Peran Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavioral Control (PBC) terhadap Intensi Menggunakan Homeschooling sebagai Jalur Pendidikan

(1)

PERAN SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED

BEHAVIORAL CONTROL(PBC) TERHADAP INTENSI

MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING SEBAGAI JALUR

PENDIDIKAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

oleh :

RATRI PRAMUWIDYANDARI SURBAKTI

111301098

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2015


(2)

LEMBARPERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

Peran Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavioral Control (PBC) terhadap Intensi Menggunakan Homeschooling sebagai Jalur Pendidikan

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan didalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 17 April2015

Materai 6.000

RATRI PRAMUWIDYANDARI SURBAKTI NIM : 111301098


(3)

Peran Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavioral Control (PBC) terhadap Intensi Menggunakan Homeschooling sebagai Jalur Pendidikan

Ratri Pramuwidyandari Surbakti& Eka Danta Jaya Ginting ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peran sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control (PBC) terhadap intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikandan peranan masing-masing aspek terhadap intensi menggunakan jasa homeschooling. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif kepada 100 orang yang dipilih sebagai sampel penelitian melalui teknik convenience sampling di kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui skala sikap terhadap homeschooling, norma subjektif terhadap homeschooling, perceived behavioral control (PBC) terhadap homeschooling dan skala intensi menggunakan homeschooling yang disusun berdasarkan teori Ajzen mengenai Theory of Planned Behavior.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control (PBC) secara bersama-sama berperan positif yang signifikan terhadap intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan (p = 0.000; R = 0.648); (2) sikap berperan positif namun tidak signifikan intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan (p = 0.183; R = 0.547); (3) norma subjektif berperan positif namun tidak signifikan terhadap intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan (p = 0.086; R = 0.508); dan (4) perceived behavioral control (PBC) memiliki peran positif yang signifikan terhadap intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan (p = 0.001; R = 0.617). Implikasi penelitian ini, untuk meningkatkan intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan, intervensi harus ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan norma subjektif terhadap penggunaan homechooling.

Kata kunci: intensi, sikap, norma subjektif, perceived behavioral control, homeschooling


(4)

The Role of Attitudes, Subjective Norms, and Perceived Behavioral Control (PBC) on Intention of Using Homeschooling as Educational Way

Ratri Pramuwidyandari Surbakti& Eka Danta Jaya Ginting

ABSTRACT

The purpose of the study is to determine the role of attitudes, subjective norms, and perceived behavioral control of the intention of using homeschooling as educational way and the role of each aspect on the intention of using homeschooling service. This study used the quantitative approach method using one hundred people in Medan City as subject and selected using convenience sampling. The data was displayed through the scale of attitude toward homechooling, subjective norm toward homechooling, perceived behavioral control (PBC) toward homechooling, and scale of intention of using homeschooling based on Theory of Planned Behavior by Ajzen.

Results of the current research showed that (1) attitudes, subjective norms, and perceived behavioral control (PBC) have significant positive roles on of the intention of using homeschooling as educational way pendidikan (p = 0.000; R = 0.648); (2) attitudes itself has a positive role but doesn’t significant of the intention of using homeschooling as educational way (p = 0.183; R = 0.547); (3) subjective norm itself has a positive role but doesn’t significant on of the intention of using homeschooling as educational way (p = 0.086; R = 0.508); and (4) perceived behavioral control (PBC) itself has a significant positive role on of the intention of using homeschooling as educational way (p = 0.001; R = 0.617). Implications of these findings are that in order to gain the intention of using homeschooling as a educational way, interventions should target the attitudes and subjective norms of using homeschooling.

Keyword: intention, attitudes, subjective norms, perceived behavioral control, homecshooling


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang memberikan jalan dan kemudahan kepada penulis sehingga akhirnya dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavioral Control terhadap Intensi Menggunakan Homeschooling sebagai Jalur Pendidikan”. Skripsi ini dibuat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, bimbingan, dan saran selamapenulis menyelesaikanskripsi ini.Khususnya kepada Alm. Bebas Surbakti dan Almh. Esti Utami, sebagai kedua orang tua yang selalu menyemangati dan menginspirasi penulis walau sudah tidak dapat berada disisi penulissaat ini. Terima kasih yang tak terhingga atas didikan, kasih sayang, kesabaran, pengertian, serta dukungan baik moril maupun materil yang dahulu penulis terima dan rasakan. Penulis senantiasa mendoakan Papa dan Mama disana. Selain itu, padakesempataninipenulisinginmengucapkanterima kasih kepada: 1. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, M.A., psikolog, selaku dosen pembimbing

penulis. Terima Kasih atas kesediaan, kesabaran, dukungan, waktu dan saran yang Bapak berikan sejak awal penyusunan skripsi ini.

2. Yuda P. Surbakti dan Farhan P. Surbakti, terima kasih sudah menjadi abang dan adik yang paling menghibur, dan selalu memberikan penulis dukungan. 3. Hj. Dra. Lukitaningsih M.Hum, Hj. Demes Suwarni dan H. Kusmani, terima


(6)

penulis, penulis selalu mendoakan agar Allah SWT dapat membalas semua bantuan yang telah Bude, Mbahti dan Mbahkung berikan.

4. Aditya Rahandi, terima kasih untuk segala doa dan dukungan yang sangat berarti bagi penulis, untuk selalu ada dan sabar dalam menghadapi penulis selama ini.

5. Sahabat-sahabat penulis, Kak Una, Nyun, Ami, Haifa, Winda,Zulfa, dan Adita,yang sedang sama-sama berjuang untuk mendapat gelar S1. Terima kasih atas canda tawa, suka duka, semangat, danpelajarannya selama ini yang akan selalu diingat oleh penulis.

6. Rizqa Rethiza, dan Novira Khasanah sebagai kakak senior satu dosen pembimbing. Terima kasih atas saran, kritik, materi, dan motivasi-motivasi yang kakak berikan kepada penulis.

7. Semua pihakyang telah membantu penulisdalam penyelesaian skripsi ini. Sebagai manusia yang masih belajar, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis membuka diri terhadap segala kritik dan saran yang merupakan masukan bagi penulis untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.

Medan, 17April 2015

Penulis

Ratri Pramuwidyandari Surbakti 111301098


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang Masalah... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 11

1.3.Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

1.5.Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1.Intensi Menggunakan Homeschooling ... 16

2.2. Sikap ... 18

2.3.Norma Subjektif ... 20

2.4.Perceived Behavioral Control ... 21

2.5.Variabel Lain yang Mempengaruhi Intensi ... 22

2.6.Homeschooling ... 23

2.7. Dinamika ... 27


(8)

2.7.2. Dinamika Norma Subjektif Terhadap Intensi ... 29

2.7.3. Dinamika Perceived Behavioral Control Terhadap Intensi ... 31

2.7.4. Dinamika Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavioral Control Terhadap Intensi ... 34

2.8. Hipotesis ... 36

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 39

3.1. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39

3.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 39

1. Intensi Menggunakan Homeshooling ... 39

2. Sikap ... 40

3. Norma Subjektif ... 40

4. Perceived Behavioral Control (PBC) ... 40

3.3. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel ... 40

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 42

3.4.1. Instrumen Penelitian ... 42

3.4.2. Alat Ukur Intensi Menggunakan Homeschooling ... 42

3.4.3. Alat Ukur Sikap ... 43

3.4.4. Alat Ukur Norma Subjektif ... 44

3.4.5. Alat UkurPerceived Behavioral Control (PBC) ... 45

3.5. Uji Validitas, Uji Daya Beda Aitem, dan Uji Reliabilitas ... 46

3.5.1. Uji Validitas ... 46

3.5.2. Uji Daya Beda Aitem ... 47

3.5.3. Uji Reliabilitas ... 47

3.6. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 48


(9)

3.6.2. Hasil Uji Coba Alat Ukur Sikap ... 48

3.6.3. Hasil Uji Coba Alat UkurNorma Subjektif ... 49

3.6.4. Hasil Uji Coba Alat UkurPerceived Behavioral Control ... 49

3.7. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 50

3.8.Metode Analisa Data ... 55

3.8.1. Uji Normalitas ... 55

3.8.2. Uji Linearitas ... 56

3.8.3. Uji Multikolinearitas ... 56

3.8.4. Uji Autokorelasi ... 57

3.8.5. Uji Heteroskedastisitas ... 57

BAB IVANALISA DATA DAN PEMBAHASAN... 59

4.1. Deskriptif Subjek Penelitian ... 59

4.2. Hasil Uji Asumsi ... 63

4.2.1.Hasil Uji Normalitas ... 63

4.2.2.Hasil Uji Linearitas ... 65

4.2.3. HasilUji Multikolinearitas ... 67

4.2.4.Hasil Uji Autokorelasi ... 67

4.2.5.Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 68

4.3. Hasil Utama Penelitian ... 70

4.3.1. Hasil Analisis Statistik ... 70

4.3.2. Hasil Analisis Wawancara ... 77

4.4. Pembahasan ... 80

4.4.1. Peran Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavioral Control terhadapIntensi Menggunakan Homeschooling ... 80


(10)

4.4.3. Peran Norma Subjektif terhadap Intensi Menggunakan

Homeschooling.. ... 83

4.4.4. Peran Perceived Behavioral Control (PBC) terhadap Intensi Menggunakan Homeschooling ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

5.1. Kesimpulan ... 89

5.2. Saran ... 90

5.2.1. Saran Metodologis ... 90

5.2.2. Saran Praktis ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blueprint Skala IntensiSebelum Uji Coba...43

Tabel 2. Blueprint Skala SikapSebelum Uji Coba...44

Tabel 3. Blueprint SkalaNorma Subjektif Sebelum Uji Coba... 45

Tabel 4. Blueprint Skala Perceived Behavioral Control Sebelum Uji Coba...46

Tabel 5.Behavioral Belief...51

Tabel 6. Normative Belief...52

Tabel 7. Control Belief...52

Tabel 8. Deskripsi Hasil Penelitian... 60

Tabel 9.Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 60

Tabel 10.Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenjang Usia... 60

Tabel 11.Karakteristik Subjek Berdasarkan Jumlah Tanggungan Anak... 61

Tabel 12.Karakteristik Subjek Berdasarkan Pekerjaan... 62

Tabel 13.Karakteristik Subjek Berdasarkan Penghasilan... 62

Tabel 14. Hasil Uji Normalitas...63

Tabel 15. Hasil Uji Linearitas Sikap...65

Tabel 16.Hasil Uji Linearitas Norma Subjektif...66

Tabel 17.Hasil Uji Linearitas Perceived Behavioral Control ...66

Tabel 18.Hasil Uji Multikolinieritas...67

Tabel 19.Hasil Uji Autokorelasi...68


(12)

Tabel 21.Hasil Analisis Korelasi...71

Tabel 22.Koefisien Regresi...71

Tabel 23.Koefisien Variabel...72

Tabel 24.Deskripsi Data Penelitian...73

Tabel 25.Kategorisasi Skor Sikap...75

Tabel 26.Kategorisasi Skor Norma Subjektif...76

Tabel 27.Kategorisasi SkorPerceived Behavioral Control...76

Tabel 28.Kategorisasi SkorIntensi...77

Tabel 29.Hasil Analisis Wawancara...78


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. The Theory of Planned Behavior...17

Gambar 2.Gambaran Intensi dan Perilaku Menggunakan Homeschooling...38

Gambar3.Grafik Uji Normalitas...64

Gambar4. Histogram Uji Normalitas...64


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

1. Reliabilitas & Uji Daya Beda Aitem Sikap

2. Reliabilitas & Uji Daya Beda Aitem Norma Subjektif

3. Reliabilitas & Uji Daya Beda Aitem Perceived Behavioral Control 4. Reliabilitas & Uji Daya Beda Aitem Intensi

LAMPIRAN B

1. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Sikap

2. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Norma Subjektif

3. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Perceived Behavioral Control 4. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Intensi

LAMPIRAN C

1. Uji Normalitas Sebaran 2. Uji Linearitas

3. Uji Multikolinearitas 4. Uji Autokorelasi 5. Uji Heteroskedastisitas 6. Uji Hipotesis

LAMPIRAN D

Contoh Aitem Skala Sikap, Skala Norma Subjektif, Skala Perceived Behavioral Control, dan Skala Intensi


(15)

Peran Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavioral Control (PBC) terhadap Intensi Menggunakan Homeschooling sebagai Jalur Pendidikan

Ratri Pramuwidyandari Surbakti& Eka Danta Jaya Ginting ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peran sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control (PBC) terhadap intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikandan peranan masing-masing aspek terhadap intensi menggunakan jasa homeschooling. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif kepada 100 orang yang dipilih sebagai sampel penelitian melalui teknik convenience sampling di kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui skala sikap terhadap homeschooling, norma subjektif terhadap homeschooling, perceived behavioral control (PBC) terhadap homeschooling dan skala intensi menggunakan homeschooling yang disusun berdasarkan teori Ajzen mengenai Theory of Planned Behavior.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control (PBC) secara bersama-sama berperan positif yang signifikan terhadap intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan (p = 0.000; R = 0.648); (2) sikap berperan positif namun tidak signifikan intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan (p = 0.183; R = 0.547); (3) norma subjektif berperan positif namun tidak signifikan terhadap intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan (p = 0.086; R = 0.508); dan (4) perceived behavioral control (PBC) memiliki peran positif yang signifikan terhadap intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan (p = 0.001; R = 0.617). Implikasi penelitian ini, untuk meningkatkan intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan, intervensi harus ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan norma subjektif terhadap penggunaan homechooling.

Kata kunci: intensi, sikap, norma subjektif, perceived behavioral control, homeschooling


(16)

The Role of Attitudes, Subjective Norms, and Perceived Behavioral Control (PBC) on Intention of Using Homeschooling as Educational Way

Ratri Pramuwidyandari Surbakti& Eka Danta Jaya Ginting

ABSTRACT

The purpose of the study is to determine the role of attitudes, subjective norms, and perceived behavioral control of the intention of using homeschooling as educational way and the role of each aspect on the intention of using homeschooling service. This study used the quantitative approach method using one hundred people in Medan City as subject and selected using convenience sampling. The data was displayed through the scale of attitude toward homechooling, subjective norm toward homechooling, perceived behavioral control (PBC) toward homechooling, and scale of intention of using homeschooling based on Theory of Planned Behavior by Ajzen.

Results of the current research showed that (1) attitudes, subjective norms, and perceived behavioral control (PBC) have significant positive roles on of the intention of using homeschooling as educational way pendidikan (p = 0.000; R = 0.648); (2) attitudes itself has a positive role but doesn’t significant of the intention of using homeschooling as educational way (p = 0.183; R = 0.547); (3) subjective norm itself has a positive role but doesn’t significant on of the intention of using homeschooling as educational way (p = 0.086; R = 0.508); and (4) perceived behavioral control (PBC) itself has a significant positive role on of the intention of using homeschooling as educational way (p = 0.001; R = 0.617). Implications of these findings are that in order to gain the intention of using homeschooling as a educational way, interventions should target the attitudes and subjective norms of using homeschooling.

Keyword: intention, attitudes, subjective norms, perceived behavioral control, homecshooling


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATARBELAKANG MASALAH

Pendidikan bukan hanya sebuah kewajiban, pendidikan sudah menjadi sebuah kebutuhan, dimana manusia akan lebih berkembang dengan adanya pendidikan. Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Negara Indonesia sendiri mengenal tiga kelompok layanan penyelenggara pendidikan yang berada pada jalur formal, non formal, dan informal yang berada pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. John Caldwell Holtdalam bukunya yang

berjudul “Growing without School”menerangkan bahwa belajar dan proses pendidikan yang dilalui anak tidak melulu ada di sekolah akan tetapi dapat didapat dari mana saja (Holt, 1977). Holt adalah salah satu pelopor homeschooling yang sekarang berkembang dengan pesat.

Homeschooling adalah sebuah jalur pendidikan yang tergolong pada jalur pendidikan informal. Salah seorang praktisi homeschooling, Tidak ada definisi tunggal dari homeschooling(Sumardiono, 2007). Seperti diungkapkan Karl M.Bundaydalam Learn in Freedom (1995), dalam homeschooling


(18)

anak-anakdilatih untuk bertanggungjawab terhadap pilihannya sendiri. Seorang anak yangsuka belajar fisika, perlu diarahkan agar menguasai pelajaran tersebut sedalammungkin, kemudian diarahkan mempelajari ilmu-ilmu modern yang sesuai dengan teori-teoriyang dikuasainya. Begitu pula anak-anak yang menyukai ilmu lainnya. Yang dimaksudkan bertanggung jawab di sini adalah keterlibatan penuh orangtuapada proses penyelenggaraan pendidikan, mulai dalam hal penentuan arah dan tujuanpendidikan, nilai-nilai yang ingin dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan yang akandiraih, kurikulum dan materi pembelajaran hingga metode belajar serta praktek belajarkeseharian anak-anak (Sumardiono, 2007).

Karena sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 27 ayat(1) dikatakan kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Lalu pada ayat (2) dikatakan bahwa hasil pendidikan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat(1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Jadi secara hukum kegiatan persekolahan di rumah dilindungi oleh undang-undang.

Munculnya homeschooling didasari oleh berbagai hal yang berbeda-beda untuk setiap keluarga (Kembara, 2007). Namun, kekhawatiran orangtua akan pendidikan sekolah pada masa ini misalnya seperti sekolah yang tidakjelas kemana arahnya, belum lagi pergaulan anak yang penuh tekanan, biaya pendidikan yang cukup mahal, tuntutanperilaku yang harus seragam, jumlah jam


(19)

sekolah yang terlalu banyak dan penuh sehingga memforsir anak, disinyalir menjadi penyebabutama sejumlah orangtua menerapkan pendidikan model homeschooling ini. Hal ini didukung oleh salah satu komunikasi personal berikut:

“Dulu anak sulung saya sekolah di sekolah umum, tetapi ntah ada

perkara apa ternyata beberapa orang gurunya tidak suka kepadanya dan melabel diri anak saya buruk, tugas-tugas anak saya pun ntah kenapa selalu nggak diterima sama mereka, jadi nilai anak saya jadi

jelek trus jadi tinggal kelas.”

(komunikasi personal, 8 april 2014) Di samping itu, adanya karakteristik anak yang berbeda-beda juga menjadi perhatian. Pertimbangan lain dilakukannyapendidikan rumah adalah keinginan orangtua untuk membekali anak dengan nilai-nilai tertentu(agama, spiritualitas, dll) yang mungkin luput dari perhatian kurikulum dan sekolah formal. Berikut kutipan komunikasi interpersonal yang mendukung:

“Anak saya ini suka sekali menggambar, dan ternyata bagus -bagus juga hasil gambarannya, di sekolah dia biasanya pun kadang gak dengerin gurunya, malah asik gambar aja dia, makanya saya pikir lebih bagus saya homeschooling kan aja dia, dan fokus ke pengembangan minatnya yang suka menggambar itu, kayaknya minat dia ke pelajaran lain sedikit, yang penting dia udah tau aja gitu dasar-dasarnya gimana.”

(komunikasi personal, 8 april 2014) Pada perkembangannya, ada beragam model homeschooling yang dapat kita temui.Seto Mulyadi (2007), salah satu praktisi homeschooling mengemukakan bahwa ada 3 modelhomeschooling, yakni homeschooling tunggal, homeschooling majemuk, dan komunitashomeschooling. 3 model tersebut merupakan satuan pendidikan jalur informal. Acuan mengenai eksistensi komunitas homeschooling terdapat dalam UU 202003 pasal 26 ayat (4) yang


(20)

menyatakan komunitas homeschooling merupakan salah satu bentuk kelompok belajar (Sumardiono, 2007). Komunitashomeschooling belakangan memang marak dipilih para orangtua (Sumardiono, 2007).

Seiring dengan meningkatnya minat orangtua terhadap model pendidikan alternatif ini, komunitashomeschooling turut bermunculan khususnya di Jakarta, antara lain Kak SetoHomeschooling (KSHS), Komunitas Berkemas, Keluarga Peduli Pendidikan (KerLip), Morning Star Academy, Komunitas Ibnu Amanah, juga Komunitas Kebun Main. Untuk memayungi berbagai komunitas homeschooling ini, Kak Seto bersama Departemen Pendidikan Nasional kemudian menggagas lahirnya Asah Pena (Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif) pada tanggal 4 Mei 2006 (Andriati, 2007). Menurut data yang dihimpun oleh Direktorat Pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan Nasional, ada sekitar 600 peserta homeschooling di Jakarta. Sebanyak 16,7%, atau sekitar 100 orang, mengikuti homeschoolingtunggal, sedangkan 83,3% atau sekitar 500 orang mengikuti homeschoolingmajemuk dan komunitas (Republika dalam Sumardiono, 2007).

Pada homeschooling tunggal, keluarga menerapkan homeschooling secaramandiri, sesuai dengan yang diinginkan tanpa bergabung dengan keluarga homeschoolinglainnya. Pada homeschooling majemuk, beberapa keluarga bergabung melakukan kegiatan-kegiatantertentu, namun kegiatan pokok tetap menjadi tanggung jawab keluarga masing-masing (Kembara, 2007). Dalam hal ini antar keluarga memiliki kesamaan kebutuhan yang bisa dikompromikan.Komunitas homeschooling adalah gabungan beberapa


(21)

homeschooling majemuk yang menyusundan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok, sarana dan prasarana serta jadwalpembelajaran. Pemilihan model homeschooling yang akan diterapkan bergantung padakebutuhan masing-masing keluarga, tujuan, dan ketersediaan berbagai dukungan, sarana dan kurikulum. Sejak awal homeschooling dirancang untuk memenuhi kebutuhananak dan keluarganya, sehingga materi yang diajarkan disesuaikan dengan minat dan kebutuhan belajar anak pada saat itu.

Direktur Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan Nasional, Yulaelawati, menyebutkan homeschooling merupakan jalur pendidikan informal dimana hasil belajarnya dapat disetarakan. Peserta didik jalur informal dapat pindah jalur ke jalur nonformal dengan alih kredit kompetensi. Apabila siswa ingin mengikuti ujian nasional kesetaraan (untuk ijazah SD adalah paket A, SMP paket B, dan SMA paket C), hasil belajar siswa homeschooling dapat diakui dari rapor, portofolio, CV (curiculum vitae), sertifikasi, dan berbagai bentuk prestasi lain dan atau tes penempatan (Mulyadi, 2007).

Dipandang dari sisi positif dan negatifnya, homeschooling memiliki beberapa pertimbangan penting. Dilihat dari sisi positifnya yang pertama homeschooling mengakomodasikan potensi kecerdasan anak secara maksimal karena setiap anak memiliki keberagaman dan kekhasan minat, bakat dan keterampilan yang berbeda-beda. Potensi ini akan bisa dikembangkan secara maksimal bila keluarga dapat memfasilitasi suasana belajar yang mendukung di rumahnya sehingga anak didik benar-benar merasa di rumah dalam proses


(22)

pembelajarannya. Hal ini sesuai dengan prinsip pendidikan yang bersifat informal. Dengan metode homeschooling ini anak didik tidak lagi dibatasi oleh tembok kelas yang sesak dan mereka bisa memilih tema pembelajaran yang diinginkan mereka. Dan metode ini mampu menghindari pengaruh lingkungan negatif yang mungkin akan dihadapi oleh anak di sekolah formal. Pergaulan bebas, tawuran, rokok, obat-obat terlarang, dan hal-hal buruk lainnya yang terus menghantui pikiran para orangtua. Seperti yang didapat dari komunikasi personal berikut:

“Kalau lihat anak saya waktu baru pulang sekolah sore hari itu

wajahnya kelihatan capek banget gitu setelah seharian di sekolah, kadang saya suka kasihan kok sudah seperti saya saja yang sudah kerja, belum lagi ternyata malam harinya dia mesti ngerjain tugas-tugas yang diberikan gurunya. Kalau ngebandingin muka dia waktu hari minggu itu beda banget lah pokoknya, hari libur itu udah kayak surga bagi dia, mungkin karna tidak terikat dengan tugas-tugas sekolah dan buku-buku

pelajarannya yang berat itu.”

(komunikasi personal, 8 april 2014)

Dilihat dari sisi negatifnya, dikhawatirkan anak-anak yang belajar dengan metode homeschooling kurang berinteraksi dengan teman sebaya dari berbagai status sosial yang dapat memberikan pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat. Padahal interaksi sosial dengan teman sebaya merupakan bagian penting bagi kehidupan seseorang. Seperti kutipan komunikasi interpersonal berikut:

“Gimana anaknya mau bersosialisasi nantinya, kan belajarnya

itu selalu di rumah saja, terus apa bisa nanti dia belajar bekerjasama dengan orang lain, belajar menjadi pemimpin, kasihan juga kan kalau dia nggak banyak punya teman

sebayanya.”


(23)

Sekolah formal di Kota Medancukup banyak, bervariasi, dan menyebar, namun tetap saja ada beberapa keluarga yang memilih homeschooling untuk anak-anak mereka. Meskipun homeschooling di Medan tidak segencar homeschooling di Jakarta namun tetap saja pendidikan informal seperti homeschooling ini mulai diminati oleh keluarga. Sebagian besar karena orangtua berpendapat bahwa homeschooling berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan pendidikan yang mereka rencanakan. Kebutuhan anak dan orangtua banyak ragamnya dan homeschooling berusaha memenuhi kebutuhan pendidikan yang spesifik dari keluarga karena homeschooling memang memiliki sifat yang menyesuaikan sehingga dapat disesuaikan dengan kondisi setiap keluarga.

Tidak sebanyak penyelenggara homeschooling di Jakarta, di kota Medan sendirihanya terdapat beberapa lembaga yang kegiatannya berbasis komunitas homeschooling, yaitu Homeschooling dan Kak Seto Homeschooling. I-Homeschooling merupakan lembaga yang memiliki program semi homeschooling, namun lebih mengutamakan pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus seperti autis dan down syndrome. Lain halnya dengan Kak Seto Homeschooling (HSKS) di jalan Sei Bekala no 12 Medan yang sebagian besar pesertanya adalah anak-anak normal yang memang lebih memilih pendidikan homeschooling. Komunitas Homeschooling Kak Seto merupakan lembaga yang sudah berpengalaman dan berkembang pesat pertumbuhan jumlah peserta didiknya, terutama di Jakarta. Jenjang pendidikan dalam Homeschooling Kak Seto ini sudah dimulai dari tingkat SD yang terdiri dari kelas I sampai dengan kelas VI, tingkat SMP dari kelas VII sampai kelas IX, dan pada tingkat SMA terdiri dari kelas X sampai XII.


(24)

Homeschooling Kak Seto sendiri menempatkan anak-anak sebagai subjek dengan

menggunakan metode pendekatan secara “at home” atau di rumah. Dengan pendekatan “at home” inilah anak-anak merasa nyaman belajar karena mereka dapat belajar apapun sesuai dengan keinginannya, kapan saja dan dimana saja seperti anak-anak tengah berada di rumahnya.

Walaupun sudah tersedia lembagahomeschooling yang sudah berpengalaman, tetapi masihbanyak orangtua di Kota Medan yang belum menyekolahkan anaknya dengan jalur pendidikan homeschooling.Pilihan setiap orangtua untuk menggunakan sekolah formal atau homeschoolingini pastilah pada awalnya berasal dari intensi mereka untuk memilih sistem pendidikan yang terbaik menurut mereka, karena faktor penentu perilaku individu adalah besarnya intensi individu untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tersebut (Ajzen, 1991). Intensi jugadapat digunakan untuk meramalkan seberapa kuat keinginan individu untuk melakukan perilaku tertentu (Ajzen, 1991).

Berdasarkan Theory of Planned Behavior(Ajzen, 1991),intensiuntuk melakukan suatu perilaku dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: (1) sikap individu terhadap suatu perilaku; (2) norma-norma subjektifberupa tekanan sosial yang ada untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku; dan (3) perceived behavioral control.

Sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu (Ajzen, 2005). Merupakan disposisi untuk merespon secarafavorable atau unfavorable, dimana dalam penelitian ini, perilaku yang dimaksud adalah menggunakan jasa homeschooling,


(25)

maka salah satu faktor dari timbulnya sikap ini adalah apakah calon konsumen (para orangtua) berpikir bahwa dengan menggunakan jasa homeschooling untuk anak-anak mereka akan menimbulkan konsekuensi positif atau negatif. Perilaku akan terus dilakukan jika konsekuensi yang didapat adalah positif dan juga sebaliknya, perilaku akan hilang jika konsekuensi yang diterima adalah negatif. Sikap terhadap penggunaan jasa homeschooling ini dapat dilihat dari salah satu komunikasi interpersonal berikut:

“Dengan adanya homeschooling ini, saya jadi bisa fokus dan lebih intens untuk mengawasi dan belajar bersama anak saya, kan jadi punya quality time terus, dia juga pasti ngerasa kalau

mamanya itu selalu ada disampingnya dan perduli sama dia.”

(komunikasi personal, 8 april 2014)

Selanjutnya, faktor kedua intensi yaitu norma subjektif adalah sebagai persepsi individu tentang apakah orang lain akan mendukung atau tidak terwujudnya perilaku tersebut (Baron & Byne, 2002). Norma subjektif juga diartikan sebagai persepsi terhadap tekanan sosial yang ada dalam melaksanakan perilakutertentu (Feldman, 1995). Norma subjektif dapat berupa keyakinan konsumen dan calon konsumen sendiri secara normatif, yang dipengaruhi oleh kelompok referensi. Dalam penelitian ini adalah persepsi calon konsumen (para orangtua) tentang apakah orang lain, terutama orang-orang yang dianggap penting (significant others) akan menyetujui atau menolak jika mereka menggunakan jasa homeschooling. Salah satu contoh pengaruh dari norma subjektif tersebut dapat dilihat dari komunikasi interpersonal berikut:


(26)

“Suami saya yang nggak setuju, dia bilang nanti takutnya malah gak keurus karna kami dua bekerja, kan sejatinya homeschooling itu anaknya belajar dengan orangtua sebagai fasilitatornya, nah kalau kami berdua sama-sama kerja kan jadi gak ada yang nemenin di rumah jadi suami saya bilang sekolah formal saja deh, dan resikonya tinggi kalau menggunakan homeschooling namun ternyata kami harus pindah ke luar kota

karena kebijakan kantor.”

(komunikasi personal, 9 april 2014) Faktor yang ketiga dalam Theory of Planned Behavior(Ajzen, 2005) adalah perceived behavioral control, merupakan persepsi tentang kesulitan atau kemudahan dalam melaksanakan tingkah laku, berdasarkan pada pengalaman sebelumnya dan hambatan yang diantisipasi dalam melaksanakan tingkah laku tertentu (Feldman, 1995). Perceived behavioral control merupakan kemampuan kontrol individu terhadap faktor-faktor yang cenderung mempermudah atau menghambat perilaku yang akan dilakukan, baik yang berasal dari luar individu atau yang berasal dari dalam individu. Dalam penelitian ini, perceived behavioral control mengarah kepada kemudahan dan kesulitan yang dipersepsi oleh calon konsumen yang akan menggunakan jasa homeschooling.

“Program homeschooling pada salah satu komunitashomeschooling itu ada yang diperuntukkan bagi homeschooler-homeschooler yang ada di luar kota dan yang tidak berdomisili di kota pusat komunitas homeschooling tersebut, ternyata setelah saya tanya, harganya juga lumayan terjangkau, hanya membayar uang pangkal dan uang per semester saja, dan bukan menjadi masalah bagi anak saya karena tinggal di luar kota, ini merupakan salah satu faktor yang mendukung saya untuk menggunakan jasa homeschooling.”

(komunikasi personal, 15 april 2014) Ketigakomponeniniberinteraksi dan menjadifaktor yangdapat mempengaruhi seseorangapakahsuatu perilakuakan dilakukanatautidak dilakukan. Ketiga komponen ini dapat mempengaruhi besarnya intensi calon konsumen (para


(27)

orangtua) untuk menggunakan jasa homeschooling bagi anak-anak mereka. Ketiga faktor ini muncul dengan bobot yang berbeda pada tiap individu dalam mempengaruhi individu untuk memunculkan perilaku tersebut(Ajzen, 2005), maka peneliti merasa tertarik untuk membuat suatu penelitian tentang peran sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap intensi konsumen dan calon konsumen (para orangtua) untuk menggunakan jasa homeschooling sebagai

jalur pendidikan bagi anak mereka. Studi ini dilakukan di Kota Medan dengan berbagai pertimbangan bahwa homeschooling belum terlalu banyak digunakan dan belum menjadi favorit di Kota Medan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral controlsecara bersama-sama berperan terhadap intensi untuk menggunakan homeschooling?

2. Seberapa besar peran sikap terhadap intensi untuk menggunakan homeschooling?

3. Seberapa besar peran norma subjektif terhadap intensi untuk menggunakan homeschooling?

4. Seberapa besar peranperceived behavioral control(PBC) terhadap intensi untuk menggunakan homeschooling?

1.3 TUJUANPENELITIAN

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk melihat apakah sikap, norna subjektif, dan perceived behavioral control secara bersama-sama berperan


(28)

terhadap intensi orangtua untuk menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan bagi anak. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh informasi mengenai:

1. Peran sikap terhadap intensi orangtua untuk menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan bagi anak.

2. Peran norma subjektif terhadap intensi orangtua untuk menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan bagi anak. 3. Peran perceived behavioral control terhadap intensi orangtua untuk

menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan bagi anak. 4. Tingkat sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control

(PBC) pada sampel dibandingkan dengan populasi secara umum.

1.4 MANFAATPENELITIAN 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasilpenelitianinidiharapkandapatmenambahwacanadalamilmupsikologi padaumumnya,khususnyadibidangPsikologiIndustridanOrganisasikhususnya pada perilaku konsumen mengenaiperan sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap intensi orangtua untuk menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan bagi anak.Selainitujuga,penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber kepustakaan dan penelitian Psikologi Industri dan Organisasi sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensiuntuk bahan penelitian selanjutnya.


(29)

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Manfaat untuk pengembang

Denganadanya penelitianini,diharapkandapatmemberikaninformasiyang berguna mengenai tingkat intensi konsumen untuk menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan ditinjau dari sikap, normasubjektif, dan perceived behavioral control, yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemasaran oleh penyedia jasa homeschooling.

b. Manfaat untuk masyarakat

Dapat memberikan informasi kepada konsumen dan calon konsumen tentang adanya ketiga aspek yang dapat mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan suatu perilaku, sehingga dapat mengevaluasi lebih teliti sebelum memutuskan untuk menggunakan homeschooling sebagai suatu jasa di bidang pendidikan.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematikapenulisanadalahstrukturpenulisansecaragarisbesaryangada dalam penelitian.

Bab I : Pendahuluan

Babiniterdiridarilatarbelakangmasalahpenelitianyaitumengenai intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan,rumusan masalah penelitian apakah ada peran sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap intensi untuk menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan bagi anak, tujuanutama daripenelitianini adalahuntukmengetahui apakah ketiga aspek ini secara bersama-sama mempengaruhi intensi dan seberapa


(30)

besar peran tiap aspek. Selainitu,babini berisi manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan tentang tinjauan teoritis mengenai intensi untuk menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan bagi anak. Bab ini juga mengemukakan hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian mengenai sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control berhubungan dengan intensi untuk menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan bagi anak.

Bab III : Metode Penelitian

Padababinimenguraikanidentifikasi variabel dandefinisioperasional variabel intensi, yaitu sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control, populasidalampenelitianini adalahorangtua yang tidak menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan bagi anak-anak mereka, teknikpengambilansampelyang digunakandalampenelitianinidengan teknikconvenience sampling, alat ukur yang digunakan yaituskala aspek intensiyang mengandung 3 faktor intensi danskala intensi.Padabab ini juga berisivaliditasdan reliabilitasalatukuryangdigunakan,hasilujicobaalatukur, prosedur pelaksanaan penelitian,serta penggunaanmetode regresilinear berganda sebagaimetode analisisdatayang digunakan untukmengolah hasil datapenelitian ini.


(31)

Padababini akan dijelaskan mengenai analisis hasil penelitian secara keseluruhan dari penelitian ini yang dilakukandenganmenggunakananalisa statistikdenganbantuanprogramSPSSversi16.0forwindows.Kemudian pada babinijugaakandibahas mengenai ketercapaian ataupun ketidaktercapaian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Babiniberisijawabanatasmasalah yangdiajukan, yaitu sikap, norma subjektif, dan perceived behavior kontrol secara bersama-sama berperan positif terhadap intensi menggunakan homeschooling.Kesimpulan dibuat

berdasarkananalisadaninterpretasidatasertadilengkapidengansaran-saranbagipengembangdanbagipeneliti lainberdasarkanhasilpenelitian yangdiperoleh.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 INTENSI MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING

Intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan adalah motivasi atau keinginan yang menunjukkan adanya usaha atau kesiapan seseorang untuk menampilkan perilaku memilih/menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan, dilihat dari intensi orangtua dalam menggunakan homeschooling sebagai jalaur pendidikan bagi anaknya. Untuk lebih jelas lagi, di bawah ini adalah teori mengenai intensi.

2.1.1 DEFINISI INTENSI

“A behavioral intention, therefore, refers to a person subjective probability that he will perform some behavior”

(Fishbein & Ajzen, 1975) Dalam theory ofplanned behavior(Fishbein & Ajzen, 1975) intensi adalah kemungkinan seseorang bahwa ia akan menampilkan suatu tingkah laku, dan merupakan fungsi dari tiga determinan dasaryang bersifat personal (sikap), sosial (norma subjektif), dan kontrol (perceived behavioral control). Intensi dapat digunakan untuk memprediksi seberapa kuat keinginan individu untuk menampilkan tingkah laku; dan seberapa banyak usaha yang direncanakan atau dilakukan individu untuk melakukan tingkah laku tersebut, lalu intensi yang telah dibentuk ini akan tetap menjadi disposisi tingkah laku, yang hingga terdapat waktu dan kesempatan yang tepat, akan diwujudkan dalam bentuk tindakan sebagai usaha untuk merealisasikan intensi tersebut (Ajzen, 1988). Maka


(33)

berdasarkan pengertian intensi menurut Fishbein dan Ajzen tersebut, intensi adalah prediktor yang baik tentang bagaimana kita berperilaku di masa depan, karena intensi merupakan niat individu untuk melakukan sesuatu di masa depan.

2.1.2 FAKTOR-FAKTOR INTENSI

Intensi merupakan fungsi dari tiga faktor yaitu faktor personal, faktor sosial, dan faktor kontrol/kendali (Ajzen, 2005). Faktor personal merupakan sikap individu terhadap perilaku berupa evaluasi positif atau negatif terhadap perilaku yang akan ditampilkan. Faktor sosial diistilahkan dengan kata norma subjektif yang meliputi persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku. Yang terakhir merupakan faktor kendali yang disebut perceived behavioral control yang merupakan perasaan individu akan mudah atau sulitnya menampilkan perilaku tertentu.Hubungan antara intensi dan ketiga faktor yang mempengaruhinya dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

Umumnya, seseorang menunjukkan intensi terhadap suatu perilaku jika mereka telah mengevaluasinya secara positif, mengalami tekanan sosial untuk melakukannya, dan ketika mereka percaya bahwa mereka memiliki kesempatan dan mampu untuk melakukannya. Sehingga dengan menguatnya intensi seseorang


(34)

terhadap perilaku tersebut, maka kemungkinan individu untuk menampilkan perilaku juga semakin besar (Ajzen, 2005).

2.1.3 ASPEK-ASPEK INTENSI

Intensi memiliki 4 aspek yang mendasarinya yaitu target, action, context, dan time. Target merupakan sasaran yang ingin dicapai jika menampilkan suatu perilaku. Misalnya, menampilkan perilaku belajar untuk mencapai prestasi. Action yang merupakan suatu tindakan yang mengiringi munculnya perilaku. Misalnya, membuka buku merupakan aksi yang dilakukan ketika hendak menampilkan perilaku belajar. Context mengacu pada situasi yang akan memunculkan perilaku. Misalnya, ketika berada di tempat yang tenang dapat membangkitkan niat belajar. Dan yang terakhir adalah time yaitu waktu munculnya perilaku, misalnya belajar pada minggu sebelum ujian akhir.

2.2 SIKAP

2.2.1 DEFINISI SIKAP

Attitude is a disposition to respond favorably or unfavorably to an object, person, instution, or event”

(Ajzen, 2005) Sikap adalah disposisi untuk merespon secara favorable atau unfavorable terhadap benda, orang, institusi atau kejadian (Ajzen, 2005). Sikap merupakan pernyataan atau pertimbangan evaluatif mengenai objek, orang, atau peristiwa (Robin, dalam Amaliah, 2008). Karakteristik paling utama mengenai sikap adalah sikap bersifat evaluatif atau cenderung afektif, afek merupakan bagian dari sikap yang paling penting, dimana afek mengacu pada perasaan dan penilaian seseorang


(35)

akan objek, orang, permasalahan atau peristiwa tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975). Sikap terhadap tingkah laku ditentukan oleh keyakinan (belief) akan akibat dari tingkah laku yang akan dilakukan (Ajzen, 2005). Belief ini disebut sebagai behavioral belief yang menghubungkan tingkah laku dengan konsekuensi tertentu dari munculnya tingkah laku tersebut, atau kepada beberapa atribut lain seperti keuntungan/kerugian yang mungkin muncul ketika melakukan tingkah laku tersebut.Selain itu, sikap merupakan hasil dari faktor genetik dan proses belajar serta selalu berhubungan dengan suatu objek, dan sikap biasanya memberikan penilaian (menerima/menolak) terhadap objek yang dihadapi (Dharmmesta, 1998).Sikap juga dipandang sebagai keseluruhan evaluasi (Engel et. al., 1995).

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikiran yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek, yang diorganisir melalui pengalaman serta pengaruh secara langsung dan atau secara tidak langsung. Sikap biasanya memainkan peran utama dalam membentuk perilaku.

2.2.2 ASPEK-ASPEK SIKAP

Berdasarkan theory of planned behavior, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari aspek behavioral beliefsdanoutcome evaluation.Behavioral belief merupakan kepercayaan individu akan konsekuensi yang dihasilkan bila ia menampilkan suatu perilaku. Sementara outcome evaluation merupakan penilaian individu terhadap konsekuensi atau hasil dari perilaku yang ditampilkan. Individu yang yakin bahwa dengan menampilkan


(36)

suatu perilaku akan menghasilkan konsekuensi yang positif, akan memiliki kecenderungan yang besar untuk melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005).

2.3 NORMA SUBJEKTIF

2.3.1 DEFINISI NORMA SUBJEKTIF

“The person’s perception that most people who are important to him think he should or should not perform the behavior in question”

(Ajzen, 2005) Norma subjektif adalah persepsi seseorang akan tekanan sosial untuk menunjukkan atau tidak menunjukkan tingkah laku dengan pertimbangan tertentu (Fishbein & Ajzen, 2005). Norma subjektif juga diartikan sebagai persepsi tentang tekanan sosial dalam melaksanakan perilaku tertentu (Feldman, 1995). Norma subjektif adalah produk dari persepsi individu tentang beliefs yang dimiliki oranglain (Hogg & Vaughan, 2005). Jadi, norma subjektif adalah norma yang didapatkan seseorang dari persepsi terhadap sejauh mana lingkungan sosial yang cukup berpengaruh akan mendukung atau tidak pelaksanaan tingkah laku tersebut.

2.3.2 ASPEK-ASPEK NORMA SUBJEKTIF

Dalam theory of planned behaviorAjzen (2005), norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mengikutinya (motivation to comply). Adapun yang dimaksud dengan normative belief yaitu belief seseorang bahwa individu atau kelompok tertentu setuju atau tidak setuju bila dia melakukan tingkah laku tersebut. Individu dan kelompok tertentu ini disebut juga referent. Referent adalah orang atau kelompok sosial yang bepengaruh bagi individu, baik itu orangtua, pasangan (suami/istri), teman dekat, rekan kerja atau yang lain, tergantung pada tingkah laku yang


(37)

dimaksud. Norma subjektif tidak hanya ditentukan oleh adanya normative belief yang dipengaruhi oleh referent, tetapi juga kekuatan/kekuasaan yang dimiliki referent terhadap individu, dan seberapa jauh individu akan mengikuti pendapat referent tersebut. Hal inilah yang disebut motivation to comply.

2.4 PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL

2.4.1 DEFINISI PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL

“the sense of self efficacy or ability to perform the behavior of interest“

(Ajzen, 2005) Perceived behavioral control sebagai perasaan self efficacy atau kesanggupan seseorang untuk menunjukkan tingkah laku yang diinginkan (Ajzen, 2005). Perceived behavioral control hampir sama dengan konsep self efficacy, yaitu persepsi orang untuk kemampuannya pada saat melakukan tindakan atau perilaku (Grizzell, 2003).

Kontrol keperilakuan yang dirasakan merupakan kondisi padasaat orang percaya bahwa suatu tindakan itu mudah atau sulit dilakukan (Dharmmesta, 1998). Sehingga perceived behavioral control dapat dikatakan merupakan faktor persepsi tentang kemampuan seseorang dalam mengendalikan perilaku yang akan dikerjakan. Persepsi tersebut ditentukan oleh keyakinan (beliefs) seseorang, yang disebut control beliefs, untuk mengendalikan faktor-faktor yang menghambat ataupun yang mendorong munculnya perilaku (Ajzen, 1991). Keyakinan-keyakinan ini dapat diakibatkan oleh pengalaman masa lalu dengan tingkah laku tersebut, namun juga dapat dipengaruhi oleh informasi yang tidak langsung akan tingkah laku tersebut yang diperoleh dengan mengobservasi pengalaman orang


(38)

yang dikenal atau teman, sedangkan faktor-faktor yang dikontrol adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti keahlian, kemampuan, informasi, dan emosi, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor situasi atau faktor lingkungan.

2.4.2 ASPEK-ASPEKPERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL

Perceived behavioral control dibentuk oleh dua aspek, yaitu: (1) keyakinan individu tentang kehadiran kontrol yang berfungsi sebagai pendukung atau penghambat individu dalam bertingkah laku (control beliefs); (2) persepsi individu terhadap seberapa kuat kontrol tersebut untuk mempengaruhi dirinya dalam bertingkah laku (perceived power), apakah faktor kontrol tersebut dapat memfasilitasi atau menghalangi timbulnya perilaku.

2.5 VARIABEL LAIN YANG MEMPENGARUHI INTENSI

Disamping faktor-faktor utama tersebut, terdapat beberapa variabel lain yang mempengaruhi atau berhubungan dengan belief. Beberapa faktor tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kelompok: (1) kategori personal, termasuk didalamnya sikap secara umum, kepribadian, nilai-nilai, emosi, inteligensi, , dan lain-lain; (2) kategori social, termasuk didalamnya usia, jenis kelamin, etnis, ras, pendidikan, penghasilan, agama, dan lain-lain; dan (3) kategori informational, termasuk didalamnya pengalaman, pengetahuan,tayangan media, dan lain-lain. Keberadaan faktor tambahan ini memang masih menjadi pertanyaan empiris mengenai seberapa jauh pengaruhnya terhadap belief, maupun terhadap intensi. Namun pada dasarnya faktor ini tidak menjadi bagian dari theory of planned


(39)

behavior yang dikemukaan oleh Ajzen, melainkan hanya sebagai pelengkap untuk menjelaskan lebih dala m determinan tingkah laku manusia (Ajzen, 2005).

2.6 HOMESCHOOLING

Terjemahan homeschooling dalam bahasa Indonesia adalah “sekolah rumah”. Pengertian umum homeschoolingadalah model pendidikan di mana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dan mendidik anak-anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya (Sumardiono, 2007). Dengan demikian, orangtua bertanggung jawab secara aktif atas proses pendidikan anaknya. Yang dimaksud bertanggung jawab secara aktif di sini adalah keterlibatan penuh orangtua pada proses penyelenggaraan pendidikan, mulai dalam hal penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai (values) yang ingin dikembangkan, kompetensi dan keterampilan yang hendak diraih, kurikulum dan materi pembelajaran hingga metode belajar serta praktik belajar keseharian anak (Sumardiono, 2007).

Pada hakekatnya, baik homeschooling maupun sekolah umum, sama-sama sebagai sebuah sarana untuk menghantarkan anak-anak mencapai tujuan pendidikan seperti yang diharapkan. Akan tetapi, homeschooling dan sekolah juga memiliki beberapa perbedaan berikut (Simbolon, 2007):

1. Pada sistem sekolah formal, tanggung jawab pendidikan anak didelegasikan orangtua kepada guru dan sekolah. Pada homeschooling, tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya berada di tangan orangtua.

2. Pada sistem sekolah formal, peran orangtua dan keluarga relatif kecil karena pendidikan dijalankan oleh sistem sekolah dan guru. Pada homeschooling,


(40)

peran orangtua dan anak sangat menentukan keberhasilan pendidikan, walaupun orangtua tidak harus mengajarkan sendiri kepada anak-anaknya. Arah pendidikan ditentukan oleh kebijakan orangtua bersama anak-anak yang homeschooling.

3. Model belajar yang sudah ada di sekolah formal memiliki sistem yang sudah mapan. Orangtua tinggal memilih sebuah model yang diminati dan kemudian mengikuti proses pendidikan yang dijalankan untuk anak-anaknya. Namun pada homeschooling, dibutuhkan komitmen dan kreativitas orangtua untuk melaksanakan homeschooling. Keluarga yang menjalani homeschooling dapat memilih sebuah paket pendidikan tertentu, ataupun melakukan penyesuaian menurut kebutuhan anak.

4. Sistem sekolah formal sudah terstandar untuk memenuhi kebutuhan anak secara umum, sementara sistem pada homeschooling disesuaikan menurut kebutuhan anak dan kondisi keluarga.

5. Pengelolaan di sekolah formal terpusat, antara lain kurikulumnya telah ditetapkan seragam untuk seluruh siswa. Sedangkan keluarga yang memilih homeschooling memilih sendiri kurikulum dan materi ajar untuk anak.

6. Pada sekolah formal, jadwal belajar telah ditentukan dan hanya 1 tipe untuk seluruh siswa. Pada homeschooling jadwal belajar fleksibel, tergantung kesepakatan antara oran tua dan anak.


(41)

2.6.1 JENIS-JENIS KEGIATAN HOMESCHOOLING

Di Indonesia, jenis kegiatan homeschooling dibedakan atas: a. Homeschooling tunggal

Homeschooling tunggal dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan yang lainnya (Mulyadi, 2007). Biasanya homeschooling jenis ini diterapkan karena adanya tujuan atau alasan khusus yang tidak dapat diketahui atau dikompromikan dengan komunitas homeschooling lain. Alasan lain adalah karena lokasi atau tempat tinggal si pelaku homeschooling yang tidak memungkinkan berhubungan dengan komunitas homeschooling lain. Alasan format ini dipilih oleh keluarga karena ingin memiliki fleksibilitas maksimal dalam penyelenggaraan homeschooling(Sumardiono, 2007). Mereka bertanggung jawab sepenuhnya atas seluruh proses yang ada dalam homeschooling, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pengadministrasian, hingga penyediaan sarana pendidikan. Disebutkan bahwa format homeschooling tunggal memiliki kompleksitas tinggi karena seluruh beban/tanggung jawab berada di tangan keluarga tersebut.

b. Homeschooling majemuk

Homeschooling majemuk dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua masing-masing (Mulyadi, 2007). Alasannya adalah terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari kegiatan olahraga, seni/musik, sosial, dan keagamaan. Jenis kegiatan ini memberikan kemungkinan pada keluarga untuk


(42)

saling bertukar pengalaman dan sumber daya yang dimiliki tiap keluarga (Sumardiono, 2007). Selain itu, jenis kegiatan ini dapat menambah sosialisasi sebaya dalam kegiatan bersama di antara anak-anak homeschooling. Tantangan terbesar dari format homeschooling majemuk adalah mencari titik temu dan kompromi atas hal-hal yang disepakati antara para anggota homeschooling majemuk karena tidak adanya keterikatan struktural.

c. Komunitas homeschooling

Komunitashomeschooling merupakan gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olahraga, musik/seni, dan bahasa), sarana/prasarana, dan jadwal pembelajaran (Mulyadi, 2007). Komitmen penyelenggaraan orangtua dan komunitasnya kurang lebih 50:50. Komunitas homeschooling membuat struktur yang lebih lengkap dalam penyelenggaraan aktivitas pendidikan akademis untuk pembangunan akhlak mulia, pengembangan inteligensi, keterampilan hidup dalam pembelajaran, penilaian, dan kriteria keberhasilan dalam standar mutu tertentu tanpa menghilangkan jati diri dan identitas diri yang dibangun dalam keluarga dan lingkungannya (Sumardiono, 2007). Selain itu, dengan adanya komunitas homeschoolingini diharapkan dapat terciptanya fasilitas belajar mengajar yang lebih baik yang tidak diperoleh dalam homeschooling tunggal/majemuk, misalnya bengkel kerja, laboratorium alam, perpustakaan, laboratorium IPA/bahasa, auditorium, fasilitas olahraga, dan kesenian.


(43)

2.7 DINAMIKA

2.7.1 DINAMIKA SIKAP TERHADAP INTENSI MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING

Sikap adalah disposisi untuk merespon secara favorable atau unfavorable terhadap benda, orang, institusi atau kejadian yang ditentukan oleh keyakinan (belief) akan akibat dari tingkah laku yang akan dilakukan (Ajzen, 2005). Belief ini disebut sebagai behavioral belief, merupakan pernyataan subjektif seseorang yang menyangkut aspek-aspek yang dapat dibedakan tentang dunianya, yang sesuai dengan pemahaman tentang diri dan lingkungannya. Behavioral belief ini menghubungkan tingkah laku dengan konsekuensi tertentu dari munculnya tingkah laku tersebut, atau kepada beberapa atribut lain seperti keuntungan/kerugian yang mungkin muncul ketika melakukan tingkah laku tersebut.

Sebagai contoh adalah ketika orangtua meyakini bahwa menggunakan homeschooling merupakan keputusan yang lebih baik untuk anaknya daripada menggunakan sekolah formal, namun ia menyadari bahwa ada konsekuensi jika ia menggunakan homeschooling, ia bisa mengeluarkan biaya yang lebih mahal, atau ia harus mengawasi anaknya dan menjadi fasilitator untuk anaknya selama 24 jam, dan menggunakan homeschooling berarti mengurangi kesempatan anaknya untuk berinteraksi dengan banyak teman sebayanya seperti di sekolah formal. Hal-hal seperti biaya, waktu luang, dan perkembangan anak diatas adalah atribut yang mungkin muncul dari tingkah laku menggunakan homeschooling. Dengan kata lain, seseorang yang percaya bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan


(44)

outcome yang positif, maka ia akan memiliki sikap yang positif. Begitu juga sebaliknya, jika individu tersebut percaya bahwa dengan melakukannya akan menghasilkan outcome yang negatif, maka ia akan memiliki sikap yang negatif terhadap tingkah laku tersebut.

Rumus yang menggambarkan hubungan behavioral beliefs dengan sikap (attitude behavior)adalah sebagai berikut:

AB = sikap terhadap tingkah laku menggunakan homeschooling

bi = keyakinan menggunakan homeschoolingakan menghasilkan konsekuensi

ei = evaluasi terhadap konsekuensi

i = konsekuensi dari tingkah laku menggunakan homeschooling

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muchlis H. Mas’ud (2012) mengenai Pengaruh Sikap, Norma-Norma Subjektif, dan Kontrol Perilaku Yang Dipersepsikan Nasabah Bank Terhadap Keinginan Untuk Menggunakan Automatic Teller Machine (ATM) Bank BCA di Kota Malang, memberikan contoh bahwa sikap nasabah bank berpengaruh signifikan dan positif terhadap keinginan menggunakan ATM, yang bermakna bahwa semakin baik sikap nasabah bank terhadap produk layanan bank maka keinginan untuk menggunakan ATM BCA semakin meningkat. Maka, adanya keyakinan pihak orangtua bahwa menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan akan menghasilkan konsekuensi yang positif bagi mereka dan anak mereka, maka akan membentuk sikap yang positif terhadap intensi untuk menggunakan homeschooling sebagai


(45)

jalur pendidikan. Dan adanya sikap yang positif ini, akan meningkatkan intensi menggunakan homeschooling. Begitu pula sebaliknya, keyakinan bahwa menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan akan menghasilkan konsekuensi yang negatif bagi mereka, maka akan membentuk sikap yang negatif terhadap intensi untuk menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan. Dan adanya sikap yang negatif ini, akan menurunkan intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan.

2.7.2 DINAMIKA NORMA SUBJEKTIF TERHADAP INTENSI MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING

Norma subjektif sebagai persepsi seseorang akan tekanan sosial untuk menunjukkan atau tidak menunjukkan tingkah laku dengan pertimbangan tertentu, muncul dilatarbelakangi oleh normative belief, bahwa orang lain atau kelompok tertentu (yang berpengaruh bagi individu) akan setuju atau tidak setuju bila individu melakukan tingkah laku tersebut (Fishbein & Ajzen, 2005). Tidak hanya ditentukan oleh setuju/tidak setujunya orang lain atau kelompok yang berpengaruh bagi individu, tetapi norma subjektif juga dipengaruhi oleh motivation to comply, yaitu kekuatan/kekuasaan yang dimiliki orang lain atau kelompok tersebut terhadap individu, dan seberapa jauh individu akan mengikuti pendapat orang lain atau kelompok tersebut tersebut. Orang lain/kelompok yang berpengaruh ini disebut referent.

Dengan kata lain, individu yang percaya bahwa referentakan mendukungnya untuk melakukan tingkah laku tersebut, maka hal ini akan menjadi tekanan sosial bagi individu tersebut untuk melakukannya. Sebaliknya jika ia


(46)

percaya referent tidak mendukung tingkah laku tersebut, maka hal ini akan menyebabkan ia memiliki norma subjektif untuk tidak melakukan tingkah laku. Jadi, referentmenyediakan petunjuk tentang “Hal apakah yang seharusnya pantas/tepat untuk dilakukan?”. Contohnya dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Jessvita Anggelina dan Edwin Japarianto (2014) tentang Analisis Pengaruh Sikap, Subjective Norm, dan Perceived Behavioral Control Terhadap Purchase Intention Pelanggan SOGO Department Store di Tunjungan Plaza Surabaya. Hasilnya ditemukan bahwa konsumen mempertimbangkan kembali rencana belanja apabila kebanyakan orang melakukan pembelian di SOGO department store Surabaya, semakin banyak orang melakukan pembelian di SOGO department store menjadi pertimbangan kebijaksanaan konsumen dalam melakukan pembelian di SOGO department store dan semakin banyak orang yang melakukan pembelian di SOGO department store akan menjadi pertimbangan tentang manfaat yang konsumen dapatkan bila berbelanja di SOGO department store. Contoh lainnya adalah studi yang dilakukan Tolma et al (dalam Amaliah, 2008) tentang intensi melakukan mammografi. Dalam studi ini ditemukan bahwa peran norma subjektif di sini signifikan dalam memprediksi intensi. Hasil pengukuran norma subjektif menyatakan bahwa rekomendasi dari dokter di rumah sakit adalah sumber motivasi yang terkuat bagi para subjek penelitian.

Hubungan antara normative beliefs dengan norma subjektif dapat dilihat pada rumus berikut:


(47)

ni = normative belief terkait dengan referent

mi = motivasi individu untuk mematuhi referent (motivation to comply) i = orang atau kelompok orang yang berpengaruh (referent)

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Dharmmesta dan Khasanah (1999) tentang Theory of Planned Behavior: an Application to Transport Service Consumers, memperoleh hasil bahwa niat untuk menggunakan Kereta Api Argo Lawu dipengaruhi secara signifikan oleh norma subjektif. Sejalan dengan penelitian tersebut, maka keyakinan akan adanya pengaruh dari referent yang memotivasi untuk menimbulkan intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan akan membentuk norma subjektif (persepsi seseorang akan tekanan sosial) yang kuat, yang nantinya akan menguatkan intensi untukmenggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan. Sedangkan, keyakinan akan adanya pengaruh dari referent yang tidak memotivasi agar menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan akan membentuk norma subjektif yang lemah terhadap intensi untukmenggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan, yang nantinya juga akan berpengaruh melemahkan intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan.

2.7.3 DINAMIKA PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL TERHADAP INTENSI MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING

Perceived behavioral control sebagai perasaan self efficacy atau kesanggupan seseorang untuk menunjukkan tingkah laku yang diinginkan (Ajzen, 2005). Dua komponen yang membentuk perceived behavioral control adalah keyakinan individu tentang kehadiran kontrol yang berfungsi sebagai pendukung


(48)

atau penghambat individu dalam bertingkah laku (control beliefs), dan persepsi individu terhadap seberapa kuat kontrol tersebut untuk mempengaruhi dirinya dalam bertingkah laku (perceived power).

Perceived behavioral control berperan dalam meningkatkan terwujudnya intensi ke dalam tingkah laku pada saat yang tepat. Misalnya saja perilaku untuk tidak menyontek, individu bisa saja memiliki sikap yang positif dan persepsi bahwa orang lain akan sangat mendukung tindakannya tersebut atau bahkan ia sudah memiliki keinginan untuk tidak menyontek, namun ia mungkin saja tidak dapat melakukannya karena ia terhambat oleh faktor seperti tidak perlu banyak menghapal pelajaran atau faktor dari dalam/luar lainnya. Contoh tersebut menunjukkan bahwa walaupun individu memiliki sikap, dan norma subyektif yang mendukungnya untuk melaksanakan suatu tingkah laku, namun eksekusi tingkah laku itu sendiri masih bergantung pada faktor perceived behavioral control yang dimiliki.

Secara sederhana, semakin besar persepsi mengenai kesempatan dan sumber daya yang dimiliki, maka semakin kecil perceived behavioral control yang dimiliki orang tersebut. Serta semakin kecil persepsi tentang hambatan yang dimiliki seseorang, maka semakin besar perceived behavioral control yang dimiliki orang tersebut. Hubungan control beliefs dengan perceived behavioral control digambarkan pada rumus:


(49)

ci =control belief, keyakinan bahwa i adalah faktor yang mendorong atau menghambat tingkah laku

pi = perceived power, persepsi tentang seberapa kuat pengaruh kontrol i dalam mendorong atau menghambat tingkah laku

i = faktor pendorong atau penghambat tingkah laku menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan

Penelitian oleh Laili Istiana, Suci Paramitasari Syahlani, dan Sudi Nurtini (2013) mengenai Pengaruh Sikap, Norma Subjektif dan Kontrol Keperilakuan Terhadap Niat dan Perilaku Beli Produk Susu Ultra High Temperature (UHT) memperoleh hasil bahwa perceived behavioral control berpengaruh sangat besar terhadap munculnya niat dan perilaku konsumen untuk membeli susu UHT, karena kesempatan dan sumber daya konsumen harus ada, dan apabila tidak ada maka niat konsumen akan lemah (KIT, 1998; dalam Istiana, 2013). Sesuai dengan hasil penelitian tersebut, maka keyakinanakan adanya kontrol yang cukup kuat untuk mendukung munculnya intensi untuk menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan akan menguatkan intensi seseorang menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan. Sedangkan keyakinan akan adanya kontrol yang cukup kuat untuk menghambat munculnya intensi untuk menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan akan melemahkan intensi seseorang menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan.


(50)

2.7.4 DINAMIKA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED

BEHAVIORAL CONTROL TERHADAP INTENSI

MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING

Intensi diasumsikan sebagai faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku. Intensi merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untukmenampilkan suatu perilaku. Sebagai aturan umum, semakin keras intensi seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku, semakin besar kecenderungan ia untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut. Intensi untuk berperilaku dapat menjadi perilaku sebenarnya hanyajika perilaku tersebut ada di bawah kontrol individu yang bersangkutan. Individu memiliki pilihan untuk memutuskan perilaku tertentu atau tidak sama sekali (Ajzen, 1991). Selanjutnya, variabel yang mempengaruhi intensi/niat individu dalam melakukan sesuatu (Ajzen, 1991), adalah:

(1) sikap, disposisi untuk merespon secara favorable atau unfavorable terhadap benda, orang, institusi atau kejadian. Semakin positif sikap yang dimiliki individu terhadap suatu perilaku, maka semakin besar pula intensinya untuk melakukan perilaku tersebut. Dilatarbelakangi oleh komponen behavioral beliefs, yaitu keyakinan akan konsekuensi dari kemunculan tingkah laku serta evaluasi terhadap konsekuensi tersebut.

(2) norma subjektif, persepsi seseorang akan tekanan sosial untuk menunjukkan atau tidak menunjukkan tingkah laku dengan pertimbangan tertentu.Semakin adanya tekanan sosial yang menekan individu untuk melakukan suatu, maka intensi individu akan semakin besar pula. Dilatarbelakangi oleh


(51)

komponen normative beliefs, yaitu keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain (referent) dan motivasi untuk memenuhi (motivation to comply) harapan referent tersebut.

(3) perceived behavioral control, kesanggupan seseorang untuk menunjukkan tingkah laku yang diinginkan. Semakin adanya kemudahan dan keuntungan individu untuk melakukan suatu perilaku, maka intensinya akan semakin tinggi. Dilatarbelakangi oleh komponen control beliefs, yaitu keyakinan tentang adanya faktor yang dapat mendorong atau menghambat munculnya tingkah laku dan persepsi terhadap kekuatan faktor tersebut.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Asrori, Noorca Agus, dan Lilis Mardiana (2013) tentang Analisis Intensi Perilaku Pelayanan Prima Melalui Aspek Sikap, Norma Subyektif, dan Perceived Behavioral Control dalam Rangka Peningkatan Kualitas Layanan, penelitian yang dilakukan oleh Jessvita Anggelina J.P dan Edwin Japarianto (2014) tentang Analisis Pengaruh Sikap, Subjective Norm, dan Perceived Behavioral Control Terhadap Purchase Intention Pelanggan SOGO Department Store di Tunjungan Plaza Surabaya, dan juga penelitian oleh Burhanudin (2007) mengenai Theory of PlannedBehavior: Aplikasi Pada Niat Konsumen Untuk Berlangganan Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat di Desa Donotirto, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, ketiga penelitian ini memperoleh hasil yang sama mengenai hubungan sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control yang berpengaruh secara signifikan terhadap intensi melakukan suatu perilaku.


(52)

Sesuai dengan beberapa hasil penelitian tersebut, maka sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control dapat digunakan dalam melihat intensi orangtua untuk menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan untuk anak mereka. Semakin adanya sikap yang positif, norma subjektif yang mendukung, dan perceived behavioral control yang positif terhadap penggunaan homeschooling sebagai jalur pendidikan, maka intensinya untuk menggunakan jasa homeschooling akan semakin tinggi, dan sebaliknya, semakin adanya sikap yang negatif, norma subjektif yang tidak mendukung, dan perceived behavioral control yang negatif terhadap penggunaan homeschooling sebagai jalur pendidikan, maka akan semakin rendah juga intensi orangtua terhadap penggunaan homeschooling sebagai jalur pendidikan. Gambaran dinamikanya secara jelas dapat dilihat pada Gambar 1.

2.8 HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

2.8.1 Hipotesis Utama:

Sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control secara bersama-sama berperan menjadi prediktor positif bagi intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan.

2.8.2 Hipotesis Tambahan:

1. Sikap berperan secara signifikan terhadap intensi menggunakan homeschooling.

2. Norma subjektif berperansecara signifikan terhadap intensi menggunakan homeschooling.


(53)

3. Perceived behavioral control berperan secara signifikan terhadap intensi menggunakan homeschooling.


(54)

Background factors (faktor yang mempengaruhi

penggunaan homeschooling): Personal: General attitudes,

Personality traits, Values, Emotions, Intelligence Social: Age, Gender, Race,

Ethnicity, Education, Income, Religion Information: Experience, Knowledge, Media exposure

INTENSI menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan untuk anak PERILAKU menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan untuk anak SIKAP menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan untuk anak NORMA SUBJEKTIF menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan untuk anak PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan Behavioral Beliefs: keyakinan bahwa menggunakan

homeschooling akan menghasilkan konsekuensi

yang positif/negatif

Normative Beliefs: keyakinan akan adanya

pengaruh dari referent yang memotivasi agar

menggunakan

homeschooling

Control Beliefs: keyakinan akan adanya factor yang mendukung/menghambat

munculnya perilaku menggunakan

homeschooling, yang dipersepsikan kuat/lemah


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel adalah simbol atau lambang yang padanya kita letakkan bilangan atau nilai (Kerlinger, 2006). Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas adalah sebab yang dipandang sebagai sebab kemunculan dari variabel terikat yang dipandang atau diduga sebagai akibatnya (Kerlinger, 2006). Variabel bebas adalah antesedendan variabel terikat adalah konsekuensi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah intensi menggunakan homeschooling (Y). Sedangkan variabel terikatdalam penelitian ini ada tiga, yaitu: sikap (X1), norma subjektif (X2), dan perceived behavioral control (X3).

3.2 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifatdari halyang akan diteliti dan dapat diamati atau diobservasi (Suryabrata, 1989; dalam

Mas’ud, 2012):

1. Intensi menggunakan homeschooling

Intensi adalah kemungkinan seseorang bahwa ia akan menampilkan suatu tingkah laku. Intensi menggunakan homeschooling diukur melalui skoryang diperoleh dari skala intensi menggunakan homeschooling.


(56)

2. Sikap

Sikap adalah disposisi untuk merespon secara favorable atau unfavorable terhadap benda, orang, institusi atau kejadian. Sikap diukur dari skor hasil kali antara belief terhadap konsekuensi perilaku menggunakan homeschooling yang muncul dengan evaluasi terhadap konsekuensi tersebut. Beliefs dan evaluasi yang menyusun skala sikap tersebut didapatkan dari hasil elisitasi.

3. Norma Subjektif

Norma subjektif adalah persepsi terhadap sejauh mana lingkungan sosial yang cukup berpengaruh akan mendukung atau tidak tingkah laku tersebut dilaksanakan. Norma subjektif diukur dari hasil kali dari normative belief tentang tingkah laku menggunakan homeschooling dengan motivasi untuk mengikutinya. Normative belief didapatkan dari hasil elisitasi.

4. Perceived Behavioral Control

Perceived behavioral control adalah kesulitan atau kemudahan dalam melaksanakan tingkah laku, berdasarkan pada pengalaman sebelumnya dan hambatan yang diantisipasi dalam melaksanakan tingkah laku tertentu. Perceived behavioral controldiukur melalui hasil kali dari control belief tentang hadir/tidaknya faktor dengan kekuatan faktor yang memfasilitasi atau menghambat tingkah laku. Semakin besar skor tersebut, maka semakin besar persepsi kontrol seseorang terhadap perilaku menggunakan homeschooling.

3.3 POPULASI, SAMPEL, DAN METODE PENGAMBILANSAMPEL

Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Populasi merupakan keseluruhan subjek yang menjadi fokus


(1)

BAGIAN 2

NO PERNYATAAN

Sangat Buruk

Buruk

Agak Buruk

Agak Baik

Baik

Sangat Baik

1

Bagi saya, anak saya lebih

mendapat perhatian merupakan hal yang ___

2

Bagi saya, memiliki banyak waktu dengan anak merupakan hal yang ____

3

Bagi saya, anak saya tidak memiliki banyak teman sebaya merupakan hal yang ____

4

Bagi saya, anak saya menjadi orang yang penyendiri dan kikuk

merupakan hal yang ___

MOHON PERIKSA KEMBALI JAWABAN ANDA. JANGAN SAMPAI ADA JAWABAN YANG KOSONG. SILAHKAN LANJUT KE KUESIONER SELANJUTNYA.


(2)

KUESIONER NORMA SUBJEKTIF BAGIAN 1

NO PERNYATAAN

Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Agak Tidak Setuju

Setuju Sangat Setuju

Sangat Tidak Setuju

1

Pasangan saya tidak mendukung saya untuk menggunakan homeschooling

2

Pihak keluarga mendukung saya untuk menggunakan homeschooling karena percaya keputusan yang terbaik untuk anak saya ada di tangan saya

3

Teman-teman saya mendukung saya untuk menggunakan homeschooling

4

Anak saya mendukung saya untuk menggunakan

homeschooling

MOHON PERIKSA KEMBALI JAWABAN ANDA. JANGAN SAMPAI ADA JAWABAN YANG KOSONG.


(3)

BAGIAN 2

NO PERNYATAAN Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Agak Tidak Setuju

Setuju Sangat Setuju

Sangat Tidak Setuju

1

Biasanya saya akan mengikuti apa yang didukung oleh pasangan saya

2

Biasanya saya akan mengikuti apa yang didukung oleh keluarga saya

3

Biasanya saya akan mengikuti apa yang didukung oleh teman - teman saya

4

Biasanya saya akan mengikuti apa yang didukung oleh anak saya

MOHON PERIKSA KEMBALI JAWABAN ANDA. JANGAN SAMPAI ADA JAWABAN YANG KOSONG. SILAHKAN LANJUT KE KUESIONER SELANJUTNYA.


(4)

KUESIONER PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL

BAGIAN 1

NO PERNYATAAN Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Agak Tidak Setuju

Setuju Sangat Setuju

Sangat Tidak Setuju

1

Biayahomeschooling yang cukup mahal merupakan faktor penghambatbagi saya untuk menggunakan

homeschooling

2

Munculnya kemauan dan semangat anak untuk belajar menggunakan homeschooling merupakan faktor pendukung bagi saya untuk menggunakan homeschooling

3

Belum banyaknya

homeschooling di Kota Medan merupakan faktor

penghambat bagi saya untuk menggunakan homeschooling

4

Kurangnya informasi yang saya miliki mengenai homeschooling merupakan faktor penghambat bagi saya untuk menggunakan

homeschooling

MOHON PERIKSA KEMBALI JAWABAN ANDA. JANGAN SAMPAI ADA JAWABAN YANG KOSONG.


(5)

BAGIAN 2

NO PERNYATAAN

Sangat Kecil

Kecil

Agak Kecil

Agak Besar

Besar

Sangat Besar

1

Bagi saya, biayahomeschooling yang cukup mahal merupakan faktor penghambat yang _____ untuk menggunakan homeschooling

2

Bagi saya, faktor munculnya kemauan dan semangat anak untuk belajar menggunakan

homeschooling merupakan faktor pendukung yang _____ untuk menggunakan homeschooling

3

Bagi saya, faktor belum banyaknya homeschooling di Kota Medan merupakan faktor penghambat yang _____ untuk menggunakan

homeschooling

4

Bagi saya, faktor kurangnya informasi yang saya miliki mengenai homeschooling

merupakan faktor penghambat yang _____ untuk menggunakan

homeschooling

MOHON PERIKSA KEMBALI JAWABAN ANDA. JANGAN SAMPAI ADA JAWABAN YANG KOSONG. SILAHKAN LANJUT KE KUESIONER SELANJUTNYA.


(6)

KUESIONER INTENSI

NO PERNYATAAN Sangat Tidak Mungkin

Tidak Mungkin

Agak Tidak Mungkin

Mungkin Sangat Mungkin

Sangat Tidak Mungkin

1

Saya akan menggunakan homeschooling untuk membuat anak saya lebih mengerti dan menguasai pelajarannya

2

Saya akan menggunakan homeschooling untuk membuat anak saya lebih mandiri

3

Saya akan bertanya kepada orang yang sudah

menggunakan

homeschooling sebelumnya

4

Sebelum menggunakan homeschooling, saya perlu mencari tahu informasi mengenai kelebihan dan kekurangan homeschooling

5

Saya akan menggunakan homeschooling jika anak saya tidak sukses di sekolah formal

6

Saya akan menggunakan homeschooling jika saya tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan anak saya

7

Dalam waktu dekat ini saya berencana untuk

menggunakan jasa homeschooling

8

Sampai kapanpun saya tidak berniat untuk menggunakan jasa homeschooling