Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Stres Kerja Pegawai Negeri Sipil Di Kanwil Kementrian Agama Medan

(1)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP STRES

KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KANWIL

KEMENTRIAN AGAMA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Ujian Skripsi Psikologi

Oleh:

SAHRANI SIHOTANG

081301107

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2013/2014


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Stres Kerja Pegawai Negeri Sipil Di Kanwil Kementrian Agama Medan

Adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditentukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Januari 2013

SAHRANI SIHOTANG NIM: 081301107


(3)

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Stres Kerja Pegawai Negeri Sipil di Kanwil Kementrian Agama Medan

Sahrani Sihotang & Emmy Mariatin

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap stres kerja pegawai. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang

bersifat korelasional. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di instansi pemerintah Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan yang berjumlah 93 orang yang diambil dari populasi. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu, skala budaya organisasi (Denison & Mishra, 1995), dan skala stres menurut Behr dan Newman (dalam Rice, 1999). Skala budaya organisasi memiliki nilai reliabilitas (rxx’=0,960) dan skala stres kerja(rxx’ = 0,916).

Metode analisis data yang digunakan adalah regresi sederhana. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh negatif budaya organisasi terhadap stres kerja. Pengaruh ini mengindikasikan bahwa semakin kuat budaya organisasi maka akan semakin rendah tingkat stres kerja pada pegawai. Serta budaya organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 25,6 % dalam menurunkan stres kerjapada pegawai.


(4)

Influence of Organizational Culture on Job Stress Among Employees in Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan

Sahrani Sihotang & Emmy Mariatin

ABSTRAK

This research was conducted to investigate the influence of organizational culture on job stress among employees. This study uses quantitative methods are correlational. Data were gathered from 93 civil servant workers in Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan, which collected by population. Measuring instruments used in this study were two scales is, organizational culture (Denison & Mishra, 1995), and job stress (Behr & Newman, in Rice 1999). Organizational culture scales has a value of reliability (rxx’ = 0,960) and job stress scales has a value of reliability (rxx’ = 0,916).

The data were analyzed by using simple regression method. The result showed that organizational culture have a significant/negative effect on job stress among employees. The influence indicated that strong organizational culture will be followed by the lower the stress level among employees. Organizational culture give 25,6 % effective contribution in reducing job stress among employees.


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara serta meraih gelar Strata 1 (S1).

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Emmy Mariatin, M.A., PhD., psikolog, selaku dosen pembimbing saya yang selalu penuh kesabaran dalam membimbing serta menyediakan waktu ditengah kesibukannya.

3. Pak Eka Danta Jaya Ginting, MA, psikolog selaku penguji 2. Terimakasih atas masukannya yang sangat bermanfaat bagi saya

4. Pak Ferry Novliadi, M.Si selaku proffesional judgement sekaligus penguji 3. Terimakasih atas koreksi masukan untuk skala uji coba saya, sangat bermanfaat.

5. Dosen-dosen pengajar di Fakultas Psikologi. Terima kasih telah memberikan ilmu yang bermanfaat untuk saya.


(6)

6. Kepada kedua orangtua saya Abdul Rahman Sihotang dan Maswarni Pasaribu yang selalu memberikan yang terbaik bagi saya

7. Kepada Kakak (Henni Rahmawani Sihotang, SE), Abang (Arif Gunawan Sihotang), dan Adik (Armahas Sihotang). Terimakasih dukungannya 8. Kepada Bapak Drs. H. Ahmad Hanafi selaku Kabag TU Kanwil

Kementrian Agama Medan yang sudah memberikan ijin penelitian

kepada saya. Terimakasih om atas kemudahannya

9. Kepada pasangan yang selalu mendukung saya selama ini, yaitu Muhlis

Fahdiar Sembiring, SH.,MKn

10.Sahabat-sahabat tersayang yang selalu memberi memberi dukungan, yaitu: Puspa, Winda, Vina, Eka, Olip

11.Sahabat seperjuangan di Psikologi yang selalu memberi masukan, yaitu: Wulan, Dini, Dewi

12.Kepada teman-teman angkatan 2008 yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu

13.Kepada Hitler (2008) yang sudah memberi aplikasi IBM SPSS Ver.20.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Dan semoga skripsi ini membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan, Januari 2014 Sahrani Sihotang


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GRAFIK ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Sistematika Penulisan... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Stres Kerja ... 12

1. Definisi Stres Kerja ... 11

2. Faktor Stres Kerja ... 14

3. Dimensi Stres Kerja ... 16

B. Budaya Organisasi ... 17

1. Definisi Budaya Organisasi... 17

2. Fungsi Budaya Organisasi... 20

3. Dimensi Budaya Organisasi ... 21

C. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Stres Kerja ... 22


(8)

BAB III METODE PENELITIAN... 26

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 26

B. Definisi Operasional... 26

C. Lokasi Penelitian ... 28

D. Populasi Penelitian ... 28

E. Metode Pengumpulan Data ... 29

1. Skala Stres Kerja ... 29

2. Skala Budaya Organisasi... 31

F. Uji Coba Alat Ukur ... 34

1. Validitas Alat Ukur ... 34

2. Uji Daya Beda Aitem ... 34

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 35

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 35

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 41

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 41

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 42

3. Tahap Pengolahan Data... 42

H. Metode Analisis Data ... 43

1. Uji Normalitas ... 43

2. Uji Linieritas ... 43

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 45

1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 45

2. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 46

3. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 47

B. Hasil Penelitian ... 48

1. Hasil Uji Asumsi ... 48

a. Uji Normalitas ... 48


(9)

2. Hasil Utama Penelitian ... 53

a. Hasil Analisis Data ... 53

b. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Data Penelitian ... 55

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skor Alternatif Jawaban Skala ... 30

Tabel 2 Blue Print Skala Stres Kerja Sebelum Uji Coba ... 31

Tabel 3 Skor Alternatif Jawaban Skala ... 32

Tabel 4 Blue Print Skala Budaya Organisasi Sebelum Uji Coba... 33

Tabel 5 Aitem yang Memiliki Daya Beda Tinggi Skala Stres Kerja ... 36

Tabel 6 Penomoran Aitem Skala Stres Kerja dalam Penelitian ... 37

Tabel 7 Tabel yang Memiliki Daya Beda Aitem Tinggi pada Skala Budaya Organisasi... 38

Tabel 8 Penomoran Aitem Skala Budaya Organisasi dalam Penelitian ... 39

Tabel 9 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 45

Tabel 10 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 46

Tabel 11 Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja... 47

Tabel 12 Normalitas Sebaran Variabel Stres Kerja dan Budaya Organisasi 49 Tabel 13 Hasil Pengujian Linieritas ... 51

Tabel 14 Hasil Ringkasan Uji Hipotesis ... 53

Tabel 15 Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Budaya Organisasi... 55

Tabel 16 Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Stres Kerja ... 56

Tabel 17 Kategorisasi Data Hipotetik Budaya Organisasi ... 57


(11)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Grafik Normalitas Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Stres Kerja ... 50 Grafik 2 Grafik Linieritas Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Stres


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Uji Coba ... 70

Lampiran 2 Skala Penelitian ... 79

Lampiran 3 Uji Daya Beda dan Reliabilitas Aitem ... 86

Lampiran 4 Hasil Olah Data Penelitian ... 98

Lampiran 5 Data Demografik ... 102


(13)

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Stres Kerja Pegawai Negeri Sipil di Kanwil Kementrian Agama Medan

Sahrani Sihotang & Emmy Mariatin

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap stres kerja pegawai. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang

bersifat korelasional. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di instansi pemerintah Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan yang berjumlah 93 orang yang diambil dari populasi. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu, skala budaya organisasi (Denison & Mishra, 1995), dan skala stres menurut Behr dan Newman (dalam Rice, 1999). Skala budaya organisasi memiliki nilai reliabilitas (rxx’=0,960) dan skala stres kerja(rxx’ = 0,916).

Metode analisis data yang digunakan adalah regresi sederhana. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh negatif budaya organisasi terhadap stres kerja. Pengaruh ini mengindikasikan bahwa semakin kuat budaya organisasi maka akan semakin rendah tingkat stres kerja pada pegawai. Serta budaya organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 25,6 % dalam menurunkan stres kerjapada pegawai.


(14)

Influence of Organizational Culture on Job Stress Among Employees in Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan

Sahrani Sihotang & Emmy Mariatin

ABSTRAK

This research was conducted to investigate the influence of organizational culture on job stress among employees. This study uses quantitative methods are correlational. Data were gathered from 93 civil servant workers in Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan, which collected by population. Measuring instruments used in this study were two scales is, organizational culture (Denison & Mishra, 1995), and job stress (Behr & Newman, in Rice 1999). Organizational culture scales has a value of reliability (rxx’ = 0,960) and job stress scales has a value of reliability (rxx’ = 0,916).

The data were analyzed by using simple regression method. The result showed that organizational culture have a significant/negative effect on job stress among employees. The influence indicated that strong organizational culture will be followed by the lower the stress level among employees. Organizational culture give 25,6 % effective contribution in reducing job stress among employees.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Persaingan yang semakin tajam sebagai dampak globalisasi dan perkembangan ilmu dan teknologi (IPTEK) mengharuskan suatu organisasi melakukan usaha peningkatan mutu dan menciptakan keunggulan kompetitif yang bisa menjamin kelangsungan hidup sumber daya manusia dan perkembangan organisasi.

Globalisasi adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dan memberikan dampak terhadap semua aspek kehidupan, termasuk dalam lingkungan organisasi. Dengan adanya perubahan pada lingkungan organisasi, maka hal tersebut akan memberikan dampak kepada sumber daya manusia suatu organisasi (Kendall, et al, 2000). Dampak tersebut harus menjadi perhatian suatu organisasi karena sumber daya manusia merupakan aset yang penting bagi suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (Nawawi, 2006).

Pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi di bidang industri membawa dampak pada masyarakat secara umum, termasuk pada pegawai yang terlibat dalam organisasi. Akibatnya, pegawai memiliki tuntutan yang lebih tinggi untuk lebih meningkatkan kinerjanya. Ketika individu yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut, maka akan mudah mengalami stres (Ie, 2004).

Pada dasarnya setiap orang bisa mempunyai stres yang berkaitan dengan pekerjaan mereka (Luthans, 1998). Siapa saja bisa mengalami stres di tempat


(16)

kerja, termasuk pegawai negeri sipil (PNS). Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan salah satu sumber daya manusia sebagai pelaksana sistem pemerintahan di Indonesia. Pegawai Negeri Sipil pada dasarnya adalah sebagai tulang punggung pemerintah. Pegawai Negeri Sipil (PNS) berperan sebagai penghubung antara negara dengan rakyat (Musanef, 1986). Oleh karena itu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dituntut untuk mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan agar roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik.

Pada lingkungan kerja, seringkali dijumpai individu atau kelompok individu yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak menunjukkan ciri-ciri yang sesuai dengan tuntutan lingkungan tersebut. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy pada tahun 2013, dimana kinerja Pegawai Negeri Sipil yang berada di Indonesia menempati urutan yang terburuk se-Asia setelah India (asiarisk.com, 2013).

Hasil survey yang menunjukkan bahwa PNS Indonesia memiliki kualitas buruk bisa jadi disebabkan oleh adanya benturan-benturan, ketegangan, tekanan atau penyesuaian dirinya yang kurang harmonis dengan lingkungan yang pada akhirnya menimbulkan stres. Sejalan dengan pendapat Sarafino (1994) yang mengatakan bahwa stres terjadi ketika individu berhubungan dengan lingkungan dan merasakan ketidaksesuaian antara tuntutan sosial dengan sumber daya biologis, fisiologis, dan sosial yang dimilikinya.

Fenomena yang banyak dijumpai saat ini adalah banyaknya PNS yang tidak bekerja dengan baik. Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh PNS yang


(17)

sering terlihat seperti tidak masuk kerja, datang terlambat, pekerjaan yang tidak diselesaikan dengan baik, dan pelanggaran lainnya (Harianterbit.com, 2013).

Adanya pelanggaran yang dilakukan oleh PNS tersebut bisa jadi disebabkan adanya stres kerja yang dialami pegawai. Karena menurut Behr dan Newman (dalam Rice, 1992), ketika seseorang mengalami stres kerja maka seseorang akan menunjukkan gejala perilaku seperti menunda pekerjaan, menghindari pekerjaan, peningkatan absensi, dan sebagainya.

Salah satu instansi pemerintah yaitu Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan pada prinsipnya berpijak pada prinsip mewujudkan masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri, dan sejahtera lahir batin (kemenag.go.id, 2013). Maka dengan demikian Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) sangat memperhatikan bagaimana perkembangan lingkungan organisasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pegawai di Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan, dapat dikatakan bahwa sebagian besar stres yang terjadi di Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan adalah adanya beban tugas yang harus dilakukan oleh masing-masing individu. Hal tersebut dikarenakan banyaknya tugas-tugas pokok organisasi, salah satunya apabila sudah memasuki akhir tahun dalam penyusunan laporan pertanggung jawaban kegiatan keuangan, pendataan pernikahan masyarakat, pelaksanaan haji setiap tahun, penyusunan kurikulum pendidikan, dan sebagainya.

Pada dasarnya stres mempunyai dampak positif dan juga dampak negatif. Hal ini tergantung pada seberapa besar tingkat stres yang dirasakan oleh


(18)

karyawan. Tingkat stres yang rendah sampai sedang dapat mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan, karena dapat meningkatkan daya dorong atau semangat, serta menambah motivasi diri sehingga dapat meningkatkan kinerja (Gibson et al, 1996).

Tingkat stres yang tinggi dan berkepanjangan dapat berdampak negatif, merusak, dan secara potensial berbahaya. Pada tingkat ini, stres akan mengganggu pelaksanaan pekerjaan, karyawan kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya, sehingga tidak mampu untuk mengambil keputusan‐keputusan dan perilakunya menjadi tidak teratur, dampak selanjutnya adalah menurunnya kinerja karyawan tersebut (Gibson, 1996). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam kadar tertentu stres juga diperlukan bagi seseorang untuk bisa meningkatkan kualitas pekerjaanya.

Pada saat kinerja karyawan mengalami penurunan, maka pencapaian tujuan organisasi juga akan terganggu. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Steers (1985) bahwa tanpa kinerja yang baik disemua tingkatan organisasi, maka pencapaian tujuan dan keberhasilan organisasi menjadi sesuatu yang sangat sulit bahkan mustahil.

Lazarus & Folkman (dalam Rhoades& Eisenberger, 2002) mengemukakan bahwa stres mengacu pada ketidakmampuan individu dalam mengatasi tuntutan dari lingkungan. Stres dapat juga didefinisikan sebagai suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis (Chapplin, 1999).

Gibson mengungkapkan bahwa stres kerja adalah suatu tanggapan penyesuaian individu sebagai hasil dari perbedaan-perbedaan individu atau proses


(19)

psikologis, yang merupakan konsekuensi setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologi atau fisik berlebihan kepada seseorang (Gibson, et.al, 1996).

Menurut Robbins (2003), sumber stres dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor lingkungan, faktor organisasi, dan faktor individu. Segala hal yang berasal dari lingkungan dan organisasi bisa menjadi pemicu stres yang dialami oleh seseorang. Pendapat tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Luthans (1998) yang mengatakan bahwa pemicu stres bisa berasal dari interaksi seseorang dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya yang tidak nyaman.

Menurut pendapat Ivancevich dan Donnely (dalam Luthans, 1998), stres kerja dipengaruhi oleh kondisi organisasi, seperti penetapan arah dan kebijaksanaan organisasi, perubahan strategi organisasi, dan keuangan, tuntutan kerja, tanggung jawab atas orang lain, perubahan waktu kerja, hubungan yang kurang baik antar kelompok kerja dan konflik peran (Luthans, 1998).

Ketika seseorang merasakan ketidaksesuaian dan ketidaknyamanan dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, maka seseorang rentan mengalami stres (Luthans, 1998) Salah satu faktor organisasi yang bisa memicu stres adalah budaya organisasi. Dikatakan bahwa untuk mencapai suatu organisasi yang efektif, maka efektivitas organisasi tidak dapat dipisahkan dengan faktor lingkungan yang membentuk organisasi tersebut (O’Connor, 1995).Sehingga diduga budaya organisasi berpengaruh terhadap stres kerja.


(20)

Menurut Robbins (2006), budaya organisasi merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Selanjutnya Schein (1992) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan asumsi-asumsi dasar yang dipelajari baik sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dalam proses penyesuaian dengan lingkungannya, maupun sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dari dalam organisasi, antarunit-unit organisasi yang berkaitan dengan integrasi. Budaya timbul sebagai hasil belajar bersama dari para anggota organisasi agar dapat tetap bertahan.

Budaya organisasi ialah salah satu unsur penting dalam sebuah organisasi (Schein, 1992). Budaya organisasi menunjukkan suatu nilai-nilai, kepercayaan dan prinsip-prinsip yang mendasari suatu sistem manajemen organisasi (Denison, 1990). Fungsi budaya organisasi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan internal maupun eksternal organisasi. Dikatakan bahwa budaya organisasi yang kuat dapat membantu melancarkan aktivitas organisasi dalam pencapaian tujuannya (Robbins, 2006).

Budaya yang kuat merupakan kunci kesuksesan sebuah organisasi. Budaya organisasi mengandung nilai-nilai yang harus dipahami, dijiwai, dan dipraktikkan bersama oleh semua individu/kelompok yang terlibat didalamnya. Budaya organisasi yang berfungsi secara baik mampu untuk mengatasi permasalahan adaptasi eksternal dan internal (Dharma, 2004). Oleh Karena itu, untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal tersebut, nilai-nilai, dan norma yang


(21)

dikembangkan dalam organisasi dapat dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota organisasi (Mangkunegara, 2005).

Setiap organisasi memiliki budaya organisasi yang unik yang dapat membedakan organisasinya dengan organisasi lain (Robbins, 2006). Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan juga memiliki budaya organisasi. Berdasarkan wawancara dengan pegawai Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan maka dapat digambarkan aspek budaya organisasi yang ada di dalam Kemenag, yaitu aspek involvement (keterlibatan) dimana para pegawai diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapat dalam pengambilan keputusan dalam organisasi. kemudian aspek consistency (kekonsistenan) dimana organisasi selalu memegang teguh terhadap nilai-nilai dan peraturan organisasi.

Aspek adaptability (adaptabilitas) yaitu organisasi selalu memperhatikan segala perubahan lingkungan, dan organisasi selalu berusaha memperbaiki segala kekurangan untuk bisa memberikan pelayanan lebih baik kepada masyarakat. Selanjutnya aspek mission (misi) yaitu adanya misi yang jelas dalam organisasi, yaitu salah satunya untuk meningkatkan kualitas kehidupan beragama, kerukunan umat beragama, pendidikan keagamaan, kualitas penyelenggaraan haji, dan mengelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa (kemenag.go.id, 2013).

Menurut Denison (1990) untuk mencapai suatu organisasi yang efektif dibutuhkan nilai-nilai involvement (keterlibatan), consistency (kekonsitenan), adaptability (adaptabilitas), dan mission (misi). Budaya organisasi yang efektif dapat membantu beradaptasi dalam memecahkan masalah internal maupun eksternal (Robbins, 2006). Berdasarkan nilai-nilai budaya organisasi yang ada di


(22)

Kanwil kementrian Agama Medan, ketika nilai-nilai yang ada di dalam organisasi tersebut dirasakan tidak sesuai dengan individu, maka individu bisa mengalami stres. Oleh karena itu, dengan adanya budaya organisasi yang efektif, maka individu bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan dan terhindar dari stres (Gibson, et al, 1996)

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mariani (2007) mengatakan bahwa budaya perusahaan mempunyai hubungan nyata dan negatif dengan stres kerja. Jadi dapat dikatakan dengan semakin kuatnya budaya perusahaan maka akan menurunkan tingkat stres kerja yang ada. Penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2010) juga mengatakan bahwa terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap stres kerja sehingga hal tersebut hendaklah menjadi perhatian suatu organisasi.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap stres kerja pegawai. Hal tersebut dikarenakan salah satu faktor penyebab stres adalah interaksi antara individu dengan lingkungan, dan juga individu dengan organisasi. Dalam hal ini budaya organisasi sebagai salah satu faktor organisasi dijadikan pedoman bagi karyawan dalam berperilaku di dalam organisasi.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melihat lebih lanjut mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil di Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan.


(23)

B. RUMUSAN MASALAH

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian,

yaitu: ”Apakah ada pengaruh budaya organisasi terhadap stres kerja pegawai negeri sipil di Kanwil Kementrian Agama Medan?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap stres kerja pegawai negeri serta melihat gambaran tingkat budaya organisasi dan tingkat stres kerja pegawai negeri sipil di Kanwil Kementrian Agama Medan.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam memberikan informasi di bidang Psikologi Industri dan Organisasi, yaitu mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap stres kerja pegawai negeri sipil di Kanwil Kementrian Agama Medan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber kepustakaan penelitian mengenai psikologi industri dan organisasi, sehingga hasil penelitian nantinya diharapkan dapat dijadikan sebagai penunjang untuk bahan penelitian lebih lanjut.


(24)

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran pada organisasi, untuk mengetahui tingkat stres kerja pegawai dan mengetahui seberapa kuat budaya organisasi di Kanwil Kementrian Agama Medan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah yang akan diteliti, rumusan masalah dalam penelitian ini, tujuan dilakukannya penelitian, manfaat penelitian baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis dan sistematika penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini

Bab II : Landasan Teori

Bab ini akan menguraikan kepustakaan yang menjadi landasan teori yang berkaitan dengan variable yang diteliti, hubungan antar variabel dan hipotesa.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini berisikan uraian mengenai metode penelitian yang akan digunakan oleh peneliti, yaitu identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, instrument yang akan digunakan, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisa data.


(25)

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan pembahasan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(26)

BAB II

LANDASAN TEORI A. STRES KERJA

1. Definisi Stres Kerja Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) stres merupakan suatu keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai membahayakan dan melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya.

Menurut Schuler (Robbins, 2003), stres merupakan suatu kondisi dinamik yang di dalamnya seorang individu di konfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting.

Baron dan Greenberg (1990) mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya.

Menurut Gibson, et. al (1996) stres merupakan suatu tanggapan penyesuaian, yang diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individu dan proses psikologis, yang merupakan hasil dari konsekuensi diri dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis atau fisik berlebihan kepada seseorang.


(27)

Dale dan Staudohar (1982), menyatakan stres kerja merupakan suatu tekanan yang dirasakan oleh seseorang yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang di mana tekanan ini disebabkan oleh lingkungan pekerjaan di mana individu tersebut berada.

Rogers & Cobb (1974) mendefinisikan stres kerja sebagai suatu ketidakcocokan antara keterampilan seseorang, kemampuan, dan tuntutan yang diberikan oleh lingkungan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan seseorang. (Wijono, 2010).

Beehr and Newman (1978) mengemukakan bahwa stres kerja adalah kondisi dimana tuntutan pekerjaan melebihi kemampuan pekerja menghadapinya sehingga menyebabkan tergganggunya fungsi normal fisik maupun psikologis sang pekerja. Menurut Van Harrison & Pinneau (1975) beserta Caplan et al (dalam Beehr & Newman, 1978), stres kerja merupakan setiap karakteristik lingkungan kerja yang bisa menjadi ancaman bagi individu.

Stres kerja juga didefiniskan sebagai perasaan yang menekan atau tertekan yang dialami oleh pegawai dalam menghadapi suatu pekerjaan. Stres kerja dapat dilihat dari simptom, misalnya, emosi yang tidak stabil, perasaan tidak senang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan, cemas, gugup, mengalami gangguan pencernaan, serta tekanan darah meningkat (Mangkunegara, 2005).

Evan dan Johnson (2000) menyebutkan bahwa stres kerja merupakan satu faktor yang menentukan naik turunnya kinerja karyawan. Penelitian ini juga didukung Luthans (1998) bahwa pemicu stres kerja tersebut berasal dari interaksi seseorang dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya yang tidak nyaman.


(28)

Stres kerja adalah kondisi dimana tuntutan pekerjaan melebihi kemampuan pekerja menghadapinya sehingga menyebabkan tergganggunya fungsi normal fisik maupun psikologis sang pekerja. (Beehr and Newman, 1978).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan suatu tekanan yang dirasakan oleh seseorang yang berasal dari interaksi antara individu dengan lingkungan pekerjaan dimana terdapat ketidakcocokan antara keterampilan seseorang, kemampuan, dan tuntutan yang diberikan oleh lingkungan pekerjaan yang bisa mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang di dalam bekerja.

2. Faktor Stres Kerja

Menurut Robbins (2003), faktor–faktor yang dapat menimbulkan stres kerja antara lain:

1. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan merupakan segala perubahan yang terjadi dalam lingkungan organisasi yang dapat mempengaruhi tingkat stres pada anggota organisasi. Faktor Lingkungan yang dapat menyebabkan stres ialah ketidakpastian lingkungan, seperti ketidakpastian situasi ekonomi, ketidakpastian\ politik, dan perubahan teknologi. Kondisi organisasi ini akan mempengaruhi individu yang terlibat di dalamnya (Sheridan & Radmacher, 1992).


(29)

2. Faktor organisasi

Faktor yang berasal dari organisasi seperti adanya tuntutan tugas yang berlebihan, tekanan untuk menyelesaikan pekerjaan. atasan yang kaku, tidak peka dan terlalu banyak menuntut, rekan sekerja yang tidak mendukung, bisa menjadi faktor organisasi yang bisa menyebabkan stres pada karyawan. Faktor organisasi merupakan suatu kondisi organisasi yang langsung mempengaruhi individu (Gibson,1996). Budaya organisasi merupakan salah satu faktor organisasi yang menyebabkan stres kerja karyawan. Hal tersebut dikarenakan nilai-nilai yang ada di dalam budaya organisasi tersebut dijadikan pedoman dalam berperilaku dalam organisasi (Mangkunegara,2005).

3. Faktor individual

Menurut Sheridan & Radmacher (1992), faktor-faktor individual merupakan faktor yang berasal dari apa yang terjadi pada segala hal di luar jam kerja seorang karyawan yang berpengaruh pada timbul tidaknya stres dalam kehidupan pekerjaan seseorang. Faktor individual, dapat terjadi dalam segala hal kehidupan pribadi individu di luar pekerjaan, seperti masalah keluarga dan ekonomi. Faktor-faktor yang bersifat individual tersebut yang menjadi stressor dalam kehidupan seseorang akan berdampak pada pekerjaan seorang karyawan.


(30)

3. Dimensi Stres Kerja

Dimensi stres kerja oleh Beehr dan Newman (dalam Rice, 1999), antara lain:

1. Fisiologis

Menurut Behr dan Newman (dalam rice, 1999), aspek fisiologis merupakan suatu penurunan kesehatan fisik secara bertahap yang muncul dalam diri seseorang yang bisa muncul pada pegawai dalam kondisi stres kerja. Aspek fisiologis yang terlihatpada pegawai bisa dilihat melalui:

a. Meningkatnya detak jantung b. Lebih mudah lelah

c. Terdapat gangguan pernapasan d. Lebih sering berkeringat e. Lebih sering sakit kepala f. Memiliki gangguan tidur. 2. Psikologis

Menurut Behr dan Newman (dalam rice, 1999) aspek psikologis merupakan suatu masalah emosi dan kognitif yang muncul dalam diri seseorang yang bisa muncul pada pegawai dalam kondisi stres kerja. Aspek stres yang muncul pada keadaan psikologis pegawai dapat dilihat melalui:

a. Lebih mudah mengalami kecemasan b. Lebih mudah marah dan bersifat sensitif c. Sulit berkomunikasi


(31)

e. Sulit untuk berkonsentrasi f. Kehilangan kreativitas g. Kehilangan semangat hidup h. Menurunnya rasa percaya diri 3. Aspek Perilaku

Menurut Behr dan Newman (dalam rice, 1999) aspek perilaku merupakan perilaku yang timbul akibat adanya stres kerja. Aspek stres yang dikaitkan dengan perubahan perilaku pegawai dapat dilihat melalui:

a. Menunda atau menghindari pekerjaan b. Penurunan prestasi dan produktivitas c. Minum minuman keras dan mabuk d. Perilaku makan yang tidak normal e. Agresivitas dan Kriminalitas

f. Penurunan kualitas hubungan interpersonal B. BUDAYA ORGANISASI

1. Definisi Budaya Organisasi

Menurut Schein (1992) budaya organisasi merupakan asumsi-asumsi dasar yang dipelajari baik sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dalam proses penyesuaian dengan lingkungannya, maupun sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dari dalam organisasi, antar unit-unit organisasi yang berkaitan dengan integrasi.


(32)

Robbins (2006), menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain.

Tosi, Rizzo, Carroll (dalam Munandar, 2001) mengatakan bahwa budaya organisasi merupakan cara-cara berpikir, berperasaan, dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada di dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.

Budaya organisasi menunjukkan suatu nilai-nilai, kepercayaan dan prinsip-prinsip yang mendasari suatu sistem manajemen organisasi (Denison, 1990). Adanya perspektif budaya organisasi memusatkan perhatian terhadap nilai-nilai dasar, keyakinan-keyakinan, dan asumsi-asumsi yang hidup dalam organisasi, pola-pola perilaku yang berasal dari shared meanings, dan simbol-simbol yang mengekspresikan hubungan-hubungan antara asumsi-asumsi, nilai-nilai dan perilaku dari anggota-anggota organisasi (Denison,1990).

Budaya Organisasi menurut Davis dan John Newstrom (dalam Mangkunegara, 2005) bahwa budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi, kepercayaan, sistem-sistem nilai, dan norma yang disepakati tiap anggota organisasi.

John R. Schermerhorn dan James G.Hunt (dalam Mangkunegara, 2005) mengatakan bahwa budaya organisasi merupakan sistem kepercayaan bersama dan nilai-nilai yang dikembangkan dalam organisasi dan menjadi pedoman dalam berperilaku bagi seluruh anggota organisasi.


(33)

Menurut Luthans (1998), setiap anggota akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku, agar diterima oleh lingkungannya. Dengan demikian, budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mangkunegara (2005) yang menyatakan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai, dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota organisasi untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal.

Menurut Melinda (2004) dalam penelitiannya terhadap budaya organisasi, pengukuran terhadap budaya organisasi bukanlah untuk mengetahui bentuk budaya organisasi, melainkan untuk mengetahui sampai sejauh mana budaya organisasi telah diserap dan dijadikan landasan kerja oleh seluruh anggota organisasi. Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Robbins (2003) yang mengatakan bahwa budaya organisasi yang kuat merupakan suatu keadaan dimana nilai-nilai inti organisasi dipegang secara intensif dan dianut bersama oleh anggota organisasi. Oleh karena itu, semakin kuatnya budaya organisasi, berarti semakin menunjukkan bahwa nilai-nilai organisasi terinternalisasi ke dalam diri pegawai.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan suatu pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi sebagai proses penyesuaian dengan lingkungan, baik internal maupun eksternal yang disepakati bersama oleh anggota


(34)

organisasi serta dijadikan sebagai pedoman dalam berperilaku di dalam suatu organisasi.

2. Fungsi Budaya Organisasi

Fungsi Budaya Organisasi menurut Robbins (2006), yaitu:

1. Budaya Organisasi berfungsi sebagai pembeda. Hal tersebut berarti budaya yang ada di dalam suatu organisasi dapat menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.

2. Budaya Organisasi dapat memberikan suatu rasa identitas bagi anggota organisasi. Dengan budaya organisasi yang kuat, anggota organisasi akan memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasi.

3. Budaya Organisasi sebagai komitmen. Adanya budaya organisasi dapat menumbuhkan komitmen pada anggota organisasi.

4. Budaya organisasi dapat menjaga stabilitas organisasi. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa adanya kesatuan komponen-komponen organisasi yang direkatkan dengan pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi organisasi relatif stabil.

5. Budaya organisasi sebagai mekanisme yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku pegawai.


(35)

3. Dimensi Budaya Organisasi

Adapun dimensi budaya organisasi menurut Denison (dalam Sobirin, 2007), yaitu:

1. Involvement (keterlibatan)

Dimensi involvement (keterlibatan) ini menekankan pada sejauh mana tingkat partisipasi karyawan (anggota organisasi) dalam proses pengambilan keputusan. Budaya organisasi yang efektif menekankan prinsip-prinsip keterlibatan (involvement), partisipasi, dan keterpaduan dari kepentingan-kepentingan individu dengan kepentingan-kepentingan-kepentingan-kepentingan organisasi (Denison, 1990).

2. Consistency (kekonsistenan)

Dimensi ini menunjukkan bagaimana tingkat kesepakatan anggota organisasi terhadap terhadap asumsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi. Budaya yang kuat menekankan sistem keyakinan, nilai-nilai, dan simbol yang dipahami secara luas oleh anggota-anggota organisasi mengenai perilaku, sistem, dan makna yang secara terpadu menuntut kepatuhan individual daripada partisipasi sukarela (Denison & Mishra, 1995).

3. Adaptability (adaptabilitas)

Dimensi ini menekankan pada sejauh mana kemampuan organisasi dalam merespon perubahan-perubahan lingkungan eksternal dengan melakukan perubahan internal organisasi. Dimensi ini menekankan pada sistem-sistem nilai dan keyakinan yang mendukung kapasitas organisasi dalam menerima, menginterpretasikan, menterjemahkan signal-signal dari lingkungan ke


(36)

dalam perubahan perubahan kognitif, perilaku dan struktur internal organisasi (Denison & Mishra, 1995).

4. Mission (misi)

Dimensi inimenunjukkan tujuan inti organisasi yang menjadikan organisasi teguh dan fokus terhadap apa yang dianggap penting oleh organisasi. Pandangan ini menekankan pentingnya suatu pemahaman yang sama dari anggota organisasi mengenai fungsi dan tujuan organisasi (Denison, 1990). Manfaatnya antara lain, memberikan tujuan dan makna, serta sekumpulan alasan-alasan mengenai pentingnya kegiatan-kegiatan organisasi, memberikan kepastian dan pengendalian dalam menentukan jenis-jenis tindakan yang cocok bagi organisasi dan anggotanya (Denison, 1990). C. PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP STRES KERJA

Davis dan John Newstrom (dalam Mangkunegara, 2005) mengatakan bahwa budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi, kepercayaan, sistem-sistem nilai, dan norma yang disepakati tiap anggota organisasi.

Setiap organisasi tentu memiliki tujuan organisasi yang hendak dicapai. Keberhasilan suatu organisasi untuk mengimplementasikan aspek-aspek atau nilai-nilai (values) budaya organisasinya dapat mendorong perusahaan tersebut tumbuh dan berkembang (Lako dan Irmawati 1997).

Dikatakan bahwa individu yang mempunyai nilai-nilai yang sama dengan organisasi, maka mereka akan mudah berinteraksi secara efisien dengan sistem nilai organisasi, mengurangi ketidakpastian, dan konflik serta meningkatkan kepuasan dan meningkatkan kinerja Meglino (1989).


(37)

Rogers & Cobb (1974) mengartikan stres kerja sebagai ketidakcocokan antara keterampilan seseorang, kemampuan, dan tuntutan yang diberikan oleh lingkungan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan seseorang. (Wijono, 2010).

Beberapa hal yang dapat menyebabkan stres kerja di dalam pekerjaan, antara lain: beban kerja yang berlebihan, tekanan atau desakan waktu, buruknya kualitas supervisi, iklim politis yang tidak aman, umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai, wewenang yang tidak cukup untuk melaksanakan tanggung jawab, kemenduaan peranan, frustasi, konflik antar pribadi dan antar kelompok dan perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan (Handoko, 2000). Dampak dari stres tersebut bisa menghasilkan suatu kelelahan emosi, perubahan kepribadian, burnout, dan pencapaian kinerja yang menurun (Ivancevich et al, 2007).

Greenberg (2002), mengemukakan bahwa adanya partisipasi karyawan dalam pembuatan keputusan/kebijakan dapat mempengaruhi stres karyawan di tempat kerja. Selain itu Greenberg juga menyatakan bahwa partisipasi karyawan dapat meperkecil munculnya stres kerja yang dialami karyawan. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Denison (1990), bahwa untuk suatu organisasi akan berjalan secara efektif apabila ada dimensi-dimensi budaya organisasi yang salah satunya adalah dimensi Involvement (keterlibatan). Dengan adanya keterlibatan tersebut, karyawan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan dalam organisasi. sehingga dapat dikatakan adanya partisipasi karyawan dapat mengurangi stres kerja pada karyawan.


(38)

Faktor yang menyebabkan stres kerja dapat berasal dari faktor lingkungan, faktor organisasi, dan faktor individu (Robbins, 2006). Dikatakan pula oleh Robbins (2006) bahwa budaya organisasi yang kuat dalam suatu organisasi dapat membantu melancarkan aktivitas organisasi dalam pencapaian tujuannya.

Sejalan dengan pendapat tersebut dikatakan bahwa stres kerja juga dipengaruhi oleh kondisi organisasi, seperti penetapan arah dan kebijaksanaan organisasi, perubahan strategi organisasi, dan keuangan, tuntutan kerja, tanggung jawab atas orang lain, perubahan waktu kerja, hubungan yang kurang baik antar kelompok kerja dan konflik peran (Luthans, 1998).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketika nilai-nilai yang ada di dalam organisasi, maka stres kerja dapat diatasi oleh organisasi. pada dasarnya fungsi budaya organisasi adalah untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal organisasi (Mangkunegara, 2005). Ketika nilai-nilai organisasi yang ada di dalam organisasi tersebut sudah terinternalisasi dengan kuat ke dalam diri pegawai maka stres kerja juga akan semakin lemah.

Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Saputra (2010) mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap stres kerja pegawai juga mengemukakan bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres kerja pegawai. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Mariani (2007) yang mengatakan bahwa nilai-nilai yang ada di dalam organisasi dapat menurunkan tingkat stres kerja pegawai.


(39)

Berdasarkan uraian diatas dapat diperoleh sebuah kerangka pemahaman bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap stres yang dialami karyawan. Karena budaya organisasi yang kuat dapat melancarkan aktivitas organisasi dalam pencapaian tujuannya. Dan ketika nilai-nilai dalam budaya organisasi dirasakan tidak sesuai dengan karyawan dalam organisasi, maka karyawan bisa mengalami stres, dan begitu juga sebaliknya ketika nilai-nilai yang ada di dalam budaya organisasi dirasakan sesuai dengan karyawan, maka karyawan akan merasa puas dan menghasilkan kinerja yang baik yang bisa mengarahkan kepada tingkat stres yang rendah.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu dan teori-teori yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut maka peneliti tertarik untuk melihat apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap penurunan tingkat stres kerja pegawai negeri sipil di Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan.

D. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan uraian teoritis diatas, maka hipotesa yang diajukan dalam

penelitian ini adalah: “Ada pengaruh negatif budaya organisasi terhadap stres kerja pegawai”. Hipotesis ini mengandung pengertian bahwa apabila budaya organisasi semakin kuat terinternalisasi maka akan menyebabkan stres kerja pegawai semakin rendah, dan begitu sebaliknya.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam mengumpulkan data, analisis data dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang bersifat korelasional. Adapun penelitian korelasional bertujuan untuk melihat sejauh mana variasi dalam satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain. Pembahasan didalam metode penelitian ini antara lain; identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, validitas dan reabilitas, prosedur penelitian serta metode analisis data.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Agar dapat menguji hipotesis penelitian, maka terlebih dahulu mengidentifikasi variable-varaibel penelitian. Identifikasi variabel utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas (Independent Variable) : Budaya Organisasi 2. Variabel tergantung (Dependent Variable) : Stres Kerja

B. DEFINISI OPERASIONAL

1. Stres Kerja

Stres kerja adalah stres yang terjadi di tempat kerja sebagai respon individu terhadap stressor baik yang berasal dari pekerjaan maupun diluar pekerjaan yang dapat dilihat oleh adanya gejala fisiologis, psikologis, dan perilaku


(41)

menggunakan skala berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Behr dan Newman (dalam Rice, 1999), yaitu dimensi fisiologis, psikologis, dan perilaku.

Stres kerja dapat dilihat dari skor skala stres kerja. Semakin tinggi skor skala stres kerja yang diperoleh karyawan, berarti menunjukkan adanya stres kerja yang tinggi dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh karyawan dalam skala stres kerja, menunjukkan adanya stres kerja yang rendah pada karyawan. 2. Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan suatu penilaian terhadap sistem nilai– nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan serta dan dipelihara dalam waktu yang cukup lama, berfungsi untuk memecahkan masalah penyesuaian eksternal dan internal yang dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi dapat diungkap menggunakan skala berdasarkan aspek-aspek budaya organisasi menurut Denison dan Mishra. (1995), yaitu Involvement, Consistency, Adaptability, dan Mission.

Skor total yang akan diperoleh didalam skala budaya organisasi menggambarkan penilaian karyawan terhadap kuatnya budaya organisasi. Semakin tinggi skor skala budaya organisasi yang diperoleh karyawan, berarti semakin kuat budaya organisasi tersebut. Sebaliknya, semakin rendah skor skala budaya organisasi yang diperoleh karyawan menunjukkan semakin lemah budaya organisasi tersebut.


(42)

C. LOKASI PENELITIAN

Lokasi yang digunakan untuk melakukan penelitian adalah bertempat di Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) yang bertempat di Jl. Jend. Gatot Subroto No. 261 Medan, Sumatera Utara.

D. POPULASI PENELITIAN

Populasi menurut Azwar (1997) adalah sekelompok subjek yang dikenai generalisasi hasil penelitian. Menurut Hadi (2000), populasi dibatasi sebagian sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama. Sedangkan sampel merupakan sebagian dari populasi yang dikenakan dalam penelitian (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang bekerja di Kanwil Kementrian Agama Medan. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 192 orang. Penelitian ini menggunakan seluruh pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja di Knawil Kementrian Agama Medan.

Karakteristik populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegawai tetap yang menyandang status Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan masa kerja minimal selama satu tahun dengan alasan bahwa pegawai yang sudah bekerja minimal satu tahun dianggap sudah beradaptasi paham mengenai budaya yang ada di dalam organisasinya (Wulandari, 2013).

Penelitian ini menggunakan try out terpakai. Alasannya, dalam pengambilan data pada PNS di Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan cukup sulit. Hal tersebut dikarenakan jumlah subjek yang terbatas untuk dijumpai serta keterbatasan waktu peneliti. Kelebihan try out terpakai adalah dapat diterapkan pada jumlah subjek yang terbatas, lebih efisiensi waktu, biaya, dan


(43)

tenaga karena subjek penelitian adalah orang yang sama. Subjek penelitian dalam try out sekaligus digunakan sebagai subjek penelitian.

Dari hasil penyebaran skala yang didapatkan, jumlah populasi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 192 orang. Namun hanya 93 orang yang bisa digunakan sebagai penelitian. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan peneliti dalam menjangkau seluruh populasi. Sehingga subjek yang digunakan sebagai try out sekaligus digunakan sebagai penelitian.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian ini metode pengambilan data yang digunakan adalah dengan metode skala. Menurut Hadi (2000), metode skala adalah suatu metode pengumpulan data yang merupakan suatu daftar pernyataan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis. Beberapa kelebihan metode skala menurut Hadi (2000), sebagai berikut:

a. Subjek merupakan orang yang paling mengetahi dirinya

b. Apa yang dinyatakan oleh subjek dalam penelitian adalah benar dan dapat dipercaya

c. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti 1. Skala Stres Kerja

Metode skala yang digunakan adalah metode Likert (Azwar, 2012). Setiap aitem meliputi lima pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Nilai skala setiap


(44)

pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable).

Tabel 1.

Skor Alternatif Jawaban Skala

Favorable Unfavorable

Alternatif Jawaban Skor Alternatif Jawaban Skor

Sangat setuju 5 Sangat setuju 1

Setuju 4 Setuju 2

Netral 3 Netral 3

Tidak setuju 2 Tidak setuju 4

Sangat tidak setuju 1 Sangat tidak setuju 5

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala stres kerja yang dirancang peneliti berdasarkan aspek-aspek stres kerja yang dikemukakan oleh Beehr dan Newman (dalam Rice, 1999), yaitu:

1. Aspek Fisiologis 2. Aspek Psikologis 3. Aspek Perilaku


(45)

Tabel 2.

Blue Print Skala Stres KerjaSebelum Uji Coba

2. Skala Budaya Organisasi

Metode skala yang digunakan adalah metode Likert (Azwar, 2012). Setiap aitem meliputi lima pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Nilai skala setiap pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable)

No Dimensi Favorable Unfavorable Jumla

h

%

1 Fisiologis 6, 9, 13, 16, 22, 30, 35, 38, 41, 44, 47

3, 11, 19, 24, 27, 33, 50

18 33.3

2 Psikologis 7, 23, 28, 34, 39, 45, 53

1, 4, 14, 17, 20, 25, 31, 36, 42, 48, 51

18 33.3

3 Perilaku 8, 10, 18, 21, 26, 29, 32, 37, 43, 46, 52

2, 5, 12, 15, 40, 49, 54

18 33.3


(46)

Tabel 3.

Skor Alternatif Jawaban Skala

Favorable Unfavorable

Alternatif Jawaban Skor Alternatif Jawaban Skor

Sangat setuju 5 Sangat setuju 1

Setuju 4 Setuju 2

Netral 3 Netral 3

Tidak setuju 2 Tidak setuju 4

Sangat tidak setuju 1 Sangat tidak setuju 5

Skala yang digunakan untuk mengukur budaya organisasi adalah berdasarkan pada adaptasi skala budaya organisasi yang dikemukakan oleh Denison & Misra (1995). Adapun dimensi budaya organisasi yang digunakan dalam penelitian, yaitu:

1. Involvement (Keterlibatan), diukur berdasarkan indikator pemberdayaan, orientasi tim, dan pengembangan kemampuan

2. Consistency (Konsistensi), diukur berdasarkan indikator nilai-nilai inti, kesepakatan, dan koordinasi & integrasi

3. Adaptability (Adaptabilitasi), dapat diukur berdasarkan indikator menciptakan perubahan, focus pelanggan, dan pembelajaran organisasi 4. Mission.(Misi), dapat diukur berdasarkan indikator arah strategis dan


(47)

Tabel 4.

Blue Print Skala Budaya Organisasi Sebelum Uji Coba

No Dimensi Indikator

Perilaku

Nomor Aitem Jlh P (%)

Fav Unfav

1. Involvement (Keterlibatan)

1. Pemberdayaan 1, 2, 3, 4

14 25 %

2. Orientasi Tim 5, 6. 7, 8, 9 3.Pengembangan

Kemampuan

10, 11, 12, 13 14

2. Consistency (Konsistensi)

1.Nilai-Nilai Inti 15, 16, 17, 18, 19

14 25 %

2.Kesepakatan 20, 21, 22, 24 23 3.Koordinasi &

Integrasi

25, 26, 28 27

3. Adaptability (Adaptabilitas)

1.Menciptakan Perubahan

29, 30, 31, 33 32

14 25 %

2.Fokus Pelanggan 34, 35, 36, 38 37 3.Pembelajaran

Organisasi

39, 40, 42 41

4 Mission (Misi)

1.Arah Strategis & Tujuan

43, 44, 45, 46 47

14 25 %

2.Tujuan & Sasaran

48, 49, 50, 51

3.Visi 52, 53, 55, 56 54


(48)

G.UJI COBA ALAT UKUR

1. Validitas Alat Ukur

Validitas alat ukur adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu validitas yang tinggi adalah apabila alat tersebut mampu menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Penelitian ini menggunakan validitas isi (content validity). Pengukuran validitas isi tidak melalui analisis statistik tetapi menggunakan validitas rasional (Azwar, 2004).

Pengujian validitas isi menggunakan analisis rasional berkaitan dengan kemampuan suatu instrument mengukur isi konsep yang harus diukur. Pertama-tama peneliti menyusun aitem berdasarkan blue print, setelah itu peneliti meminta pertimbangan dari professional judgement dan pihak-pihak lain yang berkompeten dalam memberikan pertimbangan.

2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dalam penelitian adalah untuk membedakan antara individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang hendak diukur (Azwar, 2012). Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2012).

Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan, namun bisa dikurangi batas kriterianya sesuai


(49)

Sehingga aitem yang berada di bawah 0,30 akan gugur. Aitem yang tidak memenuhi syarat kualitas aitem tidak diikutkan menjadi bagian tes.

3. Reliabilitas Alat ukur

Reliabilitas adalah suatu pengujian untuk melihat konsistensi dan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2004). Dalam penelitian ini digunakan uji reliabilitas alat ukur melalui pendekatan konsistensi internal yaitu single trial administration yang artinya sekelompok subjek dikenakan satu bentuk tes dalam sekali saja. Pendekatan ini adalah pendekatan yang ekonomis, praktis dan berefesiensi tinggi (Azwar, 2004).

Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1, yang artinya semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1 berarti semakin tinggi reliabilitas, sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya.

Uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan Alpha Cronbach dengan bantuan computer dari program SPSS 20.00 for Windows yang nantinya akan menghasilkan reliabilitas dari skala Budaya Organisai dan Stres Kerja.

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba terhadap alat ukur yaitu skala stres kerja dan skala budaya organisasi dilakukan pada tanggal 2 Desember 2013. Uji coba dikenakan kepada 192 pegawai negeri sipil Kementrian Agama dengan karakteristik yakni\


(50)

menyandang status Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan sudah bekerja di instansi tersebut selama minimal satu tahun.

Pada uji coba ini peneliti menyebarkan kedua skala kepada 192 orang pegawai yang terpilih melalui accidental sampling. Kemudian skala yang dikembalikan ke peneliti juga berjumlah 93. Dengan demikian hanya 93 skala yang dapat digunakan dalam penelitian. Uji daya beda aitem dan reliabilitas skala penelitian dihitung menggunakan program IBM SPSS versi 20.0 for windows.

a. Skala Stres Kerja

Hasil uji coba skala stres kerja menunjukkan bahwa dari 54 aitem terdapat 18 aitem yang gugur, yaitu aitem nomor 4, 6, 9, 10, 16, 17, 18, 21, 26, 27, 29, 34, 37, 38, 40, 43, 45, 52. Uji daya beda aitem ini menggunakan batasan rix ≥ 0,30. Jadi apabila aitem yang memiliki daya beda dibawah 0,30 dianggap gugur (Azwar, 2012).

Pada skala stres kerjamenunjukkan hasil reliabilitas dengan menggunakan teknik reliabilitas Alpha Cronbach, maka diperoleh hasil rxx’ = 0.916 yang berarti tingkat reliabilitasnya memuaskan.


(51)

Table 5.

Aitem yang Memiliki Daya Beda Tinggi pada Skala Stres Kerja

Setelah diketahui aitem-aitem yang memiliki daya beda tinggi pada skala stres kerja, maka aitem-aitem tersebut akan digunakan dalam penelitian. Dengan membuang aitem-aitem yang gugur, maka skala tersebut disusun kembali dengan melakukan penyesuaian nomor bagi aitem-aitem tersebut untuk dilakukan pengukuran selanjutnya.

Tabel 6.

Penomoran Aitem-Aitem Skala Stres Kerja dalam Penelitian

No Dimensi Favorable Unfavorable Jumlah %

1 Fisiologis 9, 14, 19, 23, 26, 28, 30

3, 7, 12, 16, 22, 33 13 36,1%

2 Psikologis 5, 15, 18, 25, 35 1, 10, 13, 17, 20, 24, 27, 31, 34

14 38,9%

3 Perilaku 6, 21, 29 2, 4, 8, 11, 32, 36 9 25%

Total 15 21 36 100%

No Dimensi Favorable Unfavorable Jumlah %

1 Fisiologis 13, 22, 30, 35, 41, 44, 47

3, 11, 19, 24, 33, 50

13 36,1%

2 Psikologis 7, 23, 28, 39, 53 1, 14, 20, 25, 31, 36, 42, 48, 51


(52)

Berdasarkan hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas tersebut, maka aitem-aitem pada skala stres kerja tersebut dapat diandalkan untuk dilakukan pengukuran selanjutnya. Hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas skala stres kerja dapat dilihat pada lampiran 3.

b. Skala Budaya Organisasi

Hasil uji coba skala stres kerja menunjukkan bahwa dari 56 aitem terdapat 10 aitem yang gugur yaitu aitem nomor 14, 16, 22, 23, 26, 27, 32, 35, 39, 54. Hasil uji daya beda aitem ini menggunakan batasan rix ≥ 0,30. Jadi apabila aitem yang memiliki daya beda dibawah 0,30 dianggap gugur (Azwar, 2012).

Pada skala budaya organisasi menunjukkan hasil reliabilitas dengan menggunakan teknik reliabilitas Alpha Cronbach, maka diperoleh hasil rxx’ = 0.960 yang berarti tingkat reliabilitasnya memuaskan.

Tabel 7

Aitem yang Memiliki Daya Beda Tinggi pada Skala Budaya Organisasi

No Dimensi Indikator

Perilaku

Nomor Aitem Jlh P (%)

Fav Unfav

1. Involvement (Keterlibatan)

1. Pemberdayaan 1, 2, 3, 4

13 28,3%

2. Orientasi Tim 5, 6. 7, 8, 9 3.Pengembangan

Kemampuan

10, 11, 12, 13


(53)

(Konsistensi) 2.Kesepakatan 20, 21, 24

9 19,5% 3.Koordinasi &

Integrasi

25, 28

3. Adaptability (Adaptabilitas)

1.Menciptakan Perubahan

29, 30, 31, 33

11 23,9% 2.Fokus Pelanggan 34, 36, 38 37

3.Pembelajaran Organisasi

40, 42 41

4 Mission (Misi)

4.Arah Strategis & Tujuan

43, 44, 45, 46 47

13 28,3% 5.Tujuan &

Sasaran

48, 49, 50, 51 6.Visi 52, 53, 55, 56

Total 12 43 3 46 100

Setelah diketahui aitem-aitem yang memiliki daya beda tinggi pada skala budaya organisasi, maka aitem-aitem tersebut akan digunakan dalam penelitian. Dengan membuang aitem-aitem yang gugur, maka skala tersebut disusun kembali dengan melakukan penyesuaian nomor bagi aitem-aitem tersebut untuk dilakukan pengukuran selanjutnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 8 di bawah ini.


(54)

Tabel 8.

Penomoran Aitem Skala Budaya Organisasi Dalam Penelitian

No Dimensi Indikator Perilaku Nomor Aitem Jlh P (%)

Fav Unfav

1. Involvement

(Keterlibatan)

1. Pemberdayaan 1, 2, 3, 4

13 28,3%

2. Orientasi Tim 5, 6. 7, 8, 9 3.Pengembangan

Kemampuan

10, 11, 12, 13

2. Consistency

(Konsistensi)

1.Nilai-Nilai Inti 14 15 16 17

9 19,5% 2.Kesepakatan 18, 19, 20

3.Koordinasi & Integrasi

21,22

3. Adaptability

(Adaptabilitas)

1.Menciptakan Perubahan

23, 24, 25, 26

11 23,9% 2.Fokus Pelanggan 27, 28, 30 29

3.Pembelajaran Organisasi

31, 33 32

4 Mission

(Misi)

7. Arah Strategis & Tujuan

34, 35, 36, 37 38

13 28,3% 8. Tujuan & Sasaran 39, 40, 41, 42

9. Visi 43, 44, 45, 46


(55)

Berdasarkan hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas tersebut, maka aitem-aitem pada skala budaya organisasi tersebut dapat diandalkan untuk dilakukan pengukuran selanjutnya. Hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas skala budaya organisasi dapat dilihat pada lampiran 3.

H. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini terdapat beberapa langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu:

a) Perizinan

Hal yang pertama dilakukan oleh peneliti dalam proses persiapan untuk melakukan penelitian adalah mengurus surat izin untuk melakukan penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ke organisasi yang akan dituju. Peneliti mengajukan surat permohonan pengambilan data penelitian ke Kanwil Kementrian Agama Medan. Surat permohonan ini diberikan langsung oleh peneliti kepada pihak instansi yaitu Kanwil Kementrian Agama pada November 2013.

b) Pembuatan Alat Ukur

Sebelum melakukan uji coba alat ukur, maka peneliti membuat alat ukur yang terdiri dari skala budaya organisasi yang diadaptasi berdasarkan teori Denison & Misra (1995) dan skala stres kerjayang dibuat berdasarkan teori


(56)

Behr dan Newman (dalam Rice, 1999). Peneliti membuat 56 aitem untuk skala budaya organisasi dan 54 aitem untuk skala stres kerja. Setelah kedua skala tersebut selesai dibuat, maka aitem-aitem tersebut akan ditelaah dengan analisis rasional dari professional judgement untuk mengetahui validitas alat ukur tersebut.

c) Uji coba alat ukur

Untuk memperoleh alat ukur yang memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai, peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba alat ukur. Uji coba alat ukur dikenakan kepada 192 pegawai di Kanwil Kementrian Agama. Namun hanya 93 skala yang bisa digunakan dalam penelitian.

Pegawai yang dijadikan subjek untuk uji coba alat ukur memiliki karakteristik yakni berstatus PNS dan sudah bekerja di instansi tersebut selama minimal satu tahun. Hasil penelitian subjek yang digunakan sebagai try out juga langsung digunakan sebagai penelitian dengan membuang aitem yang tidak memenuhi kriteria daya beda rendah.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah peneliti melakukan uji coba, setelah membuang aitem yang dinyatakan gugur, dan melakukan penyusunan nomor kembali aitem-aitem yang memenuhi syarat, selanjutnya peneliti melakukan pengukuran kembali untuk anlisis data berdasarkan blue print skala yang telah disusun kembali.


(57)

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh data dari aitem yang digunakan untuk penelitian, maka untuk pengolahan data selanjutnya, yaitu analisis regresi diolah dengan menggunakan IBM SPSS versi 20.0 for windows.

I. METODE ANALISIS DATA

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap stres kerja adalah dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Analisis data pada penelitian ini menggunakan program IBM SPSS versi 20.0 for windows. Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi penelitian yaitu uji normalitas dan uji linieritas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan pengujian untuk melihat apakah sampel yang berasal dari populasi sudah terdistribusi normal. Penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program computer IBMSPSSversi20.0 for windows.

Kaidah normal yang digunakan adalah jika p > 0,05 maka sebarannya dinyatakan normal dan sebaliknya jika p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal (Hadi, 2000). Uji normalitas juga akan menggunakan metode grafik P-P plot dengan bantuan program IBM SPSS versi 20.0 for windows.


(58)

2. Uji Linieritas

Uji linieritas hubungan untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung serta untuk mengetahui signifikansi penyimpangan dari linieritas hubungan tersebut. Apabila penyimpangan tersebut tidak signifikan maka hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan linier. Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan metode statistik uji F dengan bantuan program IBM SPSS versi 20.0 for windows.

Kaidah yang digunakan untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung adalah jika p < 0,05 maka hubungannya antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan linier, sebaliknya jika p > 0,05 berarti hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan tidak linier (Hadi, 2000).


(59)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai analisis data dan pembahasan. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian serta dilanjutkan mengenai hasil penelitian sesuai dengan data yang diperoleh, dan dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian.

A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) yang berjumlah 192 orang. Sebelum dilakukan analisis data terlebih dahulu diuraikan gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, dan masa kerja.

1. Gambaran Subjek Berdasarkan jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian, maka dapat digambarkan penyebarannya seperti tabel berikut.

Tabel 9.

Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase

Laki-laki 56 60,2%

Perempuan 37 39,8%


(60)

Berdasarkan tabel di atas maka dapat dilihat bahwa subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 60,2%, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 39,8%. Oleh karena itu dapat dismpulkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari jenis kelamin perempuan.

2. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Berdasarkan usia subjek penelitian, maka dapat digambarkan penyebaran subjek sebagai berikut.

Tabel 10.

Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Usia Jumlah (N) Persentase

20 – 40 tahun 35 37,6 %

40 – 60 tahun 58 62,4 %

Total 93 100 %

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kebanyakan pegawai negeri sipil yang bekerja di Kanwil Kemenag berada dalam rentang usia 40-60 tahun. Berdasarkan teori perkembangan yang dikemukakan oleh Havighurst (Papalia, Olds, & Feldman, 2008), rentang usia 40-60 tahun tersebut termasuk dewasa madya, yaitu sebanyak 62,4% dan sisanya berada dalam rentang usia 20-40 tahun yang berarti dewasa muda, yaitu sebanyak 37,6%.


(61)

Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stres kerja. Pegawai yang memiliki usia yang lebih tua akan memiliki pengalaman yang dimiliki pegawai yang berusia lebih muda.

3. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja

Berdasarkan masa kerja subjek, maka dapat digambarkan penyebaran subjek sebagai berikut.

Tabel 11.

Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja Jumlah (N) Persentase

< 10 tahun 33 35,5 %

10 – 19 tahun 13 14 %

20 – 29 tahun 37 39,8 %

> 30 tahun 10 10,7 %

Total 93 100 %

Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2009 mengenai gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan, maka pemberian penghargaan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah bekerja terus menerus sekurang-kurangnya 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun dalam bentuk tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya dianugerahkan kepada Pegawai Negeri Sipil yang dalam melaksanakan tugasnya telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan kedisiplinan.


(62)

Berdasarkan penghargaan tanda kehormatan Satya Lencana Karya, maka PNS yang telah bekerja kurang dari 10 tahun belum berhak menerima penghargaan Satya Lencana Karya Satya. Bentuk tanda kehormatan Satya Lencana Karya dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. PNS yang telah bekerja selama 10 – 19 tahun diberi penghargaan Satya Lencana Karya Satya 10 tahun (perunggu).

2. PNS yang telah bekerja selama 20 – 29 tahun diberi penghargaan Satya Lencana Karya Satya 20 tahun (perak).

3. PNS yang sudah bekerja selama lebih dari 30 tahun akan diberi penghargaan Satya Lencana Karya Satya 30 tahun (emas).

Berdasarkan tabel dapat dikatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kanwil Kementrian Agama sudah bekerja selama 20-29 tahun (39,8%). Masa kerja yang lebih lama erat kaitannya dengan pengalaman dan pemahaman. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemahaman pegawai terhadap budaya organisasi sudah baik.

B. HASIL PENELITIAN

1. Hasil Uji Asumsi

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana. Sebelum melakukan uji analisis regresi, maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji linieritas.


(63)

a) Uji Normalitas

Hasil uji normalitas untuk mengetahui apakah data tersebar secara normal dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 12.

Normalitas Sebaran Variabel Stres Kerja dan Budaya Organisasi

Variabel Z p Keterangan

Stres Kerja 1,079 0,195 Normal

Budaya organisasi 1,021 0,248 Normal

Kaidah normal yang digunakan adalah jika p > 0,05 maka sebarannya dinyatakan normal dan sebaliknya jika p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal (Hadi, 2000).

Hasil uji normalitas terhadap variabel stres kerja diperoleh nilai Z = 1,079 dan p = 0,195. Hasil menunjukkan bahwa nilai p (0,195) > 0,05 maka data dari variabel stres kerjaterdistribusi secara normal.

Hasil uji normalitas terhadap variabel budaya organisasi diperoleh nilai Z = 1,021 dan p = 0,248. Hasil menunjukkan bahwa nilai p (0,248) > 0,05 maka data dari variabel budaya organisasiterdistribusi secara normal.

Selain dengan uji statistik, uji normalitas dapat juga diketahui dengan analisis grafik yaitu P-P plot. Hasil analisis grafik dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(64)

Gambar 1.

Grafik Normalitas Budaya Organisasi Terhadap Stres Kerja Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa data terdistribusi secara normal, karena kebanyakan titik-titik tersebut berada cukup dekat dengan garis bahkan ada yang menempel pada garis. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini mengikuti distribusi normal.

b) Uji Linieritas

Hasil uji linieritas untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antar kedua variabel dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(65)

Tabel 13.

Hasil Pengujian Linieritas

Variabel F P Keterangan

Stres Kerja*Budaya Organisasi 40,217 0,000 Linier

Berdasarkan tabel di atas, dapat dikatakan bahwa kedua variable yaitu variabel stres kerja dan variabel budaya organisasi memiliki hubungan linier. Uji linieritas dapat diketahui dengan hasil analisis statistik yaitu dengan metode statistik uji F. Menurut Hadi (2000) untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung adalah jika p < 0,05 maka hubungannya antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan linier, sebaliknya jika p > 0,05 berarti hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan tidak linier.

Hasil uji linieritas pada variabel stres kerja dan budaya organisasi diperoleh nilai F=40,217 dan nilai p=0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai p(0,000)<0,05 maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang linier.

Selain menggunakan uji statistik, uji linieritas juga dapat dilihat melalui diagram tebar berikut.


(66)

Gambar 2.

Grafik Linieritas Budaya Organisasi Terhadap Stres Kerja

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan kedua variabel dapat dikatakan linier karena titik-titik tersebut mengikuti garis linier. Titik yang yang ada di grafik tersebut juga memiliki jarak yang cukup dekat dengan garis. Berdasarkan gambar dapat dilihat bahwa variabel budaya organisasi dan variabel stres kerja berkorelasi negatif, yang berarti semakin tinggi skor budaya organisasi maka skor stres kerja akan semakin rendah.


(67)

2. Hasil Utama Penelitian

a) Hasil Analisis Data

1. Uji Hipotesis

Berikut ini akan dijelaskan tentang hasil pengolahan data mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap stres kerja yang diperoleh dengan teknik analisis regresi sederhana dengan menggunakan program IBM SPSS versi 20.0 for windows. Hasil pengolahan data dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 14.

Hasil Ringkasan Uji Hipotesis

Variabel R R2 F p

B Konstanta

B koef. regresi StresKerja*Budaya

Organisasi 0,506 0,256 31,357 0,000 151,391 -0,391

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

H0 : Tidak ada pengaruh negatif budaya organisasi terhadap stres kerja

H1 : Ada pengaruh negatif budaya organisasi terhadap stres kerja

Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai F = 31,357 dan p = 0,000. Jika nilai p < 0,05 maka H0 ditolak (Field, 2009). Pada penelitian ini nilai p (0,000) < 0,05 maka H0 ditolak sedangkan H1 diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif budaya organisasi terhadap stres kerja. Koefisien Regresi Budaya Organisasi (X) sebesar -0,391. Artinya hubungan korelasi


(1)

78. CM Laki-laki 51 tahun 32 tahun

77. AL Laki-laki 45 tahun 16 tahun

78. CM Laki-laki 51 tahun 32 tahun

79. AL Laki-laki 45 tahun 4 tahun

80. CM Laki-laki 51 tahun 8 tahun

81. S Laki-laki 51 tahun 27 tahun

82. N Laki-laki 57 tahun 28 tahun

83. Y Laki-laki 55 tahun 23 tahun

84. TT Laki-laki 44 tahun 15 tahun

85. RA Laki-laki 52 tahun 23 tahun

86. SS Laki-laki 51 tahun 26 tahun

87. NH Laki-laki 45 tahun 21 tahun

88. SR Laki-laki 50 tahun 27 tahun

89. MI Laki-laki 43 tahun 20 tahun

90. NT Laki-laki 48 tahun 20 tahun

91. JF Laki-laki 34 tahun 8 tahun

92. MR Laki-laki 50 tahun 22 tahun


(2)

LAMPIRAN 6


(3)

PROFIL ORGANISASI

1. Sejarah Kementerian Agama

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Hal tersebut tercermin baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara. Di lingkungan masyarakat-terlihat terus meningkat kesemarakan dan kekhidmatan kegiatan keagamaan baik dalam bentuk ritual, maupun dalam bentuk sosial keagamaan. Semangat keagamaan tersebut, tercermin pula dalam kehidupan bernegara yang dapat dijumpai dalam dokumen-dokumen kenegaraan tentang falsafah negara Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan buku Repelita serta memberi jiwa dan warna pada pidato-pidato kenegaraan. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional semangat keagamaan tersebut menjadi lebih kuat dengan ditetapkannya asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa sebagai salah satu asas pembangunan. Hal ini berarti bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral dan etik pembangunan.

Berdirinya Departemen Agama pada 3 Januari 1946, sekitar lima bulan setelah proklamasi kemerdekaan kecuali berakar dari sifat dasar dan karakteristik bangsa Indonesia tersebut di atas juga sekaligus sebagai realisasi dan penjabaran ideologi Pancasila dan UUD 1945. Ketentuan juridis tentang agama tertuang dalam UUD 1945 BAB E pasal 29 tentang Agama ayat 1, dan 2:


(4)

1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa;

2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan sebagai hasil konsensus nasional dan konvensi dalam_praktek kenegaraan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

2. Tugas Pokok dan Fungsi

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1949 dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1950 serta Peraturan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1951 antara lain menetapkan kewajiban dan lapangan tugas Kementerian Agama yaitu:

1. Melaksanakan asas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan sebaik-baiknya;

2. Menjaga bahwa tiap-tiap penduduk mempunyai kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya;

3. Membimbing, menyokong, memelihara dan mengembangkan aliran-aliran agama yang sehat;

4. Menyelenggarakan, memimpin dan mengawasi pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri;

5. Memimpin, menyokong serta mengamat-amati pendidikan dan pengajaran di madrasahmadrasah dan perguruan-perguruan agama lain-lain;


(5)

7. Menyelenggarakan segala sesuatu yang bersangkut paut dengan pengajaran rohani kepada anggota-anggota tentara, asrama-asrama, rumah-rumah penjara dan tempat-tempat lain yang dipandang perlu;

8. Mengatur, mengerjakan dan mengamat-amati segala hal yang bersangkutan dengan pencatatan pernikahan, rujuk dan talak orang Islam;

9. Memberikan bantuan materiil untuk perbaikan dan pemeliharaan tempat-tempat beribadat (masjid-masjid, gereja-gereja dll);

10.Menyelenggarakan, mengurus dan mengawasi segala sesuatu yang bersangkut paut dengan Pengadilan Agama dan Mahkamah Islam Tinggi;

11.Menyelidiki, menentukan, mendaftarkan dan mengawasi pemeliharaan wakaf-wakaf;

12.Mempertinggi kecerdasan umum dalam hidup bermasyarakat dan hidup beragama.

3. Visi dan Misi Kementerian Agama

VISI

“Terwujudnya masyarakat Indonesia yang TAAT BERAGAMA, RUKUN, CERDAS, MANDIRI DAN SEJAHTERA LAHIR BATIN.”(Keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010)

MISI


(6)

3. Meningkatkan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan.

4. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji.

5. Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa. (Keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010)


Dokumen yang terkait

Pengaruh Perubahan Struktur Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pada Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara

7 131 100

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Organizational Citzenship ehavior Pada Pegawai Negeri Sipil Di BPOM Medan

1 90 118

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Bank Indonesia Kanwil Sumut Aceh

2 52 78

Pengaruh Budaya Kerja terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Negeri Sipil (Studi pada Dinas Kesehatan Dati II Kabupaten Asahan)

12 164 143

PENGARUH MOTIVASI KERJA, KEPEMIMPINAN, DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Kasus Pada Pegawai Negeri Sipil Di Kabupaten Klat

0 1 13

PENGARUH MOTIVASI KERJA, KEPEMIMPINAN, DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Kasus Pada Pegawai Negeri Sipil Di Kabupaten Klat

0 2 13

BAB II LANDASAN TEORI A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja - Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Stres Kerja Pegawai Negeri Sipil Di Kanwil Kementrian Agama Medan

0 2 14

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Stres Kerja Pegawai Negeri Sipil Di Kanwil Kementrian Agama Medan

0 0 11

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Stres Kerja Pegawai Negeri Sipil Di Kanwil Kementrian Agama Medan

0 0 12

IMPLEMENTASI PENILAIAN PRESTASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KEMENTRIAN AGAMA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 1 15