ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM TENTANG PERKARA WARIS NON MUSLIM DI PENGADILAN AGAMA KRAKSAAN : PENETAPAN NO.0023/PDT.P/2015/PA.KRS.

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM

TENTANG PERKARA WARIS NON MUSLIM DI

PENGADILAN AGAMA KRAKSAAN

(Penetapan Nomor 0023/Pdt.P/2015/PA.Krs).

SKRIPSI Oleh :

KHUSNUL KHOTIMAH NIM : C51211132

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga Islam Surabaya


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “analisis yuridis terhadap penetapan hakim tentang

perkara waris non muslim di Pengadilan Agama kraksaan

nomor:0023/Pdt.P/2015/PA.Krs. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan tentang apakah dasar hukum hakim dalam penetapan nomor: 0023/Pdt.P/2015/PA.Krs tentang perkara waris non muslim di Pengadilan Agama Kraksaan dan bagaimana analisis hukum acara Peradilan Agama terhadap penetapan nomor: 0023/Pdt.P/2015/PA.Krs tentang perkara waris non muslim di Pengadilan Agama Kraksaan

Dari rumusan masalah diatas penulis menggunakan Metode deskriptif analisis. Metode ini digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara jelas kasus tentang perkara waris non muslim No.0023/Pdt.P/2015/PA.Krs dan pertimbangan hakim. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu diawali dengan mengemukakan teori umum tentang kewenangan Peradilan Agama, kemudian teori tersebut digunakan sebagai alat untuk menganalisis kasus waris non muslim di Pengadilan Agama Kraksaan lalu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.

Hasil penelitian dalam skripsi ini menyimpulkan bahwa, Alasan majelis hakim Pengadilan Agama Kraksaan dalam penetapan No.0023/Pdt.P/2015/PA.Krs bahwa para pemohon dalam permohonannya menyatakan secara sukarela menundukkan diri pada hukum Islam, Karena Pemohon tersebut sudah ke Pengadilan Negeri akan tetapi Pengadilan Negeri menolaknya karena menganggap bukan kewenangannya. berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dan orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada Hukum Islam. Dan Analisis hukum acara di Pengadilan Agama Kraksaan dalam penetapan waris non muslim dalam hukum acaranya tidak sama dengan teorinya karena, seharusnya hakim harus cermat dalam pemeriksaan surat permohonan penetapan ahli waris tersebut dan seharusnya perkara tersebut terlebih dahulu ditetapkan di Pengadilan Negeri yang merupakan wewenangnya, ini didasarkan karena pewaris dan ahli waris sama-sama non muslim. Selanjutnya, dalam pembagian berapa besar bagian masing-masing ahli waris, Pengadilan Negeri merekomendasikan ke Pengadilan Agama supaya ditetapkan jumlah bagian masing-masing yang nantinya akan diterima oleh ahli waris non muslim, ini didasarkan karena objek warisannya berupa asuransi syariah yang termasuk kewenangan Pengadilan Agama.

Berdasarkan kesimpulan di atas, saran penulis kepada segenap pemegang kehakiman, agar lebih teliti dalam menerima perkara yang diajukan apakah perkara tersebut termasuk kewenangan absolute dan relatif Pengadilan Agama atau tidak, karena masalah waris non muslim tersebut termasuk kewenangan Pengadilan Negeri karena obyek hukumnya yakni pewaris dan ahli warisnya adalah non muslim. Dan harus konsisten antara undang-undang dan hukum acaranya, demi kemaslahatan umat dan terwujudnya keadilan di negara ini.


(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10

G. Definisi Operasional ... 11

H. Metode Penelitian ... 12

I. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM HAL KEWARISAN DI INDONESIA ... 17


(7)

B. Kewenangan Peradilan Agama ... 18

C. Kewenangan Pengadilan Agama Dalam Hal Waris... 22

D. Ketentuan Tentang Waris ... 26

1. Pengertian Waris ... 26

2. Dasar Hukum Waris ... 28

3. Sebab-Sebab Mendapatkan Waris ... 37

4. Ahli Waris ... 33

BAB III PENETAPAN HAKIM TENTANG PERKARA WARIS NON MUSLIM DI PENGADILAN AGAMA KRAKSAANNO.0023/Pdt.P/2015/PA.Krs ... 35

A. Profil Pengadilan Agama Kraksaan ... 35

1. Pengadilan Agama Kraksaan ... 35

2. Sejarah Pengadilan Agama Kraksaan ... 36

B. Deskripsi Tentang Penetapan Waris Non Muslim Di Pengadilan Agama KraksaanNo.0023/Pdt.P/2015/PA.Krs ... 38

1. Duduk Perkara ... 38

2. Dasar Pertimbangan Hakim ... 41

3. Penetapan Hakim ... 50

BAB IV ANALISIS KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DAN DASAR PENETAPAN HAKIM DALAM PERKARA WARIS NON MUSLIM DI PENGADILAN AGAMA KRAKSAAN ... 52

A. Analisis Kewenangan Pengadilan Agama Kraksaan ... 52

B. Analisis Dasar Hukum Hakim Dalam Penetapan Perkara Waris Non Muslim ... 56


(8)

A. Kesimpulan ... 63 B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TRANSLITERASI

Di dalam nasakah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulisdengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:

A. Konsonan

No. Arab Indonesia Arab Indonesia

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. ا ج د ر س ش ص ض ’ b t th j h} kh d dh r z s sh s} d{ ظ ع ف ق ك ل م و ه ء ي t{ z{ „ gh f q k l m n w h ’ y

Sumber: Kate L. Turabian. A Manual of Writers of Term Papers, Disertations (Chicago and London: The University of Chicago Press, 1987).

B. Vokal

1. Vokal Tunggal (monoftong)

Tanda dan Huruf Arab Nama Indonesia

fath{ah kasrah d{ammah a i u

Catatan: Khusus untuk hamzah, penggunaan apostrof hanya berlaku jika hamzah berkh{arakat sukun atau didahului oleh huruf berh{arakat sukun. contoh: iqtid{a>‘ (ء قا).


(10)

2. Vokal Rangkap (diftong) Tanda dan

Huruf Arab

Nama Indonesia Ket.

ْي

ْ

fathah dan ya‘ fathah dan wawu

Ay Aw

a dan y a dan w Contoh: - bayna ( يب)

- mawdu>‘ (عوضوم)

3. Vokal Panjang (mad)

Tanda dan Huruf

Arab

Nama Indonesia Keterangan

ا

ي

fathah dan alif kasrah dan ya‘ d{ammah dan wawu

a> i> u>

a dan garis di atas i dan garis di atas u dan garis di atas

Contoh : - al-jama>‘ah ( ع لا) - yadu>ru (رو ي) - takhyi>r ( يي ت)

C. Ta>’ Marbu>t{ah

Transliterasi untuk ta>‘ marbu>t{ah ada dua: 1. Jika hidup (menjadi mud{a>f) tansliterasinya adalah t. 2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.

3. Contoh : Shari>‘at al-Isla>m (ماساا ي ش) : Shari>‘ah Isla>miyah ( يماسإ ي ش)

D. Penulisan Huruf Kapital

Penulisan huruf besar dan kecil pada kata, phrase (ungkapan) atau kalimat yang ditulis dengan transliterasi Arab-Indonesia mengikuti ketentuanpenulisan yang berlaku dalam tulisan. Huruf awal (initial latter) untuk nama diri, tempat, judul buku, lembaga dan yang lain ditulis dengan huruf besar.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan dilingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di Ibu Kota, Kabupaten atau Kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam.

Pengadilan Agama dibentuk melalui Undang-Undang, dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua PA dan Wakil Ketua PA), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita.

a. Pengadilan Agama adalah salah satu dari Peradilan Negara Indonesia yang sah yang bersifat peradilan khusus, yang berwenang dalam jenis perkara Perdata Islam tertentu, bagi orang-orang Islam di Indonesia. Perkara warisan merupakan salah satu perkara perdata Islam yang menjadi wewenang Pengadilan Agama selain masalah perkawinan, wasiat, hibah wakaf, zakat, infaq, s{adaqah dan ekonomi syariah. Maka umat Islam yang menyelesaikan perkara kewarisan di Pengadilan Agama, di samping telah melaksanakan ibadah juga


(12)

2

melaksanakan aturan Allah SWT, dalam waktu yang sama telah patuh kepada aturan yang ditetapkan Negara.1

Dalam penyelesaian perkara di Pengadilan Agama ada suatu proses atau tata cara yang harus diikuti. Yang dinamakan Hukum Acara Peradilan Agama adalah perkara yang mencakup segala peraturan perundang-undangan negara maupun syariat Islam, yang mengatur bagaimana cara orang bertindak ke muka Pengadilan Agama sampai mendapatkan hasil atau putusan dari Pengadilan Agama tersebut.

Menurut Roihan A. Rosyid menjelaskan bahwa Pengadilan Agama adalah Peradilan Negara yang sah, yakni peradilan Islam di Indonesia, yang diberi wewenang oleh negara mengatur perundang-undangan, yang menegakkan hukum Islam dalam batas-batas kekuasaannya pada jenis perkara perdata tertentu dari perdata Islam, bagi masyarakat di Indonesia.2

Untuk melaksanakan tugas pokoknya (menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan perkara) dan fungsinya (menegakkan hukum dan keadilan), maka Peradilan Agama dahulunya menggunakan acara yang terserak-serak dalam berbagai peraturan perundang-undangan, bahkan juga acara dalam hukum tidak tertulis yang menjadi dasar para Hakim (hukum Islam yang belum dibukukan dalam bentuk peraturan perundang-undangan). namun, setelah adanya UU Nomor 7 Tahun 1989, maka hukum acara Peradilan Agama menjadi konkrit.3 Dimana undang-undang No. 7 Tahun

1

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam., (Jakarta: Rajawali Pres, 2001), 4.

2

Roihan A. Rosyid, Hukum Acara Peradilan Agama., (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007), 20.

3


(13)

3

1989 tentang Peradilan Agama telah 2 kali mengalami perubahan yaitu undang-undang No. 3 Tahun 2006 berikut penjelasannya, dan perubahan kedua dengan undang-undang nomor 50 tahun 2009.

Dengan adanya amandemen undang-undang tersebut, maka ruang lingkup tugas dan wewenang Peradilan Agama diperluas sehingga berlandaskan Pasal 49 huruf (i) UU No. 3 Tahun 2006 Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara oarang-orang yang beragama Islam, Di antaranya dalam bidang ekonomi syariah. yang meliputi :

a. Bank Syariah Lembaga b. Keuangan Mikro Syariah c. Asuransi Syariah

d. Reasuransi Syariah e. Reksadana Syariah

f. Obligasi Syariah dan surat berharga berjangka menengah Syariah g. Sekuritas Syariah

h. Pembiayaan Syariah i. Pegadaian Syariah

j. Dana pensiun lembaga keuangan Syariah k. Bisnis Syariah.

Adapun sengketa di bidang ekonomi syariah yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama adalah:


(14)

4

a. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah dengan nasabahnya.

b. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara sesama lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah Sengketa di bidang ekonomi syariah antara orang-orang yang beragama Islam, yang mana akad perjanjiannya disebutkan dengan tegas bahwa kegiatan usaha yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-prinsip syariah.4

Dalam kewenangan Pengadilan Agama di atas salah satunya adalah waris, hukum waris yang ada dan berlaku di Indonesia hingga saat ini belum mempunyai unifikasi hukum. Karena hukum yang ada di Indonesia beragam dan pastinya masyarakat Indonesia sendiri mengikuti hukum yang berlaku, yaitu hukum Barat (hukum positif), Islam dan Adat. Akibatnya sampai saat ini pengaturan masalah waris di Indonesia belum mempunyai kesamaan.

Hukum Islam dan hukum waris Nasional telah menjadi undang-undang yang berlaku secara positif, artinya orang Islam yang hendak berperkara waris hendaknya melakukan hukum waris Islam sebagaimana telah diatur oleh Kompilasi Hukum Islam.5

Dalam Pasal 49 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989, kewenangan Pengadilan Agama dalam bidang kewarisan, yang disebut dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b, yakni :

a. Penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris

4Akhmad Nurozi, “Pengadilan Agama dan Kewenangan barunya”, dalam

http://www.academia.edu/5053889/Pengadilan_Agama_dan_Kewenangan_Barunya.html, diakses pada 19 Maret 2015.

5


(15)

5

b. Penentuan harta peninggalan c. Bagian masing-masing ahli waris

d. Melaksanakan pembagian harta peninggalan

Dalam pasal 2 jo. Pasal 49 ayat (1) jo. Penjelasan umum angka 2 alinea ketiga telah ditentukan bahwa salah satu asas sentral dalam undang-undang ini adalah asas personalitas keislaman. Oleh karena itu, dengan mengaitkan asas ini dengan ketentuan pasal 49 ayat 1 huruf b, jo. Penjelasan umum angka 2 alinea ketiga tersebut, berarti asas personalitas keislaman dalam bidang perdata kewarisan, meliputi seluruh golongan rakyat yang beragama Islam, kewenangan mengadilinya tunduk dan takluk pada lingkungan Peradilan Agama, bukan ke lingkungan Peradilan Umum.6

Dalam hal pembagian waris di sini ada beberapa penghalang yang menyebabkan terhalangnya waris di antaranya karena pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dan karena perbedaan Agama, dalam perbedaan Agama disini menyebabkan terlarangnya seseorang memperoleh harta warisan.

Larangan pemberian warisan di antara orang-orang yang berbeda Agama ini telah menjadi kesepakatan para Sahabat, Tabi’in, dan seluruh Fukoha. Hal itu disebabkan karena terputusnya hubungan antara keduanya akibat perbedaan Agama.7

Pengadilan Agama Kraksaan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangan majelis telah

6

Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), 109.

7


(16)

6

menjatuhkan penetapan dalam perkara Permohonan Penetapan Waris yang diajukan oleh:

a. Hendra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi

b. Lani Lidiawati alias Ong Sioe Lwan binti Ong Ming Poan alias Mimi c. Po Tjie / Hendro Soesanto bin Ong Ming Poan alias Mimi

d. Indra Wijaya bin Ong Ming Poan alias Mimi e. Ari Sandi Irawan bin Ong Ming Poan alias Mimi f. Ong Sioe Hwa binti Ong Ming Poan alias Mimi

Bahwa para Pemohon yang secara keseluruhan beragama Katholik / Nasrani dan dalam pengurusan waris dari pewaris Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi. Para Pemohon secara sukarela menundukkan diri pada Hukum Islam yang berlaku di Peradilan Agama.

Dan Kedua orang tua pemohon telah meninggal dunia dan saudara para Pemohon yang bernama Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi dan Isterinya yang bernama V. S. Andrijany beserta kedua anaknya masing – masing bernama Stephanie Yulianto dan Albertus Eka Surya Yulianto meninggal dunia karena kecelakaan pesawat Air Asia pada tanggal 28 Desember 2014.

Selain meninggalkan ahli waris tersebut di atas, almarhum Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi juga telah meninggalkan Polis Asuransi Jiwa Syariah dengan Nomor Polis: 39862428 dan harta warisan yang lain. karena Polis Asuransi Jiwa Syariah tersebut masih atas nama almarhum Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi, dan para Pemohon


(17)

7

bermaksud mengajukan klaim Asuransi Jiwa Syariah atas nama Indra Yulianto, oleh karena itu para Pemohon memohon kepada Pengadilan Agama Kraksaan untuk ditetapkan sebagai ahli waris dari almarhum Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi.

Dari sini penulis ingin membahas tentang kewenangan Pengadilan Agama dalam perkara waris non muslim di Pengadilan Agama Kraksaan, yang mana dalam penetapan tersebut ahli waris meminta asuransi syariah yang ditinggalkan oleh pewaris.

Apakah perkara waris yang diajukan oleh non muslim tersebut sesuai dengan kewenangan Pengadilan Agama atau tidak. Dan apakah sesuai dengan Undang-Undang yang mengaturnya. Yaitu, UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Pertama, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, dan Kompilasi Hukum Islam. Yang mana Undang-Undang di atas sangat penting karena membahas kewarisan yang berhubungan dengan kasus yang terjadi di Pengadilan Agama Kraksaan.

Dari latar belakang diatas, penulis ingin mengetahui secara komprehensif tentang “Analisis Yuridis Penetapan Hakim Tentang Perkara Waris Non Muslim di Pengadilan Agama Kraksaan (Penetapan Nomor 0023/Pdt.P/2015/PA.Krs)”.


(18)

8

Berdasarkan dari latar belakang di atas, terdapat beberapa masalah dalam penelitian ini. Adapun masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Pengadilan Agama

2. Kewenangan Pengadilan Agama 3. Ketentuan tentang waris

4. Memutuskan perkara waris

5. Penyelesaian perkara waris non muslim

6. Perundang-Undangan dalam hal waris di Indonesia 7. Dasar hukum hakim dalam perkara non muslim

8. Analisis yuridis penetapan hakim mengenai waris non muslim

Agar pembahasan lebih terfokus, maka diperlukan batasan masalah dalam penelitian. Penelitian penulis ini terbatas pada:

1. Dasar Hukum Hakim dalam penetapan perkara waris non muslim di

Pengadilan Agama Kraksaan (Penetapan Nomor

0023/Pdt.P/2015/PA.Krs)

2. Analisis Yuridis hukum acara Peradilan Agama Terhadap Penetapan hakim tentang perkara waris non Muslim di Pengadilan Agama Kraksaan (Penetapan Nomor 0023/Pdt.P/2015/PA.Krs)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:


(19)

9

1. Apakah dasar hukum Hakim dalam penetapan nomor

0023/Pdt.P/2015/PA. Krs tentang perkara waris non muslim di Pengadilan Agama Kraksaan?

2. Bagaimana analisis yuridis hukum acara Peradilan Agama terhadap penetapan nomor 0023/Pdt.P/2015/PA. Krs tentang perkara waris non muslim di Pengadilan Agama Kraksaan?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan deskripsi singkat tentang kajian atau penelitian yang sebelumnya sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan diteliti sehingga tidak terjadi pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.

Dari penelusuran penulis tidak ada satupun kajian atau penelitian sebelumnya yang membahas seputar waris non muslim di Pengadilan Agama, sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.

Penelitian ini membahas tentang analisis yuridis terhadap penetapan hakim tentang perkara waris non muslim di Pengadilan Agama Kraksaan penetapan nomor 0023/Pdt.P/2015/PA.Krs.

E. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai yakni:


(20)

10

1. Untuk mengetahui dasar hukum Hakim dalam penetapan nomor 0023/Pdt.P/2015/PA.Krs tentang perkara waris non muslim di Pengadilan Agama Kraksaan.

2. Mengetahui analisis yuridis hukum acara Peradilan Agama terhadap penetapan nomor 0023/Pdt.P/2015/PA. Krs tentang perkara waris non muslim di Pengadilan Agama Kraksaan.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil dari studi penelitian ini diharapkan dapat memberikan subangsi manfaat baik bersifat teoritis maupun praktis yang bersifat fungsional:

1. Secara Teoritis:

a. Untuk memperluas wawasan keilmuan dan menambah khazanah intelektual, khususnya yang berkaitan dengan realitas yang terjadi dimasyarakat mengenai perkara waris non muslim yang dilakukan di Pengadilan Agama Kraksaan.

b. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pemahaman studi hukum Islam bagi mahasiswa Fakultas Syariah pada umumnya. 2. Secara Praktis:

a. Untuk memberikan petunjuk bagi orang-orang yang berperkara waris, muslim ataupun non muslim dimana mereka harus berperkara, di Pengadilan Negeri atau Peradilan Agama.

b. Diharapkan dapat dijadikan bahan bacaan, refrensi, dan acuan bagi peneliti-peneliti berikutnya terutama kaitannya dengan masalah


(21)

11

perkara waris non muslim yang dilakukan di Pengadilan Agama Kraksaan.

G. Definisi Operasional

Dalam rangka menghindari pemahaman, penulis mencoba menegaskan berbagai istilah yang dipakai dalam skripsi ini yakni sebagai berikut:

1. Analisis Yuridis

Analisis yuridis yaitu pandangan atau pendapat yang ada dalam hukum positif atau hukum yang berlaku8 di Indonesia, yakni Undang- Undang No. 3 tahun 2006 perubahan pertama, Undang-Undang No.50 tahun 2009 perubahan kedua, atas Undang-Undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

2. Waris non muslim

Waris non muslim adalah waris mewarisi yang mana orang-orang yang berperkara waris bukan orang Islam akan tetapi mereka yang berpegang teguh pada kitab Taurat yaitu agama Nabi Musa As, atau mereka yang berpegang teguh pada kitab Injil agama Nabi Isa As. atau banyak pula yang menyebut sebagai agama samawi atau agama yang diturunkan langsung dari langit 9, yang mana dalam kasus disini non muslim tersebut beragama Katholik / Nasrani.

8

Pius A Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka, 1994), 788.

9 Handayani Eka Budhianita, “Perkawinan Beda Agama Dalam Perspektif Hukum Islam“, Dalam

https://www.academia.edu/3563359/MAKALAH_HUKUM_ISLAM_TENTANG_PERBEDAAN _AGAMA.html, diakses pada 19 maret 2015


(22)

12

3. Pengadilan Agama Kraksaan

Pengadilan Agama adalah suatu lembaga kekuasaan negara yang bertugas untuk menerima, memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu pada tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam.10 Yang mana, Pengadilan Agama Kraksaan dalam persidangan majelis telah menjatuhkan penetapan dalam perkara permohonan penetapan waris non muslim.

H. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka yang ditunjang dengan permasalahan yang ada di lapangan. Sedangkan lokasi yang dijadikan objek penelitian adalah kejadian di Pengadilan Agama Kraksaan. Dalam penyusunan skripsi ini, penyusun menggunkan metode sebagai berikut:

1. Data yang dikumpulkan

Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:

a. Dasar hukum Hakim dalam penetapan perkara waris non muslim di Pengadilan Agama Kraksaan.

b. Analisis yuridis Penetapan Hakim dalam perkara waris non muslim di Pengadilan Agama Kraksaan.

2. Sumber data

1) Data Primer

10


(23)

13

Sumber data primer ialah sumber data yang bersifat utama dan terkait langsung dengan yang diperoleh di lapangan.11 Seperti:

a. Wawancara dengan Pak Subandi selaku Pansek dan Pak Buyung selaku Kesekretariatan di Pengadilan Agama Kraksaan.

b. Dokumen resmi penetapan hakim Pengadilan Agama Kraksaan Nomor 0023/Pdt.P/2015/PA.Krs.

2) Sumber Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh bukan dari sumber pengarangnya langsung atau data pendukung.12 Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka dengan mencari data atau informasi berupa bahan-bahan tertulis seperti buku, artikel, karya ilmiah dan peraturan-peraturan,13 yang berhubungan dengan penelitian ini meliputi:

a. Perundang-undangan baik itu UU No 50 Tahun 2009 tentang kewenangan Pengadilan Agama dan KHI (kompilasi hukum Islam)

b. Buku-buku atau kitab-kitab fiqih yang berhubungan dengan penelitian antara lain:

1) Muhammad Ali Ash-Shabuni. Pembagian Waris Menurut Islam.

2) Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah. Fiqih Wanita. 3) Roihan A Rosyid, Hukum Acara Peradilan Agama.

11

Bambang Sungkono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo, 1997), 116.

12

Cik Hasan Bisri, Model Penelitian Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2003), 221.

13


(24)

14

4) Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris.

5) Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam.

c. Dan Sumber-sumber lain yang berkaitan dengan waris dan kewenangan Pengadilan Agama.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik sebagai berikut:

a. Wawancara, yaitu: sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara dan orang yang diwawancarai untuk memperoleh informasi yang detail terkait masalah yang diteliti.14 Di sini penulis mengadakan wawancara langsung dengan Pak Subandi selaku Pansek Pengadilan Agama Kraksaan, Kabupaten Probolinggo.

b. Dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data yang diperoleh dari buku, peraturan dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.15

4. Teknik analisis data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif analisis yang bertujuan untuk memberikan dan membuat deskripsi atau gambaran secara lengkap dan sistematis faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang diselidiki16 mengenai legalitis Kewenangan Pengadilan Agama dalam hal waris non muslim.

14

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 236.

15

Tatang M. Amin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Rajawali, 1990), 135

16


(25)

15

Kerangka berfikir deduktif digunakan untuk menganalisis pertimbangan apa yang dipakai oleh para hakim Majelis atas penetapan Pengadilan Agama Kraksaan Nomor 0023/Pdt.P/2015/PA.Krs. yang didasarkan pada teori-teori yuridis-normatif yang bersumber dari Undang-Undang nomor 3 tahun 2006.

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dipaparkan dengan tujuan untuk penulisan dan pemahaman. Disusun dalam beberapa bab yang terdiri dari sub bab. Adapun sistematika pembahasan ini adalah sebagai berikut:

Bab kesatu: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan dan kegunaan penelitian, definisi operasional, dan metode penelitian serta sistematika pembahasan.

Bab kedua: Memuat tentang landasan teori yang digunakan sebagai analisis terhadap hasil penelitian. Bab ini membahas mengenai kewenangan Peradilan Agama dalam hal kewarisan di Indonesia: pengertian Pengadilan Agama, kewenangan Pengadilan Agama, kewenangan Pengadilan Agama dalam hal waris, ketentuan tentang kewarisan.

Bab ketiga: Pada bab ini memaparkan hasil penelitian atau data penelitian mengenai penetapan hakim tentang perkara waris non muslim di Pengadilan Agama Kraksaan (Penetapan nomor 0023/Pdt.P/2015/PA. Krs), yaitu: profil Pengadilan Agama Kraksaan meliputi: Peradilan Agama, sejarah


(26)

16

Pengadilan Agama Kraksaan, deskripsi tentang penetapan meliputi: duduk perkara, dasar pertimbangan hakim dan penetapan hakim.

Bab keempat: Merupakan inti, dalam bab ini memuat mengenai Analisis kewenangan Pengadilan Agama dan dasar penetapan hakim dalam perkara waris non muslim di Pengadilan Agama Kraksaan ( Penetapan nomor 0023/Pdt.P/2015/PA. Krs).

Bab kelima: Yang berisi kesimpulan dan saran-saran, kesimpulan yang ada akan menjawab dalam rumusan masalah, sedangkan saran-saran dapat menjadi agenda pembahasan lebih lanjut di masa mendatang agar menjadi lebih baik.


(27)

17

BAB II

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM HAL KEWARISAN DI INDONESIA

A. Pengertian Peradilan Agama

Dalam kamus Bahasa Indonesia, peradilan adalah segala sesuatu mengenai perkara peradilan.1 Peradilan juga dapat diartikan suatu proses pemberian keadilan disuatu lembaga.2 Dalam kamus Bahasa Arab disebut dengan istilah qad{a yang berarti menetapkan, memutuskan, menyelesaikan, dan mendamaikan. Qad{a menurut istilah adalah penyelesaian sengketa antara dua orang yang bersengketa, yang mana penyelesaiannya diselesaikan menurut ketetapan-ketetapan (hukum) dari Allah dan Rasul. Sedangkan pengadilan adalah badan atau organisasi yang diadakan oleh negara untuk mengurus atau mengadili perselisihan-perselisihan hukum.3

Pengadilan Agama adalah proses pemberian keadilan berdasarkan hukum agama Islam kepada orang-orang Islam yang dilakukan di Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Sebagai lembaga peradilan, Pengadilan Agama dalam bentuknya yang sederhana berupa tahkim, yaitu lembaga penyelesaian sengketa antara orang-orang Islam yang dilakukan oleh

1

Cik Hasan Basri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 2.

2

Mohammad Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2005), 278.

3


(28)

18

para ahli agama, dan telah lama ada dalam masyarakat Indonesia yakni sejak agama Islam datang ke Indonesia.4

Pengadilan Agama adalah salah satu badan peradilan menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan dalam perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, s{adaqah, dan ekonomi syariah.5

B. Kewenangan Peradilan Agama

Wewenang (Kompetensi) bagi lembaga peradilan adalah kewenangan untuk mengadili suatu jenis perkara tertentu dan/atau dalam wilayah hukum tertentu. Oleh karena itu, kompetensi lembaga peradilan mencakup 2 hal, yakni kompetensi yang berkaitan dengan jenis-jenis perkara yang disebut kompetensi absolut, dan kompetensi yang berkaitan dengan wilayah hukum (yurisdiksi teritorial) bagi suatu peradilan yang disebut sebagai kompetensi relatif.6

a. Kompetensi absolut (absolute competentie) adalah kekuasaan atau kewenangan mengadili dari badan peradilan yang berupa Pengadilan Agama atas perkara perdata tertentu secara absolut hanya pengadilan

4

Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), 105.

5Abdul Muni, “Kompetensi Absolute Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri mengenai

sengketa hak milik, antara muslim dan non muslim analisis yuridis pasal 50 UU No.3 tahun 2006 Jo, UU No. 50 tahun 2009 tentang peradilan Agama”(Skripsi--UIN sunan Ampel, Surabaya, 2012), 120.

6

Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), 105.


(29)

19

dilingkungan Pengadilan Agama yang berwenang mengadili dan tidak dapat diadili oleh badan pengadilan lain. Kekuasaan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang beragama Islam.

Kekuasaan absolut Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49 Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang pada pokoknya adalah sebagai berikut. Pengadilan Agama berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

a. Perkawinan b. Waris c. Wasiat d. Hibah e. Wakaf f. Zakat g. Infaq h. S{adaqah

i. Ekonomi Syariah.

Dengan adanya amandemen Undang-Undang tersebut, maka ruang lingkup tugas dan wewenang Peradilan Agama diperluas sehingga berlandaskan Pasal 49 huruf (i) UU No. 3 Tahun 2006 Pengadilan


(30)

20

Agama bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara oarang-orang yang beragama Islam dalam bidang Ekonomi Syariah. yang meliputi :

a. Bank Syariah Lembaga b. Keuangan Mikro Syariah c. Asuransi Syariah

d. Reasuransi Syariah e. Reksadana Syariah

f. Obligasi Syariah dan surat berharga berjangka menengah Syariah g. Sekuritas Syariah

h. Pembiayaan Syariah i. Pegadaian Syariah

j. Dana pensiun lembaga keuangan Syariah k. Bisnis Syariah.

Adapun sengketa di bidang ekonomi syariah yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama adalah:

a. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah dengan nasabahnya.

b. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara sesama lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah, Sengketa di bidang ekonomi syariah antara orang-orang yang beragama Islam, yang


(31)

21

mana akad perjanjiannya disebutkan dengan tegas bahwa kegiatan usaha yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-prinsip syariah.7

Kewenangan Peradilan Agama Bagi Pihak-Pihak yang berperkara diantaranya:

a. Perkara antara orang – orang yang beragama Islam

b. Orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan pasal 49.8

b. Kompetensi relatif

Untuk menentukan kompetensi relatif setiap Pengadilan Agama dasar hukumnya adalah berpedoman pada ketentuan Undang-Undang hukum acara perdata. Dalam pasal 54 UU No. 7 tahun 1989 ditentukan bahwa acara yang berlaku pada lingkungan Peradilan Agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada lingkungan Peradilan Umum.

Oleh karena itu, landasan untuk menentukan kewenangan relatif Peradilan Agama merujuk kepada ketentuan pasal 118 HIR. Atau pasal 142 R.Bg. jo. Pasal 66 dan Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989. Penentuan kompetensi relatif ini bertitik tolak dari aturan yang menetapkan ke Pengadilan Agama mana gugatan diajukan agar gugatan memenuhi

7

Akhmad Nurozi, “Pengadilan Agama dan Kewenangan barunya”, dalam http://www.academia.edu/5053889/Pengadilan_Agama_dan_Kewenangan_Barunya.html, diakses pada 19 Maret 2015.

8Arsias Arumsari, “Kompetensi Pengadilan Agama”,

dalam http://arsiasarumsari.blogspot.com/2012/07/kompetensi-pa.html, diakses pada 02 juni 2015


(32)

22

syarat formal. Pasal 118 ayat (1) HIR. Menganut asas bahwa yang berwenang adalah pengadilan di tempat kediaman tergugat.9

C. Kewenangan Pengadilan Agama Dalam Hal Waris

Dalam Pasal 49 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989, kewenangan Pengadilan Agama dalam bidang kewarisan, yang disebut dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b, yakni:10

a. Penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris b. Penentuan harta peninggalan

c. Bagian masing-masing ahli waris

d. Melaksanakan pembagian harta peninggalan

Dalam pasal 2 jo. Pasal 49 ayat (1) jo. Penjelasan umum angka 2 alinea ketiga telah ditentukan bahwa salah satu asas sentral dalam Undang-Undang ini adalah asas personalitas keislaman. oleh karena itu, dengan mengaitkan asas ini dengan ketentuan pasal 49 ayat 1 huruf b jo. Penjelasan umum angka 2 alinea ketiga tersebut, berarti asas personalitas keislaman dalam bidang perdata kewarisan, meliputi seluruh golongan rakyat yang beragama Islam, kewenangan mengadilinya tunduk dan takluk pada lingkungan Pengadilan Agama, bukan ke lingkungan pengadilan umum. Jadi

9

Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Perdata Agama, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), 135

10

M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), 37.


(33)

23

luas jangkauan mengadili lingkungan Pengadilan Agama ditinjau dari subjek pihak yang berperkara meliputi golongan rakyat yang beragama Islam11.

Akan tetapi dalam asas Personalitas Ke-Islaman Tidak Jelas karena Berdasarkan Pasal 2 jo. Pasal 49 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, menetapkan asas dasar atau sentral adalah Personalitas Ke-Islaman, sehingga hal tersebut membawa konsekuensi hukum, bahwa masalah kewarisan bagi orang Islam atau setiap orang Islam, bila terjadi sengketa, maka kewenangan mengadili ada pada Pengadilan Agama bukan Pengadilan Negeri.

Jadi berdasarkan Asas ini, telah tidak ada lagi pilihan hukum dan telah jelas, bagi yang beragama Islam di Pengadilan Agama dan bagi non-Islam di Pengadilan Negeri, sehingga tidak lagi melihat mau tunduk terhadap hukum yang mana, Apakah adat atau eropa, karena permasalahan ini dilihat personalitasnya. Ada kemungkinan dalam perkara ini terdapat Ahli Waris yang non Muslim dalam praktek, masalah personalitas keislaman ini masih menjadi perdebatan, apakah personalitas dari pewaris atau ahli warisnya, disisi lain yang memiliki harta adalah pewaris, namun yang saling bersengketa adalah yang ditinggalkan/ahli warisnya. Sebagai contoh; Pewaris beragama Islam, ahli waris ada tiga anak (satu anak laki-laki beragama Islam, dua perempuan beragama non-Islam) dimana dua orang anak perempuan

11

Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), 109.


(34)

24

meminta pembagian diselesaiakan di Pengadilan Negeri (karena secara kekeluargaan tidak ditemui penyelesaian) agar nantinya mendapatkan harta waris dan bagian 1:1, kemudian pihak laki-laki mengajukan ke Pengadilan Agama dengan melihat personalitas dari Pewaris dan tunduk pada hukum Islam, karena saling berseteru, akhirnya sama-sama mengajukan ke dua wilayah Peradilan (Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan tunduk hukum Islam atau Pengadilan Negeri bagi yang berkeinginan “pemerataan hak” dan mendapatkan bagian 1:1 serta tunduk pada hukum adat/eropa).

Sebagaimana telah diungkapkan di atas, hal tersebut semakin diperparah ketika para Penegak Hukum di wilayah pengadilan juga sama-sama saling mengklaim dirinya berwenang memeriksa, mengadili dan memutus atas sengketa termaksud dan bila sengketa itu sama-sama jalan, maka pada akhirnya kedua lembaga tersebut harus menghentikan pemeriksaan perkara tersebut dan masing-masing mengirimkan berkas perkara tersebut ke MA untuk ditetapkan peradilan mana yang berwenang memeriksa perkara tersebut, dan kalau sampai ke MA akan memerlukan waktu yang cukup lama.12

Dalam perkara waris disini sudah jelas bahwa Penetapan ahli waris untuk yang beragama Islam dibuat oleh Pengadilan Agama atas permohonan para ahli waris. Dasar hukumnya adalah Pasal 49 huruf b UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

12Rizal, “Kewenangan Peradilan Absolut Yang Bersinggungan”, dalam

http://rizalrecht.blogspot.com/2014/10/kewenangan-peradilan-absolut-yang.html, Diakses 02 Juni 2015.


(35)

25

Agama. Sedangkan, penetapan ahli waris yang beragama selain Islam dibuat oleh Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah Pasal 833 KUHPerdata yaitu: "Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal".13

Pengadilan Negeri berwenang memeriksa perkara waris yang ditunduk pada Hukum Waris BW dan Hukum Waris Adat. Metode pilihan hukumnya menjadi warga negara Indonesia yang beragama Islam dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perkara warisnya ke Pengadilan Negeri atau ke Pengadilan Agama.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama merupakan produk hukum yang bersumber dan berdasarkan atas UUD 1945 dan Pancasila serta berorientasi pada politik hukum nasional yaitu unifikasi hukum dan hanya mengenal 1 golongan penduduk yaitu warga negara Indonesia dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan Republik Indonesia. Akan tetapi masih ada pluralisme hukum, khususnya dalam bidang hukum waris karna belum terbentuknya hukum waris nasional, maka dalam hal ini oleh pembentuk Undang-Undang pasal 49 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama dilakukan perubahan pada ayat 1 yaitu dengan meniadakan opsi hukum / pilihan hukum atau choice of law sebagai pemecahan masalahnya, maka dengan ditiadakannya opsi hukum dalam pasal 49 maka seluruh warga negara Indonesia yang beragama Islam baik keturunan Eropa, keturunan Tiong Hoa

13


(36)

26

sampai keturunan Bumi Putera akan diberlakukan sistem hukum menurut ketentuan Hukum Waris Islam dalam perkara warisnya.

Dengan demikian maka Hukum Waris BW berlaku bagi warga negara Indonesia yang beragama non Islam baik keturuanan Eropa maupun Tiong Hoa dan menjadi kewenangan Pengadilan Negeri. Hukum Waris Adat berlaku bagi warga negara Indonesia Bumi Putera atau Indonesia Asli yang beragama non Islam dan menjadi kewenangan Pengadilan Negeri. Hukum Waris Islam berlaku bagi warga negara Indonesia keturunan Eropa, keturuanan Timur Asing Tiong Hoa dan Timur Asing lainnya, Bumi Putera atau Indonesia Asli yang beragama Islam dan menjadi kewenangan Pengadilan Agama.14

D. Ketentuan Tentang Waris

1. Pengertian Waris

Waris adalah berbagai aturan tentang perpindahan hak milik seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya. Dalam istilah lain, waris disebut juga fara{@’id{, yang artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang berhak menerimanya.15

Menurut Zainuddin bin „Abd al-Aziz al-Malibari al-Fannani makna fara@’id{ adalah bentuk jamak dari fari@d{ah, sedangkan makna yang dimaksud adalah mafrudhah, yaitu bagian yang telah dipastikan. al-fara@’id,

14

Kedha Biseka, Hukum waris II, dalam http://catatanyangterlupa.blogspot.com/2012/03/hukum-waris-2.html, diakses pada 4 juli 2015.

15


(37)

27

menurut istilah bahasa adalah kepastian, sedangkan menurut istilah shara’ artinya bagian-bagian yang telah dipastikan untuk ahli waris.16

Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya, hukum waris adalah suatu cara penyelesaian perhubungan-perhubungan hukum dalam masyarakat, yang melahirkan sedikit banyak kesulitan sebagai akibat dari wafatnya seseorang, warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup, dengan demikian ada tiga unsur yang berkaitan dengan warisan, yaitu:17

a. Seorang peninggal warisan (erflater), yang pada wafatnya meninggalkan kekayaan.

b. Seseorang atau beberapa orang ahli waris (erfgenaam), yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan.

c. Harta kekayaan atau warisan (nalatenschap) yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan beralih pada para ahli warisnya.

Masalah kewarisan berhubungan erat dengan masalah sistem kekeluargaan yang dianut. Dalam konteks hukum waris di Indonesia atau hukum waris Nasional, ada empat perbedaan mengenai praktik kewarisan, yaitu: 1. Bagi orang-orang Indonesia asli pada pokoknya berlaku hukum adat,

yang setiap daerah berbeda-beda, ada yang merujuk kepada sistem patrilineal, matrilineal, atau parental.

16

Zainuddin bin abdul aziz al-maribari al-fannani, Terjemahan Fat-hul mu’in, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2013), 1112.

17


(38)

28

2. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam diberbagai daerah, ada pengaruh yang nyata dari peraturan warisan dan hukum agama Islam. 3. Bagi orang-orang arab sekitarnya pada umumnya seluruh hukum warisan

dari agama Islam.

4. Bagi orang-orang Tionghoa dan Eropa berlaku hukum waris dari Burgerlijk Wetboek.

Dengan demikian, di Indonesia berlaku tiga macam hukum waris, yaitu hukum adat, hukum waris Islam, dan hukum waris dari Burgerlijk Wetboek (BW). 18

2. Dasar Hukum Waris

Masalah kewarisan merupakan masalah yang paling sempurna dikemukakan oleh al-Qur’an, bahkan dapat dibilang tuntas. Nash-nash yang menjadi dasar hukum atau dalil-dalilnya dapat dipahami secara langsung tanpa membutuhkan penafsiran, dalil pertama dalam kewarisan Islam adalah firman Allah swt. Dalam surat An-Nisa@’ ayat 11:

                                                                                  18 Ibid.,17


(39)

29                          

Artinya: “Allah menshari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak, jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.19

Dasar hukum waris Nasional, ada beberapa pilihan yang dapat dijadikan landasan pembagian harta waris oleh masyarakat di Indonesia, yaitu:

1. Menggunakan hukum adat, hukum adat pada umumnya bersandar pada kaidah sosial normatif dalam cara berfikir yang konkret, yang sudah menjadi tradisi masyarakat tertentu. Salah satunya, masyarakat Minangkabau yang membagi harta waris dengan hukum adat, yang secara subtansi sumber utama dari hukum adat itu sendiri adalah syariat Islam. Oleh karena itu dalam doktrin “adat bersendi shara’, shara’

bersendi Kitabullah”.

19


(40)

30

2. Menggunakan hukum waris Islam, yang cara pembagiannya secara murni mengacu pada doktrin ajaran Islam yang termuat dalam al-Qur’an dan al -Sunnah serta ijma@’ ulama.

3. Menggunakan Burgerlijk Wetboek (BW), Dalam BW terdapat empat golongan ahli waris yang bergiliran berhak atas warisan, yakni golongan kesatu sebagai golngan terkuat, yang akan menutup hak golongan kedua hingga keempat, jika golongan kesatu tidak ada, hak pewaris berpindah pada golongan kedua,dan seterusnya.20

4. Menggunakan Kompilasi Hukum Islam (KHI), pembahasan dalam kewarisan terdapat dalam buku II yang dimulai dari pasal 171, Menurut KHI, istilah-istilah yang terdapat dalam kewarisan Islam adalah:21

a. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan yang berhak menjadi ahli waris, dan berapa bagiannya masing-masing. b. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya dinyatakan

meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris, dan harta peninggalan.

c. Ahli waris adalah pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

20

Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009),17

21


(41)

31

d. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.

Harta peninggalan adalah harta bawaan ditambah bagian dan harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit, sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tazhiz), pembayaran utang, dan pemberian untuk kerabat.

3. Sebab-sebab Mendapatkan Warisan

Ada beberapa ketentuan yang menyebabkan seseorang memiliki hak untuk saling mewarisi. Beberapa ketentuan tersebut terdiri atas tiga sebab, yaitu:

a) Hubungan darah atau kekerabatan, hubungan ini dikenal juga dengan nasab hakiki, yaitu hubungan keluarga atau orang yang mewarisi dengan orang yang diwarisi. Seperti kedua orang tua, anak, saudara, paman, dan seterusnya. Hal ini ditegaskan dalam ayat al-Qur’an:

                                       “orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. al-Anfal:75).22

b) Hubungan perkawinan sebagai penyebab pewarisan sebagaimana termuat dalam surah al-Nisa@’ ayat 11. Hubungan perkawinan terjadi jika akad

22


(42)

32

telah dilakukan secara sah antara suami dan istri. Meskipun diantara keduanya belum pernah melakukan hubungan intim, hak pewaris tetap berlaku. Adapun pernikahan yang batil atau rusak, tidak bisa menjadi sebab untuk mendapatkan hak waris.

c) Hubungan antara budak dengan yang memerdekakannya, Hukum ini mungkin terjadi pada zaman dahulu. Zaman perbudakan. Dalam fikih Islam hubungan ini diistilahkan dengan wala’. Seseorang yang telah memerdekakan budak, jika budak itu telah merdeka dan memiliki kekayaan jika ia mati yang membebaskan budak berhak mendapatkan warisan. Akan tetapi, jika yang mati adalah yang membebaskannya, budak yang telah bebas tersebut tetap tidak berhak mendapat warisan.23

Hak untuk mendapatkan warisan diatas tersebut juga dapat hilang karena sebab-sebab tertentu. Beberapa hal yang menjadi penghalang untuk mendapatkan warisan yaitu:

1. Pembunuhan yaitu seseorang yang membunuh orang lain, maka ia tidak dapat mewarisi harta orang terbunuh tersebut.

2. Perbedaan agama yaitu orang yang beragama Islam tidak dapat mewarisi kepada orang muslim, demikian juga sebaliknya.

3. Ahli waris bersetatus sebagai budak, karena seorang budak adalah milik tuannya secara mutlak karena itu ia tidak bisa memiliki harta, sehingga

23


(43)

33

dia tidak bisa menjadi orang yang mewariskan dan tidak akan mewarisi dari siapapun.24

Adapun syarat-syarat dalam waris adalah:

1) Meninggalkan seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum (misalnya dianggap telah meningggal)

2) Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia dan bisa dibuktikan secara hukum.

3) Adanya hubungan pewarisan antara orang yang mewariskan dengan orang yang mewarisi.25

4. Ahli Waris

Ahli waris atau disebut juga warith dalam istilah fiqh ialah orang yang berhak mendapat bagian dari harta peninggalan26. Dalam penjelasan yang lalu telah dijelaskan bahwa yang berhak menerima warisan adalah orang yang mempunyai kekerabatan atau hubungan perkawinan dengan pewaris yang meninggal. Di samping adanya hubungan kekerabatan dan perkawinan, mereka baru berhak menerima warisan secara hukum dengan terpenuhinya persyaratan sebagai berikut:

1. Ahli waris itu telah atau masih hidup pada waktu meninggalnya pewaris. 2. Tidak ada hal-hal yang menghalanginya secara hukum untuk menerima

warisan.

24

Ibid, 78.

25

Ibid, 71.

26


(44)

34

3. Tidak terh{ijab atau tertutup secara penuh oleh ahli waris yang lebih dekat.27

Pengertian ahli waris dalam hukum perdata BW adalah sekumpulan orang atau seseorang atau Individu atau kerabat-kerabat atau keluarga yang ada hubungan keluarga dengan yang meninggal dunia dan berhak mewarisi atau menerima harta peninggalan yang ditinggal mati oleh seseorang (pewaris) antara lain misalnya:

a. Anak-anak (walad) beserta keturunan dari si meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan sampai derajat tak terbatas ke bawah.

b. Orang tua yaitu ibu dan bapak dari si meninggal dunia.

c. Saudara-saudara baik laki-laki maupun perempuan beserta turunannya sampai derajat tidak terbatas.

d. Suami atau istri yang hidup terlama.

e. Datuk atau kakek, bila ada nomor 1, 2, dan 3 tersebut di atas.

f. Turunan menyimpang atau dari datuk dan nenek bila tidak ada sama sekali kelompok 1, 2, 3 dan 4.

g. Apabila tidak ada sama sekali ahli waris baik keluarga sedarah, semenda tersebut, sampai dengan derajat ke 6, maka warisan di urus oleh bait al maal (baitul maal), seperti lembaga BHP (balai harta peninggalan).28

27

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), 211.

28

Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Menurut Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), 103.


(45)

BAB III

PENETAPAN HAKIM TENTANG PERKARA WARIS NON MUSLIM DI PENGADILAN AGAMA KRAKSAAN NO.0023/Pdt.P/PA.Krs

A. Profil Pengadilan Agama Kraksaan

1. Pengadilan Agama Kraksaan

Pengadilan Agama merupakan sebuah lembaga peradilan dilingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di Ibu Kota, Kabupaten atau Kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam.

Pengadilan Agama dibentuk melalui Undang-Undang, dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua Pengadilan Agama dan Wakil Ketua Pengadilan Agama), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita.

Pengadilan Agama adalah salah satu dari Peradilan Negara Indonesia yang sah yang bersifat khusus, yang berwenang dalam jenis perkara Perdata Islam tertentu, bagi orang-orang Islam di Indonesia. Perkara warisan merupakan salah satu perkara perdata Islam yang menjadi wewenang Pengadilan Agama selain masalah perkawinan, wasiat, hibah wakaf, zakat, infak, shadakoh dan ekonomi syariah. Maka umat Islam yang menyelesaikan perkara kewarisan di Pengadilan Agama,


(46)

36

di samping telah melaksanakan ibadah juga melaksanakan aturan Allah SWT, dalam waktu yang sama telah patuh kepada aturan yang ditetapkan Negara.1

2. Sejarah Pengadilan Agama Kraksaan

Dasar Hukum berdirinya Pengadilan Agama Kraksaan, Kota Kraksaan yang saat ini menjadi kota Kecamatan, pada awalnya adalah Ibu Kota Kabupaten Kraksaan yang dipimpin oleh seorang Bupati terahir bernama Ky. Ronggo, dengan struktur pemerintahan Eksekutif, Yudikatif dan Legeslatif, wilayah kekuasaan / Yuridiksi meliputi 14 Kecamatan yang kemudian dilebur menjadi satu Kabupaten Probolinggo. Setelah kemerdakaan Republik Indonesia, maka pada tahun 1945, disponsori oleh tokoh Ulama’ Pengadilan Agama di Kraksaan dibangun tegakkan kembali dengan berlandaskan stablat 152 tahun 1882 dengan yuridiksi meliputi bekas wilayah hukum Kabupaten Kraksaan yang terdiri 14 Kecamatan.

Keberadaan Pengadilan Agama Kraksaan yang semula berdasarkan hasil kesepakatan tokoh Ulama dengan bersendikan pada stablat 152 tahun 1882, kemudian diperkokoh keberadaannya dengan terbitnya: Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Peraturan Pemerintah Nomor: 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam

1


(47)

37

Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989.

a. Yuridiksi Pengadilan Agama Kraksaan

Dalam menjalankan fungsinya sebagai badan peradilan, Pengadilan Agama Kraksaan semula mengikuti yuridiksi Kabupaten Kraksaan a quo Kabupaten Probolinggo hasil peleburan meliputi 14 Kecamatan, Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: tentang pemekaran wilayah Kabupaten Probolinggo jo Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/004/SK/II/1991 tentang Organisasi dan Teta Kerja Kepaniteraan Pengadilan Agama, yudridiksi Pengadilan Agama Kraksaan berubah menjadi 24 kecamatan.

b. Kepemimpinan Pengadilan Agama Kraksaan

Dalam perjalannya Pengadilan Agama Kraksaan yang semula dipimpin oleh Ky. Ahmad Zabidi sebagai Ketua, sesuai hasil kesepakatan dalam pembentukan kembali Pengadilan Agama Kraksaan, selanjutnya rotasi kepemimpinan Pengadilan Agama Kraksaan, nama ketua periode kepemimpinan berlangsung sebagai berikut:

1) Ky. Ahmad Zabidi 1945 – 1946 2) Ky. Nawawi 1946 – 1950 3) Ky. Syarqowi 1962 – 1967


(48)

38

5) Drs. Munawir 1978 – 1995

6) Drs. H. Marsa’id, S.H., M.H. 1995 – 1999 7) Drs. H. Muhtadin, SH 1999– 2002

8) Drs. H. Mafrudin Maliki, SH 2002 – 2006 9) Drs. Muzni Ilyas, SH 2006 – 2009

10) Drs. Mohammad Taufiq, M.H. 2009-2010 11) Drs. Abdullah, S.H., M.H. 2010 – 2012 12) Dra. Lilik Muliana, S.H., M.H.

Rotasi kepemimpinan Pengadilan Agama Kraksaan, baru diatur secara structural fungsional sejak periode ketiga, pada masa kepemimpinan Ky. Syarqowi.

B. Deskripsi tentang Penetapan Waris Non Muslim di Pengadilan Agama Kraksaan No.0023/Pdt.P/PA.Krs

1. Duduk Perkara

Pengadilan Agama Kraksaan berwenang dalam memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangan majelis. Dan telah menjatuhkan penetapan dalam perkara Permohonan Penetapan Waris sebagai berikut yang diajukan oleh : 1. Hendra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi

2. Lani Lidiawati alias Ong Sioe Lwan binti Ong Ming Poan alias Mimi


(49)

39

4. Indra Wijaya bin Ong Ming Poan alias Mimi 5. Ari Sandi Irawan bin Ong Ming Poan alias Mimi 6. Ong Sioe Hwa binti Ong Ming Poan alias Mimi.

Pemohon dengan surat permohonannya bertanggal 27 Januari 2015, telah didaftarkan oleh Kepaniteraan Pengadilan Agama Kraksaan dalam register perkara Nomor 0023/Pdt.P/2015/PA Krs, dengan mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

Para Pemohon yang secara keseluruhan beragama Katholik / Nasrani dalam pengurusan waris dari pewaris Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi, secara sukarela menundukkan diri pada Hukum Islam yang berlaku di Pengadilan Agama.

Ong Ming Poan alias Mimi menikah dengan seorang perempuan yang bernama Hu Kin Lie alias Suli sebagaimana Petikan Perkawinan yang tercatat di Catatan Sipil Kotapraja Probolinggo pada tahun 1951 Akta Nomor 81, dari pernikahan tersebut telah dikaruniai 7 orang anak yang masing – masing bernama :

a. Hendra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi

b. Lani Lidiawati alias Ong Sioe Lwan binti Ong Ming Poan alias Mimi

c. Po Tjie / Hendro Soesanto bin Ong Ming Poan alias Mimi d. Indra Wijaya bin Ong Ming Poan alias Mimi

e. Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi f. Ari Sandi Irawan bin Ong Ming Poan alias Mimi


(50)

40

g. Ong Sioe Hwa binti Ong Ming Poan alias Mimi

Yang mana ayah kandung para Pemohon telah meninggal dunia pada hari Sabtu tanggal 04 September 1999, sedangkan ibu kandung para Pemohon meninggal dunia pada hari Senin tanggal 24 April 2000 dan saudara para Pemohon yang bernama Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi dan Isterinya yang bernama V. S. Andrijany beserta kedua anaknya masing – masing bernama Stephanie Yulianto dan Albertus Eka Surya Yulianto meninggal dunia karena kecelakaan pesawat Air Asia pada tanggal 28 Desember 2014.

Pada saat meninggal dunia, almarhum Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi telah meninggalkan ahli waris sebagai berikut :

a. Hendra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi

b. Lani Lidiawati alias Ong Sioe Lwan binti Ong Ming Poan alias Mimi

c. Po Tjie / Hendro Soesanto bin Ong Ming Poan alias Mimi d. Indra Wijaya bin Ong Ming Poan alias Mimi

e. Ari Sandi Irawan bin Ong Ming Poan alias Mimi f. Ong Sioe Hwa binti Ong Ming Poan alias Mimi

Selain ahli waris tersebut, tidak ada ahli waris yang ditinggalkan oleh almarhum Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi, dan selain meninggalkan ahli waris tersebut di atas, almarhum Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi juga telah meninggalkan Polis Asuransi Jiwa Syariah dengan Nomor Polis : 39862428 dan harta warisan yang lain,


(51)

41

oleh karena Polis Asuransi Jiwa Syariah tersebut masih atas nama almarhum Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi, sedangkan para Pemohon bermaksud mengajukan klaim Asuransi Jiwa Syariah atas nama Indra Yulianto, oleh karena itu para Pemohon memohon kepada Pengadilan Agama Kraksaan untuk ditetapkan sebagai ahli waris dari almarhum Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka para Pemohon memohon agar Ketua Pengadilan Agama Kraksaan segera memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan penetapan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon.

2. Menetapkan menyatakan telah meninggal seorang yang bernama Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi.

3. Menetapkan para Pemohon adalah Ahli Waris dari almarhum Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi.

4. Atau menjatuhkan penetapan lain yang seadil-adilnya.

2. Dasar Pertimbangan Hakim

Dalam penetapan perkara waris non muslim di peradilan Agama No.0023/Pdt.P/2015/PA.Krs dasar hukum atau pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim Pengadilan Agama kraksaan dalam memutuskan perkara waris non muslim ini karena para pemohon dalam permohonannya menyatakan secara sukarela menundukkan diri pada hukum Islam dan pewaris pemegang hak polis asuransi Jiwa Syariah PT


(52)

42

Prudential Life Assurance maka Permohonan para Pemohon dapat dipertimbangkan.

Menurut penulis non muslim tersebut tidak bisa dianggap tunduk kepada hukum Islam karena dalam undang-undang ekonomi syariah yang dianggap tunduk tersebut bagi kedua belah pihak yang berakat bahwa mereka akan mengikuti aturan asuransi syariah berdasarkan hukum Islam, dan yang berakat tersebut adalah Indra Yulianto (Pewaris) bukan ahli warisnya, yang mana Apabila terjadi sengketa di bidang ekonomi syariah maka menjadi kewenangan Pengadilan Agama yaitu:

a. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah dengan nasabahnya.

b. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara sesama lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah Sengketa di bidang ekonomi syariah antara orang-orang yang beragama Islam, yang mana akad perjanjiannya disebutkan dengan tegas bahwa kegiatan usaha yang dilakukan adalah berdasrkan prinsip-prinsip syariah.2 Sehingga masalah ekonomi syariah disini hanya bagi lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan dengan nasabahnya, sedangkan para pemohon yang keseluruhannya non muslim bukan nasabah yang telah berakat dan berjanji bahwa kegiatan usaha berdasarkan prinsi-prinsip syariah. Pertimbangan hakim dalam penetapan waris non muslim juga karena Para Pemohon mengajukan permohonan pada pokoknya

2Akhmad Nurozi, “Pengadilan Agama dan Kewenangan barunya”, dalam

http://www.academia.edu/5053889/Pengadilan_Agama_dan_Kewenangan_Barunya.html, diakses pada 19 Maret 2015.


(53)

43

memohon agar para Pemohon ditetapkan sebagai ahli waris dari almarhum Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi yang meninggal dunia karena kecelakaan pesawat terbang Air Asia dan pemegang polis Asuransi Jiwa Syariah PT Prudential Life Assurance.

Selain itu Pertimbangan hakim disini berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah pertama dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 berikut penjelasannya dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dan orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada Hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama antara lain hal kewarisan.

Dalam penetapan waris non muslim di pengadilan Agama Kraksaan nomor: 0023/Pdt.P/2015/PA.Krs tidak bisa dianggap tunduk pada hukum Islam, karena dalam kasus tersebut para pemohon yang keseluruhan beragama Katholik / Nasrani menginginkan ditetapkan menjadi ahli waris dari Indra Yulianto, bukan mengurus masalah asuransi syariah, sehingga mereka tidak bisa diaggap tunduk pada hukum Islam.

Dasar hakim juga karena untuk meneguhkan dalil-dalil permohonannya, Pemohon mengajukan bukti-bukti tertulis yang berupa bukti surat. Bukti surat tersebut adalah sebagai berikut.


(54)

44

Foto Petikan Catatan Sipil Kotapraja Probolinggo untuk Bangsa Tionghoa dan Eropa Nomor: 398/154 bertanggal 24 Desember 1951 yang dikeluarkan oleh Kepala Catatan Sipil Kota Praja Probolinggo. Kemudian oleh Ketua Majelis diberi tanda P.1, foto Kutipan Akta Kematian atas nama Ong Ming Poan nomor: 09/05/1999 bertanggal 16 September 1999 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Catatan Sipil Kabupaen Probolingo, diberi tanda P.2, foto Kutipan Akta Kematian atas nama Hu Kin Lie alias Suli nomor: 04/02/2000 bertanggal 28 April 2000 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Catatan Sipil Kabupaen Probolingo, diberi tanda P.3.

Foto copy Surat Keterangan nomor: 36/I/426.615.3/2015 bertanggal 26 Januari 2015 yang dikeluarkan oleh Kepala Kelurahan Kraksaan Wetan, diberi tanda P.4, foto copy Turunan Pencatatan Jiwa untuk bangsa Tionghoa Nomor 47/1950 tanggal 22 Nopember 1951, diberi tanda P.5, foto copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Hendra Yulianto nomor: 3513141211500005 bertanggal 16 Septemberr 2012 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatan Sipil Kabupaten Probolinggo diberi tanda P.6, foto copy Kartu Keluarga No. 3513341511052084 yang dikeluarkan kecamatatan Kraksaan kabupaten Probolinggo pada tanggal 11 januari 2013 diberi tanda P.7.

Foto copy Surat lahir untuk bangsa Tionghoa Nomor 11/1952 tanggal tidak terbaca diberi tanda P.8, foto copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Lani Lidiwati nomor: 3511154602520001 bertanggal 08


(55)

45

Januari 2015 diberi tanda P.9, foto copy Surat Keterangan nomor: 470/06/430.12.21/2015 bertanggal 09 Januari 2015 yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Cermee, Kecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso diberi tanda P.10, foto copy kartu keluarga No: 3511151005030200 yang dikeluarkan Kecamata cerme Kabupaten Bondowoso tertanggal 14 Januari 2015 diberi tanda P.11, foto copy Petikan Akta Kelahiran Warga Negara Cina Nomor 10/1953 tanggal 24 Juni 1977, diberi tanda P.12, foto copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Po Tjie/Hendro Soesanto nomor: 3374010103530001 bertanggal 13 Nopember 2012 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatan Sipil Kota Semarang diberi tanda P.13.

Foto copy Kartu keluarga No : 3374011312050003 yang dikeluarkan oleh Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang tertanggal 8 Januari 2013 diberi tanda P.14, foto copy Kutipan Akta Kelahiran Warga Negara Indonesia Nomor 62/1955 tanggal 15 Desember 1986, yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatan Sipil Kabupaten Probolinggo diberi tanda P.15, foto copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Indra Wijaya nomor: 3513182909550001 bertanggal 10 Oktober 2012 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatan Sipil Kabupaten Probolinggo diberi tanda P.16.

Foto copy Kartu keluarga no: 3513181711053672 yang dikeluarkan oleh Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo tertanggal


(56)

46

16 Oktober 2009 diberi tanda P.17, foto copy Salinan Akta Kelahiran Nomor 22/1965 tanggal 15 Juni 1965 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan Kabupaten Probolinggo dan Kartu Tanda Penduduk atas nama Ari Sandi Irawan Nomor 3274051805650003 tertanggal 27 Mei 2012 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatan Sipil Kabupaten Cirebon diberi tanda P.18. foto copy Kartu Keluarga atas nama Ari Sandi Irawan nomor: 3274052607070101 bertanggal 16 Juli 2011 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatan Sipil Kabupaten Cirebon diberi tanda P.19.

Foto copy Salinan Akta Kelahiran Nomor 3/1968 tanggal 26 Agustus 1968, yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatan Sipil Kabupaten Probolinggo diberi tanda P.20, foto copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Ong Sioe Hwa nomor: 3578116701680001 bertanggal 02 Mei 2012 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatan Sipil Kota Surabaya diberi tanda P.21, foto copy Kartu Keluarga No: 3578110101087619 yang dikeluarkan oleh Kecamatan Simokerto Kota Surabaya tertanggal 19 Desember 2013 diberi tanda P.22, foto copy Polis Asuransi Jiwa Syariah atas nama Indra Yulianto nomor: 39862428 bertanggal 19 April 2010 yang dikeluarkan oleh PT Prudential Life Assurance diberi tanda P.23, foto copy salinan akte kelahiran Nomor 13/1963 atas nama Indra Yulianto yang dikeluarkan oleh Tjatatan Sipil Kabupaten Probolinggo tanggal 25 April


(57)

47

1963 diberi tanda P. 24, foto copy Surat Kematian atas nama Indra Yulianto nomor: 3513-KM-07012015-0001 bertanggal 07 Januari 2015 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kabupaten Probolinggo, diberi tanda P.25

Foto copy Surat Kematian atas nama Vinsencia Sri Andrijani nomor: 41/I/426.615.3/2015 bertanggal 30 Januari 2015 yang dikeluarkan oleh Kepala Kelurahan Kraksaan Wetan Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, dan setelah diperiksa dan dicocokkan dengan aslinya diberi tanda P.26, foto copy Surat Kematian atas nama Albertus Eka Surya Yulianto nomor: 3513-KM-19012015-0005 bertanggal 19 Januari 2015 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kabupaten Probolinggo diberi tanda P.27, foto copy Surat Kematian atas nama Stephanie Yulianto nomor: 3513-KM-08012015-0002 bertanggal 07 Januari 2015 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kabupaten Probolinggo diberi tanda P.28, foto copy Akta Perkawinan No : 244/1999 atas nama Indra Yulianto dan Vincensia Sri Andrijani yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan sipil Kota Malang tertanggal 29 Nopember 1999 diberi tanda P.29

Selain bukti surat, Para Pemohon juga mengajukan bukti berupa 2 (dua) orang saksi masing-masing adalah sebagai berikut:

1) Yuliawati binti Joyo Purnomo, umur 65 tahun, agama Katholik, memberikan keterangan dibawah sumpah/janji bahwa saksi kenal


(58)

48

dengan para Pemohon karena saksi adalah tetangga dekat orang tua Para Pemohon dan ayah Para Pemohon bernama Ong Ming Poan alias Mimi dan ibunya bernama Hu Kin Lie alias Suli, dalam Perkawinan Ong Ming Poan alias Mimi dan Hu Kin Lie alias Suli di karuniai 7 (tujuh) orang anak yaitu Para pemohon dan almarhum Indra Yulianto. Sedangkan kedua orang tua Para Pemohon telah meninggal dunia ayahnya meninggal tahun 1999 sedangkan ibunya meninggal dunia pada tahun 2000.

Menyatakan bahwa saudara kandung para Pemohon yang bernama Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi telah meninggal dunia karena kecelakaan pesawat terbang Air Asia yang sebelumnya Indra Yulianto telah menikah dengan seorang wanita bernama Vincensia Sri Andrijani dan telah dikarunia 2 (dua) orang anak masing-masing bernama Albertus Eka Surya Yulianto dan Stephanie Yulianto akan tetapi istri dan kedua anaknya meninggal dunia bersama Indra Yulianto dalam kecelakaan pesawat terbang Air Asia, sehingga Pemohon mengajukan penetapan ahli waris dari saudara kandung para Pemohon yang bernama Indra Yulinto bin Ong Ming Poan alias Mimi karena sepengetahuan saksi Indra Yulianto tidak mempunyai ahli waris lain selain Para Pemohon.

2) Ineke Teodaria Pangalela binti Dio Pangalela, umur 71 tahun, agama Katholik, memberikan keterangan dibawah sumpah/janji bahwa saksi kenal dengan para Pemohon karena saksi adalah tetangga dekat orangtua para Pemohon, Ayahnya bernama Ong


(59)

49

Ming Poan alias Mimi dan ibunya bernama Hu Kin Lie alias Suli, dalam Perkawinan Ong Ming Poan alias Mimi dan Hu Kin Lie alias Suli di karunia 7 (tujuh) orang anak yaitu Para pemohon dan Indra Yulianto.

Kedua orang tua Para Pemohon telah meninggal dunia. Ayahnya meninggal dunia pada tahun 1999, sedangkan ibunya meninggal dunia pada tahun 2000, dan saudara kandung para Pemohon yang bernama Indra Yulianto bin Ong Ming Poan alias Mimi telah meninggal dunia karena kecelakaan pesawat terbang Air Asia, yang sebelumnya Indra Yulianto telah menikah dengan seorang wanita bernama Vincensia Sri Andrijani dan telah dikarunia 2 (dua) orang anak masing-masing bernama Albertus Eka Surya Yulianto danStephanie Yulianto akan tetapi istri dan kedua anaknya meninggal dunia bersama Indra Yulianto dalam kecelakaan pesawat terbang Air Asia sehingga Pemohon mengajukan penetapan ahli waris dari saudara kandung para Pemohon yang bernama Indra Yulinto bin Ong Ming Poan alias Mimi dan sepengetahuan saksi Indra Yulianto tidak mempunyai ahli waris lain selain Para Pemohon.

Karena terhadap bukti P.1 s.d. P. 29 bukti mana merupakan akta autentik (vide 165 HIR) dan telah memenuhi syarat formil maupun materiil oleh karenanya alat bukti tersebut dapat dijadikan alat bukti dalam perkara ini. Karena adanya bukti saksi yang dihadirkan di persidangan berupa 2 (dua) orang saksi yang memberikan keterangan dibawah sumpah/janji, keterangan mana saling bersesuaian satu sama


(1)

61

dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan perkara ini”.

Landasan yuridis yang digunakan hakim Pengadilan Agama Kraksaan dalam perkara waris non muslim sangat lemah, maka bagi para hakim harus cermat dalam pemeriksaan surat permohonan penetapan ahli waris. Dari kelima analisis saya di atas, dapat dipahami bahwa dasar hukum yang digunakan hakim Pengadilan Agama Kraksaan dalam perkara waris non muslim, tepatnya dalam penetapan ahli waris non muslim tidak sesuai dengan tinjauan kajian yuridis, dalam artian bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tentang kewenangan Peradilan Agama.

Masalah waris di pengadilan adalah masalah krusial, saran saya bagi para hakim di lingkungan peradilan baik Peradilan Umum maupun Peradilan Agama, dalam masalah waris dibutuhkan perhatian lebih ekstra. Sebab para hakim terkadang-kadang memaksakan kehendaknya untuk menerima, memeriksa dan mengadili perkara warisan yang jelas-jelas bukan kewenangannya. Hal ini tampaknya kurang direspon dan bahkan cenderung diabaikan oleh para pihak maupun lingkungan peradilan itu sendiri.

Waris merupakan perkara yang terjadi di semua individu apapun kalangan agamanya. Tatkala perkara ini diperkarakan di pengadilan, maka hakim harus lebih cermat dan selektif di surat permohonan yang diajukan ke pengadilan baik dari sisi data personal pemohon, posita,


(2)

62

sampai petitumnya. Apabila terjadi perkara waris bagi orang Islam yang mana pewaris muslim dan ahli warisnya (ada yang muslim dan non muslim), maka jelas merupakan kewengan Pengadilan Agama, sebab dengan sendirinya ahli waris non muslim tersebut dianggap tunduk pada hukum Islam (ketentuan RAKERNAS MA dan ketentuan buku Pedoman Teknis Administrasi dan Teknik Peradilan Agama yang diterbitkan Mahkamah Agung).

Sebaliknya, jika pewaris non muslim dan ahli waris non muslim sebagaimana kasus penetapan ahli waris non muslim di Pengadilan Agama Kraksaan dengan perkara nomor 0023/Pdt.P/2015/PA.Krs, sudah jelas ini bukan kewenangannya lagi, akan tetapi yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini adalah wewenang Pengadilan Negeri. Karena penetapan ahli waris yang beragama selain Islam dibuat oleh Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah Pasal 833 KUHPerdata yaitu: "Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal".4

4


(3)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada akhir pembahasan skripsi ini, penulis akan menyajikan kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian yang disesuaikan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Alasan majelis hakim Pengadilan Agama Kraksaan dalam penetapan No.0023/Pdt.P/2015/PA.Krs. karena para pemohon dalam permohonannya menyatakan secara sukarela menundukkan diri pada hukum Islam dan pewaris pemegang hak polis asuransi Jiwa Syariah PT Prudential Life Assurance, Karena Pemohon tersebut sudah ke Pengadilan Negeri akan tetapi Pengadilan Negeri menolaknya karena menganggap bukan kewenangannya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 berikut penjelasannya dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dan orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada Hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama antara lain hal kewarisan.


(4)

64

2. Analisis hukum acara di Pengadilan Agama Kraksaan dalam penetapan waris non muslim dalam hukum acaranya tidak sama dengan teorinya karena, seharusnya hakim cermat dalam pemeriksaan surat permohonan penetapan ahli waris tersebut dan seharusnya perkara tersebut terlebih dahulu ditetapkan di Pengadilan Negeri yang merupakan wewenangnya, ini didasarkan karena pewaris dan ahli waris sama-sama non muslim. Selanjutnya, dalam pembagian berapa besar bagian masing-masing ahli waris, Pengadilan Negeri merekomendasikan ke Pengadilan Agama supaya ditetapkan jumlah bagian masing-masing yang nantinya akan diterima oleh ahli waris non muslim, ini didasarkan karena objek warisannya berupa asuransi syariah yang termasuk kewenangan Pengadilan Agama.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas tentang perkara waris non muslim di Pengadilan Agama Kraksaan, saran penulis kepada segenap pemegang kehakiman yang menjadi panutan dan penegak hukum di negara ini, agar lebih teliti dalam menerima perkara yang diajukan apakah perkara tersebut termasuk kewenangan absolute dan relatif Pengadilan Agama atau tidak, karena masalah waris non muslim tersebut termasuk kewenangan Pengadilan Negeri karena obyek hukumnya yakni pewaris dan ahli warisnya adalah non muslim. Dan harus konsisten antara undang-undang dan hukum acaranya, demi kemaslahatan umat dan terwujudnya keadilan di negara ini.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad Daud. Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2005.

Amin, Tatang M. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Rajawali, 1990. Agama RI, Kementrian. Al-Qur’an dan tafsirnya. Jakarta: Widya Cahaya, 2011. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta, 1997.

Basri, Cik Hasan. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Fannani (al), Zainuddin al-Maribari bin abdul aziz . Terjemahan Fat-hul mu’in.

Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2013.

Halim, Abdul. Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.

Harahap, M. Yahya. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama.

Jakarta: Pustaka Kartini, 1993.

Lubis, Sulaikin. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2005.

Muni, Abdul. “Kompetensi Absolute Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri

mengenai sengketa hak milik, antara muslim dan non muslim analisis yuridis pasal 50 UU No.3 tahun 2006 Jo, UU No. 50 tahun 2009 tentang peradilan Agama”. (Skripsi--UIN sunan Ampel, Surabaya), 2012.

Nasution, Amin Husein Hukum Kewarisan, Jakarta: Rajawali Press, 2012. Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999.

Partanto, Pius A dan M. Dahlan Al-Barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arloka, 1994.

Ramulyo, Idris. Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Menurut Hukum Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 1994.

Rosyid, Roihan A. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007.


(6)

Shihab, Quraish. Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Sungkono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum.Jakarta: Raja Grafindo, 1997. Syarifuddin, Amir. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Rajawali Pres. 2001.

Thalib, Sajuti. Hukum Kewarisan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 1995. Tim Redaksi Nuansa Aulia. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Nuansa Aulia,

2012.

Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. Fiqih Wanita. Jakarta: Pustaka al Kausar, 2013.

Arumsari, Arsias. “Kompetensi Pengadilan Agama”, dalam

http://arsiasarumsari.blogspot.com/2012/07/kompetensi-pa.html, diakses pada 02 juni 2015.

Biseka, Kedha. Hukum waris II, dalam http://catatan yang terlupa.blogspot.com/2012/03/hukum-waris-2.html, diakses pada 4 juli 2015.

Budhianita, Handayani Eka “Perkawinan Beda Agama Dalam Perspektif Hukum

Islam“, Dalam

https://www.academia.edu/3563359/MAKALAH_HUKUM_ISLAM_TE NTANG_PERBEDAAN_AGAMA.html, diakses pada 19 maret 2015 Nurozi, Akhmad. “Pengadilan Agama dan Kewenangan Barunya”, dalam

https://www.academia.edu/5053889/Pengadilan_Agama_dan_Kewenanga n_Barunya Oleh_Akhmad_Nurozi_2. html, diakses pada 19 Maret 2015. Rizal, “Kewenangan Peradilan Absolut Yang Bersinggungan”, dalam

http://rizalrecht.blogspot.com/2014/10/kewenangan-peradilan-absolut-yang.html, Diakses 02 Juni 2015.