EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN MATCHING CARD DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN AL QUR'AN HADITS SISWA KELAS VII MTsN SIDOARJO.

(1)

EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN

MATCHING CARD

DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA

PELAJARAN AL QUR’AN HADITS

SISWA KELAS VII MTsN

SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh:

Miftakul Farikha D01212032

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

v

ABSTRAK

Miftakul Farikha, 2016 Efektifitas Model Pembelajaran Matching Card Dalam

Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Al Qur’an Hadits Siswa Kelas VII

MTsN Sidoarjo.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Matching Card, Hasil Belajar

Model Pembelajaran Matching Card adalah nama lain dari model pembelajaran

make a match yang dikembangkan oleh lorn curren pada tahun 1994. Model pembelajaran maching card ialah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar mengajar yang menggunakan kartu sebagai media atau alat bantu dalam menyampaikan materi pelajaran dengan cara mencari pasangan dari kartu yang dipegang masing-masing siswa. Sedangkan hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh siswa dari usaha belajaranya baik berupa aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Dalam skripsi yang berjudul “Efektifitas Model Pembelajaran Matching Card

Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Al Qur’an Hadits Siswa Kelas VII MTsN Sidoarjo” penulis menggunakan tiga rumusan masalah yaitu: 1) Bagaimanakah Penerapan Model Pembelajaran Matching Card dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Al qur’an Hadits Siswa Kelas VII MTsN Sidoarjo? 2) Bagaimanakah Hasil Belajar yang Diterapkan Model Pembelajaran Matching Card dengan yang Tidak Diterapkan Model Pembelajaran Matching Card pada Mata Pelajaran Al Qur’an Hadits Siswa Kelas VII MTsN Sidoarjo? 3) Bagaimana Efektifitas Model Pembelajaran

Matching Card dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Al Qur’an Hadits

Siswa Kelas VII MTsN Sidoarjo?

Untuk memperoleh data tersebut penulis menggunakan beberapa metode antara lain: observasi, wawancara, angket atau kuisioner, test, dan dokumentasi. Adapun untuk menjawab rumusan masalah pertama menggunakan rumus prosentase, rumusan masalah ke dua dan ke tiga dengan menggunakan rumus uji t test.

Berdasarkan hasil dari penyajian data dan analisis data model pembelajaran

matching card dapat dikategorikan “baik” karena berada pada skala 76%-100%. Hal ini terbukti berdasarkan analisis melalui data observasi kemampuan guru dan hasil analisis aktivitas siswa serta didukung dari hasil analisis angket. Adapun hasil belajar siswa pada mata pelajaran al qur’an hadits kelas VII MTsN Sidoarjo, tergolong baik juga. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis data pre-test dan post-test kelas ekperimen yang telah dianalisis dengan uji t dan hasilnya menyatakan ada peningkatan hasil belajar yang signifikan yakni 4,615>2,04. Dan terkait efektifitas model pembelajaran maka dibandingkan hasil nilai post-test kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Dengan df sebesar 62 pada taraf signifikasi 5 % = 2,00 diperoleh to>tt (14,60>2,00) maka


(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR TRANSLITERASI ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian... 7

E. Hipotesis Penelitian ... 9

F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan ... 10

G. Definisi Operasional ... 10


(7)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Matching Card ... 15

1. Pengertian Model Pembelajaran Matching Card ... 15

2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Matching Card ... 28

B. Tinjauan Tentang Hasil Belajar ... 29

1. Pengertian Hasil Belajar ... 29

2. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 30

3. Jenis-jenis Hasil Belajar ... 38

C. Efektifitas Model Pembelajaran Matching Card dalam Meningkatkan Hasil Belajar ... 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Metodologi Penelitian ... 47

1. Jenis Penelitian ... 47

2. Variabel dan Indikator ... 49

3. Rancangan Penelitian ... 51

4. Populasi dan Sampel ... 52

5. Jenis dan Sumber Penelitian ... 53

6. Metode dan Instrumen Penelitian... 55

7. Analisis Data ... 58

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 64


(8)

2. Sejarah Singkat Madrasah Tsanawiyah Negeri Sidoarjo ... 65

3. Visi dan Misi Madrasah Tsanawiyah Negeri Sidoarjo ... 65

4. Struktur Organisasi ... 67

5. Keadaan Guru dan Karyawan ... 67

6. Keadaan Siswa ... 71

7. Keadaan Sarana dan Prasarana ... 72

B. Penyajian Data ... 73

1. Penyajian Data tentang Model Pembelajaran Matching Card ... 73

2. Penyajian Data tentang Hasil Belajar ... 83

3. Penyajian Data tentang Efektifitas Model Pembelajaran Matching Card dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Al Qur’an Hadits Siswa Kelas VII MTsN Sidoarjo ... 90

C. Analisis Data ... 96

1. Analisis Data tentang Model Pembelajaran Matching Card ... 96

2. Analisis Data tentang Hasil Belajar ... 101

3. Analisis Data tentang Efektifitas Model Pembelajaran Matching Card dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Al Qur’an Hadits Siswa Kelas VII MTsN Sidoarjo ... 111


(9)

4. Pengujian Hipotesis ... 113 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 106 B. Saran ... 107 DAFTAR PUSTAKA


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berbicara tentang belajar dan pembelajaran tidak akan terlepas dari adanya metode, karakteristik dan model pembelajaran. Dalam proses belajar siswa juga memiliki karakteristik cara belajar yang berbeda-beda.

Dalam Q.S. Al Baqoroh ayat 31- 33 Allah SWT berfirman:

يِنوُئِبأنَأ َلاَقَ ف ِةَكِئ َََمألا ىَلَع أمُهَضَرَع َمُث اَهَلُك َءاَمأسَأْا َمَدَآ َمَلَعَو

َنيِقِداَص أمُتأنُك أنِإ ِء ََُؤَ ِءاَمأسَأِب

(

13

)

اَم ََِإ اَنَل َمألِع ََ َكَناَحأبُس اوُلاَق

ُميِكَحألا ُميِلَعألا َتأنَأ َكَنِإ اَنَ تأمَلَع

(

13

)

أمِهِئاَمأسَأِب أمُهأ ئِبأنَأ ُمَدَآ اَي َلاَق

ِتاَواَمَسلا َبأيَغ ُمَلأعَأ يِنِإ أمُكَل ألُقَأ أمَلَأ َلاَق أمِهِئاَمأسَأِب أمَُأَبأ نَأ اَمَلَ ف

َنوُمُتأكَت أمُتأنُك اَمَو َنوُدأبُ ت اَم ُمَلأعَأَو ِضأرَأْاَو

(

11

)

Artinya : 31. dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" 32. mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." 33. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"(Al Baqarah : 31- 33).


(11)

2

Dari tiga ayat dari surat al Al Baqoroh ini Allah memberikan sebuah pelajaran kepada Manusia bahwa dalam proses belajar mengajar haruslah menggunakan sebuah metode atau model pembelajaran yang tepat agar tujuan dalam pendidikan dapat tercapai dengan baik sebagaimana Allah SWT memberikan contoh salah satu metode dalam mengajar, yaitu metode takror (pengulangan) dalam bentuk presentasi.

Selain metode dalam pembelajaran, guru juga harus dapat mengetahui kriteria cara belajar siswa supaya apa yang akan guru ajarkan lebih dapat dengan mudah diterima oleh siswa karena itu sesuai dengan cara belajar mereka.

Berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh otak dalam menyerap, mengelola, dan mneyampaikan informasi, cara belajar individual dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu cara belajar visual, auditorial, dan kinestetik yang ditandai ciri-ciri perilaku tertentu.1 Pengkategorian tersebut bukan berarti bahwa individu hanya memiliki salah satu karakteristik cara belajar tertentu dan tidak memiliki karakteristik cara belajar yang lain. Pengkategorian ini hanya sebagai pedoman bahwa siswa yang memiliki karakteristik yang lebih menonjol dari salah satu karakteristik tersebut maka akan lebih mudah dalam belajar dengan pemberian stimulus yang sesuai. Dengan kata lain jika siswa menemukan metode belajar yang sesuai maka siswa akan lebih mudah dalam proses belajarnya.

Proses belajar sesungguhnya bukanlah semata kegiatan menghafal, melainkan juga memahami. Karena banyak hal yang kita hafal mudah kita lupakan dan hilang

1

Enung Fatimah, Psikologi perkembangan: Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), cet ke-3, h. 37


(12)

3

dalam beberapa jam. Untuk mengingat apa yang telah diajarkan oleh guru, siswa harus mengolahnya telebih dahulu untuk dapat memahaminya. Apa yang telah diberikan guru tidak semuanya harus ditelan oleh siswa, siswa harus menata apa yang mereka dengar dan mereka lihat untuk di cerna terlebih dahulu dan dipahami dengan bahasa mereka sendiri. Dengan begitu, siswa akan lebih mudah memahami maksud dari pelajaran yang telah diberikan oleh seorang guru.

Dalam hal ini penulis mengacu pada teori pembelajaran konstruktivisme milik slavin yang terdapat dalam buku model pembelajaran terpadu bahwa teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan menstranformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, bekerja dengan susah payah dengan ide.2

Dalam teori slavin tersebut siswa dituntut untuk memecahkan suatu masalah secara mandiri dengan kata lain bahwa siswa harus aktif dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Untuk mengajak siswa katif guru perlu menumbuhkan karakter kreatif pada diri siswa.

Menurut salman rusydie, ada beberapa hal yang penting dilakukan oleh guru agar siswanya memiliki karakter kreatif, yaitu: (1) mempelajari sesuatu melebihi

2


(13)

4

fakta (2) belajar bagaimana berpikir (3) belajar menemukan dan merekonstruksi fakta baru.3 Dari pendapat salman rusydie tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam proses pembelajaran untuk mengajak siswa aktif dapat mengajak siswa untuk belajar berpikir tentang suatu masalah untuk mencari jalan keluarnya. Jadi siswa tidak hanya duduk diam mendengarkan pembelajaran guru tapi siswa juga ikut bersosialisasi sesama teman untuk memecahkan suatu permasalahan.

Untuk mencapai hasil belajar yang baik dan maksimal, selain faktor belajar dari siswa juga ada faktor lain yang mendukung dalam tercapainya hasil belajar tersebut yakni proses pembelajaran dalam kelas. Di mana guru juga harus kreatif dalam mengembangan model-model pembelajaran yang baru untuk memotivasi siswa dalam belajarnya supaya siswa tidak bosan dengan materi yang kita ajarkan.

Cara mengajar guru yang baik merupakan kunci dan prasarat bagi siswa untuk dapat belajar dengan baik dan mudah dalam memahami suatu materi pelajaran. Salah satu tolak ukur bahwa siswa telah belajar dengan baik ialah jika siswa itu dapat mempelajari apa yang seharusnya dipelajari, sehingga indikator hasil belajar yang diinginkan dapat dicapai oleh siswa dengan baik.4

Mengingat begitu pentingnya peran guru dalam proses pembelajaran maka penulis ingin menganalisis terkait model pembelajaran matching card dalam mata pelajaran al qur’an hadits. Untuk pembelajaran al qur’an terkadang siswa sulit untuk menghafalkan arti dari tiap-tiap potongan ayat ataupun hadits, jadi hal yang harus

3

Salman rusydie, Prinsip-Prinsip Manajemen Kelas, (Jogjakarta: DIVA Press, 2011), h. 135 4

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2010), cet ke-2, h. 17


(14)

5

dilakukan seorang guru ialah mencari jalan keluar supaya siswa mudah menghafalkan potongan-potongan ayat ataupun hadits tersebut. Terkadang guru meminta siswa untuk menghafalkan ayat-ayat beserta artinya dengan cara diberikan waktu beberapa menit atau jam, hal tersebut mungkin bisa mendapatkan hasil bahwa siswa bisa menghafalkannya namun belum tentu apa yang dihafal siswa akan terus terkenang dalam benaknya. Cara yang baik supaya siswa dapat mengingat hafalan tersebut guru dapat membuatkan syair atau nyanyian, guru juga dapat memberikan peraga dari masing-masing arti dari potongan ayat.

Terkait hal tersebut penulis terpikirkan untuk meneliti model pembelajaran apa yang dapat efektif untuk digunakan dalam proses pembelajaran mata pelajaran al

qur’an hadits, yang mana materi tersebut menurut sebagian besar siswa merupakan

materi yang membosankan dengan begitu banyak ayat dan hadits untuk dihafalkan.

Penulis memilih model pembelajaran Matching Card untuk diterapkan dalam

materi al qur’an ini bukan semata-mata hanya untuk mengajak siswa aktif dalam kelas, melainkan penulis mengharapkan dengan model pembelajaran ini siswa dapat dengan mudah menghafal dan memahami pelajaran terkait mata pelajaran al qur’an hadits tersebut.

Dengan adanya model pembelajaran tersebut penulis berharap nantinya hasil belajar siswa akan lebih meningkat dari pada sebelumnya. Hasil belajar yang dimaksud penulis di sini bukan hanya dalam bentuk format nilai saja namun penulis juga melihat pada hasil belajar berupa pemahaman siswa dalam menelaah materi al


(15)

6

hasil belajar berupa nilai dalam bentuk angka-angka semata. Karena pemahaman dari materi pembelajaran merupakan suatu hasil belajar yang akan terus melekat pada diri siswa sebagai ilmu.

Dengan beberapa alasan yang telah dikemukakan penulis pada latar belakang di atas, hal ini memotivasi penulis untuk mengambil judul skripsi EFEKTIFITAS

MODEL PEMBELAJARAN MATCHING CARD DALAM MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN AL QUR’AN HADITS SISWA

KELAS VII MTsN SIDOARJO.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Penerapan Model Pembelajaran Matching Card dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Al Qur’an Hadits Siswa Kelas VII MTsN Sidoarjo?

2. Bagaimana Hasil Belajar yang Diterapkan Model Pembelajaran Matching Card

dengan yang Tidak Diterapkan Model Pembelajaran Matching Card pada Mata

Pelajaran Al Qur’an Hadits Siswa Kelas VII MTsN Sidoarjo?

3. Bagaimana Efektifitas Model Pembelajaran Matching Card dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Al Qur’an Hadits Siswa Kelas VII MTsN Sidoarjo?


(16)

7

C. TUJUAN PENELITIAN

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah:

1. Untuk Mengetahui Bagaimana Penerapan Model Pembelajaran Matching Card

dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Al Qur’an Hadits Siswa Kelas VII MTsN Sidoarjo.

2. Untuk Mengetahui Adakah Perbedaan Hasil Belajar yang Diterapkan Model Pembelajaran Matching Card dan yang Tidak Diterapkan Model Pembelajaran

Matching Card pada Mata Pelajaran Al Qur’an Hadits Siswa Kelas VII MTsN Sidoarjo.

3. Untuk Mengetahui Adanya Efektifitas Model Pembelajaran Matching Card dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Al Qur’an Hadits Siswa Kelas VII MTsN Sidoarjo.

D. KEGUNAAN PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dalam pengembangan teori pendidikan maupun bagi penyelenggaraan pengajaran di MTsN Siodarjo. Secara rincian dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat memberikan konstribusi ilmiah mengenai Implementasi Model Pembelajaran Matching Card dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa.


(17)

8

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

a. Siswa

Model pembelajaran Matching Card ini diharapkan dapat membantu siswa dalam proses belajar mengajar untuk memudahkan siswa memahami materi dari mata pelajaran al qur’an

b. Guru

Sebagai tambahan masukan dalam proses belajar mengajar bagi guru, dengan adanya model pembelajaran Matching Card ini semakin beragam pula model pembelajaran yang akan guru berikan bagi siswa.

c. Peneliti

Semoga dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman yang banyak terkait model pembelajaran dan dapat menerapkannya dalam masa mendatang sebagai upaya untuk mengajak siswa aktif dalam kelas.

d. Umum

Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para peneliti untuk penelitian yang lebih lanjut.


(18)

9

E. HIPOTESIS PENELITIAN

Dalam penelitian, hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.5 Berdasarkan anggapan dasar tersebut, hipotesis itu sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Hipotesis Awal (Hipotesis Nol)

Hipotesis awal merupakan hipotesis yang mengandung pernyataan menyangkal dan biasanya dilambangkan dengan (Ho).

2. Hipotesis Alternatif (Hipotesis Kerja)

Hipotesis alternatif merupakan hipotesis yang mengandung pernyataan tidak menyangkal.

Adapun hipotesis untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Hipotesis awal yaitu tidak adanya efektifitas model pembelajaran matching card dalam meningkatkan hasil belajar mata pelajaran al qur’an siswa kelas VII MTsN Sidoarjo.

b. Hipotesis alternatif yaitu adanya efektifitas model pembelajaran matching card dalam meningkatkan hasil belajar mata pelajaran al qur’an siswa kelas

VII MTsN Sidoarjo.

5


(19)

10

F. RUANG LINGKUP DAN KETERBATASAN

Berdasarkan judul yang peneliti angkat, agar peneliti lebih terfokus, terarah, dan tidak akan melebar pada pembahasan yang tidak ada kaitannya dengan dengan pembahasan, maka peneliti menganggap perlu untuk membatasinya sebagai berikut:

a. Penelitian ini hanya berkisar pada efektifitas model pembelajaran matching card dalam meningkatkan hasil belajar mata pelajaran al qur’an hadits siswa kelas VII MTsN Sidoarjo.

b. Penelitian ini hanya difokuskan pada peningkatan hasil belajar siswa kelas VII MTsN Sidoarjo setelah adanya penerapan model pembelajaran matching card.

G. DEFINISI OPERASIONAL

Supaya tidak terjadi salah pemahaman dalam mengkaji skripsi ini, maka dirasa perlu memberi penjelasan dan penegasan dari beberapa istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini. Adapun istilah yang perlu dijelasankan ialah sebagai berikut:

1. Efektifitas

Pengertian Efektifitas dalah keadaan berpengaruh; hal berkesan; keberhasilan (tt usaha, tindakan).6 Jadi dapat dikatakan bahwa efektifitas adalah pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan.

6

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pusat Bahasa, 2008), h.375


(20)

11

2. Model pembelajaran matching card

Model pembelajaran matching card atau yang biasanya sering disebut dengan model pembelajaran make a match merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994.7 Cara ini memungkinkan siswa untuk berpasangan dan memberi pertanyaan kuis kepada sesama temannya8.

Dapat dikatakan bahwa model pembelajaran matching card ini ialah model pembelajaran berpasangan antar teman yang mana sebagian dari kelas memegang kartu berisikan soal-soal dan sebagian yang lain berisikan jawaban untuk ditukarkan atau dipasangkan satu sama lain.

Dengan model pembelajaran seperti ini siswa akan lebih bersikap aktif dari sebelumnya karena siswa tidak hanya duduk diam tetapi siswa beraktifitas untuk mencari tahu apa yang belum diketahui dengan cara mencari pasangan dari kartu yang dipegangnya.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar terdiri dari dua suku kata yang memiliki arti berbeda yakni Hasil dan Belajar. Hasil adalah tingkat perkembangan atau dikenal dengan istilah

achievement (pencapaian) dari usaha yang dilakukan sebelumnya. Hasil berarti

7

Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Ragam Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Peningkatan Profesionalitas Guru, (Yogyakarta: Kata Pena, 2015), h.55

8

Melvin L. Silberman, Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Nusamedia, 2006), cet ke-3, h. 250


(21)

12

juga “sesuatu yang telah dicapai” yang telah dilakukan atau dikerjakan9

. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman10. Hasil belajar adalah tingkat perkembangan mental yang lebih baik jika dibandingkan dengan saat sebelum belajar.

Jadi yang dimaksud dari hasil belajar di sini adalah sesuatu yang diperoleh siswa dari usaha belajarnya yakni belajar mata pelajaran al qur’an hadits, yang nantinya akan dinyatakan dalam bentuk angka berupa nilai pre-tes dan post-test.

4. Mata Pelajaran Al Qur’an Hadits

Mata Pelajaran Al Qur’an Hadits merupakan unsur mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada madrasah yang memberikan pendidikan

kepada peserta didik untuk memahami dan mencintai Al Qur’an dan Hadits

sebagai sumber ajaran Islam dan mengamalkan isi kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.

5. Siswa

Siswa adalah subjek yang terkait dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam hal ini yang menjadi subjek dalam penelitian adalah siswa kelas VII MTsN Sidoarjo.

9

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 675 10


(22)

13

H. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Adapun sistematika pembahasan yang terdapat dalam laporan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, hipótesis penelitian, ruang lingkup dan keterbatasan, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.

BAB II Landasan teori yang terdiri dari tiga sub bab, yakni bagian pertama mencakup kajian tentang model pembelajaran matching card yang didalamnya membahas tentang pengertian model pembelajaran matching card, dan langkah-langkah model pembelajaran matching card. Sub bab kedua mencakup tinjauan tentang hasil belajar yang didalamnya membahas tentang pengertian hasil belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, dan jenis-jenis hasil belajar. Sub bab ketiga mencakup efektifitas model pembelajaran matching card dalam meningkatkan

hasil belajar mata pelajaran al qur’an hadits siswa kelas VII MTsN Sidoarjo.

BAB III Metode Penelitian terdiri satu sub bab yakni metodologi penelitian yang di dalamnya termasuk jenis penelitian, variabel dan indikator penelitian, rancangan penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode dan instrumen pengumpulan data, analisis data.


(23)

14

BAB IV Laporan hasil penelitian, dalam bab ini menguraikan tentang laporan hasil penelitian yang meliputi sub bab pertama, yaitu: gambaran umum obyek penelitian yang meliputi letak geografis, sejarah singkat MTsN Sidoarjo, Visi Misi MTsN Sidoarjo, Keadaan guru dan karyawan, keadaan siswa, dan keadaan sarana dan prasarana. Sub bab kedua berisi penyajian data, dan sub bab ketiga berisi tentang analisis data.

BAB V Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Setelah pembahasan dari kelima bab tersebut maka pada bagian akhir dari penelitian ini disertakan beberapa lampiran yang dianggap perlu. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas dan rujukan dari inti pembahasan dalam penelitian.


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan tentang Model Pembelajaran Matching Card

1. Pengertian Model Pembelajaran Matching Card

Sebelum membahas model pembelajaran matching card sebaiknya kita pahami dahulu pengertian model pembelajaran. Menurut Joyce Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain11.

Sedangkan Arends menyatakan bahwa istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Dan ditambahkan lagi oleh Kardi dan Nur, bahwa istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah12:

11

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), h. 22

12


(25)

16

a. Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.

Istilah model pembelajaran meliputi pendekatan suatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Contohnya pada model pembelajaran berdasarkan masalah, kelompok-kelompok kecil siswa bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah disepakati oleh siswa dan guru. Ketika guru sedang menerapkan model pembelajaran tersebut, sering kali siswa menggunakan bermacam-macam keterampilan, prosedur pemecahan masalah dan berpikir kritis. Model pembelajaran berdasarkan masalah dilandasi oleh teori belajar konstrustivis. Pada model ini pembelajaran dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerja sama diantara siswa-siswi. Dalam model pembelajaran ini guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan; guru juga memberi contoh mengenai penggunaan ketrampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelelidikan oleh siswa.

b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks (pola urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya.


(26)

17

Sebagai contoh pengklasifikasian berdasarkan tujuan adalah model pembelajaran langsung, yakni suatu model pembelajaran yang baik untuk membantu siswa mempelajari keterampilan dasar seperti tabel perkalian atau untuk topik-topik yang baik untuk membantu siswa mempelajari keterampilan dasar seperti tabel perkalian atau untuk topik-topik yang berkaitan dengan pengggunaan alat. Akan tetapi ini tidak sesuai bila digunakan untuk mengajarkan konsep-konsep matematika tingkat tinggi.

c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan

Sintaks (pola urutan) dari suatu model pembelajaran adalah pola yang menggambarkan urutan tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Sintaks (pola urutan) dari suatu model pembelajaran tertentu menunjukkan dengan jelas kegiatan apa yang harus dilakukan oleh guru atau siswa. Sintaks (pola urutan)dari bermacam-macam model pembelajaran memiliki komponen-komponen yang sama. Contoh setiap model pembelajaran diawali dengan upaya menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa agar terlibat dalam proses pembelajaran. Setiap model pembelajaran diakhiri dengan tahap menutup pelajaran yang di dalamnya meliputi kegiatan merangkum pokok-pokok pelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru dan juga mengerjakan evaluasi yang diberikan oleh guru.


(27)

18

d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

Setiap model pembelajaran membutuhkan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang sedikit berbeda. Misalnya, model pembelajaran kooperatif memerlukan lingkungan belajar yang fleksibel seperti tersedianya meja dan kursi yang mudah dipindahkan. Pada model pembelajaran diskusi para siswa duduk dibangku yang disusun secara melingkar atau seperti tapal kuda. Sedangkan model pembelajaran langsung siswa duduk berhadap-hadapan dengan guru. Pada model pembelajaran kooperatif siswa perlu berkomunikasi satu sama lain, sedangkan pada model pembelajaran langsung siswa harus tenang dan memperhatikan guru.

Selain ciri-ciri khusus pada suatu model pembelajaran di atas, menurut

Nieveen suatu model pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut13: pertama, sahih (valid). Aspek validitas dikaitkan dengan dua hal, yaitu: (1) apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritis yang kuat; dan (2) apakah terdapat konsistensi internal. Kedua, praktis. Aspek kepraktisan hanya dapat dipenuhi jika: (1) para ahli dan prkatisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan; dan (2) kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan. Ketiga, efektif. Berkaitan dengan aspek efektivitas ini, Nieveen memberikan parameter

13


(28)

19

sebagai berikut: (1) ahli dan praktisi berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif; dan (2) secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan atau apa yang ingin dicapai.

Selain itu menurut Khabibah, bahwa untuk melihat tingkat kelayakan suatu model pembelajaran untuk aspek validitas dibutuhkan ahli dan praktisi untuk memvalidasi model pembelajaran yang dikembangkan. Sedangkan untuk aspek kepraktisan dan efektivitas diperlukan suatu perangkat pembelajaran untuk melaksanakan model pembelajaran yang dikembangkan. Sehingga untuk melihat kedua aspek ini perlu dikembangkan suatu perangkat pembelajaran untuk suatu topik tertentu yang sesuai dengan model pembelajaran yang dikembangkan. Selain itu dikembangkan pula instrumen penelitian yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan14.

Arends, menyeleksi enam model pengajaran yang sering dan prkatis untuk digunakan guru dalam mengajar, yaitu: presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah, dan diskusi kelas. Menurut Arends dan pakar model pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya, setiap model pembelajaran itu dapat dikatakan baik, apabila telah diuji cobakan untuk mengajarkan materi pelajaran tertentu. Oleh karena itu, dari beberapa model pembelajaran yang ada perlu kiranya diseleksi

14


(29)

20

model pembelajaran yang mana yang paling baik untuk mengajarkan suatu materi tertentu.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ialah suatu pola yang digunakan guru sebagai pedoman sebelum melaksanakan proses pembelajaran yang termasuk juga menentukan peraangkat-perangkat pembelajaran.

Dalam mengajarkan suatu materi tertentu harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus dipertimbangkan terlebih dahulu misalnya, materi pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, dan sarana atau fasilitas yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang telah diterapkan dapat tercapai.

Materi pelajaran satu dengan yang lainnya belum tentu dapat diterapkan satu model pembelajaran yang sama. Karena sebelum mengaplikasikan suatu model pembelajaran guru harus melihat, menganalisis tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, setelah itu guru dapat menentukan model pembelajaran mana yang sekiranya dapat diterapkan atau yang sesuai dengan materi pembelajaran tersebut.

Tingkat perkembangan kogntif siswa juga harus dipertimbangkan dalam pengambilan suatu model pembelajaran. Dikarenakan dalam satu lingkup ruang belajar antara siswa satu dengan siswa lainnya memiliki tingkat perkembangan


(30)

21

kognitif yang berbeda. Misalnya dalam penerapan model pembelajaran berbasis masalah, diharapkan setiap siswa dapat menganalisis atau memecahkan masalah tersebut. Terkadang dalam pelaksanaan model pembelajaran berbasis masalah ini siswa sulit merespon dan cenderung membutuhkan waktu lama dalam pengaplikasiannya, semua tergantung pada tingkat kognitif siswa.

Selain dua hal tersebut di atas sarana atau fasilitas yang tersedia juga dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan model pembelajaran seperti yang telah disinggung di atas. Sarana atau fasilitas yang tersedia menjadi penting dalam pertimbangan pemilihan model pembelajaran dikarenakan dalam pengampilasian suatu model pembelajaran juga dibutuhkan media atau alat untuk mendukung berjalannya suatu model pembelajaran.

Dengan demikian, sangatlah penting bagi para pengajar untuk menambah wawasan tertang model pembelajaran yang telah mereka ketahui. Karena dengan menguasai beberapa model pembelajaran, maka seorang guru akan merasakan kemudahan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Sehingga dengan begitu tujuan pembelajaran akan mudah tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam penerapannya di lapangan, model-model pembelajaran dapat diterapkan secara sendiri-sendiri, dan bisa juga diterapkan bersamaan dalam artian dalam penerapannya merupakan gabungan dari model-model pembelajaran


(31)

22

yang satu dengan model pembelajaran yang lain, tentunya yang sesuai dengan materi yang akan dipelajari.

Sedangkan Matching card atau yang sering disebut dengan istilah make a match adalah suatu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Lorna Curran

pada tahun 1994. Yang mana model pembelajaran ini mengajak siswa mencari pasangan sambbil belajar mengenai suatu topik pembelajaran tertentu.15 Cara ini memungkinkan siswa untuk berpasangan dan memberi pertanyaan kuis kepada temannya. 16

Dapat dikatakan bahwa model pembelajaran matching card ini ialah model pembelajaran berpasangan antar teman yang mana sebagian dari kelas memegang kartu berisikan soal-soal dan sebagian yang lain berisikan jawaban untuk ditukarkan atau dipasangkan satu sama lain.

Dengan model pembelajaran seperti ini siswa akan lebih bersikap aktif dari sebelumnya karena siswa tidak hanya duduk diam tetapi siswa beraktifitas untuk mencari tahu apa yang belum diketahui dengan cara mencari pasangan dari kartu yang dipegangnya.

Karena dalam proses pembelajaran siswa mempunyai karakteristik cara belajar yang berbeda. Perbedaan cara belajar siswa ini haruslah dipahami oleh

15

Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Ragam Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Peningkatan Profesionalitas Guru, h.55

16


(32)

23

seorang guru, sehingga apa yang akan guru berikan kepada siswa nantinya akan lebih mudah dipahami dari beberapa siswa yang memiliki perbedaan cara belajar.

Berdasarkan kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola, dan menyampaikan informasi, cara belajar seseorang dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu cara belajar visual, cara belajar auditorial, dan cara belajar kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku tertentu.17

Sering kita dengar para orang tua yang mengeluhkan tentang kondisi anaknya yang masih mendapatkan hasil belajar yang kurang memuaskan padahal telah diikut sertakan dalam les privat, yang mana les tersebut terkadang banyak menyita waktu istirahat anak, dan hasilnya tidak dapat membuat anaknya menjadi pintar dan terampil bahkan terkadang malah menimbulkan masalah. Salah satu faktor penyebabnya adalah ketidaksesuaian cara belajar anak dengan metode belajar yang diterapkan dalam pendidikannya baik disekolah ataupun dalam les privatnya. Maka dari itu mengetahui karakteristis cara belajar adalah salah satu hal yang harus dilakukan guru guna memudahkan siswa menerima pelajaran yang akan diajarkan.

17


(33)

24

Adapun ciri-ciri perilaku seseorang dalam belajarnya yang dikategorikan menjadi 3 tersebut di atas, menurut De Porter & Hemacki adalah sebagai berikut18:

a. Ciri-ciri perilaku seseorang dengan cara belajar visual

Seseorang yang memiliki kemampuan belajar visual yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:

1) Rapi dan teratur.

2) Berbicara dengan cepat.

3) Mampu membuat rencana jangka pendek dengan baik. 4) Teliti dan rinci.

5) Mementingkan penampilan.

6) Lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar 7) Mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual.

8) Memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik.

9) Biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suasana berisik ketika sedang belajar.

10)Sulit menerima instruksi secara verbal (oleh karena itu seringkali ia meminta instruksi secara tertulis).

11)Merupakan pembaca yang cepat dan tekun. 12)Lebih suka membaca daripada dibacakan.

18


(34)

25

13)Dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu, ia selalu bersikap waspada, membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang berkaitan.

14)Jika sedang berbicara ditelpon, ia suka membuat coretan-coretan tanpa arti selama berbicara.

15)Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain.

16)Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat “iya“ atau “tidak”. 17)Lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/berceramah 18)Lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar) dari pada musik. 19)Seringkali tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan

dalam kata-kata.

b. Ciri-ciri perilaku seseorang dengan cara belajar auditorial

seseorang yang memiliki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:

1) Sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja. 2) Mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik.

3) Lebih senang mendengarkan (dibacakan) daripada membaca. 4) Jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras. 5) Dapat mengulangi atau menirukan nada, irama, dan warna suara.

6) Mengalami kesultan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita.


(35)

26

7) Berbicara dalam irama yang terpola dengan baik. 8) Berbicara dengan sangat fasih.

9) Lebh menyukai seni musik dibandingkan dengan seni yang lainnya.

10)Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang dilihat.

11)Senang berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar.

12)Mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang berhubungan dengan visualisasi.

13)Lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata dengan keras daripada menulisnya.

14)Lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku humor/komik19

c. Ciri-ciri perilaku seseorang dengan cara belajar kinestetik

Seseorang yang memiliki kemampuan belajar kinestetik yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:

1) Berbicara dengan perlahan. 2) Menanggapi perhatian fisik.

3) Menyentuh orang lain untuk emndapatkan perhatian mereka. 4) Berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain. 5) Banyak gerak fisik.

19


(36)

27

6) Memiliki perkembangan oot yang baik.

7) Belajar melalui praktek langsung atau manipulasi.

8) Menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung.

9) Menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca ketika sedang membaca.

10)Banyak menggunakan bahasa tubuh (nonverbal).

11)Tidak dapat duduk diam disuatu tempatdalam waktu yang lama. 12)Sulit membaca peta, kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut. 13)Menggunakan kata-kata yang emngandung aksi.

14)Pada umumnya tulisannya jelek.

15)Menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan (secara fisik). 16)Ingin melakukan segala sesuatu.

Dengan mempertimbangkan dan melihat cara belajar yang paling menonjol pada diri siswa, guru diharapkan dapat bertindak secara arif dan bijaksana dalam memilih metode atau model pembelajaran yang akan digunakan20.

Kembali lagi pada pembahasan model pembelajaran matching card. Jadi yang dimaksud model pembelajaran matching card di sini ialah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang menggunakan kartu sebagai media atau alat bantu dalam

20


(37)

28

menyampaikan materi pelajaran. Model pembelajaran matching card ini biasanya digunakan setelah materi pelajaran dijelaskan terlebih dahulu oleh seorang guru.

2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Matching Card

Dalam suatu metode ataupun model pembelajaran tentunya ada langkah-langkah dalam penerapannya. Dalam model pembelajaran Matching Card atau biasanya disebut dengan make a match ini langkah-langkah pelaksanaannya ialah sebagai berikut21:

a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan sebagian yang lainnya kartu jawaban.

b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).

e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberikan poin tambahan.

f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

g. Demikian seterusnya.

21

Zainal Aqib, Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif), (Bandung: Yrama Widya, 2014), Cet. Ke-4, h. 23-24


(38)

29

h. Kesimpulan/penutup.

Dalam langkah-langkah atau prosedur penerapan Matching card tersebut pada langkah yang terakhir guru dapat memberikan kesimpulan pembelajaran yang telah dipelajari pada waktu tersebut dengan mengajak siswa merangkum materi pelajaran atau juga dengan memberikan tanya jawab terkait materi yang telah dipelajari.

B. Tinjauan Tentang Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar ialah gabungan dari dua kata yakni hasil dan belajar. Kata hasil memiliki makna tingkat perkembangan atau dikenal dengan istilah

achievement (pencapaian) dari usaha yang dilakukan sebelumnya. Hasil juga dapat diartikan “sesuatu yang telah dicapai” yang telah dilakukan atau dikerjakan22. Sedangkan kata belajar memiliki arti suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.23

Jadi, Hasil belajar adalah tingkat perkembangan mental yang lebih baik jika dibandingkan dengan saat sebelum belajar. Atau bisa dikatakan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh siswa dari usaha belajarnya.

22

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 675 23


(39)

30

Pada dasarnya, kemampuan kogitif merupakan hasil belajar. Hasil belajar ini merupakan perpaduan antar faktor pembawaan dan pengaruh lingkungan. Dari hasil belajar yang diukur terus menerus, pada akhirnya tingkat kognitif seorang individu dapat diketahui.24

Sedangkan yang dimaksud peneliti dari hasil belajar disini ialah hasil belajar pada mata pelajaran al Qur’an Hadits yang dapat berupa penguasaan pengetahuan dari hasil aktivitas pembelajaran. Yang mana hasil belajar tersebut biasanya berupa angka yang didapatkan oleh seorang guru dengan memberikan tugas atau ulangan harian, dan juga nilai tugas atau ulangan semester yang berbentuk raport.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Berbicara tentang hasil belajar tentulah ada faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut, faktor-faktor tersebut tidaklah berbeda dengan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar. Karena, hasil belajar yang bagus tidak terlepas dari usaha belajar yang baik. Dimana konsentrasi dan pemahaman yang diperoleh peserta didik tersebut berjalan dengan baik. Sehingga hasil belajar yang didapat peserta didik akan memuaskan.

Keberhasilan belajar pada siswa tidak semata-mata ditentukan oleh kemampuan yang dimilikinya, tetapi juga ditentukan oleh minat, perhatian dan motivasi belajarnya. Sering kali ditemukan siswa yang mempunyai IQ yang tinggi

24


(40)

31

gagal dalam belajarnya. Itu semata-mata disebabkan oleh kurangnya minat, perhatian, dan motivasinya dalam belajar.25

Selain minat, perhatian , dan motivasi masih banyak lagi faktor-faktor yang dalam mempengaruhi hasil belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu (1) faktor intern, (2) faktor ekstern26..

1. Faktor intern

Faktor intern dapat disebut juga faktor yang terdapat dalam diri individu. Di dalam membicarakan faktorn intern ini, akan dibahas menjadi tiga faktor, yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan a. Faktor jasmaniah

Faktor jasmaniah yang dapat mempengaruhi hasil belajar diantaranya ialah sebagai berikut:

1) Faktor kesehatan

Sehat berarti dalam keadaan baik, seluruh badan dan bagian-bagiannya tidaklah terkena penyakit. Kesehatan seseorang akan mempengaruhi proses belajar. Dan apabila proses belajar terganggu maka hasil belajarnya pun akan terganggu. Jika peserta didik dalam keadaan kurang sehat, untuk berkonsentrasi belajar saja sulit, maka kemungkinan besar hasil yang di dapat dari belajarnya pun menurun.

25

Nana Sudjana & Ahmad Rivai, Teknologi Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), h. 143

26


(41)

32

2) Cacat tubuh

Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan.

Cacat tubuh pada seseorang bisa berupa tuli, buta, lumpuh atau yang lainnya. Dalam keaadan ini seorang peserta didik apabila mempunyai cacat pada tubuhnya maka akan berpengaruh pada hasil belajarnya. Contohnya, seorang peserta didik yang mengalami cacat tuli atau tuna rungu, dalam proses belajarnya ia akan kesulitan untuk mendengarkan apa yang guru jelaskan, kecuali ia menggunakan alat bantu pendengaran. Maka, hasil belajar yang ia dapat akan kurang maksimal dibandingkan dengan siswa yang sehat jasmaninya.

b. Faktor psikologis

Diantar faktor psikologis yang dapat mempengaruhi hasil belajar ialah sebagai berikut:

1) Inteligensi

Inteligensi sangat besar pengaruhnya dalam kemajuan belajar. Dimana peserta didik yang mempunyai inteligensi tinggi lebih mudah memahami pelajaran dibandingkan dengan peserta didik yang mempunyai tingkat inteligensi rendah. Tapi tidak selamanya peserta didik yang mempunyai tingkat inteligensi tinggi akan memperoleh


(42)

33

hasil belajar yang baik. Karena kembali lagi kepada faktor-faktor yang lain yang juga dapat mempengaruhi hasil belajar tersebut.

2) Perhatian

Menurut Ghazali dalam buku “belajar dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya” karangan Slameto dijelaskan bahwa perhatian ialah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju kepada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek.27Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka peserta didik harus mempunyai perhatian terhadap apa yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian peserta didik, maka akan timbul rasa bosan dalam proses belajar dan hal tersebut dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik.

3) Minat

Minat dalah kecenderungan yang tetap unttuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati oleh seseorang akan terus menerus diperhatikan dan diiringi dengan rassa suka.

Minat tentulah mempunyai pengaruh besar terhadap hasil belajar. Dimana peserta didik yang tidak mempunyai minat belajar tinggi tentunya akan sulit memahami pelajaran dan sulit mengerjakan

27


(43)

34

tugas yang diberikan oleh gurunya. Sehingga hasil belajarnya pun akan kurang maksimal.

4) Bakat

Bakat adalah kemampuan khusus yang dimiliki oleh setiap individu yang memerlukan rangsangan atau latihan agar berkembang dengan baik. Seorang yang memiliki bakat akan lebih mudah dapat diamati karena kemampuan yang dimilikinya cenderung berkembang dengan pesat, seperti kemampuan di bidang seni, olah raga, atau keterampilan.28

5) Kematangan

Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Misalnya anak dengan kakinya yang sudah siap untuk berjalan, anak yang tangan dan jari-jarinya sudah siap untuk menulis.

Kematangan disini termasuk faktor yang mempengaruhi hasil belajar karena peserta didik yang belum matang atau belum siap dalam menerima pelajaran akan mempengaruhi hasil belajarnya. Misalnya seorang peserta didik yang belum mengalami Menstruasi akan lebih sulit menerima pelajaran tentang bab Haid dibandingkan dengan peserta didik yang telah mengalami menstruasi, karen maereka telah

28


(44)

35

mengalaminya dan mereka telah memasuki masa kematangan usia dewasa.

6) Kesiapan

Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau reaksi. Kesediaan itu terdapat dalam diri seseorang dan masih ada kaitannya dengan kematangan. Karna kematangan berarti kesiapan seseorang untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena apabila siswa sudah mempunyai kesiapan dalam belajar, maka hasil belajarnya akan lebih baik.

c. Faktor kelelahan

Kelelahan dapat berupa kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani biasanya dapat dilihat dari gerak tubuh misalnya kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Sedangkan kelelahan rohani daapat berupa kebosanan, dimana kebosanan tersebut akan mempengaruhi minat dan dorongan belajar peserta didik. Dan hal ini akan berpengarh pula pada hasil belajarnya dikemudian hari.


(45)

36

Faktor-faktor ekstern adalah faktor dari luar diri individu. Faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu29:

a. Faktor keluarga

Yang menjadikan hasil belajar peserta didik baik buruknya bisa dipengaruhi dari lingkungan keluarga dimana bisa dilihat dari cara orang tua mendidik, komunikasi antar keluarga, dan juga keadaan ekonomi keluarga.

Orang tua yang kurang mendidik anaknya atau kurang memperhatikan anak dalam hal belajarnya akan mempengaruhi hasil belajar anak tersebut. Mungkin saja anak tersebut sebetulnya pandai tetapi cara belajarnya tidak teratur dan tidak ada dorongan atau pantauan dari orang tua dalam belajarnya, maka ia akan malas dalam belajar. Hasil belajar yang didapatkannya pun tidak memuaskan, bahkan mungkin mengalami kegagalan dalam studinya.

Selain cara mendidik orang tua, komunikasi antar keluarga sangatlah penting dalam menunjang proses pembelajaran. Sehingga hasil belajar yang diperoleh seorang peserta didik akan maksimal sesuai dengan keinginannya.

Keadaan ekonomi keluarga juga berpengaruh dalam hasil belajar. Karena anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan

29


(46)

37

pokoknya, seperti makan, pakaian, perlindungan kesehatan, juga membutuhkan failitas belajar yang lain seperti alat tulis, buku pelajaran dan lain-lain.

b. Faktor sekolah

Faktor sekolah yang dapat mempengaruhi hasil belajar diantaranya ialah sebagi berikut

1) metode mengajar

Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi proses belajar siswa, dan nantinya akan berpengaruh pula terhadap hail belajarnya.

2) Kurikulum

Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiaan yang diberikan kepada siswa. Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar. Kurikulum tidak baik itu misalnya kurikulum yang terlalu padat.

Kurikulum yang terlalu padat yang mana di dalamya terlalu banyak bahan pelajaran yang diberikan secara tidak langsung akan dapat menyita waktu anak untuk beristirahat. Dimana otak juga buth waktu untuk beristirahat, tetapi dengan kurikulum yang terlalu padat ditambah dengan kegiatan anak diluar sekolah yang begitu banyak


(47)

38

dapat membuat anak menjadi malas untuk belajar atau mengulang pelajaran yang telah diberikan di sekolah karena kebanyakan dari mereka berfikir bahwa tadi sudah belajar dsekolah jadi sekarang watunya untuk istirahat. Dengan begitu hasil belajar siswa hanya akan berkisaar dari apa yang mereka dapat dari sekolah. Padahal belum tentu apa yang merekea dapat di sekolah telah sepenuhnya mereka pahami.

3) Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana sangatlah dibutuhkan peserta didik dalam menunjang proses belajarnya. Seperti tersedianya buku-buku yang lengkap dalam perpustakaan dan tersedianya labolatorium atau media-media belajar yang lainnya. Semua hal tersebut dapat membantu siswa dalam proses belaajar mereka dan dengan adanya semua hal tersebut belajar siswa lebih dimudahkan sehingga siswa lebih mudah mengerti atau memahami apa yang mereka pelajari. Sehingga nantinya akan berdampak pula pada hasil belajar siswa yang baik.

c. Faktor Masyarakat

Masyarakat merupakan salah satu faktor ekstern yang dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Kegiatan siswa dalam masyarakat bisa saja menguntungkan perkembangan kepribadiannya. Tetapi, jika


(48)

39

siswa terlalu banyak ikut dalam kegiatan masyarakat dan dapat menyita waktu belajar mereka maka hal tersebut dapat berdampak buruk pada belajarnya dan hasil belajarnya pula.

3. Jenis-jenis Hasil Belajar

Jenis-jenis hasil belajar dapat dilihat dari jenis pengkalasifikasian tujuan pendidikan. Dimana menurut Bloom, dalam bukunya yang sangat terkenal

Taxonomy of Education Objectives yang terbit pada tahun 1965, bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan ke dalam tiga klasifikassi atau tiga domain (bidang), yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.30 Untuk lebih jelasnya mengenai ketiga domain tersebut ialah sebagai berikut:

a. Domain Kognitif

Domain kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir seseorang, seperti kemampuan mengingat dan kemampuan memecahkan masalah. Domain kognitif menurut Bloom terdiri dari enam tingkatan, yaitu31:

1) Pengetahuan, adalah tingkatan tujuan kognitif yang paling rendah. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan untuk mengingat informasi yang sudah dipelajarinya (recall), seperti misalnya mengingat tokoh proklamator indonesia, mengingat tanggal dan tahun sumpah pemuda, dan

30

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Design Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 125 31


(49)

40

lain sebagainya. Pengetahuan mengingat fakta semacam ini sangat bermanfaat dan sangat penting untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi berikutnya.

2) Pemahaman, lebih tinggi tingkatannya dari pengetahuan. Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, akan tetapi berkenaan dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan atau kemampuan menangkap makna atau arti suatu konsep. Kemampuan pemahaman ini bisa pemahaman terjemahan, pemahaman menafsirkan ataupun pemahaman ekstrapolasi. Pemahaman menerjemahkan yakni kesanggupan untuk menjelaskan makna yang terkandung dalam sesuatu contohnya menerjemahkan kalimat, sandi, dan lain sebagainya. Pemahaman menafsirkan sesuatu, contohnya menasfsirkan grafik; sedangkan pemahaman ekstrapolasi, yakni kemampuan untuk melihat di balik yang tersirat atau tersurat.

3) Penerapan, merupakan tujuan kognitif yang lebih tinggi lagi tingkatannya dibandingkan dengan pengetahuan dan pemahaman. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan mengaplikasikan suatu bahan pelajaran yang sudah dipelajari secara teori, rumus-rumus, dalil, hukum, konsep, ide dan lain sebagainya ke dalam situasi yang baru yang konkret. Perilaku yang berkenaan dengan kemampuan penerapan ini, misalnya kemampuan memecahkan suatu persoalan dengan menggunakan rumus, dalil, atau


(50)

41

hukum tertent. Disini tampak jelas, bahwa seseorang akan dapat menguasai kemampuan menerapkan manakala didukung oleh kemampuan mengingat dan memahami fakta atau konsep tertentu.

4) Ananlisis, adalah kemampuan menguaraikan atau memecah suatu bahan pelajaran ke dalam bagian-bagian atau unsur-unsur serta hubungan antar bagian bahan itu. Analisis merupakan tujuan pembelajaran yang kompleks yang hanya mungkin dipahami dan dikuasai oleh siswa yang telah dapat menguasai kemampuan memahami dan menerapkan. Analisis berhubungan dengan kemampuan nalar. Oleh karena itu, biasanya analisis diperuntukkan bagi pencapaian tujuan pembelajaran untuk siswa-siswa tingkat atas.

5) Sintesis, adalah kemampuan untuk menghimpun bagian-bagian ke dalam suatu keseluruhan yang bermakna, seperti merumuskan tema, renacana atau melihat hubungan abstrak dari berbagai informasi yang berbeda. Sintesis merupakan kebalikan dari analisis. Kalau analisis mampu menguraikan menjadi bagian-bagian, maka sintesis adalah kemampuan menyatukan unsur atau bagian-bagian menjadi sesuatu yang utuh. Kemampuan menganalisis dan sintesis, merupakan emampuan dasar untuk dapat mengembagkan atau menciptakan inovasi dan kreasi baru.

6) Evaluasi, adalah tujuan yang paling tinggi dalam domain kognitif. Tujuan ini berkenaan dengan kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu


(51)

42

berdasarkan maksud atau kriteria tertentu. Dalam tujuan ini, terkandung pula kemampuan untuk memberikan keputusan bahwa sesuatu yang diamati itu baik, buruk, indah, jelek, dan lain sebagainya. Untuk dapat memiliki kemampuan memberikan penilaian dibutuhkan kemampuan-kemampuan sebelumnya.

Tiga tingkatan tujuan kognitif yang pertama yaitu pengetahuan, pemahaman, dan aplikai, dikatakan tujuan kognitif tingkat rendah; sedangkan tiga tingkatan berikutnya yaitu analisis, sintesis, dan evaluasi dikatakan sebagai tujuan kognitif tingkat tinggi. Dikatakan tujuan tingkat rendah, oleh karenaa tujuan kognitif ini hanya sebatas kemampuan untuk mengingat, mengungkapkan apa yang diingatnya serta menerapakan sesuai dengan aturan-aturan tertentu yang sifatnya pasti sedangkan tujuan kognitif tingkat tinggi seperti menganalisis dan menyintesis bukan saja hanya berupa kemampua mengingat, akan tetapi di dalamnya termasuk kemampuan berkreasi da kemampuan mencipta. Oleh karenanya, tujuan ini sifatnya lebih kompleks dari hanya sekedr mengingat.

b. Domain Afektif

Domain afektif alah yang berkenaan dengan sikap, nilai-nilai dan apresiasi. Domain ini merupakan bidang tujuan pendidikan kelanjutan dari domain kognitif. Artinya seseorang hanya akan memiliki sikap ertentu terhaadap suatu objek manakala telah memiliki kemampuan kognitif tinggi.


(52)

43

Menurut Krathwohl dan kawan-kawan (1964), dalam bukunya Taxonomy of Educational Objectives: Affective Domain, domain afektif memiliki beberapa tingkatan yaitu sebagai berikut32:

1) Penerimaan, adalah sikap kesadaran atau kesepakatan seseorang terhadap gelaja, kondisi, keadaan atau suatu masalah. Seseorang memiliki perhatian positif terhadap gejala-gejala tertentu manakala mereka memiliki kesadaran tentang gejala, kondisi atau objek yang ada, kemudian mereka juga menunjukkan kerelaan untuk menerima, bersedia untuk menghentikan gejala, atau kondisi yang diamatinya itu yang pada akhirnya mereka memiliki kemauan untuk mengarahkan segala perhatiannya terhadap objek inti.

2) Merespons atau menanggapi ditunjukkan oleh kemauan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan tertentu seperti kemauan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu, kemauan untuk mengikuti diskusi, kemauan untuk membantu orang lain, dan lain sebagainya. Responding

biasanya diawali dengan diam-diam kemudian dilakukan dengan sungguh-sungguh dan kesadaran setelah itu baru respons dilakukan dengan penuh kegembiraan dan kepuasaan.

3) Menghargai, tujuan ini berkenaan dengan kemauan untuk memberi penilaian atau kepercayaan kepada gejala atau suatu objek tertentu. Menghargai terdiri dari penerimaan suatu nilai dengan keyakinan tertentu,

32


(53)

44

seperti menerima akan adanya kebebasan atau persamaan hak antara laki-laki dan perempuan; mengutamakan suatu nilai seperti memiliki keyakinan akan kebenaran suatu ajaran tertentu; serta komiten akan kebenaran yang diyakininya dengan aktivitas.

4) Mengorganisasi/mengatur diri, tujuan yang berhubungan dengan pengembangan nilai ke dalam sistem organisasi tertentu, termasuk hubungan antarnilai dan tingkat prioritass nilai-nilai itu. Tujuan ini terdiri dari mengonseptualisasi nilai, yaitu memahami unsur-unsur abstrak dari suatu nilai yang telah dimiliki dengan nilai-nilai yang datang kemudian; serta mengorganisasi suatu sistem nilai, yaitu mengembangkan suatu sistem nilai yang saling berhubungan yang konsisten dan bulat termasuk nilai-nilai yang lepas-lepas.

5) Karakteristik nilai atau pola hidup, tujuan yang berkenaan dengan mengadakan sintesis dan internalisasi sistem nilai dengan pengkajian secara mendalam, sehingga nilai-nilai yang dibangunnya itu dijadikan pandangan (falsafah) hidup serta dijadikan pedoman dalam bertindak dan berperilaku.

c. Domain Psikomotorik

Domain psikomotorik ialah yang meliputi semua tingkah laku yang menggunakan syaraf dan otot badan. Aspek ini sering berhubungan dengan bidang studi yang lebih banyak menekankan kepada gerakan-gerakan atau


(54)

45

keterampilan, misalnya seni lukis, musik, pendidikan jasmani dan olah raga, atau mungkin pendidikan agama yang berkaitan dengan bahasan tentang gerakan-gerakan tertentu, termasuk juga pelajaran bahasa.

Domain psikomotorik adalah tujuan yang berhubungan dengan kemampuan keterampilan atau skill seseorang. Ada lima tingkatan yang termasuk ke dalam domain ini yakni: keterampilan meniru, menggunakan, ketepatan, merangkaikan dan keterampilan naturalisasi.

Dengan kata lain ketiga domain itu (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dapat digambarkan atau disebut dengan “3H”, yaitu “Head

(kepala) atau pengembangan bidang intelektual (kognitif), “Heart” (Hati),

yaitu pengembangan sikap (afektif) dan “Hand” (tangan) atau pengembangan

keterampilan (pikomotorik) 33.

C. Efektifitas Model Pembelajaran Matching Card dalam Meningkatkan Hasil

Belajar.

Model pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam tercapainya suatu proses belajar mengajar yang efektif. model pembelajaran yang baik atausesuai dengan materi yang akan disampaikan akan lebih memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran yang dipelajarinya di dalam kelas. Salah satu model pembelajaran yang baik untuk diterapkan dalam mata pelajaran al qur’an hadits ialah model pembelajaran matching card atau yang sering disebut dengan make

33


(55)

46

a match. Model pembelajaran ini lebih menarik antusias siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing.34

Karena keberhasilan belajar mengajar tidak terlepas dari dua segi yang paling penting yakni dilihat dari segi guru dan juga dari segi siswa. Dimana dari segi guru keberhasilan belajar mengajar dapat dilihat dari ketepatan guru dalam memilih bahan ajar, media dan alat pengajaran serta menggunakanannya dalam kegiatan belajar dalam suasana yang menggairahkan, menyenangkan, dan menggembirakan, sehingga siswa dapat menikmati kegiatan belajar mengajar tersebut dengan memuaskan.

Sedangkan jika di lihat dari segi siswa dapat dilihat dari keinginan siswa untuk belajar mandiri yang nantinya akan mempengaruhi peningkatan pada segi kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.

Model pembelajaran matching card sangat cocok untuk diterapkan dalam mata pelajaran al qur’an khususnya pada materi hadits tentang iman dan ibadah. Dimana nantinya model pembelajaran ini akan memudahkan siswa dalam menghafalkan hadits. Dengan penerapan model pembelajran ini siswa akan diajak untuk mencocokkkan potongan dari masing-masing hadits antara kosa kata arab dengan artinya. Dengan demikian siswa tidak hanya hafal secara keseluruhan dari

34

Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Ragam Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Peningkatan Profesionalitas Guru, h. 56


(56)

47

masing-masing hadits melainkan siswa juga hafal dari tiap-tiap kosa kata dalam potongan hadits tersebut.

Dengan diterapkannya model pembelajaran maching card tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil belajar siswa dalam mata pelajaran al qur’an, karena siswa lebih mudah memamahami isi kandungan hadits dan dapat menghafalkan hadits dengan lebih mudah. Karena hasil belajar tidak hanya dilihat dari segi kognitifnya saja melainkan segi psikomotoriknya juga. Dengan model pembelajaran ini siswa dapat memenuhi hasil belajar dalam segi psikomotoriknya yakni dengan aktif dalam proses belajar mengajarnya dan kecakapan dalam mengahafal hadits tersebut.


(57)

47

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian

Metode berasal dari bahasa yunani yakni methodos, yang terdiri dari dua kata yaitu meta yang artinya menuju, melalui, mengikuti dan hodos yang memiliki arti jalan, cara, arah. Jadi arti kata methodos adalah metode ilmiah yaitu cara melakukan sesuatu menurut aturan tertentu.35

Sedangkan Metodologi penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan oleh suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.36 Adapun rencana bagi pemecahan yang diselidiki antara lain:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang memerlukan analisis data berupa angka untuk mengukur kebenaran mengenai apa yang ingin diketahui, maka jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian yang sifatnya eksperimental, dimana penelitian ini akan dilakukan dengan memberikan percobaan terhadap kelompok-kelompok eksperimen.

35

Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta: kencana, 2014), cet. Ke-4, h. 22 36


(58)

48

Yang mana kelompok eksperimen tersebut akan diberikan perlakuan-perlakuan khusus dengan kondisi yang dapat dikontrol.

Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan hasil belajar peserta didik pada kelas eksperimen yang dalam proses pembelajarannya diterapkan model pembelajaran matching card dengan kelas kontrol yang dalam proses pembelajarannya tidak diterapkan model pembelajaran matching card. Sedangkan design yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-test dan

post-test group design

Tabel 3.1

Pre-test dan post-test group design

Kelompok Pre-test Treatment Post-test

E O1 X O2

K O1 - O2

Keterangan :

E : Eksperimen

K : Kontrol

X : Proses Pembelajaran yang diterapkan menggunakan Model Pembelajaran Matching Card.


(59)

49

2. Variabel dan indikator

a. Variabel

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh seorang peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.37 Dalam penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan hanya melibatkan dua variabel. Variabel pertama yakni variabel bebas dan yang kedua ialah variabel terikat.

Variabel bebas ialah variabel yang mana nantinya akan mempengaruhi atau yang akan menjadi sebab perubahannya suatu variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya ialah efektifitas model pembelajaran matching card (X). Kemudian variabel terikat ialah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat ialah hasil belajar mata pelajaran al qur’an hadits siswa kelas VII MTsN Sidoarjo (Y).

37


(60)

50

b. Indikator penelitian

Table 3.2

Indikator Variabel X danVariabel Y Variabel X

Efektifitas Model Pembelajaran

Matching Card

Variabel Y

Hasil belajar siswa

Menarik perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi dalam mengikuti proses pembelajaran

Memiliki kesiapan yang matang untuk mengikuti proses pembelajaran

Mempermudah proses pembelajaran Memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menyelesaikan suatu hal

Meningkatkan aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran

Mampu mengamalkan apa yang telah dipelajari dalam situasi konkrit yang baru

Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga mudah untuk dipahami

Mampu memahami makna materi yang telah disampaikan


(61)

51

3. Rancangan penelitian

Adapun rancangan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Langkah awal, peneliti memberikan pre-test pada siswa kelas VII di MTsN Sidoarjo yang terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas E dan I tentang mata pelajaran al qur’an hadits.

b. Setelah diketahui nilai pre-test dari kedua kelas, selanjutnya adalah menentukan kelas mana yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengambilan kelas eksperimen atau kelas yang nantinya akan diterapkan model pembelajaran matching card dilihat dari rata-rata nilai

pre-test yang lebih rendah.

c. Kemudian pemberian post-test terhadap kedua kelas yakni kelas eksperimen yang dalam proses pembelajarannya diterapkan model pembelajaran matching card dan kelas kontrol yang tidak diterapkan model pembelajaran matching card.

d. Membandingkan nilai post-test pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan dalam hasil belajar.


(62)

52

4. Populasi dan sampel

a. Populasi

Populasi dapat dimaknai sebagai keseluruhan objek / subjek yang dijadikan sebagai sumber data dalam suatu penelitian dengan ciri-ciri seperti orang, benda, kejadian, waktu dan tempat dengan sifat atau ciri-ciri yang sama.38 Maka dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas VII MTsN Sidoarjo.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek/subjek penelitian. Jadi sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili populasi).39

Apabila subjek penelitian kurang dari 100 orang atau siswa maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya adalah populasi. Akan tetapi bila subjek penelitian melebihi 100 orang atau siswa maka diperbolehkan mengambil 10% - 15% atau lebih dari itu. Dari hal ini peneliti akan mengambil 20 % dari jumlah siswa kelas VII MTsN Sidoarjo untuk dijadikan subjek penelitian. Dengan rincian jumlah siswa sebagai berikut :

38

Darmadi Hamid, Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 48

39


(63)

53

Kelas VII A = 31 Kelas VII B = 32 Kelas VII C = 31 Kelas VII D = 37 Kelas VII E = 37 Kelas VII F = 37 Kelas VII G = 37 Kelas VII H = 36 Kelas VII I = 36

Jumlah keseluruhan adalah 314 siswa

Dalam penelitian ini, 20 % dari jumlah siswa yakni :

x 314 = 62,8 atau 63

Dari jumlah tersebut peneliti bagi menjadi 2 kelas yang hasilnya 31,5 atau 32. Jadi dari kelas VII E 32 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas VII I 32 siswa sebagai kelas kontrol.

5. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:


(64)

54

1) Data Kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk bukan angka, tetapi berbentuk kata atau kalimat. Yang termasuk dalam data kualitatif adalah sebagai berikut:

a) Sejarah berdirinya MTsN Sidoarjo.

b) Visi dan Misi MTsN Sidoarjo.

c) Struktur organisasi sekolah.

d) Keadaan guru dan siswa.

2) Data Kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka. Adapun yang termasuk data kuantitatif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Data yang diperoleh dari hasil observasi

b) Data hasil angket

b. Sumber Data

Untuk mendapatkan data atau keterangan dan informasi, peneliti mendapatkan informasi dari sumber data. Sumber data adalah subjek dari mana data yang diperoleh.40 Adapun sumber datanya adalah:

40

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h.129


(65)

55

1) Data Primer yaitu sumber-sumber yang memberikan data langsung dari tangan pertama, yang termasuk dalam data primer di sini ialah siswa kelas VII MTsN Sidoarjo.

2) Data sekunder yaitu sumber data yang mengutip dari sumber lain, yang termasuk dari data sekunder di sini adalah dokumentasi, sarana dan prasarana, dan sumber data lainnya yang mendukung.

6. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

Ada beberapa macam metode yang akan digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini dengan tujuan agar peneliti memperoleh data yang akurat sehingga mempermudah dalam penyusunan skripsi ini, antara lain:

a) Observasi

Yaitu teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung terhadap sejumlah acuan yang bersangkutan dengan topik penelitian di lokasi penelitian. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan apabila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden tidak terlalu besar. Peneliti menggunakan metode observasi untuk mencari data terkait dengan efektifitas model pembelajaran matching card dalam meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran al qur’an hadits kelas VII MTsN Sidoarjo.


(1)

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hasil dari analisis data pada penelitian “Efektifitas Model Pembelajaran Matching Card dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Al Qur’an Hadits Siswa Kelas VII MTsN Sidoarjo” dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penerapan model pembelajaran matching card pada mata pelajaran al qur’an hadits sudah dilaksanakan dengan baik. Hal ini terbukti dari data observasi yang menyatakan bahwa kemampuan guru dalam mengaplikasikan model pembelajaran di kelas termasuk dalam kategori “baik”, dan hasil analisis observasi terhadap aktivitas siswa di dalam kelas juga mendapat kategori “baik”. Pernyataan ini di dukung dengan hasil analisis data angket yang menunjukkan bahwa hasil prosentase model pembelajaran matching card adalah 77,5% yang dapat dikategorikan “baik” karena berada pada skala 76%-100%.

2. Hasil belajar mata pelajaran al qur’an hadits siswa kelas VII MTsN Sidoarjo dapat dikatakan “Baik”. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis data berupa pre-test dan post-test siswa kelas eksperimen yang telah dianalisis dengan uji “t” dan hasilnya menyatakan ada peningkatan hasil belajar yang signifikan pada siswa


(2)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

115

Digilibuinsby.ac.id. digilibuinsby.ac.id. digilibuinsby.ac.id. digilibuinsby.ac.id. digilibuinsby.ac.id.

pembelajaran matching card berada pada kategori “cukup” yakni sebesar 65,6% yang berada pada skala standar prosentase 56%-75%.

3. Efektifitas model pembelajaran matching card dalam meningkatkan hasil belajar mata pelajaran al qur’an hadits siswa kelas VII MTsN Sidoarjo terbukti efektif. Hal ini didasarkan pada hasil analisis data yang diperoleh dari perbandingan nilai post-test antara siswa kelas eksperimen dengan nilai post-test siswa kelas kontrol yang dibuktikan dengan rumus uji “t”. Hasil perhitungan to adalah 14,60 yang

kemudian dibandingkan dengan nilai tt yang berada pada taraf signifikansi 5%

yakni sebesar 2,00, ternyata hasil perhitungan to lebih besar dari pada tt, yaitu

14,60>2,00. Dengan demikian hipotesis alternatif yang menyatakan adanya efektifitas model pembelajaran matching card dalam meningkatkan hasil belajar mata pelajaran al qur’an hadits siswa kelas VII MTsN Sidoarjo diterima pada taraf signifikansi 5%. Dengan kata lain model pembelajaran matching card dalam meningkatkan hasil belajar mata pelajaran al qur’an hadits siswa kelas VII MTsN Sidoarjo dinyatakan efektif.

B. Saran

Setalah melihat hasil penelitian di MTsN Sidoarjo tentang “Efektifitas Model Pembelajaran Matching Card dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Al Qur’an Hadits Siswa Kelas VII MTsN Sidoarjo” maka perlu kiranya


(3)

116

peneliti memberikan saran atau masukan yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bersama:

1. Bagi Para Pengajar atau Guru.

Hendaknya dalam proses pembelajaran guru memperhatikan model pembelajaran yang cocok untuk digunakan dalam suatu proses pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak merasa jenuh dan bosan terhadap model pembelajaran yang biasanya. Karena guru yang hanya terpaku pada satu model pembelajaran akan membuat siswa merasa kurang antusias dalam mengikuti proses pembelajaran.

Supaya siswa menjadi lebih aktif dan antusias dalam mengikuti pelajaran hendaknya guru menghadirkan model pembelajaran yang lebih menekankan siswa untuk bergerak aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat menjadikan suasana belajar di dalam kelas lebih baik dan membuat siswa menjadi tidak bosan di dalam kelas.

Untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik, diperlukan suatu inovasi dalam proses pembelajaran. Yang bisa dibantu dengan menghadirkan model pembelajaran baru seperti halnya model pembelajaran matching card, karena dengan diterapkannya model pembelajaran matching card siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran dan terbukti dapat meningkatkan hasil


(4)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

117

Digilibuinsby.ac.id. digilibuinsby.ac.id. digilibuinsby.ac.id. digilibuinsby.ac.id. digilibuinsby.ac.id.

2. Bagi Siswa.

Untuk mendapatkan Hasil Belajar yang baik maka hal yang seharusnya dilakukan ialah selalu rajin baljar, aktif dalam kelas, merangkum hal yang penting dll.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2014. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya. Cet. Ke-4.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdikbud. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Fatimah, Enung. 2010. Psikologi perkembangan: Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Pustaka Setia. Cet ke-3.

Hamid, Darmadi. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Bandung: Alfabeta. Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2015. Ragam Pengembangan Model Pembelajaran

Untuk Peningkatan Profesionalitas Guru. Yogyakarta: Kata Pena. Margono, S. 1997. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Noor, Juliansyah. 2014. Metodologi Penelitian. Jakarta: kencana. cet. Ke-4.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa.

Rusydie, Salman. 2011. Prinsip-Prinsip Manajemen Kelas. Jogjakarta: DIVA Press. Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Design Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Silberman, Melvin L.. 2006. Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung:


(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Digilibuinsby.ac.id. digilibuinsby.ac.id. digilibuinsby.ac.id. digilibuinsby.ac.id. digilibuinsby.ac.id.

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Sudjana, Nana & Ahmad Rivai. 2003. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjono, Anas. 2009. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Cet ke-23.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana. Cet ke-2

Trianto. 2013. Model pembelajaran terpadu. Jakarta: Bumi Aksara. Cet ke-5. www.mtsn-sidoarjo.sch.id/?menu=data_guru


Dokumen yang terkait

Strategi Guru Al-Qur’an Hadits Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas XI IPA di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Jakarta

1 7 106

Penerapan Model Pembelajaran Advance Organizer Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ips Kelas Vii-H

0 16 239

Peranan tadarus al-Qur'an dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas xii pada mata pelajaran al-Qur'an hadits di Madrasah aliyah Miftahul Umam Pondok Labu jakarta Selatan

12 67 97

Efektifitas penggunaan metode iqra dalam meningkatkan kualitas hasil belajar al-qur'an di TPA Nurussa'adah

1 6 80

Korelasi antara minat belajar dengan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran al-qur’an hadits di Madrasah Tsanawiyah Ta’lim Al-Mubtadi Cipondoh

2 7 91

EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN AL-QUR'AN HADITS KELAS X DI SMA MUHAMMADIYAH NGAWEN TAHUN 2011/2012

0 11 85

Problematika pembelajaran al qur'an hadits kompetensi membaca al qur'an siswa Madasah Aliyah Darul Ulum Waru Sidoarjo.

2 25 121

Efektivitas model pembelajaran Tadzkirah dalam meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas VIII di SMP Unggulan Al Falah Buduran Sidoarjo.

3 12 162

PENINGKATAN HASIL BELAJAR AL QUR'AN HADITS MATERI HUKUM NUN SUKUN MELALUI METODE CARD SORT PADA SISWA KELAS IV MINU BERBEK SIDOARJO.

0 5 120

Upaya Meningkatkan Kemampuan Menghafal Hadits dengan Model SAVI pada Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits Kelas III di MI Darun Najah Tulangan Sidoarjo

0 1 16