Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Fungsi Makanan
Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan
manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi penyakit-penyakit yang
diakibatkan oleh makanan (Budiman,2007).
Makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak
termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk
pengobatan. Terdapat 3 (tiga) fungsi makanan, yaitu (Chandra, 2007):
1. Makanan sebagai sumber energi karena panas dapat dihasilkan dari
makanan seperti juga energi.
2. Makanan sebagai zat pembangun karena makanan berguna untuk
membangun jaringan tubuh baru, memelihara dan memperbaiki jaringan
tubuh yang sudah tua.
3. Makanan sebagai zat pengatur karena makanan turut serta mengatur proses
alami, kimia dan proses faal dalam tubuh.
Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan
harus diperhatikan. Kualitas makanan mencakup ketersediaan zat-zat gizi yang
dibutuhkan dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan
dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (Mulia,2005).

Makanan dan minuman adalah bahan makanan yang sangat dibutuhkan
oleh manusia, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan baik untuk
pertumbuhan maupun pertahanan kehidupa. Makanan memberikan energi dan

10

Universitas Sumatera Utara

bahan-bahan yang diperlukan untuk membangun dan mengganti jaringan yang
rusak,untuk bekerja dan untuk memelihara pertahanan tubuh terhadap penyakit
(Adams, 2003).

2.2 Pengertian Makanan Jajanan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi
Makanan Jajanan, makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah
oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan
siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasaboga, rumah
makan/restoran dan hotel.
Makanan jajanan adalah makanan/minuman yang dipersiapkan dengan

teknologi yang sangat sederhana, dimana seringkali faktor hiegine atau kebersihan
kurang diperhatikan, baik kebersihan bahan yang digunakan,peralatan yang
dipakai maupun kebersihan lingkungannya. Selain itu, karena tingkat pendidikan
pedagang yang relatif rendah dan ketidaktahuannya, mengakibatkan mereka
seringkali menggunakan bahan-bahan tambahan makanan seperti pemanis,
pewarna, pengawet, dan lain-lain, yang sebenarnya tidak diijinkan untuk bahanbahan tersebut dapat lebih murah (Fardiaz & Fardiaz 1994). Makanan jajanan
menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan
dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima dan di tempat-tempat keramaian umum
lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan
lebih lanjut (Februhartanty & Iswarawanti, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan
manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi penyakit-penyakit yang
diakibatkan oleh makanan. Kasus penyakit bawaan makanan (foodborne disease)
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain,
kebiasaan mengolah makanan secara tradisional, penyimpanan dan penyajian
yang tidak bersih, dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi (Chandra,2007).
Makanan yang aman adalah makanan yang tidak tercemar, tidak

mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah
diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak, serta
tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Karena itu, kualitas makanan, baik
secara bakteriologi, kimia, fisik maupun selalu diperhatikan. Kualitas dari produk
pangan yang untuk dikonsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh
mikroorganisme (Silaonang, 2008).
2.3 Keamanan Pangan
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam
menjaga kesehatan tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat
kesehatan serta kecerdasan masyarakat. Oleh karena itu, pangan yang dikonsumsi
harus dapat memenuhi kebutuhan manusia baik dari segi jumlah, jenis maupun
mutu, sehingga tidak akan menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya.
Sumber ketidakamanan pangan dapat berasal dari berbagai cemaran, baik
yang merupakan cemaran biologis, cemaran kimia, maupun cemaran fisik. Selain
berbagai cemaran tersebut, pangan juga dapat menjadi tidak aman karena kondisi
bahan baku, bahan tambahan, dan peralatan yang digunakan dalam proses

Universitas Sumatera Utara

pengolahan pangan. Sementara itu, lingkungan dan penjamah yang terlibat dalam

proses pengelolaan pangan juga dapat turut berperan serta dalam menentukan
kondisi keamanan pangan tersebut.

2.3.1 Cemaran Biologis
Cemaran biologis pada umumnya disebabkan oleh rendahnya kondisi
higiene dan sanitasi. Contoh cemaran biologis yang umum mencemari makanan,
adalah :
a. Salmonella pada unggas. Salmonella dapat ditularkan dari kulit telur yang
kotor;
b. Escherichia coli O157-H7 pada sayuran mentah, daging cincang (kontaminasi
dapat berasal dari kotoran hewan maupun pupuk kandang yang digunakan dalam
proses penanaman sayur);
c. Clostridium perfringens pada umbi-umbian (kontaminasi dapat berasal dari
debu dan tanah);
d. Listeria monocytogenes pada makanan beku.
Cemaran biologis ini dapat mencemari makanan pada berbagai tahapan
pengelolaan makanan, mulai dari tahap pemilihan bahan pangan, penyimpanan
bahan pangan, persiapan dan pemasakan bahan pangan, pengemasan makanan
matang, penyimpanan makanan matang dan pendistribusiannya serta pada saat
makanan dikonsumsi.


Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Cemaran Kimia
Cemaran kimia dapat berasal dari lingkungan yang tercemar limbah
industri, radiasi, dan penyalahgunaan bahan berbahaya yang dilarang untuk
pangan, yang ditambahkan kedalam pangan. Contoh bahan yang terkategori bahan
berbahaya adalah formalin, Rhodamin B, Boraks, dan Methanil yellow. Selain
penyebab tersebut, cemaran kimia dapat juga berasal dari racun alami yang
terdapat dalam bahan pangan itu sendiri, seperti :
a. Singkong atau kentang yang berwarna kehijauan diduga mengandung sianida
b. Ikan buntal mengandung tetradotoksin
c. Logam berat seperti merkuri, arsenik, dan timbal dari tinta, kertas fotocopy,
koran, dan limbah industri
d. Penyalahgunaan pewarna tekstil untuk makanan
e. Residu pestisida pada sayur dan buah
f. Perpindahan bahan plastik kemasan ke dalam makanan
Cemaran kimia ini dapat berasal dari bahan pangan, BTP, peralatan,
lingkungan, bahan kimia, pembasmi hama dan bahan pengemas. Seperti halnya
cemaran biologis, cemaran kimia dapat mencemari makanan pada saat pemilihan

bahan baku, penyimpanan bahan, persiapan dan pemasakan, pengemasan,
penyimpanan makanan jadi, pendistribusian serta pada saat makanan dikonsumsi.
2.3.3 Cemaran Fisik
Cemaran fisik dapat berupa: rambut yang berasal dari penjamah makanan
yang tidak menutup kepala saat bekerja, potongan kayu, potongan bagian tubuh
serangga, pasir, batu, pecahan kaca, isi staples,dan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Cemaran fisik ini dapat berasal dari bahan pangan, dari penjamah
makanan (pakaian dan perhiasan), dan dari fasilitas yang tersedia pada saat
pengolahan, seperti peralatan yang dipergunakan (alat yang terbuat dari bahan
besi), hama, dan lingkungan (dapat diakibatkan dari pembangunan di sekitar
pengolahan bahan pangan). Cemaran fisik ini dapat mencemari makanan pada
tahapan : pemilihan, penyimpanan, persiapan, dan pemasakan bahan pangan,
pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian makanan matang serta pada saat
makanan dikonsumsi.
2.3.4 Cemaran Radiasi
Radiasi nuklir sangat berbahaya apabila langsung mengenai tubuh
manusia. Di daerah yang terpapar radiasi secara langsung maka efeknya akan

turut mengenai segala hal yang ada di sekitar wilayah paparan radiasi misalnya
tanaman pertanian, ternak, perikanan, air, maupun yang sudah berupa produk
pangan dan bahkan manusia itu sendiri. Dalam proses pengolahan pangan, radiasi
sebenarnya digunakan juga yaitu pada saat pengemasan. Kegiatan dengan
menggunakan teknik radiasi/iradiasi pangan sebenarnya masih diperkenankan jika
dilakukan dengan prosedur yang ketat sehingga produk pangan yang dihasilkan
tetap aman.
2.4 Mikrobiologi Pangan
Mikrobiologi

adalah

suatu

kajian

tentang

mikroorganisme.


Mikroorganisme berukuran sangat kecil, biasanya bersel tunggal, tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop.

Mikroorganisme tersebar luas di alam dan dijumpai juga pada

Universitas Sumatera Utara

pangan. Beberapa diantaranya, jika terdapat dalam jumlah yang banyak maka
dapat menyebabkan keracunan makanan (Gaman dkk, 1992).
Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi
langsung atau tidak langsung dalam sumber-sumber pencemaran mikroba, seperi
tanah, air, udara, debu, saluran pencernaan dan pernafasan manusia ataupun
hewan (Nurwantoro dkk, 2001).
Jenis-jenis mikrobiologi pangan :
1. Protozoa merupakan binatang kecil bersel tunggal dan bersifat motil yaitu
dapat melakukan gerakan sendiri. Hampir semua jenis protozoa hidup
didalam air. Protozoa akan makan dengan cara menelan partikel-partikel
kecil makanan dan memperbanyak diri dengan pembelahan biner yaitu
membelah diri menjadi dua bagian (Gaman dkk, 1992).

2. Virus adalah mikroorganisme terkecil dan bersifat aseluler yaitu tidak
memiliki struktur sel. Virus hanya dapat hidup sebagai parasit dalam sel
hidup yang lebih besar (pada inangnya). (Gaman dkk, 1992).
3. Kapang dapat menghasilkan toksin/mikotoksin yang bersifat karsinogenik
yaitu dapat menyebabkan kanker yang berbahaya bagi manusia dan hewan
(Nurwantoro dkk, 2001).
4. Bakteri adalah organisme bersel tunggal terkecil yang tersebar luas di
lingkungan sekitar manusia dan dapat dijumpai di udara, air, tanah, dalam
usus binatang, tumbuhan, permukaan tubuh, mulut maupung hidung.
Bakteri yang paling umum digunakan sebagai indikator adanya polusi
adalah Escherichia coli

dan kelompok koliform secara keseluruhan.

Universitas Sumatera Utara

Bakteri koliform digunakan sebagai indikator digunakan sebagai indikator
adanya polusi yang berasal dari kotoran manusia atau hewan dan
menunjukkan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu
dan produk-produk susu (Supardi dkk, 1999).


2.5 Eschericia coli
2.5.1. Definisi Escherichia coli
Eschericia coli merupakan bakteri facultatively anaerobic gram-negative
berbentuk batang yang termasuk kedalam family Enterobacteriaceae dan
merupakan penghuni normal usus. Bakteri ini pertama kali ditemukan pada tahun
1885 dan dikenali bersifat komensal maupun berpotensi patogen. Bila Escherichia
coli tersangkut di organ lain, misalnya saluran kemih maka dapat menyebabkan
penyakit (Arisman, 2009).
Eschericia coli bersifat gram negatif

berbentuk batang dan tidak

membentuk spora. E.coli mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 nm, tersusun
tunggal, berpasangan.

E.coli tumbuh pada suhu udara 10-40c, dengan suhu

optimum 37C. pH optimum pertumbuhannya adalah 7,0-7,5. Bakteri ini sangat
sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi (Supardi,

1999).
Eschericia coli yang umumnya menyebabkan diare terjadi di seluruh
dunia. Peletakan pada sel ephitelial pada usus kecil atau usus besar sifatnya
dipengaruhi oleh gen dalam plasmid atau phage mediated (Brooks,2001).

Universitas Sumatera Utara

2.5.2. Sifat-sifat Escherichia coli
Eschericia coli merupakan bakteri yang mempunyai ukuran panjang 2,0 –
6,0 nm, tersusun tunggal, berpasangan dengan peritikus ( supardi, 2001).
Eschericia colitumbuh pada suhu antara 10°C - 40°C, dengan suhu optimum 37°C
dan mati pada suhu 60°C selama 30 menit, tidak bisa bertahan pada tempat yang
kering dan kena pembasmi hama. Eschericia coli relative peka terhadap panas,
segera hancur oleh suhu pasteurisasi dan pemanasan. Sedangkan proses
pembekuan tidak membinasakan bakteri, sehingga dapat hidup dalam suhu yang
rendah dalam jangka relative panjang (Volk dan Wheleer, 1984).
Ada 4 (empat) kelas Escherichia coli yang bersifat enterovirulen yaitu
(Hawley,2003; Arisman,2009):
1. Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC)
Merupakan penyebab diare terpenting pada bayi, terutama di negara
berkembang. Mekanismenya adalah dengan cara melekatkan dirinya pada sel
mukosa usus kecil dan membentuk filsmentous actin pedestal sehingga
menyebabkan diare cair yang bisa sembuh dengan sendirinya atau berkelanjutan
menjadi kronis.
Distribusi penyakit ; sejak akhir tahun 1960-an EPEC tidak lagi sebagai
penyebabutama diare pada bayi di amerika utara dan eropa. Namun EPEC masih
sebagai penyakit utama diare pada bayi di beberapa Negara sedang berkembang
seperti Amerika Selatan , Afrika Selatan, Afrika bagian Selatan dan Asia.

Universitas Sumatera Utara

Resrvoirnya adalah manusia.
Cara penularan : dari makanan bayi dan makanan tambahan yang
terkontaminasi. Di tempat perawatan bayi, penularan dapat terjadi melalui alatalat dan tangan yang terkontaminasi jika kebiasaan mencuci tangan yang benar
diabaikan.
Masa inkubasi :

berlangsung antara 9-12 jam pada penelitian yang

dilakukan di kalangan dewasa. Tidak diketahui apakah lamanya masa inkubasi
juga sama pada bayi yang tertular secara alamiah.
Masa penularan : tergantung lamanya ekskresi EPEC melalui tinja dan
dapat berlangsung lama.
Kerentanan dan kekebalan : walaupun fakta menunjukkan bahwa mereka
yang rentan terhadap infeksi adalah bayi namun tidak diketahui apakah hal ini
disebabkan oleh faktor kekebalan ataukah ada hubungannya dengan faktor umur
atau faktor lain yang lebih spesifik. Oleh karna itu diare ini dapat ditimbulkan
melalui percobaan pada sukarelawan dewasa maka kekebalan spesifik menjadi
penting dalam menentukan tingkat kerentanan. Infeksi EPEC jarang terjadi pada
bayi yang menyusui (mendapat ASI). Diare seperti ini dapat disembuhkan dengan
pemberian antibiotika.
2. Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC)
Merupakan penyebab diare umum pada bayi di negara berkembang seperti
indonesia. Berbeda dengan EPEC, Esherichia coli jenis ini memproduksi
beberapa jenis eksotoksin yang tahan maupun tidak tahan panas di bawah kontrol
genetis plasmid. Pada umumnya, eksotoksin yang dihasilkan bekerja dengan cara

Universitas Sumatera Utara

merangsang sel epitel usus untuk menyekresi banyak cairan sehingga terjadi
Diare.
Identifikasi ; penyebab utama “Travelers diarrhea” orang-orang dari negara maju
yang berkunjung ke negara berkembang. Penyakit ini juga sebagai penyebab utaa
dehidrasi pada bayi dan anak di negara berkembang. Strain enteroksigenik dapat
miripdengan vibrio cholerae dalam hal menyebabkan diare akut yang berat
(profuse watery diarrhea) tanpa darah atau lendir (mucus). Gejalan lain berupa
kejang perut, muntah , asidosis, lemah dan dehidrasi lebih dari 5 hari. Distribusi
penyakit : penyakit yang muncul terutama di negara yang sedang berkembang.
Dalam 3 tahun pertama dari kehidupan , hampir semua anak-anak di negaranegara berkembang mengalami berbagai macam infeksi ETEC yang menibulkan
kekebalan. Oleh karena itu penyakit ini jarang menyerang anak yang lebih tua dan
orang dewasa. Infeksi terjadi antara para pelancong yang berasal dari negaranegara maju yang berkunjung ke negara-negara berkembang. Reservoir : manusia.
Infeksi ETEC terutama oleh spesies khusus, manusia merupakan reservoir strain
penyebab diare pada manusia.
Cara penularan: melalui makanan yang tercemar dari air minum yang
tercemar. Khususnya penularan melalui makanan tambahan yang tercemar
merupakan cara penularan yang paling penting terjadinya infeksi pada bayi.
Penularan melalui kontak langsung tangan yang tercemar tinja jarang terjadi.
3. Enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC)
Di negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, ETEC menyebabkan
sejumlah kejadian luar biasa diare dan kolitis hemoragik. Penyakit ini bersifat

Universitas Sumatera Utara

akut dan bisa sembuh spontan, penyakit ini ditandai dengan gejala nyeri abdomen,
diare disertai darah, gejala seperti ini merupakan komplikasi dari diare ringan.
Kategori Escherichia coli penyebab diare ini kenal pada tahun 1982 ketika
terjadi suatu KLB hemoragika di Amerika Serikat yang disebabkan oleh
serotipeyang tidak lazim, Escherichia coli yang sebelumnya tidak terbukti sebagai
patogen enterik. EHEC menghasilkan verotoksin. Verotoksin memiliki banyak
sifat yang serupa dengan toksin. Diare dapat bervariasi mulai dari yang ringan
tanpa darah sampai dengan terlihat darah dengan jelas dalam tinja tetapi tidak
mengandung lekosit.
Yang paling ditakuti dari infeksi EHEC adalah sindroma uremia hemolitik
(HUS) dan purpura trombotik trombositopenik (TTP). Kira-kira 2-7% dari diare
karna EHEC berkembang lanjut menjadi HUS. EHEC mengeluarkan sitotoksin
kuat yang disebut toksin shiga 1 dan 2. Toksin shiga 1 identik dengan toksin shiga
yang dikeluarkan oleh shigella dysentriae 1.
4. Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC)
Menimbulkan penyakit yang sangat mirip shigelosis. Penyakit ini terjadi
paling sering pada anak-anak di negara berkembang dan pada pengunjung negaranegara tersebut. Seperti shigela, strain EIEC tidak memfermentasikan laktosa atau
memfermentasikan laktosa dengan lambat dan nonmotil. EIEC menimbulkan
penyakit dengan menginvasi sel epitel mukosa usus.
Escherichia colijuga dapat menyebabkan infeksi di luar saluran
pencernaan seperti : infeksi saluran kemih, abses usus buntu, peritonitis, radang
empedu dan infeksi pada luka bakar (Supardi dkk, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 ciri-ciri infeksi yang disebabkan oleh Escherichia coli
(strain pathgen)

Aspek

EPEC

ETEC

EIEC

EHEC

Prevalensi

10 – 14 %

Jarang

Outbreak

Hospital diare
perawatan
< 2 tahun

Umum : diare
40-60 %
Diperjalanan

Negara
berkembang
Makanan air

Usia
Gejala

Durasi
Tingkat
kematian

Diare,
gangguan
pernafasan
7 hari
Tinggi pada
anak 5-6 %,
neonatus 16%

Semua umur

Keracunan
makanan
Tidak diketahui

Choleralike

Seperti shigella

5 hari
≤ 0,1 %

7 hari
≤ 0,1 %

Anak-anak,
dewasa
Diare
berdarah
8 hari
Rata-rata 0,2
– 10%
bergejala
hemolytic
jika tidak
diobati.

Sumber : hass, 1999
2.5.3 Kontaminasi Escherichia coli pada makanan dan pencegahannya
Escherichia coli merupakan flora normal di dalam saluran pencernaan
manusia dan hewan yang dapat dengan mudah mencemari air. Oleh karena itu,
biasanya kontaminasi Escherichia coli pada makanan dapat terjadi karena
menggunakan air yang tercemar tersebut. Bahan makanan yang sering
terkontaminasi oleh Escherichia coli adalah daging ayam, daging sapi, daging
babi selama penyembelihan, ikan dan makanan hasil laut lainnya, telur dan
produk olahannya, sayur, buah-buahan, sari buahserta bahan minuman seperti
susu dan lainnya. Alat-alat yang digunakan dalam pengolahan pangan juga sering
terkontaminasi oleh Escherichia coli, yang berasal dari air yang digunakan untuk
mencuci peralatan. Kontaminasi Escherichia coli pada makanan atau alat-alat

Universitas Sumatera Utara

pengolahan pangan merupakan suatu tanda praktik sanitasi yang kurang baik
(Supardi dkk, 1999).
Mencegah pertumbuhan bakteri ini pada makanan, sebaiknya makanan
disimpan pada suhu yang rendah. Bakteri ini juga relatif sensitif terhadap panas
dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau selama pemanasan
makanan. Suhu pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan
sampai suatu suhu tertentu untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab
penyakit seperti bakteri penyebab penyakit (Supardi dkk, 1999). Pencegahan
lainnya juga dapat dengan menjaga higiene, makanan dimasak dengan baik dan
mencegah air dari kontaminasi oleh tinja/kotoran atau bila perlu air diberi
perlakuan khlorinasi (Nurwanto dkk, 1997).
2.6 Bahan Tambahan pangan
Menurut Permenkes RI No. 722/MENKES/PER/IX/88, Bahan Tambahan
Pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan
biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak
mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan,
penyediaan,

perlakuan,

pewadahan,

pembungkusan,

penyimpanan

atau

pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau mempengaruhi sifat khas
makanan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.033 Tahun 2012 tentang
Bahan Tambahan Pangan agar makanan jajanan tersebut tidak mengandung bahan
pewarna Rhodamin B yang dapat membahayakan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Penggunaan bahan tambahan pangan bertujuan untuk dapat meningkatkan
atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pengan
lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada
umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu
sebagai berikut (Cahyadi, 2009):
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud
penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan
membantu pengolahan. Contohnya adalah pengawet, pewarna, pengeras
dan lain sebagainya.
2. Bahan tambahan pangan dengan tidak sengaja ditambahkan ke dalam
makanan (bahan yang tidak memiliki fungsi dalam makanan tersebut),
baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama
proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula
merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan
untuk produksi bahan mentah atau penangananya yang masih terus
terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contohnya adalah
residu pestisida, antibiotik dan hidrokarbon aromatik polisiklik.
Pemakaian bahan tambahan pangan yang aman merupakan pertimbangan
yang penting. Jumlah bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan
dalam pangan harus merupakan kebutuhan minimum untuk mendapatkan
prngaruh yang dikehendaki. Batasannya harus ditetapkan dengan memperhatikan
beberapa faktor yaitu (Baliwati dkk, 2010):

Universitas Sumatera Utara

1. Perkiraan jumlah pangan yang dikonsumsi atau bahan tambahan pangan
yang diusulkan ditambahkan.
2. Ukuran minimal yang pada pengujian terhadap binatang percobaan
menghasilkan penyimpanan yang normal pada kelakuan fisiologisnya.
3. Batasan terendah yang cukup aman bagi kesehatan semua golongan
konsumen.

2.6.1 Bahan Tambahan Pangan Yang Diizinkan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
722/MENKES/Per/IX/1988, golongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang
diizinkan diantaranya sebagai berikut :
1. Antioksidan (antioxidant) adalah bahan tambahan makanan yang dapat
mencegah atau menghambat oksidasi. Contohnya : asam askorbat dan
asam eritrobat serta garamnya untuk produk daging, ikan, dan buahbuahan kaleng. Butil hidroksianisol (BHA) atau butil hidroksi toluen
(BHT) untuk lemak, minyak, danmargarin.
2. Antikempal (anticaking agent) adalah tambahan makanan yang dapat
mencegah mengempalnya makanan yang berupa serbuk, tepung, atau
bubuk. Contohnya : aluminium silikat serta magnesium karbonat untuk
susu bubuk dan krim bubuk.
3. Pengatur keasaman (acidity regulator) adalah bahan tambahan makanan
yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat

Universitas Sumatera Utara

keasaman makanan. Contohnya : asam klorida untuk bir, dan asam
fumarat untuk jeli.
4. Pemanis buatan (artificial sweetener) adalah bahan tambahan makanan
yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau
hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contohnya : sakarin dan siklamat.
5. Pemutih dan pematang tepung (flour treatment agent) adalah bahan
tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau
pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
Contohnya : asam askorbat dan aseton peroksida.
6. Pengemulasi, pemantap dan pengental (emulsifier, stabilizer, thickener)
adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau
memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan. Contohnya :
karagenan untuk pemantap dan pengental produk susu, gelatin dan
amonium alginat untuk pemantap es krim.
7. Pengawet (preservative) adalah bahan tambahan makanan yang mencegah
atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Contohnya : natrium
benzoat untuk pengawet kecap dan saus tomat, asam propionat untuk keju
dan roti.
8. Pengeras (firming agent) adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memperkeras atau mencegah melunaknya makanan. Contohnya :
aluminiumamonium sulfat dan aluminium kalium sulfat untuk acar

Universitas Sumatera Utara

ketimun dalam botol, kalsium sitrat untuk apel kalengan dan sayur
kalengan.
9. Pewarna (colour) adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Contohnya : karamel
untuk warna coklat, xanthon untuk warna kuning, dan klorofil untuk warna
hijau.
10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enhancer) adalah
bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau
mempertegas rasa dan aroma. Contohnya : monosodium glutamat untuk
menyedapkan rasa daging.
11. Sekuestran (sequestrant) adalah bahan tambahan makanan yang dapat
mengikat ion logam yang ada dalam makanan. Contohnya : asam fosfat
dan asam sitrat. Selain BTP yang tercantum dalam peraturan menteri
tersebut masih ada beberapa BTP lainnya yang biasa digunakan dalam
pangan, misalnya (Cahyadi, 2009) :
a. Enzim, yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman, atau mikroba,
yang dapat menguraikan zat secara enzimatis, misalnya membuat
pangan menjadi lebih empuk, lebih larut, dan lain-lain.
b. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan serupa asam amino, mineral,
atau vitamin, baik tunggal, maupun campuran, yang dapat
meningkatkan nilai gizi pangan.
c. Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab (uap air)
sehingga mempertahankan kadar air pangan.

Universitas Sumatera Utara

2.6.2. Bahan Tambahan Pangan Yang Tidak Diizinkan
Bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan atau dilarang menurut
Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

722/MENKES/PER/IX/1988 dan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 sebagai
berikut (Cahyadi, 2009) :
1. Natrium tetraborat (boraks)
2. Formalin (formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils)
4. Kloramfenikol (chlorampenicol)
5. Kalium klorat (pottasium chlorate)
6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC)
7. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)
8. P-Phenetilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1168/MENKES/PER/X/1999, selain bahan tambahan di atas masih ada
tambahan kimia yang dilarang, seperti Rhodamin B (pewarna merah), methanyl
yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintetis), dan potasium bromat
(pengeras) (Yuliarti, 2007).
2.7. Zat Pewarna
2.7.1. Pengertian Zat Pewarna
Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas
makanan antara lain; warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia

Universitas Sumatera Utara

dalam makanan. Oleh karena itu, warna menimbulkan banyak pengaruh terhadap
konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman sehingga
produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya (Yuliarti,
2007).
Zat pewarna makanan adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan warna pada
makanan dimaksudkan untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau
menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada
makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik (Winarno, 1997).
2.7.2. Jenis Zat Pewarna
Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna
yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan
pewarna sintetis.
1. Pewarna Alami
Banyak warna cemerlang yang berasal dari tanaman dan hewan yang dapat
digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut
menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan
bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya.
Umumnya pewarna alami aman untuk digunakan dalam jumlah yang besar
sekalipun, berbeda dengan pewarna sintetis yang demi keamanan penggunaannya
harus dibatasi (Yuliarti, 2007).

Universitas Sumatera Utara

2. Pewarna Sintetis
Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur
pengujian sebelum dapat digunakan sebagai pewarna pangan. Zat pewarna yang
diizinkan penggunaannya dalam pangan disebut Permitted Color atau Certified
Color. Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur
penggunaannya, yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi
pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna
tersebut (Yuliarti, 2007).
2.7.3. Dampak Zat Pewarna
Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan walaupun
mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, di antaranya dapat
membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan
mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama
pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal – hal yang tidak diinginkan dan
bahkan mungkin memberikan dampak negatif kesehatan manusia. Beberapa hal
yang mungkin member dampak negatif tersebut terjadi apabila :
1. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang.
2. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu lama.
3. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda – beda, yaitu
tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan sehari –
hari, dan keadaan fisik.
4. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna
sintetis secara berlebihan.

Universitas Sumatera Utara

5. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang
tidak memenuhi persyaratan.
2.8. Rhodamin B
2.8.1. Pengertian Rhodamin B
Rhodamin B adalah pewarna terlarang yang sering ditemukan pada
makanan, terutama makanan jajanan. Rhodamin B adalah zat pewarna berupa
serbuk kristal berwarna merah keunguan, tidak berbau, serta mudah larut dan
dalam larutan warna merah terang berfluorensi. Rhodamin B termasuk salah satu
zat pewarna yang diperuntukkan sebagai pewarna kertas atau tekstil serta
dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada produk
pangan (Syah, 2005).
Rhodamin B memiliki nama lain, di antaranya acid butirat pink B, ADC
Rhodamin B, Brilliant pink B, Calcozine Rhodamin BL, aizen Rhodamin BH,
aizen Rhodamin BHC, akiriku Rhodamin B, calcozine Rhodamin BX, calcozin
Rhodamin BXP, cerise toner, certiqual Rhodamin, cogilor red 321.10, cosmetic
briliant pink bluish D conc, edicol supra rose B, elcozine Rhodamin B, geranium
lake N, hexacol Rhodamin B extra, rheonin B, symulex magenta, takaoka
Rhodamin B, tetraetil Rhodamin (Anonimous, 2011).
Rumus molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat
molekul sebesar 479.000. Menurut Direktur Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan No.00366/C/II/1990, zat pewarna Rhodamin B dinyatakan sebagai
bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetika (Merlindara, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.8.2 Manfaat Rhodamin B
Pemakaian bahan pewarna Rhodamin B dalam pangan mempunyai
dampak positif bagi produsen dan konsumen, yang diantaranya dapat membuat
suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan mengembalikan warna
dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan (Cahyadi,2009).
Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, woll, serat kulit
kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan pernis, sabun, dan bulu (Merck Indeks,
2006). Rhodamin B biasanya juga digunakan untuk memberikan kesan lebih
merah atau lebih terang kepada sifat benda yang dicampur dengan Rhodamin B.
2.8.3. Dampak Rhodamin B Terhadap Kesehatan
Menurut Yuliarti (2007), penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam
waktu yang lama (kronis) akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati
maupun kanker. Namun demikian, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar
maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Bila
Rhodamin B tersebut masuk melalui makanan maka akan mengakibatkan iritasi
pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing
yang berwarna merah ataupun merah muda. Menghirup Rhodamin B dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran
pernafasan. Demikian pula apabila zat kimia ini mengenai kulit maka kulit pun
akan terkena iritasi. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan mengalami iritasi
yang ditandai dengan mata kemerahan dan udem pada mata.

Universitas Sumatera Utara

2.8.4. Tindakan Bila Terpapar Rhodamin B
Tindakan yang bisa dilakukan bila terpapar Rhodamin B adalah sebagai
berikut (Syah, 2005) :
1. Bila terkena kulit, lepaskan pakaian, perhiasan dan sepatu penderita yang
terkontaminasi atau terkena Rhodamin B;
2. Cuci kulit dengan sabun dan air mengalir sampai bersih dari Rhodamin B,
selama kurang lebih 15 menit sampai 20 menit. Bila perlu hubungi dokter;
3. Bila terkena mata, bilas dengan air mengalir atau larutan garam fisilogis,
mata dikedip –kedipkan sampai dipastikan sisa Rhodamin B sudah tidak
ada lagi atau sudah bersih. Bila perlu hubungi dokter;
4. Bila tertelan dan terjadi muntah, letakan posisi kepala lebih rendah dari
pinggul untuk mencegah terjadinya muntahan masuk ke saluran
pernapasan. Bila korban tidak sadar, miringkan kepala ke samping atau ke
satu sisi. Bila perlu hubungi dokter.
2.9 Pengertian Higiene dan Sanitasi
Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan subyeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk
melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring,
membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan
secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). Higiene adalah suatu usaha pencegahan
penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia
beserta lingkungan tempat orang tersebut berada (Widyati, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih
untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadai
sampar agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004). Sanitasi adalah upaya
pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan
lingkungan hidup manusia. (Widyati, 2002).
Higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena
erat kaitannya. Misalnya Higienenya sudah baik karena mau mencuci tangan,
tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedianya air bersih,
maka mencuci tangan tidak sempurna. (Depkes RI, 2004).
2.10 Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman
Sanitasi

makanan

adalah

salah

satu

usaha

pencegahan

yang

menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan
dan minuman dari segala bahaya yang dapat menggangu atau merusak kesehatan,
mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat di mana makanan dan minuman
tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen (Depkse
RI, 2004).
Menurut Haris (1986), sanitasi makanan ini bertujuan untuk :
1. Menjamin keamanan dan kemurnian makanan.
2. Mencegah konsumen dari penyakit.
3. Mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli.
4. Mengurangi kerusakan/pemborosan makanan.

Universitas Sumatera Utara

Di dalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang
harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut (Budiman, 2007) :
1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi.
2. Kebersihan individu dalam pengolahan makanan.
3. Keamanan terhadap penyediaan air.
4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.
5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan,
penyajian dan penyimpanan.
6. Pencucian dan pembersihan peralatan alat perlengkapan.
2.10.1. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat
dan harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi
tubuh. Pengolahan yang baik dan benar pada dasarnya adalah mengelola makanan
berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip higiene dan sanitasi makanan. Prinsipprinsip ini penting untuk diketahui karena berperan besar sebagai faktor kunci
keberhasilan usaha makanan. Menurut Depkes RI 2004, enam prinsip makanan
dan minuman, yaitu :
1. Pemilihan Bahan Makanan
Bahan makanan yang akan diolah terutama yang mengandung protein
hewani seperti, daging, susu, ikan/udang dan telur harus dalam keadaan baik dan
segar. Demikian pula bahan sayur harus dalam kedaan segar dan tidak rusak,
begitu juga dengan bahan makanan lainnya keadaanya tidak boleh berubah
bentuk, warna atau rasa. Salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang baik

Universitas Sumatera Utara

adalah dengan menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber
yang tidak jelas karena kurang dapat dipertanggungjawabkan secara kualitasnya
(Mukono, 2006).
2. Penyimpanan Bahan Makanan
a. Tidak semua bahan makanan langsunh dikonsumsi, tetapi sebagian
mungkin disimpan baik dalam skala kecil di rumah maupun skala besar di
gudang (Budiman, 2007). Menurut Depkes RI dalam Purnamasari (2009),
bahwa ada empat cara penyimpan makanan yang sesuai dengan suhunya
yaitu:Penyimpan sejuk (coolling), yaitu suhu penyimpanan 10oC -15oC
untuk jenis minuman buah, es krim dan sayur.
b. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4oC-10oC untuk
bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali.
c. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0oC- 4oC
untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24
jam.
d. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan 24 jam.
Penyimpanan bahan mentah harus dilakukan dengan baik untuk mencegah
terjadinya kebusukan, kontaminasi, dan kerusakan lainnya. Aturan yang penting
dalam penyimpanan diringkas menjadi FIFO (First In First Out). Makna dari
istilah tersebut adalah bahwa bahan yang harus digunakan berdasarkan urutan
penerimaan, yaitu bahan yang tiba lebih awal digunakan pertama kali dan bahan

Universitas Sumatera Utara

yang tiba terakhti diletakkan di belakang bahan yang diterima lebih awal
(Arisman, 2009).
Makanan yang cepat membusuk seperti daging, ikan, susu, dan telur
disimpan pada tempat khusus sesuai suhu yang ditetapkan dan diusahakan adanya
sirkulasi udara/ventilasi, untuk bahan lainnya pada tempat yang tidak terjangkau
tikus, serangga, dan binatang pengganggu lainnya. Sedangkan untuk rempahrempah dan kacang-kacangan lebih baik disimpan di tempat yang kering dan
dalam wadah yang telah diatur kelembabannya agar tidak mudah tumbuh spora
(Mukono, 2006).
3. Pengolahan Makanan Proses
Pengolahan makanan harus memenuhi peryaratan sanitasi terutama
berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak (Budiman,
2007). Pengolahan bahan makanan menjadi makanan siap santap, yang
merupakan salah satu titik rawan terjadinya keracunan. Banyak kasus keracunan
terjadi karena tenaga pengolahannya tidak memperhatikan aspek higiene dan
sanitasi (Sjahmien, 1992).
Pada proses atau cara pengolahan makanan ada tiga hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Tempat pengolahan makanan
Tempat pengolahan makanan adalah suatu tempat dimana makanan diolah,
tempat pengolahan ini sering disebut dengan dapur. Dapur mempunyai peranan
yang sangat penting dalam proses pengolahan makanan, karena itu kebersihan

Universitas Sumatera Utara

dapur dan lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan. Dapur
yang memenuhi syarat-syarat kesehatan antara lain (Azwar, 1996):
1. Selalu dalam keadaan bersih.
2. Mempunyai cukup persediaan air bersih untuk mencuci.
3. Mempunyai saluran pembuangan air kotor .
4. Mempunyai bak pencuci tangan dan alat-alat yang dipergunakan.
5. Mempunyai tempat sampah.
6. Alat-alat dapur selalu dalam keadaan bersih.
7. Mempunyai ventilasi yang cukup guna memasukkan udara segar serta
mengeluarkan asap serta mengeluarkan bau makanan yang kurang sedap.
8. Mempunyai tempat penyimpanan bahan makanan yang baik, artinya
sampai tidak tercemar oleh debu, tidak menjadi sarang serangga atau tikus.
9. Tidak meletakkan zat-zat yang berbahaya (misalnya insektisida) berdekatan
dengan bumbu dapur.
10. Mempunyai alat pencegah kebakaran.

b. Penjamah Makanan
Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan
dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan,
pengolahan, pengangkutan sampai penyajian (Depkes RI, 2006).
Menurut Depkes RI tahun 2003, penjamah makanan jajanan dalam
melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi
persyaratan antara lain :
1. Tidak menderita penyakit mudah menular seperti : batuk, pilek,
influenza, diare dan penyakit perut sejenisnya.

Universitas Sumatera Utara

2. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya).
3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian.
4. Memakai celemek dan tutup kepala.
5. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
c. Cara pengolahan makanan
Menurut Purawidjaja (1995), tujuan pengolahan bahan makanan adalah
agar terciptanya makanan yang memnuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa
yang sesuai serta mempunyai bentuk yang merangsang selera. Cara pengolahan
makanan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakan-kerusakan makanan sebagai
akibat cara pengolahan makanan yang salah dan mengikuti kaidah atau prinsipprinsip higiene dan sanitasi yang baik atau disebut GMP (Good Manufacturing
practice).
4. Pengangkutan Makanan
Ketika bahan makanan diangkut dari sumber ke pasar, maka sanitasinya
harus pula diperhatikan. Tergantung dari bahan makanan apa yang diangkut, maka
cara pengangkutan yang dipakai bermacam-macam. Berbagai cara pengangkutan
ini pada dasarnya mempunyai dua tujuan, yakni agar bahan makanan tidak sampai
tercemar oleh zat-zat yang membahayakan,dan agar bahan makanan tersebut tidak
sampai rusak. Pengangkutan daging atau ikan segar mislanya, sebaiknya
dilakukan dengan mempergunakan alat pengangkut yang dilengkapi alat
pendingin yang tertutup. Dengan cara ini, daging atau ikan tersebut tidak rusak
serta berbagai penyebab yang diperkirakan dapat mencemarkannya dapat
dihindari (Azwar, 1996).

Universitas Sumatera Utara

5. Penyimpanan Makanan Masak
Jika makanan yang telah dimasak tidak habis sekali makan, atau karena
mungkin dimasak dalam jumlah yang banyak (pada restoran) maka makanan ini
biasanya disimpan (Azwar, 1996). Sisa makanan yang disimpan kembali harus
dijaga sanitasinya dengan memperhatikan tempat dan suhu penyimpanan serta
suhu pemanasannya (Widyati, 2002).
Syarat penyimpanan makanan jadi yaitu :
a. Terlindung dari debu, bahan kimia yang berbahaya, serangga dan hewan.
b. Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 650C atau lebih atau
disimpan dalam suhu dingin 40C atau kurang.
c. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (> 6 jam) disimpan
dalam suhu 50C sampai 10C (Mukono, 2006).
6. Penyajian/penjaja makanan
Penyajian/penjaja makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan
makanan. Makanan sebelum disajikan harus diatur sedemikian rupa sehingga
selain menarik, juga menambah selera makan dan terhindar dari kontaminasi serta
terjaga sanitasinya. Makanan yang disajikan disini sudah dikemas dalam bungkus
plastik dan akan dijual. Bahan tersebut harus sesuai dengan produk yang akan
dikemas, kondisi penyimpanan yang diharapkan dan tidak boleh mengeluarkan zat
yang tidak dikehendaki melampaui batas yang ditetapkan oleh instansi yang
berwenang (Winarno, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Untuk meningkatkan mutu makanan jajanan, perlengkapan/sarana penjaja
disarankan juga memenuhi syarat kesehatan, antara lain (Depkes RI, 2003) :
a. Mudah dibersihkan.
b. Harus terlindungi dari debu dan pencemar.
c. Tersedia tempat untuk :
- Air bersih
- Penyimpanan bahan makanan
- Penyimpanan makanan jadi/siap
- Penyimpanan peralatan
- Tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan)
Selain itu dalam penyajian/penjajaan makanan hal yang juga harus
diperhatikan adalah lokasi penjualan yang mana juga harus memenuhi syarat
kesehatan, antara lain:
a. Lokasi usaha harus jauh atau minimal 500 m dari sumber pencemar.
b. Lokasi usaha terhindar dari serangga.
c. Lokasi usaha dilengkapi tempat pembuangan sampah yang tertutup.
d.Lokasi

usaha

dilengkapi

fasilitas

sanitasi

air

bersih,

tempat

penampungan sampah, saluran pembuangan air limbah, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

2.11 Kerangka Konsep
PERMENKES RI
No.942/MENKES/SK/VII/2003

Higiene Sanitasi makanan jajanan.
Memenuhi
6 prinsip higiene sanitasi makanan
jajanan :

Makanan
Jajanan
Sekolah Dasar
Kecamatan
Sunggal
Kabupaten Deli
Serdang

1.
2.
3.
4.
5.
6.

syarat

Pemilihan bahan makanan
Penyimpanan bahan makanan
Pengolahan makanan
Penyimpanan makanan jadi
Pengangkutan makanan
Penyajian makanan

Tidak
memenuhi
syarat

(Permenkes RI
No.239/Menkes/Per/V/
1985)

Kandungan
Rhodamin B

Kandungan
Eschericia coli

ADA

TIDAK
ADA

(Permenkes RI
No.1096/MENKES/PE
R/VI/2011)

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Higiene Sanitasi serta Pemeriksaan Escherichia coli dan Rhodamin B pada Makanan Jajanan di Sekolah Dasar (SD) Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013

1 58 108

Hygiene Sanitasi Dan Pemeriksaan Kandungan Bakteri Escherichia Coli Pada Sop Buah Yang Dijual Di Pasar Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2011

10 96 104

PREVALENSI KANDUNGAN RHODAMIN B, FORMALIN, DAN BORAKS PADA JAJANAN KANTIN SERTA GAMBARAN PENGETAHUAN PEDAGANG KANTIN DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN SUSUT KABUPATEN BANGLI.

0 1 18

Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017

0 1 15

Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017

0 0 2

Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017

0 0 9

Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017 Chapter III VI

0 0 43

Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017

0 1 3

Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017

0 0 23

ANALISIS ZAT PEWARNA RHODAMIN-B PADA JAJANAN YANG DIPASARKAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH

0 2 39