukum Majelis Hakim dalam Menetapkan Putusan 143

  BAB V PENUTUP A Kesimpulan ………………………………………………... 147 B Saran ………………………………………………………. 149 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas pokok Pengadilan Agama sebagaimana dalam Undang-

  undang Nomor 14 Tahun 1970 pasal 2 adalah “menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya”.

  Pengadilan Agama dalam memeriksa perkara di persidangan menghasilkan tiga macam yaitu putusan, penetapan dan akta perdamaian. Selain itu, ada pula produk Pengadilan Agama yang bukan merupakan produk sidang tetapi mempunyai kekuatan hukum seperti putusan sebagai akta otentik yaitu akta komparasi dan akta keahliwarisan.

  Putusan adalah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh Hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan atau kontensius (Arto, 2007:251). Pengadilan Agama melalui Majelis Hakim dalam menerima, memeriksa dan mengadili suatu perkara gugatan atau kontensius diakhiri dengan suatu putusan. Putusan tersebut dapat berupa putusan akhir, putusan sela, putusan gugur, putusan verstek, putusan tidak menerima, putusan menolak gugatan Penggugat, putusan mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian dan menolak atau tidak menerima selebihnya dan lain sebagainya.

  Pengadilan Agama setelah memeriksa dan mengadili gugatan, dapat menolak gugatan Penggugat apabila dalam pokok gugatan atau dalil- dalil gugat tersebut tidak dapat dibuktikan oleh Penggugat dalam persidangan. Tentunya Majelis Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut harus sudah melalui semua tahap pemeriksaan persidangan. Proses pemeriksaan perkara perdata dilakukan melalui beberapa tahap dalam hukum acara perdata, setelah hakim terlebih dahulu berusaha dan tidak berhasil mendamaikan para pihak berperkara. Berkaitan dengan hal tersebut menurut Arto (2007:83)

  , ”tahap-tahap pemeriksaan perkara perdata dalam persidangan adalah pertama pembacaan gugatan, kedua jawaban Tergugat, ketiga Replik Penggugat, keempat Duplik Tergugat, kelima Pembuktian, keenam kesimpulan, dan yang ketujuh adalah putusan hakim”.

  Pembuktian merupakan tahapan pemeriksaan persidangan yang kelima. Pembuktian atau membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan di persidangan dalam suatu persengketaan. Sedangkan menurut Arto (2007:139), “membuktikan artinya mempertimbangkan secara logis kebenaran suatu fakta atau peristiwa berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan menurut hukum pembuktian yang berlaku”.

  Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, di Pengadilan Agama Salatiga ada suatu pengajuan gugatan perceraian dengan alasan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya yang diajukan pada tanggal 8-9-2011, nomor: 666/Pdt.G/2011/PA.Sal. Namun pengajuan gugatan perceraian tersebut oleh Pengadilan Agama Salatiga ditolak.

  Pemeriksaan persidangan perkara tersebut mulai dari pembacaan gugatan sampai pada tahap pembuktian, Tergugat tidak hadir setelah dipanggil secara sah dan patut. Penggugat juga telah mengajukan alat-alat bukti atau dalil-dalil gugatannya berupa seorang saksi dan salinan putusan Pengadilan Negeri Salatiga nomor: 45/Pid.Sus/2011/PN.Sal, tanggal 12 Oktober 2011.

  Disamping akta otentik berupa putusan dan saksi sebagai alat bukti yang diajukan Penggugat, antara Penggugat dan Tergugat juga mengadakan perjanjian perkawinan sebagaimana tercantum dalam Kutipan Akta Nikah Nomor: 240/231/VIII/1996, tanggal 12 Agustus 1996 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, yang isinya sebagai berikut:

  Sewaktu-waktu saya:

  a. Meninggalkan istri saya dua tahun berturut-turut;

  b. Atau, saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya; c. Atau, saya menyakiti badan/jasmani istri saya;

  d. Atau, saya membiarkan (tidak meperdulikan) istri saya enam bulan lamanya, kemudian istri saya tidak ridha dan mengadukan halnya kepada Pengadilan Agama dan pengaduannya dibenarkan, serta diterima oleh Pengadilan tersebut, dan istri saya membayar uang sebesar Rp. 1000,00 (seribu rupiah) sebagai iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.

  Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

  pasal 29 (1) menyebutkan: Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut (Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 2001:138).

  Perjanjian perkawinan bukan sesuatu yang wajib ada dalam perkawinan, namun apabila perjanjian taklik talak sudah dibuat maka perjanjian tersebut tidak dapat dicabut kembali. Hal ini sesuai dengan pasal 46 (3) Kompilasi Hukum Islam yang isinya sebagai berikut, “Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali” (Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 2001:328).

  Mengenai Hukum Acara Perdata Islam, pengajuan alat bukti diatur dalam al- Qur‟an surat al-Baqarah ayat 282 yang bunyinya :

  

     

  Artinya, “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu) (Q.S, al-

  Baqarah:282)”. Surat ath-Thalaq ayat 2 :

                         

  Artinya, Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Q.S Ath- Thalaq:2)

  Rasulullah SAW bersabda :

  تىيبنا : لاق مهسو ًيهع للها يهص لىسر نا حيحص داىساب يواربطناو يقهيبنا يور ) يواربطناو يقهيبنا ياور ( ركوا هم يهع هيميناو يعدمنا يهع

  Artinya, “Bayyinah itu diwajibkan kepada Penggugat dan sumpah itu diwajibkan kepada orang yang mengingkari”. (H.R, Baihaqi dan Thabarani) (Sabiq, 1987:42).

  Secara bahasa lafal bayyinah dalam hadits tersebut berarti hujjah (argumentasi), atau burhan (tanda bukti). Sedangkan menurut istilah para

  fuqoha, bayyinah adalah segala sesuatu yang diusahakan oleh Penggugat

  untuk membenarkan gugatannya dalam memperoleh keputusan yang diharapkan, sehingga bayyinah itu merupakan syarat mutlak untuk memperkuat suatu gugatan.

  B. Rumusan Masalah

  Bertolak dari latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah pertama bagaimana Majelis Hakim dalam menilai alat bukti yang diajukan Penggugat di persidangan yang telah dituangkan dalam putusan tersebut ? Kedua apa yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan yang menolak gugatan Penggugat dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga tersebut ?

  C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, penelitian ini mempunyai tujuan yaitu:

  1. Untuk mengetahui Majelis Hakim menilai alat bukti yang diajukan Penggugat di persidangan yang telah dituangkan dalam sebuah putusan.

  2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan yang menolak gugatan Penggugat dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga.

D. Kegunaan Penelitian

  Agar tulisan ini dapat memberikan hasil yang berguna secara keseluruhan, maka penelitian ini sekiranya dapat memberikan manfaat diantaranya:

  1. Teoritis

  Memberikan sumbangsih terhadap kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya yang memiliki kaitan dengan gugatan perceraian sehingga dapat mengungkap permasalahan-permasalahan yang saling berhubungan erat (inherent) di dalam proses pembaharuan hukum.

  2. Praktis

a. Bagi masyarakat

  Memberi wawasan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai gugatan perceraian serta akan dapat menunjukkan ke arah mana sebaiknya hukum dibina berhubung dengan perubahan- perubahan masyarakat.

  b. Bagi Pengadilan Agama

  Memberi masukan tentang perkembangan aspirasi dan kebutuhan hukum yang terus berkembang dalam masyarakat tentang gugatan perceraian.

  c. Bagi STAIN Salatiga

  Memberi masukan kepada akademik tentang masalah hukum kekeluargaan (ahwal al-syakhshiyyah) yang memiliki banyak perkembangan dalam masyarakat sehingga menarik untuk dimasukkan sebagai kurikulum yang nantinya dapat memenuhi kebutuhan dalam masyarakat serta menunjang pembaharuan hukum dari hasil penemuan-penemuan di lapangan.

  d. Bagi Penulis

  Menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola berpikir serta pemenuhan pra-syarat dalam menyelesaikan pembelajaran ilmu hukum Islam dalam bidang hukum keluarga (ahwal al-Syakhshiyyah) pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.

E. Penegasan Istilah

  Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran yang berbeda dengan maksud utama penulis dalam penggunaan kata pada judul, maka perlu penjelasan beberapa kata pokok yang menjadi inti penelitian.

  Adapun yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:

  1. Penolakan pengadilan adalah gugatan yang diajukan oleh Penggugat ke

  pengadilan dalam putusan akhir yang dijatuhkan setelah menempuh semua tahap pemeriksaan, dalil-dalil gugat tidak terbukti (Mardani, 2009:120).

  2. Gugatan Perceraian adalah surat-surat yang diajukan oleh Penggugat

  kepada Ketua Pengadilan Agama yang berwenang yang memuat tuntutan hak yang didalamnya mengandung suatu sengketa dan sekaligus merupakan dasar pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak yang berkaitan perceraian.

  3. Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah suatu bentuk penganiayaan

  (abuse) secara fisik maupun emosional atau psikologis yang merupakan suatu cara pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan rumah tangga (Awwalin, 2005:21)

F. Tinjauan Pustaka Penolakan Pengadilan Terhadap Gugatan Perceraian dengan

  Alasan Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Analisis Putusan Nomor:

  666/Pdt.G/2011/PA.Sal) belum pernah diangkat menjadi skripsi. Meskipun demikian peneliti menemukan judul skripsi yang memilki kaitan dengan masalah gugatan perceraian yaitu :

1. Kekerasan terhadap Isteri Dalam Rumah Tangga Sebagai Alasan

  Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 1999-

  2001) yang diangkat oleh Siti Nakiyah fokus pembahasannya adalah pengertian kekerasan dalam rumah tangga, bentuk dan motif kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga, pandangan Hukum Islam tentang kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga, data perkara perceraian yang dikabulkan gugatannya di Pengadilan Agama Salatiga antara tahun 1999-2001 dengan alasan kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga.

  2. Khulu’ Sebagai Penyebab Putusnya Perkawinan (Studi Kasus di

  Pengadilan Agama Salatiga 2004-2005) oleh Wiwien Tri Haryono dengan fokus penelitian membahas tentang hukum dan syarat talak, pengertian perceraian, macam- macam talak khulu‟, kasus perceraian dan sebab khulu‟ di Pengadilan Agama Salatiga, putusnya perkawinan karena khulu‟.

  

3. Kekerasan Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga (Studi Komparatif

  Terhadap Hukum Islam dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004) oleh Fithri Awwalin fokus pembahasannya adalah pengertian kekerasan dalam rumah tangga, latar belakang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, bentuk-bentuk kekerasan dalam perspektif Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 dan Hukum Islam, akibat hukum tindakan kekerasan yang dilakukan.

  

4. Pelanggaran Sighot Taklik Talak dalam Pernikahan Sebagai Alasan

Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2002-

  2004) oleh Umi Masykuroh fokus pembahasannya adalah pengertian, dasar hukum dan faktor-faktor perceraian, dasar hukum dan macam- macam taklik talak, pelanggaran taklik talak sebagai alasan perceraian, proses penyelesaian perkara dengan alasan pelanggaran taklik talak, data perceraian yang disebabkan pelanggaran taklik talak.

  Berbeda dengan skripsi-skripsi yang sudah ada, disini penulis menfokuskan pada dasar hukum penolakan Pengadilan Agama terhadap gugatan perceraian dengan alasan adanya kekerasan dalam rumah tangga, membahas hukum acara peradilan Agama, tentang alat-alat bukti atau dalil- dalil gugatan dan pertimbangan khusus apa yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan putusan.

G. Metode Penelitian

  Untuk memperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode penelitian yang diantaranya adalah:

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Pendekatan

  Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum normatif (yuridis normatif). Penelitian hukum normatif (yuridis normatif) yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Dalam penelitian ini yang akan dicari terkait dengan putusan perceraian.

b. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang secara umum bersifat deskriptif. Sifat deskriptif ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang baik, jelas, dan dapat memberikan data secermat mungkin tentang obyek yang diteliti. Dalam hal ini untuk menggambarkan semua hal yang berkaitan tentang penolakan pengadilan terhadap gugatan perceraian di Pengadilan Agama Salatiga

  2. Lokasi Penelitian

  Penelitian ini dilakukan oleh penulis di Pengadilan Agama Salatiga Jl. Lingkar Selatan, Kelurahan Cebongan, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga. Penulis memilih lokasi tersebut karena Pengadilan Agama Salatiga yang dalam tugas pokoknya menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, termasuk di dalamnya gugatan perceraian. Disamping itu penulis mempunyai pertimbangan lain penelitian ini dilakuan di Pengadilan Agama Salatiga yaitu untuk mengatahui sejauh mana antara teori dan praktik pelaksanaan undang-undang dan peraturan tentang Peradilan Agama.

  3. Sumber Data

  Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu: a.

   Informan

  Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi atau orang yang menjadi sumber data dalam penelitian (Departemen Pendidikan Nasional, 2002:432). Informan adalah mereka yang mempunyai banyak pengalaman atau yang berhubungan tentang masalah yang sedang diteliti. Informan diharapkan dapat memberikan pandangan mengenai semua hal yang berkaitan dengan latar penelitian setempat. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah Ketua Pengadilan Agama Salatiga, hakim, panitera.

b. Dokumen

  Dokumen adalah surat yang tertulis atau tercetak yang dapat dipakai sebagai bukti keterangan (Departemen Pendidikan Nasional, 2002:272): 1)

  Surat gugatan Penggugat 2)

  Salinan putusan 3)

  Buku-buku yang memiliki kaitan dengan penelitian ini 4)

  Artikel ilmiah 5)

  Arsip-arsip yang mendukung 6)

  Putusan Hakim

4. Prosedur Pengumpulan Data

  Prosedur pengumpulan data adalah proses untuk menghimpun data yang diperlukan, relevan serta dapat memberikan gambaran dari aspek yang akan diteliti baik penelitian pustaka ataupun penelitian lapangan.

  Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan metodologi penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung secara aktif ke lapangan.

  Prosedur penelitiannya meliputi:

  a. Wawancara

  Wawancara adalah tanya jawab secara lisan terhadap informan dengan berhadapan secara langsung. Wawancara dilakukan penulis kepada Ketua Pengadilan Agama Salatiga, hakim, panitera.

  b. Observasi

  Kegiatan ini diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan terhadap informasi yang didapat selama melakukan penelitian.

  Observasi penelitian ini dilakukan di Kantor Pengadilan Agama Salatiga baik di luar maupun di dalam proses persidangan.

  c. Dokumentasi

  Dokumentasi adalah pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, agenda, dan lain sebagainya. Salah dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berkas secara utuh gugatan perceraian yang akan diteliti.

5. Analisis Data

  Yang dimaksud dengan analisis data yaitu suatu cara yang dipakai untuk menganalisa, mempelajari serta mengolah kelompok data tertentu, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang kongkret tentang permasalahan yang diteliti dan dibahas. Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisa data deduktif yaitu cara dengan berpikir dan bertolak dari pernyataan yang bersifat umum kemudian ditarik pada persoalan yang berkaitan dengan penelitian (Nawawi, 1990:63). Metode ini digunakan dalam rangka mengetahui bagaimana penerapan kaidah- kaidah normative dan yuridis dalam perkara gugatan perceraian.

  6. Pengecekan Keabsahan Data

  Dalam suatu penelitian, keabsahan data mempunyai peranan yang sangat besar, sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu pengecekan. Menurut Nawawi

  (1992:218), “hasil penelitian sebelum atau sesudah tersusun sebagai laporan dan bahkan penafsiran-penafsiran data, perlu dicek kebenarannya, agar waktu didistribusikan tidak terdapat keragu-raguan.

  7. Tahap-tahap Penelitian

  Setelah peneliti menentukan tema yang akan diteliti, maka penulis melakukan penelitian pendahuluan ke Pengadilan Agama Salatiga guna mendapatkan data awal dengan bertanya kepada panitera dan hakim sehingga menghasilkan sebuah catatan-catatan, kemudian mencari permasalahan yang ada. Data awal dan masalah yang sudah diperoleh kemudian dilanjutkan dengan proses observasi ke lapangan dan melakukan wawancara-wawancara kepada informan. Setelah data dan fakta telah didapatkan langkah selanjutnya adalah proses penyusunan.

H. Sistematika Penulisan

  Dalam penelitian ini, sistematika penulisan dapat digambarkan sebagai berikut: Bab I, Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, metode penelitian (pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian), dan sistematika penulisan.

  Bab II, Kajian Pustaka yang meliputi: hukum acara perdata Pengadilan Agama, pembahasan tentang gugatan perceraian, hukum acara pemeriksaan, hukum acara pembuktian, putusan. Bab III, Hasil Penelitian dan Pembahasan yang meliputi: profil Pengadilan Agama Salatiga, kewenangan Pengadilan Agama Salatiga, administrasi berperkara di Pengadilan Agama Salatiga, proses pemeriksaan gugatan dalam persidangan, sikap hakim terhadap dalil-dalil gugatan.

  Bab IV, Analisis Data yang meliputi: Analisis putusan yang meliputi proses pemeriksaan perkara, dasar hukum atau pertimbangan yang dipakai majelis hakim dalam menetapkan putusan.

  Bab V, Penutup yang meliputi: kesimpulan dan saran.

BAB II PENERAPAN HUKUM ACARA PERDATA PERADILAN AGAMA DALAM PEMERIKSAAN GUGATAN PERCERAIAN A. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama

1. Pengertian

  Hukum Acara Peradilan Agama adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil Peradilan Agama dengan perantaraan hakim Peradilan Agama.

  Sedangkan Hamami (2003:24) mengatakan bahwa Hukum Acara Perdata Peradilan Agama adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang bagaimana cara mengajukan tuntutan hak di pengadilan di lingkungan Badan Peradilan Agama, bagaimana cara hakim memeriksa dan memutus perkara yang ditanganinya, dan bagaimana cara melaksanakan putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan Badan Peradilan Agama.

  Hukum Acara Perdata Peradilan Agama termasuk dalam ruang lingkup hukum prifat (privat law) disamping Hukum Perdata Materiil.

  Hukum Acara Perdata disebut juga Hukum Perdata Formal, karena ia mengatur tentang proses penyelesaian perkara melalui pengadilan sesuai dengan norma-norma yang telah ditentukan secara formal sebagaimana tercantum dalam pasal 54 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Hukum Acara Perdata yang berlaku di Peradilan

  Agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada Peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus.

  Adapun Hukum Acara Peradilan Agama yang diatur secara khusus adalah pertama biaya perkara perceraian dibebankan kepada penggugat, kedua saksi keluarga yang dihadirkan dalam persidangan, ketiga sumpah l i‟an, keempat perkara perceraian sidang dilaksanakan dalam sidang tertutup untuk umum, kelima perkara perceraian dengan harta bersama dalam satu gugatan atau perkara, keenam dalam perkara perceraian gugatan diajukan di tempat penggugat, ketujuh khulu‟, kedelapan panggilan tergugat yang ghaib dalam perkara perceraian.

2. Asas Hukum Acara Perdata Peradilan Agama

  Pengadilan Agama dalam melaksanakan tugas-tugas peradilannya harus berpijak pada berbagai asas yang dimilikinya.

  Adapun asas-asas Hukum Acara Peradilan Agama sebagaimana disebutkan dalam HIR, RBG, Rv, Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, yaitu: a. Peradilan Agama adalah peradilan negara.

  b. Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.

  c. Peradilan Agama menetapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila. d. Peradilan Agama memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara berdasarkan hukum Islam.

  e. Peradilan Agama dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

  f. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.

  g. Peradilan dilakukan menurut hukum dan tidak membedakan orang.

  h. Peradilan dilakukan bebas dari pengaruh dan campur tangan dari luar. i. Peradilan dilakukan dalam persidangan majelis dengan sekurang- kurangnya 3 (tiga) orang hakim (ketua dan dua anggota) dengan dibantu oleh panitera sidang. j. Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili. k. Hakim bersifat menunggu.

  Maksudnya yaitu tidak ada tuntutan hak maka tidak ada hakim (nemo yudek sine aktore), hakim dianggap tahu (ius curia

  novit ), inisiatif mengajukan perkara ada pada pihak yang berkepentingan (inde ne proeedat ex officio).

  l. Hakim pasif.

  Maksudnya yaitu para pihak yang wajib membuktikan (verharlungs maxime), sedangkan hakim wajib mengumpulkan bahan (untersiungs maxime). m. Hakim aktif dalam memimpin persidangan. n. Mendengar kedua belah pihak dan tidak memihak. o. Pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka sidang yang dihadiri kedua pihak. p. Hakim membantu para pihak. q. Putusan harus disertai alasan dan memuat dasar hukum. r. Hakim wajib mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya, hakim tidak boleh menolak perkara dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili. s. Rapat permusyawaratan hakim bersifat rahasia. t. Setiap putusan atau penetapan dimulai dengan kalimat

  Bismillahirrahmanirrahim diikuti dengan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. u. Terhadap setiap putusan atau penetapan diberikan jalan upaya hukum menurut undang-undang.

3. Sumber Hukum

  a. HIR (Herzeine Indlandsch Reglement) atau Reglement Indonesia yang diperbaharui).

  b. R.Bg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten) atau Rechtsreglement Buitengenwesten, Staatblad Tahun 1927 Nomor 227.

  c. Rv (Reglement of de Burgelijke Rechsvordering) Staatblad Nomor 52, 63 Tahun 1849 apabila tidak ada dalam HIR dan R.Bg.

  d. KUH (Kitab Undang-undang Hukum Acara) Perdata Buku III tentang pembuktian dan daluarsa. e. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan.

  f. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004.

  g. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Republik Indonesia yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004.

  h. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, yangg telah diubah denga Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009. i. Undang-undang Nomor 41 Tentang Wakaf. j. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Biaya Meterai. k. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. l. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. m. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. n. Undang-undang nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun. o. Undang- undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari‟ah. p. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik. q. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor

  73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Perasuransian. r. Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Gubernur Bank Indonesia. s. Kompilasi Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Ekonomi Islam. t. Perma (Peraturan Mahkamah Agung). u. Sema (Surat Edaran Mahkamah Agung). v. Permenag (Peraturan Menteri Agama). w. Kepmenag (Keputusan Menteri Agama). x. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia. y. Fatwa Dewan Syariah Nasional. z. Kitab-kitab fiqh Islam dan sumber hukum tidak tertulis lainnya.

4. Tugas Hakim

  Peradilan Agama sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman mempunyai tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya guna menegakkan hukum dan keadilan.

  Hakim Peradilan Agama mempunyai tugas untuk menegakkan Hukum Perdata Islam yang menjadi wewenangnya dengan cara-cara yang diatur dalam Hukum Acara Peradilan Agama.

  Tugas pokok hakim dibagi menjadi dua pertama tugas yustisial dan kedua tugas bukan di bidang yustisial. Tugas hakim dibidang yustisial yaitu: a. Membantu pencari keadilan. Hal ini diatur dalam pasal 5 (2) Undang- undang Nomor 14 Tahun 1970. Pemberian bantuan tersebut harus dalam hal-hal yang dianjurkan oleh hukum acara perdata yaitu dalam hal-hal sebagai berikut: 1). Membuat gugatan bagi yang buta huruf. 2). Memberi pengarahan tata cara berperkara secara prodeo. 3). Menyarankan penyempurnaan surat kuasa. 4). Menganjurkan perbaikan surat gugatan. 5). Memberi penjelasan tentang alat bukti yang sah. 6). Memberi penjelasan tentang cara mengajukan bantahan dan jawaban.

  7). Bantuan memanggil saksi secara resmi. 8). Memberi penjelasan tentang acara verzet dan rekonpensi. 9). Memberi penjelasan tentang upaya hukum. 10). Mengarahkan dan membantu menformulasikan perdamaian.

  b. Mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa.

  Perdamaian adalah lebih baik daripada putusan yang dipaksakan terutama dalam gugatan perceraian, maka hakim harus lebih bersungguh-sungguh dalam upaya perdamaian.

  c. Mengawasi pelaksanaan putusan.

  Panitera dan Jurusita yang dipimpin Ketua Pengadilan merupakan pelaksana putusan dalam perkara perdata. Hakim wajib mengawasi pelaksanaan putusan tersebut agar putusan dapat dilaksanakan dengan baik.

  d. Memimpin persidangan.

  Dalam memimpin persidangan hakim menetapkan hari sidang, memerintahkan memanggil para pihak berperkara, mengatur mekanisme sidang, mengambil prakarsa untuk kelancaran sidang, melakukan pembuktian dan mengakhiri sengketa.

  e. Meminutir berkas perkara.

  Minutering yaitu tindakan yang menjadikan semua dokumen perkara menjadi dokumen resmi dan sah.

  f. Memberi pengayoman kepada pencari keadilan.

  Hakim wajib memberi rasa aman dan pengayoman kepada pencari keadilan melalui pendekatan secara manusiawi, sosiologi, psikologi, dan filosofis yang relijius dan sekaligus yuridis.

  g. Memeriksa dan mengadili perkara.

  Dalam memeriksa dan mengadili perkara hakim harus mengikuti prosedur hukum acara pemeriksaan.

  h. Mengatasi segala hambatan dan rintangan.

  Untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, maka hakim wajib mengatasi segala rintangan baik yang berupa tehnis maupun yuridis. i.

  Menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

  Sebagaimana pasal 27 (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. j. Mengawasi penasehat hukum.

  Pengawasan terhadap penasehat hukum bertujuan membantu peradilan apabila terjadi pelanggaran kode etik dan hukum profesi yang dilakukannya.

  Sedangkan tugas hakim bukan dibidang yustisial adalah: a. Tugas pengawasan sebagai hakim pengawas bidang.

  b. Turut melaksanakan hisab, rukyat dan mengadakan kesaksian hilal.

  c. Melayani riset untuk kepentingan ilmiah.

  d. Sebagai rokhaniwan sumpah jabatan.

  e. Memberikan penyuluhan hukum.

  f. Tugas-tugas lain yang diberikan kepadanya.

B. Gugatan Perceraian

1. Pengertian

  Gugatan pada prinsipnya didefinisikan sebagai tuntutan hukum guna pemenuhan hak dan kewajiban tertentu, yang diajukan oleh seseorang atau lebih (sebagai penggugat) terhadap seseorang atau suatu badan hukum atau lebih (sebagai tergugat).

  Gugatan adalah suatu surat yang diajukan oleh penggugat kepada Ketua Pengadilan Agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang di dalamnya mengandung suatu sengketa dan sekaligus merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak (Arto, 2007:36).

Dokumen yang terkait

POLA PEMBINAAN PRA PERNIKAHAN DALAM PENURUNAN ANGKA PERCERAIAN DI KUA KECAMATAN KANDANGAN KABUPATEN TEMANGGUNG) 2014-2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Hukum Islam

0 0 102

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 102

MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA TAHUN 2012-2013 SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

0 0 88

NILAI-NILAI KEDISIPLINAN DALAM NOVEL ANAK SEJUTA BINTANG SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

0 1 156

ANALISIS PENETAPAN WALI ADHOL DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2010 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 91

STUDI ANALISIS PERANAN ADVOKAT NON MUSLIM DALAM MENANGANI PERKARA DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 100

ADVOKASI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDI PERAN KOALISI PEREMPUAN INDONSIA (KPI) KOTA SALATIGA TAHUN 2010-2015) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

0 0 100

ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA MAGELANG NOMOR PERKARA 0054Pdt.G2015PA.Mgl TENTANG PERMOHONAN NOVASI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 2 179

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUS NOMOR 46PUU-VIII2010 TERHADAP KEWARISAN ANAK LUAR KAWIN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 101

HAK-HAK ISTRI PASCA PERCERAIAN AKIBAT KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0883Pdt.G2017PA.Amb) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 117