HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PRES

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP SETIA DARMA PALEMBANG

Skripsi Oleh :

NURASTUTI Nomor Induk Mahasiswa 2011 141 032 Program Studi Pendidikan Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDKAN UNIVERSITAS PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA PALEMBANG 2015

Skripsi ini ku persembahkan kepada:

♥ Kedua orang tuaku tercinta: Ayahanda Suparno dan Ibunda Sumirah yang senantiasa mendo’akanku disetiap sujudnya, mencintaiku, dan selalu mengharapkan keberhasilanku.

♥ kakak-kakakku tercinta (Kak Sam, Kak Totok dan Kak Pus), Istri-Istri kakakku (Mba Ratna, Mba Yeyen dan Mba Indah ) dan seluruh keluarga besar ku yang

selalu mendo’akanku untuk keberhasilan yang ku raih.

♥ Seseorang yang paling dekat denganku yang tak pernah bosan menyemangatiku, menasehatiku serta senantiasa memberikan motivasi dan d o’a demi keberhasilanku (Aris Munandar)

♥ Saudara –saudaraku, (Neng Lisda, A Lena, Adindin, Nora Dwi Purwanti, Meri, Mar, Deti, Lina, dll) dan Anak-anak BK kelas A 2011 (Dita, Aryani, Rika Leniati dkk) yang berjuang bersama dalam menggapai impian ini, I Love U all

♥ Sahabat Kesayanganku Definta Dwi Yuninda, S.Kep terimakasih telah bersedia membantu, memberi suport dan mendo’akanku.

♥ Bapak dan ibu Guru SDN 3 Makarti Jaya, SMP Negeri 1 Makarti Jaya, SMA Negeri 1 Makarti Jaya dan Bapak Ibu Dosen di Prodi BK, terimakasih atas Ilmu yang telah kalian berikan selama ini sehingga aku bisa menjadi seperti sekarang.

♥ Bapak Dr.Edi Harapan,M.Pd dan Bapak Drs. H.Moch.Edwar Romlie,SE.,M.M, yang selalu memberikan nasehat, masukan dan bimbingan kepada saya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

♥ Dan semua orang yang tidak dapat ku sebutkan satu persatu, terima kasih telah memberikan dukungan, Semangat, dan Motivasi kepadaku dan seluruh pencinta Ilmu.

♥ Almamater Biru ku yang sangat aku banggakan.

Motto :

“......jadilah orang yang tetap sejuk di tempat panas, tetap manis di tempat yang begitu pahit, tetap merasa kecil meskipun telah menjadi besar dan

tetap tenang di tengah badai yang paling hebat....... ".

Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul

“Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Setia Darma Palembang”, yang bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dan syarat yang harus ditempuh dalam rangka mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia (UNIV – PGRI Palembang).

Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan oleh penulis sendiri tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang terkait. Sehubungan dengan itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. H. Syarwani Ahmad, M.M., Rektor Universitas PGRI Palembang yang telah memberikan fasilitas selama perkuliahan.

2. Ibu Drs. Andinasari, M.M., Dekan FKIP Universitas PGRI Palembang yang telah membantu dalam proses administrasi pengajaran.

3. Ibu Dra.Hj.Susun Nayati Nasution,M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Bimbingan dan Konseling Universitas PGRI Palembang

4. Bapak Drs. H. Moch. Edwar Romli, SE., M.M., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas PGRI Palembang sekaligus sebagai dosen pendamping yang telah memberikan masukan, kritik dan saran yang sangat berarti dalam skripsi ini.

5. Bapak Dr.Edi Harapan,M,Pd., Dosen pembimbing Utama yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Kepala sekolah dan dewan guru serta pengelola SMP Setia Darma Palembang yang telah banyak membantu memberikan data dan informasi kepada penulis

7. Rekan – rekan mahasiswa pendidikan bimbingan konseling FKIP Universitas PGRI Palembang Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang peduli terhadap

pendidikan terutama Kebijakan Pendidikan serta mampu memberi kontribusi nyata untuk pembangunan bangsa dan negara. Dengan segala rendah hati sangat diharapkan kritik dan saran membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

Semoga kita semua mendapatkan rahmat dari Allah SWT,...amin yarabbal’alamin.

Palembang, September 2015 Penulis,

Nurastuti

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran :

1. Kisi-kisi Angket Penelitian

2. Angket Penelitian

3. Tabulasi Uji Coba Nilai Angket Variabel X

4. Korelasi Uji Coba Butir Instrumen

5. Tabulasi Item Angket Genap dan Ganjil

6. Tabulasi Nilai Angket Penelitian Variabel X

7. Korelasi Butir Instrumen Penelitian

8. Usul judul skripsi

9. Surat izin penelitian

10. Surat keterangan telah melakukan penelitian skripsi

11. Kartu Bimbingan Proposal

12. Blangko Perbaikan Proposal

13. Kartu Bimbingan Skripsi

14. Blangko Perbaikan Skripsi

15. Foto Pelaksanaan Penelitian

ABSTRAK

Nurastuti, 2015 “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Setia Darma Palembang”. Masalah dalam penelitian ini adalah

sebagian besar orang tua siswa kelas VIII SMP Setia Darma Palembang cenderung kurang memperhatikan pola asuh yang diterapkan dalam keluarga. Mereka belum menyadari bahwa pola asuh dalam keluarga dapat memberikan dampak bagi prestasi belajar siswa baik dampak yang positif maupun negatif. Hal ini akan terlihat pada pola asuh apa yang diterapkan orang tua terhadap anak dalam keluarga dan berdampak pada prestasi belajar yang diperoleh anak.Untuk mencapai prestasi belajar yang baik, orang tua juga dituntut untuk mempunyai peranan yang baik pula karena, antara orang tua dan anak merupakan satu kesatuan yang masing-masing saling mempunyai ikatan dan berhubungan sebab akibat, khususnya pada orang tua yang memiliki pandangan mengenai pola asuh dalam keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Setia Darma Palembang. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yakni pola asuh orang tua yang merupakan variabel bebas, dan prestasi belajar siswa yang merupakan variabel terikat. Sumber data penelitian ini angket tertutup berjumlah 25 butir untuk variabel pola asuh dan nilai rata-rata raport semester ganjil untuk variabel prestasi belajar. Untuk sampel penelitian ini adalah sebanyak 32 orang.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan pendekatan korelasi. Dari analisis data diperoleh r xy = 0,670 untuk n= 32, nilai r product moment taraf signifikan 5% = 0,349 dan taraf signifikan 1% = 0,449 dengan demikian, taraf signifikansi 5% = 0,670>0,349 dan taraf signifikansi 1% = 0,670>0,449 dengan demikian r yang diperoleh ternyata lebih besar dari r yang terdapat dalam tabel, baik pada taraf signifikan 5% maupun taraf signifikan 1%. berarti hipotesis yang berbunyi ada hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Setia Darma Palembang dapat diterima.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dalam kaitannya dengan prestasi belajar siswa, pola asuh ini mendorong orang tua untuk melakukan upaya dengan berbagai cara yang akan membuat siswa menjadi mengerti dan mampu memahami materi pelajaran yang diberikan guru disekolah, dengan memperhatikan penerapan pola asuh orang tua yang baik dalam keluarga, maka diharapkan prestasi belajar siswa pun akan semakin baik pula.

Kata Kunci: Pola Asuh Orang Tua, Prestasi Belajar

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi suatu bangsa. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya dikelola, baik secara kualitas maupun kuantitas. Sehingga semua komponen yang terkait di dalam pendidikan tersebut dapat berperan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mampu mengimbangi perkembangan IPTEK. Kemudian, pendidikan merupakan proses individu untuk menumbuh kembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik yang dimilikinya. Dalam rangka menumbuh kembangkan hal tersebut individu dituntut memasuki sekolah, karena sekolah merupakan lembaga yang bertanggung jawab mengelola pembelajaran.

Tujuan kegiatan belajar yang dilaksanakan pada hakikatnya diarahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang terlihat melalui keberhasilan dalam proses pembelajaran dari prestasi belajar yang dicapai oleh individu. Individu yang memperoleh hasil belajar yang tinggi, akan mampu menjadi anak yang berprestasi, baik prestasi dalam bidang akademik maupun prestasi dalam bidang non akademik. Untuk menjadikan anak yang berprestasi ini ada beberapa komponen yang bertanggung jawab dan berperan sehingga menjadikan individu mencapai prestasi belajar yang maksimal dalam pendidikannya.

“Adapun komponen yang memiliki tanggung jawab dalam pendidikan yaitu keluarga, masyarakat dan pemerintah secara bersama. Pada

hakikatnya, pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak dari dalam keluarga. Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya”, (Muslich, 2011:98) hakikatnya, pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak dari dalam keluarga. Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya”, (Muslich, 2011:98)

Keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi belajar seorang siswa di sekolah sehingga peranan orang tua sebagai orang yang terdekat dengan anak hendaknya perlu mendapat perhatian. Peranan orangtua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar pendidikan, sikap, dan keterampilan dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan-peraturan, dan menanamkan kebiasaan- kebiasaan. Selain itu peranan keluarga adalah mengajarkan nilai-nilai dan tingkah laku yang sesuai dengan yang diajarkan di sekolah.

Tugas orang tua ialah membantu anak dalam menyiapkan masa depannya. Waktu pendidikan di sekolah yang relatif singkat tidak banyak membantu menyelesaikan masalah dalam membentuk pribadi anak. Begitu juga dalam menerapkan pola pengasuhan pada anak, pola pengasuhan orang tua yang baik akan berpengaruh pada pendidikan anak, dan sebaliknya apabila pola pengasuhan orang tua yang diterapkan pada anak tidak baik maka akan berpengaruh buruk pula pada pendidikan anak.

“Pola asuh merupakan suatu hubungan interaksi antara orang tua yaitu ayah dan ibu dengan anaknya yang melibatkan segala bentuk dan prosesnya sebagai bentuk dari

upaya pengasuhan tertentu dalam keluarga guna membentuk kepribadian anak”, (Ramdhani, 2013:139). Pola asuh orang tua dalam keluarga berarti kebiasaan orang tua,

ayah dan atau ibu dalam memimpin, mengasuh dan membimbing anak dalam keluarga.

orang tua adalah upaya orang tua yang konsisten dan persisten dalam menjaga dan membimbing anak dari sejak dilahirkan hingga remaja. Pada penerapannya, pola asuh orangtua bersifat relative konsisten, yang dilakukan dari waktu ke waktu ”, (Djamarah, 2014:51).

Kemudian sudah tentu pada masing-masing keluarga memiliki pola asuh yang berbeda-beda, tiap orang tua memiliki pola asuh sendiri yang akan digunakan untuk mendidik anaknya. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor di antaranya adalah latar belakang pendidikan orangtua, informasi yang didapat oleh orangtua tentang cara mengasuh anak, kultur budaya, kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan lain-lain. Faktor-faktor inilah yang akan menciptakan perbedaan gaya pola asuh tiap masing-masing orang tua sehingga nantinya akan tercermin pada kepribadian, sikap dan prestasi belajar anak disekolah.

Sama halnya dengan kondisi di lingkungan sekitar SMP Setia Darma Palembang yang merupakan sekolah yang beralamat di Plaju, jalan DI Panjaitan Lorong Pasundan Kelurahan Bagus Kuning, Kecamatan Plaju Palembang. Letak sekolah di tengah daerah pemukiman berpenduduk padat. Dari data yang diperoleh peneliti pada saat melaksanakan praktek Pengalaman Lapangan II (PPLII) di Sekolah ini pada bulan Oktober 2014, Sebagian besar orangtuanya berasal dari strata dan profesi yang beragam. Dengan latar sosial yang berbeda sehingga menyebabkan beragam pula cara orangtua menerapkan pola asuh terhadap anak. Berdasarkan hal tersebut terlihat perbedaan prestasi belajar antara anak yang di asuh dengan pola asuh yang baik cenderung demokratis dengan anak yang dengan pola asuh yang kejam cenderung otoriter serta

Berdasarkan dari uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan pola asuh orangtua dengan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Setia Darma Palembang.

1.2 Masalah Penelitian

Dari latar belakang yang telah diajukan maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa.

Pola asuh orang tua dapat memberikan dampak bagi prestasi belajar siswa baik dampak yang positif maupun negatif. Hal ini akan terlihat pada pola asuh apa yang diterapkan orang tua terhadap anak dalam keluarga dan berdampak pada prestasi belajar yang diperoleh anak. Jika pola asuh orang tua yang diterapkan dalam keluarga baik maka akan memberikan dampak yang baik pula terhadap pendidikan anak terutama dalam hal prestasi belajarnya di sekolah. Sebaliknya jika pola asuh yang diterapkan orang tua tidak tepat maka akan memberi dampak juga terhadap pendidikan anak misalnya prestasi belajar anak disekolah yang kurang maksimal dan tidak memuaskan.

Dalam penelitian ini pola asuh orang tua mempunyai kedudukan sebagai “variabel independen yakni variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya

atau timbulnya variabel dependen”, (Sugiyono, 2014:39). Seperti dalam penelitian Rahmawati, Sudarma dan Sulastri (2014), menunjukkan hasil bahwa pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar memberikan kontribusi yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa kelas IV. Hal ini dapat diketahui dari besarnya korelasi secara bersama- atau timbulnya variabel dependen”, (Sugiyono, 2014:39). Seperti dalam penelitian Rahmawati, Sudarma dan Sulastri (2014), menunjukkan hasil bahwa pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar memberikan kontribusi yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa kelas IV. Hal ini dapat diketahui dari besarnya korelasi secara bersama-

Kemudian, dari hasil wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling (BK) di SMP Setia Darma Palembang pada bulan Oktober 2014 diperoleh informasi bahwa, orang tua siswa di SMP Setia Darma Palembang cenderung kurang memperhatikan gaya pola asuh yang diterapkan terhadap anak dalam keluarga, mereka tidak menyadari bahwa hal tersebut mempunyai dampak bagi prestasi belajar anaknya disekolah. Sebagian orang tua siswa menganggap bahwa prestasi belajar yang diperoleh anaknya semata-mata karena tingkat kecerdasan yang dimiliki anak memang telah sampai pada batas yang maksimal. Pada hakikatnya, prestasi belajar yang diperoleh anak selain karena dari tingkat kecerdasan yang dimiliki anak tersebut, pola asuh orang tua juga ikut berperan didalamnya.

1.2.1 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari berkembangnya masalah dalam penelitian ini, maka perlu diberi batasan masalah yaitu sebagai berikut:

2. Prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Setia Darma Palembang yang dilihat dari nilai raport semester ganjil

3. Populasi dan Sampel Penelitian adalah kelas VIII SMP Setia Darma Palembang

1.2.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Setia Darma Palembang?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Setia Darma Palembang.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain:

a. Sebagai bahan masukan bagi guru untuk melakukan bimbingan kepada siswa

b. Untuk menambah dan mengembangkan ilmu pendidikan terutama Pendidikan Bimbingan dan Konseling

c. Sebagai informasi bagi kepala sekolah untuk menyusun program kegiatan bimbingan dan konseling serta berupaya menjalin hubungan dengan orang tua siswa dalam membimbing anak.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pola Asuh Orang Tua

2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Dalam keluarga pola asuh orang tua adalah hal utama yang hendaknya diperhatikan dengan baik. Melalui pola asuh orang tua inilah anak akan mengartikan penting tidaknya kehadirannya dalam keluarga tersebut. Anak akan mengartikan segala bentuk arahan, perhatian dan kasih sayang yang diberikan oleh orang tuanya.

“Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Dengan demikian, seiring berjalannya waktu

sikap dan sifat anak akan terbentuk sesuai dengan pola asuh yang orang tua terapkan dalam keluarganya. Adapun, pola asuh orang tua merupakan gambaran sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan

kegiatan pengasuhan”, (Djamarah, 2014 : 51).

Kemudian menurut Muslich (2011:100), “pola asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seprti makan, minum dan lain- lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat

agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya”.

Selanjutnya, Ramdhani (2013:139) berpendapat bahwa “pola asuh orang tua adalah suatu hubungan interaksi antara orang tua yaitu ayah dan ibu dengan anaknya yang

melibatkan segala bentuk dan prosesnya sebagai bentuk dari upaya pengasuhan tertentu

“Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orang tua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman serta tanggapan terhadap keinginan anaknya ”, (Djamarah, 2014:52)

Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua merupakan hubungan interaksi orang tua dengan anaknya yang melibatkan aspek sikap, nilai dan kepercayaan orang tua dengan anaknya sebagai upaya bentuk pengasuhan dan pemeliharaan.

2.1.2 Jenis Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua yang diterapkan kepada setiap anaknya sangatlah beragam, hal ini tergantung dengan latar pendidikan, latar ekonomi masing- masing keluarga. “Jenis pola asuh menurut Hurlock, juga Hardy & Heyes yaitu: 1) Pola asuh otoriter, 2) Pola asuh demokratis, dan 3) Pola asuh permissive ”, (Muslich, 2011:100). Adapun penjelasan mengenai ketiga jenis pola asuh tersebut adalah berikut ini.

2.1.2.1 Pola Asuh Otoriter

Masing-masing keluarga tentunya mempunyai pola asuh yang berbeda-beda dengan keluarga yang satu dengan yang lain. Tidak menutup kemungkinan, pada saat ini masih terdapat keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter kepada anaknya. Biasanya, keluarga dengan pola asuh otoriter merupakan keluarga yang menginginkan anak tumbuh dan berkembang dengan sempurna sesuai dengan apa yang di inginkan oleh orang tua. Namun di sisi lain, orang tua tidak memperhatikan keinginan anak.

“Pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua yang selalu berusaha membentuk, mengontrol, mengevaluasi prilaku dan tindakan anak agar sesuai dengan aturan standar. Aturan tersebut biasanya bersifat mutlak yang dimotivasi oleh semangat teologis dan diberlakukan dengan otoritas yang tinggi. Kepatuhan anak merupakan nilai yang diutamakan, dengan memberlakukan hukuman manakala terjadi pelanggaran. Orang tua menganggap bahwa anak merupakan tanggung jawabnya, sehingga segala yang dikehendaki orang tua yang diyakini demi kebaikan anak merupakan kebenaran. Anak-anak kurang mendapat penjelasan yang rasional dan memadai atas segala aturan, kurang dihargai pendapatnya, dan orang tua kurang sensitif terhadap

kebutuhan dan persepsi anak”, (Lestari, 2012:48-49).

“Pola asuh otoriter mempunyai ciri kekuasaan orang tua dominan, anak tidak diakui sebagai pribadi, kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat, orang tua

menghukum anak jika anak tidak patuh”, (Muslich, 2011:101). Pola asuh otoriter biasanya merupakan cerminan dari orang tua yang terlalu menyayangi anaknya

sehingga orang tua selalu menginginkan hal terbaik untuk anaknya namun hal terbaik dari sudut pandang dari orang tua. “Dalam pola asuh otoriter anak harus memenuhi

keinginan dan kehendak orang tuanya. Pola asuh yang otoriter akan membentuk perilaku anak yang tertekan, pendiam, cemas dan menarik diri”, (Aqib, 2011:66).

Kemudian menurut Adek (2008) (dalam Suharsono, Aris dan Upoyo, 2009:115), mengemukakan bahwa “Pola asuh otoriter akan menghasilkan anak yang penakut,

pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri”. Jika anak merupakan anak yang selalu menerima dengan ikhlas semua kehendak orang tua maka ada kemungkinan anak akan menjadi anak yang dapat membanggakan kedua orang tuanya, namun jika anak melakukan semua kehendak orang tuanya dengan keterpaksaan maka tidak menutup pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri”. Jika anak merupakan anak yang selalu menerima dengan ikhlas semua kehendak orang tua maka ada kemungkinan anak akan menjadi anak yang dapat membanggakan kedua orang tuanya, namun jika anak melakukan semua kehendak orang tuanya dengan keterpaksaan maka tidak menutup

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh otoriter mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dimana, kelebihan dari pola asuh otoriter ini akan menghasilkan anak yang mempunyai kemampuan dan tanggung jawab, kemudian kekurangan dari pola asuh otoriter ini akan menjadikan anak yang pendiam, menarik diri dan tidak berinisiatif dalam segala hal karena telah terbiasa mengikuti kehendak orang tuanya.

2.1.2.2 Pola Asuh Demokratis

Umumnya pola asuh demokratis diterapkan oleh orang tua yang pada hakikatnya menerima kehadiran anak dengan sepenuh hati dan memiliki sudut pandang atau wawasan kehidupan masa depan dengan jelas. Orang tua tidak hanya memikirkan masa sekarang, namun juga memahami bahwa masa depan harus dilandasi oleh tindakan- tindakan masa kini. Orang tua menghargai setiap pendapat yang di berikan anaknya. Dalam keluarga yang menerapkan pola asuh demokratis anak akan cenderung menghormati orang tua meskipun orang tua telah memberikan tanggung jawab padanya.

Pola asuh demokratis atau yang disebut dengan pola asuh otoritatif merupakan pola asuh orang tua yang selalu mengarahkan dan membimbing perilaku anak secara rasional, dengan memberikan penjelasan dan alasan terhadap maksud dari aturan-aturan yang diterapkan. Orang tua senantiasa mendorong anak untuk mematuhi aturan yang telah diberlakukan dengan kesadarannya sendiri. Pola asuh demokratis mencerminkan sikap orang tua yang menghargai kedirian anak dan kualitas kepribadian yang ada pada diri anak sebagai keunikan pribadi, (Lestari, 2012:49).

Pola asuh demokratis merupakan pola asuh alternatif yang bisa diterapkan dalam mengembangkan kreativitas anak. Di samping orang tua memberikan kebebasan anak untuk berkreativitas, tetapi orang tua selalu memberikan pengawasan. Mereka mengarahkan perilaku anak sesuai dengan kebutuhan anak agar memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang akan mendasari anak untuk mengarungi hidup dan kehidupan di masa mendatang.

Pola asuh demokratis ini mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Pada pola asuh ini terjalin komunikasi yang baik antara anak dan orang tua, dimana orang tua melibatkan diri dan berdiskusi tentang masalah yang dialami anak. Orang tua biasa memberikan pujian apabila anak melakukan hal yang baik dan mengajarkan anak agar melakukan segala sesuatu secara mandiri dengan rasa tanggung jawab dan mencerminkan rasa kasih sayang.

“Pola asuh demokratis mempunyai ciri ada kerjasama antara orang tua dan anak, anak diakui sebagai pribadi, ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua, ada kontrol

dari orang tua yang tidak kaku”, (Muslich, 2011:101). Komunikasi orang tua dengan anak yang terjalin dengan baik akan membuat anak merasa nyaman, terbuka, percaya

diri dan dihargai dalam setiap pengambilan keputusan suatu masalah. Seh ingga, “pola asuh orang tua yang demokratis akan menghasilkan anak-anak yang dapat mengontrol

diri, mempunyai hubungan baik dengan teman dan terbuka pada orang tua”, (Aqib, 2011:66).

Menurut Dewi (2008) (dalam Suharsono, Aris dan Upoyo, 2009:114), “Anak yang diasuh dengan secara demokratis cenderung aktif, berinisiatif, tidak takut gagal karena

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang efektif dibandingkan dengan pola asuh otoriter dan pola asuh permisive karena dalam pola asuh demokratis anak diakui keberadaannya dalam keluarga semua keputusan dalam menyelesaikan masalah keluarga anak selalu diikutsertakan sehingga komunikasi dalam pola asuh demokratis ini berjalan dengan baik dan tidak kaku. Namun, tidak menutup kemungkinan anak dengan pola asuh demokratis akan menjadi anak yang tidak mampu menyesuaikan diri jika berada pada lingkungan keluarga yang permisive atau otoriter karena dalam keluarga anak terbiasa dengan keadaan keluarga yang harmonis dan komunikasi yang baik.

Selanjutnya menurut Arkoff dikutip oleh Badingah dalam Muslich, (2011:102), berpendapat bahwa “anak yang dididik dengan cara demokratis umunya cenderung

mengungkapkan agresivitasnya dalam tindakan-tindakan yang konstruktif atau dalam bentuk kebencian yang sifatnya sementara saja”.

2.1.2.3 Pola Asuh Permisive Keluarga yang mempunyai kepercayaan kepada anak cenderung akan menerapkan pola asuh permisive pada anaknya sehingga anak diberi kebebasan tanpa diberi tanggung jawab serta pengawasan yang cukup. Orang tua berpandangan bahwa dengan pola asuh permisive anak akan tumbuh sebagai anak yang kreatif. Namun, orang tua kurang memperhatikan dampak yang akan timbul atas kebebasan yang telah diberikannya tersebut. Pada dasarnya pola asuh permisive lebih besar mempunyai dampak negatif jika dibandingkan dengan pola asuh otoriter.

“Pola asuh permisive ialah pola asuh yang biasanya dilakukan oleh orang tua yang terlalu baik, cenderung memberi banyak kebebasan pada anak-anak dengan menerima dan memaklumi segala perilaku, tuntutan dan tindakan anak, namun kurang menuntut sikap tanggung jawab dan keteraturan perilaku anak. Orang tua yang demikian akan menyediakan dirinya sebagai sumber daya bagi pemenuhan segala kebutuhan anak, membiarkan anak untuk mengatur dirinya sendiri dan tidak terlalu mendorongnya untuk mematuhi standar eksternal. Bila pembebasan terhadap anak sudah berlebihan dan sama sekali tanpa ketanggapan dari

orang tua menandakan bahwa orang tua tidak peduli terhadap anak”, (Lestari, 2012 : 48).

“Pola asuh permisive mempunyai ciri dominasi anak, sikap longgar atau kebebasan dari orang tua, tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua, kontrol dan

perhatian orang tua sangat kurang”, (Muslich, 2011:101). Pola asuh permisive menjadikan anak berprilaku sesuai dengan keinginannya karena orang tua tidak pernah

memberikan aturan ataupun arahan kepada anak sehingga anak tidak tahu apakah prilakunya benar atau salah karena sangat minimnya pengaturan dan pengarahan dari orang tua.

“Pola asuh permisive akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang manja, ingin menang sendiri, kurang percaya diri, salah berg aul dan kurang kontrol diri”, (Aqib,

2011:66). Dalam pola asuh permisive orang tua anak merasa dirinya tidak diperdulikan oleh orang tuanya dan cenderung kurang kasih sayang dari orang tuanya, sehingga anak bebas berbuat apa saja untuk menarik perhatian dari orang lain disekitarnya tidak perduli dengan benar atau salah serta baik buruk perbuatan yang telah ia lakukan karena pada dasarnya memang tidak ada larangan apapun dari orang tua. Menurut Suharsono, Aris dan Upoyo (2009:115), “Pola asuh permisive merupakan pola asuh yang serba

Selanjutnya Lutvita (2008) (dalam Suharsono, Aris dan Upoyo, 2009:115) mengemukakan bahwa anak yang diasuh secara permisive mempunyai kecenderungan kurang berorientasi pada prestasi, egois, suka memaksakan keinginannya, kemandirian yang rendah, serta kurang bertanggung jawab. Anak juga akan berprilaku agresif dan antisosial, karena sejak awal tidak diajarkan untuk mematuhi peraturan sosial, tidak pernah diberi hukuman ketika melanggar peraturan yang telah ditetapkan orang tua.

Dari uraian-uraian diatas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa pola asuh permisive merupakan pola asuh yang cenderung mengabaikan anak sehingga orang tua dalam keluarga terkesan tidak perduli dengan aktivitas anak baik dirumah maupun diluar rumah. Orang tua terlalu memberi kebebasan kepada anak dan komunikasi dalam keluarga pun berjalan kurang baik.

2.1.3 Dampak Penerapan Pola Asuh yang Salah dalam Keluarga

Penerapan pola asuh pada setiap masing-masing keluarga beragam, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan latar belakang pendidikan orang tua dan latar belakang ekonomi keluarga. Jika Penerapan pola asuh dalam keluarga tidak dipertimbangkan dan tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan serta kepribadian anak maka pola asuh mempunyai dampak yang berarti bagi perkembangan anak baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Menurut Megawangi (dalam Muslich, 2011:105) mengemukakan dampak yang ditimbulkan dari salah asuh akan menghasilkan anak-anak yang mempunyai kepribadian bermasalah atau mempunyai kecerdasan emosi rendah. Dampak tersebut dapat diuraikan antara lain:

1. Anak menjadi acuh tak acuh, tidak butuh orang lain, dan tidak dapat 1. Anak menjadi acuh tak acuh, tidak butuh orang lain, dan tidak dapat

2. Secara emosional tidak responsif, dimana anak yang ditlak akan tidak mampu memberikan cinta kepada orang lain.

3. Berperilaku agresif, yaitu selalu ingin menyakiti orang baik secara verbal maupun fisik.

4. Menjadi minder, merasa diri tidak berharga dan berguna

5. Selalu berpandangan negatif pada lingkungan sekitarnya, seperti rasa tidak aman, khawatir, minder, curiga dengan orang lain dan merasa orang lain sedang mengkritiknya.

6. Ketidakstabilan emosional, yaitu tidak toleran atau tidak tahan terhadap stress, mudah tersinggung, mudah marah, dan sifat yang tidak dapat diprediksi oleh orang lain.

7. Keseimbangan antara perkembangan emosional dan intelektual. Dampak negatif lainnya dapat berupa mogok belajar dan bahkan dapt memicu kenakalan remaja, tawuran dan lainnya.

8. Orang tua yang tidak memberikan rasa aman dan terlalu menekan anak, akan membuat anak merasa tidak dekat, dan tidak menjadikan orang tuanya sebagai “ role model ” anak akan lebih percaya kepada “ peer group ”nya sehingga mudah terpengaruh dengan pergaulan negatif.

2.2 Prestasi Belajar

2.2.1 Pengertian Prestasi Belajar

Pada umumnya dalam proses belajar yang ingin siswa capai ialah untuk mendapatkan hasil yang optimal sehingga dalam diri siswa akan timbul rasa bangga dan puas karena telah dapat mencapai prestasi yang baik sesuai dengan apa yang diharapkan. Prestasi yang telah diperoleh akan menjadi motivasi bagi teman-teman yang lain untuk dapat memperoleh prestasi yang sama.

“Menurut W.J.S Purwadarminta yang dikutip oleh Hamdani, 2011:137, prestasi adalah hasil yang telah di capai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya)”. Kemudian, Hamdani (2011:137) berpendapat bahwa “prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok”. Selanjutnya “Menurut W.J.S Purwadarminta yang dikutip oleh Hamdani, 2011:137, prestasi adalah hasil yang telah di capai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya)”. Kemudian, Hamdani (2011:137) berpendapat bahwa “prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok”. Selanjutnya

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan suatu pencapaian hasil yang telah dicapai melalui suatu proses tertentu baik yang berkaitan dengan hal yang dikerjakan secara individu maupun kelompok.

“Adapun pengertian dari belajar itu sendiri adalah suatu proses perubahan dari situasi dan kondisi yang “tidak “ atau “kurang” baik menuju ke situasi dan kondisi yang “lebih” baik”, (Muliawan, 2012 : 13). Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology: The Teaching-Learching Process , berpendapat bahwa “belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif”, (Syah, 2013:64). Kemudian belajar menurut Djamarah (2012:21) merupakan “suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari”.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang mengakibatkan perubahan dari dalam individu dari yang belum tahu menjadi tahu melalui materi yang telah dipelajarinya.

Win kel (Hamdani, 2011:138), mengemukakan bahwa “prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Dengan demikian, prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-

usaha belajar”. Menurut Bloom yang dikutip oleh Premana dalam Rahmawati, Sudarma dan

Sulastri (2014), “Prestasi belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi

(2012:23) yaitu “hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar”.

Berdasarkan pengertian diatas dapat peneliti simpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil maksimal yang telah di capai seseorang dari suatu proses pembelajaran yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu dari yang kurang baik menjadi lebih baik.

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Dalam usaha untuk memperoleh prestasi belajar yang diinginkan terdapat faktor- faktor yang mempengaruhi baik dari dalam diri anak maupun dari luar diri anak yang hendaknya diperhatikan dengan baik terutama perlu diperhatikan oleh orang tua jika menginginkan anak mendapat prestasi yang baik.

“Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang di harapkan, maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor dari dalam ( intern ) dan faktor dari luar ( ekstern )”, (Hamdani, 2011:139). Adapun uraiannya dijelaskan dibawah ini:

1) Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang terdapat dalam diri siswa. Faktor ini antara lain seperti kecerdasan (intelegensi), faktor jasmaniah atau faktor fisiologis, sikap, minat, bakat dan motivasi.

Menurut Hamdani (2011:139), Kecerdasan (intelegensi) adalah kemampuan belajar Menurut Hamdani (2011:139), Kecerdasan (intelegensi) adalah kemampuan belajar

sehingga akan memperoleh prestasi yang optimal. Kemudian, Slameto (2013:56) mengatakan bahwa “intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar”. Jadi,

Tingkat intelegensi sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Semakin tinggi intelegensi seorang siswa, semakin tinggi pula peluang untuk meraih prestasi yang tinggi.

Kondisi jasmaniah atau fisiologis pada umunya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Slameto (2013:54-55), berpendapat bahwa faktor jasmaniah terdiri dari faktor kesehatan dan cacat tubuh. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan-gangguan/kelainan-kelainan fungsi alat inderanya serta tubuhnya. Kemudian, keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Selanjutnya, Uzer dan Lilis (dalam Hamdani, 2011:140) mengatakan bahwa “faktor jasmaniah yaitu pancaindra yang tida

berfungsi sebagaimana mestinya seperti mengalami sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna, berfungsinya kelenjar yang membawa kelainan tingkah laku”. Jadi, faktor jasmaniah atau faktor fisiologis mempunyai peranan yang penting dalam proses belajar, sehingga jasmani hendaknya dipelihara dan diperhatikan dengan baik.

Menurut Hamdani (2011:140), Dalam diri siswa harus ada sikap yang positif (menerima) kepada sesama siswa atau kepada gurunya. Sikap positif ini akan Menurut Hamdani (2011:140), Dalam diri siswa harus ada sikap yang positif (menerima) kepada sesama siswa atau kepada gurunya. Sikap positif ini akan

Minat mempunyai pengaruh yang besar terhadap belajar atau kegiatan. Pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan slah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila sseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu, akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai, Hamdani (2011:141). Kemudian, menurut Slameto (2013:57) mengemukakan bahwa minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam proses belajar minat berperan penting untuk menjadikan seseorang tertarik terhadap bahan ajar yang diberikan sehingga prestasi belajar yang diperoleh akan optimal.

Kemudian, Hamdani (2011:141) mengemukakan bahwa, Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Bakat mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar, terutama belajar keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik. Selanjutnya, Slameto (2013:57), berpendapat bahwa bakat seseorang mempengaruhi belajar. Sebab, jika Kemudian, Hamdani (2011:141) mengemukakan bahwa, Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Bakat mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar, terutama belajar keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik. Selanjutnya, Slameto (2013:57), berpendapat bahwa bakat seseorang mempengaruhi belajar. Sebab, jika

Selanjutnya, Menurut Hamdani (2011:142), Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Kuat lemahnya motivasi belajar turut memengaruhi keberhasilan belajar. Oleh karena itu, motivasi belajar perlu diusahakan, terutama yang berasala dari dalam diri dengan cara memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus dihadapi untuk mencapai cita-cita. Motivasi akan berkembang dan tumbuh jika seseorang mempunyai motif tertentu dalam suatu hal misalnya belajar. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan motif, karena keduanya merupakan hal yang berperan dalam proses belajar untuk mencapai suatu tujuan . Motivasi dalam diri seseorang dapat timbul jika dalam dirinya terdapat motif . Sedangkan Slameto (2013:58), berpendapat bahwa dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan/menunjang belajar. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa motif yang ada pada diri siswa hendaknya diperhatikan dengan baik sehingga motivasi dapat timbul dengan baik.

Faktor intern merupakan faktor yang penting berasal dari dalam diri individu tersebut. Dengan demikian prestasi belajar akan mencapai hasil yang optimal jika faktor Faktor intern merupakan faktor yang penting berasal dari dalam diri individu tersebut. Dengan demikian prestasi belajar akan mencapai hasil yang optimal jika faktor

2) Faktor Ekstern

Faktor Ekstern adalah faktor yang terdapat dari luar diri siswa. Menurut Slameto (2013:60), faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.

Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan, Hamdani (2011:143). Sebagaimana yang dijelaskan Slameto (2013:61), bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama. Keluarga merupakan bentuk upaya untuk pendidikan kecil, namun berwala dari pendidikan kecil itulah nantinya akan mempengaruhi pendidikan, yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang terdorong untuk belajar secara aktif karena rasa aman merupakan slah satu kekuatab pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar. Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor keluarga adalah faktor yang mempunyai dampak yang besar bagi pendidikan anak di sekolah, jika pendidikan yang diterapkan dalam keluarga baik maka pendidikan sekolah pun akan mengikuti dan anak pun akan memperoleh prestasi belajar yang tinggi.

Hamdani (2011:144) berpendapat bahwa, Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Oleh Hamdani (2011:144) berpendapat bahwa, Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Oleh

Selain itu, lingkungan alam sekitar sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadi anak sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan tempat ia berada. Menurut Kartono (1995:5) (dalam Hamdani,2011:144) berpendapat bahwa lingkungan masyarakat dapat menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak-anak yang sebayanya. Apaibila anak-anak yang sebaya merupakan anak- anak yang rajin belajar, anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Oleh karena itu, apabila seorang siswa bertempat tinggal di suatu lingkungan temnnya yang rajin belajar, kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya sehingga ia akan turut belajar sebagaimana temannya. Kemudian, Slameto (2013:70-71), menyatakan bahwa masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Adapun faktor masyarakat terdiri dari kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan pribadi anak sebagian besar di pengaruhi oleh keadaan lingkungan masyarakat sekitar tempat Selain itu, lingkungan alam sekitar sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadi anak sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan tempat ia berada. Menurut Kartono (1995:5) (dalam Hamdani,2011:144) berpendapat bahwa lingkungan masyarakat dapat menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak-anak yang sebayanya. Apaibila anak-anak yang sebaya merupakan anak- anak yang rajin belajar, anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Oleh karena itu, apabila seorang siswa bertempat tinggal di suatu lingkungan temnnya yang rajin belajar, kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya sehingga ia akan turut belajar sebagaimana temannya. Kemudian, Slameto (2013:70-71), menyatakan bahwa masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Adapun faktor masyarakat terdiri dari kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan pribadi anak sebagian besar di pengaruhi oleh keadaan lingkungan masyarakat sekitar tempat

Faktor ekstern merupakan faktor yang juga perlu diperhatikan untuk mencapai prestasi yang optimal, karena faktor ekstern tidak kalah pentingnya dengan faktor intern . Keadaan keluarga, masyarakat dan sekolah juga perlu diperhatikan oleh orang tua jika menginginkan prestasi belajar yang baik.

2.2.3 Batas Minimal Prestasi Belajar

Batas minimal merupakan patokan prestasi belajar yang diperoleh siswa dari prestasi belajar yang rendah sampai dengan prestasi belajar yang tinggi. Dengan memberikan batasan minimal prestasi belajar maka prestasi belajar dapat diukur dengan baik.

“Guru perlu mengetahui bagaimana kiat menetapkan batas minimal keberhasilan belajar para siswanya. Hal ini penting karena mempertimbangkan batas terendah prestasi siswa yang dianggap berhasil dalam arti luas bukanlah perkara mudah ”, (Syah,2013:221). “Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar ”, (Hamdani, 2011:146) yaitu:

a. Norma skala angka dari 0-10

b. Norma skala angka dari 0-100 Angka terendah menyatakan kelulusan atau keberhasilan belajar ( pasing grade ) skala 0-10 adalah 5,5, sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau 60. Pada prinsipnya, jika seorang siswa dapat b. Norma skala angka dari 0-100 Angka terendah menyatakan kelulusan atau keberhasilan belajar ( pasing grade ) skala 0-10 adalah 5,5, sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau 60. Pada prinsipnya, jika seorang siswa dapat

Jadi, batas minimal prestasi belajar hendaknya perlu ditetapkan dan dimengerti oleh guru sehingga prestasi belajar siswa akan terukur dan akan diketahui berhasil atau tidaknya proses pembelajaran yang di ikuti oleh siswa serta akan diketahui batas terendah prestasi belajar siswa.

2.2.4 Prestasi Belajar Sebagai Hasil Penilaian dan Alat Motivasi

2.2.4.1 Prestasi Belajar Sebagai Hasil Penilaian

Prestasi belajar sebagai hasil penilaian berarti dengan penilaian maka prestasi belajar akan terlihat sehingga hal ini berkaitan dengan evaluasi. Evaluasi dilakukan sebagai tindakan yang dilakukan untuk mengetahui perkembangan-perkembangan yang telah dicapai siswa dalam belajar yang nantinya akan terlihat melalui prestasi belajar belajar yang diperoleh.

Menurut Djamarah (2012:24) mengemukakan bahwa penilaian adalah sebagai aktivitas dalam menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar itu sendiri. Sebenarnya bila pembicaraan ini membahas masalah penilaian, maka mau tak mau pembicaraan juga harus membahas masalah evaluasi, sebab masalah evaluasi merupakan suatau tindakan untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam pendidikan. Penilaian itu sendiri merupakan terjemahan dari kata evaluasi.

Evaluasi diharapkan untuk memberikan informasi tentang kemajuan yang telah dicapai siswa, bagaimana dan sampai dimana penguasaan dan kemampuan yang siswa dapatkan setelah mempelajari suatu mata pelajaran. Penilaian biasanya dilakukan oleh guru yang mempunyai wewenang atas anak didiknya pada saat proses belajar mengajar Evaluasi diharapkan untuk memberikan informasi tentang kemajuan yang telah dicapai siswa, bagaimana dan sampai dimana penguasaan dan kemampuan yang siswa dapatkan setelah mempelajari suatu mata pelajaran. Penilaian biasanya dilakukan oleh guru yang mempunyai wewenang atas anak didiknya pada saat proses belajar mengajar

2.2.4.2 Prestasi Belajar Belajar sebagai Alat Motivasi