Pengaruh Penendalian Internal, Budaya Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Karo
SKRIPSI
PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL, BUDAYA ORGANISASI, DAN KOMPENSASI TERHADAP PERILAKU ETIS
PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA BAGIAN KEPEGAWAIAN DAERAH
KABUPATEN KARO
OLEH
CLARA CECILIA S 110502238
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(2)
Lembar Pernyataan
Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Penendalian Internal, Budaya Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten. Karo” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dann Bisnis Uniiversitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah endapatkan izin, dan/atau ditulskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Agustus 2015
Clara Cecilia S 110502238
(3)
ABSTRAK
Pengaruh Pengendalian Internal, Budaya Organiasai, Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian
Daerah Kabupaten Karo.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui: pengaruh penendalian internal, budaya organisasi dan kompensasi terhadap perilaku etis pegawai negeri sipil pada badan kepegawaian daerah Kab. Karo. Populasi pada penelitian ini adalah 119 pegawai yang ada pada BKD Kab. Karo yang masih aktif bekerja. Kuesioner diuji validitas dan reliabilitas sebelum dilakukan pengumpulan data penelitian dengan menyebar 30 kuesioner diluar sampel . Uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolonieritas, dan uji heteroskedastisitas. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Pengendalian Internal terhadap erilaku etis PNS pada BKD Kab. Karo, hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung sebesar 1,751 > dari nilai t-tabel 1,658 dan nilai signifikansi pada tabel sebesar 0,027 (di bawah 0,05). (2) Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya oraganisasi terhadap perilaku etis PNS pada BKD Kab. Karo, hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung variabel sebesar 12,708 > dari nilai t-tabel 1,658 dan nilai signifikansi pada tabel sebesar 0,000 (di bawah 0,05). (3) Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kompensasi terhadap perilaku etis PNS pada BKD Kab. Karo, hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung sebesar 2,180 > nilai t-tabel sebesar 1,658 dan nilai signifikansi pada tabel sebesar 0,032 (di bawah 0,05).
Kata Kunci : Pengendalian Internal, Budaya Oraganisasi, Kompensasi, Perilaku Etis Pegawai.
(4)
ABSTRACT
Effect of Internal Control, Cultural Organiasai, And Compensation Of Ethical Conduct for Civil Servants On Regional Employment Agency Karo.
This study was conducted to determine: the effect of internal control, organizational culture and compensation for ethical behavior of civil servants at local staffing agency Kab. Karo. The population in this study is that there are 119 employees at BKD District. Karo is still actively working. The questionnaire tested the validity and reliability before data collection questionnaire study with 30 spread out the sample.
Classic assumption test including normality test, test multicoloniarity and heteroscedasticity test. Data analysis method used is multiple regression analysis. Results from this study are: (1) There is a positive and significant impact on the Internal Control Behaviors among ethical civil servants at BKD District. Karo, this is indicated by a value of 1,751 t count> t-table value of 1.658 and the significant value on the table by 0.027 (under 0.05). (2) There is a positive and significant influence between organization of culture to ethical behavior of civil servants at BKD District. Karo, this is indicated by the value of the variable t-test for 12.708> t-table value of 1.658 and the significant value on the table by 0.000 (under 0.05). (3) There is a positive and significant influence between compensation for ethical behavior of civil servants at BKD District. Karo, this is indicated by a value of 2,180 t count> t-table value of 1.658 and the significant value on the table by 0.032 (under 0.05).
Keywords: Internal Control, the Organization Culture, Compensation, Employee Ethical Behavior.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul “Pengaruh Penendalian Internal, Budaya Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten. Karo.”
Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbigan, yaitu kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, S.E., M.Ec., Ak. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia SE., ME., selaku Ketua Departemen S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Dra. Marhayanie Msi., selaku Sekertaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara
4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE., Msi., selaku ketua Progran Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara 5. Ibu Dr. Elisabeh Siahaan, SE., MSc., selaku Dosen Pembimbing atas
ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing, mendukung dan mengarahkan penulis.
6. Ibu. Dra. Yulinda, Msi., selaku Dosen Pembaca Penilai atas diskusi-diskusinya dan memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang masih kabur dalam penulisan skripsi ini.
7. Dra. Friska Sipayung, Msi., selaku Dosen Penguji yang sudah memberikan banyak masukan untuk perbaikan skripsi ini dan menunjukkan berbagai kesalahan didalamnya.
8. Bapak dan Ibu Staf Pengajar yang banyak memberikan ilmu pengetahuannya selama penulis kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara serta seluruh pegawai administrasi Fakultas Ekonomi.
9. Teristimewa untuk keluarga saya, khususnya ayah dan ibu saya yang sangat saya cintai yang selalu memberikan doa dan dukungann moril dan materil yang tanpa henti kepda penulis sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi ini.
10.Kakak saya yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis kak yeyen berserta keluarga, kak dedek, dan kak ninta berserta keluarga.
11.Kepada sahabat-sahabat yang saya kasihi yang tidak pernah bosan memberikan canda dan tawa kepada penulis sehingga penulis semangat
(6)
mengerjakan skripsi ini : sasa, kak dida, mami hesti, naomi, cila, amel, aida, vera, noris, bella, maikel, kak eci dan masih banyak lagi yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu
12.Kepada sepupu penulis yang sudah sangat membantu dan mendukung penulis dalam menegrjakan skripsi ini Jesika rasia dan tidak pernah bosa memberikan masukan kepada penulis
13.Tema-teman seperjuangan penulis roy, alda, dan nita yang sama-sama berjuang menyelesaikan skripsi dan memberikan banyak canda tawa, masukan, dan motivasi sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini dengan senang hati.
14.Semua orang yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu saya dalam doa sampai pada terselesainya skripsi ini.
Medan, Agustus 2015 Penulis,
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 12
1.3 Tujuan Penelitian... 12
1.4 Manfaat Penelitian ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Internal ... 14
2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal ... 14
2.1.2 Tujuan Pengendalian Internal ... 17
2.1.3 Dimensi-dimensi Pengendalian Internal... 17
2.1.4 Keterbatasan Pengendalian Internal ... 23
2.1.5 Efektivitas Pengendalian Internal ... 24
(8)
2.2.1 Pengertian Budaya Organsasi ... 25
2.2.2 Dimensi Budaya Organisasi ... 27
2.2.3 Fungsi Budaya Organisasi ... 29
2.2.4 Pembentukan Budaya Organisasi ... 31
2.2.5 Kekuatan Budaya Organisasi ... 32
2.3 Kompensasi... 33
2.3.1 Pengertian Kompensasi ... 33
2.3.2 Jenis-jenis Kompensasi ... 34
2.3.3 Sistem Pemberian Kompensasi ... 38
2.3.4 Tujuan Pemberia kompensasi ... 39
2.3.5 Prinsip-prinsip Kompensasi ... 41
2.4 Perilaku Etis ... 42
2.4.1 Pengertian Perilaku Etis ... 42
2.4.2 Dimensi Perilaku Etis ... 43
2.4.3 Prinsip Etis ... 44
2.5 Penelitian Terdahulu ... 45
2.6 Kerangka Konseptual ... 46
2.7 Hipotesis ... 49
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 50
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 50
3.3 Batasan Operasional ... 51
3.4 Defenisi Operasional Variabel ... 51
(9)
3.6 Populasi dan Sampel ... 54
3.6.1 Populasi ... 54
3.6.2 Sampel ... 54
3.7 Jenis Data ... 57
3.7.1 Data Primer ... 57
3.7.2 Data Sekunder ... 57
3.8 Metode Pengumpulan data ... 57
3.9 Uji Validitas dan Reabilias ... 58
3.9.1 Uji Validitas ... 58
3.9.2 Uji Reabilitas... 60
3.10 Teknik Analisis... 61
3.10.1 Analisis Deskriptif ... 61
3.10.2 Uji Asumsi Klasik... 61
3.10.2.1 Uji Normalitas ... 61
3.10.2.2 Uji Heteroskedastisitas ... 61
3.10.2.3 Ujii Multikolinearitas ... 62
3.10.3 Analisis Linier Berganda ... 62
3.10.3.1 Koefisien Determinan (R2) ... 63
3.10.3.2 Uji F (Uji Serempak/Simultan) ... 63
3.10.3.3 Uji T (Uji Parsial) ... 64
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Instansi ... 65
4.1.1 Sejarah Singkat Instansi ... 65
(10)
4.4 Analisis Statistik Deskriptif ... 67
4.2.1 Deskriptif Responden ... 68
4.4.4 Deskriptif Variabel Penelitian ... 70
4.3 Uji Asumsi Klasik ... 89
4.3.1 Uji Normalitas ... 89
4.3.2 Uji Heteroskedastisitas ... 92
4.3.3 Uji Multikolinearitas ... 94
4.4 Pengujian Hipotesis... 95
4.4.1 Analisis Linier Berganda ... 95
4.4.2 Uji Signifikan (Uji -F) ... 97
4.5 Identifikasi Determinan ... 98
4.6 Pembahasan ... 99
4.6.1 Pengaruh Pengendalian internal (X1) terhadap Perilaku Etis pegawai (Y)... 100
4.6.2 Pengaruh Budaya Organisasi (X2) terhadap Perilaku Etis Pegawai (Y) ... 102
4.6.3 Pengaruh Kompensasi (X3) terhadap Perilaku Etis Pegawai (Y) ... 105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 108
5.2 Saran ... 108
DAFTAR PUSTAKA ... 111
(11)
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu... 45
3.1 Definisi Operasional Variabel... 51
3.2 Instrumet Skala Semantic Deferential... 54
3.3 Jumlah Pegawai Negeri Sipil Kab. Karo ... 54
3.4 Penarikan Sampel Propotionate Random Sampling... 56
3.5 Uji Validitas... 59
3.6 Uji Reabilitas... 60
4.1 Identitas Responden... 68
4.2 Distribusi Tanggapan Responden terhadap Pengendalian Internal... 70
4.3 Interprestasi nilai rata-rata jawaban responden terhadap Pengendalian Internal (X1)... 74
4.4 Distribusi Tanggapan Responden terhadap Budaya Organisasi... 75
4.5 Interprestasi nilai rata-rata jawaban responden terhadap Budaya Organisasi (X2)... 79
4.6 Distribusi Tanggapan Responden terhadap Kompensasi... 80
4.7 Interprestasi nilai rata-rata jawaban responden terhadap Kompensasi (X3)... 84
4.8 Distribusi Tanggapan Responden terhadap Perilaku Etis... 85
4.9 Interprestasi nilai rata-rata jawaban responden terhadap Perilaku Etis (Y)... 89
4.10 One-Sample Kolmogrof-Smirnov Test... 92
4.11 Uji Glejser... 94
4.12 Multikolinearitas... 95
4.13 Hasil Regresi Linier Berganda... 96
4.14 Hasil Uji Signifikan Simultan (Uji-F)... 98
(12)
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Pembentukan Budaya Organisasi... 31
2.2 Kerangka Konseptual... 48
4.1 Grafik Histogram Uji Normalitas... 90
4.2 Grafik Normal atau P-Plot... 91
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian... 115
2 Distribusi Jawaban validitas dan reabilitas... 119
3 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas... 122
4 Distribusi Jawaban Responden... 123
5 Uji Asumsi Klasik... 125
(14)
ABSTRAK
Pengaruh Pengendalian Internal, Budaya Organiasai, Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian
Daerah Kabupaten Karo.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui: pengaruh penendalian internal, budaya organisasi dan kompensasi terhadap perilaku etis pegawai negeri sipil pada badan kepegawaian daerah Kab. Karo. Populasi pada penelitian ini adalah 119 pegawai yang ada pada BKD Kab. Karo yang masih aktif bekerja. Kuesioner diuji validitas dan reliabilitas sebelum dilakukan pengumpulan data penelitian dengan menyebar 30 kuesioner diluar sampel . Uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolonieritas, dan uji heteroskedastisitas. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Pengendalian Internal terhadap erilaku etis PNS pada BKD Kab. Karo, hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung sebesar 1,751 > dari nilai t-tabel 1,658 dan nilai signifikansi pada tabel sebesar 0,027 (di bawah 0,05). (2) Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya oraganisasi terhadap perilaku etis PNS pada BKD Kab. Karo, hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung variabel sebesar 12,708 > dari nilai t-tabel 1,658 dan nilai signifikansi pada tabel sebesar 0,000 (di bawah 0,05). (3) Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kompensasi terhadap perilaku etis PNS pada BKD Kab. Karo, hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung sebesar 2,180 > nilai t-tabel sebesar 1,658 dan nilai signifikansi pada tabel sebesar 0,032 (di bawah 0,05).
Kata Kunci : Pengendalian Internal, Budaya Oraganisasi, Kompensasi, Perilaku Etis Pegawai.
(15)
ABSTRACT
Effect of Internal Control, Cultural Organiasai, And Compensation Of Ethical Conduct for Civil Servants On Regional Employment Agency Karo.
This study was conducted to determine: the effect of internal control, organizational culture and compensation for ethical behavior of civil servants at local staffing agency Kab. Karo. The population in this study is that there are 119 employees at BKD District. Karo is still actively working. The questionnaire tested the validity and reliability before data collection questionnaire study with 30 spread out the sample.
Classic assumption test including normality test, test multicoloniarity and heteroscedasticity test. Data analysis method used is multiple regression analysis. Results from this study are: (1) There is a positive and significant impact on the Internal Control Behaviors among ethical civil servants at BKD District. Karo, this is indicated by a value of 1,751 t count> t-table value of 1.658 and the significant value on the table by 0.027 (under 0.05). (2) There is a positive and significant influence between organization of culture to ethical behavior of civil servants at BKD District. Karo, this is indicated by the value of the variable t-test for 12.708> t-table value of 1.658 and the significant value on the table by 0.000 (under 0.05). (3) There is a positive and significant influence between compensation for ethical behavior of civil servants at BKD District. Karo, this is indicated by a value of 2,180 t count> t-table value of 1.658 and the significant value on the table by 0.032 (under 0.05).
Keywords: Internal Control, the Organization Culture, Compensation, Employee Ethical Behavior.
(16)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah sumber daya manusia masih menjadi sorotan dan tumpuhan bagi perusahaan untuk tetap dapat bertahan di era globalisasi. Sumber daya manusia merupakan faktor penentu keberhasilan pelaksanaan organisasi yang efektif. Menurut Griffin (2003:414) semakin pentingnya sumber daya manusia berakar dari meningkatnya kerumitan hukum, kesadaran bahwa sumber daya manusia merupakan alat berharga bagi peningkatan produktivitas dan kesadaran mengenai biaya yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia yang lemah.
Melihat pentingnya sumber daya manusia, ada banyak karyawan yang bekerja dengan sungguh-sungguh atau berperilaku baik (etis) dalam suatu perusahaan, tetapi ada juga yang bekerja di luar kontrol sehingga dapat membawa karyawan kearah perilaku yang tidak baik atau perilaku tidak etis.
Setiap perusahaan baik swasta maupun instansi pemeritahan umumnya menerapkan etika yang harus dipatuhi oleh para karyawannya. Etika itu sendiri adalah kesepakatan bersama dan pedoman untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota perusahaan/organisasi tentang apa yang dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi. Profesi yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup karyawan, manajer, maupun pimpinan perusahaan. Namun, tidak jarang dalam suatu perusahaan ada oknum yang tidak melaksanakan etika yang ditetapkan oleh perusahaan dengan berbagai alasan. Perilaku seperti ini disebut
(17)
perilaku tidak etis. Perilaku tidak etis adalah gejala-gejala dari timbulnya kecurangan (fraud) dalam perusahaan.
Perilaku tidak etis saat ini telah menjadi banyak perhatian media dan salah satu isu yang menonjol baik pada perusahaan swasta maupun instansi pemerintahan. Disamping itu, menurut Griffin (2006:58) perilaku tidak etis merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial yang diterima secara umum. Perilaku tidak etis muncul karena karyawan merasa tidak puas dan kecewa dengan hasil yang di dapat dari perusahaan.
Perilaku tidak etis telah berkembang dengan pesat di berbagai negara termasuk di Indonesia. Tidak hanya sektor swasta, perilaku tidak etis saat ini juga telah berkembang di berbagai organisasi publik dan lembaga-lembaga pemerintahan di Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya kasus-kasus korupsi yang terjadi belakang ini.
Berbicara tentang kondisi pegawai negeri sipil di daerah, akan berhadapan dengan kondisi yang berkisar pada diskursus rendahnya tingkat profesionalisme, tingkat kesejahteraan yang belum memadai, merebaknya praktek-praktek spoil system dalam penempatan pegawai. Semua itu akan bermuara pada rendahnya etos kerja pegawai. Menguatkan sinyalemen tersebut, dikatakan oleh Widhyharto (2004:113) bahwa ada sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh birokrasi di Indonesia berkenaan dengan sumberdaya manusia pegawai negeri sipil. Permasalahan tersebut antara lain, besarnya jumlah pegawai negeri sipil, rendahnya kualitas dan ketidak sesuaian kompetensi yang dimiliki, kesalahan penempatan dan ketidakjelasan jalur karir yang dapat ditempuh.
(18)
Mengingat posisi Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan salah satu tulang punggung penyelenggara Negara yang sering mendapat sorotan negatif akibat kemerosostan mental dan moral yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat sehinggga kinerja birokrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) mendapatkan beberapa warning yang di antaranya adalah birokrasi yang tidak bertanggung jawab, birokrasi yang cacat dan lemah, birokrasi disfungsional yang berada di bawah standar, birokrasi yang kinerja tidak efektif, birokrasi yang terbelakang dan ketinggalan, birokrasi arogan dan salah urus, birokrasi yang tidak etis;
Tindak perlakuan tidak etis pada Pegawai Negri Sipil (PNS) dapat dilihat juga dari banyaknya terungkap praktek Kolusi Korupsi Nepotisme (KKN) di Pegawai Negeri Sipi (PNS), ini adalah bagian fakta yang tidak dapat dipungkiri, yang pada akhirnya berdampak semakin menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap PNS. Dapat dilihat juga dari sistem perekrutan Calon Pegawai Negri Sipil (CPNS). Seperti yang diketahui semenjak tahun 2014 pemerintah pusat berwenang penuh terhadap penerimaan pegawai negeri. Tidak seperti tahun sebelumnya, pemerintah daerah menjadi penyelenggara ujian masuk penerimaan pegawai negri.
Perubahan penyelenggaraan ujian ini dilakukan untuk mengurangi tindak manipulasi ataupun kecurangan yang dilakukan pemerintah daerah dalam penerimaan CPNS. Pasalnya, di daerah sering ditemukan penyimpangan dalam setiap pengadaan CPNS. Setiap tahunnya selalu ada laporan kecurangan CPNS
(19)
Entah itu kecurangan saat tes CPNS berlangsung maupun saat pengumuman. Tujuannya satu, memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Selain melakukan perlakuan tidak etis dalam perekrutan PNS pemerintah daerah juga sering melakukan kecurangan dalam hal promosi atau peningkatan jabatan. Kebanyakan promosi yang dilakukan pada PNS Kab. Karo jarang sekali dilihat berdasarkan kompetensi seseorang. Dimana dalam promosi dilakukan berdasarkan seberapa dekat hubungan atasan dan bawahan tanpa didasari oleh kompetensi atau sering disebut dengan nepotisme.
Perilaku tidak etis timbul dalam suatu instansi pemerintah disebabkan oleh lemahnya pengendalian internal yang dapat membuka keleluasaan Pegawai Negeri Sipil untuk melakukan tindakaan yang dapat merugikan pemerintah ataupun masarakat. Kecurangan merupakan sebagai suatu fenomena pengendalian internal yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Fauwzi (2011) tindakan kecurangan dapat dipengaruhi oleh tidak adanya sistem pengendalian internal dan monitoring oleh atasan.
Untuk mendapatkan hasil monitoring yang baik, diperlukan pengendalian internal perusahaan yang efektif (Wilopo, 2006). Ketidakefektifan pengendalian internal juga merupakan faktor yang memengaruhi adanya perlakuan tidak etis dan kecurangan. Pengendalian internal memegang peranan penting dalam organisasi untuk meminimalisir terjadinya kecurangan (Fauwzi, 2011). Pengendalian internal yang efektif akan menutup peluang terjadinya perilaku yang tidak etis serta kecenderungan untuk berlaku curang.
(20)
Pengendalian internal adalah proses yang dirancang untuk memberikan kepastian yang layak mengenai pencapaian tujuan manajemen tentang reliabilitas pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku (Arens, 2006:412). Selain pengendalian internal faktor yang dapat mempengaruhi perilaku tidak etis adalah budaya organisasi.
Terdapat beberapa fenomena keterbatasan pimpinan organisasi melalui manajemen dalam mengawasi dan mengendalikan menjadi salah satu penyebab terjadinya penyelewengan dan kecurangan pegawai, seperti pada kasus PNS di Indonesia (http: //medialacak.blogspot.com, 29 Juli 2014 – Upah Lembur fiktif PNS rugikan negara), dimana kebijakan pimpinan pada akhirnya mendorong terjadinya kecurangan yang menyuburkan praktik lembur fiktif yang dilakukan oleh para pegawai negeri sipil melalui permainan absensi kehadiran. Pegawai sebetulnya tidak lembur, namun di absensi selalu dibuat ada kelebihan jam kerja (overtime), sehingga pegawai atau pejabat mendapatkan gaji dan upah yang tidak sesuai dengan semestinya.
Selain pengendalian internal perilaku etis Pegwai Negeri Sipil juga diengaruhi oleh budaya organisasi. Budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi menunjuk pada nilai-nilai, kepercayaan dan prinsip-prinsip mendasar suatu sistem manajemen organisasi, yang berupa praktek-praktek manajemen dan perilaku organisasi. Pada dasarnya budaya organisasi itu bisa mempengaruhi perilaku etis dari adanya beberapa
(21)
faktor dimana faktor tersebut dapat mempengaruhi budaya organisasi terhadap perilaku etis seseorang.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi budaya organisasi. Faktor pertama yang mempengaruhi budaya organisasi terhadap perilaku etis seseorang adalah faktor individu sedangkan faktor kedua adalah faktor sosial.
Faktor individu ini sangat mempengaruhi pada dasar pembentukan perilaku etis seseorang dimana tingkat pengetahuan, nilai-nilai moral yang tertanam pada diri, sikap dan perilaku dari pribadi seseorang yang akan membentuk suatu cara hidup yang berkembang dalam kegiatan berkelompok yang akan terbentuk nantinya dalam suatu organisasi. Jadi faktor individu adalah bagian dasar yang sangat berpengaruh dalam pembentukkan perilaku etis seseorang.
Faktor sosial ini juga membuat pembentukan pada perilaku etis seseorang dimana budaya organisasi muncul dari adanya perkumpulan sosial yang membentuk norma budaya, keputusan, tindakan dan perilaku rekan kerja, serta nilai moral dan sikap kelompok yang saling berinteraksi. Jadi faktor sosial merupakan juga bagian dasar setelah faktor individu yang berpengaruh dalam pembentukan perilaku etis seseorang dari budaya organisasi yang sudah ada sejak dahulu.
Berbagai masalah Budaya Organisasi Pemerintah sebagaimana dijelaskan dalam Pedoman Pengembangan Aparatur Negara yang diterbitkan oleh Kementerian PAN-RI (2002), dapat diidentifikasikan, antara lain sebagai berikut komunitas dan kosistensi terhadap visi dan misi organisasi masih rendah;
(22)
Pelaksanaan kebijakan jauh berbeda dari yang diharapkan; Terjadi arogansi pejabat dan penyalahgunaan kekuasaan; Pelaksanaan wewenang dan tanggungjawab aparatur saat ini belum belum seimbang; Banyak aparatur yang integritas, loyalitas dan profesionalnya rendah; Tidak ada sanksi yang jelas dan tegas jika pegawai melanggar aturan; Sistem seleksi (rekruitmen) yang masih kurang transparan.
Maka bisa diambil kesimpulan bahwa budaya organisasi bisa mempengaruhi perilaku etis itu melalui faktor individu dan faktor sosial dimana dari kedua faktor tersebut sangat berperan penting dalam pembentukan sikap perilaku seseorang dalam berorganisasi sehingga dapat dijadikan budaya organisasi.
Selain pengendalian internal dan budaya organisasi yang dapat mempengaruhi perilaku etis karyawan dalam sebuah perusahaan swasta maupun instansi pemerintahan adalah pemberian kompensasi yang sesuai berdasarkan kinerja.
Kompensasi adalah berbagai bentuk imbalan yang diberikan organisasi kepada karyawan atas waktu, pikiran dan tenaga yang telah dikontribusikannya kepada organisasi. Program kompensasi atau balas jasa umumnya bertujuan untuk kepentingan perusahaan, karyawan, dan pemerintah/masyarakat. Supaya tujuan tercapai dan memberikan kepuasan bagi semua pihak hendaknya program kompensasi ditetapkan berdasarkan prinsip adil dan wajar, undang-undang perburuhan, serta memperhatikan intemal dan ekstemal konsistensi.
(23)
Subtansi kompensasi PNS yang adil dan layak ditujukan agar melalui gaji yang diterimanya PNS mampu memenuhi kebutuhan hidup kelurganya sehingga PNS yang besangkutan dapat memusatkan perhatian, pikiran dan tenaganya hanya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Pengaturan kompensasi PNS yang adil dimaksudkan untuk menegah kesenjangan kesejahteraan baik antar PNS maupun antara PNS dengan pegawai perusahaan swasta. Selanjutnya kompensasi PNS yang layak dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan dapat mendorong produktivitas serta kreativitas PNS.
Mencermati sistem kompensasi PNS sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No 43 Tahun 2005, pada dasarnya prinsip yang dianut berdasarkan undang-undang tersebut sebagai berikut :
1. Kompenasasi yang diterima oleh PNS dapat memenuhi kebutuhan hidup PNS dan keluarganya secara layak
2. Penggajian PNS yang adil, baik secara internal maupun eksternal sesuai dengan beban kerja dan tanggungjawabnya
3. Penggajian PNS yang dapat memacu produktivitas dan kreativitas kerja PNS.
Ketiga prinsip tersebut apabila dibandingkan dengan kondisi faktual dilapangan hingga saat ini belum sepenuhnya dilaksanakan atau dipenuhi. Mengacu pada prinsip yang pertama, yakni gaji PNS memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya. Pemenuhan kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan hidup PNS dan keluarganya secara layak yang memenuhi standar kebutuhan hidup layak (KHL). Dalam kenyataannya dilapangan, prinsip tersebut masih
(24)
belum dapat dijalankan, dimana dari berbagai hasil studi dan penelitan yang dilakukan terkait dengan hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah gaji yang diterima oleh PNS masih belum memenuhi kebutuhan hidu layak PNS dan keluarganya. Kondisi tersebut oleh berbagai pihak dinyatakan sebagai salah satu pemicu PNS melakukan hal yang tidak etis yaitu korupsi.
Selanjutnya, dari sisi keadilan, desain struktur kompensasi PNS belum memenuhi prinsip-prinsip keadilan baik internal (bersifat horizontal dan vertikal) maupun eksternal. Faktanya memperlihatkan bahwa gaji yang diterima oleh PNS tidak dkaitkan dengan kinerja atau prestasi kerja PNS. Ketidakadilan internal dalam pemberian kompensasi bersifat horizontal masih saja terjadi, sebab hingga kini pemberian kompensasi PNS masih saja didasarkan pada pangkat bukan berdasarkan jabatan atau pekerjaan.
Ketidakadilan internal kompensasi PNS yang bersifa vertikal dapat dilihat dari rasio antara gaji pokok terendah atau tertinggi yang sangat kecil yakni 1 berbanding 3,37. Sehingga kurangnya motivasi PNS untuk bekerja dan berprestasi. Sebab perbedaan antara gaji untuk PNS gologan I, II, III, dan IV relatif sedikit dimana kenaikan pangkat satu tingkat ketingkat berikutnya tidak berpengaruh signifikan terhadap kenaikan gaji pokok PNS. demikian juga dengan kenaikan gaji berkala yang juga tidak menggunakan suatu formulas yang jelas, dimana kenaikan gaji berkala setiap 2 tahun sebesar 2,25% dan kenaikan gaji akibat kenaikan pangkat sebesar 4,23% belum dapat memacu tingkat produktivitas PNS.
(25)
PNS yang berperilaku etis adalah PNS yang sejalan dengan tuntutan tugas pokok seorang PNS sebagaimana tercantum dalam UU No 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian, khususnya pasal 3 bahwa tugas pokok seorang PNS: " Memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata, menyelenggarakan tugas Negara, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan menyelenggarakan tugas pembangunan".
Beberapa indikator yang mempengaruhi perilaku etis PNS adalah kesetiaan terhadap organisasi, menghargai hubungan, kehadiran, kedisplinan (Robbins dan Judge 2008:152). Fenomena yang peneliti temukan pada pra survey yang dapat menyebabkan PNS melalukan perilaku yang tidak etis adalah masih banyaknya PNS yang tidak mengutamakan kepentingan instansi dalam bekerja. Selain itu adanya PNS yang menyalahgunakan wewenangnya dalam instansi, kurang taatnya PNS terhadap peraturan yang berlaku dalam instansi karena tidak adanya sanksi yang tegas.
Selain itu, peneliti menemukan fenomena lain yang dapat mepengaruhi perilaku etis PNS yaitu berdasarkan pegendalian internal yang terdapat dalam instansi. Dalam pengendalian internal terdapat juga beberapa indikator yang mempengaruhi perilaku etis karyawan diantaranya adalah penegakan integrittas dan nilai etika dalam instansi dimana dalam penerapannya belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Indikator lainnya yaitu pemisahan funngsi dalam instansi belum dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan dan tidak terdapat uraian secara jelas mengenai tugas dan fungsi PNS dalam instansi. Tidak
(26)
terdapatnya pemantauan secara kontiniu oleh pihak instansi sehingga sering terjadinya kecurangan-kecurangan dalam nstansi (PP No. 60 Tahun 2008).
Fenomena lainnya yang dapat peneliti temukan dalam budaya organisasi adalah kurang pahamnya PNS terhadap visi dan misi dari instansi, adanya batasan hubungan iteraksi sosial antara pimpinan dengan bawahan dimana pimpinan kurang mempedulikan PNS yang melakukan kesalahan dalam menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya, ketika bekerja sebagian besar PNS sering sekali menggunakan bahasa daerah sehingga ada beberapa PNS yang tidak mengerti dan merasa tersinggung sehingga kurangnya terjalin kerjasama kelompok dalam instansi.
Dalam kompensasi fenomena yang peneliti temukan adalah mengenai gaji pokok dimana PNS merasa kurang puas atas gaji yang diterimanya karena menurut PNS gaji pokok yang mereka terima belum adil dan layak karena belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, tunjangan-tunjangan yang diterima oleh PNS pun belum cukup puas karena tunjangan yang mereka terima hanya beberapa persen dari jumlah gaji pokok yang diterima oleh PNS. selain itu, fasilitas dalam instansi juga belum memadai sehingga PNS dalam instansi ini sering merasa kurang nyaman dalam menyelesaikan tugas dan tanggungjawwabnya, dan pimpinan yang jarang memberikan pujian ataupun pengakuan terhadap kinerja PNS yangcukup meuaskan
Adanya fenomena yang telah dipaparkan diatas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pentingnya Pengendalian Internal, budaya organisasi, Kompensasi terhadap Perilaku Etis Karyawan dalam setiap kegiatan
(27)
perusahaan, maka mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Pengaruh Pengendalian Internal, Budaya Organisasi dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil pada Badan kepegawaian Daerah Kab.Karo”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, “Apakah pengendalian Internal, Budaya Organisasi dan Kompensasi berpengaruh terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil pada Badan kepegawaian Daerah Kab.Karo”.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, penelitan ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris (nyata) tentang :
1. Untuk mengetahui dan mengalisis pengaruh pengendalian internal terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil pada Badan kepegawaian Daerah Kab.Karo.
2. Untuk mengetahui dan mengalisis pengaruh budaya organisasi terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil pada Badan kepegawaian Daerah Kab.Karo.
3. Untuk mengetahui dan mengalisis pengaruh kompensasi terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil pada Badan kepegawaian Daerah Kab.Karo.
(28)
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memeberikan manfaat bagi semua pihak, diantaranya :
1. Bagi Pegawai Negeri Sipil Badan Kepegawaian Daerah Kab. Karo.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah khususnya pada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kab. Karo terkait faktor-faktor yang mempengaruhi adanya perlaku etis berdasarkan persepsi dari aparatur pemerintahan sehingga dapat mengambil langkah-langkah yang tepat dalam rangka pencegahan maupun penanggulangan masalah perlakuan tidak etis dan kecurangan di pemerintahan.
2. Bagi peneliti lainnya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi maupun bahan kajian dalam penelitian sejenis, tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku etis dan dalam perusahaan swasta maupun instansi pemeritahaan.
3. Bagi penulis.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan sebagai acuan untuk dapat mengetahui pengaruh pengendalian internal, budaya organisasi, kompensasi terhadap perilaku etis Pegawai Negeri Sipipl (PNS) pada bagian Badan Kepegawaian Dearah (BKD) Kab. Karo.
(29)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Internal
2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal
Secara umum, pengendalian internal merupakan bagian dari masing-masing sistem yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman operasional perusahaan atau organisasi tertentu. Perusahaan pada umumnya menggunakan Sistem Pengendalian Internal untuk mengarahkan operasi perusahaan dan mencegah terjadinya penyalahgunaan sistem.
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian Pengendalian Internal, antara lain:
1. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Pengendalian Internal Pemerintah adalah seluruh proses kegiatan evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Dalam pengembangan dan penerapannya perlu dilakukan secara komprehensif dan harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang selanjutnya disingkat BPKP, adalah
(30)
aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
2. Menurut Mulyadi (2002:181), menyatakan bahwa, “Sistem Pengendalian Internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain, yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yakni kendala pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektivitas dan efisiensi operasi”
3. Menurut Fees (2000:183), “Pengendalian Internal (internal control) merupakan kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva dari penyalahgunaan, memastikan bahwa informasi usaha akurat, dan memastikan bahwa perundang-undangan serta peraturan dipatuhi sebagaimana mestinya.”
4. Dalam arti sempit yang di kemukakan oleh Zaki Baridwan (2004:97), ”Pengendalian Internal merupakan pengecekan penjumlahan, baik penjumlahan mendatar (cross footing) maupun penjumlahan menurun (footing). Dalam arti yang luas, pengendalian internal tidak hanya meliputi pekerjaan pengecekan tetapi juga meliputi semua alat-alat yang dipergunakan manajemen untuk mengadakan pengawasan.
5. Menurut AICPA (Baidaie, 2005:44), ”Pengendalian Internal adalah suatu proses yang dipengaruhi (affected by) board of directors, manajemen dan pegawai lainnya, yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang layak
(31)
(reasonable insurance) dapat dicapainya tujuan-tujuan yang berkaitan dengan :
1) dapat dipercayainya laporan keuangan, 2) efektivitas san efisiensi operasi,
3) ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Menurut Nugroho (2001:168), Pengendalian internal adalah pengendalian
yang mempunyai dua fungsi utama yaitu:
1) Mengamankan sumber daya organisasi dari penyalahgunaan 2) Mendorong efisiensi operasi organisasi.
7. Menurut Winters (2002:132), Pengendalian Internal adalah alat untuk mengendalikan aktivitas entitas guna membantu menjamin bahwa aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada akhirnya dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan pengertian-pengertian pengendalian internal diatas, kita dapat memahami bahwa pengendalian internal merupakan suatu proses yang terdiri dari kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk dilaksanakan oleh orang-orang untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu yang saling berkaitan. Dengan adanya penerapan pengendalian intern dalam setiap kegiatan operasi perusahaan, maka diharapkan tidak akan terjadi tindakan-tindakan penyelewengan yang dapat merugikan perusahaan, misalnya penggelapan (fraude) baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja.
(32)
2.1.2 Tujuan Pengendalian Internal
Tujuan Pengendalian Internal menurut Mulyadi (2002:180) adalah sebagai berikut:
1. informasi keuangan
Pengendalian internal ini membuat manajemen bertanggung jawab menyiapkan laporan keuangan untuk kepentingan pihak intern dan ekstern perusahaan. Laporan yang disajikan harus dapat diandalkan.
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Pengendalian internal ini dimaksudkan agar organisasi melakukan kegiatannya sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku.
3. Efektivitas dan efisiensi operasi
Pengendalian internal dalam perusahaan merupakan alat untuk mengurangi kegiatan pemborosan dan mengurangi penggunaan sumber daya yang tidak efektif dan efisien dalam operasi perusahaan.
2.1.3 Dimensi-dimensi Pengendalian Internal
Indonesia Mengacu pada pada berbagai dimensi Pengendalian Internal yang telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara (PP No.60 Tahun 2008), yaitu meliputi :
1. Lingkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian adalah kondisi dalam Instansi Pemerintah yang memengaruhi efektivitas pengendalian intern. Unsur ini menekankan bahwa Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara keseluruhan lingkungan organisasi, sehingga dapat menimbulkan perilaku positif
(33)
dan mendukung pengendalian intern dan manajemen yang sehat. Lingkungan pengendalian dapat diwujudkan melalui:
1) Penegakan integritas dan nilai etika; 2) Komitmen terhadap kompetensi; 3) Kepemimpinan yang kondusif;
4) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
5) Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat; 6) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang
pembinaan sumber daya manusia;
7) Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif;
8) Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait. 2. Penilaian risiko. Penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas
kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran Instansi Pemerintah. Unsur ini memberikan penekanan bahwa pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis resiko. Identifikasi risiko sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif, menggunakan
(34)
mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor internal serta menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko. Sedangkan analisis resiko dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan Instansi Pemerintah dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian.
Dalam rangka penilaian risiko pimpinan Instansi Pemerintah perlu menetapkan tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Tujuan Instansi Pemerintah memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu. Tujuan Instansi Pemerintah tersebut wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai, sehingga untuk mencapainya pimpinan Instansi Pemerintah perlu menetapkan strategi operasional yang konsisten dan strategi manajemen yang terintegrasi dengan rencana penilaian risiko.
Begitupula dengan tujuan pada tingkatan kegiatan, sekurangkurangnya dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1) Berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah;
2) Saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan lainnya;
(35)
4) Mengandung unsur kriteria pengukuran;
5) Didukung sumber daya Instansi Pemerintah yang cukup; dan 6) Melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya. 3. Kegiatan pengendalian. Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. Unsur ini menekankan bahwa Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan.
Penyelenggaraan kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah, seperti:
1) Review atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;
2) Pembinaan sumber daya manusia/Pegawai Pemerintahan; 3) Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
4) Pengendalian fisik atas aset;
5) Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja; 6) Pemisahan fungsi;
7) Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
8) Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
(36)
10)Dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting.
Selain itu, kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko dan disesuaikan dengan sifat khusus Instansi Pemerintah. Kebijakan dan prosedur dalam kegiatan pengendalian harus ditetapkan secara tertulis dan dilaksanakan sesuai dengan yang ditetapkan tersebut, sehingga untuk menjamin kegiatan pengendalian masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan maka harus dievaluasi secara teratur.
4. Informasi dan komunikasi. Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik.
Dalam hal ini pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Berkaitan dengan pengkomunikasian informasi, wajib diselenggarakan secara efektif, dengan cara sebagai berikut:
1) Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi; dan
(37)
2) Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus.
5. Pemantauan. Pemantauan pengendalian intern pada dasarnya adalah untuk memastikan apakah sistem pengendalian intern pada suatu instansi pemerintah telah berjalan sebagaimana yang diharapkan dan apakah perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan telah dilaksanakan sesuai dengan perkembangan. Unsur ini mencakup penilaian desain dan operasi pengendalian serta pelaksanaan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Pimpinan instansi harus menaruh perhatian serius terhadap kegiatan pemantauan atas pengendalian intern dan perkembangan misi organisasi. Pengendalian yang tidak dipantau dengan baik cenderung memberikan pengaruh yang buruk dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, agar kegiatan pemantauan menjadi lebih efektif, seluruh pegawai perlu mengerti misi organisasi, tujuan, tingkat toleransi risiko dan tanggung jawab rnasing-masing.
Dalam menerapkan unsur Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), setiap pimpinan Instansi Pemerintah bertanggung jawab untuk mengembangkan kebijakan, prosedur dan praktik detail untuk menyesuaikan dengan kegiatan Instansi Pemerintah dan untuk memastikan bahwa unsur tersebut telah menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan Instansi Pemerintah.
(38)
Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan SPIP dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penyelenggaraan SPIP. Pengawasan intern merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengendalian intern yang berfungsi melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Lingkup pengaturan pengawasan intern ini mencakup kelembagaan, lingkup tugas, kompetensi sumber daya manusia, kode etik, standar audit, pelaporan, dan telaahan sejawat. Sedangkan Pembinaan penyelenggaraan SPIP meliputi penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan, sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, pembimbingan dan konsultansi SPIP, serta peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) pada setiap instansi Pemerintahan.
2.1.4 Keterbatasan Pengendalian Internal
Keterbatasan yang terdapat dalam pengendalian internal dapat mengakibatkan tujuan dari pengendalian internal tidak akan tercapai. Keterbatasan-keterbatasan tersebut menurut Mulyadi (2002:181) adalah:
1. Kesalahan dalam pertimbangan
Kesalahan dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin yang biasanya dilakukan oleh manajemen atau personel lain. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh tidak memadainya informasi yang diterima, keterbatasan waktu, dan tekanan lain.
(39)
2. Gangguan
Adanya kekeliruan dalam memahami perintah, terjadinya kesalahan karena kelalaian dan perubahan yang bersifat sementara atau permanent dalam personil atau dalam sistem dan prosedur yang diterapkan.
3. Kolusi
Kerja sama antara pihak-pihak yang terkait, yang mana seharusnya antara pihak-pihak tersebut saling mengawasi, tetapi malah saling bekerja sama untuk menutupi kesalahan-kesalahan yang dibuat baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
4. Pengabaian oleh manajemen
Manajemen mengabaikan kebijakan dan prosedur yang telah diterapkan semata-mata untuk kepentingan pribadinya sehingga pengendalian internal tidak berfungsi secara baik.
5. Biaya lawan manfaat
Biaya yang telah dikeluarkan untuk penerapan pengendalian internal tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari adanya penerapan pengendalian internal tersebut.
2.1.5 Efektivitas Pengendalian Internal
Efektivitas adalah ukuran keberhasilan suatu kegiatan atau program yang dikaitkan dengan tujuan yang ditetapkan. Suatu pengendalian internal dikatakan efektif apabila memahami tingkat sejauh mana tujuan operasi entitas tercapai, laporan keuangan yang diterbitkan dipersiapkan secara handal, hukum dan regulasi yang berlaku dipatuhi.
(40)
2.2 Budaya Organisasi
2.2.1 Pengertian Budaya Organisasi
Robbin (2007:165) mendefenisikan bahwa budaya organisasi adalah sebagai suatu sistem makna yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain. Robbin mendefenisikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem pemaknaan bersama yang dibentuk oleh anggotanya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Riani (2011) menjelaskan bahwa budaya organisasi merupakan sistem dari shared value, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menciptakan norma-norma perilaku. Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan.
Budaya organisasi adalah simbol dan interaksi unik pada setiap organisasi. Hal ini meliputi cara berpikir, berperilaku, berkeyakinan yang sama-sama dimiliki oleh anggota unit (Marquis, 2010:135). Budaya organisasi tampak dalam dimensi aktivitas tugas dan aktivitas pemeliharaan (dinamika) kelompok/organisasi yang berupa penggunaan bahasa, pengambilan keputusan, teknologi yang digunakan, dan praktik kerja sehari-hari.
Druicker (dalam Tika, 2006:58) menyebutkan bahwa budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian
(41)
mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka budaya organisasi adalah aturan kerja yang ada di organisasi yang akan menjadi pegangan dari sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam perilaku dan sikap mereka sehari-hari selama mereka berada dalam organisasi tersebut dan sewaktu mewakili organisasi berhadapan dengan pihak luar. Dengan kata budaya organisasi adalah aturan kerja yang ada di organisasi yang akan menjadi pegangan dari sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam perilaku dan sikap mereka sehari-hari selama mereka berada dalam organisasi tersebut dan sewaktu mewakili organisasi berhadapan dengan pihak luar.
Dengan kata budaya organisasi mencerminkan cara staf melakukan sesuatu (membuat keputusan, melayani masyarakat, dll) yang dapat dilihat kasat mata dan dirasakan terutama oleh orang diluar organisasi tersebut. Dapat juga dikatakan budaya organisasi adalah pola terpadu perilaku manusia di dalam organisasi termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan-tindakan, pembicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya (Muluk, 2005:15).
(42)
2.2.2 Dimensi Budaya Organisasi
1. Dimensi budaya organisasi yang berwujud ( tangible )
Budaya perusahaan yang berwujud terdiri atas cara-cara berperilaku, berbicara, berdandan, serta simbol-simbol seperti logo perusahaan, lambang merek, ritual, pahlawan, kegiatan seremonial, bahasa serta cerita-cerita perkembangan organisasi
Artefak adalah dimensi isi budaya organisasi yang dapat ditangkap pancaindra. Ketika masuk ke dalam suatu organisasi, orang dapat melihat dan merasakan dengan jelas artefak budaya organisasi. Termasuk dalam artefak budaya suatu organisasi adalah :
1) Objek material : logo, produk, brosur, laporan tahunan dan benda seni dari organisasi.
2) Rancangan fisik : arsitektur gedung, tata ruang kantor, dan tempat parkir
3) Bahasa : kata-kata, kalimat, jenis bahasa ( bahasa halus atau bahasa pasar dan bahasa gerak tubuh.
4) Simbol-simbol : kata-kata, objek dan kondisi yang mempunyai arti bagi organisasi. Misalnya logo, lambang dan bendera organisasi, tanda pangkat, pakaian kebesaran, seragam dan sebagainya.
5) Peraturan, sistem-sistem, prosedur dan program-program, misalnya faktor sumber daya manusia berhubungan dengan kompetensi, evaluasi kinerja dan promosi, peraturan yang mengukur struktur, program jaminan mutu dan sebagainya.
(43)
Seremoni merupakan budaya organisasi atau tindakan kolektif pemujaan budaya yang mengingatkan dan memperkuat nilai-nilai budaya. Sedangkan ritual adalah aktivitas yang direncanakan, terperinci, yang mengonsolidasi berbagai bentuk ekspresi budaya ke dalam peristiwa terorganisasi yang dilaksaanakan melalui interaksi sosial, umumnya untuk keuntungan audiens, peserta ritual atau upacara.
Setiap organisasi yang sudah mapan pasti memiliki sejumlah pahlawan atau hero. Pahlawan organisasi adalah pendiri, pemimpin dan mereka yang berjasa terhadap organisasi. Pendiri organisasi adalah orang atau kelompok yang memikirkan visi, misi, tujuan dan perlunya didirikan organisasi.
2. Budaya perusahaan Tidak Berwujud ( Intangible )
Merupakan elemen budaya yang terdiri dari nilai-nilai dasar, norma, asumsi, dan filsafat organisasi.
Menurut Wirawan (2007:45) Nilai-nilai adalah merupakan pedoman atau kepercayaan yang dipergunakan oleh orang atau organisasi untuk bersikap jika berhadapan dengan situasi yang harus membuat pilihan. Nilai-nilai berhubungan erat dengan moral dan kode etik yang menentukan apa yang harus dilakukan. Individu dan organisasi yang mempunyai nilai kejujuran, integritas, dan keterbukaan menganggap mereka harus bertindak jujur dan berintegritas tinggi.
Norma adalah peraturan, tatanan, ketentuan, standar, gaya, dan pola perilaku yang menentukan perilaku yang dianggap pantas dan dianggap tidak pantas dalam merespon sesuatu. Asumsi adalah dugaan yang dianggap benar dan
(44)
diterima sebagai dasar berpikir dan bertindak. Asumsi mempengaruhi persepsi, perasaan, dan emosi anggota organisasi mengenai sesuatu.
Filsafat organisasi adalah pendapat organisasi mengenai hakikat atau esensi sesuatu. Perusahaan mempunyai filsafat yang berbeda. Ada perusahaan yang berpendapat bahwa keuntungan merupakan tujuan perusahaan, sedangkan perusahaan lain berpendapat bahwa tujuan perusahaan adalah memuaskan pelanggan, sedangkan keuntungan hanya merupakan ukuran berhasil atau tidaknya perusahaan dalam melayani konsumen.
2.2.3 Fungsi Budaya Organisasi
Tika (2006:14) dalam bukunya yang berjudul “Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan”, menyatakan bahwa terdapat 10 fungsi utama budaya organisasi, diantaranya :
1. sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain.
2. sebagai perekat bagi anggota organisasi dalam suatu organisasi. Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari anggota organisasi. Mereka bangga sebagai seorang pegawai suatu organisasi atau perusahaan. Para pegawai mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan memiliki rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaannya.
(45)
3. mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan dimana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung, dan konflik serta perubahan diatur secara efektif.
4. sebagai mekanisme dalam memandu dan membentuk sikap serta perilaku anggota-anggota organisasi. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol, didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim dan diberi kuasanya anggota organisasi oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan kearah yang sama.
5. sebagai integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan integrator karena adanya sub-sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaan-perusahaan besar dimana setiap unit terdapat sub 6. membentuk perilaku bagi anggota-anggota organisasi. Fungsi ini
dimaksudkan agar anggota-anggota organisasi dapat memahami bagaimana mencapai suatu tujuan organisasi.
7. sebagai saran untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi. Budaya organisasi diharapkan dapat mengatasi masalah adaptasi terhadap lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal.
8. sebagai acuan dalam menyusun perencanaan pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut.
9. sebagai alat komunikasi. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta antaranggota organisasi. Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada aspek-aspek
(46)
komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu yang bersifat material dan perilaku.
Oleh karena itu, fungsi budaya organisasi sebagai pedoman kontrol dalam membentuk sikap dan perilaku karyawan dalam menyelesaikan masalah-masalah organisasi melalui nilai-nilai dan norma yang dianut untul lebih berinovasi. Budaya organisasi dapat pula berfungsi sebagai kontrol atas sikap dan perilaku anggota-anggota organisasi dalam mencapai tujuan.
2.2.4 Pembentukan Budaya Organisasi
Robbins (2001:154) berpendapat bahwa dibutuhkan waktu yang lama untuk pembentukan budaya organisasi. Sekali terbentuk, budaya itu cenderung berakar, sehingga sukar bagi para manager untuk mengubahnya.
Sumber : Robbins (2001)
Gambar 2.1
Proses Pembentukan Budaya Organisasi
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa budaya organisasi diturunkan dari filsafat pendiri, kemudian budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam merekrut/memperkerjakan anggota organisasi. Tindakan dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima
Filosofi Pendiri
Kriteria Seleksi
Manajemen Puncak
Sosialisasi
Budaya Organisasi
(47)
baik dan tidak. Tingkat kesuksesan dalam mensosialisasikan budaya organisasi tergantung pada kecocokan nilai-nilai staf baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi maupun pada preferensi manajemen puncak akan metode-metode sosialisasi.
2.2.5 Kekuatan Budaya Organisasi
Menurut Robbins (dalam Tika, 2006:108) mendefinisikan budaya organisasi kuat adalah budaya di mana nilai-nilai inti organisasi dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas oleh anggota organisasi. Sedangkan menurut Vijay Sathe, budaya organisasi kuat adalah budaya organisasi yang ideal di mana kekuatan budaya mempengaruhi intensitas perilaku.
Dalam menentukan kekuatan budaya organisasi, terdapat dua faktor di dalamnya yaitu, kebersamaan dan identitas. Kebersamaan dapat ditunjukan dengan besarnya derajat kesamaan yang dimiliki oleh para anggota organisasi tentang nilai-nilai inti yang dianut secara bersama. Sedangkan intensitas adalah derajat komitmen para anggota organisasi terhadap nilai-nilai inti budaya organisasi.
Pada organisasi yang memiliki budaya organisasi yang kuat memiliki ciriciri seperti, anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik. Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam perusahaan digariskan dengan jelas, dimengerti dan dipatuhi. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam perusahaan.
(48)
Dari penjelasan tersebut maka budaya organisasi akan membantu mengarahkan sumber daya manusia pada pencapaian visi, misi, nilai dan tujuan organisasi. Budaya organisasi juga akan meningkatkan solidaritas dan keakraban tim antar departemen, divisi atau unit dalam organisasi sehingga mampu menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan dalam suatu organisasi. 2.3 Kompensasi
2.3.1 Pengertian Kompensasi
Hasibuan (2007:118) mengatakan bahwa kompensasi adalah semua bentuk pendapatan baik berupa uang maupun non uang yang diterima langsung atau tidak langsung oleh karyawan sebagai imbalan atas balas jasa atas apa yang telah diberikan karyawan kepada perusahaan tempatnya bekerja.
A compensation is anything that constitutes or is regarded as an equivalent orrecompense yang artinya kompensasi adalah segala sesuatu yang merupakan/dianggap mampu sebagai suatu balas jasa atau setara imbalan (Hasibuan, 2007:118).
Pemberian kompensasi menurut Odunlade (2012) yaitu mengacu kembali pada semua bentuk imbalan dan manfaat nyata lainnya yang diterima karyawan sebagai imbalan dari hubungan kerja/kinerja yang telah diberikan oleh karyawan untuk perusahaan.
Pendapat tersebut juga didukung oleh Dessler (2006:85) yang mengartikan kompensasi sebagai segala hal yang merujuk pada semua bentuk upah atau imbalan yang diterima karyawan yang muncul dari pekerjaan yang telah mampu mereka selesaikan, dan mempunyai dua komponen utama yaitu pembayaran
(49)
langsung dan tidak langsung. Pembayaran langsung biasanya dalam bentuk upah lembur, gaji pokok, premi, insentif, komisi, bonus, tunjangan. Pembayaran tidak langsung biasanya dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi dan uang liburan yang dibayar oleh peruasahaan, pujian, penghargaan secara lisan, dan rasa aman.
Menurut McNamara (2006:116) menganggap kompensasi lebih terperinci lagi yaitu termasuk isu-isu terkait upah atau program gaji dan struktur yang diperoleh dari deskripsi pekerjaan, program berbasis jasa, program berbasis bonus, program berbasis komisi dan sebagainya.
Dari pengertian kompensasi yang dinyatakan oleh para ahli dan peneliti terdahulu tersebut sebenarnya hampirlah sama sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kesesuaian kompensasi adalah tingkat kesesuaian dari segala macam bentuk balas jasa yang diterima dari perusahaan/organisasi baik berupa materiil maupun nonmateriil atas pengorbanan dan kontrubusi yang telah diberikan karyawan untuk perusahaan/organisasi tempatnya bekerja.
2.3.2 Jenis Kompensasi
Terdapat beberapa jenis kompensasi yang umumnya digunakan dalam suatu perusahaan. Kompensasi menurut hasibuan (2007:118) dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Kompensasi langsung
Kompensasi langsung terdiri dari:
1) Gaji: balas jasa yang dibayar secara periodik karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang tepat.
(50)
2) Upah: balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati.
3) Upah insentif: tambahan atas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar.
4) Tunjangan adalah unsur-unsur balas jasa yang diberikan dalam nilai rupiah secara langsung kepada karyawan individual dan dapat diketahui secara pasti. Tunjangan diberikan kepada karyawan dimaksud agar dapat menimbulkan/meningkatkan semangat kerja dan kegairahan bagi para karyawan. Adapun pelbagai macam tunjangan yang terdapat di-Lembaga Pendidikan Komputer IMKA dan dibagi bersama gaji terdiri atas :
a) Tunjangan Jabatan Tunjangan ini hanya diberikan kepada mereka-mereka yang mempunyai jabatan tertentu, seerpti misalnya: Pengawas, Kepala Bagian, Manajer, ataupun Direktur. Besarnya tunjangan jabatan untuk masing-masing personil tidaklah sama. Hal ini sangat tergantung dengan beban pekerjaan, prestasi yang dihasilkan serta beratnya tangggung jawab pekerjaan yang dipikul. Tunjangan jabatan biasanya diberikan bersama-sama dengan gaji pokok.
b) Tunjangan lembur Setiap karyawan yang bekerja diluar jam kerja ataupun karyawan yang bekerja pada hari-hari libur, ataupun karyawan yang memiliki jam-kerja lebih besar dari
(51)
8 jam dalam sehari, maka sesuai dengan peraturan pemerintah, karyawan yang bersangkutan berhak untuk menerima tunjangan lembur. Besarnya tunjangan lembur ini sangatlah bervariasi, tetapi biasanya setiap perusahaan sudah memiliki peraturan tersendiri yang mengatur secara khusus mengenai besarnya tunjangan lembur setiap karyawan yang mereka miliki. Karyawan bagian pemasaran biasanya tidak memiliki fasilitas yang berupa tunjangan lembur, karena prestasi mereka diukur berdasar omzet penjualan yang mereka hasilkan. sebagai gantinya, biasanya mereka akan mendapat bonus yang besarnya sesuai dengan apa yang mereka hasilkan kepada perusahaan.
2. Kompensasi tidak langsung
Kompensasi tidak langsung meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung. Kompensasi tidak langsung menurut Nawawi (2001:316) adalah “Program pemberian penghargaan atau ganjaran dengan variasi yang luas, sebagai bagian keuntungan organisasi atau perusahaan”.
Sedangkan menurut Handoko (2001:183), “Kompensasi tidak langsung adalah balas jasa pelengkap atau tunjangan yang diberikan pada karyawan berdasarkan kemampuan perusahaan”. Jadi kompensasi tidak langsung merupakan balas jasa yang diberikan dalam bentuk pelayanan
(52)
karyawan, karena diperlakukan sebagai upaya penciptaan kondisi dan lingkungan kerja yang menyenangkan.
Selanjutnya, Handoko (2001:185) menggolongkan kompensasi tidak langsung menjadi beberapa bagian yaitu:
1) Pembayaran upah untuk waktu tidak bekerja (time-off benefit), meliputi:
a) Istirahat on the jobb. b) Liburan dan cuti
c) Alasan lain, misal kehamilan, kecelakaan, upacara pemakaman.
d) Perlindungan ekonomis terhadap bahaya, meliputi: e) Jaminan pembayaran upah dalam jumlah tertentu
selama suatu periode f) Rencana-rencana pensiun g) Tunjangan hari tua h) Tunjangan pengobatan
i) Pembentukan koperasi atau yayasan yang mengelola kredit karyawan.
j) Program pelayanan karyawan, meliputi: 2) Pembayaran kompensasi yang ditetapkan secara legal.
Kompensasi tidak langsung yang digunakan adalah perlindungan ekonomis terhadap bahaya berupa tunjangan kesehatan, bayaran di luar jam kerja (sakit, hari besar, cuti),
(53)
dan program pelayanan karyawan berupa penyediaan fasilitas-fasilitas (kendaraan, sarana olahraga, sarana peribadatan) dengan alasan ketiga item tersebut sesuai dengan kondisi yang ada dalam perusahaan. Kompensasi tidak langsung diberikan pada karyawan dalam rangka menciptakan kondisi kerja yang menyenangkan, dan memberikan kepuasan pada karyawan sehingga diharapkan karyawan merasa nyaman bekerja dalam perusahaan.
2.3.3 Sistem Pemberian Kompensasi
Sistem kompensasi dibagi menjadi tiga bagian menurut Hasibuan (2007:123-125) sebagai berikut:
1. Untuk Sistem waktu
Besarnya kompensasi yang ditetapkan perusahaan berdasarkan pada standar waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, seperti per jam kerja, mingguan, bulanan atau bahkan tahunan. Administrasi pengupahan sistem waktu relatif lebih mudah mudah serta dapat diterapkan kepada karyawan tetap maupun harian. Jadi dalam sistem ini karyawan mendapatkan kompensasi sesuai dengan perjanjian awal dengan perusahaan, dan biasanya bersifat tetap.
2. Sistem hasil (Output)
Dalam sistem hasil (output), besarnya kompensasi yang dibayar didasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan bukan kepada lamanya waktu pengerjaannya. Sistem hasil ini tidak dapat diterapkan
(54)
kepada karyawan tetap (sistem waktu) dan jenis pekerjaan yang tidak mempunyai standar fisik, serta bagi karyawan administrasi.
3. Sistem borongan
Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya.
Jadi perusahaan memiliki patokan atau dasar dalam pemberian kompensasi terhadap karyawan dengan memperhatikan semangat atau motivasi karyawan, laba perusahaan, serta output barang maupun jasa yang berkualitas. Sehingga semua pihak baik karyawan maupun perusahaan sama-sama memperoleh kepuasan dan tujuan perusahaan maupun tujuan individu dapat tercapai tanpa merugikan pihak manapun.
2.3.4 Tujuan Pemberian Kompensasi
Menurut Hasibuan (2007:121) menjabarkan tentang tujuan pemberian kompensasi sebagai berikut:
1. Ikatan Kerja Sama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan formal antara perusahaan dan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan perusahaan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
(55)
2. Kepuasan kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
3. Pengadaan Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
4. Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.
5. Stabilitas Karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif kecil.
6. Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
7. Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik, pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
(56)
Jika program kompensasi sesuai undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti batas minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan. 2.3.5 Prinsip-prinsip Kompensasi
Dalam pemberian kompensasi perlu diterapkan prinsip-prinsip yang mampu mempermudah perusahaan dalam proses pemberian kompensasi kepada karyawan. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya ialah sebagai berikut (Siagian, 2008):
1. Prinsip keadilan
Dalam penentuan prinsip adil bukanlah suatu hal yang mudah, untuk itu perlu menggunakan empat kriteria pembanding yaitu:
1) Menilai apakah imbalan yang diterimanya sesuai atau tidak dengan harapannya;
2) Membandingkan dengan imbalan yang pernah diterimanya ketika bekerja ditempat lain;
3) Membandingkan jumlah dan jenis imbalan yang diterima dengan yang diterima oleh rekan sekerjanya dengan asumsi memenuhi syarat yang sama;
4) Membandingkan dengan sistem imbalan di perusahaan lain yang bergerak dibidang yang sama.
2. Prinsip kewajaran
Hal ini berarti bahwa besarnya kompensasi yang diberikan memungkinkan karyawan yang bersangkutan beserta keluarganya mempertahankan gaya
(57)
hidup yang layak sesuai dengan kedudukan sosial dan martabatnya di perusahaan dan di masyarakat.
3. Prinsip kesetaraan
Apabila di pasar kerja berlaku tingkat upah dan gaji tertentu yang telah ditentukan antara lain melalui kesepakatan asosiasi pengguna tenaga kerja maka prinsip ini akan mudah diterapkan.
4. Prinsip kemampuan organisasi
Dalam pemberian kompensasi perusahaan harus sudah melakukan berbagi pertimbangan terkait kemampuan perusahaan karena pemberian kompensasi juga harus disesuaikan dengan kondisi keuangan perusahaan. 2.4 Perilaku Etis
2.4.1 Pengertian Perilaku Etis
Perilaku menurut Thoha (2008:34) “adalah suatu fungsi dari interaksi antara seorang individu dengan lingkungannya”. Ini berarti bahwa seorang individu dengan lingkungannya, yang dalam hal ini adalah perusahaan, menentukan perilaku keduanya secara langsung. Keduanya mempunyai sifat-sifat khusus atau karakteristik tersendiri dan jika kedua karakteristik berinteraksi maka akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi.
Etika (ethics) secara luas dapat diartikan sebagai serangkaian prinsip nilai atau moral. Menurut Daft (2002:167) “Etika merupakan prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral yang mengatur perilaku seseorang atau sebuah kelompok dalam hubungannya dengan apa yang benar atau yang salah.
(58)
Menurut Griffin dan Ebert (2006:58) pengertian “etika” merupakan keyakinan mengenai tindakan yang benar dan yang salah, atau tindakan yang baik dan yang buruk, yang mempengaruhi hal lainnya. Perilaku etis adalah perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang benar dan baik.
Dari masing-masing pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa Perilaku Etis Karyawan adalah interaksi karyawan terhadap perusahaan dengan mengikuti prinsip-prinsip dan nilainilai moral yang berlaku.
Perilaku etis sangat diperlukan dalam masyarakat, tidak lain halnya dalam perusahaan. Perilaku ini menjaga agar baik manajemen maupun karyawan-karyawan di dalamnya berkomunikasi secara efektif. Agar kebutuhan akan perilaku etis terpenuhi, maka dibuatlah serangkaian prinsip atau nilai moral yang telah ditentukan dalam undang-undang dan peraturan. Akan tetapi, prinsip-prinsip etis harus dapat didefinisikan dengan baik karena bila tidak, akan menjadi tidak berguna.
2.4.2 Dimensi Perilaku Etis
Menurut Robbins & judge (2008:152) dimensi pengukuran perilaku etis karyawan dapat dilihat dari hal-hal berikut ini:
1. Kesetiaan terhadap organisasi. Kesetiaan karyawan terhadap organisasi dapat menunjukkan seberapa besar loyalitas karyawan terhadap perusahaaan dengan menjaga dan membela organisasi, mengutamakan kepentingan organisasi serta mampu menyimpan rahasia organisasi dengan baik.
(59)
2. Menghargai hubungan. Dengan menghargai hubungan antara sesama rekan kerja karyawan cenderung memprtimbangkan implikasi etis dari tindakan-tindakan mereka terhadap individu lain. Seperti menghargai pendapat orang lain, menghorma sesama rekan kerja, tidak mencela ataupun menghina hasil kerja orang lain.
3. Kehadiran. Kehadiran merupakan keikutsertaan karyawan secara fisik dan mental terhadap aktifitas kerja dan jam-jam efektif. Kehadiran dapat dilihat dari hadirnya karyawan setiap hari kerja, ketepatan jam masuk dan pulangnya karyawan, dan tidak meninggalkan kantor pada jam kerja. 4. Kedisplinan. Kedisplinan merupakan sikap seseorang yang senantiasa
berkehendak untuk mengikuti dan mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan. Kedisplinan karywan dapat dilihat dari sikap taat karyawan pada peraturan yang berlaku didalam perusahaan, tingkah laku karyawan didalam perusahaan yang mencerminkan karyawan yang disiplin seperti bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan perusahaan.
2.4.3 Prinsip Etis
Menurut Arens (2006:108) terdapat beberapa prinsip etis, antara lain: 1. Tanggung Jawab Dalam mengemban tanggungjawabnya sebagai
profesional, para anggota harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral yang sensitif dalam semua aktivitas mereka,
(60)
2. Kepentingan Publik Para anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan publik, serta menunjukkan komitmennya dan profesionalnya. 2.5 Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN VARIABEL PENELITIAN TEKNIK ANALISIS HASIL PENELITIA N
X Y
Prima Nugraha Sinaga (2010) Pengaruh budaa organisasi terhadap perilaku etis pegawai (pada sekertariat daerah Dairi, Sumatera utara) Budaya organisa si (X) Perilaku Etis Pegawai (Y) Korelasion al dengan pendekatan kuantitatif Terdapat hubungan positif antara budaya organisasi (variabel X) terhadap perilaku etis pegawai (vaiabel Y) pada sekertariat daerah Dairi, Sumatera Utara. E.Boshoff & E.S. van Zyl (2011)
The relationship between locus of control and ethical behaviour among employees in the financial sector Pengend alian Internal (X1)
Perilaku Etis (X2)
Kinerja Karyaw an Analisis Regresi Linear Berganda Hubungan statistik yang signifikan (p≤0,05) ditemukan antara locus of control internal dan perilaku etis.
(1)
P22 158,700 103,459 ,406 ,952
P23 158,733 102,478 ,498 ,952
P24 158,667 102,782 ,487 ,952
P25 158,667 102,782 ,487 ,952
P26 158,667 102,782 ,487 ,952
P27 158,667 102,782 ,487 ,952
P28 158,667 102,782 ,487 ,952
P29 158,667 101,264 ,648 ,951
P30 158,633 102,240 ,561 ,951
P31 158,633 101,275 ,667 ,951
P32 158,667 102,782 ,487 ,952
P33 158,633 101,895 ,599 ,951
P34 158,733 102,478 ,498 ,952
P35 158,633 101,895 ,599 ,951
Reabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,952 35
Lampiran 4
Distribusi jawaban Responden
Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 20 - 30 Tahun 29 24,4 24,4 24,4
31 - 40 Tahun 45 37,8 37,8 62,2
41 - 50 Tahun 36 30,3 30,3 92,4
> 50 Tahun 9 7,6 7,6 100,0
(2)
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid pria 58 48,7 48,7 48,7
wanita 61 51,3 51,3 100,0
Total 119 100,0 100,0
Jabatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Kepala Dinas 1 ,8 ,8 ,8
Sekertaris 1 ,8 ,8 1,7
kepala sub bagian 2 1,7 1,7 3,4
kepala bidang 3 2,5 2,5 5,9
kepala sub bidang 5 4,2 4,2 10,1
kelompok unit pelaksana
teknis 27 22,7 22,7 32,8
pegawai 80 67,2 67,2 100,0
Total 119 100,0 100,0
Lama Bekerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid < 10 Tahun 54 45,4 45,4 45,4
> 10 Tahun 65 54,6 54,6 100,0
(3)
Lampiran 5
Uji asumsi Klasik
Histogram
(4)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 119
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 3,33789697 Most Extreme Differences Absolute ,076
Positive ,051
Negative -,076
Test Statistic ,076
Asymp. Sig. (2-tailed) ,085c
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
scatterplot
Uji glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) ,493 3.931 .382 ,021
Pengendalian Internal ,026 ,058 -,034 1.751 ,655
Budaya Organisasi ,140 ,097 -,113 12.708 ,150
Kompensasi ,077 ,072 ,715 2.180 ,203
(5)
Uji multololinearitas
Lampiran 6
Pengujian Hipotesis
Hasil regresi linier berganda
Hasil Uji-F
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics B
Std.
Error Beta
Toleranc
e VIF
1 (Constant) 9.167 3.931 .382 ,021
Pengendalian Internal -,026 ,058 -,034 1.751 .027 ,775 1.290
Budaya Organisasi -,140 ,097 -,113 12.708 .000 ,732 1.366
Kompensasi ,735 ,072 ,715 2.180 .032 ,901 1.110
a. Dependent Variable: Perilaku Etis
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) ,493 3.931 .382 ,021
Pengendalian Internal ,026 ,058 -,034 1.751 .027
Budaya Organisasi ,140 ,097 -,113 12.708 .000
Kompensasi ,077 ,072 ,715 2.180 .032
(6)
1 Regression 1277,296 3 425,765 37,243 ,000b
Residual 1314,704 115 11,432
Total 2592,000 118
a. Dependent Variable: Perilaku Etis
b. Predictors: (Constant), Kompensasi, Pengendalian Internal, Budaya Organisasi
Pengujian koefiseien determinan
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 ,957a ,915 .912 3,381
a. Predictors: (Constant), Kompensasi, Pengendalian Internal, Budaya Organisasi b. Dependent Variable: Perilaku Etis