Pengaruh Penendalian Internal, Budaya Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Karo

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Internal

2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal

Secara umum, pengendalian internal merupakan bagian dari masing-masing sistem yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman operasional perusahaan atau organisasi tertentu. Perusahaan pada umumnya menggunakan Sistem Pengendalian Internal untuk mengarahkan operasi perusahaan dan mencegah terjadinya penyalahgunaan sistem.

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian Pengendalian Internal, antara lain:

1. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Pengendalian Internal Pemerintah adalah seluruh proses kegiatan evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Dalam pengembangan dan penerapannya perlu dilakukan secara komprehensif dan harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang selanjutnya disingkat BPKP, adalah


(2)

aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

2. Menurut Mulyadi (2002:181), menyatakan bahwa, “Sistem Pengendalian Internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain, yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yakni kendala pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektivitas dan efisiensi operasi”

3. Menurut Fees (2000:183), “Pengendalian Internal (internal control) merupakan kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva dari penyalahgunaan, memastikan bahwa informasi usaha akurat, dan memastikan bahwa perundang-undangan serta peraturan dipatuhi sebagaimana mestinya.”

4. Dalam arti sempit yang di kemukakan oleh Zaki Baridwan (2004:97), ”Pengendalian Internal merupakan pengecekan penjumlahan, baik penjumlahan mendatar (cross footing) maupun penjumlahan menurun (footing). Dalam arti yang luas, pengendalian internal tidak hanya meliputi pekerjaan pengecekan tetapi juga meliputi semua alat-alat yang dipergunakan manajemen untuk mengadakan pengawasan.

5. Menurut AICPA (Baidaie, 2005:44), ”Pengendalian Internal adalah suatu proses yang dipengaruhi (affected by) board of directors, manajemen dan pegawai lainnya, yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang layak


(3)

(reasonable insurance) dapat dicapainya tujuan-tujuan yang berkaitan dengan :

1) dapat dipercayainya laporan keuangan, 2) efektivitas san efisiensi operasi,

3) ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Menurut Nugroho (2001:168), Pengendalian internal adalah pengendalian

yang mempunyai dua fungsi utama yaitu:

1) Mengamankan sumber daya organisasi dari penyalahgunaan 2) Mendorong efisiensi operasi organisasi.

7. Menurut Winters (2002:132), Pengendalian Internal adalah alat untuk mengendalikan aktivitas entitas guna membantu menjamin bahwa aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada akhirnya dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Berdasarkan pengertian-pengertian pengendalian internal diatas, kita dapat memahami bahwa pengendalian internal merupakan suatu proses yang terdiri dari kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk dilaksanakan oleh orang-orang untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu yang saling berkaitan. Dengan adanya penerapan pengendalian intern dalam setiap kegiatan operasi perusahaan, maka diharapkan tidak akan terjadi tindakan-tindakan penyelewengan yang dapat merugikan perusahaan, misalnya penggelapan (fraude) baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja.


(4)

2.1.2 Tujuan Pengendalian Internal

Tujuan Pengendalian Internal menurut Mulyadi (2002:180) adalah sebagai berikut:

1. informasi keuangan

Pengendalian internal ini membuat manajemen bertanggung jawab menyiapkan laporan keuangan untuk kepentingan pihak intern dan ekstern perusahaan. Laporan yang disajikan harus dapat diandalkan.

2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku

Pengendalian internal ini dimaksudkan agar organisasi melakukan kegiatannya sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku.

3. Efektivitas dan efisiensi operasi

Pengendalian internal dalam perusahaan merupakan alat untuk mengurangi kegiatan pemborosan dan mengurangi penggunaan sumber daya yang tidak efektif dan efisien dalam operasi perusahaan.

2.1.3 Dimensi-dimensi Pengendalian Internal

Indonesia Mengacu pada pada berbagai dimensi Pengendalian Internal yang telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara (PP No.60 Tahun 2008), yaitu meliputi :

1. Lingkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian adalah kondisi dalam Instansi Pemerintah yang memengaruhi efektivitas pengendalian intern. Unsur ini menekankan bahwa Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara keseluruhan lingkungan organisasi, sehingga dapat menimbulkan perilaku positif


(5)

dan mendukung pengendalian intern dan manajemen yang sehat. Lingkungan pengendalian dapat diwujudkan melalui:

1) Penegakan integritas dan nilai etika; 2) Komitmen terhadap kompetensi; 3) Kepemimpinan yang kondusif;

4) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;

5) Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat; 6) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang

pembinaan sumber daya manusia;

7) Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif;

8) Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait. 2. Penilaian risiko. Penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas

kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran Instansi Pemerintah. Unsur ini memberikan penekanan bahwa pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam.

Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis resiko. Identifikasi risiko sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif, menggunakan


(6)

mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor internal serta menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko. Sedangkan analisis resiko dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan Instansi Pemerintah dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian.

Dalam rangka penilaian risiko pimpinan Instansi Pemerintah perlu menetapkan tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Tujuan Instansi Pemerintah memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu. Tujuan Instansi Pemerintah tersebut wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai, sehingga untuk mencapainya pimpinan Instansi Pemerintah perlu menetapkan strategi operasional yang konsisten dan strategi manajemen yang terintegrasi dengan rencana penilaian risiko.

Begitupula dengan tujuan pada tingkatan kegiatan, sekurangkurangnya dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

1) Berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah;

2) Saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan lainnya;


(7)

4) Mengandung unsur kriteria pengukuran;

5) Didukung sumber daya Instansi Pemerintah yang cukup; dan 6) Melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya. 3. Kegiatan pengendalian. Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. Unsur ini menekankan bahwa Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan.

Penyelenggaraan kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah, seperti:

1) Review atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;

2) Pembinaan sumber daya manusia/Pegawai Pemerintahan; 3) Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;

4) Pengendalian fisik atas aset;

5) Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja; 6) Pemisahan fungsi;

7) Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;

8) Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;


(8)

10)Dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting.

Selain itu, kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko dan disesuaikan dengan sifat khusus Instansi Pemerintah. Kebijakan dan prosedur dalam kegiatan pengendalian harus ditetapkan secara tertulis dan dilaksanakan sesuai dengan yang ditetapkan tersebut, sehingga untuk menjamin kegiatan pengendalian masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan maka harus dievaluasi secara teratur.

4. Informasi dan komunikasi. Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik.

Dalam hal ini pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Berkaitan dengan pengkomunikasian informasi, wajib diselenggarakan secara efektif, dengan cara sebagai berikut:

1) Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi; dan


(9)

2) Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus.

5. Pemantauan. Pemantauan pengendalian intern pada dasarnya adalah untuk memastikan apakah sistem pengendalian intern pada suatu instansi pemerintah telah berjalan sebagaimana yang diharapkan dan apakah perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan telah dilaksanakan sesuai dengan perkembangan. Unsur ini mencakup penilaian desain dan operasi pengendalian serta pelaksanaan tindakan perbaikan yang diperlukan.

Pimpinan instansi harus menaruh perhatian serius terhadap kegiatan pemantauan atas pengendalian intern dan perkembangan misi organisasi. Pengendalian yang tidak dipantau dengan baik cenderung memberikan pengaruh yang buruk dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, agar kegiatan pemantauan menjadi lebih efektif, seluruh pegawai perlu mengerti misi organisasi, tujuan, tingkat toleransi risiko dan tanggung jawab rnasing-masing.

Dalam menerapkan unsur Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), setiap pimpinan Instansi Pemerintah bertanggung jawab untuk mengembangkan kebijakan, prosedur dan praktik detail untuk menyesuaikan dengan kegiatan Instansi Pemerintah dan untuk memastikan bahwa unsur tersebut telah menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan Instansi Pemerintah.


(10)

Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan SPIP dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penyelenggaraan SPIP. Pengawasan intern merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengendalian intern yang berfungsi melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Lingkup pengaturan pengawasan intern ini mencakup kelembagaan, lingkup tugas, kompetensi sumber daya manusia, kode etik, standar audit, pelaporan, dan telaahan sejawat. Sedangkan Pembinaan penyelenggaraan SPIP meliputi penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan, sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, pembimbingan dan konsultansi SPIP, serta peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) pada setiap instansi Pemerintahan.

2.1.4 Keterbatasan Pengendalian Internal

Keterbatasan yang terdapat dalam pengendalian internal dapat mengakibatkan tujuan dari pengendalian internal tidak akan tercapai. Keterbatasan-keterbatasan tersebut menurut Mulyadi (2002:181) adalah:

1. Kesalahan dalam pertimbangan

Kesalahan dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin yang biasanya dilakukan oleh manajemen atau personel lain. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh tidak memadainya informasi yang diterima, keterbatasan waktu, dan tekanan lain.


(11)

2. Gangguan

Adanya kekeliruan dalam memahami perintah, terjadinya kesalahan karena kelalaian dan perubahan yang bersifat sementara atau permanent dalam personil atau dalam sistem dan prosedur yang diterapkan.

3. Kolusi

Kerja sama antara pihak-pihak yang terkait, yang mana seharusnya antara pihak-pihak tersebut saling mengawasi, tetapi malah saling bekerja sama untuk menutupi kesalahan-kesalahan yang dibuat baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

4. Pengabaian oleh manajemen

Manajemen mengabaikan kebijakan dan prosedur yang telah diterapkan semata-mata untuk kepentingan pribadinya sehingga pengendalian internal tidak berfungsi secara baik.

5. Biaya lawan manfaat

Biaya yang telah dikeluarkan untuk penerapan pengendalian internal tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari adanya penerapan pengendalian internal tersebut.

2.1.5 Efektivitas Pengendalian Internal

Efektivitas adalah ukuran keberhasilan suatu kegiatan atau program yang dikaitkan dengan tujuan yang ditetapkan. Suatu pengendalian internal dikatakan efektif apabila memahami tingkat sejauh mana tujuan operasi entitas tercapai, laporan keuangan yang diterbitkan dipersiapkan secara handal, hukum dan regulasi yang berlaku dipatuhi.


(12)

2.2 Budaya Organisasi

2.2.1 Pengertian Budaya Organisasi

Robbin (2007:165) mendefenisikan bahwa budaya organisasi adalah sebagai suatu sistem makna yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain. Robbin mendefenisikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem pemaknaan bersama yang dibentuk oleh anggotanya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Riani (2011) menjelaskan bahwa budaya organisasi merupakan sistem dari shared value, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menciptakan norma-norma perilaku. Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan.

Budaya organisasi adalah simbol dan interaksi unik pada setiap organisasi. Hal ini meliputi cara berpikir, berperilaku, berkeyakinan yang sama-sama dimiliki oleh anggota unit (Marquis, 2010:135). Budaya organisasi tampak dalam dimensi aktivitas tugas dan aktivitas pemeliharaan (dinamika) kelompok/organisasi yang berupa penggunaan bahasa, pengambilan keputusan, teknologi yang digunakan, dan praktik kerja sehari-hari.

Druicker (dalam Tika, 2006:58) menyebutkan bahwa budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian


(13)

mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka budaya organisasi adalah aturan kerja yang ada di organisasi yang akan menjadi pegangan dari sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam perilaku dan sikap mereka sehari-hari selama mereka berada dalam organisasi tersebut dan sewaktu mewakili organisasi berhadapan dengan pihak luar. Dengan kata budaya organisasi adalah aturan kerja yang ada di organisasi yang akan menjadi pegangan dari sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam perilaku dan sikap mereka sehari-hari selama mereka berada dalam organisasi tersebut dan sewaktu mewakili organisasi berhadapan dengan pihak luar.

Dengan kata budaya organisasi mencerminkan cara staf melakukan sesuatu (membuat keputusan, melayani masyarakat, dll) yang dapat dilihat kasat mata dan dirasakan terutama oleh orang diluar organisasi tersebut. Dapat juga dikatakan budaya organisasi adalah pola terpadu perilaku manusia di dalam organisasi termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan-tindakan, pembicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya (Muluk, 2005:15).


(14)

2.2.2 Dimensi Budaya Organisasi

1. Dimensi budaya organisasi yang berwujud ( tangible )

Budaya perusahaan yang berwujud terdiri atas cara-cara berperilaku, berbicara, berdandan, serta simbol-simbol seperti logo perusahaan, lambang merek, ritual, pahlawan, kegiatan seremonial, bahasa serta cerita-cerita perkembangan organisasi

Artefak adalah dimensi isi budaya organisasi yang dapat ditangkap pancaindra. Ketika masuk ke dalam suatu organisasi, orang dapat melihat dan merasakan dengan jelas artefak budaya organisasi. Termasuk dalam artefak budaya suatu organisasi adalah :

1) Objek material : logo, produk, brosur, laporan tahunan dan benda seni dari organisasi.

2) Rancangan fisik : arsitektur gedung, tata ruang kantor, dan tempat parkir

3) Bahasa : kata-kata, kalimat, jenis bahasa ( bahasa halus atau bahasa pasar dan bahasa gerak tubuh.

4) Simbol-simbol : kata-kata, objek dan kondisi yang mempunyai arti bagi organisasi. Misalnya logo, lambang dan bendera organisasi, tanda pangkat, pakaian kebesaran, seragam dan sebagainya.

5) Peraturan, sistem-sistem, prosedur dan program-program, misalnya faktor sumber daya manusia berhubungan dengan kompetensi, evaluasi kinerja dan promosi, peraturan yang mengukur struktur, program jaminan mutu dan sebagainya.


(15)

Seremoni merupakan budaya organisasi atau tindakan kolektif pemujaan budaya yang mengingatkan dan memperkuat nilai-nilai budaya. Sedangkan ritual adalah aktivitas yang direncanakan, terperinci, yang mengonsolidasi berbagai bentuk ekspresi budaya ke dalam peristiwa terorganisasi yang dilaksaanakan melalui interaksi sosial, umumnya untuk keuntungan audiens, peserta ritual atau upacara.

Setiap organisasi yang sudah mapan pasti memiliki sejumlah pahlawan atau hero. Pahlawan organisasi adalah pendiri, pemimpin dan mereka yang berjasa terhadap organisasi. Pendiri organisasi adalah orang atau kelompok yang memikirkan visi, misi, tujuan dan perlunya didirikan organisasi.

2. Budaya perusahaan Tidak Berwujud ( Intangible )

Merupakan elemen budaya yang terdiri dari nilai-nilai dasar, norma, asumsi, dan filsafat organisasi.

Menurut Wirawan (2007:45) Nilai-nilai adalah merupakan pedoman atau kepercayaan yang dipergunakan oleh orang atau organisasi untuk bersikap jika berhadapan dengan situasi yang harus membuat pilihan. Nilai-nilai berhubungan erat dengan moral dan kode etik yang menentukan apa yang harus dilakukan. Individu dan organisasi yang mempunyai nilai kejujuran, integritas, dan keterbukaan menganggap mereka harus bertindak jujur dan berintegritas tinggi.

Norma adalah peraturan, tatanan, ketentuan, standar, gaya, dan pola perilaku yang menentukan perilaku yang dianggap pantas dan dianggap tidak pantas dalam merespon sesuatu. Asumsi adalah dugaan yang dianggap benar dan


(16)

diterima sebagai dasar berpikir dan bertindak. Asumsi mempengaruhi persepsi, perasaan, dan emosi anggota organisasi mengenai sesuatu.

Filsafat organisasi adalah pendapat organisasi mengenai hakikat atau esensi sesuatu. Perusahaan mempunyai filsafat yang berbeda. Ada perusahaan yang berpendapat bahwa keuntungan merupakan tujuan perusahaan, sedangkan perusahaan lain berpendapat bahwa tujuan perusahaan adalah memuaskan pelanggan, sedangkan keuntungan hanya merupakan ukuran berhasil atau tidaknya perusahaan dalam melayani konsumen.

2.2.3 Fungsi Budaya Organisasi

Tika (2006:14) dalam bukunya yang berjudul “Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan”, menyatakan bahwa terdapat 10 fungsi utama budaya organisasi, diantaranya :

1. sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain.

2. sebagai perekat bagi anggota organisasi dalam suatu organisasi. Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari anggota organisasi. Mereka bangga sebagai seorang pegawai suatu organisasi atau perusahaan. Para pegawai mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan memiliki rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaannya.


(17)

3. mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan dimana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung, dan konflik serta perubahan diatur secara efektif.

4. sebagai mekanisme dalam memandu dan membentuk sikap serta perilaku anggota-anggota organisasi. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol, didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim dan diberi kuasanya anggota organisasi oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan kearah yang sama.

5. sebagai integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan integrator karena adanya sub-sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaan-perusahaan besar dimana setiap unit terdapat sub 6. membentuk perilaku bagi anggota-anggota organisasi. Fungsi ini

dimaksudkan agar anggota-anggota organisasi dapat memahami bagaimana mencapai suatu tujuan organisasi.

7. sebagai saran untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi. Budaya organisasi diharapkan dapat mengatasi masalah adaptasi terhadap lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal.

8. sebagai acuan dalam menyusun perencanaan pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut.

9. sebagai alat komunikasi. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta antaranggota organisasi. Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada aspek-aspek


(18)

komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu yang bersifat material dan perilaku.

Oleh karena itu, fungsi budaya organisasi sebagai pedoman kontrol dalam membentuk sikap dan perilaku karyawan dalam menyelesaikan masalah-masalah organisasi melalui nilai-nilai dan norma yang dianut untul lebih berinovasi. Budaya organisasi dapat pula berfungsi sebagai kontrol atas sikap dan perilaku anggota-anggota organisasi dalam mencapai tujuan.

2.2.4 Pembentukan Budaya Organisasi

Robbins (2001:154) berpendapat bahwa dibutuhkan waktu yang lama untuk pembentukan budaya organisasi. Sekali terbentuk, budaya itu cenderung berakar, sehingga sukar bagi para manager untuk mengubahnya.

Sumber : Robbins (2001)

Gambar 2.1

Proses Pembentukan Budaya Organisasi

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa budaya organisasi diturunkan dari filsafat pendiri, kemudian budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam merekrut/memperkerjakan anggota organisasi. Tindakan dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima

Filosofi Pendiri

Kriteria Seleksi

Manajemen Puncak

Sosialisasi

Budaya Organisasi


(19)

baik dan tidak. Tingkat kesuksesan dalam mensosialisasikan budaya organisasi tergantung pada kecocokan nilai-nilai staf baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi maupun pada preferensi manajemen puncak akan metode-metode sosialisasi.

2.2.5 Kekuatan Budaya Organisasi

Menurut Robbins (dalam Tika, 2006:108) mendefinisikan budaya organisasi kuat adalah budaya di mana nilai-nilai inti organisasi dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas oleh anggota organisasi. Sedangkan menurut Vijay Sathe, budaya organisasi kuat adalah budaya organisasi yang ideal di mana kekuatan budaya mempengaruhi intensitas perilaku.

Dalam menentukan kekuatan budaya organisasi, terdapat dua faktor di dalamnya yaitu, kebersamaan dan identitas. Kebersamaan dapat ditunjukan dengan besarnya derajat kesamaan yang dimiliki oleh para anggota organisasi tentang nilai-nilai inti yang dianut secara bersama. Sedangkan intensitas adalah derajat komitmen para anggota organisasi terhadap nilai-nilai inti budaya organisasi.

Pada organisasi yang memiliki budaya organisasi yang kuat memiliki ciriciri seperti, anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik. Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam perusahaan digariskan dengan jelas, dimengerti dan dipatuhi. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam perusahaan.


(20)

Dari penjelasan tersebut maka budaya organisasi akan membantu mengarahkan sumber daya manusia pada pencapaian visi, misi, nilai dan tujuan organisasi. Budaya organisasi juga akan meningkatkan solidaritas dan keakraban tim antar departemen, divisi atau unit dalam organisasi sehingga mampu menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan dalam suatu organisasi. 2.3 Kompensasi

2.3.1 Pengertian Kompensasi

Hasibuan (2007:118) mengatakan bahwa kompensasi adalah semua bentuk pendapatan baik berupa uang maupun non uang yang diterima langsung atau tidak langsung oleh karyawan sebagai imbalan atas balas jasa atas apa yang telah diberikan karyawan kepada perusahaan tempatnya bekerja.

A compensation is anything that constitutes or is regarded as an equivalent orrecompense yang artinya kompensasi adalah segala sesuatu yang merupakan/dianggap mampu sebagai suatu balas jasa atau setara imbalan (Hasibuan, 2007:118).

Pemberian kompensasi menurut Odunlade (2012) yaitu mengacu kembali pada semua bentuk imbalan dan manfaat nyata lainnya yang diterima karyawan sebagai imbalan dari hubungan kerja/kinerja yang telah diberikan oleh karyawan untuk perusahaan.

Pendapat tersebut juga didukung oleh Dessler (2006:85) yang mengartikan kompensasi sebagai segala hal yang merujuk pada semua bentuk upah atau imbalan yang diterima karyawan yang muncul dari pekerjaan yang telah mampu mereka selesaikan, dan mempunyai dua komponen utama yaitu pembayaran


(21)

langsung dan tidak langsung. Pembayaran langsung biasanya dalam bentuk upah lembur, gaji pokok, premi, insentif, komisi, bonus, tunjangan. Pembayaran tidak langsung biasanya dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi dan uang liburan yang dibayar oleh peruasahaan, pujian, penghargaan secara lisan, dan rasa aman.

Menurut McNamara (2006:116) menganggap kompensasi lebih terperinci lagi yaitu termasuk isu-isu terkait upah atau program gaji dan struktur yang diperoleh dari deskripsi pekerjaan, program berbasis jasa, program berbasis bonus, program berbasis komisi dan sebagainya.

Dari pengertian kompensasi yang dinyatakan oleh para ahli dan peneliti terdahulu tersebut sebenarnya hampirlah sama sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kesesuaian kompensasi adalah tingkat kesesuaian dari segala macam bentuk balas jasa yang diterima dari perusahaan/organisasi baik berupa materiil maupun nonmateriil atas pengorbanan dan kontrubusi yang telah diberikan karyawan untuk perusahaan/organisasi tempatnya bekerja.

2.3.2 Jenis Kompensasi

Terdapat beberapa jenis kompensasi yang umumnya digunakan dalam suatu perusahaan. Kompensasi menurut hasibuan (2007:118) dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Kompensasi langsung

Kompensasi langsung terdiri dari:

1) Gaji: balas jasa yang dibayar secara periodik karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang tepat.


(22)

2) Upah: balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati.

3) Upah insentif: tambahan atas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar.

4) Tunjangan adalah unsur-unsur balas jasa yang diberikan dalam nilai rupiah secara langsung kepada karyawan individual dan dapat diketahui secara pasti. Tunjangan diberikan kepada karyawan dimaksud agar dapat menimbulkan/meningkatkan semangat kerja dan kegairahan bagi para karyawan. Adapun pelbagai macam tunjangan yang terdapat di-Lembaga Pendidikan Komputer IMKA dan dibagi bersama gaji terdiri atas :

a) Tunjangan Jabatan Tunjangan ini hanya diberikan kepada mereka-mereka yang mempunyai jabatan tertentu, seerpti misalnya: Pengawas, Kepala Bagian, Manajer, ataupun Direktur. Besarnya tunjangan jabatan untuk masing-masing personil tidaklah sama. Hal ini sangat tergantung dengan beban pekerjaan, prestasi yang dihasilkan serta beratnya tangggung jawab pekerjaan yang dipikul. Tunjangan jabatan biasanya diberikan bersama-sama dengan gaji pokok.

b) Tunjangan lembur Setiap karyawan yang bekerja diluar jam kerja ataupun karyawan yang bekerja pada hari-hari libur, ataupun karyawan yang memiliki jam-kerja lebih besar dari


(23)

8 jam dalam sehari, maka sesuai dengan peraturan pemerintah, karyawan yang bersangkutan berhak untuk menerima tunjangan lembur. Besarnya tunjangan lembur ini sangatlah bervariasi, tetapi biasanya setiap perusahaan sudah memiliki peraturan tersendiri yang mengatur secara khusus mengenai besarnya tunjangan lembur setiap karyawan yang mereka miliki. Karyawan bagian pemasaran biasanya tidak memiliki fasilitas yang berupa tunjangan lembur, karena prestasi mereka diukur berdasar omzet penjualan yang mereka hasilkan. sebagai gantinya, biasanya mereka akan mendapat bonus yang besarnya sesuai dengan apa yang mereka hasilkan kepada perusahaan.

2. Kompensasi tidak langsung

Kompensasi tidak langsung meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung. Kompensasi tidak langsung menurut Nawawi (2001:316) adalah “Program pemberian penghargaan atau ganjaran dengan variasi yang luas, sebagai bagian keuntungan organisasi atau perusahaan”.

Sedangkan menurut Handoko (2001:183), “Kompensasi tidak langsung adalah balas jasa pelengkap atau tunjangan yang diberikan pada karyawan berdasarkan kemampuan perusahaan”. Jadi kompensasi tidak langsung merupakan balas jasa yang diberikan dalam bentuk pelayanan


(24)

karyawan, karena diperlakukan sebagai upaya penciptaan kondisi dan lingkungan kerja yang menyenangkan.

Selanjutnya, Handoko (2001:185) menggolongkan kompensasi tidak langsung menjadi beberapa bagian yaitu:

1) Pembayaran upah untuk waktu tidak bekerja (time-off benefit), meliputi:

a) Istirahat on the jobb. b) Liburan dan cuti

c) Alasan lain, misal kehamilan, kecelakaan, upacara pemakaman.

d) Perlindungan ekonomis terhadap bahaya, meliputi: e) Jaminan pembayaran upah dalam jumlah tertentu

selama suatu periode f) Rencana-rencana pensiun g) Tunjangan hari tua h) Tunjangan pengobatan

i) Pembentukan koperasi atau yayasan yang mengelola kredit karyawan.

j) Program pelayanan karyawan, meliputi: 2) Pembayaran kompensasi yang ditetapkan secara legal.

Kompensasi tidak langsung yang digunakan adalah perlindungan ekonomis terhadap bahaya berupa tunjangan kesehatan, bayaran di luar jam kerja (sakit, hari besar, cuti),


(25)

dan program pelayanan karyawan berupa penyediaan fasilitas-fasilitas (kendaraan, sarana olahraga, sarana peribadatan) dengan alasan ketiga item tersebut sesuai dengan kondisi yang ada dalam perusahaan. Kompensasi tidak langsung diberikan pada karyawan dalam rangka menciptakan kondisi kerja yang menyenangkan, dan memberikan kepuasan pada karyawan sehingga diharapkan karyawan merasa nyaman bekerja dalam perusahaan.

2.3.3 Sistem Pemberian Kompensasi

Sistem kompensasi dibagi menjadi tiga bagian menurut Hasibuan (2007:123-125) sebagai berikut:

1. Untuk Sistem waktu

Besarnya kompensasi yang ditetapkan perusahaan berdasarkan pada standar waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, seperti per jam kerja, mingguan, bulanan atau bahkan tahunan. Administrasi pengupahan sistem waktu relatif lebih mudah mudah serta dapat diterapkan kepada karyawan tetap maupun harian. Jadi dalam sistem ini karyawan mendapatkan kompensasi sesuai dengan perjanjian awal dengan perusahaan, dan biasanya bersifat tetap.

2. Sistem hasil (Output)

Dalam sistem hasil (output), besarnya kompensasi yang dibayar didasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan bukan kepada lamanya waktu pengerjaannya. Sistem hasil ini tidak dapat diterapkan


(26)

kepada karyawan tetap (sistem waktu) dan jenis pekerjaan yang tidak mempunyai standar fisik, serta bagi karyawan administrasi.

3. Sistem borongan

Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya.

Jadi perusahaan memiliki patokan atau dasar dalam pemberian kompensasi terhadap karyawan dengan memperhatikan semangat atau motivasi karyawan, laba perusahaan, serta output barang maupun jasa yang berkualitas. Sehingga semua pihak baik karyawan maupun perusahaan sama-sama memperoleh kepuasan dan tujuan perusahaan maupun tujuan individu dapat tercapai tanpa merugikan pihak manapun.

2.3.4 Tujuan Pemberian Kompensasi

Menurut Hasibuan (2007:121) menjabarkan tentang tujuan pemberian kompensasi sebagai berikut:

1. Ikatan Kerja Sama

Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan formal antara perusahaan dan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan perusahaan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.


(27)

2. Kepuasan kerja

Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.

3. Pengadaan Efektif

Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.

4. Motivasi

Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.

5. Stabilitas Karyawan

Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif kecil.

6. Disiplin

Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.

7. Pengaruh Serikat Buruh

Dengan program kompensasi yang baik, pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.


(28)

Jika program kompensasi sesuai undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti batas minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan. 2.3.5 Prinsip-prinsip Kompensasi

Dalam pemberian kompensasi perlu diterapkan prinsip-prinsip yang mampu mempermudah perusahaan dalam proses pemberian kompensasi kepada karyawan. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya ialah sebagai berikut (Siagian, 2008):

1. Prinsip keadilan

Dalam penentuan prinsip adil bukanlah suatu hal yang mudah, untuk itu perlu menggunakan empat kriteria pembanding yaitu:

1) Menilai apakah imbalan yang diterimanya sesuai atau tidak dengan harapannya;

2) Membandingkan dengan imbalan yang pernah diterimanya ketika bekerja ditempat lain;

3) Membandingkan jumlah dan jenis imbalan yang diterima dengan yang diterima oleh rekan sekerjanya dengan asumsi memenuhi syarat yang sama;

4) Membandingkan dengan sistem imbalan di perusahaan lain yang bergerak dibidang yang sama.

2. Prinsip kewajaran

Hal ini berarti bahwa besarnya kompensasi yang diberikan memungkinkan karyawan yang bersangkutan beserta keluarganya mempertahankan gaya


(29)

hidup yang layak sesuai dengan kedudukan sosial dan martabatnya di perusahaan dan di masyarakat.

3. Prinsip kesetaraan

Apabila di pasar kerja berlaku tingkat upah dan gaji tertentu yang telah ditentukan antara lain melalui kesepakatan asosiasi pengguna tenaga kerja maka prinsip ini akan mudah diterapkan.

4. Prinsip kemampuan organisasi

Dalam pemberian kompensasi perusahaan harus sudah melakukan berbagi pertimbangan terkait kemampuan perusahaan karena pemberian kompensasi juga harus disesuaikan dengan kondisi keuangan perusahaan. 2.4 Perilaku Etis

2.4.1 Pengertian Perilaku Etis

Perilaku menurut Thoha (2008:34) “adalah suatu fungsi dari interaksi antara seorang individu dengan lingkungannya”. Ini berarti bahwa seorang individu dengan lingkungannya, yang dalam hal ini adalah perusahaan, menentukan perilaku keduanya secara langsung. Keduanya mempunyai sifat-sifat khusus atau karakteristik tersendiri dan jika kedua karakteristik berinteraksi maka akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi.

Etika (ethics) secara luas dapat diartikan sebagai serangkaian prinsip nilai atau moral. Menurut Daft (2002:167) “Etika merupakan prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral yang mengatur perilaku seseorang atau sebuah kelompok dalam hubungannya dengan apa yang benar atau yang salah.


(30)

Menurut Griffin dan Ebert (2006:58) pengertian “etika” merupakan keyakinan mengenai tindakan yang benar dan yang salah, atau tindakan yang baik dan yang buruk, yang mempengaruhi hal lainnya. Perilaku etis adalah perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang benar dan baik.

Dari masing-masing pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa Perilaku Etis Karyawan adalah interaksi karyawan terhadap perusahaan dengan mengikuti prinsip-prinsip dan nilainilai moral yang berlaku.

Perilaku etis sangat diperlukan dalam masyarakat, tidak lain halnya dalam perusahaan. Perilaku ini menjaga agar baik manajemen maupun karyawan-karyawan di dalamnya berkomunikasi secara efektif. Agar kebutuhan akan perilaku etis terpenuhi, maka dibuatlah serangkaian prinsip atau nilai moral yang telah ditentukan dalam undang-undang dan peraturan. Akan tetapi, prinsip-prinsip etis harus dapat didefinisikan dengan baik karena bila tidak, akan menjadi tidak berguna.

2.4.2 Dimensi Perilaku Etis

Menurut Robbins & judge (2008:152) dimensi pengukuran perilaku etis karyawan dapat dilihat dari hal-hal berikut ini:

1. Kesetiaan terhadap organisasi. Kesetiaan karyawan terhadap organisasi dapat menunjukkan seberapa besar loyalitas karyawan terhadap perusahaaan dengan menjaga dan membela organisasi, mengutamakan kepentingan organisasi serta mampu menyimpan rahasia organisasi dengan baik.


(31)

2. Menghargai hubungan. Dengan menghargai hubungan antara sesama rekan kerja karyawan cenderung memprtimbangkan implikasi etis dari tindakan-tindakan mereka terhadap individu lain. Seperti menghargai pendapat orang lain, menghorma sesama rekan kerja, tidak mencela ataupun menghina hasil kerja orang lain.

3. Kehadiran. Kehadiran merupakan keikutsertaan karyawan secara fisik dan mental terhadap aktifitas kerja dan jam-jam efektif. Kehadiran dapat dilihat dari hadirnya karyawan setiap hari kerja, ketepatan jam masuk dan pulangnya karyawan, dan tidak meninggalkan kantor pada jam kerja. 4. Kedisplinan. Kedisplinan merupakan sikap seseorang yang senantiasa

berkehendak untuk mengikuti dan mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan. Kedisplinan karywan dapat dilihat dari sikap taat karyawan pada peraturan yang berlaku didalam perusahaan, tingkah laku karyawan didalam perusahaan yang mencerminkan karyawan yang disiplin seperti bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan perusahaan.

2.4.3 Prinsip Etis

Menurut Arens (2006:108) terdapat beberapa prinsip etis, antara lain: 1. Tanggung Jawab Dalam mengemban tanggungjawabnya sebagai

profesional, para anggota harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral yang sensitif dalam semua aktivitas mereka,


(32)

2. Kepentingan Publik Para anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan publik, serta menunjukkan komitmennya dan profesionalnya. 2.5 Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN VARIABEL PENELITIAN TEKNIK ANALISIS HASIL PENELITIA N

X Y

Prima Nugraha Sinaga (2010) Pengaruh budaa organisasi terhadap perilaku etis pegawai (pada sekertariat daerah Dairi, Sumatera utara) Budaya organisa si (X) Perilaku Etis Pegawai (Y) Korelasion al dengan pendekatan kuantitatif Terdapat hubungan positif antara budaya organisasi (variabel X) terhadap perilaku etis pegawai (vaiabel Y) pada sekertariat daerah Dairi, Sumatera Utara. E.Boshoff & E.S. van Zyl (2011)

The relationship between locus of control and ethical behaviour among employees in the financial sector Pengend alian Internal (X1)

Perilaku Etis (X2)

Kinerja Karyaw an Analisis Regresi Linear Berganda Hubungan statistik yang signifikan (p≤0,05) ditemukan antara locus of control internal dan perilaku etis.


(33)

Sumber: Sinaga (2010), Boshoff & Zyl (2011), Arifiyani (2012), Jayanti & Rasmini (2013), Amir (2014).

2.6 Kerangka Konseptual

Pengendalian internal memegang peranan penting dalam organisasi untuk meminimalisir terjadinya kecurangan (Fauwzi, 2011:114). Pengendalian internal yang efektif akan menutup peluang terjadinya perilaku yang tidak etis serta

NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN VARIABEL PENELITIAN TEKNIK ANALISIS HASIL PENELTIAN

X Y

Hesti Arlich Arifiyani (2012) Pengaruh pengendalian intern, kepatuhan dan kompensasi manajemen Terhadap perilaku etis karyawan Pengend alian Internal (X1)

Kepatuh an (X2)

Kompen sasi Manaje men (X3)

Periaku Etis Karyaw an Analisis Regresi Linear Berganda Pengendalian Intern,Kepatuh an dan Kompensasi Manajemen secara bersama-sama (simultan) berpengaruh positif dan signifikanterha dap Perilaku Etis Karyawan Ni Putu Indah Jayanti, NiKetut Rasmini (2013) pengaruh pengendalian intern, motivasi,

dan reward

manajemen pada perilaku etis konsultan Pengend alian Internal (X1)

motivasi (X2) reward

manaje men (X3)

perilaku etis konsulta n Analisis Regresi Linear Berganda Pengendalian intern, motivasi dan reward manajemen berpengaruh positif secara simultan pada perilaku etis konsultan. Kusuma Agrianto Amir (2014) pengaruh kepatuhan, pengendalian intern terhadap perilaku etis karyawan (studi kasus pada karyawan ketahanan pangan kota makassar) Kepatuh an (X1)

Pengend alian internal (X2)

Perilaku etis karyawa n Analisis Regresi Linear Berganda Berdasarkan hasil uji simultan, variabel x memiliki pengaruh terhadap perilaku etis.


(34)

kecenderungan untuk berlaku curang. Pengendalian internal adalah proses yang dirancang untuk memberikan kepastian yang layak mengenai pencapaian tujuan manajemen tentang reliabilitas pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku (Arens, 2006:412).

Organisasi yang menerapkan budaya dapat membantu perilaku etis ada rganisasi tersebut. Budaya organisasi bisa mempengaruhi perilaku etis itu melalui faktor individu dan faktor sosial dimana dari kedua faktor tersebut sangat berperan penting dalam pembentukan sikap perilaku seseorang dalam berorganisasi sehingga dapat dijadikan budaya organisasi menurut Griffin (2004:122)

Faktor individu ini sangat mempengaruhi pada dasar pembentukan perilaku etis seseorang dimana tingkat pengetahuan, nilai-nilai moral yang tertanam pada diri, sikap dan perilaku dari pribadi seseorang yang akan membentuk suatu cara hidup yang berkembang dalam kegiatan berkelompok yang akan terbentuk nantinya dalam suatu organisasi. Jadi faktor individu adalah bagian dasar yang sangat berpengaruh dalam pembentukkan perilaku etis seseorang.

Faktor sosial ini juga membuat pembentukan pada perilaku etis seseorang dimana budaya organisasi muncul dari adanya perkumpulan sosial yang membentuk norma budaya, keputusan, tindakan dan perilaku rekan kerja, serta nilai moral dan sikap kelompok yang saling berinteraksi. Jadi faktor sosial merupakan juga bagian dasar setelah faktor individu yang berpengaruh dalam


(35)

pembentukan perilaku etis seseorang dari budaya organisasi yang sudah ada sejak dahulu.

Jensen and Meckling (2007) menjelaskan dengan adanya program kompensasi yang transparan akan membuat perlakuan tidak etis dan kecendrungan kecurangan yang terjadi dalam instansi pemerintahan dapat ditanggulangi. Karena Tujuan pemberian kompensasi (balas jasa) antara lain adalah sebagal ikatan kerja sama, kepuasaan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin, serta pengaruh serikat buruh dan pemerintah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat digambarkan skema sistematis kerangka konseptual sebagai berikut:

Sumber: Fauwzi (2011), Arens (2006), Griffin (2004) Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Pengandalian internal

(X1)

Budaya Organisasi (X2)

Kompensasi (X3)

Perilaku Etis (Y)


(36)

2.7 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pernyataan (Sugiyono, 2008:51). Hipotesis dalam penelitian ini adalah, “Pengendalian internal, Budaya organisasi, dan kompensasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil pada Badan kepegawaian Daerah Kab.Karo”.


(1)

2. Menghargai hubungan. Dengan menghargai hubungan antara sesama rekan kerja karyawan cenderung memprtimbangkan implikasi etis dari tindakan-tindakan mereka terhadap individu lain. Seperti menghargai pendapat orang lain, menghorma sesama rekan kerja, tidak mencela ataupun menghina hasil kerja orang lain.

3. Kehadiran. Kehadiran merupakan keikutsertaan karyawan secara fisik dan mental terhadap aktifitas kerja dan jam-jam efektif. Kehadiran dapat dilihat dari hadirnya karyawan setiap hari kerja, ketepatan jam masuk dan pulangnya karyawan, dan tidak meninggalkan kantor pada jam kerja. 4. Kedisplinan. Kedisplinan merupakan sikap seseorang yang senantiasa

berkehendak untuk mengikuti dan mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan. Kedisplinan karywan dapat dilihat dari sikap taat karyawan pada peraturan yang berlaku didalam perusahaan, tingkah laku karyawan didalam perusahaan yang mencerminkan karyawan yang disiplin seperti bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan perusahaan.

2.4.3 Prinsip Etis

Menurut Arens (2006:108) terdapat beberapa prinsip etis, antara lain: 1. Tanggung Jawab Dalam mengemban tanggungjawabnya sebagai

profesional, para anggota harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral yang sensitif dalam semua aktivitas mereka,


(2)

2. Kepentingan Publik Para anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan publik, serta menunjukkan komitmennya dan profesionalnya. 2.5 Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN VARIABEL PENELITIAN TEKNIK ANALISIS HASIL PENELITIA N

X Y

Prima Nugraha Sinaga (2010) Pengaruh budaa organisasi terhadap perilaku etis pegawai (pada sekertariat daerah Dairi, Sumatera utara) Budaya organisa si (X) Perilaku Etis Pegawai (Y) Korelasion al dengan pendekatan kuantitatif Terdapat hubungan positif antara budaya organisasi (variabel X) terhadap perilaku etis pegawai (vaiabel Y) pada sekertariat daerah Dairi, Sumatera Utara. E.Boshoff &

E.S. van Zyl (2011)

The relationship between locus of control and ethical behaviour among employees in the financial sector Pengend alian Internal (X1) Perilaku Etis (X2)

Kinerja Karyaw an Analisis Regresi Linear Berganda Hubungan statistik yang signifikan (p≤0,05) ditemukan antara locus of control internal dan perilaku etis.


(3)

Sumber: Sinaga (2010), Boshoff & Zyl (2011), Arifiyani (2012), Jayanti & Rasmini (2013), Amir (2014).

2.6 Kerangka Konseptual

Pengendalian internal memegang peranan penting dalam organisasi untuk meminimalisir terjadinya kecurangan (Fauwzi, 2011:114). Pengendalian internal yang efektif akan menutup peluang terjadinya perilaku yang tidak etis serta

NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN VARIABEL PENELITIAN TEKNIK ANALISIS HASIL PENELTIAN

X Y

Hesti Arlich Arifiyani (2012) Pengaruh pengendalian intern, kepatuhan dan kompensasi manajemen Terhadap perilaku etis karyawan Pengend alian Internal (X1) Kepatuh an (X2) Kompen sasi Manaje men (X3)

Periaku Etis Karyaw an Analisis Regresi Linear Berganda Pengendalian Intern,Kepatuh an dan Kompensasi Manajemen secara bersama-sama (simultan) berpengaruh positif dan signifikanterha dap Perilaku Etis Karyawan Ni Putu Indah Jayanti, NiKetut Rasmini (2013) pengaruh pengendalian intern, motivasi, dan reward manajemen pada perilaku etis konsultan Pengend alian Internal (X1) motivasi (X2) reward manaje men (X3)

perilaku etis konsulta n Analisis Regresi Linear Berganda Pengendalian intern, motivasi dan reward manajemen berpengaruh positif secara simultan pada perilaku etis konsultan. Kusuma Agrianto Amir (2014) pengaruh kepatuhan, pengendalian intern terhadap perilaku etis karyawan (studi kasus pada karyawan ketahanan pangan kota makassar) Kepatuh an (X1) Pengend alian internal (X2)

Perilaku etis karyawa n Analisis Regresi Linear Berganda Berdasarkan hasil uji simultan, variabel x memiliki pengaruh terhadap perilaku etis.


(4)

kecenderungan untuk berlaku curang. Pengendalian internal adalah proses yang dirancang untuk memberikan kepastian yang layak mengenai pencapaian tujuan manajemen tentang reliabilitas pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku (Arens, 2006:412).

Organisasi yang menerapkan budaya dapat membantu perilaku etis ada rganisasi tersebut. Budaya organisasi bisa mempengaruhi perilaku etis itu melalui faktor individu dan faktor sosial dimana dari kedua faktor tersebut sangat berperan penting dalam pembentukan sikap perilaku seseorang dalam berorganisasi sehingga dapat dijadikan budaya organisasi menurut Griffin (2004:122)

Faktor individu ini sangat mempengaruhi pada dasar pembentukan perilaku etis seseorang dimana tingkat pengetahuan, nilai-nilai moral yang tertanam pada diri, sikap dan perilaku dari pribadi seseorang yang akan membentuk suatu cara hidup yang berkembang dalam kegiatan berkelompok yang akan terbentuk nantinya dalam suatu organisasi. Jadi faktor individu adalah bagian dasar yang sangat berpengaruh dalam pembentukkan perilaku etis seseorang.

Faktor sosial ini juga membuat pembentukan pada perilaku etis seseorang dimana budaya organisasi muncul dari adanya perkumpulan sosial yang membentuk norma budaya, keputusan, tindakan dan perilaku rekan kerja, serta nilai moral dan sikap kelompok yang saling berinteraksi. Jadi faktor sosial merupakan juga bagian dasar setelah faktor individu yang berpengaruh dalam


(5)

pembentukan perilaku etis seseorang dari budaya organisasi yang sudah ada sejak dahulu.

Jensen and Meckling (2007) menjelaskan dengan adanya program kompensasi yang transparan akan membuat perlakuan tidak etis dan kecendrungan kecurangan yang terjadi dalam instansi pemerintahan dapat ditanggulangi. Karena Tujuan pemberian kompensasi (balas jasa) antara lain adalah sebagal ikatan kerja sama, kepuasaan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin, serta pengaruh serikat buruh dan pemerintah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat digambarkan skema sistematis kerangka konseptual sebagai berikut:

Sumber: Fauwzi (2011), Arens (2006), Griffin (2004) Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Pengandalian internal

(X1)

Budaya Organisasi (X2)

Kompensasi (X3)

Perilaku Etis (Y)


(6)

2.7 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pernyataan (Sugiyono, 2008:51). Hipotesis dalam penelitian ini adalah, “Pengendalian internal, Budaya organisasi, dan kompensasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil pada Badan kepegawaian Daerah Kab.Karo”.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Stres Kerja Pegawai Negeri Sipil Di Kanwil Kementrian Agama Medan

9 59 131

Pengaruh Pengawasan Terhadap Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil di Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Simalungun

48 558 118

Pengaruh Penendalian Internal, Budaya Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Karo

4 38 143

PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA BADAN KEPEGAWAIAN DI KOTA CIMAHI.

3 15 47

Pengaruh Penendalian Internal, Budaya Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Karo

0 0 15

Pengaruh Penendalian Internal, Budaya Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Karo

0 0 13

Pengaruh Penendalian Internal, Budaya Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Karo

0 0 2

Pengaruh Penendalian Internal, Budaya Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Karo

0 0 13

Pengaruh Penendalian Internal, Budaya Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Karo

0 0 3

PENGARUH KEEFEKTIFAN PENGENDALIAN INTERNAL, KEPUASAN KERJA, KESESUAIAN KOMPENSASI, DAN BUDAYA ETIS ORGANISASI TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI PADA ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD) KABUPATEN GROBOGAN

0 1 17