Higiene Sanitasi serta Pemeriksaan Escherichia coli dan Rhodamin B pada Makanan Jajanan di Sekolah Dasar (SD) Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013

(1)

KECAMATAN MEDAN AMPLAS TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH

HENNY RIFCHA SITUMORANG NIM. 091000164

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

KECAMATAN MEDAN AMPLAS TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

HENNY RIFCHA SITUMORANG NIM. 091000164

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

(4)

Makanan jajanan yang dijajakan di Sekolah Dasar Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas cukup bervariasi, penjual makanan jajanan menjajakan dagangannya di pinggir jalan dan sebagian besar makanan jajanan tersebut merupakan hasil olahan individu dan sudah seharusnya memenuhi syarat kesehatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang higiene sanitasi serta kandungan Escherichia coli dan Rhodamin B pada makanan jajanan yang dijajakan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan melihat gambaran higiene sanitasi dan analisa laboratorium untuk mengetahui kandungan Escherichia coli dan Rhodamin B pada makanan jajanan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa higiene sanitasi makanan jajanan tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan berdasarkan Permenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003 yang meliputi, penjamah makanan, peralatan yang digunakan, cara penyajian dan sarana penjaja serta terdapat 1 orang penjual makanan jajanan yang menggunakan bahan makanan yang tidak terdaftar di Depkes RI dan tidak memiliki tanggal kadaluwarsa. Dari 10 sampel makanan jajanan yang diperiksa terdapat 9 sampel yang mengandung bakteri Escherichia coli yaitu Es Jagung, 3 Air Es, Tahu Bakar, Es Buah, Mie Goreng, Lontong, Telur Dadar Gulung, sedangkan 1 sampel yang tidak mengandung bakteri Escherichia coli adalah Bakso Kuah Kari. Dari 6 sampel makanan jajanan yang telah diperiksa yaitu 2 Saos, Somboi, Kerupuk Berwarna Merah, Tahu Bakar, Es Berwarna Merah, maka dapat diketahui bahwa semua sampel tidak mengandung Rhodamin B dan sesuai dengan Permenkes RI No. 239/Menkes/PER/V/1985.

Berdasarkan hasil tersebut, diharapkan penjual makanan jajanan menjaga higiene sanitasi daganganya saat menjamah ataupun mengolah makanan jajanan. Dinas Kesehatan Kota Medan perlu mengadakan penyuluhan ataupun pengawasan tentang higiene sanitasi makanan jajanan sehingga memenuhi syarat kesehatan. Kata kunci: Makanan Jajanan, Higiene Sanitasi, Escherichia coli, Rhodamin B


(5)

Street food sold at Elementary School Village Timbang Deli District Medan Amplas had a lot of varieties, street food vendors vend their merchandise on the roadside and most of it was processed by individual and should fulfill health requirement.

This research aimed to know about hygiene sanitation well as the content of Escherichia coli and Rhodamine B in the street food sold at Elementary School Village Timbang Deli District Medan.

The design of this research was descriptive which is to see the representation of hygiene sanitation, laboratory test to determine the content of Escherichia coli and Rhodamine B in the street food.

The results showed that the street food hygiene sanitation doesn’t fulfill health requirement based on Permenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 which includes, food handlers, equipment used, presentation manner and facilities vendors and there is 1 person vendors using food ingredients that dosen’t registered in Depkes RI and doesn’t have expiry date. The laboratory test showed that 9 of 10 samples contained Escherichia coli. They were Es Jagung, 3 Air Es, Tahu Bakar, Es Buah, Mie Goreng, Lontong, Telur Dadar Gulung, while 1 sample which didn’t contain Escherichia coli was Bakso Kuah Kari. It also showed that all the samples didn’t contain Rhodamine B. The samples were 2 saos, Somboi, Kerupuk Berwarna Merah, Tahu Bakar, Es Berwarna Merah, were eligible health based Permenkes RI No. 239/Menkes/PER/V/1985.

Based on this result, street food vendors were expected to maintain hygiene sanitation when processing or preparing food. Dinas Kesehatan Kota Medan needs to hold counseling or supervising for street food hygiene sanitation that fulfill the health requirements.


(6)

Identitas Diri

Nama : Henny Rifcha Situmorang

Tempat/Tanggal Lahir : Aek Raso/20 September 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Anak ke : 1 dari 4 Bersaudara

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Jln. Bunga Sedap Malam XII No. 23 Medan Nama Orangtua : Ayah : Farel Situmorang

Ibu : Debora Tamba

Riwayat Pendidikan

Tahun 1997 – 2003 : SD Negeri No. 118266 Aek Raso Tahun 2003 – 2006 : SMP RK Bintang Timur Rantau Prapat Tahun 2006 – 2009 : SMA Negeri 2 Rantau Utara

Tahun 2009 – 2013 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(7)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: ”Higiene Sanitasi serta Pemeriksaan Escherichia coli dan Rhodamin B pada Makanan Jajanan di Sekolah Dasar (SD) Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku Penasihat Akademik. 2. Ibu Ir. Evi Naria, M.kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Nurmaini, MKM, PhD, selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bapak Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH selaku Dosen Pembimbing II dan Penguji I yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.


(8)

6. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan bimbingan, saran serta masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini

7. Ibu Arfah Mardiana, Mpsi selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan nasihat dan motivasi selama saya kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat ini.

8. Para Dosen dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, terutama Kak Dian selaku pegawai Departemen Kesehatan Lingkungan.

9. Bapak Azhari, SH. MH selaku Kepala Lurah Kelurahan Timbang Deli yang telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan penelitian di daerah tersebut dan kepada Ibu Sri Meinita serta Ibu Norma Sinaga yang telah membantu saya selama penelitian.

10.Teristimewa kepada kedua orangtua yang sangat saya kasihi, F. Situmorang dan D. Tamba serta adik-adikku tersayang Hengky Frengky S, Rony Immanuel S dan Joni Fransiskus S yang tidak pernah lelah memberikan dukungan baik secara moral ataupun materil dengan penuh kasih sayang sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Kelompok Kecil Boanerges (K’ Lusi, Delvi, Ira, Meity & Mince), Kelompok Kecil Kadosy (Devy, Rika, Rina & Windy), serta Kelompok Kecil Quasimodogeniti (Elis, Lulu, Martharia, Martha helen, Ratna & Theresia).


(9)

teman-teman FKM Stambuk ’09 khususnya Peminatan Kesehatan Lingkungan yang telah banyak membantu saya dalam penelitian skripsi ini serta memberikan semangat dan telah berbagi suka dan duka selama belajar di FKM USU.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2013 Penulis


(10)

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Pengertian dan Fungsi Makanan ... 7

2.2 Pengertian Makanan Jajanan ... 7

2.3 Higiene Sanitasi Makanan Jajanan ... 8

2.3.1 Pengertian Higiene Sanitasi ... 8

2.3.2 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan... 8

2.3.3 Syarat Higiene Sanitasi Makanan Jajanan ... 20

2.4 Mikrobiologi Pangan ... 23

2.4.1 Pengertian Mikrobiologi Pangan ... 23

2.4.2 Jenis-jenis Mikrobiologi Pangan ... 24

2.4.2.1 Protozoa ... 24

2.4.2.2 Virus ... 24

2.4.2.3 Kapang ... 25

2.4.2.4 Bakteri ... 25

2.5 Escherichia coli ... 27

2.5.1 Patogenesis Escherichia coli ... 28

2.5.2 Kontaminasi Escherichia coli pada Makanan dan Pencegahannya ... 29

2.6 Bahan Tambahan Pangan ... 30

2.7 Pewarna Bahan Pangan ... 34

2.7.1 Pewarna Alami ... 35

2.7.2 Pewarna Sintesis ... 36

2.7.3 Zat Warna Berbahaya ... 37


(11)

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1 Jenis Penelitian ... 42

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 42

3.2.2 Waktu Penelitian ... 42

3.3 Sampel ... 43

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 43

3.5 Pelaksanaan Penelitian ... 43

3.5.1 Bahan dan Peralatan ... 43

3.5.2 Cara Pengambilan Sampel ... 45

3.5.3 Cara Pelaksanaan Pemeriksaan ... 46

3.6 Defenisi Operasional ... 49

3.7 Aspek Pengukuran ... 49

3.8 Analisa Data ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 52

4.1 Hasil Penelitian ... 52

4.1.1 Karakteristik Penjual Makanan Jajanan ... 52

4.1.2 Syarat Higiene Sanitasi Makanan Jajanan ... 53

4.1.3 Hasil Pemeriksaan Bakteri Escherichia coli ... 62

4.1.4 Hasil Pemeriksaan Rhodamin B ... 63

BAB V PEMBAHASAN ... 64

5.1 Observasi Higiene Sanitasi Makanan Jajanan ... 64

5.2 Kandungan Bakteri Escherichia coli pada Makanan Jajanan ... 69

5.3 Kandungan Rhodamin B pada Makanan Jajanan ... 74

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

6.1 Kesimpulan ... 76

6.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(12)

Halaman

Tabel 2.1 Penyimpanan Bahan Makanan Berdasarkan Suhu ... 10

Tabel 2.2 Penyimpanan Makanan Jadi Berdasarkan Suhu ... 15

Table 2.3 Sifat-Sifat Bahan Pewarna Alami ... 35

Table 2.4 Bahan Pewarna Sintesis yang Diizinkan di Indonesia ... 37

Tabel 2.5 Beberapa Zat Warna yang Berbahaya ... 38

Table 4.1 Distribusi Penjual Makanan Jajanan Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan Terakhir dan Lama Berjualan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 52

Tabel 4.2 Distribusi Penjual Makanan Jajanan Berdasarkan Penjamah Makanan Jajanan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 54

Tabel 4.3 Distribusi Penjual Makanan Jajanan Berdasarkan Peralatan Makanan Jajanan yang Digunakan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 56

Tabel 4.4 Distribusi Penjual Makanan Jajanan Berdasarkan Air yang Digunakan dalam Penanganan Makanan Jajanan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 57

Tabel 4.5 Distribusi Penjual Makanan Jajanan Berdasarkan Bahan Makanan dan Bahan Tambahan Makanan yang Digunakan Penjual Makanan Jajanan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 58

Tabel 4.6 Distribusi Penjual Makanan Jajanan Berdasarkan Penyajian Makanan Jajanan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 59

Tabel 4.7 Distribusi Penjual Makanan Jajanan Berdasarkan Sarana Penjaja Makanan Jajanan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 61


(13)

Tabel 4.9 Hasil Pemeriksaan Rhodamin B pada Makanan Jajanan yang Dijajakan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 63


(14)

Lampiran 1. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian dari Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas

Lampiran 2. Surat Keterangan Melakukan Penelitian dari Laboratorium Kesehatan Daerah Medan

Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Escherichia coli pada Makanan Jajanan Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Rhodamin B pada Makanan Jajanan

Lampiran 5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan.

Lampiran 6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MenKes/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga.

Lampiran 7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 293/MenKes/Per/V/1985, tentang zat warna yang berbahaya.

Lampiran 8. Lembar Observasi Penelitian Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian


(15)

Makanan jajanan yang dijajakan di Sekolah Dasar Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas cukup bervariasi, penjual makanan jajanan menjajakan dagangannya di pinggir jalan dan sebagian besar makanan jajanan tersebut merupakan hasil olahan individu dan sudah seharusnya memenuhi syarat kesehatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang higiene sanitasi serta kandungan Escherichia coli dan Rhodamin B pada makanan jajanan yang dijajakan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan melihat gambaran higiene sanitasi dan analisa laboratorium untuk mengetahui kandungan Escherichia coli dan Rhodamin B pada makanan jajanan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa higiene sanitasi makanan jajanan tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan berdasarkan Permenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003 yang meliputi, penjamah makanan, peralatan yang digunakan, cara penyajian dan sarana penjaja serta terdapat 1 orang penjual makanan jajanan yang menggunakan bahan makanan yang tidak terdaftar di Depkes RI dan tidak memiliki tanggal kadaluwarsa. Dari 10 sampel makanan jajanan yang diperiksa terdapat 9 sampel yang mengandung bakteri Escherichia coli yaitu Es Jagung, 3 Air Es, Tahu Bakar, Es Buah, Mie Goreng, Lontong, Telur Dadar Gulung, sedangkan 1 sampel yang tidak mengandung bakteri Escherichia coli adalah Bakso Kuah Kari. Dari 6 sampel makanan jajanan yang telah diperiksa yaitu 2 Saos, Somboi, Kerupuk Berwarna Merah, Tahu Bakar, Es Berwarna Merah, maka dapat diketahui bahwa semua sampel tidak mengandung Rhodamin B dan sesuai dengan Permenkes RI No. 239/Menkes/PER/V/1985.

Berdasarkan hasil tersebut, diharapkan penjual makanan jajanan menjaga higiene sanitasi daganganya saat menjamah ataupun mengolah makanan jajanan. Dinas Kesehatan Kota Medan perlu mengadakan penyuluhan ataupun pengawasan tentang higiene sanitasi makanan jajanan sehingga memenuhi syarat kesehatan. Kata kunci: Makanan Jajanan, Higiene Sanitasi, Escherichia coli, Rhodamin B


(16)

Street food sold at Elementary School Village Timbang Deli District Medan Amplas had a lot of varieties, street food vendors vend their merchandise on the roadside and most of it was processed by individual and should fulfill health requirement.

This research aimed to know about hygiene sanitation well as the content of Escherichia coli and Rhodamine B in the street food sold at Elementary School Village Timbang Deli District Medan.

The design of this research was descriptive which is to see the representation of hygiene sanitation, laboratory test to determine the content of Escherichia coli and Rhodamine B in the street food.

The results showed that the street food hygiene sanitation doesn’t fulfill health requirement based on Permenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 which includes, food handlers, equipment used, presentation manner and facilities vendors and there is 1 person vendors using food ingredients that dosen’t registered in Depkes RI and doesn’t have expiry date. The laboratory test showed that 9 of 10 samples contained Escherichia coli. They were Es Jagung, 3 Air Es, Tahu Bakar, Es Buah, Mie Goreng, Lontong, Telur Dadar Gulung, while 1 sample which didn’t contain Escherichia coli was Bakso Kuah Kari. It also showed that all the samples didn’t contain Rhodamine B. The samples were 2 saos, Somboi, Kerupuk Berwarna Merah, Tahu Bakar, Es Berwarna Merah, were eligible health based Permenkes RI No. 239/Menkes/PER/V/1985.

Based on this result, street food vendors were expected to maintain hygiene sanitation when processing or preparing food. Dinas Kesehatan Kota Medan needs to hold counseling or supervising for street food hygiene sanitation that fulfill the health requirements.


(17)

1.1Latar Belakang

Makanan adalah bahan yang biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan yang dimakan oleh mahluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Makanan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena mengandung zat gizi seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan karena tanpa makanan mahluk hidup akan sulit dalam mengerjakan aktivitas sehari-hari dan makanan dapat membantu manusia dalam mendapatkan energi, membantu pertumbuhan tubuh dan otak (Utami dkk, 2011).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan, makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran dan hotel.

Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Makanan tersebut sangat mungkin sekali terkontaminasi sehingga dapat menyebabkan suatu penyakit yang disebut penyakit bawaan makanan. Anak-anak sering menjadi korban penyakit tersebut. Hal ini umumnya disebabkan karena belum diterapkannya praktik higiene dan sanitasi yang memadai (Agustina dkk, 2009).

Mengingat pentingnya makanan bagi tubuh, maka sangat perlu diperhatikan aspek higiene dan sanitasi makanan tersebut. Dengan adanya higiene dan sanitasi makanan yang baik, maka akan dihasilkan makanan dengan kualitas baik juga (Utami


(18)

dkk, 2011). Untuk mencegah terjadinya penyakit akibat makanan, kualitas makanan harus dijaga sesuai dengan syarat-syarat kesehatan (Mulia, 2005).

Menyentuh makanan tanpa mencuci tangan dengan sabun terlebih dahulu dapat menyebabkan makanan tersebut terkontaminasi oleh berbagai jenis mikroorganisme penyebab diare. Untuk itu, higiene sanitasi makanan sangat penting diperhatikan, mulai dari pemilihan bahan baku, pengolahan maupun penyajiannya. Penyakit lain yang sering menyerang orang yang mengkonsumsi makanan yang kurang higienis adalah cacingan. Pada anak sekolah, cacingan bisa mengakibatkan kekurangan darah (anemia). Besar kemungkinan, selain sanitasi yang buruk, penyebabnya bersumber dari jajanan harian yang tercemar (Yuliarti, 2007).

Escherichia coli merupakan indikator untuk pencemaran air dan makanan oleh tinja (Supardi dkk, 1999). Keberadaan Escherichia coli dalam sumber air merupakan indikasi pasti terjadinya kontaminasi tinja manusia (Chandra, 2007). Apabila makanan yang tercemar Escherichia coli dikonsumsi, maka dapat menyebabkan diare dan nyeri yang terkadang disertai dengan demam serta muntah (Arisman, 2009).

Hasil penelitian oleh Yunaenah (2009) pada jajanan makanan dan minuman di kantin sekolah dasar wilayah Jakarta Pusat menunjukkan bahwa kontaminasi Escherichia coli positif pada makanan dan minuman sebanyak 45 sampel dari 65 sampel (75,4%). Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan Tahun 2000 melakukan uji sampel terhadap jajanan anak sekolah. Hasilnya, sebanyak 36 sampel ditemukan mengandung bahan berbahaya. Sampel jajanan yang diambil dan diuji di laboratorium adalah produk pangan berupa makanan dan minuman yang paling diminati anak sekolah.


(19)

Hasilnya, ditemukan 19 produk makanan dan minuman yang terkontaminasi Escherichia coli (Damanik, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian Manalu (2005) diketahui bahwa dari 25 sampel es campur di pasar Kota Medan, 23 diantaranya mengandung Escherichia coli dan penelitian Munthe (2006) diketahui bahwa dari 16 sampel air tebu di pasar kota medan seluruhnya mengandung Escherichia coli (Purnamasari A, 2009).

Berbagai jenis pangan dan minuman yang beredar di Indonesia, baik secara sengaja maupun tidak sengaja telah diwarnai dengan pewarna tekstil atau yang bukan food grade, yang tidak diizinkan digunakan dalam pangan. Berdasarkan beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa beberapa zat pewarna tekstil yang tidak diizinkan tersebut bersifat racun bagi manusia sehingga dapat membahayakan kesehatan konsumen, dan senyawa tersebut mempunyai peluang dapat menyebabkan kanker pada hewan-hewan percobaan (Cahyadi, 2009).

Dari berbagai jenis pewarna tekstil yang disalahgunakan sebagai pewarna makanan, Rhodamin B merupakan salah satu jenis yang paling banyak digunakan. Rhodamin B adalah zat warna sintesis berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna merah keunguan, dalam larutan berwarna merah terang berpendar (berfluorescensi). Mengkonsumsi makanan yang mengandung Rhodamin B dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker (Yuliarti, 2007). Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa sebanyak l0% jajanan anak-anak Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Labuhan Batu Selatan Provinsi Sumatera Utara mengandung Rhodamin B (Silalahi & Rahman, 2011).


(20)

Di sekitar Sekolah Dasar Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas terdapat beberapa orang penjual makanan jajanan. Beberapa jenis makanan jajanan tersebut yaitu bakso dan tahu bakar yang berwarna kemerahan, mie goreng, telur dadar gulung, lontong, air es berwarna merah, minuman berbagai rasa, es jagung dan es dawet, es buah, somboi serta saus berwarna merah. Sebagian besar makanan jajanan tersebut merupakan hasil olahan individu dan sudah seharusnya makanan jajanan tersebut memenuhi syarat ataupun Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan dan tidak mengandung bakteri Escherichia coli berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga. Makanan jajanan tersebut juga harus memenuhi persyaratan penggunaan zat pewarna makanan yang telah diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/MENKES/PER/V/1985 dan No.722/MENKES/PER/IX/1988 tentang bahan tambahan makananagar makanan jajanan tersebut tidak mengandung bahan pewarna Rhodamin B yang dapat membahayakan kesehatan.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui higiene sanitasi serta melakukan pemeriksaan Escherichia coli dan Rhodamin B pada makanan jajanandi sekitar Sekolah Dasar (SD) Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas dengan menggunakan standar yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene


(21)

Sanitasi Jasa Boga, serta Penggunaan Zat Pewarna Makanan yang telah diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/MENKES/PER/V/1985 dan No.722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.

1.2Perumusan Masalah

Makanan jajanan yang dijajakan di sekitar Sekolah Dasar (SD) Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas terletak di pinggir jalan dan berada di luar lingkungan sekolah. Anak Sekolah Dasar (SD) biasanya memiliki kebiasaan jajan sembarangan, tanpa memperhitungkan nilai gizi ataupun kebersihan makanan jajanan tersebut, sehingga sangat penting dilakukan penelitian terhadap gambaran higiene sanitasi serta kandungan Escherichia coli dan Rhodamin B pada makanan jajanan yang dijajakan di Sekolah Dasar (SD) Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui higiene sanitasi serta kandungan Escherichia coli dan Rhodamin B pada makanan jajanan yang dijajakan di Sekolah Dasar (SD) Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran higiene sanitasi pada makanan jajanan yang dijajakan di Sekolah Dasar (SD) Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas.


(22)

2. Untuk mengetahui ada tidaknya Escherichia coli pada makanan jajanan yang dijajakan di Sekolah Dasar (SD) Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas.

3. Untuk mengetahui ada tidaknya Rhodamin B pada makanan jajanan yang dijajakan di Sekolah Dasar (SD) Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas.

1.4Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi pemerintah/instansi terkait dalam mengawasi makanan jajanan yang dijajakan di sekitar Sekolah Dasar (SD) Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas.

2. Sebagai masukan bagi pihak sekolah agar lebih memperhatikan kualitas makanan jajanan yang dijajakan di sekitar sekolah.

3. Sebagai informasi kepada masyarakat agar lebih memperhatikan kualitas makanan jajanan yang akan dikonsumsi oleh anak sekolah.


(23)

2.1Pengertian dan Fungsi Makanan

Menurut WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan. Terdapat 3 (tiga) fungsi makanan yaitu (Chandra, 2007):

1. Makanan sebagai sumber energi karena panas dapat dihasilkan dari makanan seperti juga energi

2. Makanan sebagai zat pembangun karena makanan berguna untuk membangun jaringan tubuh baru, memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh yang sudah tua 3. Makanan sebagai zat pengatur karena makanan turut serta mengatur proses alami,

kimia dan proses faal dalam tubuh.

Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan harus diperhatikan. Kualitas makanan mencakup ketersediaan zat-zat gizi yang dibutuhkan dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (Mulia, 2005).

2.2Pengertian Makanan Jajanan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan, makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasaboga, rumah makan/restoran dan hotel.


(24)

2.3Higiene Sanitasi Makanan Jajanan 2.3.1 Pengertian Higiene Sanitasi

Untuk mencegah terjadinya keracunan pangan, harus dijaga standar higiene yang ketat. Secara estetika makanan akan enak jika dijadikan secara higienis. Tujuan utama dari menjaga higiene makanan adalah (Gaman dkk, 1992):

1. Mencegah makanan terkontaminasi oleh bakteri penyebab keracunan makanan 2. Mencegah perbanyakan bakteri penyebab keracunan yang terdapat pada pangan

Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Tujuan dari upaya sanitasi makanan adalah (Chandra, 2007):

1. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan 2. Mencegah penularan wabah penyakit

3. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat 4. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.

Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Kepmenkes RI, 2003).

2.3.2 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan

Terdapat 6 (enam) prinsip higiene sanitasi makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 yaitu: 1. Pemilihan Bahan Makanan

a. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan seperti:


(25)

1. Daging, susu, telor, ikan/udang, buah dan sayuran harus dalam keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa, serta sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.

2. Jenis tepung dan biji-bijian harus dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak bernoda dan tidak berjamur

3. Makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan mikroba seperti ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tercium aroma fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak berjamur.

b. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dipakai harus memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku.

c. Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dimakan tetapi digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut yaitu :

1. Makanan dikemas

a) Mempunyai label dan merk

b) Terdaftar dan mempunyai nomor daftar c) Kemasan tidak rusak/pecah atau kembung d) Belum kadaluwarsa

e) Kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan 2. Makanan tidak dikemas

a) Baru dan segar

b) Tidak basi, busuk, rusak atau berjamur c) Tidak mengandung bahan berbahaya


(26)

2. Penyimpanan Bahan Makanan

a. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya.

b. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu. c. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan

contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab. d. Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai berikut :

Tabel 2.1 Penyimpanan Bahan Makanan Berdasarkan Suhu No Jenis bahan

makanan

Digunakan dalam waktu 3 hari atau

kurang

1 minggu atau kurang

1 minggu atau lebih

1 Daging, ikan, udang dan olahannya

-5 0C s/d 0 0C -10 0C s/d -5 0C > -10 0C

2 Telur, susu dan olahannya

5 0C s/d 70C -5 0C s/d 0 0C > -5 0C 3 Sayur, buah dan

minuman

10 0C 10 0C 10 0C

4 Tepung dan biji 25 0C atau suhu ruang

25 0C atau suhu ruang

25 0C atau suhu ruang

Sumber: Permenkes RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011 e. Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm

f. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% – 90%

g. Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu + 10 0C.


(27)

h. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut:

i. Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm ii. Jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm iii. Jarak bahan makanan dengan langit-langit : 60 cm 3. Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan jadi/masak atau siap santap, dengan memperhatikan kaidah cara pengolahan makanan yang baik yaitu:

a. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan dan dapat mencegah masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan lainnya.

b. Menu disusun dengan memperhatikan: i. Pemesanan dari konsumen

ii. Ketersediaan bahan, jenis dan jumlahnya iii. Keragaman variasi dari setiap menu iv. Proses dan lama waktu pengolahannya

v. Keahlian dalam mengolah makanan dari menu terkait

c. Pemilihan bahan sortir untuk memisahkan/membuang bagian bahan yang rusak/afkir dan untuk menjaga mutu dan keawetan makanan serta mengurangi risiko pencemaran makanan.


(28)

d. Peracikan bahan, persiapan bumbu, persiapan pengolahan dan prioritas dalam memasak harus dilakukan sesuai tahapan dan harus higienis dan semua bahan yang siap dimasak harus dicuci dengan air mengalir.

e. Peralatan

1) Peralatan yang kontak dengan makanan

a) Peralatan masak dan peralatan makan harus terbuat dari bahan tara pangan (food grade) yaitu peralatan yang aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan.

b) Lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa atau garam yang lazim terdapat dalam makanan dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan logam berat beracun seperti :

i. Timah Hitam (Pb) ii. Arsenikum (As) iii. Tembaga (Cu) iv. Seng (Zn) v. Cadmium (Cd)

vi. Antimon (Stibium) dan lain-lain

c) Talenan terbuat dari bahan selain kayu, kuat dan tidak melepas bahan beracun.

d) Perlengkapan pengolahan seperti kompor, tabung gas, lampu, kipas angin harus bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak menjadi sumber pencemaran dan tidak menyebabkan sumber bencana (kecelakaan).


(29)

2) Wadah penyimpanan makanan

a) Wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan untuk mencegah pengembunan (kondensasi).

b) Terpisah untuk setiap jenis makanan, makanan jadi/masak serta makanan basah dan kering.

3) Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang kontak langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut.

4) Kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Eschericia coli (E.coli) dan kuman lainnya.

5) Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompal dan mudah dibersihkan.

f. Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua peralatan yang akan digunakan dan bahan makanan yang akan diolah sesuai urutan prioritas.

g. Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan makanan mempunyai waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan minimal 90

0

C agar kuman patogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar kandungan zat gizi tidak hilang akibat penguapan.

h. Prioritas dalam memasak

1) Dahulukan memasak makanan yang tahan lama seperti goreng-gorengan yang kering


(30)

3) Simpan bahan makanan yang belum waktunya dimasak pada kulkas/lemari es

4) Simpan makanan jadi/masak yang belum waktunya dihidangkan dalam keadaan panas

5) Perhatikan uap makanan jangan sampai masuk ke dalam makanan karena akan menyebabkan kontaminasi ulang

6) Tidak menjamah makanan jadi/masak dengan tangan tetapi harus menggunakan alat seperti penjepit atau sendok

7) Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci i. Higiene penanganan makanan

1) Memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama sesuai dengan prinsip higiene sanitasi makanan

2) Menempatkan makanan dalam wadah tertutup dan menghindari penempatan makanan terbuka dengan tumpang tindih karena akan mengotori makanan dalam wadah di bawahnya.

4. Penyimpanan Makanan Jadi/Masak

a. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain. b. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku.

1) Angka kuman E. coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan. 2) Angka kuman E. coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman.

c. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.


(31)

d. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.

e. Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air.

f. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.

g. Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu sebagai berikut: Tabel 2.2 Penyimpanan Makanan Jadi Berdasarkan Suhu

No Jenis makanan Suhu penyimpanan

Disajikan dalam waktu lama Akan segera disajikan Belum segera disajikan 1 Makanan kering 25 0C s/d 30 0C

2 Makanan basah (berkuah)

> 60 0C -10 0C 3 Makanan cepat basi

(santan, telur, susu)

> 65 0C -5 0C s/d -1 0C 4 Makanan disajikan

dingin

5 0C s/d 10

0

C

< 10 0C Sumber: Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011

5. Pengangkutan Makanan

a. Pengangkutan bahan makanan

1) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).

2) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang higienis.


(32)

4) Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan dingin, diangkut dengan menggunakan alat pendingin sehingga bahan makanan tidak rusak seperti daging, susu cair dan sebagainya.

b. Pengangkutan makanan jadi/masak/siap santap

1) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).

2) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus selalu higienis.

3) Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup.

4) Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan.

5) Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair (kondensasi).

6) Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar makanan tetap panas pada suhu 60 0C atau tetap dingin pada suhu 40 0C. 6. Penyajian Makanan

a. Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptic dan uji biologis dan uji laboratorium dilakukan bila ada kecurigaan.

1) Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan), meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur), menjilat (rasa). Apabila secara organoleptik baik maka makanan dinyatakan laik santap.


(33)

2) Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda – tanda kesakitan, makanan tersebut dinyatakan aman.

3) Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan yang diambil mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan standar yang telah baku

b. Tempat penyajian

Perhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan ke tempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan karena akan mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan di luar dugaan sangat mempengaruhi keterlambatan penyajian.

c. Cara penyajian

Penyajian makanan jadi/siap santap banyak ragam tergantung dari pesanan konsumen yaitu :

1) Penyajian meja (table service) yaitu penyajian di meja secara bersama, umumnya untuk acara keluarga atau pertemuan kelompok dengan jumlah terbatas 10 sampai 20 orang.

2) Prasmanan (buffet) yaitu penyajian terpusat untuk semua jenis makanan yang dihidangkan dan makanan dapat dilih sendiri untuk dibawa ke tempat masing-masing.

3) Saung (ala carte) yaitu penyajian terpisah untuk setiap jenis makanan dan setiap orang dapat mengambil makanan sesuai dengan kesukaannya.


(34)

4) Dus (box) yaitu penyajian dengan kotak kertas atau kotak plastik yang sudah berisi menu makanan lengkap termasuk air minum dan buah yang biasanya untuk acara makan siang.

5) Nasi bungkus (pack/wrap) yaitu penyajian makanan dalam satu campuran menu (mix) yang dibungkus dan siap santap.

6) Layanan cepat (fast food) yaitu penyajian makanan dalam satu rak makanan (food counter) di rumah makan dengan cara mengambil sendiri makanan yang dikehendaki dan membayar sebelum makanan tersebut dimakan.

7) Lesehan yaitu penyajian makanan dengan cara hidangan di lantai atau meja rendah dengan duduk di lantai dengan menu lengkap.

d. Prinsip penyajian

1) Wadah yaitu setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah, tertutup agar tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.

2) Kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan berkuah) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak dan basi.

3) Pemisah yaitu makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama seperti dus atau rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling campur aduk.

4) Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum


(35)

ditempatkan dalam alat saji panas (food warmer/bean merry) makanan harus berada pada suhu > 600C.

5) Bersih yaitu semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak cacat atau rusak.

6) Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.

7) Edible part yaitu semua yang disajikan adalah makanan yang dapat dimakan, bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan.

8) Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat sesuai dengan seharusnya yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata hidang dan tepat volume (sesuai jumlah).

e. Sampel atau contoh

1) Setiap menu makanan harus ada satu porsi sampel (contoh) makanan yang disimpan sebagai bank sampel untuk konfirmasi bila terjadi gangguan atau tuntutan konsumen.

2) Penempatan sampel untuk setiap jenis makanan dengan menggunakan kantong plasti steril dan sampel disimpan dalam suhu 100C selama 1 x 24 jam.

3) Sampel yang sudah tidak diperlukan lagi tidak boleh dimakan tetapi harus dibuang.

4) Jumlah makanan yang diambil untuk sampel sebagai berikut: a) makanan kering/gorengan dan kue : 1 potong


(36)

c) makanan penyedap/sambal : 2 sendok makan d) makanan cair : 1 sendok sayur

e) nasi : 100 gram f) minuman : 100 cc

2.3.3 Syarat Higiene Sanitasi Makanan Jajanan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003, persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan adalah sebagai berikut:

1. Penjamah Makanan

Penjamah makanan jajanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Tidak menderita penyakit mudah menular, misalnya: batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya

b. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya) c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian d. Memakai celemek dan tutup kepala

e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan

f. Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas tangan

g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya)

h. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung.


(37)

2. Peralatan

Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai. Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan hygiene sanitasi sebagai berikut:

a. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun b. Lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih

c. Kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran.

3. Air, Bahan Makanan, Bahan Tambahan dan Penyajian a. Air

Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang memenuhi standar dan Persyaratan Higiene Sanitasi yang berlaku bagi air bersih atau air minum. Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai mendidih.

b. Bahan Makanan dan Bahan Tambahan Makanan

i. Semua bahan yang akan diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik mutunya, segar dan tidak busuk, sedangkan semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluwarsa, tidak cacat atau tidak rusak.

ii. Bahan tambahan makanan yang digunakan dalam mengolah makanan jajanan harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


(38)

iii. Bahan makanan dan bahan tambahan makanan jajanan siap saji harus disimpan terpisah.

iv. Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah terpisah.

c. Penyajian

Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat perlengkapan yang bersih dan aman bagi kesehatan serta memenuhi persyaratan sebagai berikut: i. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau

tertutup

ii. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan bersih, tidak mencemari makanan dan pembungkus dilarang ditiup.

iii. Makanan jajanan yang diangkut, harus dalam keadaan tertutup atau terbungkus dan dalam wadah yang bersih

iv. Makanan jajanan yang diangkut harus dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah sehingga terlindung dari pencemaran

v. Makanan jajanan yang siap disajikan dan telah lebih dari enam jam apabila masih dalam keadaan baik harus diolah kembali sebelum disajikan.

4. Sarana Penjaja

Kontruksi sarana penjaja harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran dan harus memenuhi persyaratan yaitu antara lain:


(39)

a. Mudah dibersihkan b. Tersedia tempat untuk:

i. Air bersih

ii. Penyimpanan bahan makanan

iii. Penyimpanan makanan jadi/siap disajikan iv. Penyimpanan peralatan

v. Tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan) vi. Tempat sampah

c. Makanan yang dijajakan harus terhindar dari debu dan pencemaran. 2.4Mikrobiologi Pangan

2.4.1 Pengertian Mikrobiologi Pangan

Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. Mikroorganisme berukuran sangat kecil, biasanya bersel tunggal, tidak dapat dilihat dengan mata telanjang dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Mikroorganisme tersebar luas di alam dan dijumpai juga pada pangan. Beberapa diantaranya, jika terdapat dalam jumlah yang banyak maka dapat menyebabkan keracunan makanan (Gaman dkk, 1992).

Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemar mikroba, seperti tanah, air, udara, debu, saluran pencernaan dan pernafasan manusia ataupun hewan (Nurwantoro dkk, 2001).


(40)

2.4.2 Jenis-jenis Mikrobiologi Pangan 2.4.2.1Protozoa

Protozoa merupakan binatang kecil bersel tunggal dan bersifat motil yaitu dapat melakukan gerakan sendiri. Hampir semua jenis protozoa hidup di dalam air (kolam, sungai, danau, laut dan air tanah). Protozoa makan dengan cara menelan partikel-partikel kecil makanan dan memperbanyak diri dengan pembelahan biner yaitu membelah diri menjadi dua bagian. Sebagian besar protozoa bersifat non-patogenik, namun ada beberapa spesies yang merupakan patogen, misalnya Entamoeba histolytica dapat menyebabkan disentri amoeba, protozoa Plasmodium menyebabkan malaria yang dapat ditularkan melalui nyamuk Anopheles, dan Toxoplasma gondii dapat menyebabkan toxoplasmosis (Gaman dkk, 1992).

2.4.2.2Virus

Virus adalah mikroorganisme terkecil dan bersifat aseluler yaitu tidak memiliki struktur sel, terdiri atas inti asam nukleat yang dibungkus oleh selubung protein. Virus hanya dapat hidup sebagai parasit dalam sel hidup yang lebih besar (pada inangnya). Oleh karena itu virus selalu bersifat patogenik, dapat menyebabkan penyakit pada manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan mikroorganisme lain. Hampir semua penyakit yang disebabkan oleh virus pada manusia dapat ditularkan melalui kontak langsung, tetapi beberapa diantaranya diketahui dapat ditularkan melalui makanan dan air yang terkontaminasi (Gaman dkk, 1992). Virus penyebab penyakit pada manusia yang dapat ditularkan melalui pangan antara lain virus hepatitis, poliovirus dan virus coxsackie (Nurwantoro dkk, 2001).


(41)

2.4.2.3Kapang

Beberapa kapang dapat menghasilkan toksin/mikotoksin yang bersifat karsinogenik yaitu dapat menyebabkan kanker yang berbahaya bagi manusia dan hewan. Contohnya adalah aflatoksin yang dihasilkan oleh Aspergillus flavus dan A. parasiticus dapat menyebabkan kanker hati. Pangan yang sering ditumbuhi oleh kapang adalah produk susu, produk yang dipanggang, sari buah, biji-bijian, pakan ternak, oncom, kacang tanah, jagung dan biji kapas (Nurwantoro dkk, 2001).

2.4.2.4Bakteri

Bakteri adalah organisme bersel tunggal terkecil yang tersebar luas di lingkungan sekitar manusia dan dapat dijumpai di udara, air, tanah, dalam usus binatang, tumbuhan, permukaan tubuh, mulut maupun hidung. Berdasarkan bentuk selnya bakteri dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yakni (Gaman dkk, 1992):

1. Coccus yaitu berbentuk bulat 2. Bacillus yaitu berbentuk batang

3. Vibrio yaitu berbentuk batang melengkung dan pendek

4. Spirillum yaitu berbentuk koil (benang melingkar) dan panjang.

Bakteri yang paling umum digunakan sebagai indikator adanya polusi adalah Escherichia coli dan kelompok koliform secara keseluruhan. Bakteri yang termasuk kelompok koliform antara lain Escherichia coli,Edwarsiella, Citrobacter, Klebsiella, Enterobacter, Hafnia, Serratia, Proteus, Arizona, Providentia, Pseudomonas dan basil parakolon. Bakteri koliform digunakan sebagai indikator adanya polusi yang


(42)

berasal dari kotoran manusia atau hewan dan menunjukkan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu dan produk-produk susu (Supardi dkk, 1999).

Ada sekitar 8 (delapan) jenis bakteri yang terbukti sering menyebabkan KLB (Kejadian Luar Biasa) yaitu (Arisman, 2009):

1. Salmonella: infeksi yang terjadi akibat ingesti makanan yang mengandung bakteri hidup.

2. Staphylococcus aureus: pertumbuhan bakteri di dalam makanan akan menghasilkan toksin.

3. Clostridium perferingens: toksin dilepas ke dalam lumen saluran cerna.

4. Clostridium botulinum: pertumbuhan bakteri di dalam makanan akan menghasilkan toksin.

5. Bacillus cereus: pertumbuhan bakteri di dalam makanan akan menghasilkan toksin.

6. Vibrio parahaemolyticus: infeksi terjadi karena menyantap makanan yang mengandung bakteri hidup.

7. Escherichia coli: infeksi akibat ingesti makanan yang mengandung bakteri hidup. 8. Campylobacter jejuni: infeksi akibat ingesti makanan yang mengandung bakteri

hidup.

Bakteri dapat menghasilkan toksin yang bersifat membahayakan terhadap manusia. Ada dua jenis toksin yang dihasilkan oleh bakteri yaitu (Gaman dkk, 1992; Supardi dkk, 1999):


(43)

1. Endotoksin

Endotoksin yaitu toksin yang disintesis di dalam sel bakteri dan akan bersifat toksis bila sel mengalami lisis. Endotoksin cenderung memiliki pengaruh lokal dan biasanya menyebabkan kerugian pada bagian tubuh di mana bakteri itu hidup. Gejala penyakit biasanya tidak tampak sampai beberapa waktu sesudah bakteri hidup masuk ke tubuh, karena diperlukan waktu sampai sel bakteri mengalami disintegrasi. Bakteri hidup harus masuk ke dalam tubuh agar dapat menyebabkan tipe penyakit ini.

2. Eksotoksin

Eksotoksin yaitu toksin yang disintesis di dalam sel mikroba, kemudian dikeluarkan ke substrat di sekelilingnya. Pada kasus ini tidak harus menelan bakteri hidup, karena timbulnya penyakit hanya oleh toksin. Beberapa keracunan pangan disebabkan karena mengkonsumsi makanan yang mengandung eksotoksin yang masih tetap ada di makanan meskipun bakteri yang menghasilkannya sudah mati. Gejala penyakit biasanya dapat terlihat segera setelah eksotoksin masuk ke dalam tubuh, meskipun hal tersebut tidak berlaku pada semua kasus.

2.5Eschericia coli

Escherichia coli merupakan bakteri facultatively anaerobic gram-negative berbentuk batang yang termasuk kedalam family Enterobacteriaceae dan merupakan penghuni normal usus. Bakteri ini pertama kali ditemukan pada tahun 1885 dan dikenali bersifat komensal maupun berpotensi patogen. Bila Escherichia coli tersangkut di organ lain, misalnya saluran kemih maka dapat menyebabkan penyakit (Arisman, 2009).


(44)

Sel Escherichia coli memiliki panjang 2,0 – 6,0 µm dan lebar 1,1 – 1,5 µm, tersusun tunggal, berpasangan, dengan flagella peritikus. Escherichia coli dapat tumbuh pada suhu antara 10 – 40 0C, dengan suhu optimum 37 0C, sedangkan pH optimum untuk pertumbuhannya adalah pada 7,0 – 7,5 (pH minimum pada 4,0 dan maksimum pada pH 9,0). Bila ditemukan Escherichia coli dalam jumlah yang banyak bersama tinja, maka dapat mencemari lingkungan dam merupakan indikator pencemaran air dan makanan oleh tinja (Supardi dkk, 1999).

2.5.1 Patogenesis Escherichia coli

Ada 4 (empat) kelas Escherichia coli yang bersifat enterovirulen yaitu (Hawley, 2003; Arisman, 2009):

1. Escherichia coli Enterotoksik (ETEC) adalah penyebab utama traveller’s diarrhea dan infantile diarrhea di negara berkembang maupun miskin. Diare pada kasus ini berupa watery diarrhea dengan tingkat keparahan berkisar dari ringan sampai parah. Patogenesis diare tersebut berkaitan dengan enterotoksin yang dihasilkannya. ETEC menghasilkan dua jenis toksin yaitu toksin yang labil terhadap panas (heat labile toxins) dan toksin yang stabil terhadap panas (heat stabile toxins). Di negara-negara berkembang ETEC ditularkan melalui pemakaian feses manusia sebagai pupuk tanaman dan umumnya terjadi pada sanitasi yang buruk.

2. Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC) adalah penyebab utama diare kronik dan kegagalan tumbuh kembang bayi di negara-negara berkembang. EPEC tidak dianggap invasif tetapi melekat (faktor virulensi) dan menyebabkan lesi melalui pengikisan permukaan,


(45)

3. Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC) dapat menginvasi sel-sel epitel mukosa usus sehingga menyebabkan terjadinya watery diarrhea, disentri, demam, muntah, kram, nyeri perut hebat dan tenesmus. Sebagian besar pasien memperlihatkan darah dan pus pada tinja.

4. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC) dapat menghasilkan suatu toksin hemoragik yang disebut verotoksin, yaitu Shigalike toxins. Infeksi ini ditandai dengan hemorrhagic colitis (diare yang jelas berdarah), sindrom uremik hemolitik (SUH) dan gagal ginjal akut. EHEC dapat dijumpai dalam makanan yang tercemar oleh feses sapi (terutama hamburger).

Escherichia coli juga dapat menyebabkan infeksi di luar saluran pencernaan seperti: infeksi saluran kemih, abses usus buntu, peritonitis, radang empedu dan infeksi pada luka bakar (Supardi dkk, 1999).

2.5.2 Kontaminasi Escherichia coli pada Makanan dan Pencegahannya

Escherichia coli merupakan flora normal di dalam saluran pencernaan manusia dan hewan yang dapat dengan mudah mencemari air. Oleh karena itu, biasanya kontaminasi Escherichia coli pada makanan dapat terjadi karena menggunakan air yang tercemar tersebut. Bahan makanan yang sering terkontaminasi oleh Escherichia coli adalah daging ayam, daging sapi, daging babi selama penyembelihan, ikan dan makanan hasil laut lainnya, telur dan produk olahannya, sayur, buah-buahan, sari buah serta bahan minuman seperti susu dan lainnya. Alat-alat yang digunakan dalam pengolahan pangan juga sering terkontaminasi oleh Escherichia coli, yang berasal dari air yang digunakan untuk mencuci peralatan. Kontaminasi Escherichia coli pada makanan atau alat-alat


(46)

pengolahan pangan merupakan suatu tanda praktik sanitasi yang kurang baik (Supardi dkk, 1999).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga, cemaran bakteri pada makanan seperti Escherichia coli dan sebagainya menunjukkan angka kuman Escherichia coli 0 (nol) melalui pemeriksaan laboratorium.

Untuk mencegah pertumbuhan bakteri ini pada makanan, sebaiknya makanan disimpan pada suhu yang rendah. Bakteri ini juga relatif sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau selama pemanasan makanan (Supardi dkk, 1999). Pencegahan lainnya juga dapat dengan menjaga higiene, makanan dimasak dengan baik dan mencegah air dari kontaminasi oleh tinja/kotoran atau bila perlu air diberi perlakuan khlorinasi (Nurwantoro dkk, 1997).

2.6Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan (Cahyadi, 2009). Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/PER/IX/88, bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan,


(47)

penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponan yang mempengaruhi sifat khas makanan.

Bahan tambahan pangan digunakan untuk mendapatkan pengaruh tertentu, misalnya untuk memperbaiki tekstur, rasa, penampilan dan memperpanjang daya simpan (Baliwati dkk, 2010). Penggunaan bahan tambahan pangan bertujuan untuk dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu sebagai berikut (Cahyadi, 2009):

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan. Contonya adalah pengawet, pewarna, pengeras dan lain sebagainya.

2. Bahan tambahan pangan yang dengan tidak sengaja ditambahkan ke dalam makanan (bahan yang tidak memiliki fungsi dalam makanan tersebut), baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk produksi bahan mentah atau penangananya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contohnya adalah residu pestisida, antibiotik dan hidrokarbon aromatik polisiklis.


(48)

Pemakaian bahan tambahan pangan yang aman merupakan pertimbangan yang penting. Jumlah bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan dalam pangan harus merupakan kebutuhan minimum untuk mendapatkan pengaruh yang dikehendaki. Batasannya harus ditetapkan dengan memperhatikan beberapa faktor yaitu (Baliwati dkk, 2010):

1. Perkiraan jumlah pangan yang dikonsumsi atau bahan tambahan pangan yang diusulkan ditambahkan.

2. Ukuran minimal yang pada pengujian terhadap binatang percobaan menghasilkan penyimpangan yang normal pada kelakuan fisiologisnya.

3. Batasan terendah yang cukup aman bagi kesehatan semua golongan konsumen. Golongan bahan tambahan pangan yang diizinkan oleh Departemen Kesehatan berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/PER/IX/1988 diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi.

2. Antikempal adalah tambahan makanan yang dapat mencegah mengempalnya makanan yang berupa serbuk.

3. Pengatur keasaman adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan , menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman makanan.

4. Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.


(49)

5. Pemutih dan pematang telur adalah bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.

6. Pengemulsi, pemantap dan pengental adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.

7. Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

8. Pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.

9. Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.

10.Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.

11.Sekuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan.

Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan berdasarkan Permenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut: 1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya

2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt) 3. Dietilpirokarbonat (Di ethylpyrocarbonate, DEPC) 4. Dulsin (Dulcin)


(50)

5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate) 6. Kloramfenikol (Chloramphenicol)

7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 8. Nitrofurazon (Nitrofurazone)

9. Formalin (Formaldehyde )

Menurut Permenkes RI Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999, selain bahan tambahan yang di atas masih ada bahan tambahan kimia yang dilarang seperti Rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis buatan) dan kasium bromate (pengeras) (Cahyadi, 2009).

2.7Pewarna Bahan Pangan

Warna pada pangan dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam atau merata. Zat warna sebenarnya sudah sejak lama dikenal dan digunakan, misalnya menggunakan daun suji atau daun pandan untuk warna hijau dan menggunakan kunyit untuk untuk warna kuning. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka telah ditemukan zat warna sintesis yang penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah (Cahyadi, 2009).

Berdasarkan sumbernya, maka dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan yaitu pewarna alami dan pewarna sintesis (Cahyadi, 2009; Yuliarti, 2007).


(51)

2.7.1 Pewarna Alami

Banyak sekali bahan alami yang dapat digunakan sebagai pewarna makanan, baik yang berasal dari tanaman maupun yang berasal dari hewan, diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, anthosianin, flavonoid, tannin, betalanin, quinon, xanthan dan karotenoid. Beberapa pewarna alami juga ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya. Umumnya pewarna alami aman untuk digunakan dalam jumlah yang besar sekalipun, berbeda dengan pewarna sintesis yang demi keamanan penggunaanya harus dibatasi.

Table 2.3 Sifat-Sifat Bahan Pewarna Alami

Kelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas

Caramel Cokelat Gula dipanaskan Air Stabil

Anthosianin Jingga Merah Biru

Tanaman Air Peka terhadap

panas dan pH

Flavonoid Tanpa kuning Tanaman Air Stabil

terhadap panas Leucoantho sianin Tidak

berwarna

Tanaman Air Stabil

terhadap panas

Tannin Tidak

berwarna

Tanaman Air Stabil

terhadap panas

Batalain Kuning

Merah

Tanaman Air Sensitif

terhadap panas

Quinon

Kuning-hitam

Tanaman Bakteria lumut

Air Stabil

terhadap panas

Xanthon Kuning Tanaman Air Stabil

terhadap panas

Karotenoid Tanpa

kuning-merah

Tanaman/ hewan Lipida Stabil

terhadap panas

Klorofil Hijau

Cokelat

Tanaman Lipida

Air

Sensitif terhadap panas

Heme Merah

Cokelat

Hewan Air Sensitif

terhadap panas Sumber: Cahyadi, 2009


(52)

2.7.2 Pewarna Sintesis

Zat pewarna yang diizinkan penggunaanya dalam pangan disebut sebagai permitted color atau certified color. Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai proses pengujian sebelum dapat digunakan sebagai pewarna pangan. Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya, yang disebut dengan proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi dan analisis media terhadap zat warna tersebut.

Penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk bahan pangan masih sering terjadi, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit digunakan untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Adanya penyalahgunaan zat pewarna tersebut karena disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik dan disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan.

Bila dibandingkan dengan bahan pewarna alami, maka bahan pewarna sintesis (buatan) mempunyai beberapa kelebihan yaitu warna yang beraneka ragam, keseragaman warna, kestabilan warna, penyimpanannya lebih mudah dan lebih tahan lama. Selain daripada itu, warna dari pewarna alami biasanya jarang yang sesuai dengan warna yang diinginkan (Winarno dkk, 1980).

Berikut ini adalah bahan pewarna sintesis yang diizinkan di Indonesia berdasarkan Permenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88.


(53)

Table 2.4 Bahan Pewarna Sintesis yang Diizinkan di Indonesia

NO Pewarna Nomor Indeks

Warna (C.I.No.) Bahasa Indonesia Bahasa Inggris

1. Biru Berlian Brilliant Blue CFC; CI Food Blue 2; FD & C Blue No. 1

42090

2. Coklat HT Chocolate Brown HT 20285

3. Eritrosin Erythrosine; CI Food Red 14; FD & Red No. 3

45430 4. Hijau FCF Fast Green FCF; CI Food

Green 3; FD & C Green No. 3

42053

5. Hijau S Food Green S; CI Food

Green 4

44090 6. Indigotin Indigotine; Indigo Carmine;

CI Food Blue 1; FD & C Blue No. 2

73015

7. Karmoisin Carmoisine; CI Food Red 3; Azorubine

14720 8. Kuning FCF Sunset Yellow FCF; CI Food

Yellow 3

15985 9. Kuning Kuinolin Quinolone Yellow; Food

Yellow 13; CI Acid Yellow 3

47005 10. Merah Alura Allura Red AC; CI Food Red

17; FD & C Red No. 40

16035 11. Ponceau 4R Ponceau 4R; CI Food Red 7;

Brilliant Scarlet 4R

16255 12. Tartrazin Tartrazine; CI Food Yellow

4; FD & C Yellow No. 5

19140 Sumber: Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988

Pewarna dicampur/ditambahkan ke dalam makanan untuk menimbulkan warna tertentu yang diharapkan dapat membangkitkan selera. Namun sayangnya, tidak banyak tersedia zat pewarna seperti yang diharapkan (Arisman, 2009).

2.7.3 Zat Warna Berbahaya

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 293/MenKes/Per/V/1985, berikut ini disebutkan beberapa zat warna tertentu yang


(54)

dinyatakan sebagai bahan yang berbahaya dan tidak diperbolehkan ditambahkan ke dalam makanan.

Tabel 2.5 Beberapa Zat Warna yang Berbahaya

NO NAMA NOMOR INDEKS

WARNA (C. I. No.)

1. Auramine (C.I Basic Yellow 2) 41000

2. Alkanet 75520

3. Butter Yellow (C.I Solvent yellow 2) 11020

4. Black 7984 (Food Vlack 2) 27755

5. Burn Unber (Pigment Brown 7) 77491

6. Chrysoidine (C.I Basic Orange 2) 11270

7. Chrysoine S (C.I Food Yellow 8) 14270

8. Citrus Red No. 2 12156

9. Chocolate Brown FB (Food Brown 2) -

10. Fast red E (C.I Food Red 4) 16045

11. Fast Yellow AB (C.I Food Yellow 2) 13015

12. Guinea Green B (C.I Acid Green No. 3) 42085

13. Indanthrene Blue RS (C.I Food Blue 4) 69800

14. Magenta (C.I Basic Violet 14) 42510

15. Metanil Yellow (Ext. D&C Yellow No.1) 13065

16. Oil Orange SS (C.I Solvent Orange 2) 12100

17. Oil Orange XO (C.I Solvent Orange 7) 12140

18. Oil Orange AB (C.I Solvent Yellow 5) 11380

19. Oil Yellow AB (C.I Solvent Yellow 6) 11390

20. Orange G (C.I Food Orange 4) 16230

21. Orange GGN (C.I Food Orange 2) 15980

22. Orange RN (Food Orange 1) 15970

23. Orchid and Orcein -

24. Ponceau 3R (Acid Red 1) 16115

25. Ponceau SX (C.I Food Red 1) 14700

26. Ponceau 6R (C.I Food Red 8) 16290

27. Rhodamin B (C.I Food Red 15) 45170

28. Sudan I (C.I Solvent Yellow 14) 12055

29. Scarlet GN (Food Red 2) 14815

30. Violet 6 B 42640


(55)

2.7.4 Pengaruh Zat Warna terhadap Kesehatan

Berbagai jenis pangan dan minuman yang beredar di Indonesia telah diwarnai dengan pewarna tekstil atau yang bukan food grade yang tidak diizinkan digunakan dalam pangan. Berdasarkan beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa beberapa zat pewarna tekstil yang tidak diizinkan tersebut bersifat racun bagi manusia sehingga dapat membahayakan kesehatan bahkan senyawa tersebut memiliki peluang dapat menyebabkan kanker pada hewan-hewan percobaan (Cahyadi, 2009).

Penggunaan pewarna makanan sintesis yang diizikan berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 juga harus dibatasi, karena meskipun relatif aman namun bila digunakan dalam jumlah besar maka dapat membahayakan kesehatan. Beberapa jenis pewarna sintesis makanan yang harus dibatasi penggunaannya adalah sebagai berikut (Yuliarti, 2007):

1. Penggunaan Tartrazine ataupun Sunset Yellow yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi, khususnya bagi orang yang sensitif pada asam asetilsiklik dan asam benzoat dan dapat mengakibatkan asma serta hiperaktif pada anak.

2. Allura Merah dapat memicu kanker limpa.

3. Fast Green FCF dapat menyebabkan reaksi alergi dan produksi tumor.

4. Indigotine dalam dosis tertentu dapat meningkatkan sensitivitas pada penyakit yang disebabkan oleh virus serta menyebabkan hiperaktif pada anak.

5. Eritrosin dapat mengakibatkan reaksi alergi pada pernafasan, hiperaktif pada anak dan dapat memberikan efek kurang baik pada otak dan perilaku.


(56)

6. Ponceau SX dapat mengakibatkan kerusakan sistem urin, kemudian karbon hitam dapat memicu munculnya tumor.

2.8Rhodamin B

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 293/MenKes/Per/V/1985 Rhodamin tergolong salah satu zat warna yang di larang penggunaannya. Rhodamin B dalam dunia perdagangan sering dikenal dengan nama tetra ethyl rhodamin. Zat warna sintesis ini berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna merah keunguan, dalam larutan berwarna merah terang berpendar (berfluorescensi). Pewarna ini sebenarnya digunakan sebagai pewarna kertas, tekstil dan reagensia untuk pengujian antimony, cobalt dan bismuth (Yuliarti, 2007).

Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama (kronis) akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah yang besar maka dalam waktu yang singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Bila Rhodamin B tersebut masuk melalui makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing berwarna merah ataupun merah muda. Jika Rhodamin B terhirup, maka dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada saluran pernafasan, bila mengenai kulit maka kulit juga akan mengalami iritasi sedangkan bila terkena mata, maka mata akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan terdapat timbunan cairan atau udem pada mata (Yuliarti, 2007). Hasil metabolisme pewarna tekstil mempunyai sifat karsinogenik dan telah terbukti bahwa pewarna Rhodamin B dapat menimbulkan kanker pada hewan percobaan (Baliwati dkk, 2010).


(57)

2.9Kerangka Konsep

Eschericia coli (Permenkes RI No. 1096/MENKES/PE R/VI/2011)

Ada

Tidak Ada Rhodamin B

(Permenkes RI No. 239/Menkes/PER/V /1985)

Permenkes RI No.

942/Menkes/SK/VII/2003

Memenuhi Syarat

Tidak Memenuhi Syarat Makanan

jajanan anak SD di Kelurahan Timbang Deli

Higiene Sanitasi Makanan Jajanan: 1. Penjamah

Makanan 2. Peralatan 3. Air, Bahan

Makanan, Bahan

Tambahan dan Penyajian 4. Sarana Penjaja


(58)

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran higiene sanitasi serta analisa laboratorium untuk mengetahui kandungan bakteri Escehrichia coli dan Rhodamin B pada makanan jajanan yang dijajakan di sekitar Sekolah Dasar (SD) Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas. 3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada penjual makanan jajanan yang berada di sekitar lingkungan Sekolah Dasar (SD) Negeri Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas. Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut sebagai tempat penelitian adalah sebagai berikut:

1. Kelurahan Timbang Deli memiliki empat Sekolah Dasar Negeri yang berada di satu lokasi yaitu di Jalan Turi Amplas

2. Murid Sekolah Dasar (SD) biasanya membeli jajan dari penjual makanan jajanan yang ada di luar pagar/sekitar sekolah.

3. Jenis makanan jajanan yang dijajakan cukup bervariasi

4. Penjual makanan jajanan menjajakan dagangannya di pinggir jalan. 3.2.2 Waktu Penelitian


(59)

3.3Sampel

Sampel penelitian ini adalah penjual makanan jajanan dan makanan jajanan yang dijajakan di sekitar Sekolah Dasar (SD) Negeri Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas. Sampel diambil dari 10 orang penjual makanan jajanan yang menjajakan makanan jajanannya di sekitar sekolah tersebut.

10 jenis sampel makanan dan minuman untuk pemeriksaan Escherichia coli yaitu 1 sampel es jagung, 1 sampel es buah, 3 sampel air yang digunakan untuk membuat minuman aneka rasa, 1 sampel tahu bakar, 1 sampel mie goreng, 1 sampel telur dadar gulung, 1 sampel bakso kuah kari dan 1 sampel lontong.

6 jenis sampel makanan dan minuman untuk pemeriksaan Rhodamin B yaitu 2 sampel saos, 1 sampel somboi berwarna merah, 1 sampel tahu bakar berwarna kemerahan, 1 sampel kerupuk berwarna merah dan 1 sampel es berwarna merah. Pemeriksaan dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Medan.

3.4Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dari hasil observasi langsung ke lokasi dengan menggunakan lembar observasi terhadap penjual makanan jajanan serta diperoleh data dari hasil pemeriksaan sampel makanan jajanan di laboratorium.

3.5Pelaksanaan Penelitian 3.5.1 Bahan dan Peralatan 1. Pemeriksaan Escherichia coli

A. Bahan

1) Sampel makanan jajanan 2) Alkohol 99%


(60)

3) Brilliant Green Lactose Bile borth (BGLB) 4) Endo agar

5) Fuction 6) Gentian Violet 7) Lactose Broth (LB) 8) Gentian Violet 9) Lugol 1% B. Peralatan

1) Autoclave

2) Inkubator: 370C dan 44 0C 3) Kapas alkohol

4) Kawat ose 5) Labu Erlenmeyer 6) Lampu spritus 7) Petri dish 8) Pipet streril 9) Rak tabung reaksi 10)Spidol

11)Tabung durham 12)Tabung reaksi 13)Thermometer 14)Timbangan


(61)

2. Pemeriksaan Rhodamin B A. Bahan

1) Sampel makanan jajanan 2) Asam asetat 10%

3) NH4OH 10%

4) Eluen: - 5 ml NH4OH (pekat)

- 2 g Tri-Natrium Citrat - 95 ml aquadest

B. Peralatan 1) Beker glass 2) Chamber

3) Kertas Kromatografi 4) Pemanas listrik 5) Pipet mikro

3.5.2 Cara Pengambilan Sampel

1. Persiapkan alat tulis untuk membuat tanda atau menulis nama jenis sampel pada makanan jajanan yang akan di pesan.

2. Pesanlah makanan jajanan

3. Sampel yang sudah dipesan dan sudah terbungkus tidak perlu di pindahkan ke wadah lain lagi.

4. Sampel harus secepatnya dikirim ke laboratorium untuk diperiksa. Pengiriman sampel dilakukan paling lama 2 jam setelah pemesanan sampel makanan jajanan.


(62)

3.5.3 Cara Pelaksanaan Pemeriksaan A. Pemeriksaan Escherichia coli

Pemeriksaan MPN (Most Probable Number) (Depkes RI, 1991). Pemeriksaan MPN dilakukan terhadap bahan pemeriksaan yang telah disiapkan dengan menggunakan metode tabung ganda yaitu: (5 x 10 ml); (1 x 1 ml); (1 x 0,1 ml). Pemeriksaan tabung ganda terdiri dari test Pendahuluan (Presumtive Test) dan Test Penegasan (Comfirmative Test).

1. Test Pendahuluan (Presumtive Test)

Media yang biasa digunakan adalah lactose Broth. Cara pemeriksaan:

1) Siapkan 7 tabung reaksi yang masing-masing berisi media lactose broth sebanyak 10 ml. Tabung disusun pad arak tabung reaksi, masing-masing tabung diberi tanda:

a. Nomor Urut

b. Tanggal pemeriksaan c. Volume

2) Dengan pipet steril ambil bahan pemeriksaan yang telah disiapkan yaitu sampel makanan jajanan lalu masukkan ke dalam:

a. Tabung 1 s.d 5 masing-masing sebanyak 10 ml b. Tabung ke-6 sebanyak 1 ml

c. Tabung ke-7 sebanyak 0,1 ml

3) Masing-masing tabung tersebut digoyang-goyang agar spesimen dan media bercampur.


(63)

4) Inkubasi pada suhu 37 0C selama 24-48 jam diperiksa ada tidaknya pembentukan gas pada tabung durham. Catat semua tabung yang menunjukan peragian lactose (pembentukan gas). Pembentukan gas pada tabung durham pada test pendahuluan dinyatakan test (+)/positif, dan dilanjutkan dengan test penegasan. Bila hasil test negatif berarti coliform negative dan tidak perlu dilakukan test penegasan.

2. Test Penegasan (Comfirmative Test)

Media yang digunakan: Brilliant Green Lactose Broth (BGLB) 2%. Test ini untuk menegaskan hasil positif dari test pendahuluan.

Cara pemeriksaan:

1) Dari tiap-tiap presumptive yang positif, dipindahkan 1-2 ose ke dalam tabung confirmative yang berisi 10 ml BGLB 2%. Dari masing-masing tabung confirmative diinokulasikan ke dalam 2 tabung BGLB 2%.

2) Satu seri tabung BGLB 2% diinkubasikan pada suhu 35-37 0C selama 24-48 jam untuk memastikan adanya coliform dan satu seri yang lain diinkubasikan pada suhu 44 0C selama 24-48 jam untuk memastikan adanya coliform tinja.

3) Pembacaan dilakukan setelah 24 - 48 jam dengan melihat jumlah tabung BGLB yang menunjukkan positif gas.

Test penegasan ini merupakan test yang minimal harus dikerjakan untuk pemeriksaan bakteriologi makanan dan minuman.


(64)

3. Pembacaan Hasil Test Penegasan

Pembacaan hasil dari test penegasan dilakukan dengan menghitung jumlah tabung yang menunjukkan adanya gas baik pada seri tabung yang diinkubasikan pada suhu 44 0C, angka yang diperoleh dicocokkan dengan table MPN, maka akan diperoleh indeks MPN Escherichia coli untuk tabung yang diinkubasikan pada suhu 44 0C.

B. Pemeriksaan Rhodamin B

Cara pelaksanaan pemeriksaan Rhodamin B adalah: 1. 50 gr sampel masukkan ke dalam caran porselin

2. Tambah 10 ml asam asetat 10% dan 3-4 benang wool putih bebas lemak atau bulu domba bebas lemak.

3. Didihkan selama 10 menit

4. Benang wool bulu domba di ambil, dicuci dengan aquadest

5. Masukkan ke dalam caran porselin yang bersih + 25 NH4OH 10% didihkan 10 menit

6. Zat warna larut masukkan ke dalam larutan basa 7. Benang wool/bulu domba dibuang

8. Larutan berwarna diuapkan di atas penangas air sampai kering 9. Residu dilarutkan dalam sedikit methanol

10.Totolkan pada kerta kromatografi 11.Lakukan kromatografi


(65)

3.6Defenisi Operasional

1. Escherichia coli adalah bakteri facultatively anaerobic gram-negative berbentuk batang yang termasuk kedalam family Enterobacteriaceae dan merupakan penghuni normal usus, namun dapat berubah menjadi oportunis pathogen bila hidup di luar usus.

2. Rhodamin B adalah zat warna sintesis ini berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna merah keunguan, dalam larutan berwarna merah terang berpendar (berfluorescensi).

3. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran dan hotel. 4. Higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan,

orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.

3.7Aspek Pengukuran

1. Higiene Sanitasi Makanan Jajanan

Pengukuran variabel dilakukan dengan observasi langsung, kemudian dikategorikan berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh dengan katergori sebagai berikut:

a. Memenuhi syarat, jika sesuai dengan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan


(1)

87


(2)

88


(3)

89


(4)

90


(5)

91


(6)

92


Dokumen yang terkait

Tinjauan Sanitasi Makanan Jajanan Di Dijalan Pagaruyung Kelurahan Petisah Tengah Kecamatan Medan Petisah Tahun 2000

1 28 71

Higiene Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Pemeriksaan Escherichia coli pada Peralatan Makan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Mayjen H.A.Thalib Kabupaten Kerinci Tahun 2011

36 161 102

Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017

0 1 15

Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017

0 0 2

Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017

0 0 9

Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017

0 0 33

Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017 Chapter III VI

0 0 43

Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017

0 1 3

Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi Makanan - Higiene Sanitasi serta Pemeriksaan Escherichia coli dan Rhodamin B pada Makanan Jajanan di Sekolah Dasar (SD) Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013

0 0 35