Perjanjian Kerjasama Franchise (PT. Lodaya Makmur Perkasa dan Penerima Merek Dagang Sop Buah Lodaya)

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA

A. Pengertian Perjanjian Kerjasama
Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata dimana dalam
Pasal tersebut dijelaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Namun, pengertian perjanjian secara umum adalah suatu peristiwa dimana apabila
seseorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua pihak atau lebih saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu ataupun tidak untuk melakukan sesuatu.
Dengan kata lain, perjanjian merupakan suatu peristiwa konkret yang dapat
diamati. Dalam bentuknya, perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang
mengandung kesepakatan/persetujuan para pihak yang membuatnya baik secara
lisan maupun dalam bentuk tertulis.Dari peristiwa itulah maka timbul suatu
hubungan antara para pihak tersebut yang dinamakan perikatan.
Pengertian dari perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang
atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal
dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan.
Perikatan merupakan suatu pengertian yang tidak konkret tetapi abstrak atau tidak
dapat diamati karena perikatan merupakan akibat dari adanya suatu perjanjian
yang menyebabkan orang-orang atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang

telah disepakati.Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undangundang.Semua kesepakatan yang dibuat sesuai dengan undang-undang, berlaku

15
Universitas Sumatera Utara

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Persetujuan itu tidak
dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena
alasan-alasan

yang

ditentukan

oleh

undang-undang.Persetujuan

harus

dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat

sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah
barang tentu keinginan itu merupakan sesuatu hal yang baik.Itikad baik yang
sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh
kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama.Isi perjanjian ini disebut
prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan
tidak melakukan suatu perbuatan. 13
Grotius memahami kontrak adalah suatu perbuatan sukarela dari seseorang
yang membuat janji tentang sesuatu kepada seseorang lainnya dengan penekanan
bahwa masing-masing akan menerimanya dan melaksanakannya sesuai dengan
yang telah diperjanjikan. Kotrak bahkan dipahami oleh Grotius lebih dari sekedar
janji, karena kontrak bahkan berdasarkan kehendak bebas dan kekuatan personal
dari individu-individu yang membuatnya, yang didukung oleh harta kekayaan
yang mereka miliki yang dapat dialihkan berdasarkan kontrak tersebut. 14
Kontrak menurut Hartkamp adalah tindakan hukum yang terbentuk dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan perihal aturan betuk formal oleh
perjumpaan pernyataan kehendak yang saling bergantung satu sama lain

13

Retno Prabandari. Jenis-jenis Perjanjian Sebagai Dasar Hukum Dalam Pengalihan Hak

Guna Bangunan Objek Hak Tanggungan.Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang, 2007.
14

Muhammad Syaifuddin. Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perspektif
Filsafat,Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan). Mandar Maju.
Bandung. hal.19

16
Universitas Sumatera Utara

sebagaimana dinyatakan oleh dua atau lebih pihak, dan dimaksudkan untuk
menimbulkan akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak serta atas beban
pihak lainnya, atau demi kepentingan dan atas beban kedua belah pihak. 15
Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum dimana
seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu. 16Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan
kontrak dengan siapa saja yang dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak
dilarang oleh undang-undang untuk melakukan kontrak.Pihak-pihak dalam
kontrak ini dapat berupa orang perorangan atau badan usaha yang bukan badan
hukum atau badan hukum. Dalam melakukan kontrak, pihak-pihak yang terlibat

dalam kontrak tersebut dapat bertindak untuk kepentingan dan atas namanaya
sendiri, namun dapat pula bertindak atas nama sendiri, namun untuk kepentingan
orang lain bahkan dapat bertindak untuk kepentingan dan atas nama orang lain.
Perjanjian kerjasama berasal dari kata perjanjian dan kerjasama.Perjanjian
menurut Van Dunne adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 17Perjanjian
kerjasama tidak ada diatur secara rinci di dalam KUHPerdata.Namum, menurut
Pasal 1319 KUHPerdata, perjanjian kerjasama termasuk dalam perjanjian
innominaat.

15

Ibid, hal 19-20
Ahmadi Miru.Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak. RajaGrafindo Persada. Jakarta,
2013, hal.1
16

17

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Sumur

Bandung, Bandung: 1995. hal. 19

17
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan pendapat-pendapat para sarjana tersebut dapat diartikan
bahwa perjanjian adalah sebagai perbuatan hukum yang menimbulkan perikatan,
yaitu hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak di
dalam lapangan kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak
lainnya wajib memenuhi prestasi.

B. Syarat Sahnya Perjanjian Kerjasama
Waralaba merupakan suatu perikatan/perjanjian antara dua pihak.
Sebagaiperjanjian dapat dipastikan terikat pada ketentuan dalam KUH Perdata
tentang perjanjian Pasal 1313, sahnya perjanjian Pasal 1320 dan kebebasan
berkontrak Pasal 1338. Selanjutnya untuk sahnya suatu perjan jian menurut Pasal
1320 KUHPerdata diperlukan empat syarat yaitu : 18
a. Kesepakatan (toesteming / izin)
Kedua belah pihak Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH
Perdata, yang dimaksud kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak

antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.Sesuai pernyataannya, karena
kehendak itu tidak dapat dilihat / diketahui orang lain. Dalam hal ini, perlu
memperhatikan secara seksama mengenai partner (Partner yang dimaksudkan
disini adalah franchise lainnya dan konsumen), pemeliharaan standar ( Sistem
Franchise hanya akan berjalan dengan baik jika seluruh pihak yang terlibat dalam
sistem franchise tersebut dengan sungguh-sungguh memelihara sistem yang telah
ditentukan oleh franchisor, hubungan para pihak (kerjasama franchise
berlangsung sebagaimana ditentukan dalam perjanjian dan perlu ditegaskan
18

Syahrin Naihasy, Op. Cit,hal 69

18
Universitas Sumatera Utara

apakah hubungan kerjasama tersebut dapat diperpanjang lagi atau tidak), segi
komersial Franchise pada dasarnya adalah hubungan bisnis, oleh karena itu segi
pembagian keuntungan atau segi pembayaran franchisee kepada franchisor harus
diatur secara jelas agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari),
teknik operasional (apabila dalam perjanjian standar masih kurang lengkap, maka

bisa dibuat perjanjian tambahan sebagai pedoman dalam pengoperasian
franchise), dan masalah antisipasi masa datang (misalnya meninggal atau
bubarnya franchisee, pemindahan lokasi, perubahan).
b. Kecakapan Bertindak
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan
akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang –
orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum,
sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang Bekwaam (cakap) merupakan
syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah, yaitu harus
sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh sesuatu peraturan
perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.
c. Mengenai suatu hal tertentu
Suatu

hal

tertentu

adalah


barang

yang

menjadi

obyek

dalam

kontrak.Menurut Pasal1333 KUHPerdata, barang yang menjadi obyek suatu
kontrak harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya.Demikian juga
jumlahnya perlu ditentukan asal dapat ditentukan dan diperhitungkan d. Suatu
sebab yang halal (Geoorloofde oorzaak) Halal merupakan syarat keempat sebagai

19
Universitas Sumatera Utara

sahnya suatu kontrak.Pasal 1335 KUHPerdata menegaskan “jika kontrak tanpa

sebab, atau kontrak karena sebab palsu atau terlarang maka tidak mempunyai
kekuatan”
d. Suatu sebab yang halal (Geoorloofde oorzaak).
Halal merupakan syarat keempat sebagai sahnya suatu kontrak. Pasal 1335
KUHPerdata menegaskan “jika kontrak tanpa sebab, atau kontrak karena sebab
palsu atau terlarang maka tidak mempunyai kekuatan”
Oleh karena itu Salim HS selanjutnya mengatakan apabila syarat pertama
dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, bahwa
salah satu pihak dapat mengajukan kepada pengadilan utuk membatalkan
perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan
maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi
maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya bahwadari semula perjanjian itu
dianggap tidak ada Ada beberapa syarat untuk kontrak yang berlaku umum tetapi
di atur di luar Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut :xii 19
a. Kontrak harus dilakukan dengan itikad baik
b.

Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku

c.


Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan

d.

Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum
Apabila kontrak dilakukan dengan melanggar salah satu dari 4 (empat)

prinsip tersebut, maka konsekuensi yuridisnya adalah bahwa kontrak yang
demikian tidak sah dan batal demi hukum (null and void). Adapun Pasal 1338

19

Salim, HS, Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal 34-35

20
Universitas Sumatera Utara

ayat ( 1 ) KUHPerdata berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Persetujuan-persetujuan

itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau
karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena
mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian,
sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena
mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan
itu. 20
Apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu
dapat dibatalkan.Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada
pengadilan utuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya.Tetapi apabila para
pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah.Syarat
ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum.Artinya
bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada. 21
Beberapa syarat untuk kontrak yang berlaku umum tetapi di atur di luar
Pasal1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut :
a. Kontrak harus dilakukandengan itikad baik
b. Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
c. Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
d. Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum Apabila kontrak
dilakukan dengan melanggar salah satu dari 4 (empat) prinsip tersebut,
20

Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 2010, hal. 1
Salim HS, Hukum Kontrak Teori Dan Teknik penyusunan kontrak,Sinar Grafika,
Jakarta, 2003, hal 34 - 35
21

21
Universitas Sumatera Utara

maka konsekuensi yuridisnya adalah bahwa kontrak yang demikian tidak
sah dan batal demi hukum
Adapun Pasal1338 ayat (1) KUHPerdata berbunyi “semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. Walaupun dalam suatu perjanjian mengatur sistem terbuka / bebas
( open sistem ) namun tetap dibatasioleh beberapa hal, misalnya :
a. Dibatasi undang-undang, adalah dilarang membuat perjanjian tanpa harga,
perjanjian penetapan di bawah harga dan lain-lain karena menyangkut
persaingan ekonomi yang tidak sehat.
b. Dibatasi untuk ketertiban umum, misalnya perjanjian pemboikotan
terhadap produk, perjanjian tertutup,
c. Bertentangan dengan kesusilaan, misalnya perjanjian tentang perdagangan
wanita, perjanjian tentang bentuk pertaruhan dan lain-lain.

C. Klasifikasi Jenis Perjanjian Kerjasama
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, yaitu :
1. Perjanjian menurut sumbernya 22
a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga. Misalnya, perkawinan
b. Perjanjian yang bersumber dari hukum kebendaan, adalah perjanjian yang
berhubungan dengan peralihan hukum benda.
c. Perjanjian obligatoir, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban.
d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara.
22

Sudikno Mertokusumo, Rangkuman Kuliah Hukum Perdata, Fakultas Pascasarjana
UGM, Yogyakarta:1986, hal. 11

22
Universitas Sumatera Utara

e. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik.

2. Pejanjian menurut hak dan kewajiban para pihak, dibedakan menjadi:

23

a. Perjanjian timbal balik, adalah perjanjian pokok yang menimbulkan
kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Perjanjian ini ada 2 macam,
yaitu timbal balik yang sempurna dan tidak sempurna. Contoh : Perjanjian
jual-beli. 24
b. Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana
pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan
dan pihak lainnya membayar harga yang telah diperjanjikan.
c. Perjanjian sepihak, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada
satu pihak saja, seangkan pada pihak lain hanya ada hak. Misalnya, hibah
(Pasal 1666 KUHPerdata) dan perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792
KUHPerdata). 25
d. Perjanjian menurut keuntungan asalah satu pihak dan adanya prestasi pada
pihak yang lain, dibedakan menjadi 26 ;
1) Perjanjian Cuma-Cuma, adalah perjanjian yang hanya memberikan
keuntungan pada salah satu pihak.Contoh: Perjanjian hibah 27.
2) Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari
pihak yang satu selalu terhadap kontra prestasi dari pihak lain dan

23

Salim HS, Op.Cit, hal 29
Mariam Darus Badruldzaman, Op.Cit, hal. 90.
25
Djaja S. Milala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan,
Nuansa Aulia, Bandung, 2007, hal.87.
26
Salim Hs, Log.cit.
27
Mariam Daruz Badrulzaman, Op.cit, hal. 90
24

23
Universitas Sumatera Utara

santara kedua prestasi itu adalah hubungannya menurut hukum.
Contoh: Perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, dan lain-lain 28
3) Perjanjian menurut namanya, dibedakan menjadi perjanjian khusus/
bernama/ nominaat dan perjanjian umum/ tidak bernama/ innominaat/
perjanjian jenis baru (Pasal 1319 KUHPerdata) 29
4) Perjanjian khusus/ bernama/ nominaat adalah perjanjianyang memiliki
nama dan diatur dalam KUHPerdata. 30 Contoh : Perjanjian-perjanjian
yang terdapat dalam Buku III Bab V-XVIII KUH Perdata, antara lain
perjanjian jual-beli, perjanjian tukar-menukar, perjanjian sewamenyewa,

perjanjian

untuk

melakukan

pekerjaan,

perjanjian

persekutuan, perjanjian tentang perkumpulan, perjanjian hibah,
perjanjian penitipan barang, perjanjian pinjam pakai, perjanjian
pinjam-meminjam, perjanjian bunga tetap, atau bunga abadi,
perjanjian untung-untungan, perjanjian pemberian kuasa, perjanjian
penanggungan, dan perjanjian perdamaian. 31
Perjanjian umum/ tidak bernama/innominaat/ perjanjian jenis baru,
adalah perjanjian yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat

D. Asas-asas Perjanjian Kerjasama
Dasar-dasar hukum kontrak adalah prinsip yang harus di pegang bagi para
pihak yang mengikatkan diri ke dalam hubungan hukum kontrak. Menurut

28

Ibid.
Salim HS, Op.Cit, hal. 18.
30
Djaja S. Milala, Op.Cit, hal. 88.
31
Handri Rahardjo, Op.Cit, hal. 64.
29

24
Universitas Sumatera Utara

Hukum Perdata, sebagai dasar hukum utama dalam berkontrak, dikenal 5 ( lima )
asas penting sebagai berikut : 32
1. Asas Kebebasan Berkontrak ( Freedom of contract )
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan
lahirnya paham individualisme. Paham individualisme secara embrional lahir
pada zaman Yunani yang kemudian diteruskan oleh kaum epicuristen dan
berkembang pesat pada zaman renaissance melalui ajaran-ajaran

antara lain

ajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. 33
Asas Kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata.Kebebasan dalam membuat perjanjian dimana para pihak dapat
dengan

bebas

mengatur

hak

dan

kewajiban

dalam

perjanjian

yang

disepakati.Menurut Subekti dalam Bukunya Hukum Perjanjian, Asas Kebebasan
berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya
boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi dan macam apapun asal tidak
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan keteriban umum.34
Kebebasan berkontrak bukan berarti para pihak dapat membuat kontrak
(perjanjian) secara bebas, akan tetapi tetap mengindahkan syarat-syarat sahnya
pernjanjian, baik syarat umum sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 1320
KUHPerdata, maupun syarat khusus untuk perjanjian-perjanjian tertentu.
Pendekatan terhadap asas kebebasan berkontrak berdasarkan hukum
alam, dikemukakan oleh Hugo de Groot dan Thomas Hobbes.Grotius sebagai
32

Ibid, hal 9-12
33
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika
Jakarta 2003, Hal. 9.
34
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata,Cet. ke-XXXIII, PT.Intermasa, Jakarta
2005,hal. 13.

25
Universitas Sumatera Utara

penganjur terkemuka dari ajaran hukum alam berpendapat bahwa hak untuk
mengadakan perjanjian adalah hak asasi manusia. Ia beranggapan, suatu kontrak
adalah suatu tindakan sukarela dari seseorang yang berjanji sesuatu kepada orang
lain dengan maksud orang lain itu menerimanya. Kontrak lebih dari sekedar janji
karena suatu janji tidak dapat memberikan hak kepada pihak lain atas pelaksanaan
janji itu. Selanjutnya Hobbes menyatakan bahwa kebebasan berkontrak sebagai
kebebasan manusia yang fundamental.Kontrak adalah metode dimana hak-hak
fundamental manusia dapat dialihkan. 35
Menurut Munir Fuady, Asas kebebasan berkontrak memberikan
kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat kontrak,
demikian juga kebebasan untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut. 36Asas ini
tersirat dalam Pasal 1338 KUHPerdata, pada intinya menyatakan bahwa terdapat
kebebasan membuat kontrak apapun sejauh tidak bertentangan dengan hukum,
ketertiban dan kesusilaan. Subekti dalam bukunya Pokok-pokok Hukum Perdata,
menyebutkan orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, asal tidak
melanggar ketertiban umum atau kesusilaan, pada umumnya juga boleh
mengenyampingkan peraturan-peraturan yang termuat dalam Buku III karena
Buku III merupakan “hukum pelengkap”(aanvullend recht) bukan hukum keras
atau hukum yang memaksa. 37 Secara Historis kebebasan berkontrak sebenarnya
meliputi lima macam kebebasan, yaitu:
a) kebebasan para pihak menutup atau tidak menutup kontrak.
35
36

Sutan Remy Sjahdeni,Op.Cit, hal.18-20.
Munir Fuady, Pengatar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2002, hal.

12.
37

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata,Cet. ke-XXXIII, PT.Intermasa, Jakarta

2005,hal. 128.

26
Universitas Sumatera Utara

b) kebebasan menentukan dengan siapa para pihak akan menutup
kontrak.
c) kebebasan para pihak menetukan bentuk kontrak.
d) kebebasan para pihak menentukan isi kontrak.
e) kebebasan pada pihak menentukan cara penutupan kontrak.
Menurut Felix.O. Soebagjo, dalam penerapan asas kebebasan berkontrak,
bukan berarti dapat dilakukan bebas sebebasnya, akan tetapi juga ada pembatasan
yang diterapkan oleh pembuat peraturan perundang-undangan, yaitu tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan. 38 Dengan
demikian kita melihat bahwa asas kebebasan ini tidak hanya milik KUHPerdata,
akan tetapi bersifat universal 39.
Sehubungan dengan itu, teori-teori hukum Common Law tertentu
membolehkan untuk membatalkan kontrak-kontrak yang bersifat menindas atau
adanya unsur ketidakadilan sebagai bentuk adanya pembatasan kebebasan
berkontrak.Dorongan pembatasan kebebasan berkontrak ini tampil ke permukaan
guna lebih menyediakan ruang dan peluang yang lebih besar pada pengertianpengertian keadilan, kebenaran, kesusilaan serta ketertiban umum.Karenanya
kontrak merupakan dasar dari banyak kegiatan bisnis dan hampir semua kegiatan
bisnis diawali oleh adanya kontrak, meskipun kontrak dalam tampilan yang sangat
sederhana sekalipun.

38

Felix.O.Soebagjo, Perkebangan Asas-Asas Hukum Kontrak Dalam Praktek Bisnis
selama 25 Tahun Terakhir,Disampaikan dalam pertemuan ilmiah “Perkembangan Hukum Kontrak
dalam PraktekBisnis di Indonesia”, diseleggarakan oleh Badan Pengkajian Hukum Nasional,
Jakarta 18 dan 19 Pebruari 1993.
39
Mariam Darsu Badrulzaman, Op.Cit, hal.108-109.

27
Universitas Sumatera Utara

2. Asas Konsensualisme
Asas ini berkaitan dengan lahirnya suatu perjanjian.Kata konsensualisme
berasal dari kata consensus yang berarti sepakat.Hal ini berarti bahwa pada
asasnya suatu perjanjian timbul sejak saat tercapainya konsensus atau kesepakatan
atau kehendak yang bebas antara para pihak yang melakukan perjanjian.Asas
konsensualitas ini tercermin dalam unsur pertama.Pasal 1320 KUHPerdata yang
menyebutkan “sepakat mereka yang mengikatkan diri”, artinya dari asas ini
menurut Subekti adalah “pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul
karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan”.Asas
konsensualisme mempunyai arti yang terpenting, yaitu bahwa untuk melahirkan
perjanjian adalah cukup dengan dicapainya kata sepakat mengenai hal-hal pokok
dari perjanjian tersebut, dan bahwa perjanjian sudah lahir pada saat atau detik
tercapainya consensus. 40
3. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servandaatau disebut juga dengan asas kepastian hukum.Asas
ini berhubungan dengan akibat perjanjian.Asas pacta sunt servanda merupakan
asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang
dibuat olehpara pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.Mereka
tidakboleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para
pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalamPasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata yang bunyinya : Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang.

40

R. Subekti, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung., 2001hal. 5

28
Universitas Sumatera Utara

Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undangundang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak
yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam
Pasal 1338 ayat ( 1 ) KUH Perdata yang bunyinya : Perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang.
Asas bahwa para pihak harus memenuhi apa yang mereka terima sebagai
kewajiban masing-masing karena persetujuan merupakan undang-undang bagi
pihak-pihak yang mengadakannya dan kekuatan mengikatnya dianggap sama
dengan kekuatan undang-undang, sehigga istilah Pacta Sun Servandaberarti “janji
itu mengikat”. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata
terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur
lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan secara moral. 41
4. Asas Itikad Baik (Goede Trouw)
Asas itikad baik dalam suatu perjanjian terdapat dalam Pasal 1338 ayat
(3) KUHPerdata.Yang menyatakan persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan
dengan itikad baik. Akan tetapi dalam Pasal tersebut tidak disebutkan secara
ekplisit apa yang dimaksud dengan “itikad baik”. Akibatnya orang akan menenui
kesulitan dalam menafsirkan dari itikad baik itu sendiri. Karena itikat baik
merupakan suatu pengertian yang abstrak yang berhubungan dengan apa yang ada
dalam alam pikiran manusia. Menurut James Gordley, sebagaimana yang dikutip
41

Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, PT.Citra Adytia
Bakti, Bandung, 2001. hal.88.

29
Universitas Sumatera Utara

oleh Ridwan Khairandy, memang dalam kenyataannya sangat sulit untuk
mendefinisikan itikad baik. 42Dalam praktek pelaksanan perjanjian sering
ditafsirkan sebagai hal yang berhubungan dengan kepatuhan dan kepantasan
dalam melaksanakan suatu kontrak.
Pasal 1338 (1) KUHPerdata tersimpul asas kebebasan berkontrak, asas
konsensualisme serta daya mengikatnya perjanjian.Pemahaman terhadap Pasal
tersebut tidak berdiri dalam kesendiriannya, asas-asas terdapat dalam Pasal
tersebut berada dalam satu sistem yang padu dan intergratif dengan ketentuanketentuan lainnya. Terkait dengan daya mengikatnya perjanjian berlaku sebagai
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (pacta sunt servanda), pada
situasi tertentu daya berlakunya (strekking) dibatasi, antara lain dengan iktikad
baik. Pasal 1338 (3) KUHPerdata menyatakan bahwa, perjanjian-perjanjian harus
di laksanakan dengan iktikad baik. 43
Asas itikad baik dalam suatu perjanjian terdapat dalam Pasal 1338 ayat
(3) KUHPerdata.Yang menyatakan persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan
dengan itikad baik. Akan tetapi dalam Pasal tersebut tidak disebutkan secara
ekplisit apa yang dimaksud dengan “itikad baik”. Akibatnya orang akan menenui
kesulitan dalam menafsirkan dari itikad baik itu sendiri. Karena itikat baik
merupakan suatu pengertian yang abstrak yang berhubungan dengan apa yang ada
dalam alam pikiran manusia. Menurut James Gordley, sebagaimana yang dikutip
oleh Ridwan Khairandy, memang dalam kenyataannya sangat sulit untuk

42

Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta 2003, Hal.129-130.
43
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial), Edisi-1, Cetakan ke2, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hal 13

30
Universitas Sumatera Utara

mendefinisikan itikad baik. 44Dalam praktek pelaksanan perjanjian sering
ditafsirkan sebagai hal yang berhubungan dengan kepatuhan dan kepantasan
dalam melaksanakan suatu kontrak.
Menurut teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat diterapkan
dalam situasi dimana perjanjian sudah memenuhi syarat hal tertentu, akibat ajaran
ini tidak melindungi pihak yang menderita kerugian dalam tahap pra kontrak atau
tahap perundingan, karena dalam tahap ini perjanjian belum menenuhi syarat
tertentu. 45
Penerapan asas itikad baik dalam kontrak bisnis, haruslah sangat
diperhatikan terutama pada saat melakukan perjanjian pra kontrak atau negosiasi,
karena itikad baik baru diakui pada pada saat perjanjian sudah memenuhi syarat
syahnya perjanjian atau setelah negosiasi dilakukan. Terhadap kemungkinan
timbulnya kerugian terhadap pemberlakukan asas itikad baik ini, Suharnoko
menyebutkan bahwa secara implisit Undang undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen sudah mengakui bahwa itikad baik sudah harus ada
sebelum ditandatangani perjanjian, sehingga janji-janji pra kontrak dapat diminta
pertanggungjawaban berupa ganti rugi, apabila janji tersebut diingkari. 46
Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian, menyebutkan bahwa itikad
baik itu dikatakan sebagai suatu sendi yang terpenting dalam hukum
perjanjian. 47Asas itikad baik menjadi salah satu instrument hukum untuk

44

Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta 2003, hal.129-130.
45
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media, Jakarta
2004, hal. 5
46
Ibid., hal. 8-9.
47
Subekti, Op.Cit. hal. 41.

31
Universitas Sumatera Utara

membatasi kebebasan berkontrak dan kekuatan mengikatnya perjanjian.Dalam
hukum kontrak itikad baik memiliki tiga fungsi yaitu, fungsi yang pertama, semua
kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan itikad baik, fungsi kedua adalah fungsi
menambah yaitu hakim dapat menambah isi perjanjian dan menambah peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian itu.Sedangkan fungsi
ketiga adalah fungsi membatasi dan meniadakan (beperkende en derogerende
werking vande geode trouw). 48Dengan fungsi ini hakim dapat mengenyampingkan
isi perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak. Tidak semua ahli hukum dan
pengadilan menyetujui fungsi ini, karena akan banyak hal bersinggungan dengan
keadaan memaksa, sehingganya masih dalam perdebatan dalam pelaksanaannya.
Pengertian itikad baik secara defenisi tidak ditemukan, begitu juga
dalam KUHPerdata tidak dijelaskan secara terperinci tentang apa yang dimaksud
dengan itikad baik, pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata hanyalah disebutkan
bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan “itikad baik”. Menurut
Wirjono Prodjodikoro dan Subekti, itikad baik (te goeder trouw) yang sering
diterjemahkan sebagai kejujuran, dibedakan menjadi dua macam, yaitu; (1) itikad
baik pada waktu akan mengadakan hubungan hukum atau perjanjian, dan (2)
itikad baik pada waktu melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
timbul dari hubungan hukum tersebut. 49
Sampai sekarang tidak ada makna tunggal itikad baik dalam kontrak,
sehingga masih terjadi perdebatan megnenai bagaimana sebenarnya makna dari
itikat baik itu.Itikad baik para pihak, haruslah mengacu kepada nilai-nilai yang
48
49

Ridwan Khairandy, Op.Cit. hal. 33.
Riduan Syahrani, .Op.Cit, hal. 260.

32
Universitas Sumatera Utara

berkembang ditengah masyarakat, sebab itikad baik merupakan bagian dari
masyarakat.
5. Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas personalitas dapatdilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdatayang mengatur: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undangundang bagi mereka yang membuatnya”, pada kalimat “bagi mereka yang
membuatnya” menunjukkan asas personalitas.Asas personalitas merupakan asas
yang menentukanseseorang yangakan melakukan atau membuat perjanjian hanya
untuk kepentingan dirinya saja, kecuali diperjanjikan lain (pengecualian terdapat
dalam Pasal 1317 KUHPerdata).Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan 1340
KUH Perdata, Pasal ini menerangkan bahwa seseorang yang membuat perjanjian
tidak dapat mengatasnamakan orang lain, dalam arti yang yang menanggung
kewajiban dan yang memeroleh hak dari perjanjian itu hanyalah pihak yang
melakukan perjanjian. Tetapi ketentuan ini dapat dikesampingkan jika ada surat
kuasadari orang yang diatasnamakan. 50
6. Asas Perjanjian Berlaku Sebagai Undang-undang
Asas yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata ini menyatakan
bahwa“semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnyapersetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik
kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau oleh karena alasan-alasan

50

Ahmadi Miru dan Sakka Patti.Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai
Pasal 1456 BW.PT Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2008, hal 78

33
Universitas Sumatera Utara

yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itupersetujuan-persetujuan
harus dilaksanakan dengan itikad baik”
Pasal 1338 mengandung suatu asas kebebasan dalam membuat perjanjian
atau menganut sistem terbuka. Dengan menekankan pada perkataan semua, maka
Pasal tersebut seolah-oleh berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat tentang
diperbolehkannya membuat perjanjian apa saja (asalkan dibuat secara sah ) dan
perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undangundang 51
Istilah semua dalam ayat (1) mengandung pengertian bahwa perjanjian yang
dimaksud bukan hanya perjanjian bernama tetapi juga meliputi perjanjian tidak
bernama.Dan dalam istilah semua tersebut terdapat atau terkandung asas
partijoutonomie.
Kemudian istilah secara sah menunjukan bahwa perbuatan perjanjian harus
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.Semua persetujuan yang dibuat
menurut hukum atau secara sah Pasal 1320 KUHPerdata adalah mengikat sebagai
undang-undang terhadap para pihak merupakan suatu realisasi asas kepastian
hukum. 52
Sebagai perikatan yang dibuat dengan sengaja atas kehendak para pihak
secara sukarela, maka segala sesuatu yang telah disepakati dan disetujui oleh para
pihak harus pula dilaksanakan.Suatu prestasi untuk melaksanakan suatu
kewajiban selalu memiliki dua unsur penting.

51
52

Subekti.Hukum Perjanjian. Intermasa, Jakarta2005, hal 6
Ibid, hal 82

34
Universitas Sumatera Utara

1) Pertama berhubungan dengan tanggung jawab hukum atas pelaksanaan
prestasi tersebut oleh debitur (schuld), dalam hal ini ditentukan siapa
debituryang berkewajiban untuk melaksanakan prestasi tanpa mempersoalkan
apakah pemenuhan kewajiban tersebut dapat dituntut oleh kreditur.
2) Hal kedua berkaitan dengan pertanggungjawaban pemenuhan kewajiban tanpa
memperhatikan siapa debiturnya (haftung).
Konteks yang demikian berarti suatu perjanjian tanpa haftung adalah
perjanjian yang tidak dapat dipaksakan pelaksanaanya oleh kreditor (perikatan
alamiah), perjanjian yang dapat dipaksakan pelaksanaannya adalah ibarat
pelaksanaan undang-undang oleh negara.
Di luar perikatan alamiah setiap kreditur yang tidak memperoleh
pelaksanaan kewajiban dapat atau berhak melaksanakan pelaksaannya dengan
meminta bantuan pada pejabat negara yang berwenang, yang akan memutuskan
dan menentukan sampai berapa jauh wanprestasi telah terjadi, semuanya dengan
jaminan harta kekayaan debitur sebagaimana diatur dalam Pasal 1131.131
7. Asas Kepercayaan (Vertrouwensbeginsel)
Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan
kepercayaan diantara kedua pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang
janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa
adanya kepercayaan itu maka perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para
pihak.Dengan kepercayaan ini kedua belah pihak mengikatkan dirinya dan untuk
keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.

35
Universitas Sumatera Utara

E. Wanprestasi dan Akibat-akibatnya
Apabila salah seorang debitur tidak memenuhi kewajibannya dalam suatu
perjanjian, maka ia dikatakan ingkar janji atau wanprestasi. 53
1. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban
maupun karena kelalaian.
2. Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi di luar
kemampuan debitur.
Mariam Darus menyebutkan wujud dari tidak memenuhi perikatan
(wanprestasi) terbagi tigayaitu: 54
1. Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan,
2. Debitur terlambat memenuhi perikatan,
3. Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.
Sama halnya dengan Mariam Darus, Abdulkadir Muhammad juga
menyatakan adanya tiga keadaan wanprestasi, yaitu:
1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali,
2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru
Dalam hal ini, debitur yang memenuhi prestasi tetapi keliru jika ia tidak
memperbaiki kekeliruannya maka ia dianggap tidak memenuhi prestasi sama
55

sekali.

Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau

53

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti,
2010, hal.201.
54
Mariam Darus, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, PT.
Alumni Bandung, 2005, hal. 23
55
www.yogiikhwan.wordpr ess.com, diakses tanggal 18 Maret 2016.

36
Universitas Sumatera Utara

terlambat.Sementara itu, R. Subekti menyebutkan wanprestasi (kelalaian atau
kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat macam: 56
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu
diperhatikan apakah dalam perikatan itu ditentukan tenggang waktu pelaksaanaan
pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hak tenggang waktu pelaksanaan
pemenuhan prestasi “tidak ditentukan”, perlu memperingatkan debitur supaya ia
memenuhi prestasi. Tetapi dalam haltelah ditentukan tenggang waktunya, menurut
ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya
tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan.Kreditur dapat menuntut
debitur yang telah melakukan wanprestasi hal-hal sebagai berikut : 57
a. Kreditur dapat meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur;
b. Kreditur dapat menuntut prestasi disertai ganti rugi kepada debitur (Pasal
1267 KUH Perdata)
c. Kreditur dapat menuntut dan meminta ganti rugi, hanya mungkin kerugian
karena keterlambatan (HR 1 November 1918);
d. Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian;
56

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2010, hal. 1

57

Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,
Jakarta, 2008, hal.99

Sinar Grafika,

37
Universitas Sumatera Utara

e. Kreditur dapat menuntut pembatalan disertai ganti rugi kepada debitur.
Ganti rugi itu berupa pembayaran uang denda.
Seorang debitur yang dituduh lalai dan dituntut hukuman kepadanya, ia
dapat melakukan pembelaan terhadap dirinya dari hukuman yang akan diberikan
dengan mengajukan beberapa alasan.Pembelaan tersebut ada tiga macam, yaitu: 58
a. Keadaan Memaksa (Overmachtatau Forcemajeur)
Bahwa debitur tidak dapat melaksanakan apa yang telah diperjanjikan karena
adanya hal-hal yang tidak terduga, dimana ia tidak dapat berbuat sesuatu terhadap
peristiwa yang terjadi di luar dugaan tersebut. Misalnya, bencana alam yang
menyebabkan

musnahnya

objek

yang

diperjanjikan.Seiring

dengan

perkembangannya, keadaan memaksaitu tidak hanya bersifat mutlak tetapi ada
juga yang bersifat tidak mutlak yaitu debitur masih dapat melaksanakan perjanjian
tetapi dengan pengorbanan yang sangat besar sehingga tidak sepantasnya pihak
kreditur menuntut debitur untuk melaksanakan perjanjian. Misalnya, setelah
diadakannya suatu perjanjian, keluar suatu Peraturan Pemerintah yang melarang
dikeluarkannya suatu jenis barang yang merupakan objek perjanjian, dari suatu
daerah dengan ancaman hukuman berat bagi si pelanggar sehingga, kreditur
tidakdapat menuntut pemenuhan hak pelaksanaan perjanjian
b. Mengajukan

bahwa

kreditur

sendiri

juga

telah

lalai

(Exceptiononadimpleticontractus)
Debitur yang dituduh telah lalai dan dituntut untuk membayar ganti rugi, dapat
mengajukan di depan Hakim bahwa kreditur sendiri juga telah lalai dalam

58

R. Subekti, Op.Cit, hal 55

38
Universitas Sumatera Utara

menepati janjinya. Misalnya, si pembeli menuduh si penjual terlambat
menyerahkan barangnya padahal si pembeli sendiri terlambat membayar uang
muka.Tentang Exceptiononadimpleticontractusini tidak diatur di dalam Undangundang dan merupakan suatu hukum yurisprudensi yaitu hukum yang diciptakan
para hakim.
c. Pelepasan hak (rechstverwerking)
Alasan terakhir ini merupakan suatu sikap pihak kreditur yang membuat pihak
debitur menyimpulkan bahwa kreditur tidak akan lagi menuntut ganti rugi.
Misalnya, si pembeli telah membeli suatu barang dan ia mengetahui adanya suatu
cacat tersembunyi atau tidak berkualitas bagus, tetapi ia tidak menegur si penjual
dan tetap memakai barang tersebut sehingga dari sikapnya tersebut ia telah puas
akan barang tersebut maka, dalam hal ini sudah selayaknya tuntutannya tidak
diterima oleh hakim.
Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut:
a. Perikatan tetap ada.
b. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur Pasal 1243 KUH
Perdata.
c. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul
setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan
besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk
berpegang pada keadaan memaksa.

39
Universitas Sumatera Utara

d. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat
membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan
menggunakan Pasal 1266 KUH Perdata.
Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari pihak yang
wanprestasi) dirugikan. Oleh karena pihak lain dirugikan akibat wanprestasi
tersebut, maka pihak yang telah melakukan wanprestasi harus menanggung akibat
dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa:
a. Pembatalan perjanjian saja
b. Pembatalan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi, berupa: biaya, rugi dan
bunga.
c. Pemenuhan kontrak saja, dimana kreditur hanya meminta pemenuhan prestasi
saja dari debitur.
d. Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi. Kreditur menuntut selain
pemenuhan prestasi juga harus disertai ganti rugi oleh debitu Pasal 1267 KUH
Perdata.
e. Menuntut

penggantian

kerugian

saja.

Kesemua

persoalan

di

atas

akanmembawa konsekuensi yuridis yaitu pihak yang telah melakukan
wanprestasi haruslah menanggung akibat atau hukuman berupa:
1) Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu
perjanjian. Dengan demikian pada dasarnya, ganti-kerugian itu adalah
ganti-kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi.
Menurut ketentuan Pasal 1246 KUHPerdata, ganti-kerugian itu terdiri atas
3 unsur, yaitu :

40
Universitas Sumatera Utara

a)

Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-nyata
telah dikeluarkan.

b)

Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan
kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur.

c)

Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan
oleh kreditur apabila debitur tidak lalai.

2) Mengenai ganti rugi akibat wanprestasi mempunyai batasan-batasan.
Undang-undang menentukan, bahwa kerugian yang harus dibayarkan oleh
debitur kepada kreditur sebagai akibat dari wanprestasi adalah sebagai
berikut :
a) Kerugian yang dapat diduga ketika perjanjian dibuat. Menurut Pasal
1247 KUH Perdata, debitur hanya diwajibkan membayar gantikerugian yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduganya
sewaktu perjanjian dibuat, kecuali jika hal tidak dipenuhinya
perjanjian itu disebabkan oleh tipu daya yang dilakukan olehnya.
b) Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi. Menurut Pasal
1248 KUH Perdata, jika tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan
oleh tipu daya debitur, pembayaran ganti-kerugian sekedar mengenai
kerugian yang diderita oleh kreditur dan keuntungan yang hilang
baginya, hanyalah terdiri atas apa

41
Universitas Sumatera Utara

c) Berdasarkan prinsip
Exceptio Non Adimpleti Contractus ini, maka pihakyang dirugikan
akibat adanya suatu wanprestasi dapat yang merupakanakibat
langsung dari tidak dipenuhinya perjanjian.
3) Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian. Pembatalan perjanjian
atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali
pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
4) Peralihan Risiko risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika
terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa
barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH
perdata

42
Universitas Sumatera Utara