SIFAT DAN CIRI TANAH PADA KAWASAN HUTAN

SIFAT DAN CIRI TANAH PADA KAWASAN HUTAN TROPIS DI DUNIA
EDI SUMARNO
M1A113136
PRODI MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU-OLEO
2014
ABSTRACT
Hutan hujan tropika atau sering juga ditulis sebagai hutan hujan tropis adalah bioma
berupa hutan yang selalu basah atau lembap, yang dapat ditemui di wilayah sekitar khatulistiwa;
yakni kurang lebih pada lintang 0°–10° ke utara dan ke selatan garis khatulistiwa. Hutan-hutan
ini didapati di Asia, Australia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Tengah, Meksiko dan
Kepulauan Pasifik. Dalam peristilahan bahasa Inggris, formasi hutan ini dikenal sebagai lowland
equatorial evergreen rainforest, tropical lowland evergreen rainforest, atau secara ringkas
disebut tropical rainforest. Hutan hujan tropika merupakan rumah untuk setengah spesies flora
dan fauna di seluruh dunia. Hutan hujan tropis juga dijuluki sebagai "farmasi terbesar dunia"
karena hampir 1/4 obat modern berasal dari tumbuhan di hutan hujan ini.
Tanah dikawasan tropis mempunyai variasi yang cukup tinggi baik sifat fisika maupun
sifat kimianya. Variasi tersebut sebagai bagian yang tak terpisahkan dari variasi suhu dan curah
hujan dikawasan tropis. Bahkan dapat disebutkan bahwa keragaman tanah didaerah tropis
sebanding dengan keragaman kondisi iklimnya, baik lokal maupun regional. Selain itu hubungan

timbal balik antara vegetasi alami dan tanah sangat dekat sehingga keragaman tipe vegetasi juga
menunjukan secara langsung dan tidak langsung pada keragaman sifat fisika dan kimia tanah.
Keragaman sifat kimia dan fisika tanah dikawasan tropis tersebut dapat dinyatakan
sebagai sebaran kesuburan dan produktifitas tanah dari ekstrim sangat subur dan produktif
hingga ekstrim infertile. Meskipun demikian jika ingin dibuat pernyataan umum tentang tanah
kawasan tropis, terdapat kesamaan pada warnanya yaitu merah terang atau kuning, umumnya
mempunyai tekstur lempung dan berliat, juga ditemukan tekstur berpasir pada lapisan-lapisan
atas, kandungan basa relative rendah, fraksi liatnya cukup kaya dengan alumunium dan silica.
Bagian terbesar tanah tropis merupakan tanah liat kuning atau merah yang sangat intensif karena
pencucian (leaching) dan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim serta mempunyai kandungan
hara yang rendah. Dalam beberapa system klasifikasi tanah yang umum, tanah tersebut
digolongkan sebagai oksisol dan ultisol yang meliputi sekitar 50% tanah tropis (Sanchez, 1976).
Pada kawasan tropis di Amerika Selatan, 52.3% tanahnya adalah jenis tanah yang tercuci
tingkat lanjut dan kandungan hara rendah, hanya 13.7% tanah disana yang tergolong subur secara
potensial. Sebaliknya di Amerika Tengah tanah yang subur secara potensial lebih luas, yaitu
44.1%, sedangkan tanah yang tercuci dan kadar hara rendah hanya 7.9%. Dikawasan tropis
Afrika dan Asia sekitar 50% tanahnya tergolong tidak subur dan hanya sekitar 27% yang

tergolong subur. Dengan demikian secara keseluruhan tanah dikawasan tropis adalah tanah
miskin. Meskipun dalam beberapa kasus, dalam luasan yang terbatas, tanah alluvial, yang

berdekatan dengan sungai-sungai dikawasan tropis tergolong dalam wilayah pertanian paling
subur didunia.

A. LATAR BELAKANG
Hutan hujan tropika atau sering juga ditulis sebagai hutan hujan tropis adalah bioma
berupa hutan yang selalu basah atau lembap, yang dapat ditemui di wilayah sekitar khatulistiwa;
yakni kurang lebih pada lintang 0°–10° ke utara dan ke selatan garis khatulistiwa. Hutan-hutan
ini didapati di Asia, Australia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Tengah, Meksiko dan
Kepulauan Pasifik. Dalam peristilahan bahasa Inggris, formasi hutan ini dikenal sebagai
lowland equatorial evergreen rainforest, tropical lowland evergreen rainforest, atau secara
ringkas disebut tropical rainforest. Hutan hujan tropika merupakan rumah untuk setengah
spesies flora dan fauna di seluruh dunia. Hutan hujan tropis juga dijuluki sebagai "farmasi
terbesar dunia" karena hampir 1/4 obat modern berasal dari tumbuhan di hutan hujan ini. Hutan
adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya.
Hutan menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, hutan adalah suatu
kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan
berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator
arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang

paling penting.
Tanah adalah akumulasi tumbuhan alam yang bebas dan menduduki sebagian besar
lapisan atas permukaan bumi. Ada empat lapisan dari tanah yakni, lapisan tanah atas (topsoil),
lapisan tanah bawah (subsoil), lapisan batuan induk terlapuk (regalith) dan lapisan batuan induk
(bedrock). Tanah-tanah yang mendominasi kawasan tropika diantaranya adalah ordo Oxisols
(22,5%) dari total luas lahan yang ada di kawasan tropika), Ultisols (10,6%), aridisol (18,4%),
alfisols (16,3%), entisols (10,0%) dan Inceptisols (5,0%). Dengan beberapa pengecualian
(misalnya saja pada ordo tanah Entisols, Inceptisols, aridisols, mollisols dan Histosols), maka
sebagian besar tanah-tanah diwilayah tropika memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan
beberapa diantaranya memiliki hubungan yang cukup erat terhadap keterbatasan-keterbatasan
untuk penggunaan penanaman yang intensif. Sebagai contoh, oxisols dan ultisols secara umum
mempunyai sifat-sifat fisik yang memadai bagi pertumbuhan tanaman, akan tetapi tingkat
keasamannya tinggi (pH rendah), selain itu juga mempunyai permasalahan terhadap
ketidakseimbangan kandungan nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Alfisols dan Aridisols
kemungkinan besar mempunyai sifat-sifat kimia tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman
dan kandungan nutrisinya cukup, akan tetapi umumnya mempunyai keterbatasan pada
mudahnya sifat-sifat fisik tanah yang mudah rusak/terdegradasi, misalnya saja diakibatkan oleh
pemadatan/Compaction dan oleh karena erosi. Untuk mengelola besarnya aliran permukaan (run

off) maka dapat dilakukan melalui pembangunan struktur pencegah erosi (seperti : teras bangku,

sengkedan, terjunan air, dan lain-lain) yang akan bermanfaat untuk menurunkan resiko yang
diakibatkan oleh erosi.

B. PERUMUSAN DAN BATASAN MASALAH
1. Perumusan masalah
Dengan mempelajari sifat-sifat tanah di daerah tropis di dunia, maka kita dapat mengetahui
dan memaparkan sifat-sifat fisik utama yang dimiliki oleh tanah-tanah di kawasan tropika
dan relevansinya terhadap kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan lahan, sehingga seseorang
dapat mengelola ruang secara tepat guna.
2. Batasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar tulisan ini tidak menyimpang dari tujuan yang ingin di
capa. Adapun batasan masalah adalah menganalisi sifat dan ciri tanah di daerah tropis, baik
dalam arti khusus maupun pengertiannya dalam arti luas serta klasifikasi dan penyebarannya
di muka bumi ini.
C. TUJUAN DAN MANFAAT
1. Tujuan
yaitu untuk mengetahui sifat dan cirri tanah pada kawasan daerah atau hutan tropis
yang ada di dunia, dan Sebagai penyelesaian tugas dari mata kuliah Dasar-Dasar
Ilmu Tanah di bawah bimbingan Bapak Dr.Ir.M.Tufaila Hemon,M.P
2. Manfaat

Diharapkan dengan menganalisis sifat dan ciri tanah pada kawasan hutan tropis di
dunia Memperluas pengetahuan kita mengenai tanah, baik dalam arti khusus maupun
pengertiannya dalam arti luas serta klasifikasi dan penyebarannya di muka bumi ini.
D. LANDASAN TEORI
1. Pengertian hutan

Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-undang
tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem. Berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Dari definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur-unsur yang meliputi :
1. Suatu kesatuan ekosistem

2. Berupa hamparan lahan
3. Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya.
4. Mampu memberi manfaat secara lestari.
Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang dinamakan hutan, merupakan
rangkaian kesatuan komponen yang utuh dan saling ketergantungan terhadap fungsi
ekosistem di bumi. Eksistensi hutan sebagai subekosistem global menenpatikan posisi

penting sebagai paru-paru dunia (Zain, 1996).
2. Pengertian Hutan Tropis
Hutan hujan tropika merupakan jenis wilayah yang paling subur. Hutan jenis ini terdapat
di sekitar wilayah tropika atau dekat wilayah tropika di bumi ini yang menerima curah
hujan berlimpah sekitar 2000-4000 mm setahunnya. Suhunya tinggi (rata-rata sekitar 2526oC) dan dengan kelembaban rata-rata sekitar 80%. Komponen dasar hutan tersebut
adalah pohon tinggi dengan tinggi maksimum rata-rata 30 meter (Ewusie, 1980).
Hutan hujan merupakan suatu komunitas yang sangat kompleks dengan ciri yang utama
adalah pepohonan dengan berbagai ukuran. Kanopi hutan menyebabkan iklim mikro yang
berbeda dengan keadaan di luarnya; cahaya kurang dan kelembaban yang lebih tinggi
dengan suhu yang rendah (Whitmore, 1998). Selanjutnya menurut Richard (1966)
dinyatakan bahwa ciri hutan hujan tropika yang mencolok yaitu penutupnya mayoritas
terdiri dari tanaman berkayu berbentuk pohon. Sebagian besar tanaman pemanjat dan
beberapa jenis epifit yang berkayu (woody). Tumbuhan bawah terdiri dari tumbuhan
berkayu, semai (seedling) dan pancang (sapling), belukar (shurb) dan pemanjat-pemanjat
muda. Tumbuhan herba yang terdapat ialah beberapa epifit sebagai bagian dari tumbuhan
bawah dalam proporsi yang relatif kecil.

3. Pengertian Tanah
Definisi Tanah
1. Pendekatan Geologi (Akhir Abad XIX)

Tanah: adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami
serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit (lapisan
partikel halus).

2. Pendekatan Pedologi (Dokuchaev 1870)
Pendekatan Ilmu Tanah sebagai Ilmu Pengetahuan Alam Murni. Kata Pedo =i gumpal
tanah.
Tanah: adalah bahan padat (mineral atau organik) yang terletak dipermukaan bumi, yang
telah dan sedang serta terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor:
Bahan Induk, Iklim, Organisme, Topografi, dan Waktu.
3. Pendekatan Edaphologis (Jones dari Cornel University Inggris)
Kata Edaphos = bahan tanah subur.
Tanah adalah media tumbuh tanaman
E. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan paper ini yaitu jenis metode pengumpulan data,
yaitu studi pustaka. Metode pengumpulan data ini dilakukan melalui riset kepustakaan untuk
mendapatkan landasan teori yang kuat sebagai dasar dari masalah yang di teliti, sehingga
dapat memperoleh kesimpulan yang tepat.

F. PEMBAHASAN

1. Persebaran hutan hujan tropis di seluruh dunia

Hutan hujan tropika terbentuk di wilayah-wilayah beriklim tropis, dengan curah hujan
tahunan minimum berkisar antara 1.750 millimetre (69 in) dan 2.000 millimetre (79 in).
Sedangkan rata-rata temperatur bulanan berada di atas 18 °C (64 °F) di sepanjang tahun Hutan
basah ini tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian sekitar 1.200 m dpl., di atas tanah-tanah
yang subur atau relatif subur, kering (tidak tergenang air dalam waktu lama), dan tidak memiliki
musim kemarau yang nyata (jumlah bulan kering < 2). Hutan hujan tropika merupakan vegetasi
yang paling kaya, baik dalam arti jumlah jenis makhluk hidup yang membentuknya, maupun
dalam tingginya nilai sumberdaya lahan (tanah, air, cahaya matahari) yang dimilikinya. Hutan
dataran rendah ini didominasi oleh pepohonan besar yang membentuk tajuk berlapis-lapis
(layering), sekurang-kurangnya tinggi tajuk teratas rata-rata adalah 45 m (paling tinggi
dibandingkan rata-rata hutan lainnya), rapat, dan hijau sepanjang tahun. Ada tiga lapisan tajuk
atas di hutan ini :


Lapisan pohon-pohon yang lebih tinggi, muncul di sana-sini dan menonjol di atas atap
tajuk (kanopi hutan) sehingga dikenal sebagai “sembulan” (emergent). Sembulan ini bisa
sendiri-sendiri atau kadang-kadang menggerombol, namun tak banyak. Pohon-pohon
tertinggi ini bisa memiliki batang bebas cabang lebih dari 30 m, dan dengan lingkar

batang hingga 4,5 m.



Lapisan kanopi hutan rata-rata, yang tingginya antara 24–36 m.



Lapisan tajuk bawah, yang tidak selalu menyambung. Lapisan ini tersusun oleh pohonpohon muda, pohon-pohon yang tertekan pertumbuhannya, atau jenis-jenis pohon yang
tahan naungan.

Kanopi hutan banyak mendukung kehidupan lainnya, semisal berbagai jenis epifit
(termasuk anggrek), bromeliad, lumut, serta lumut kerak, yang hidup melekat di cabang dan
rerantingan. Tajuk atas ini demikian padat dan rapat, membawa konsekuensi bagi kehidupan di
lapis bawahnya. Tetumbuhan di lapis bawah umumnya terbatas keberadaannya oleh sebab
kurangnya cahaya matahari yang bisa mencapai lantai hutan, sehingga orang dan hewan cukup
leluasa berjalan di dasar hutan.
Ada dua lapisan tajuk lagi di aras lantai hutan, yakni lapisan semak dan lapisan vegetasi
penutup tanah. Lantai hutan sangat kurang cahaya, sehingga hanya jenis-jenis tumbuhan yang
toleran terhadap naungan yang bertahan hidup di sini; di samping jenis-jenis pemanjat (liana)

yang melilit batang atau mengait cabang untuk mencapai atap tajuk. Akan tetapi kehidupan yang
tidak begitu memerlukan cahaya, seperti halnya aneka kapang dan organisme pengurai
(dekomposer) lainnya tumbuh berlimpah ruah. Dedaunan, buah-buahan, ranting, dan bahkan
batang kayu yang rebah, segera menjadi busuk diuraikan oleh aneka organisme tadi. Pemakan
semut raksasa juga hidup di sini. Pada saat-saat tertentu ketika tajuk tersibak atau terbuka karena
sesuatu sebab (pohon yang tumbang, misalnya), lantai hutan yang kini kaya sinar matahari
segera diinvasi oleh berbagai jenis terna, semak dan anakan pohon; membentuk sejenis rimba
yang rapat.

2.

Tanah Hutan Tropis

Tanah adalah akumulasi tumbuhan alam yang bebas dan menduduki sebagian besar
lapisan atas permukaan bumi. Ada empat lapisan dari tanah yakni, lapisan tanah atas (topsoil),
lapisan tanah bawah (subsoil), lapisan batuan induk terlapuk (regalith) dan lapisan batuan induk
(bedrock). Tanah lapisan paling atas umumnya sangat subur. Hal ini karena lapisan tanah atas

bercampur dengan humus.Tanah yang kaya dengan humus berwarna lebih hitam dibandingkan
jenis tanah yang lain. Humus berasal dari pembusukan hewan atau tumbuhan yang telah mati.

Proses pembusukan ini dibantu oleh hewan-hewan yang hidup di tanah, misalnya cacing tanah.
Cacing tanah ini memakan sampah-sampah yang ada di permukaan tanah. Pembusukan itu
menghasilkan bahan-bahan organik. Sampah-sampah yang tidak dimakan oleh hewan-hewan ini,
akan diuraikan oleh jamur. Sementara itu,tanah lapisan bawah kurang subur dan mempunyai
warna lebih terang.Tanah lapisan bawah mengandung sedikit humus. Lapisan tanah yang terakhir
atau paling bawah yaitu bahan induk tanah. Bahan induk tanah merupakan lapisan tanah yang
terdiri atas bahan-bahan asli hasil pelapukan batuan. Lapisan ini disebut lapisan tanah asli karena
tidak tercampur dengan hasil pelapukan dari batuan lain. Biasanya lapisan tanah ini warnanya
sama dengan warna batuan asalnya. Tanah dikawasan tropis mempunyai variasi yang cukup
tinggi baik sifat fisika maupun sifat kimianya. Variasi tersebut sebagai bagian yang tak
terpisahkan dari variasi suhu dan curah hujan dikawasan tropis. Bahkan dapat disebutkan bahwa
keragaman tanah didaerah tropis sebanding dengan keragaman kondisi iklimnya, baik lokal
maupun regional. Selain itu hubungan timbal balik antara vegetasi alami dan tanah sangat dekat
sehingga keragaman tipe vegetasi juga menunjukan secara langsung dan tidak langsung pada
keragaman sifat fisika dan kimia tanah.
Keragaman sifat kimia dan fisika tanah dikawasan tropis tersebut dapat dinyatakan
sebagai sebaran kesuburan dan produktifitas tanah dari ekstrim sangat subur dan produktif
hingga ekstrim infertile. Meskipun demikian jika ingin dibuat pernyataan umum tentang tanah
kawasan tropis, terdapat kesamaan pada warnanya yaitu merah terang atau kuning, umumnya
mempunyai tekstur lempung dan berliat, juga ditemukan tekstur berpasir pada lapisan-lapisan
atas, kandungan basa relative rendah, fraksi liatnya cukup kaya dengan alumunium dan silica.
Bagian terbesar tanah tropis merupakan tanah liat kuning atau merah yang sangat intensif karena
pencucian (leaching) dan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim serta mempunyai kandungan
hara yang rendah. Dalam beberapa system klasifikasi tanah yang umum, tanah tersebut
digolongkan sebagai oksisol dan ultisol yang meliputi sekitar 50% tanah tropis (Sanchez, 1976).
Pada kawasan tropis di Amerika Selatan, 52.3% tanahnya adalah jenis tanah yang tercuci tingkat
lanjut dan kandungan hara rendah, hanya 13.7% tanah disana yang tergolong subur secara
potensial. Sebaliknya di Amerika Tengah tanah yang subur secara potensial lebih luas, yaitu
44.1%, sedangkan tanah yang tercuci dan kadar hara rendah hanya 7.9%. Dikawasan tropis
Afrika dan Asia sekitar 50% tanahnya tergolong tidak subur dan hanya sekitar 27% yang
tergolong subur. Dengan demikian secara keseluruhan tanah dikawasan tropis adalah tanah
miskin. Meskipun dalam beberapa kasus, dalam luasan yang terbatas, tanah alluvial, yang
berdekatan dengan sungai-sungai dikawasan tropis tergolong dalam wilayah pertanian paling
subur didunia.

Sebagian besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan hujan tropis. Hutan hujan
tropis mempunyai ciri khas yang berbeda dengan hutan-hutan lainnya. Indonesia adalah negara
kepulauan yang mempunyai 17.500 lebih pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Beragamnya tempat tumbuh dari hutan-hutan di Indonesia membuat Hutan tropis Indonesia
mempunyai ciri khas yang khusus dibandingkan hutan di belahan bumi lainnya.
Banyak para ahli yang mendiskripsi hutan hujan tropis sebagai ekosistem spesifik, yang
hanya dapat berdiri mantap dengan keterkaitan antara komponen penyusunnya sebagai kesatuan
yang utuh. Keterkaitan antara komponen penyusun ini memungkinkan bentuk struktur hutan
tertentu yang dapat memberikan fungsi tertentu pula seperti stabilitas ekonomi, produktivitas
biologis yang tinggi, siklus hidrologis yang memadai dan lain-lain. Secara nyata di lapangan, tipe
hutan ini memiliki kesuburan tanah yang sangat rendah, tanah tersusun oleh partikel lempung
yang bermuatan negatif rendah seperti kaolinite dan illite.

Kondisi tanah asam ini memungkinkan besi dan almunium menjadi aktif di samping
kadar silikanya memang cukup tinggi, sehingga melengkapi keunikan hutan ini. Namun dengan
pengembangan struktur yang mantap terbentuklah salah satu fungsi yang menjadi andalan
utamanya yaitu ”siklus hara tertutup” (closed nutrient cycling) dan keterkaitan komponen
tersebut, sehingga mampu mengatasi berbagai kendala/keunikan tipe hutan ini (Withmore, 1975).
Kondisi tanah hutan ini juga menunjukkan keunikan dan ciri khas tersendiri. Aktivitas biologis

tanah lebih bertumpu pada lapisan tanah atas (top soil). Aktivitas biologis tersebut sekitar 80%
terdapat pada top soil saja. Kenyataan-kenyataan tersebut menunjukkan bahwa hutan hujan tropis
merupakan ekosistem yang rapuh (fragile ecosystem), karena setiap komponen tidak bisa berdiri
sendiri. Disamping itu dijumpai pula fenomena lain yaitu adanya ragam yang tinggi antar lokasi
atau kelompok hutan baik vegetasinya maupun tempat tumbuhnya (Marsono, 1991).
Penyebaran golongan tanah amat erat hubungannya dengan penyebaran tipe iklim dan
penyebaran vegetasi alami. Sistem kumpulan tanah yang dinamakan suborder dan
penyebarannya dengan aktivitas manusia, sehingga manusia itu sendiri dapat mengelola
linkungan hidupnya secara tepat guna. Dengan begitu, manusia tidak hanya memperlakukan
tanah untuk tujuan agroekonomi, tetapi juga untuk kecocokan atau tidaknya bagi keperluan
teknologi bukan pertanian seperti untuk pemasangan pipa, jalan raya, bangunan, industri dan
sebagainya. Untuk kepentingan tersebut, sehingga perlu mengetahui klasifikasi dan
penyebarannya. Adapun informasi/referensi mengenai pengelolaan sifat-sifat fisik tanah di
wilayah tropika masih sangat sedikit.
Namun demikian secara garis besar sifat-sifat fisik tanah untuk beberapa ordo tanah di
wilayah tropika dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
a. Oxisols
Nama tersebut adalah berasal dari bahasa Prancis, Oxide yang berarti oksida. Tanah oxisol
adalah tanah yang telah mengalami pelapukan hebat. Warna oxisol bervariasi dari kuning ke
merah, coklat sampai coklat kemerahan. Persebaran tanah oxisol paling luas di Afrika dan
Amerika Selatan. Secara umum, Oxisols mempunyai struktur tanah yang baik (Trapneli dan
Webster, 1986) dengan proporsi agregat-agregat mikro yang tinggi (ukuran 0.01 sampai 0.2 mm),
stabil terhadap slaking dan memiliki trafficability yang moderat. Konsekuensi untuk sebagian
besar ordo Oxisols adalah meskipun teksturnya berliat, namun mempunyai sifat seperti pasir
halus. Laju keseimbangan infiltrasi dan konduktifitas hidrolik yang jenuh dari tanah-tanah ini
akan dapat dengan mudah meningkat menjadi sangat cepat sampai pada kisaran antara 5 sampai
50 cm per jam. Penanaman yang terus menerus dan lalu lintas kendaraan bermotor (alat-alat
berat) akan meningkatkan degradasi struktural tanah-tanah ini melalui pengerasan, pemadatan,
penurunan laju infiltrasi sampai pada tingkat yang rendah, tingginya run off, serta mudahnya
terjadi proses erosi yang dipercepat (Accelerated erosion).
b. Ultisols
Golongan tanah ini diklasifikasikan dengan elemen formatifnya ult, singkatan dari ultimus
(terakhir). Merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan paling hebat, ditandai dengan
adanya pengaruh pencucian. Tanah ultisols berkembang pada daerah iklim panas tropika.
Memiliki horizon argila (liat putih) yang mempunyai liat dengan kejenuhan alkalin lebih rendah
dari 35%. Horizon permukaannya berwarna merah sampai kuning, menunjukkan terdapatnya
akumulasi oksida besi yang bebas. Ultisols terbentuk pada region permukaan lahan tua,
umumnya di bawah vegetasi hutan.
c. Alfisols
Berbeda dengan Oxisols, sebagian besar Alfisols mempunyai tekstur tanah yang ringan pada
horison permukaannya dan sering mempunyai kandungan liat kurang dari 20%. Lebih lanjut,

Alfisols pada wilayah Tropika sub humid dan semi arid mempunyai fraksi endapan yang rendah,
mempunyai struktur yang lemah, serta dapat dengan mudah mengalami slaking, pengerasan dan
pemadatan. Dikarenakan oleh faktor utama rendahnya aktifitas liat (misalnya kaolinit dan ilit)
serta kandungan bahan organik yang rendah, maka sebagian besar dari Alfisols juga akan dengan
mudah mengeras (hard-setting), misalnya saja kegiatan pengerasan tanah menjadi massa yang
tidak berstruktur karena pengeringan. Sebagian besar Alfisols di Afrika Barat dicirikan oleh
tekstur yang kasar pada horison permukaannya dan di lapisan yang lebih dalam adalah liat atau
horison argilik yang berupa konsentrasi dari kuarsa atau konkresi batu kerikil. Di bawah vegetasi
yang alami, sebagian besar Alfisols (dan juga Ultisols) mempunyai kerapatan limbak (bulk
density) yang rendah yaitu berkisar 1.0 t m-3 atau kurang, khususnya di wilayah-wilayah yang
dicirikan oleh aktifitas hewan tanah yang tinggi, misalnya rayap dan cacing tanah. Meskipun
demikian, besarnya kerapatan limbak dapat meningkat dengan cepat manakala pada tanah-tanah
tersebut ada aktifitas lalu lintas alat-alat berat yang tinggi. Laju peningkatan besarnya kerapatan
limbak biasanya akan cepat/tinggi pada tanah-tanah yang memiliki bahan organik sedikit dan di
dominasi oleh liat-liat yang aktifitasnya rendah. Kerapatan limbak tanah dapat meningkat dari
0.8 t m-3 di bawah penutupan vegetasi alami sampai 1.4 t m-3 di lahan pertanian yang
memanfaatkan alat-alat berat. Peningkatan kerapatan limbak yang besar sebagai akibat kegiatan
deforestasi telah diamati di Afrika Barat oleh Lal dan Cummings (1979), Hulugalle et al (1984)
dan Ghuman & Lal (1991); serta di Amazon bagian hulu oleh Alegre et al (1986). Tabel:
Kerapatan limbak (Bulk Density) tanah dan ketahanan tekanan tanah Alfisol pada kedalaman 05 cm di Nigeria Selatan dan akibat kegiatan deforestasi. Perlakuan Deforestasi (Metode
Penebangan yang dipakai) Sebelum Deforestasi Satu Tahun Setelah Deforestasi Kerapatan
Limbak (BD) (t m -3) Ketahanan Tekanan (kPa) Kerapatan Limbak (BD) (t m -3) Ketahanan
Tekanan (kPa) 1. Manual 2. Shear Blade 3. Tree Pusher/Root rake 4. Tradisional 5. LSD (0.05)
0.73 0.81 0.69 0.69 TS 44 30 30 17 TS 1.46 1.38 1.45 1.16 0.01 170 144 132 121 20
Keterangan: TS = Tidak Signifikan Data yang ditunjukkan pada Tabel di atas adalah sebuah
contoh peningkatan kerapatan limbak tanah yang besar sebagai akibat kegiatan deforestasi.
Dimana pada kasus ini, kerapatan limbak meningkat karena adanya dua faktor yang biasanya
diabaikan dalam metode pemanenan/eksploitasi hutan. Alasan mengapa di bawah tegakan hutan
mempunyai kerapatan limbak yang rendah adalah dikarenakan oleh tingginya aktivitas hewan
tanah seperti cacing tanah, rayap dan hewan-hewan tanah lainnya. Tanah di bawah tegakan hutan
akan terasa seperti busa jika kita berjalan diatasnya, tanah ini juga ditutupi oleh lapisan tebal
yang dibuat cacing setebal 3 sampai 5 cm. Selain itu pada tanah ini juga terjadi aktifitas yang
intensif dari rayap-rayap maupun hewan tanah lainnya. Deforestasi akan merubah suhu tanah
dan regim kelembaban, menurunkan ketersediaan dan keanekaragaman makanan, merusak
habitat, dan menurunnya aktivitas biota tanah secara drastis. Konsekuensinya adalah
meningkatnya kerapatan limbak. Ketahanan tekanan akan selaras dengan kerapatan limbaknya.
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah kegiatan deforestasi, dan dibuat selama musim
kering ketika kandungan lengas tanahnya rendah. Setelah kegiatan deforestasi selesai maka akan
diikuti oleh kemudahan tanah di tempat tersebut mengalami pengerasan (hardsetting) yang
semakin meningkat. Perkembangan pengerasan atau penutupan permukaan merupakan faktor
pembatas fisik yang utama pada tanah ini karena tanah menjadi tidak terlindungi dari pengaruh
jatuhnya air hujan (raindrop impact) serta cepatnya proses pengeringan setelah deforestasi.
Meningkatnya kerapatan limbak tanah (BD) sebagai akibat dari kehilangan bahan organik tanah,
menurunnya keanekaragaman tanah serta pengaruh air hujan akan mengakibatkan menurunnya
porositas makro dan menurunnya kapasitas infiltrasi tanah (Lal dan Cummings, 1979; Ghuman

et al, 1991). Besarnya laju penurunan kapasitas infiltrasi tergantung pada kondisi tanah
sebelumnya. Sistem pengelolaan tanah dan pohon yang meningkatkan aktivitas hewan tanah
juga menjaga tingginya kapasitas infiltrasi (Lavelle et al, 1992). Kerentanan terhadap kekeringan
(drough stress) akan semakin buruk karena lemahnya sifat struktural dan cepatnya deteriorisasi
(penurunan) agregat-agregat selama kerusakan tanah, suhu tanah yang tinggi dan rendahnya
kandungan lengas tanah.
d.
Entisol
adalah tanah baru, tanah yang masih menunjukkan asal bahan induk. Berdasarkan klasifikasi
tanah tahun 1949, golongan tanah entisol adalah Aluvial, Regosol, dan Litosol. Ciri khas Entisol
adalah tanah ini belum menunjukkan perkembangan horizon yang jelas atau perkembangannya
baru di mulai. Psamment adalah group yang penting pada ordo Entisol di wilayah tropika.
Konotasi dari Psamment adalah Entisol yang bertekstur pasir. Psamment didominasi oleh tekstur
yang kasar dan jarang sekali kandungan halusnya dari pada pasir halus berliat pada kedalaman
sampai sekitar 1 m dari permukaan. Konsekuensinya adalah bahwa tanah-tanah ini mempunyai
struktur single-grain, mempunyai laju infiltrasi yang relatif lebih tinggi serta rendahnya
kapasitas menahan air yang tersedia. Sebagai tambahan, jika kekeringan (drough stress) sering
terjadi maka tanah-tanah ini akan mempunyai Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang sangat
rendah, serta kesuburan tanah sangat rendah pula. Keberhasilan pertumbuhan tanaman pada
Psamment membutuhkan adanya kegiatan konservasi kelengasan tanah dan penggunaan pupuk
organik maupun pupuk-pupuk kimia dengan bijaksana untuk meningkatkan kesuburannya.
e. Aridisols
Merupakan tanah yang menduduki urutan pertama di muka bumi ini. Aridisols berasal dari
Bahasa Latin ’Aridus’ yang berarti kering. Tanah ini mempunyai kandungan bahan organik yang
rendah dan mengandung larutan garam yang relatif tinggi, selain itu biasanya juga terdiri dari
pasir halus dan fraksi silt. Secara umum Aridisols mempunyai tekstur kasar sampai menengah
dengan proporsi bahan skeletal yang tinggi terdiri dari kerikil, plintit yang mengeras serta bekas
jalan aspal di padang pasir. Beberapa adalah Gypsiferous dan Calcareous, dan dalam bentuk
gundukan pasir adalah bentuk yang umum. Konsekuensinya adalah bahwa Aridisols akan mudah
mengalami pengerasan dan membentuk penutup tanah serta memadat, tanah ini sering berada
pada bentuk padatan yang keras meskipun pada kondisi alaminya juga menunjukkan ciri sifat
hard-settingnya. Pengerasan permukaan mungkin akan mengakibatkan bagian tersebut menjadi
hidrofobik karena adanya bentukan lapisan alga selama musim penghujan. Pengerasan alga
sering menurunkan laju masuknya air bahkan dapat mencapai nol, meningkatkan besarnya run
off, banjir bandang, dan erosi parit yang parah selama musim penghujan. Erosi oleh angin dan
gangguan gundukan pasir adalah permasalahan yang timbul selama musim kering.
f. Vertisols
Tanah vertisol (Bahasa Latin, verto = terbalik), konotasinya adalah merupakan tanah yang lepaslepas dan masuk terperosok ke celah-celah / retakan–retakan tatkala tanah kering. Vertisol
adalah golongan tanah yang khas pada region-region bervegetasi savana atau stepa, di iklim
tropika dan subtropika yang memiliki musim kering dan basah berganti-ganti dengan nyata.
Tanah berubah-ubah kerena peralihan musim basah dan kering. Pada musim kering, tanah
mengalami retak-retak, bagian yang lepas dari epipedon jatuh dan memasuki retakan-retakan
sehingga tanah tanah tergambar sebagai terbalik ”verto”. Ciri khas vertisol yang lainnya adalah

tanah ini juga kaya akan pelikan liat yang tersebar merata pada tiap horizon, khususnya
montmorilonit. Tingginya kandungan liat montmorilonit biasanya lebih dari 30% pada
kedalaman diatas 50 cm sehingga memerlukan adanya manajemen/pengelolaan permasalahan
yang khusus pada tanah-tanah ini. Sifat tersebut termasuk rendahnya laju infiltrasi, tingginya run
off, kemudahan untuk dierosi oleh air dan rendahnya trafficability selama musim hujan. Vertisol
juga mudah mengalami salinisasi, alkalisasi dan ketidakseimbangan nutrisi. Pemadatan dapat
juga merupakan suatu masalah, khususnya pada horison sub soil.
g. Inceptisols
Istilah Inceptisols berasal dari Bahasa Latin, Incepticum yang berarti ‘mulai’. Inceptisols dapat
berarti tanah muda. Tanah ini umumnya banyak ditumbuhi semak cebol dan lumut.
Penyebarannya hampir dapat di semua region iklim. Tanah ini juga mendukung lingkungan yang
baik untuk lahan-lahan dengan rerumputan. Di Indonesia, tanah-tanah seperti glei, geli humus
termasuk ke dalam jenis tanah inseptisols. Bentangan tanah Inceptisols yang paling luas adalah
di region iklim dingin yang basah, biasanya dengan salju abadi (tundra). Kelemahan tanah ini
adalah sangat rentan akan terjadinya proses pencucian.

G. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada kawasan tropis di Amerika Selatan, 52.3% tanahnya adalah jenis tanah yang
tercuci tingkat lanjut dan kandungan hara rendah, hanya 13.7% tanah disana yang
tergolong subur secara potensial. Sebaliknya di Amerika Tengah tanah yang subur
secara potensial lebih luas, yaitu 44.1%, sedangkan tanah yang tercuci dan kadar hara
rendah hanya 7.9%. Dikawasan tropis Afrika dan Asia sekitar 50% tanahnya tergolong
tidak subur dan hanya sekitar 27% yang tergolong subur. Dengan demikian secara
keseluruhan tanah dikawasan tropis adalah tanah miskin. Meskipun dalam beberapa
kasus, dalam luasan yang terbatas, tanah alluvial, yang berdekatan dengan sungaisungai dikawasan tropis tergolong dalam wilayah pertanian paling subur didunia.
2. Kumpulan tanah (suborder) memberikan indikasi penyebaran golongan dari jenis
tanah secara sebaran geografi.. Dengan begitu, peluang untuk terjadinya kelalaian
dalam hal pemanfaatan tanah/lahan dapat ditekan sekecil mungkin, kelestarian alam
khususnya tanah pun dapat terjaga dengan baik. Tidak dapat disangkal pula, bahwa
kelangsungan peradaban ini pun adalah sangat bergantung kepada peranan tanah
tempat kita berpijak. Dalam arti sempitnya dapat dikatakan hidup kita ada di tangan
kita sendiri. Tanah yang dominan tersebar di daerah tropika ini adalah: 1. Oxisols
(22,5% dari total luas lahan yang ada di kawasan tropika) 2. Ultisols (10,6%) 5.
Aridisol (18,4%) 3. Entisols (10,0%) 6. Alfisols (16,3%) 4. Inceptisols (5,0%) 7. Ordoordo tanah lainnya hingga 17,2%. Dari beberapa jenis tanah tersebut di atas, tanah
Alfisol merupakan golongan tanah pertanian yang paling produktif apabila kondisi

iklim dan pengelolaannya dalam keadaan yang baik. Pemanfaatan tanah Alfisol yang
salah menyebabkan kerusakan sangat parah yang berakibat hilangnya sifat produktif
tanah tersebut. Banyaknya kecerobohan dalam pemanfaatan tanah perlu diimbangi
dengan usaha yang keras yang juga melibatkan hati nurani kita untuk turut serta dalam
pelestarian tanah.
B. Saran
Dengan adanya pengetahuan mengenai tanah, khususnya tanah yang ada di daerah tropik
diharapkan kita dapat memanfaatkan tanah sebagai sumber daya yang utama dengan bijak
dan tepat guna. Pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan sifat-sifat dan struktur tanah
akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi dan produktivitas tanah. Untuk itu perlu sekali
bagi kita untuk mengetahui sifat fisik tanah-tanah utama di daerah tropis guna
menumbuhkan rasa kepedulian kita terhadap kelestarian lingkungan tempat kita tinggal

DAFTAR PUSTAKA

http://www.satwa.net/193/mengenal-hutan-hujan-tropis.html
http://irwantoforester.wordpress.com/kondisi-hutan-tropis-di-indonesia/
http://forester-untad.blogspot.com/2013/06/makalah-kondisi-dan-sifat-tanah.html
http://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/03/ciri-khas-hutan-hujan-tropis.html
http://aprak-we.blogspot.com/2013/01/tanah-hutan-tropis.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_hujan_tropika
http://jailaniahmad86.blogspot.com/2013/06/hutan-hujan-tropis-makalah_5.html
http://aprak-we.blogspot.com/2013/01/tanah-hutan-tropis.html

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25