Peran Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavioral Control terhadap Intensi Menggunakan Jasa Klinik Kecantikan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. INTENSI
Intensi menurut Fishbein dan

Ajzen (1975), merupakan komponen

dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah
laku tertentu. Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjektif
individu dalam kaitan antara diri dan perilaku.
Warshaw dan Davis (Landry,2003) menyatakan bahwa intensi adalah
tingkatan dimana seseorang memformulasikan rencana untuk menunjukan
suatu tujuan masa depan yang spesifik atau tidak, secara sadar. Kemudian
ditambahkan pula bahwa intensi melibatkan pembuatan komitmen prilaku
untuk menunjukan suatu tindakan atau tidak dimana ada harapan yang
diperkirakan individu dalam menunjukan suatu tindakan bahkan ketika
komitmen belum dibuat. Selain itu Horton (1984) mengatakan bahwa dalam
istilah intensi terkait 2 hal berbeda yang saling berhubungan yaitu,
kecenderungan untuk membeli dan rencana dari keputusan membeli. (Rima,
2009)
Menurut Ajzen (2005) intensi merupakan indikasi seberapa keras

seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk
menampilkan suatu perilaku. Menurut Theory of Planned Behavior , intensi
untuk melakukan suatu perilaku merupakan prediktor paling kuat bagi
munculnya perilaku tersebut. Intensi berkorelasi yang tinggi dengan perilaku,
oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku (Ajzen, 2005).
11
Universitas Sumatera Utara

Intensi merupakan jembatan antara sikap, norma subjektif dan persepsi
kontrol perilaku terhadap perilaku sebenarnya. Sebagai aturan umum,
semakin keras intensi seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku, semakin
besar kecenderungan ia untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut.
Berdasarkan Theory of Planned Behavior, intensi terbentuk dari

attitude

toward behavior, subjective norms, dan perceived behavior control yang

dimiliki individu terhadap suatu perilaku
Intensi memiliki 4 faktor yang mendasarinya yaitu target, action, context,

dan time. Target merupakan sasaran yang ingin dicapai jika menampilkan suatu
perilaku. Misalnya, menggunakan cream wajah untuk mendapatkan wajah cantik.
Action yang merupakan suatu tindakan yang mengiringi munculnya perilaku.

Misalnya, mencari informasi produk perawatan terbaik ketika ingin mempercantik
diri. Context mengacu pada situasi yang akan memunculkan perilaku. Misalnya,
ketika kulit kusam dapat membangkitkan keinginan untuk merawat diri. Dan yang
terakhir adalah time yaitu waktu munculnya perilaku, misalnya melakukan
perawatan untuk menjaga kulit lebih sehat. Maka berdasarkan pengertian intensi
dari beberapa ahli tersebut, dapat diambil pengertian bahwa intensi yaitu
kecenderungan atau usaha seseorang untuk memunculkan atau melakukan suatu
prilaku.

2.2. INTENSI MENGGUNAKAN JASA KLINIK KECANTIKAN
Intensi menggunakan jasa klinik kecantikan adalah niat, maksud, dan
tujuan seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, disaat mereka

12
Universitas Sumatera Utara


membutuhkan pelayanan jasa klinik kecantikan seperti untuk menghilangkan
jerawat, mencerahkan kulit dan mempercantik bentuk wajah, meremajakan kulit,
dan sebagainya (Nursukmawati, 2013).
Seseorang yang percaya bahwa dengan menggunakan jasa klinik
kecantikan dapat memenuhi kebutuhannya dalam mempercantik kulit wajah,
maka ia akan memiliki intensi yang tinggi untuk menggunakan jasa klinik
kecantikan. Selain itu, intensi individu untuk menggunakan jasa klinik kecantikan
juga akan semakin besar jika keluarga, teman, kerabat, memberikan rekomendasi
dan mendukung untuk menggunakan jasa suatu klinik kecantikan.
Akan tetapi, individu juga perlu menyadari akan kontrol yang dimiliki
dirinya seperti sumber daya dan kesempatan yang ada untuk menggunakan jasa
klinik kecantikan. Adanya sumber daya dan kesempatan yang dimiliki individu
serta persepsi individu bahwa melakukan perawatan di klinik kecantikan adalah
hal yang mudah akan membuat intensi individu menggunakan jasa klinik
kecantikan semakin besar.
2.3. SIKAP
Aiken (1970) menyatakan bahwa sikap adalah kecenderungan yang
dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan
intensitas yang moderat atau memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang
lain. defenisi yang dikemukakan Aiken ini sudah lebih aktif dan operasional, baik

dalam hal mekanisme terjadinya maupun intensitas dari sikap itu sendiri.
Predisposisi yang di arahkan terhadap objek diperoleh dari proses belajar.

13
Universitas Sumatera Utara

Defenisi diatas nampaknya konsisten menempatkan sikap sebagai predisposisi
atau tendensi yang menentukan respon individu terhadap suatu objek. (Rahmah,
2011)
Sikap merupakan kecenderungan kognitif, afektif, dan tingkah laku yang
dipelajari untuk merespon secara positif maupun negatif terhadap objek, situasi,
institusi, konsep, atau seseorang. Sikap merupakan faktor personal yang
mengandung evaluasi positif atau dalam tingkah laku yang menghindari,
melawan, atau menghalagi objek (Eagly & Chaiken, 1993). Gagne dan Briggs
(Ajzen, 2002), sikap merupakan suatu keadaan internal yang mempengaruhi
pilihan, tindakan individu terhadap objek, orang, atau kejadian tertentu.
Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau
negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku, atau minat tertentu.
Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari
keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang

diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Keyakinan
terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu, atau beberapa
atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat melakukan suatu
perilaku. Dengan kata lain, individu yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat
menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap
yang positif, begitu juga sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap
adalah evaluasi internal yang mempengaruhi tindakan individu.

14
Universitas Sumatera Utara

2.4. NORMA SUBJEKTIF
Norma subjektif merupakan faktor dari luar individu yang berisi persepsi
seseorang tentang apakah individu akan menyetujui atau tidak menyetujui suatu
tingkah laku yang ditampilkan (Baron & Byrne, 2000).

Norma subjektif

ditentukan oleh adanya keyakinan normatif ( normative belief) dan keinginan
untuk mengikuti (motivation to comply) (Ajzen, 2005). Keyakinan normatif

berhubungan dengan harapan-harapan yang berasal dari referent atau individu lain
dalam kelompok yang berpengaruh bagi individu itu sendiri seperti orangtua,
pasangan, teman dekat, rekan kerja, tetangga, dan lainnya tergantung pada prilaku
apa yang terlibat.
Norma subjektif diartikan sebagai adanya persepsi individu terhadap
tekanan sosial yang ada untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu
perilaku. Individu berkeyakinan bahwa individu lain atau kelompok tertentu akan
menerima atau tidak menerima tindakan atau perilaku yang dilakukannya. Ketika
individu meyakini apa yang menjadi norma dalam kelompok, maka ia akan
mematuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya.
Menurut Ajzen (2005), norma subjektif tidak hanya ditentukan oleh
referent, tetapi juga ditentukan oleh Motivation to comply. Umumnya, individu

yang yakin bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan
perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk mengikuti suatu prilaku tertentu,
akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Namun, individu yang yakin
bahwa kebanyakan referent akan tidak menyetujui dirinya menampilkan suatu
perilaku tertentu, dan tidak adanya motivasi mengikuti prilaku tersebut, maka hal

15

Universitas Sumatera Utara

ini akan menyebabkan dirinya memiliki norma subjektif yang menempatkan
tekanan pada dirinya untuk menghindari melakukan perilaku tersebut. Dari
beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa norma subjektif adalah
penilaian individu terhadap tekanan sosial atau pengaruh kelompok tertentu untuk
menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku.

2.5. PERCEIVED BEHAVIOR CONTROL
Perceived Behavioral Control (kontrol perilaku) merupakan gambaran

mengenai perasaan akan kemampuan diri individu dalam melakukan suatu
perilaku. Menurut Ajzen (2005), kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang
ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi individu
untuk melakukan suatu perilaku. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman
masa lalu individu, pengalaman orang lain, seperti keluarga dan teman, dan juga
perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan
suatu perilaku.
Menurut Ajzen (2005), perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh
dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kontrol, misalnya berupa ketersediaan

sumber daya dan kesempatan bahkan keterampilan tertentu. Kontrol perilaku
merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah individu
menunjukkan suatu perilaku.
Faktor kontrol merupakan faktor internal dan eksternal. Faktor internal
seperti keahlian, kemampuan, informasi, dan emosi, dan lain-lain. Sedangkan
faktor eksternal yaitu faktor situasi atau faktor lingkungan. Maka dapat diartikan
16
Universitas Sumatera Utara

perceived behavioral control merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang

seberapa mudah atau kemampuan diri individu untuk menunjukkan suatu
perilaku.

2.6. KLINIK KECANTIKAN
Klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang menawarkan jasa
pelayanan dermatologi. Dermatologi (dari bahasa Yunani: derma yang berarti
kulit) adalah cabang kedokteran yang mempelajari kulit dan bagian-bagian
yang berhubungan dengan kulit seperti rambut, kuku, kelenjar keringat, dan
lain sebagainya.(Wikipedia, 2014)

Jadi, dapat disimpulkan, klinik kecantikan merupakan sebuah klinik
yang menawarkan pelayanan jasa di bidang perawatan kesehatan dan
kecantikan kulit, rambut, kuku, dan lainnya. Beberapa klinik kecantikan yang
sekarang banyak dijumpai di wilayah ibukota adalah klinik kecantikan yang
mengkombinasikan pelayanan kecantikan wajah maupun tubuh, dan
konsultasi kesehatan kulit, serta pelayanan tambahan seperti spa.
Produk perawatan dari klinik kecantikan yang dikenal umum adalah
facial. Perawatan facial adalah sebuah prosedur yang melibatkan berbagai

perawatan kulit, termasuk: penguapan, pengelupasan, ekstraksi, krim, lotion,
pengunaan masker, dan pemijatan. Biasanya dilakukan di salon kecantikan
tetapi juga dapat ditemukan di berbagai perawatan spa.

17
Universitas Sumatera Utara

2.6.1. Fungsi Klinik Kecantikan
Fungsi Klinik kecantikan merupakan suatu tempat untuk melakukan
konsultasi dan perawatan terhadap tubuh, wajah, kulit, dan rambut dengan
dilakukan oleh ahli kecantikan dan dokter spesialis.


2.6.2. Tujuan Klinik Kecantikan
Tujuan utama pembuatan klinik kecantikan pada umumnya ingin
menjadikan para pengunjungnya terbebas dari jerawat, memberikan
keindahan wajah, tubuh, dan rambut. sehingga tampak cantik, bersih, sehat,
dan natural dari rambut hingga ujung kaki.

2.6.3. Macam-macam Klinik Kecantikan
1. Klinik Kecantikan Khusus Kulit
Klinik kecantikan yang hanya menyediakan perawatan khusus
kulit, dan fokus pada kulit baik masalah-masalah yang biasa
dialami kulit dan dan cara merawatnya.
2. Klinik Kecantikan Khusus Rambut
Klinik kecantikan yang hanya menyediakan perawatan khusus
rambut, dan fokus pada rambut baik masalah-masalah yang
biasa dialami rambut dan penataannya.
3. Klinik Kecantikan Khusus Perawatan Tubuh

18
Universitas Sumatera Utara


Klinik kecantikan yang hanya menyediakan perawatan khusus
tubuh, focus terhadap masalah-masalah kelebihan berat badan
dan focus pada perawatan agar menjadikan tubuh ideal.
4. Klinik Kecantikan Bedah Plastik
Klinik kecantikan bedah plastik melayani mereka yang
menginginkan perubahan fisik akibat kecelakaan yang dihadapi
ataupun perubahan yang sengaja ingin dilakukan.
5. Klinik Kecantikan Kulit dan Rambut
Klinik kecantikan yang menyediakan perawatan untuk rambut
dan kulit.
6. Klinik Kecantikan yang mencakup semuanya
Klinik kecantikan yang menyediakan segala macam peraawatan
dan tindakan.

2.7. DINAMIKA
2.7.1. Dinamika Sikap terhadap Intensi
Aiken (1970) menyatakan bahwa sikap adalah kecenderungan yang
dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan
intensitas yang moderat atau memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang
lain. Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau
negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku, atau minat tertentu.
Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari

19
Universitas Sumatera Utara

keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang
diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku).
Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu,
atau beberapa atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat
melakukan suatu perilaku. Dengan kata lain, individu yang yakin bahwa sebuah
tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut
akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya.
Ajzen mengatakan bahwa sikap seseorang terhadap suatu perilaku dapat
mempengaruhi besar tidaknya intensi seseorang untuk melakukan perilaku
tersebut yang berakibat apakah orang tersebut melakukan atau tidak melakukan
perilaku tersebut. Semakin positif sikap seseorang terhadap suatu perilaku maka
akan semakin tinggi intensinya untuk melakukan perilaku tersebut, begitu juga
sebaliknya, semakin negatif sikap seseorang terhadap suatu perilaku maka akan
semakin rendah intensinya untuk melakukan perilaku tersebut. Banyak peneliti
yang mendukung pernyataan ini melalui penelitian yang telah dilakukan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Irena Anggita Nurul Adha dan
Ratri Virianita (2010), sikap terhadap pemanfaatan internet dalam kegiatan bisnis
terbukti memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan pada intensi
pemanfaatan internet. Semakin positif sikap pengusaha UKM, maka semakin kuat
pula intensi atau niat untuk memanfaatkan internet dalam kegiatan bisnis.
Semakin tinggi pengetahuan, keyakinan mengenai pemanfaatan internet dalam
kegiatan bisnis, ketertarikan dan kecenderungan untuk memanfaatkan internet,

20
Universitas Sumatera Utara

maka semakin besar pula niat pengusaha UKM untuk memanfaatkan internet
dalam kegiatan bisnisnya.
Berdasarkan Theory of Planned Behavior oleh Ajzen dan didukung oleh
beberapa penelitian terdahulu maka bisa dilihat bahwa sikap dapat berperan dalam
mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan suatu perilaku, dimana dalam
penelitian ini merupakan penggunaan jasa klinik kecantikan. Semakin positif
sikap seseorang terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan, maka intensinya
untuk menggunakan jasa klinik kecantikan akan semakin tinggi, dan semakin
negatif sikap seseorang terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan, maka
semakin rendah juga intensinya untuk menggunakan jasa klinik kecantikan.
Berikut ini adalah rumus untuk mengukur attitude toward behavior :

Keterangan:
AB = sikap terhadap perilaku B
bi = behavioral belief
ei = evaluation of outcome

2.7.2. Dinamika Norma subjektif terhadap Intensi
Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative
belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply) ( Ajzen, 2005).

Keyakinan normatif berhubungan dengan harpan-harapan yang berasal dari
referent atau individu lain dalam kelompok yang berpengaruh bagi individu itu

21
Universitas Sumatera Utara

sendiri seperti orangtua, pasangan, teman dekat, rekan kerja, tetangga, dan lainnya
tergantung pada prilaku apa yang terlibat. Norma subjektif diartikan sebagai
adanya persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menampilkan
atau tidak menampilkan suatu perilaku.
Norma subjektif tidak hanya ditentukan oleh referent, tetapi juga
ditentukan oleh Motivation to comply. Umumnya, individu yang yakin bahwa
kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan
adanya motivasi untuk mengikuti suatu prilaku tertentu, akan merasakan tekanan
sosial untuk melakukannya. Namun, individu yang yakin bahwa kebanyakan
referent akan tidak menyetujui dirinya menampilkan suatu perilaku tertentu, dan

tidak adanya motivasi mengikuti prilaku tersebut, maka hal ini akan menyebabkan
dirinya memiliki norma subjektif yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk
menghindari melakukan perilaku tersebut (Ajzen,2005). Telah banyak penelitian
yang menggungkap adanya pengaruh norma subjektif terhadap intensi seseorang
untuk melakukan suatu perilaku seperti yang dikatakan oleh Ajzen.
Penelitian yang dilakukan oleh Sari Rochmawati (2013) menyatakan
bahwa norma subjektif berpengaruh terhadap niat untuk menggunakan kartu
kredit. Hasil pengujian hipotesis pada konstruk ini adalah norma subjektif
berpengaruh terhadap niat untuk menggunakan kartu kredit. Selain itu, dalam hal
ini nasihat atau saran dari kolega dan keluarga penggunaan kartu kredit menjadi
salah satu pertimbangan dengan alasan untuk mempermudah kegiatan atau
aktivitas mereka dalam bekerja. Dengan demikian, hasil pengujian hipotesis ini

22
Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa norma subjektif berpengaruh terhadap niat untuk
menggunakan kartu kredit.
Dari teori yang diungkapkan oleh Ajzen melalui Theory of Planned
Behavior dan hasil dari banyak penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka

bisa disimpulkan bahwa norma subjektif dapat berperan dalam mempengaruhi
intensi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Ketika
norma subjektif mendukung seseorang untuk menggunakan jasa klinik
kecantikan, maka akan semakin tinggi intensinya terhadap penggunaan jasa klinik
kecantikan, dan ketika norma subjektif yang ada tidak mendukung seseorang
untuk menggunakan jasa

klinik kecantikan, maka

intensinya

terhadap

menggunakan jasa klinik kecantikan juga akan semakin rendah. Theory of
Planned Behavior , juga mengidentikan Subjective Norms pada dua hal, yaitu:
belief dari individu tentang reaksi atau pendapat individu lain atau kelompok lain

tentang apakah individu perlu, harus, atau tidak boleh melakukan suatu perilaku,
dan memotivasi individu untuk mengikuti pendapat individu lain tersebut
(Michener, Delamater, & Myers, 2004). Rumus dari Subjective Norms adalah
sebagao berikut (Ajzen, 2005):

Keterangan:
SN = Subjective Norm

23
Universitas Sumatera Utara

ni = belief normative (kepercayaan seseorang bahwa seseorang atau
kelompok yang menjadi referensi berpikir bahwa ia seharusnya
menampilkan atau tidak menampilkan perilaku)
mi = motivasi seseorang untuk mengikuti seseorang atau kelompok yang
menjadi referensi

2.7.3. Dinamika Perceived Behavior Control terhadap Intensi
Menurut Ajzen (2005), perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh
dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kontrol, misalnya berupa ketersediaan
sumber daya dan kesempatan bahkan keterampilan tertentu. Kontrol perilaku
merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah individu
menunjukkan suatu perilaku. Perceived Behavior Control ditentukan oleh
pengalaman masa lalu individu maupun pengalaman orang lain, seperti keluarga
dan teman, dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya
untuk melakukan suatu perilaku.
Faktor kontrol merupakan faktor internal dan eksternal. Faktor internal
seperti keahlian, kemampuan, informasi, dan emosi, dan lain-lain. Sedangkan
faktor eksternal yaitu faktor situasi atau faktor lingkungan. Kontrol perilaku
merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah individu
menunjukkan suatu perilaku.

Penelitian telah banyak dialkukan untuk

membuktikan apakah benar perceived behavior control mempengaruhi intensi
seseorang terhadap suatu perilaku.

24
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Heriyanni Mashithoh (2009)
didapatkan hasil bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara Perceived
Behavioral Control terhadap variabel minat pengunjung untuk memilih TMII

sebagai destinasi wisata.
Sehingga didapatkan kesimpulan yang berangkat dari Theory of Planned
Behavior oleh Ajzen dan hasil dari penelitan-penelitian sebelumnya yang

menunjukkan

bahwa

ada

perceived

behavior

control

berperan

dalam

mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu
perilaku. Semakin positif perceived behavior control yang dimiliki seseorang
terhadap perilaku menggunakan jasa klinik kecantikan, maka semakin tinggi
intensinya untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, dan sebaliknya, jika
semakin negatif perceived behavior control seseorang, maka intensinya untuk
menggunakan jasa klinik kecantikan semangkin rendah.
Dalam Theory of Planned Behavior , kontrol perilaku merupakan hasil
fungsi dari control beliefs dan power of control beliefs. Control beliefs
adalah keyakinan individu terhadap faktor-faktor yang mampu memberi
kemudahan atau hambatan dirinya untuk melakukan suatu perilaku. Sedangkan
power of control beliefs adalah derajat seberapa besar faktor-faktor kontrol

tersebut mempengaruhi keputusan seseorang untuk melakukan perilaku tersebut
atau tidak. Perceived Behavior Control dapat di gambarkan dengan rumus :

25
Universitas Sumatera Utara

PBC

= Perceived Behavior Control

ci

= Control belief

pi

= power of control

2.7.4. Dinamika Sikap, Norma subjektif, dan Perceived Behavior

Control

terhadap Intensi
Warshaw dan Davis (Landry,2003) menyatakan bahwa intensi adalah
tingkatan dimana seseorang memformulasikan rencana untuk menunjukan suatu
tujuan masa depan yang spesifik atau tidak, secara sadar. Kemudian ditambahkan
pula bahwa intensi melibatkan pembuatan komitmen prilaku untuk menunjukan
suatu tindakan atau tidak dimana ada harapan yang diperkirakan individu dalam
menunjukan suatu tindakan bahkan ketika komitmen belum dibuat. Ajzen (2005)
mengartikan intensi sebagai kecenderungan tingkah laku, yang hingga terdapat
waktu dan kesempatan yang tepat akan diwujudkan dalam bentuk tindakan.
Semakin besar intensi seseorang terhadap suatu perilaku, semakin besar
juga kemungkinan seseorang untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut.
Dengan adanya beberapa definisi intensi dan aspek pembentukannya, dapat
disimpulkan bahwa intensi merupakan komponen dalam diri individu yang
berkaitan pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu dalam kehidupan
sehari-hari. Intensi menjadi determinan awal untuk menunjukkan suatu perilaku.
Ajzen (2005) dalam Theory of Planned Behavior menyatakan terdapat 3
aspek yang mempengaruhi intensi seseorang untuk menunjukkan suatu perilaku,
yaitu sikap, norma subjektif, dan perceived behavior control . Secara garis besar,

26
Universitas Sumatera Utara

sikap memiliki peranan penting bagi individu terhadap intensinya melakukan
suatu perilaku. Semakin positif sikap yang dimiliki individu terhadap suatu
perilaku, maka semakin besar pula intensinya untuk melakukan perilaku tersebut.
Norma subjektif yang didapat dari lingkungan sekitar yang mendukung atau
tidaknya individu untuk melakukan suatu perilaku. Semakin adanya tekanan sosial
yang menekan individu untuk melakukan suatu, maka intensi individu akan
semakin besar pula. Begitu juga dengan perceived behavior control , semakin
adanya kemudahan dan keuntungan individu untuk melakukan suatu perilaku,
maka intensinya akan semakin tinggi.
Hubungan antara sikap, norma subjektif, dan perceived behavior control
terhadap intensi melakukan suatu perilaku didukung oleh beberapa penelitian.
Hasil penelitian Ari Aria Catur Siwi dan Sito Meiyanto (2002) ditinjau dari teori
perilaku berencana yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) dimana
teori perilaku berencana menjelaskan bahwa intensi berperilaku spesifik seperti
intensi membeli produk kosmetika pemutih kulit dipengaruhi oleh tiga determinan
yaitu sikap terhadap produk, norma subyektif terhadap perilaku membeli produk,
dan kontrol keperilakuan terhadap produk. Tiga determinan tersebut memuat
sejumlah aspek yaitu aspek motif berperilaku, aspek kognitif terhadap perilaku
dan aspek kontrol volisional terhadap perilaku spesifik. Penilaian konsumen
terhadap ketiga aspek tersebut akan menghasilkan evaluasi merek secara
keseluruhan. Selanjutnya evaluasi secara menyeluruh pada suatu merek tertentu
akan mempengaruhi intensi membeli merek produk tersebut.

27
Universitas Sumatera Utara

Dari penjelasan di atas, maka didapat kesimpulan bahwa sikap, norma
subjektiftif, dan perceived behavior control akan memiliki peran dalam intensi
seseorang untuk melakukan suatu perilaku, dimana dalam penelitian ini akan
dilihat intensi seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. Semakin
positif sikap, norma subjektiftif yang mendukung, dan perceived behavior control
yang positif seseorang terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan, maka intensi
seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan akan semakin tinggi, dan
sebaliknya, semakin negatif sikap, norma subjektif yang tidak mendukung, dan
perceived behavior control negatif seseorang terhadap penggunaan jasa klinik

kecantikan, maka akan semakin rendah juga intensinya terhadap penggunaan jasa
klinik kecantikan.

2.8. HIPOTESIS
2.8.1. Hipotesis Utama :
Sikap, norma subjektif, dan perceived behavior control secara bersamasama berperan menjadi prediktor positif terhadap intensi penggunaan jasa klinik
kecantikan. Semakin positif sikap, semakin tinggi norma subjektif, dan semakin
besar perceived behavior control yang dimiliki seseorang, maka semakin kuat
intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa klinik kecantikan.
2.8.2. Hipotesis Tambahan :
1. Sikap berperan secara signifikan terhadap intensi penggunaan jasa klinik
kecantikan. Semakin positif sikap seseorang terhadap perilaku menggunakan

28
Universitas Sumatera Utara

jasa klinik kecantikan, maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk
menggunakan jasa klinik kecantikan.
2. Norma subjektif berperan secara signifikan terhadap intensi penggunaan jasa
klinik kecantikan. Semakin banyak dukungan yang didapatkan seseorang
untuk menggunakan jasa klinik kecantikan maka semakin kuat intensi orang
tersebut untuk menggunakan jasa klinik kecantikan.
3. Perceived behavioral control berperan secara signifikan terhadap intensi
penggunaan jasa klinik kecantikan. Semakin besar kendali yang dimiliki
seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, maka semakin kuat
intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa klinik kecantikan.

29
Universitas Sumatera Utara