Perjanjian Kerjasama Franchise (PT. Lodaya Makmur Perkasa dan Penerima Merek Dagang Sop Buah Lodaya)

(1)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Anki Novairi Dari, dkk, Kaya Raya dengan Waralaba, Kata Hati, Jakarta, 2011. Badrulzaman, Mariam Darus .dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, PT.Citra Adytia

Bakti, Bandung, 2001.

______________________, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, PT. Alumni Bandung, 2005.

Basarah, Moch. & H.M. Faiz Mufidin, Bisnis Franchise dan Aspek-Aspek Hukumnya PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008

Basarah, Moch. dan M. Faiz Mufidin, Bisnis Franchise dan Aspek-Aspek Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 3

Burhanuddin S, Hukum Kontrak Syariah, BPFE, Yogyakarta, 2009. Harahap, M. Yahya. Segi-segi Hukum Perjanjian. Alumni, Bandung,.1996

Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial), Edisi-1, Cetakan ke2, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011

Karamoy, Amir. Sukses Lewat Usaha Waralaba, Bisnis Indonesia, Jakarta,1996. Khairandy,Ridwan.Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program

Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta 2003.

Mertokusumo,Sudikno. Rangkuman Kuliah Hukum Perdata, Fakultas Pascasarjana UGM, Yogyakarta:1986.

Miru,Ahmadi dan Sakka Patti.Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai Pasal 1456 BW.PT Raja Grafindo Persada.Jakarta, 2008.

Miru, Ahmadi Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak. RajaGrafindo Persada. Jakarta, 2013

Muhammad, Abdulkadir .Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010.


(2)

Naihasy,Syahrin.Hukum Bisnis (Business Law),MidaPustaka, Yogyakarta, 2005 Prodjodikoro,Wirjono.Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Sumur

Bandung, Bandung: 1995.

Salim, HS, Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.

________, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2008

_________Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia,Sinar Grafika, 2012.

S. Djaja Milala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, Bandung:Nuansa Aulia, 2007

Silondae, Arus Akbar,dkk. Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010.

Simatupang, Richard Burton.Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta, 2003.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta,2010.

Soerjono Soekamto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 2013.

Sri Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perdata (Suatu Pengantar) Jakarta: Gitama Jaya Jakarta, 2005.

Stephen Fox, Membeli dan Menjual Bisnis dan Franchise, Elex Media Konputindo, Jakarta, 1993

Subagyo. P. Joko, Metode penelitian Dalam Teori dan Prakteķ Cetakan Kelima, Rineka Cipta, Jakarta, 2006.

Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 2010.

______, Pokok-Pokok Hukum Perdata,Cet. ke-XXXIII, PT.Intermasa, Jakarta 2005.

_______, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung., 2001. ________Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2010.

Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media, Jakarta 2004.


(3)

Susilowati, Lantip. Bisnis Kewirausahaan, Teras, Yogyakarta, 2013. Sutedi, Adrian. Hukum Waralaba, Ghalia Indonesia, Bogor 2008.

Sutrisno Iwantono, Kiat Sukses Berwirausaha, PT Grasindo, Jakarta, 2006

Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual Nuansa Aulia, Bandung, 2010.

Syaifuddin, Muhammad Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat,Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan). Mandar Maju. Bandung.

Webster, Bryce The Insider’s Guide to Franchising, AMACON, 1986.

Widjaja, Gunawan, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal 281

Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Lembar NegaraNo.49 Tahun 2007, Tambahan Lembar Negara No.3689

Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang waralaba, Pasal 16 butir 2 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.

Jurnal

Bryce Webster, The Insider’s Guide to Franchising, AMACON, 1986.

Iswi Hariyani, (FRANCHISE AGREEMENT AND ITS LEGAL CONSEQUENCES IN THE EVENT OF DEFAULT), Jurnal Jurusan Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Jember (UNEJ), 2013.

Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120, diakses pada 19 Maret 2016.

Prabandari, Retno. Jenis-jenis Perjanjian Sebagai Dasar Hukum Dalam Pengalihan Hak Guna Bangunan Objek Hak Tanggungan.Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang, 2007.

Rocco M Angelo dan Andrew N. Vladimir, Business Law, South West, Cincinnati, 1990.


(4)

Soebagjo, Felix.O., Perkebangan Asas-Asas Hukum Kontrak Dalam Praktek Bisnis selama 25 Tahun Terakhir,Disampaikan dalam pertemuan ilmiah “Perkembangan Hukum Kontrak dalam PraktekBisnis di Indonesia”, diseleggarakan oleh Badan Pengkajian Hukum Nasional, Jakarta 18 dan 19 Pebruari 1993.

Internet

Utamiwijayanti12.blogspot.co.id/2014/12/perkembangan-franchising-di-indonesia.html (diakses tanggal 1 April 2016)

Yuliana0208.blogspot.co.id/2013/04/perkembangan-waralaba-di-indonesia.html (diakses tanggal 1 April 2016

www.yogiikhwan.wordpr ess.com, diakses tanggal 18 Maret 2016.

Zehanwidiastuti.Perkembangan- Waralaba-di-Indonesia/ wordpress.com/2014/04/09/diakses tanggal 11 Maret 2016.

Wawancara

Hasil wawancara dengan Ikhwan Ra’uf selaku pimpinan PT. Lodaya Makmur Perkasa, tanggal 5 Maret 2016


(5)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG FRANCHISE

A. Pengertian dan Dasar Hukum Franchise

Kata franchise berasal dari bahasa Prancis affranchir yang artinya tofree

(membebaskan). Dengan istilah franchise di dalamnya terkandung seseorang memberikan kebebasan dari ikatan yang menghalangi kepada orang lain untuk menggunakan atau membuat atau menjual sesuatu.59Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang tata cara pelaksanaan pendaftaran waralaba, pengertian waralaba (franchise)adalah:Perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau mengggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan/atau penjualan barang atau jasa”.60

Franchise adalah kontrak perjanjian pemakaian nama, merk dagang, dan logo perusahaan tertentudari pemberi waralaba(franchisor)yang didalamnya dicantumkan ikhtisar peraturan pengoperasiannya oleh perusahaan yangmenggunakan (franchise),jasa yang disediakan oleh pemberi waralaba (franchisor), dan persyaratan keuangan.61

Waralaba adalah suatu istilah yang dipergunakan sebagai pengganti dari kata franchise. Pengertian waralaba seperti yang yang terdapat didalam Peraturan

59

Moch. Basarah dan M. Faiz Mufidin, Bisnis Franchise dan Aspek-Aspek Hukumnya,

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 3

60

Burhanuddin S, Hukum Kontrak Syariah, BPFE, Yogyakarta, 2009, hal. 241.

61


(6)

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 tahun 1997 dan diperbaharui dengan PP Nomor 42 tahun 2007, adalah: Perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.

Waralaba adalah suatu caramelakukan kegiatan usaha yang didasarkan pada hubungan yang berkesinambungan antara pemberi waralaba

(franchisor)dengan penerima waralaba (franchisee).Hubungan ini meliputi sistem distribusi, dimana seorang penerima waralaba diperkenankan mengelola usahanya sendiri supaya dapat memanfaatkan sistem distribusi milik pemberi waralaba62

Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hakuntuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektualatau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.63Dalam bidang bisnis

franchise berarti kebebasan yang diperoleh seorang wirausaha untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu.64

62

Sutrisno Iwantono, Kiat Sukses Berwirausaha, PT Grasindo, Jakarta, 2006, hal. 197

63

Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.

64

Richard BurtonSimatupang.Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta, hal 2003, 56

Franchise ini merupakan suatu metode untuk melakukan bisnis, yaitu suatu metode untuk memasarkan produk atau jasa ke masyarakat. Selanjutnya disebutkan pula bahwa franchise dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, di


(7)

mana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain yang berskala kecil dan menengah (franchisee), hak-hak istimewa untuk melaksanakan suatu sistem usaha tertentu dengan cara yang sudah ditentukan, selama waktu tertentu, di suatu tempat tertentu.65

Pada intinya waralaba itu adalah sebuah sistem pendistribusian barang ataupun jasa konsumen untuk menggunakan merek dagang, dan sistem yang harus diterapkan oleh pemberi waralaba. Pada dasarnya Franchiseadalah sebuah perjanjian mengenai metode pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen66

Dasar hukum dari penyelenggaraan waralaba adalah perjanjian atau kontrak antara penerima waralaba dengan pemberi waralaba.Kontrak waralaba dapat diakomodasi oleh asas kebebasan berkontrak dengan sistem terbuka, walaupun masih dalam klasifikasi ketentuan hukum yang bersifat umum, artinya bahwa perjanjian itu hanya bersifat mengatur (regelend) dan bukan bidang hukum yang bersifat memaksa (dwingend). Para pihak yang membuat perjanjian bebas untuk menentukan syarat-syarat perjanjian yang diinginkan asal saja tidak bertentangan dengan undang-undang dan rasa keadilan, selain itu perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik, oleh karena itu untuk hal-hal yang berhubungan dengan isi perjanjian waralaba, para pihak (pemberi waralaba dan penerima waralaba) dapat mengacu kepada Pasal 1338 ayat (1) KUPerdata Juncto Pasal 1320 KUHPerdata. Juncto Pasal 1319 KUHPerdata tentang asas kebebasan berkontrak dan syarat sahnyaperjanjian serta tennasuk dalam golongan perjanjian tidak bernama.Sifat hukum perjanjian bisnis waralaba adalah hukum

65

Ibid.

66

Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 113-120, diakses pada 19 Maret 2016.


(8)

perdata.Prestasi yang dilakukan adalah memberi dan menerimasuatu hak keloia dari suatu produk berupa barang dan jasa yang nama dan mutunya sudah dikenal dan diakui, tetapi apabila para pihak dalam perjanjian waralaba tersebut berasal dari negara yang berbeda, maka sifat hukumnya adalah hukum perdata internasional, karenaterdapat unsur asing di dalamnya.

Secara khusus belum ada aturan yang mengaturnya, namun peraturan perundang-undangan yang memiliki hubungan dengan franchiseadalah:

1. Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUHPerdata;

2. Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang; 3. Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten;

4. Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;

5. Peraturan Pemeritah Nomor 42Tahun 2007 tentang Waralaba;

6. Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 376/kep/ XI/1988 tentang Kegiatan Perdagangan;

7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.

Di Indonesia pengaturan waralaba diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007 tanggal 23 Juli 2007 tentang waralaba di Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 12/M-DAF/3/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang ketentuan oleh Tatacara Penerbitan surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.


(9)

B. Penggolongan Franchise

Beberapa jenis-jenis franchiseyang terdapat di dunia. Penggolongan

franchisemenurut East Asian Executive Report. East Asian Executive Report telah menggolongkan franchisedalam tiga golongan yakni sebagai berikut:

1. Product franchisee

Franchise jenis ini, seorang atau badan usaha penerima franchisehanya bertindak mendistribusikan produk dari rekannya dengan pembatasan areal, seperti : pengecer bahan bakar Shellyang telah dibagi jaringan atau divisi wilayah pendistribusiannya.

2. Processing franchisee or manufacturing franchisee.

Franchisejenis ini, seorang atau badan usaha pemberi franchise(franchisor) hanya memegang peranan memberi know-how, dari suatu proses produksi, seperti : Minuman ringan Coca Cola

3. Business formal / system franchisee

Franchise jenis ini, seorang atau badan usaha pemberi franchise(franchisor)

sudah memiliki cara yang unik dalam menyajikan produk dalam satu paket kepada konsumen, seperti :Dunkin Donutsdan Kentucky Fried Chicken.

Dari penggolongan yang telah dikemukakan oleh East Asian Executive

Reporttentang penggolongan franchise, ternyata terdapat adanya kesamaandengan penggolongan yang dikemukakan oleh Bryce Webster.Bryce Webster

mengemukakan 3 (tiga) bentuk franchise:67

67


(10)

1. Product franchising, yaitu sebagai berikut :

Product franchisingadalah suatu franchiseyang franchisornya memberikan lisensi kepada franchiseuntuk menjual barang hasil produksinya, sedangkan

franchisehanya berfungsi sebagai distributor dari produk franchisor. Sering kali terjadi franchisediberi hak eksklusif untuk memasarkan produk tersebut di suatu wilayah tertentu.

2. Manufacturing franchises

Manufacturing franchisesadalah suatu franchisedi mana franchisor

memberikan resep atau rahasia dari suatu proses produksi.

Franchisememasarkan barang-barang itu dengan standar produksi dan merek yang sama dengan yang dimiliki oleh franchisor. Bentuk franchisesemacam ini banyak digunakan dalam produksi dan distribusi minuman soft drink 3. Business format franchising

Business format franchisingadalah suatu franchiseyang franchisenya mengoperasikan suatu kegiatan bisnis dengan memakai namafranchisor. Franchisetetap diakui sebagai anggota kelompok yang berusaha dalam bisnis ini dan sebagai imbalan dari penggunaan nama franchisor, maka

franchiseharus mengikuti metode-metode standar pengoperasian dan berada di bawah pengawasan franchisordalam hal bahan-bahan yang digunakan, pilihan tempat usaha, desain tempat usaha, jam penjualan, persyaratan karyawan.Stephen Fox, seorang ahli franchise dari Amerika Serikat juga mempunyai penggolongan franchise yang hampir sama dengan pendapat


(11)

sebelumnya, perbedaannya kalau menurut Stephen Fox penggolongan

franchise hanya dua jenis, antara lain :68 1. Franchiseproduk

Franchisejenis ini diidentifikasikan dengan produk atau nama dagang

franchisor. Dalam franchise jenis ini franchisoradalah pembuat produk.

Franchisejenis ini merumuskan ketentuan bahwa pihak franchisor selain mendapatkan biaya penyewaan merek dagang juga mendapatkan pembagian dari hasil penjualan produk sesuai dengan ketentuan dalam kontrak

franchise.Misalnya :franchiseotomotif dan minuman ringan. 2. Franchiseformat bisnis

Franchisejenis ini menjalankan penjualan barang dan jasa berdasarkan kepada sistem penjualan yang dirancang oleh franchisor. Franchisejenis ini memungkinkan franchisorhanya mendapatkan keuntungan dari uang royalti yang biasanya berlanjut atas penggunaan nama atau merek dagang beserta sistem bisnisnya.69

Bryce Webster dan Gladys Glickmanmemberikan pengelompokan

franchise produk sebagaimana yang dimaksud oleh Stephen Foxdi atas pada

franchiseproduk atau distributorshipyang di dalamnya pihak penyewa sama sekali tidak terlibat dalam pembuatan produk dan hanya menjual produk franchisor

sehingga peranan pihak penyewa hampir sama dengan fungsi sebagai distributor dan manufacturing franchise atau processing plantyang di dalamnya pihak

68

Stephen Fox, Membeli dan Menjual Bisnis dan Franchise, Elex Media Konputindo, Jakarta, 1993, hal. 218.


(12)

penyewa di sampingmenjual produk juga terlibat dalam proses pembuatan produk

franchisor.70

Metode-metode yang dioperasikan oleh penyewa harus sesuai dan di bawah pengawasanfranchisor. Sering juga pihak franchisormelengkapi bantuan bagi pengoperasian bisnis franchisemenyebutkan bidang-bidang usaha restoran

fast food dan jasa perhotelan merupakan bidang usaha yang banyak menggunakan metode ini.

Pada franchise format bisnis, pihak penyewa menjalankan penjualan barang atau jasa berdasarkan sistem penjualan yang dirancang oleh franchisor. Pada umumnya, pada franchisejenis ini pihak franchisorbukanlah pembuat produk walaupun mungkinfranchisormembuat satu atau beberapa komponen dari produk yang dijual penyewa. Pada franchisejenis ini, franchisorselain menerima biayafranchise, juga akan menerima uang melalui royalti dan berlanjut atas penggunaan nama atau merek dagang beserta sistem bisnisnya yang

dijalankan oleh pihak penyewa.Sekarang franchisejenis ini banyak dijadikan sebagai pilihan oleh para franchisordi Indonesia. Pada franchiseini pihakfranchisormemberikan lisensi kepada penyewa untuk membuka toko eceran, store atau jaringan penjualan atasberbagai produk dan pelayanan di bawah nama

franchisor. Business FormatFranchisee merupakan kegiatan-kegiatan bisnis eceran yang paling nyata untuk memahami pengertian franchise.Di sini phak

franchisormemberikan lisensi atas metode-metode yang telah ditetapkan dan diidentifikasi dengan merek dagangnya.

71

70

Bryce Webster, Op. Cit, hal 23

71

Rocco M Angelo dan Andrew N. Vladimir, Business Law, South West, Cincinnati, 1990.Hal. 403

Sekalipun terdapat perbedaan-perbedaan antara franchiseproduk dan franchise format business, namun pada keduanya terdapat persamaan pokok,


(13)

yakni franchisormerupakan pemilik dari nama dan merek dagang dari produk yang dijual oleh franchisedan pada keduanya pihak franchisormenerima sejumlah pembayaran berupa biaya franchise.

Empat tipe subyek dalam melakukan hubungan franchise, yaitu :72 1. Franchise Systems : The manufacturer-retailer system.

Tipe ini pada umumnya dipergunakan untuk mengatur hubungan-hubungan antara pengusaha otomotif dan pengusaha minyak dengan para dealer-nya.

2. Franchise Systems : The manufacturer-wholesaler system.

Tipe ini banyak digunakan bagi pembotolan minum-minuman ringan seperti : Coca-colaatau Pepsi.

3. Franchise Systems : Wholesaler-retailer franchises.

Tipe ini banyak dipilih untuk mengatur hubungan-hubungan

Franchisejaringan pertokoan dan automotive aftermarket

4. Franchise Systems : The trademark / trade name licensor

Tipe ini, franchisorpada umumnya bukan pengusahamanufacturingataupun pengusaha yang berurusan dengan penjualan skala besar melainkan pengusaha-pengusaha pemilik merek dagang terkenal dan metode-metode standar bagi keberhasilan kegiatan bisnis ecerannya, miaslnya : bidang-bidang jaringan perhotelan, restoran serta usaha penyewaan mobil dan truk. Tipe ini berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir di Eropa dan Asia. Selain ketiga bentuk atau golongan franchiseyang juga berkembang di Indonesia, pada masa sekarang ini juga telah mulai berkembang suatu franchisejenis baru

72Ibid


(14)

yang dikenal dengan group trading franchise, yang menunjuk pada pemberian hak toko grosir maupun pengecer, seperti yang telah dilakukan oleh toko Seven Eleven, Indo Maretmaupun Econ Minimart. Bahkan toko grosir Indo Maret dapat dikatakan telah merajai perkembangan franchisejenis ini.Di Kota Medan saja disinyalir telah berkembang lebih dari 25 toko Indo Maret dan lebih dari 1.000 toko Indo Maret di seluruh Indonesia.Jika kita berasumsi setiap toko mempunyai omset Rp 100 juta saja, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh toko Indo Maret mempunyai omset lebih dari Rp 100 Milyar. Hal ini tentu saja memberikan sinyal bahwa usaha franchisejenis ini ternyata sangat diminati oleh masyarakat dan dapat memberikan nilai positif bagi Usaha Kecil dan Menengah dalam mengembangkan dunia bisnis di Indonesia.Dalam mengembangkan suatu franchisedi Indonesia, ada beberapa faktor-faktor tertentu yang harus diperhatikan terutama bagi franchiseyang

franchisor-nya terdapat di luar negeri, di antaranya :

1. Jarak geografis antara Negara franchisordengan negara penyewa

franchise.

2. Sistem ko munikasi yang menghubungkan Negara franchisor dan negara penyewafranchise

3. Perbedaan sistem hukum, adat, kebiasaan, budaya serta praktik-praktik komersial negara franchisor dengan negara penyewa franchise

4. Kebijaksanaan perpajakan dari negara penerima franchise

5. Pengaturan hukum perniagaan di negara penerima franchise. Dalam kaitannya dengan faktor-faktor tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa


(15)

pengaturan master franchisedan perjanjian pengembangan area into a development agreement relativemempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan metode franchiselainnya.

Pengaturan master franchisesendiri adalah perjanjian yang di dalamnya

Franchisormemberikan franchisesecara langsung dengan suatu perusahaan sebagai sub-franchisor, biasanya perusahaan dari negara penerima

franchise.Menurut perjanjian tersebut sub-franchisorakan mengembangkan dan mendapatkan sendiri outlet-outlet franchisemelalui perjanjian dengan penyewa di negara penerima.

C. Perjanjian Franchise sebagai Perjanjian Innominat

Saat ini franchise telah merambah berbagai aspek aktivitas bisnis seperi bidang property, furniture, konstruksi, jasa pendidikan dan pelatihan, travel, penginapan, komputer, laundry, jasa kebersihan, kesehatan, kecantikan dan retail lainnya.73

Ketentuan ini berdampak pada positif bagi kelangsungan usaha franchise karena adanya kepastian hukum bagi masing-masing pihak. Kedudukan setara Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi

franchise dengan penerima franchise. Perjanjian tersebut harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia. Di dalam Permen No. 31/M/DAG/PER/2008 secara tegas dinyatakan bahwa pemberi franchise

memiliki kedudukan hukum yang setara dengan penerima franchise dalam suatu perjanjian franchise.

73

Arus Akbar Silondae, Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010, hal 30.


(16)

memberi isyarat bahwa setiap pihak dapat meminta dilaksanakannya setiap kewajiban bagi pihak lain sesuai dengan perjanjian yang disepakati dan pencantuman hak dan kewajiban di dalam perjanjian yang dibuat akan menjadi ancaman atau dasar bagi pemberi waralaba ataupun bagi penerima franchise untuk melakukan tindakan hukum apabila salah satu pihak melanggar isi perjanjian. 74

Tenggang waktu ini diharapkan cukup memberi ruang dan kesempatan kepada calojn penerima franchise untuk memahami mengerti atau mendiskusikan isi perjanjian sampai dicapainya kata sepakat.

Dengan demikian diharapkan pihak pemberi franchise maupun penerima

franchise akan berusaha untuk mentaati setiap kesepakatan yang telah dituangkan dalam perjanjian franchise dan oleh sebab itu maka iklim usaha akan terjaga dan berjalan baik dan pada akhirnya secara umum akan mendorong kondisi perekonomian menjadi lebih baik.Selain hal tersebut di dalam Permen No. 31 diatur juga perihal keharusan bagi pemberi franchise untuk menyampaikan perjanjian franchise kepada calon penerima franchise paling lama dua minggu sebelum penandatangan perjanjian.

75

Perjanjian franchise antara pemberi franchise dengan penerima franchise

dapat disertai atau tidak disertai dengan pemberian hak untuk membuat perjanjian

franchise lanjutan. Apabila penerima franchise diberikan hak untuk menunjukkan Sekalipun tidak disebutkan konsekuensi hukumnya apabila perjanjian tidak diberikan terlebih dahulu kepada calon penerima franchise, hal ini mengisyaratkan bahwa isi perjanjian telah dan akan dipersiapkan dengan matang akan menjadi pemicu perselisihan.

74

Ibid, hal 31.

75Ibid


(17)

lebih lanjut penerima franchise lanjutan, maka penerima franchise utama wajib mempunyai dan melaksanakan sendiri sekurang-kurangnya satu tempat usaha untuk melakukan kegiatan usaha franchise.

Ketentuan ini perlu dicermati, sehingga tidak memungkinkan apabila seseorang melakukan perjanjian franchise kemudian melakukan perjanjian

franchise berikutnya dengan penerima franchise lanjutan sedangkan yang bersangkutan tidak melakukan usaha franchise, karena ini dapat diartikan bahwa tujuannya hanyalah untuk memperoleh freetanpa melakukan usaha franchise.76

1. Nama, alamat dan tempat kedudukan perusahaan masing-masing pihak.

Beberapa hal yang biasanya dimuat di dalam perjanjian yang dibuat antara pemberi franchise dengan penerima franchise antara lain sebagai berikut :

2. Nama dan jabatan masing-masing pihak yang berwenang mendatangani perjanjian.

3. Nama dan jenis hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek franchise.

4. Hak dan kewajiban masing-masing pihak serta bantuan dan fasilitas D. Subjek dan Objek Franchise

Objek dalam perjanjian franchise adalah lisensi. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Franchisor kepada franchisee.Berdasarkan kriteria tersebut, maka lisensi dibagi menjadi tiga macam:77

76

Ibid,

77

Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 166.


(18)

1. Licence exchange contract, yaitu perjanjian antara para pesaing yang bergerak dalam kegiatan yang samaatau memiliki hubungan yang erat, sehingga disebabkan masalah-masalah teknis, mereka tidak dapat melakukan kegiatan tanpa adanya pelanggaran hak-hak termasuk hak milik perindustrian dari pihak lain.

2. Return contract, artinya perjanjian ini tampak dari luarnya saja sebagai perjanjian lisensi, namun sebenarnya bukan perjanjian lisensi dalam arti sebenarnya. Perjanjian tersebut dibuat semata-mata untuk tujuan penyelundupan pajak, dengan cara seolah-olah suatu cabang perusahaan di suatu negara tertentu membayar royalti kepada perusahaan induknya di negara lain.

3. Perjanjian lisensi dalam arti sebenarnya, tanpa camouflaging effects

sebagaimana diuraikan di atas.

Pemberian lisensi dalam franchise seyogianya digolongkan sebagai lisensi dalam arti yang sebenarnya. Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan memerhatikan hukum Indonesia.

Subjek hukum dalam perjanjian franchise, yaitu:78

1. Franchisor/pemberi waralaba, adalah orang perseorangan atau badan usahayang memberikan hak untukmemanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba. Dengan kata lain,


(19)

perusahaan yang memberikan lisensi, berupa paten, merek perdagangan, merek jasa, maupun lainnya kepada franchise.

2. Franchisee/penerima waralaba, adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba. Dengan kata lain, perusahaan yang menerima lisensi dari Franchisor.

3. Pihak-pihak yang kena dampaknya dari perjanjian franchise:

a. Franchisee lain dalam system franchise(franchising system) yang sama. b. Konsumen atau klien dari franchisee maupun masyarakat pada umumnya.

E. Perkembangan Franchise di Indonesia

Franchise, walaupun kata tersebut berasal dari bahwa Perancis, namun sebenarnya secara literatur, franchise lahir di Amerika Serikat kurang lebih satu abad yang lalu. Pada masa itu, Isaac Singer seorang pemilik perusahaan mesin jahit Singer mulai memperkenalkan konsep franchising sebagai suatu cara untuk mengembangkan produksi dan pendistribusian produk mereka tersebut. Pada tahun 1851, beliau mulai memasarkan produknya melalui penyalur-penyalur independen dengan memungut royalti.Walaupun demikian, ada pula pandangan yang menyatakan bahwa jauh sebelum Isaac Singer, telah terdapat seorang pengusaha di Cina telah mempraktikkan kegiatan franchise ini. Dengan demikian mungkin saja pelopor franchise bukan Amerika Serikat melainkan Cina

Pada tahun 1889, Perusahaan General Motorsjuga mulai menjalankan sistem franchisedalam memasarkan produknya sekaligus dalam pengoperasian


(20)

Stasiun Penjualan Bahan Bakar Umum (SPBU). Sepuluh tahun kemudian kegiatan franchiseini mulai diikut i oleh perusahaan minuman soft drink, yakni Coca Cola.Singer, General Motors, Coca Coladapat dikatakan sebagai pelopor

franchisejenis product and trade name franchising. Selain itu, Perusahaan-perusahaan bir yang terkenal di beberapa tempat Amerika Serikat juga mulai mengikuti jejak pendahulu mereka dengan memberikan lisensi mereka kepada perusahaan bir kecil sebagai upaya untuk mendistribusikan produk mereka, dan tentu saja berusaha memberikan kesempatan kepada perusahaan bir kecil untuk lebih berkembang dan maju.

Di Indonesia sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya .Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun

franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah(PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba.


(21)

Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut :79

1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.

2. Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba

3. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten. 4. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

5. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba di Indonesia.Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997.Hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut.Perkembangan waralaba di Indonesia, khususnya di bidang rumah makan siap saji sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha yang berkedudukan sebagai penerima waralaba (franchisee)

diwajibkan mengembangkan bisnisnya melalui master franchise yang diterimanya dengan cara mencari atau menunjuk penerima waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan Sistem Pemerintah atau sistem sel, suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi.

79

Zehanwidiastuti.Perkembangan- Waralaba-di-Indonesia/


(22)

Namun sejak krisi moneter tahun 1997, jumlah perusahaan waralaba asing mengalami penurunan pertumbuhan sebesar -9.78% dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2001. hal ini disebabkan karena terpuruknya nilai rupiah sehingga biaya untuk franchise fee dan royalti fee serta biaya bahan baku, peralatan dan perlengkapan yang dalam dollar menjadi meningkat. Hal tersebut mempengaruhi perhitungan harga jual produk atau jasanya di Indonesia.Sebaliknya waralaba lokal mengalami peningkatan pertumbuhan rata-rata sebesar 30%. Pada tahun 2001 jumlah waralaba asing tumbuh kembali sebesar 8.5% sedangkan waralaba lokal meningkat 7.69% dari tahun 2000.80

Di Indonesia sendiri, pelopor franchisepertama sekali adalah Pertamina.Pertamina menjual produk minyak bumi (bensin) melalui pompa-pompa bensin (SPBU).Kemudian, perusahaan jamu Nyonya Meneer.Namun perusahaan jamu Nyonya Meneer tidak pernah menyatakan bahwa sistem Ada beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba & License Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise Indonesia). Ada beberapa konsultan waralaba di Indonesia antara lain IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG Consulting, JSI dan lain-lain. Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia yang secara berkala mengadakan roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya nasional antara lain International Franchise and Business Concept Expo (Dyandra),Franchise License Expo Indonesia (Panorama convex), Info Franchise Expo ( Neo dan Majalah Franchise Indonesia).

80

Yuliana0208.blogspot.co.id/2013/04/perkembangan-waralaba-di-indonesia.html (diakses tanggal 1 April 2016).


(23)

pemasaran produk mereka dilakukan dengan sistem franchise. Dengan masuk dan berkembangnya sistem perdagangan franchisedi Indonesia, ternyata telah membawa pengaruh yang cukup besar bagi dunia usaha. Pengaruh utama yang dapat kita lihat dalah dengan adanya franchisedi Indonesia, perusahaan swasta lokal yang bergerak dalam bidang barang dan jasa yang sangat banyak di Indonesia akan mendapat kesempatan untuk mengembangkan usahanya, seperti : Salon Rudi Hadi Suwarno, Rental Film DiscTarra, dan English Course Tumbletooth yang menerima lisensi dari Singapura.

Perkembangan lebih lanjut adalah pada tanggal 22 Nopember 1991 di Jakarta, telah dibentuk Asosiasi FranchiseIndonesia (AFI). Asosiasi ini didirikan oleh perusahaan-perusahaan franchise nasional, dengan mendapat bantuan dari

International Labour Organization (ILO) dan pemerintah Indonesia melalui Departemen Perndustrian dan Perdagangan (Depperindag). Pemerintah merasa berkepentingan untuk mengembangkan franchise dalam mendorong kemitraan usaha dan pembinaan pengusaha kecil. Bagi swasta, franchise dianggap sebagai metode bisnis yang baru dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Sekarang ini, para anggota AFI terdiri dari franchise dan master franchise, yaitu perusahaan nasional yang memperoleh lisensi untuk melakukan sub franchise dari franchise

asing di Indonesia. Namun sayangnya, peranan AFI sebagai pendorong perkembangan bisnis franchise di Indonesia belum memperlihatkan peranan yang signifikan sebagai organisasi profesi.81

81

Amir Karamoy, Sukses Lewat Usaha Waralaba, Bisnis Indonesia, Jakarta,1996. hal.5-11


(24)

Selain AFI, pada akhir tahun 1995, juga telah terbentuk Asosiasi Restoran Waralaba Indonesia (ARWI). Salah satu alasan dibentuknya ARWI adalah untuk mempersatukan restoran franchise asing dan nasional/lokal agar dapat memperjuangkan aspirasidan kepentingan mereka dalam kancah bisnis makanan dan minuman yang semakin ketat.

Persaingan yang ingin ditumbuhkan oleh ARWI adalah pelayanan demi kepuasan pelanggan (total customer satisfaction).ARWI juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk saling tukar menukar informasi dan berbagi pengalaman di antara para anggotanya. Tujuan utama dari ARWI adalah mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam bidang usaha jasa restoran

franchise, selain menumbuhkan informasi dan inovasi teknologi di bidang restoran, misalnya : teknologi makanan, peralatan masak, kesehatan dan gizi. Perbedaan utama antara AFI dengan ARWI adalah jika AFI merupakan asosiasi

franchise pada umumnya, maka ARWI merupakan asosiasi franchise yang mengkhususkan diri dalam bidang restoran.82

Terdapat kiat-kiat tertentu dalam memilih waralaba yang baik bagi seseorang yang ingin terjun dalam dunia bisnis, tetapi tidak memiliki pengalaman dalam berbisnis. Waralaba yang baik adalah usaha yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti makan,minum, pendidikan, salon, dan lain-lain. Terdapat dua hal yang penting dalam menentukan waralaba, yaitu keteraturan zona wilayah persebaran unit waralaba di setiap daerah.Apakah pihak pemberi waralaba membatasi para pelaku yang bermain di wilayah tertentu atau

82


(25)

tidak.Sehingga tidak terjadi persaingan antar perwaralaba.Selain itu berhati-hati dalam menjalani bisnis waralaba, karena sering terjadi kerancauan antara waralaba dan Business Opportunity (BO). Ada beberapa cara dalam memilih usaha waralaba, diantaranya yaitu:83

1. Produk yang dijual harus disukai semua orang. 2. Merek dagang produk harus sudah dikenal.

3. Harus standar dalam segala aspek (produk, manajemen, tata ruang, dan lain-lain).

Jenis-jenis usaha yang potensial diwaralabakan di Indonesia, antara lain :84 1. Produk dan Jenis Otomotif

Pemasok Otomotif, ban, peralatan, komponen, jasa parkir, Pemasangan kaca film, perawatan mesin, pelapisan anti karat, penyewaan mobil, dan lain-lain. 2. Bantuan dan Jasa Bisnis

Jasa akuntansi, hukum, administrasi, fotografi, komunikasi, periklanan, biro informasi, perantara bisnis, penasihat bisnis, rekrutmen tenaga kerja, dan lain-lain.

3. Produk dan Jasa Konstruksi

Perawatan dan perbaikan rumah, jasa AC (Air Conditioning), perawatan dan kebersihan kamar mandi, perawatan kebersihan dinding rumah, dan lian-lain. 4. Jasa Pendidikan

83

Utamiwijayanti12.blogspot.co.id/2014/12/perkembangan-franchising-di-indonesia.html (diakses tanggal 1 April 2016)


(26)

Bimbingan belajar, Taman kanak-kanak, pelatihan ketrampilan, manajemen, kesekretariatan, bahasa, musik, tarian, dan lain-lain.

5. Rekreasi dan hiburan

Hotel, kolam renang, permainan dalam ruang, permainan ruang terbuka, dan lain-lain.

6. Fastfood dan Take Away (Makanan Siap Saji)

Ayam goreng/bakar/kecap, sate, soto, aneka makanan tradisional, aneka minuman, aneka gorengan, aneka jajanan, warung kopi, dan lain-lain.

7. Stan Makanan (Food Stalls)

Toko aneka makanan kecil, asinan , manisan, buah-buahan, toko obat, toko hasil ternak, toko makanan kesehatan, dan lain-lain.

8. Perawatan Kesehatan, Medis, dan Kecantikan

Jasa akupuntur, ambulance, salon kecantikan, pusat kebugaran, toko peralatan kacamata (optik), perawatan kulit, pemasok peralatan kebugaran, dan lain-lain.

9. Jasa Pembersihan karpet, pemasangan gorden,kebersihan rumah, perawatan, perbaikan furniture, perawatan barang-barang manufaktur, dan lian-lain. 10.Eceran atau Retailing

Pusat penjualan yang berhibungan dengan air (aquatic center), toko tas dan koper, baterai, pakaian pengantin, perlengkapan bayi, dan lain-lain.


(27)

BAB IV

PERJANJIAN KERJASAMAFRANCHISE ( PT. LODAYA MAKMUR PERKASADAN PENERIMA MEREK DAGANGSOP BUAH LODAYA )

A. Bentuk dan Isi Perjanjian Kerjasama Franchise PT. Lodaya Makmur Perkasa dan Penerima Merek Dagang Sop Buah Lodaya serta Hak dan Kewajiban Yang Harus Dipenuhi Oleh Pihak-Pihak Yang Terkait dalam Perjanjian Kerjasama Franchise

Perjanjian atau kontrak waralaba berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007, dibuat dalam bentuk tertulis antara pemberi waralaba dan penerima waralaba.Perjanjian dalam bentuk tertulis memberikan kepastian hukum kepada kedua belah pihak dalam memenuhi kewajiban dan memperoleh hak yang telah disepakati bersama. Suatu kontrak pada dasarnya harus dilaksanakan oleh para pihak berdasarkan itikad baik, tetapi kenyataannya sering kali terjadi sesuatu masalah yang tidak dikehendaki oleh para pihak, sehingga menimbulkan sengketa di antara pihak-pihak tersebut, untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul tersebut tidaklah mudah, karena pihak-pihak yang bersangkutan berasal dari dua negara yang berbeda yang sistem hukumnya sedikit banyak juga berbeda. Terdapatnya dua sistem hukum yang berbeda dalam suatu kontrak, hal ini tentu saja dapat menimbulkan masalah hukum perdata, karena para pihak membawa sistem hukumnya masing-masing dalam suatu kontrak, dalam hal ini mereka dapat memilih hukum nasionalnya atau hukum ncgara lain sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum atau kaidah-kaidah yang bersifat memaksa. Selain mengenai hukum yang seharusnya berlaku atau pilihan hukum, permasalahan yang dapat timbul dalam suatu kontrak adalah pilihan pengadilan yang merupakan pilihan yang tidak dapat diabaikan


(28)

oleh para pihak.Dalam hal ini bagi para pihak dimungkinkan untuk memilih badan arbitrase atau pengadilan nasionalnya, sebagai forum yang akan menyelesaikan sengketanya.

Proses pelaksanaan perjanjian waralaba perjanjian kerjasama franchise PT. Lodaya Makmur Perkasa dan penerima merek dagang sop buah lodaya diilalui dengan beberapa tahapan yaitu pengajuan permohonan perjanjian, penilaian terhadap calon penerima waralaba, penandatanganan perjanjian, dan pelaksanaan perjanjian.85

Para pihak yang terlibat dalam waralaba dijelaskan pada Pasal 1 ayat (2)dan (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menyatakan bahwa pemberi waralaba (Franchisor) adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan atau menggunakan waralaba yang dimilikinyakepada penerima waralaba. Sementaraitupenerima waralaba (Franchisee) adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba.86

85

Hasil wawancara dengan Ikhwan Ra’uf selaku pimpinan PT. Lodaya Makmur Perkasa, tanggal 5 Maret 2016.

86

Anki Novairi Dari dan AdityaBayuAji, Kaya Raya dengan Waralaba, Kata Hati, Jakarta, 2011, hal. 107.

Suatu perjanjian ada selalu ada dua pihak dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur).Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang bahkan dengan berembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.Selanjutnya dalam Pasal 1314 KUHPerdata, tampak


(29)

bahwa rumusan yang diberikan dalam Pasal 1314 KUHPerdata mengembangkan lebih jauh pengertianyang diberikan dalam rumusan Pasal 1313 KUH Perdata.

Pasal 1314 KUH Perdata lebih jauh menyatakan bahwa atas prestasi yang wajib diakukan olehdebitur dalam perjanjian tersebut, debitur yang berkewajiban tersebut dapat meminta dilakukannya kontra-prestasi dari lawan pihaknya tersebut.Hal ini berarti, pada dasarnya perjanjian dapat melahirkan perikatan yang bersifat sepihak (dimana hanya satu pihak yang wajib berprestasi) dan perikatan yang bertimbal balik(dengan kedua belah pihak saling berprestasi).

Hak dan kewajiban pihak pertama, antara lain :87 a. Hak Pihak Pertama:

1. Pihak pertama berhak untuk menerima pembayaran atas pengunaan Merek dagang sop duren lodaya dari pihak kedua.

2. Pihak pertama berhak untuk melakukan kerjasama dan atau menggunakan Merek dagang sop duren lodaya di kota/kabupaten/wilayah yang sama dengan pihak kedua.

b. Kewajiban pihak pertama:

1. Pihak Pertama berkewajiban untuk memberikan merek dagang sop duren lodaya kepada pihak kedua sampai batas waktu yang telah disepakati didalam perjanjian ini.

2. Pihak pertama atau wakil pihak pertama apabila diperlukan akan memberikan informasi kepada pihak kedua mengenai pengelolaan usaha.

87

Isi Perjanjian KerjasamaFranchise (PT. Lodaya Makmur Perkasadan Penerima Merek Dagangsop Buah Lodaya ).


(30)

Hak dan kewajiban pihak kedua, antara lain :88 a. Hakpihak kedua:

1. Pihak kedua berhak menggunakan merek dagang “sop duren lodaya” ditempat usaha yang ditentukan dalam perjanjian ini dan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksuda dalam Pasal 2.

2. Pihak kedua berhak mengelola, mengubah dan menyesuaikan sistem manajemen dan strategi marketing/penjualan“sop duren lodaya”. 3. Pihak kedua berhak mendapatkan/menerima/menarik kembali dana

sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta) yang telah dibayarkan kepada pihak pertama dikarenakan alasan tempat usaha yang ditetapkan para pihak tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya. 4. Bahwa terhadap alasan sebagaimana disebut ayat (3), pihak kedua

wajib mencari tempat usaha baru dalam jangka waktu 2 (dua) bulan, apabila melewati batas waktu tersebut dan masih belum ada kejelasan tempat, maka pihak pertama akan mengembalikan biaya

franchise sejak selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak permintaan pembatalan dari kedua diterima secara tertulis oleh pihak pertama.

b. Kewajiban pihak kedua:

1. Pihak kedua berkewajiban untuk membayar biaya pengunaan merek dagang sop duren lodaya kepada pihak pertama sesuai dengan ketentuan yang terdapat didalam Pasal 3 diatas;


(31)

2. Pihak kedua wajib mematuhi aturan yang diberikan pihak pertama yang meliputi, namun tidak terbatas pada penggunaan bahan baku, perubahan logo dan penempatannya, serta mematuhi larangan-larangan yang ditetapkan oleh pihak pertama. Dalam hal terjadi perubahan seperti tersebut di atas, pihak pertama akan memberitahukannya terlebih dahulu kepada pihak kedua melalui surat elektronik atau pesan singkat.

3. Pihak kedua tidak diperkenankan memindahkan hak pengelolaan dan pemakaian merek sop duren lodaya kepada pihak lain.

4. Pihak kedua wajib membeli bahan mentah/matang/jadi dari pihak pertama dalam rangka menunjang usaha, dan dilarang membeli bahan mentah/olahan/jadi dari pihak lain kecuali atas sepengetahuan dan seizin pihak pertama.

Pasal8

Tempat Usaha

1. Pihak kedua berhak memiliki lebih dari 1 tempat usaha di kota yang sama selama memperoleh izin dari pihak pertama dengan ketentuan dan perjanjian baru;

2. Pihak kedua berhak untuk mengusulkan tempat usaha tersebut dan meminta saran kepada pihak pertama;

3. Bahwa terhadap tempat usaha yang telah disepakati para pihak ternyata dikemudian hari tidak mendapatkan izin usaha atau tidak dapat


(32)

dipergunakan sebagaimana mestinya, maka pihak kedua wajib mencari tempat usaha baru dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.

4. Tempat usaha sebagaimana dimaksud diatas, harus memenuhi tetapi tidak terbatas pada syarat-syarat sebagai berikut;

a. Berada ditempat yang strategis dengan luas tempat usaha tidak kurang dari 50 m2( lima puluh meter persegi).

b. Tempat tersebut didapat oleh pihak kedua dengan cara yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat hak milik atau Hak Guna Bangunan dan atau Perjanjian sewa menyewa kepada pihak pertama;

c. Memenuhi standar kebersihan tempat yang ditentukan oleh pihak pertama;

d. Memenuhi standar Pelayanan yang ditentukan oleh pihak pertama; e. Tempat usaha tersebut dilengkapi degan Booth yang berukuran dan

jumlah yang akan disesuaikan dengan kebutuhan pihak kedua yang disetujui oleh pihak pertama

f. Tempat Usaha terdapat Mesin pendingin geser (Freezer sliding)

dengan jumlah dan kapasitas sesuai kebutuhan.

g. Tempat Usaha terdapat Mesin pendingin boks (Freezer box) dengan jumlah dan kapasitas sesuai kebutuhan.

h. Pendingin ruangan (AC) dengan jumlah dan kapasitas sesuai kebutuhan.


(33)

Pasal9

Perubahan Sistem

Pihak Pertama berhak mengubah dan menyesuaikan tanda dagang, Merek, tanda pelayanan, identifikasi baru, produk dan menu-menu baru, dan wajib dipatuhi serta diikuti oleh pihak kedua.

B. Tanggung Jawab Hukum dari Para Pihak Jika Terjadi Wanprestasi Permasalahan mengenai wanprestasi tidak bias terlepas dari masalah “pernyataan lalai” (ingebrekke stelling) dan “kelalaian” (verzuim). Adapun menurut M. Yahya Harahap pengertian yang umum tentang “wanprestasi” adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya.89

Perjanjian waralaba merupakan perjanjian innominaat.Perjanjian innominaat diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata.Oleh karena itu perjanjian waralaba juga harus mematuhi ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat di dalam KUHPerdata, sehingga perjanjian yang mematuhi ketentuan-ketentuan hukum merupakan produk hukum.Sebagai sebuah produk hukum, maka isi di dalam Perlindungan hukum terhadap perbuatan melawan hukum secara umum dapat digunakan Pasal 1365 KUH perdata. Di dalam Pasal tersebut dinyatakan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena sahnya menerbitkan kerugia itu, mengganti kerugian tersebut.

89


(34)

perjanjian waralaba merupakan hukum yang harus ditaati oleh para pihak yang membuat perjanjian waralaba tersebut.Tanggung jawab hukum dalam perjanjian waralaba ada dua yaitu tanggung jawab hukum antara para pihak yang terikat dalam perjanjian dan tanggung jawab hukum para pihak terhadap hukum yang berlaku.

Suatu perbuatan dikategorikan sebagi melawan hukum apabila memenuhi unsur-unsur Pasal 1365 KUH Perdata sebagai berikut :

1. Dilakukan dengan cara melawan hukum

2. Menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha pesaing 3. Dilakukan dengan kesalahan (sengaja atau lalai) 4. Ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian

Wanprestasi diatur dalam Pasal 1239 KUHPerdata yang menyatakan: “Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga”. Berdasarkan Pasal diatas maka pihak yang melakukan wanprestasi akan memperoleh akibat hukum berupa membayar ganti rugi. Ganti rugi dapat diperinci menjadi tiga unsur, yaitu

a. Biaya (konsten), ialah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan.

b. Rugi (schaden), ialah kerusakan barang-barang milik salah satu pihak yang diakibatkan kelalaian pihak lain yang terikat dalam perjanjian.


(35)

c. Bunga (interesten), ialah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang nyata-nyata sudah dibayangkan atau dihitung oleh pihak yang dirugikan

Tidak terpenuhinya perjanjian selain karena wanprestasi dapat juga terjadi karena overmacht atau force majeure (keadaan memaksa).Keadaan memaksa adalah suatu peristiwa yang terjadi diluar dugaan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan yang mengakibatkan suatu perjanjian tidak dapat dilaksanakan.90

Kemudian dalam hal tanggung jawab hukum para pihak terhadap peraturan pemerintah, jika ada pihak yang melanggar syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan pemerintah maka konsekuensi hukum yang terjadi Mengenai overmacht atau force majeure diatur dalam Pasal 1245 KUHPerdata yang menyatakan: “Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lataran keadaan memaksa atau lataran suatu kejadian tak disengajasi berutang beralangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lataran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang”. Berdasarkan Pasal 1245 KUHPerdata maka apabila terjadi overmacht atau force majeure pihak yang tidak dapat memenuhi kewajibannya dibebaskan dari ganti rugi dan bunga.Tanggung jawab hukum para pihak terhadap hukum yang berlaku terjadi apabila perjanjian yang dibuat oleh para pihak sudah memenuhi ketentuan-ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan pemerintah yang mengatur mengenai waralaba.Sehingga perjanjian waralaba sebagai sebuah produk hukum memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang disyaratkan oleh peraturan pemerintah.

90

Sri Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perdata (Suatu Pengantar) (Jakarta: Gitama Jaya Jakarta, 2005), hal 154


(36)

diatur dalam Pasal 16 ayat 1 PP No. 42 Tahun 2007 yang menyatakan: “Menterì, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing-masing dapat mengenakan sanksi administratif bagi Pemberi waralaba dan Penerima waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10, dan/atau Pasal 11”. Sanksi yang dimaksud dalam Pasal ini adalah peringatan tertulis, denda dan atau pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba.Saksi tersebut diatur dalam Pasal 16 ayat (2) PP No 42 Tahun 2007.

Bentuk perbuatan melawan hukum yang biasa terjadi dalam perjanjian waralaba di PT. Lodaya Makmur Perkasa adalah Penerima Waralaba memalsukan data-data dan/atau keterangan dan/atau informasi lainnya mengenai dirinya sendiri yang mungkin mempengaruhi Pemberi Waralaba dalam memberikan persetujuan kepada Penerima Waralaba untuk menggunakan dan/atau memanfaatkan Hak Eksklusif Waralaba.

Pertanggung jawab merupakan hal yang penting, karena memuat mengenai sampai sejauh mana tanggung jawab yang dipikul baik oleh franchisor

maupun franchisee.Pertanggung jawab para pihak harus dirumuskan secara jelas dan terperinci agar masing–masing pihak mengetahui dengan tepat hal apa saja yang menjadi hal apa saja merupakan tanggung jawabnya. Perumusan secara jelas dan terperinci akan memudahkan untuk menentukan bahwa suatu aktivitas merupakan tanggungjawab dari pihak yang mana.

Tanggung jawab hukum merupakan tanggung jawab para pihak dalam suatu perjanjian untuk mematuhi hukum yang berlaku. Dalam perjanjian waralaba PT. Lodaya Makmur Perkasa dan penerima merek dagang sop buah


(37)

lodayamempunyai tanggung jawab untuk membuat suatu perjanjian waralaba yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dan isi perjanjian yang mereka buat tidak boleh melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Selain tanggung jawab tersebut PT. Lodaya Makmur Perkasa dan penerima merek dagang sop buah lodaya memiliki tanggung jawab untuk memenuhi prestasi yang diperjanjikan seperti hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut.

Berdasarkan prestasi yang diperjanjikan, menurut Pasal 1234 KUHPerdata ada tiga macam perikatan, yaitu:

1. Perikatan untuk berbuat sesuatu;

2. Perikatan untuk menyerahkan sesuatu; dan 3. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu

Perjanjian waralaba PT. Lodaya Makmur Perkasa dan penerima merek dagang sop buah lodaya para pihak mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi yang sudah diperjanjikan dalam perjanjian waralaba mereka. Kewajiban tersebut disebut sebagai tanggung jawab hukum.Dalam perjanjian waralaba tersebut telah diatur dengan jelas hak-hak serta kewajiban-kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui oleh para pihak.Namun hal yang telah disepakati tidak tertutup kemungkinan dapat menimbulkan sengketa apabila pihak yang mempunyai kewajiban tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang diwajibkan.Apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi yang sudah diperjanjikan maka dianggap telah melakukan wanprestasi. Pihak yang merasa dirugikan akan melakukan


(38)

upaya-upaya untuk mendapatkan hak tersebut. Upaya untuk mendapatkan haknya disebut upaya hukum.

Upaya hukum yang dapat ditempuh ada 2 (dua) yaitu: 91 1. melalui pengadilan (litigasi); dan

2. tidak melalui pengadilan (non litigasi)

Melalui pengadilan maka pihak yang dirugikan (penggugat) mengajukan gugatan terhadap pihak yang merugikan (tergugat) ke pengadilan di wilayah hukum tergugat berada atau pengadilan yang telah ditunjuk oleh para pihak dalam perjanjian. Sedangkan upaya hukum tanpa melalui pengadilan dapat dilakukan melalui cara mediasi atau arbitrase. Dalam setiap perjanjian umumnya para pihak telah menetapkan pilihan badan peradilan yang akan menangani dan menyelesaikan perselisihan yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang.

Dalam perjanjian waralaba, PT. Lodaya Makmur Perkasa dan penerima merek dagang Sop buah lodaya telah menetapkan pilihan badan peradilan yang akan menangani dan menyelesaikan apabila terjadi perselisihan. Mengenai penyelesaian wanprestasi, dalam isi perjanjian waralaba mereka sepakat apabila terjadi wanprestasi terhadap isi dari Pasal-Pasal dalam perjanjian waralaba yang mereka buat maka mereka sepakat untuk menempuh jalur musyawarah mufakat; apabila dalam kurun waktu 90 (sembilan puluh) hari tidak dihasilkan kesepakatan mufakat mengenai penyelesaian, mereka sepakat untuk menunjuk Badan Arbitase Nasional Indonesia yang berkedudukan di Jakarta sebagai satu-satunya tempat penyelesaian perselisihan, dan sepakat menganggap keputusan yang dihasilkan

91

Hasil wawancara Ikhwan Ra’uf selaku pimpinan PT. Lodaya Makmur Perkasa, tanggal 5 Maret 2016.


(39)

adalah keputusan yang final dan mengikat para pihak untuk melaksanakan isi putusan tersebut. Segala biaya yang timbul dari penyelesaian melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia dibebankan kepada pihak yang kalah dan menunjuk kepada keputusan final dari badan tersebut.

Selain pengaturan tersebut diatas, di dalam perjanjian waralaba PT. Lodaya Makmur Perkasa dan penerima merek dagang Sop buah lodaya juga terdapat beberapa pengaturan yang mengatur mengenai tanggung jawab para pihak secara khusus mengenai hal-hal tertentu didalam perjanjian ini. Dalam bab non kompetisi Pasal 8, disebutkan bahwa pihak kedua secara langsung maupun tidak langsung dilarang memiliki, memberikan petunjuk atau konsultasi, dan atau mengoperasikan usaha yang mirip dan berpotensi menjadi pesaing terhadap bisnis selama jangka waktu waralaba dan setelah berakhirnya hubungan waralaba dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun. Bila pihak kedua melanggar ketentuan tersebut, maka pihak kedua wajib dan menyatakan sanggup untuk membayar ganti kerugian kepada pihak kesatu sebesar 4 kali biaya awal waralaba.

Pedoman operasional Pasal 11 ayat (7), disebutkan bahwa pihak kedua wajib menjaga kerahasiaan pedoman operasional dan tidak boleh diakses oleh pihak-pihak yang bukan pelaksana bisnis di outlet milik pihak kedua. Pelanggaran atas kerahasiaan dan hak cipta pedoman operasional ini akan dikenakan tuntutan menurut undang-undang hak cipta yang berlaku di Indonesia.

Pasal 12 ayat (2) mengenai biaya-biaya, tata cara pembayaran dan denda, menyatakan biaya royalty selama berlangsungnya perjanjian ini yaitu sebesar 5 persen per bulan. Biaya royalty setiap bulan pembukuan tidak boleh kurang dari


(40)

Rp. 10.000.000. Apabila royalty pada bulan tertentu kurang dari Rp.10.000.000 maka pihak pertama akan memasukan kekurangan tersbut kedalam invoice royalty

pada bulan yang dimaksud sebagai kekurangan royalty yan harus dibayar oleh pihak kedua. Penyesuaian pembayaran biaya royalty dilakukan pada setiap akhir bulan pembukuan.92

Pasal 22 ayat (8) mengenai konsekuensi akibat pencabutan hak menyatakan pihak kedua dilarang untuk mengadakan hubungan kerjasama, dalam bentuk apapun, baik langsung atau tidak langsung, baik secara individual atau sebagai anggota dari suatu badan usaha yang berhubungan dengan produksi dan penjualan secara retail atau bentuk usaha makanan yang menyerupai produk yang dijual di lokasi atau yang memiliki hubungan ketenagakerjaan atau

Batas waktu pembayaran paling lambat 5 (lima) hari berdasarkan tanggal

invoice royalty yg dikirimkan oleh pihak kesatu. Berkaitan dengan keterlambatan pembayaran royalty maka pihak kedua akan dikenakan denda sebesar 5 lima persen per bulan keterlambatan ditambah biaya administrasi sebesar US$50.00 (lima puluh dollar Amerika Serikat) per bulan. Selain itu pihak kesatu akan memberikan 1(satu) lembar surat teguran kepada pihak kedua mengenai keterlambatan tersebut dan pihak kedua harus menanggapi surat teguran tersebut secara tertulis. Apabila selama 3 (tiga) bulan berturut-turut pihak kedua tetap tidak berkeinginan untuk membayar dan/ belum membayar royalty padahal telah diberikan surat pemberitahuan keterlambatan pembayaran maka pihak kesatu berhak secara sepihak mencabut hak pihak kedua sebagai penerima waralaba.

92

Isi Perjanjian KerjasamaFranchise (PT. Lodaya Makmur Perkasadan Penerima Merek Dagangsop Buah Lodaya


(41)

kepentingantertentu di dalam suatu perusahaan yang berhubungan dalam produksi dan penjualan yang sama dimiliki oleh pihak kesatu didalam menjalankan konsep usaha restorannya. Apabila pihak kedua melanggar ketentuan tersebut diatas maka pihak kedua wajib memberikan ganti rugi kepada pihak kesatu sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (Satu milyar rupiah).

Selain wanprestasi penyebab tidak terpenuhinya prestasi yang diperjanjikan adalah force majeure93

1. perang dalam bentuk apapun, aksi militer atau pemberontakan

. Didalam perjanjian waralaba antara PT. Lodaya Makmur Perkasa dengan penerima merek dagang Sop buah lodaya, force majeure diatur dalam Pasal 27 yang berbunyi force majeure atau keadaan memaksa adalah setiap tindakan, peristiwa ataukeadaan yang berada diluar pengendalian yang wajar dari pihak yang bersangkutan dan yang tidak dapat dicegah, dihindarkan, atau dijauhi dengan tindakan ketekunan yang wajar oleh pihak tersebut yang menimbulkan dampak secara material terhadap pemenuhan kewajiban salah satu pihak. keadaan memaksa meliputi namun tidak terbatas pada keadaan:

2. keributan umum, kerusakan, sabotase, kerusuhan, gangguan sipil atau unjuk rasa dengan kekerasan;

3. adanya perubahan, pencabutan atau pemberlakuan peraturan perundang-undangan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah;

4. peledakan, kebakaran, gempa bumi, kekeringan, badai, letusan gunung berapi atau bencana alam lain atau act of god;

93

Hasil wawancara Ikhwan Ra’uf selaku pimpinan PT. Lodaya Makmur Perkasa, tanggal 5 Maret 2016


(42)

5. Pemogokan buruh dalam skala besar.

Pihak yang akibat terjadinya hal-hal yang sebagaimana disepakati di atas apabila tidak dapat melaksanakan perjanjian ini, wajib untuk memberitahukan pihak lainnya, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah kejadian-kejadian sebagaimana di atas terjadi, dan kelalaian atau keterlambatan pihak yang terkena force majeure dalam memberitahukan kepada pihak lainnya akan mengakibatkan tidak diakuinya peristiwa dimaksud sebagai

force majeure. Bila kondisi force majeure berlangsung terus menerus hinggamempengaruhi operasional bisnis lebih dari 3 (tiga) bulan kalender, maka masing-masing pihak memiliki opsi untuk membatalkan atau menyatakan pemutusanhubungan waralaba dengan pemberitahuan tertulis lebih dahulu, paling lambat 30 hari kalender sebelum pemutusan hubungan waralaba tersebut berlaku efektif

Tanggungjawab hukum dan ganti kerugian apabila penerima waralaba PT. Lodaya Makmur Perkasa melakuaknwanprestasi, antara lain :

1. Pihak penerimamerek dagang sop buah lodayaterlambat dalam menyetorkan hasil penjualan kotor tiap bulannya. Apabila penerima merek dagang sop buah lodaya tidak menyetorkan hasil penjualan kotor dalam waktu 7 hari berturut – turut maka penerima merek dagang sop buah lodaya dianggap telah melakukan wanprestasi.

2. Bentuk ganti rugi yang harus dibayarkan oleh pihak yang melakukan wanprestasi penerima merek dagang sop buah lodaya adalah diberikan sanksiberupa membayar denda sesuai yang diperjanjikan maka


(43)

prosesperdamaian terjadi tetapi apabila sampai jangka waktu keterlambatan juga tidak dilakukan pembayaran beserta denda maka pemberi waralaba dapat mengajukan gugatan ke (Badan Arbitrase Nasional Indonesiadengan pemberi waralaba memintakan ganti kerugiansesuai tuntutan.94

C. Penyelesaian Jika Perselisihan dan Perjanjian Kerjasama Franchise antara PT. Lodaya Makmur Perkasa dengan Penerima Merek Dagang Sop Buah Lodaya

Dunia bisnis, seringkali ditemukan adanya sengketa yang dilakukan oleh para usahawan, sengketa dalam bisnisini bagaimanapun juga harus diselesaikan dengan segera, agar bisnis yang dijalankan tidak mengalami kerugian besar. Dalamsuatu transaksi bisnis, kontrak yang telah disepakati bersama / telah ditandatangani para pihak biasanya selalu disebutkan dalam suatu Pasal tersendiri yang menyatakan cara bagaimana melakukan suatu penyelesaian atas suatu perselisihan atau sengketa yang timbul. Permasalahan dalam kontrak waralaba sering terjadi ketika waralaba itu sudah berjalan.Hal ini memerlukan perhatian khusus, karena dasar sebuah waralaba adalah memberikan keuntungan bagi para pihak.Jika terjadi permasalahan maka yang menjadi rujukan pertama adalah isi dari klausul kontrak yang telah ditanda tangani oleh kedua belah pihak, yaitu pemberi waralaba dan penerima waralaba.erbagai permasalahan yang timbul harus dicari jalan keluar yang terbaik agar didapatkan penyelesaian yang saling menguntungkan.

94

Hasil wawancara dengan Ikhwan Ra’uf selaku pimpinan PT. Lodaya Makmur Perkasa, tanggal 5 Maret 2016


(44)

Perjanjian Waralaba dari segi isinya terdapatketidakseimbangan hak dan kewajiban para pihak yangartinya salah satu pihak cenderung melindungikepentingannya sedemikian rupa dengan menetapkansejumlah hak sekaligus membatasi hak-hak pihak lawannya,namun sebaliknya meminimalkan kewajibannya sendiri danmengatur sebanyak mungkin kewajiban pihak lawan, dapatdikatakan bahwa kedudukan para pihak tidak seimbangdalam perjanjian baku Suatu perjanjian/kontrak/perikatanyang dibuat oleh para pihak dapat memiliki akibat hukum.Akibat hukum dari suatu perjanjian berdasarkan Pasal 133KUHPerdata meliputi tiga macam,yaitu : 95

1. Perjanjian bersifat mengikat para pihak. Hal ini senadadengan isi Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan “semua perjanjianyang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undangbagi mereka yang membuatnya”. Ketentuan inimengisyaratkan betapa kuatnya kedudukan hukum suatuperjanjian meskipun perjanjian tersebut dibuat oleh parapihak yang bukan tergolong pejabat publik. Perjanjianberlaku sebagai undang-undang (Asas Pacta SuntServanda) dengan rumusan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, sebagai kreditur yangtidak memperoleh pelaksanaan kewajiban oleh debiturdapat atau berhak memaksakan pelaksanaannya denganmeminta bantuan kepada pejabat negara yang berwenangyang akan memutuskan dan menentukan sampai seberapajauh suatu prestasi yang telah gagal, tidak

95

Iswi Hariyani, (FRANCHISE AGREEMENT AND ITS LEGAL CONSEQUENCES IN THE EVENT OF DEFAULT), Jurnal Jurusan Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Jember (UNEJ), 2013, hal 86


(45)

sepenuhnyaatau tidak sama sekali dilaksanakan, atau dilaksanakantidak sesuai dengan yang diperjanjikan masih dapatdilaksanakan.96

2. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali kecualiberdasarkan alasan-alasan yang dibenarkan oleh undang-undang. Ketentuan ini dimaksudkan agar setiap orangyang membuat perjanjian harus berkomitmen penuhuntuk melaksanakan semua isi perjanjian dan tidakmudah mempermainkan sebuah perjanjian. 3. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.Perjanjian yang tidak

didasari itikad baik, misalnya didasari motif penipuan dan atau penggelapan, dapatberpotensi untuk dinyatakan batal demi hukum karenamelanggar salah satu asas perjanjian. Jika unsur penipuandan penggelapan tersebut dapat dibuktikan makapelakunya dapat dikenai sanksi pidana penjara sesuaiaturan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Mengenai masalah penyelesaian sengketa dalam perjanjian waralaba antara PT. Lodaya Makmur Perkasa dengan penerima merek dagang sop buah lodaya diatur dalam Pasal16 yang menyatakan apabila terjadi perbedaan pendapat, perselisihan, pelanggaran satu atau beberapa isi dari Pasal-Pasal dalam perjanjian ini, maka para pihak sepakat untuk menempuh jalur musyawarah mufakat. Apabila dalam kurun waktu 90 hari tidak dihasilkan kesepakatan mufakat mengenai penyelesaian akibat perbedaan pendapat, perselisihan, pelanggaran satu atau beberapa isi dari Pasal-Pasal dalam perjanjian ini, maka para pihak sepakat menunjuk Badan Arbitase Nasional Indonesia yang berkedudukan di Jakarta sebagai satu-satunya tempat penyelesaian perselisihan, dan sepakat untuk

96

Gunawan Widjaja, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal 281


(46)

mengangap keputusan yang dihasilkan adalah keputusan yang final dan mengikat para pihak untuk melaksanakannya. Segala biaya yang timbul dari penyelesaian melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia dibebankan kepada pihak yang kalah dan menunjuk kepada keputusan final dari badan tersebut.

Tata cara perpanjangan, pengakhiran, pemutusan perjanjian. Mengenai pengakhiran perjanjian diatur Pasal 3 ayat (1) dimana apabila jangka waktu perjanjian sudah berakhir dan pihak kedua tidak mengajukan permohonan perpanjangan masa waralaba. Sedangkan mengenai pemutusan perjanjian diatur dalam Pasal 3 ayat (2) yang menyatakan jangka waktu waralaba dapat berakhir lebih cepat dari tanggal yang tercantum dari Pasal 3 ayat (1) apabila pihak kedua memutuskan hubungan waralaba karena terjadi pelanggaran oleh pihak kedua terhadap perjanjian ini.

Selain itu dalam membuat perjanjian waralaba harus memperhatikan Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 yang menyatakan “Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada Penerima waralabasecara berkesinambungan”. Mengenai hal ini juga sudah diatur di dalam perjanjian waralaba antara PT. Lodaya Makmur Perkasa dengan penerima merek dagang sop buah lodaya yaitu tentang kewajiban pihak pertama terhadap pihak kedua yang isinya antara lain:

a. Pihak pertama akan menyediakan dukungan pelatihan untuk pegawai baru yang direkrut oleh pihak kedua


(47)

b. Pihak pertama akan menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan bagi pihak kedua melalui komunikasi telepon, surat, fax, dan email, dalam hal manajemen umum, operasional sehari-hari, serta strategi pemasaran dan promosi lokal.

c. Pihak pertama akan mengkomunikasikan secara tertulis kepada pihak kedua mengenai setiap perubahan yang dilakukan terhadap sistem waralabanya

d. Pihak pertama akan memberikan petunjuk dan informasi tentang hargabarang dan cara negosisasi dengan supplier langsung, agar pihak kedua dapat mendapatkan harga yang kompetitif.

Dalam Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2007 dinyatakan “Penerima waralaba wajib mendaftarkan perjanjian waralaba”. Dalam perjanjian waralaba antara PT. Lodaya Makmur Perkasa dengan penerima merek dagang sop buah lodaya sebagai penerima waralaba telah mendaftarkan perjanjian waralabanya.

Berdasarkan analisa diatas dapat dilihat bahwa perjanjian waralaba antara PT. Lodaya Makmur Perkasa dan penerima merek dagang sop buah lodaya telah sesuai dengan PP No.42 tahun 2007 tentang Waralaba. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pembuatan perjanjian waralaba PT. Lodaya Makmur Perkasa dan penerima merek dagang sop buah lodaya telah dilaksanakan sesiau dengan peraturan yang berlaku.

Apabila timbul perbedaan pendapat atau perselisihan antara kedua belah pihak sedapat mungkin diselesaikan secara kekeluargaan dan musyawarah untuk


(48)

mufakat.Namun apabila cara musyawarah mufakat tidak dapat menyelesaikan sengketa atau konflik yang dimaksud maka dapat diselesaikan dengan alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non litigasi) ataupun dengan lembaga peradilan pada umumnya (litigasi).97

97

Hasil wawancara dengan Ikhwan Ra’uf selaku pimpinan PT. Lodaya Makmur Perkasa, tanggal 5 Maret 2016


(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya,penulis dapat menarik beberapa simpulan sebagaiberikut :

1. Bentuk dan Isi Perjanjian Kerjasama Franchise PT. Lodaya Makmur Perkasa dan Penerima Merek Dagang Sop Buah Lodaya serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian kerjasamaFranchise, bentuk perjanjian Kerjasama Franchise PT. Lodaya Makmur Perkasa dan Penerima Merek Dagang Sop Buah Lodaya adalah tertulis dengan melalui tahapan yaitu pengajuan permohonan perjanjian, penilaian terhadap calon penerima waralaba, penandatanganan perjanjian, dan pelaksanaan perjanjian

2. Tanggung jawab hukum dari para pihak jika terjadi wanprestasi, yaitu pihak penerima merek dagang sop buah lodayaterlambat dalam menyetorkan hasil penjualan kotor tiap bulannya. apabila penerima merek dagang sop buah lodaya tidak menyetorkan hasil penjualan kotor dalam waktu 7 hari berturut–turut maka penerima merek dagang sop buah lodaya dianggap telah melakukan wanprestasi. Bentuk ganti rugi yang harus dibayarkan oleh pihak yang melakukan wanprestasi penerima merek dagang sop buah lodaya adalah diberikan sanksi berupa membayar denda sesuai yang diperjanjikan maka proses perdamaian terjadi tetapi apabila


(50)

sampai jangka waktu keterlambatan juga tidak dilakukan pembayaran beserta denda maka pemberi waralaba dapat mengajukan gugatan ke (Badan Arbitrase Nasional Indonesia dengan pemberi waralaba memintakan ganti kerugian sesuai tuntutan

3. Penyelesaian Jika Perselisihan dan Perjanjian Kerjasama Franchise PT. Lodaya Makmur Perkasa dan Penerima Merek Dagang Sop Buah Lodaya, Apabila timbul perbedaan pendapat atau perselisihan antara kedua belah pihak sedapat mungkin diselesaikan secara kekeluargaan dan musyawarah untuk mufakat. Apabila musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka keduabelah pihak sepakat untuk menyelesaikannya melalui Pengadilan

B. Saran

Adapun saran yang penulis dapat berikan sehubungan dengan penulisan skripsi ini adalah :

1. Para pihak harus memikirkan dengan cermat dan seksama mengenai isi dari ketentuan serta kewajiban yang tercantum dalam perjanjian sehingga ketika penandatanganan dilakukan, pihak-pihak telah memiliki persiapan dan pemahaman yang jelas akan isi dari perjanjian serta segala akibat yang ditentukan dari perjanjian.

2. Sebaiknya pihak-pihak yang akan membuat perjanjian franchise

memperhatikan syarat obyektif yang harus dipenuhi terhadap suatu perikatan, karena bila terjadi pelanggaran terhadap syarat obyektif dari perjanjian maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Keharusan adanya objek dalam


(51)

perjanjian, ditegaskan dalam Pasal 1332 s/d Pasal 1334 KUH Perdata; yang diikuti Pasal 1335 s/d Pasal 1336 KUH Perdata

3. Risiko kerugian pihak franchisee ditanggung sendiri, oleh karena itu pemerintah mengatur standart perjanjian waralaba, khususnya mengenai hak dan kewajiban antara pemberi dengan penerima waralaba serta kewajiban pendaftaran perjanjian waralaba. Konsekuensinya pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perjanjian waralaba, dengan cara pengawasan berkala dan pengawasan khusus. Disisi lain, apabila terjadi kesepakatan perjanjian Waralaba, Penerima Waralaba harus menyampaikan perjanjian Waralaba tersebut kepada Pemerintah.


(52)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA

A. Pengertian Perjanjian Kerjasama

Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata dimana dalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Namun, pengertian perjanjian secara umum adalah suatu peristiwa dimana apabila seseorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua pihak atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu ataupun tidak untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, perjanjian merupakan suatu peristiwa konkret yang dapat diamati. Dalam bentuknya, perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung kesepakatan/persetujuan para pihak yang membuatnya baik secara lisan maupun dalam bentuk tertulis.Dari peristiwa itulah maka timbul suatu hubungan antara para pihak tersebut yang dinamakan perikatan.

Pengertian dari perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan. Perikatan merupakan suatu pengertian yang tidak konkret tetapi abstrak atau tidak dapat diamati karena perikatan merupakan akibat dari adanya suatu perjanjian yang menyebabkan orang-orang atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang telah disepakati.Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.Semua kesepakatan yang dibuat sesuai dengan undang-undang, berlaku


(53)

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu merupakan sesuatu hal yang baik.Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama.Isi perjanjian ini disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan.13

Grotius memahami kontrak adalah suatu perbuatan sukarela dari seseorang yang membuat janji tentang sesuatu kepada seseorang lainnya dengan penekanan bahwa masing-masing akan menerimanya dan melaksanakannya sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Kotrak bahkan dipahami oleh Grotius lebih dari sekedar janji, karena kontrak bahkan berdasarkan kehendak bebas dan kekuatan personal dari individu-individu yang membuatnya, yang didukung oleh harta kekayaan yang mereka miliki yang dapat dialihkan berdasarkan kontrak tersebut.14

Kontrak menurut Hartkamp adalah tindakan hukum yang terbentuk dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan perihal aturan betuk formal oleh perjumpaan pernyataan kehendak yang saling bergantung satu sama lain

13

Retno Prabandari. Jenis-jenis Perjanjian Sebagai Dasar Hukum Dalam Pengalihan Hak Guna Bangunan Objek Hak Tanggungan.Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang, 2007.

14

Muhammad Syaifuddin. Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perspektif

Filsafat,Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan). Mandar Maju. Bandung. hal.19


(54)

sebagaimana dinyatakan oleh dua atau lebih pihak, dan dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak serta atas beban pihak lainnya, atau demi kepentingan dan atas beban kedua belah pihak.15

Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.16

Perjanjian kerjasama berasal dari kata perjanjian dan kerjasama.Perjanjian menurut Van Dunne adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja yang dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan kontrak.Pihak-pihak dalam kontrak ini dapat berupa orang perorangan atau badan usaha yang bukan badan hukum atau badan hukum. Dalam melakukan kontrak, pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut dapat bertindak untuk kepentingan dan atas namanaya sendiri, namun dapat pula bertindak atas nama sendiri, namun untuk kepentingan orang lain bahkan dapat bertindak untuk kepentingan dan atas nama orang lain.

17

15

Ibid, hal 19-20

16

Ahmadi Miru.Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak. RajaGrafindo Persada. Jakarta, 2013, hal.1

17

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Sumur Bandung, Bandung: 1995. hal. 19

Perjanjian kerjasama tidak ada diatur secara rinci di dalam KUHPerdata.Namum, menurut Pasal 1319 KUHPerdata, perjanjian kerjasama termasuk dalam perjanjian


(1)

1. Bahwa skripsi yang saya tulis ini benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : CINDY ANNISA MULIA

Nim : 120200584

Judul Skripsi : PERJANJIAN KERJASAMA FRANCHISE (PT.LODAYA MAKMUR PERKASA DAN PENERIMA MEREK DAGANG SOP BUAH LODAYA)

Dengan ini menyatakan:

2. Apabila terbukti di kemudian hari Skripsi tersebut adalah jiplakan maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya

Demikian pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, April 2016

CINDY ANNISA MULIA 120200584


(2)

ABSTRAK * Cindy Annisa Mulia

**H. Hasim Purba ***Rosnidar Sembiring

Waralaba atau franchise adalah suatu bisnis yang didasarkan pada perjanjian dua pihak yaitu franchishor (pemilik hak) dan Franchisee (yang diberi hak) untuk menjalankan bisnis Franchisor menurut sistem yang ditentukan oleh

franchisor Dengan kata lain waralaba adalah suatu pengaturan bisnis dimana

franchisor memberi hak pada pihak independen (franchisee) untuk menjual produk atau jasa perusahaan.

Permasalahan dalam penelitian adalah bentuk dan isi perjanjian kerjasama franchise antara PT. Lodaya Makmur Perkasa dengan Penerima Merek Dagang Sop Buah Lodaya serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian kerjasamaFranchise. Tanggung Jawab Hukum Dari Para Pihak Jika Terjadi Wanprestasi. Penyelesaian Jika Perselisihan dan Perjanjian Kerjasama Franchise antara PT. Lodaya Makmur Perkasa dengan Penerima Merek Dagang Sop Buah Lodaya.

Metode yang digunakan penelitian Yuridis Normatif.Skripsi ini bersifat penelitian Deskripstif Analitis. Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data Sekunder, dengan teknik pengumpulan data Library Research (penelitian kepustakaan) dan FieldResearch (penelitian lapangan) sebagai data pendukungdan melakukan wawancara langsung.

Bentuk dan Isi Perjanjian Kerjasama Franchise antara PT. Lodaya Makmur Perkasa dengan Penerima Merek Dagang Sop Buah Lodaya serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian kerjasamaFranchise, bentuk perjanjian Kerjasama Franchise antara PT. Lodaya Makmur Perkasa dengan Penerima Merek Dagang Sop Buah Lodaya adalah tertulis dengan melalui tahapan yaitu pengajuan permohonan perjanjian, penilaian terhadap calon penerima waralaba, penandatanganan perjanjian, dan pelaksanaan perjanjianTanggung Jawab Hukum Dari Para Pihak Jika Terjadi Wanprestasi, yaitu pihak penerima merek dagang sop buah lodayaterlambat dalam menyetorkan hasil penjualan kotor tiap bulannya. Apabila penerima merek dagang sop buah lodaya tidak menyetorkan hasil penjualan kotor dalam waktu 7 hari berturut-turut maka penerima merek dagang sop buah lodaya dianggap telah melakukan wanprestasi. Penyelesaian Jika Perselisihan dan Perjanjian Kerjasama Franchise antara PT. Lodaya Makmur Perkasa dengan Penerima Merek Dagang Sop Buah Lodaya.Apabila timbul perbedaan pendapat atau perselisihan antara kedua belah pihak sedapat mungkin diselesaikan secara kekeluargaan dan musyawarah untuk mufakat. Apabila musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka keduabelah pihak sepakat untuk menyelesaikannya melalui Pengadilan Kata Kunci: Perjanjian, Kerjasama, Franchise.

* Mahasiswi

** Dosen Pembimbing I ***Dosen Pembimbing II


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmad dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalahTinjauan PERJANJIAN KERJASAMA FRANCHISE (PT. LODAYA MAKMUR PERKASA DAN PENERIMA MEREK DAGANG SOP BUAH LODAYA)

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kapada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH, MHum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

5. Bapak Prof. Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I.

6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

8. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis ayahanda Ir. H. Herry Muchyar dan Ibunda Hj. Marlaini, dan abang-abang kandung saya Ricky Lesamana, Reza Fahlevi dan Ridho Fitrawan yang telah banyak memberikan dukungan moril, materil, dan kasih sayang mereka yang tidak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.

9. Buat teman-teman saya tersayang,Ulfa, Esther, Martha, Ridwan, Fathur,Kak Yanti, Michelle, Rhanty, Ziah, Yana, Rini, Sri, Fika, Bila dan yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas dukungan dan motivasinya sehingga terselesaikan skripsi ini.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapatkan Balasan dari Allah SWT. Penulis memohon maaf kepada Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, April 2016 Penulis,

Cindy Annisa Mulia 120200584


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Metode Penelitian ... 8

F. Keaslian Penulisan ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA .. 15

A. Pengertian Perjanjian Kerjasama ... 15

B. Syarat sahnya perjanjian kerjasama ... 18

C. Klasifikasi Jenis Perjanjian Kerjasama ... 22

D. Asas-asas perjanjian kerjasama ... 24

E. Wanprestasi dan akibat-akibatnya... 36

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG FRANCHISE ... 44

A. Pengertian dan dasar hukum Franchise, ... 44

B. Penggolongan franchise ... 48

C. Perjanjian franchise sebagai perjanjian innominat, ... 54


(6)

E. Perkembangan Franchise di Indonesia. ... 58

BAB IV PERJANJIAN KERJASAMA FRANCHISE (PT. LODAYA MAKMUR PERKASA DAN PENERIMA MEREK DAGANG SOP BUAH LODAYA) ... 65

A. Bentuk proses dan isi perjanjian kerjasama Franchise ... PT. Lodaya Makmur Perkasa dan penerimamerek dagang sop buah lodaya serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian kerjasama Franchise. ... 65

B. Tanggung jawab hukum dari para pihak jika terjadi wanprestasi ... 71

C. Penyelesaian jika perselisihan dan perjanjian kerjasama Franchise PT. Lodaya Makmur Perkasa danpenerima merek dagang sop buah lodaya. ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA