Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Organisasi Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Semarang dalam Upaya Mensejahterakan Anggotanya Melalui Pendidikan Non Formal T1 152009021 BAB II
6 BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A.Kajian Teori
1. Organisasi Dharma Wanita Persatuan
1.1 Latar Belakang Organisasi Dharma Wanita Persatuan
Sebagaimana telah digariskan dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara, tujuan Pembangunan Nasional adalah untuk
mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata
material dan spriritual. Tujuan nasional hanya dapat dicapai melalui
pembangunan yang direncanakan dengan baik, bersungguh-sungguh
dan terus-menerus. Untuk dapat melaksanakan pembangunan itu
secara berdaya guna dan berhasil diperlukan adanya pemerintahan
yang stabil dan berkelangsungan, sehingga dengan demikian dapat
terjamin penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan secara teratur dan berkelangsungan.
Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
antara lain tergantung pada kesempurnaan aparatur pemerintah, dan
kesempurnaan aparatur pemerintah itu pada pokoknya tergantung
pada kesempurnaan Pegawai Republik Indonesia yang setia dan taat
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk menjamin
suksesnya pembangunan nasional maka sebagaimana ditetapkan
Garis-Garis Besar Haluan Negara dan SAPTA KRIDA Kabinet
(2)
7 Republik Indonesia turut secara aktif dalam pembangunan negara.
Sehubungan dengan ketentuan tersebut, maka dibentuklah organisasi
DHARMA WANITA pada tanggal 5 Agustus 1974 (Kongres Wanita
Indonesia, 1978: 278-279) yang kemudian pada masa reformasi
berubah nama menjadi organisasi DHARMA WANITA
PERSATUAN.
1.2Asas dan Tujuan
1.2.1 Dharma Wanita Persatuan berasaskan Pancasila dan berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 serta berpedoman pada Garis-Garis
Besar Haluan Negara.
1.2.2 Tujuan Dharma Wanita Persatuan adalah masyarakat yang adil
dan makmur yang berkeseimbangan antara material dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Kongres Wanita
Indonesia, 1978:279)
1.3Panca Dharma Wanita Persatuan
1.3.1 Wanita sebagai seorang istri pendamping suami
1.3.2 Wanita sebagai ibu pendidik dan pembina generasi muda
1.3.3 Wanita sebagai pengatur ekonomi rumah tangga
1.3.4 Wanita sebagai pencari nafkah tambahan, dan
1.3.5 Wanita sebagai anggota masyarakat, terutama organisasi
wanita, badan-badan sosial dan sebagainya yang
menyumbangkan tenaga kepada masyarakat. (Liza Hadis,
(3)
8 1.4 Struktur Organisasi
Organisasi Dharma Wanita Persatuan menganut asas teritorial yang
dibagi dalam 3 tingkat yaitu:
1.4.1 Tingkat Pusat, yang dipimpin oleh Presidium Dharma Wanita
dan Pengurus Harian Dharma Wanita Pusat yang wilayah
kerjanya meliputi wilayah Negara Republik Indonesia.
1.4.2 Tingkat Daerah, yang dipimpin oleh Pengurus Daerah Dharma
Wanita yang wilayah kerjanya meliputi wilayah propinsi.
1.4.3 Tingkat Cabang, yang dipimpin oleh Pengurus Cabang
Dharma Wanita yang wilayah kerjanya meliputi wilayah
Kabupaten/ Kotamadya (Kongres Wanita Indonesia,1978:
280).
1.5 Kegiatan Utama Organisasi Dharma Wanita Persatuan
1.5.1 Membimbing dan membina organisasi istri pegawai dalam
rangka pemupukan pengembangan rasa persatuan dan kesatuan
serta rasa senasib dan seperjuangan.
1.5.2 Membimbing dan membina organisasi istri pegawai dalam
rangka peningkatan partisipasinya guna mensukseskan
pembangunan Nasional sesuai dengan kodrat dan kedudukan
wanita Indonesia sebagai istri dan ibu rumah tangga.
1.5.3 Menyelenggarakan pendidikan terhadap istri pegawai untuk
meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab bernegara sesuai
dengan kebijaksanaan pemerintah (Kongres Wanita Indonesia,
(4)
9 Organisasi Dharma Wanita membimbing dan membina melalui tiga
program utamanya yaitu bidang ekonomi, bidang pendidikan dan
bidang sosial budaya. Pendidikan non formal menjadi jalur pendidikan
yang diterapkan oleh organisasi Dharma Wanita Persatuan.
2. Pendidikan Non Formal
1.1 Pengertian Pendidikan Non Formal
Pendidikan Non Formal ialah setiap kegiatan teroganisasi
dan sistematis di luar sistem persekolahan yang dilakukan secara
mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih
luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu
di dalam mancapai tujuan belajarnya (Pengertian Tiga Jenis
Pendidikan _ Pendidikan Luar Sekolah.htm)
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 26 ayat 1
dijelaskan bahwa Pendidikan Non Formal diselenggarakan bagi
warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap
Pendidikan Formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat. Lebih lanjut dalam ayat 2 dijelaskan Pendidikan
Non Formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik
(warga belajar) dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan
dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian professional.
Pada ayat 3, disana disebutkan bahwa Pendidikan Non
(5)
10 pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik.
1.2Sifat Pendidikan Non Formal (Soeleman Joesoef 2008: 84-85) adalah :
1.2.1 Pendidikan Non Formal lebih fleksibel, artinya tidak ada
tuntutan syarat yang keras bagi anak didik, waktu
penyelenggaraan disesuaikan dengan kesempatan yang ada,
dapat beberapa tahun, bulan atau beberapa hari saja.
Pengajarnya tidak memerlukan syarat khusus, hanya dalam
pelajaran yang diberikan ia lebih dari anak didiknya serta
metode dapat disesuaikan dengan besarnya kelas.
1.2.2 Pendidikan Non Formal lebih efektif dan efisien untuk
bidang-bidang pelajaran tertentu. Bersifat efektif karena program
pendidikan non formal bisa spesifik sesuai dengan kebutuhan
dan tidak memerlukan syarat-syarat ketat. Tempat
penyelenggaraannya pun bisa dilakukan dimana saja.
1.2.3 Pendidikan Non Formal bersifat singkat, dapat digunakan untuk
melatih tenaga kerja yang dibutuhkan, terutama untuk
memperoleh tenaga yang memiliki kecakapan.
1.2.4 Pendidikan Non Formal sangat instrumental, artinya pendidikan
(6)
11 menghasilkan tenaga kerja terampil dalam waktu yang relatif
singkat.
1.3 Syarat-syarat Pendidikan Non Formal
Dalam pelaksanaan pendidikan non formal harus memenuhi
syarat-syarat dalam pelaksanaan sebagai berikut :
1.3.1 Pendidikan non formal harus jelas tujuannya. Tujuan yang
ditetapkan merupakan sesuatu yang dirasa manfaatnya oleh
peserta didik.
1.3.2 Ditinjau dari segi masyarakat, program pendidikan non formal
harus menarik baik hasil yang akan dicapai maupun cara-cara
melaksanakannya.
1.3.3 Adanya integrasi pendidikan non formal dengan
program-program pembangunan dalam masyarakat.
2.4 Sasaran Pendidikan Non Formal
Secara umum sasaran pendidikan non formal yaitu masyarakat
yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti atau penambah dan atau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Sasaran
Pendidikan Non Formal dapat juga ditinjau dari beberapa segi, yakni
segi pelayanan, sasaran khusus, pranata sistem pengajaran dan
pelembagaan program.
Ditilik dari segi pelayanan, sasaran Pendidikan Non Formal
adalah melayani anak usia sekolah (0-6 tahun), anak usia sekolah
(7)
12 anak usia perguruan tinggi (19-24 tahun). Ditinjau dari segi sasaran
khusus, Pendidikan Non Formal mendidik anak terlantar, anak yatim
piatu, korban narkoba, perempuan penghibur, anak cacat mental
maupun cacat tubuh.
Dari segi pranata, penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
dilakukan di lingkungan keluarga, pendidikan perluasan wawasan
desa dan pendidikan keterampilan. Di segi layanan masyarakat,
sasaran Pendidikan Non Formal antara lain membantu masyarakat
melalui program PKK, KB, perawatan bayi, peningkatan gizi
keluarga, pengetahuan rumah tangga dan penjagaan lingkungan sehat.
Dilihat dari segi pengajaran, sasaran Pendidikan Non Formal
sebagai penyelenggara dan pelaksana program kelompok, organisasi
dan lembaga pendidikan, program kesenian tradisional ataupun
kesenian modern lainnya yaitu menjadi fasilitator bahkan turut serta
dalam program keagamaan, seperti mengisi pengajaran di majelis
taklim, di pondok pesantren, dan bahkan di beberapa tempat kursus.
Sedangkan sasaran Pendidikan Non Formal ditinjau dari segi
pelembagaan, yakni kemitraan atau bermitra dengan berbagai pihak
penyelenggara program pemberdayaan masyarakat berkoordinasi
dengan desa atau pelaksana program pembangunan
(www.infodiknas.com)
2.5 Fungsi Pendidikan Non Formal
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
(8)
13 (PNF) adalah sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan formal, dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang
hayat untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan
pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
penmgembangan sikap dan kepribadian profesional
(http://yudidankawan04.blogspot.com).
2.6 Program dan Satuan Pendidikan Non Formal
Program Pendidikan Non Formal meliputi: Pendidikan
kecakapan hidup, Pendidikan Anak Usia Dini, kepemudaan,
pemberdayaan perempuan, keterampilan dan keaksaraan. Satuan
Pendidikan Non Formal meliputi: Kelompok bermain, lembaga
kursus, sanggar, lembaga pelatihan, kelompok belajar ataupun pusat
(9)
14 3. Sejahtera
Berbicara tentang hidup sejahtera, tidak terlepas dari pembahasan
mengenai kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan hidup manusia pada
dasarnya terdiri dua aspek, yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.
S.C.Kohs dalam Sumarnonugroho (1984:6) secara terperinci
mengelompokkan kebutuhan manusia sebagai berikut:
1. Identitas Personal
2. Pernyataan diri
3. Kontak-kontak sosial
4. Keyakinan (kepercayaan, iman)
5. Kebebasan untuk memilih
6. Keterlibatan dalam hal perihal keadilan
7. Pendidikan
8. Kesehatan fisik
9. Jaminan ekonomi
10.Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai
11.Pengakuan sosial dan pujian
(10)
15 Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan kunci bagi manusia
mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan bermula dari kata sejahtera yang
memiliki arti aman sentosa, makmur, atau selamat, artinya terlepas dari
segala macam gangguan dan kesukaraan (Fadhil Nurdin,1990: 27).
Sejahtera berarti juga semakin terbukanya kesempatan dan kemampuan
(capability) untuk mendapatkan hak-hak dasarnya sebagai seorang manusia,
misalnya terpenuhinya kebutuhan pangan, mendapatkan pendidikan dasar
yang memadai, bebas dari buta huruf, selalu dalam keadaan sehat, terhindar
dari kematian (avoiding escapable morbidity), atau berupa kondisi semisal
menjadi bahagia, dihormati, bebas dari rasa takut, bebas dari ancaman
penghilangan secara paksa, bebas mengemukakan pendapat, maupun bias
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
(http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis).
Undang-Undang RI No.6 Tahun 1974 Bab I dan II menerangkan
bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tatanan kehidupan dan
penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa
keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan
bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya
bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi
serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila (Suparlan,1990:64).
Uraian tersebut menunjukkan sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa
mencapai kesejahteraannya hanya dengan usahanya sendiri. Oleh karena itu
(11)
16 kelompok untuk mencapai tingkat hidup serta kesehatan yang memuaskan.
Tujuan dari penyejahteraan ini adalah menjamin kebutuhan ekonomi
manusia, standar kesehatan dan kondisi kehidupan yang layak, peningkatan
derajat harga diri, kebebasan berpikir, malakukan kegiatan tanpa gangguan
sesuai hak azasi manusia
4. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini ialah penelitian
yang dilakukan oleh Isrobi, mahasiswa Pendidikan Sejarah 2002 dengan
judul penelitian Pelaksanaan Pendidikan Luar Sekolah Oleh Dharma
Wanita Istri Guru Dan Karyawan Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Tahun 2003/2004. Penelitian Isrobi menekankan pada penyelengaraan
pendidikan luar sekolah yang dilakukan oleh Dharma Wanita guna
memenuhi kebutuhan sumber daya manusia, tulisan tersebut mendukung
penelitian ini bahwa organisasi Dharma Wanita Persatuan benar-benar
memiliki program pendidikan dan berperan dalam memberikan kontribusi
(1)
11 menghasilkan tenaga kerja terampil dalam waktu yang relatif singkat.
1.3 Syarat-syarat Pendidikan Non Formal
Dalam pelaksanaan pendidikan non formal harus memenuhi syarat-syarat dalam pelaksanaan sebagai berikut :
1.3.1 Pendidikan non formal harus jelas tujuannya. Tujuan yang ditetapkan merupakan sesuatu yang dirasa manfaatnya oleh peserta didik.
1.3.2 Ditinjau dari segi masyarakat, program pendidikan non formal harus menarik baik hasil yang akan dicapai maupun cara-cara melaksanakannya.
1.3.3 Adanya integrasi pendidikan non formal dengan program-program pembangunan dalam masyarakat.
2.4 Sasaran Pendidikan Non Formal
Secara umum sasaran pendidikan non formal yaitu masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti atau penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Sasaran Pendidikan Non Formal dapat juga ditinjau dari beberapa segi, yakni segi pelayanan, sasaran khusus, pranata sistem pengajaran dan pelembagaan program.
Ditilik dari segi pelayanan, sasaran Pendidikan Non Formal adalah melayani anak usia sekolah (0-6 tahun), anak usia sekolah dasar (7-12 tahun), anak usia pendidikan menengah (13-18 tahun),
(2)
12 anak usia perguruan tinggi (19-24 tahun). Ditinjau dari segi sasaran khusus, Pendidikan Non Formal mendidik anak terlantar, anak yatim piatu, korban narkoba, perempuan penghibur, anak cacat mental maupun cacat tubuh.
Dari segi pranata, penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dilakukan di lingkungan keluarga, pendidikan perluasan wawasan desa dan pendidikan keterampilan. Di segi layanan masyarakat, sasaran Pendidikan Non Formal antara lain membantu masyarakat melalui program PKK, KB, perawatan bayi, peningkatan gizi keluarga, pengetahuan rumah tangga dan penjagaan lingkungan sehat. Dilihat dari segi pengajaran, sasaran Pendidikan Non Formal sebagai penyelenggara dan pelaksana program kelompok, organisasi dan lembaga pendidikan, program kesenian tradisional ataupun kesenian modern lainnya yaitu menjadi fasilitator bahkan turut serta dalam program keagamaan, seperti mengisi pengajaran di majelis taklim, di pondok pesantren, dan bahkan di beberapa tempat kursus.
Sedangkan sasaran Pendidikan Non Formal ditinjau dari segi pelembagaan, yakni kemitraan atau bermitra dengan berbagai pihak penyelenggara program pemberdayaan masyarakat berkoordinasi dengan desa atau pelaksana program pembangunan (www.infodiknas.com)
2.5 Fungsi Pendidikan Non Formal
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa fungsi Pendidikan Non Formal
(3)
13 (PNF) adalah sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal, dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta penmgembangan sikap dan kepribadian profesional (http://yudidankawan04.blogspot.com).
2.6 Program dan Satuan Pendidikan Non Formal
Program Pendidikan Non Formal meliputi: Pendidikan
kecakapan hidup, Pendidikan Anak Usia Dini, kepemudaan, pemberdayaan perempuan, keterampilan dan keaksaraan. Satuan Pendidikan Non Formal meliputi: Kelompok bermain, lembaga kursus, sanggar, lembaga pelatihan, kelompok belajar ataupun pusat belajar masyarakat (www.infodiknas.com).
(4)
14 3. Sejahtera
Berbicara tentang hidup sejahtera, tidak terlepas dari pembahasan mengenai kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan hidup manusia pada dasarnya terdiri dua aspek, yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. S.C.Kohs dalam Sumarnonugroho (1984:6) secara terperinci mengelompokkan kebutuhan manusia sebagai berikut:
1. Identitas Personal 2. Pernyataan diri 3. Kontak-kontak sosial
4. Keyakinan (kepercayaan, iman) 5. Kebebasan untuk memilih
6. Keterlibatan dalam hal perihal keadilan 7. Pendidikan
8. Kesehatan fisik 9. Jaminan ekonomi
10.Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai 11.Pengakuan sosial dan pujian
(5)
15 Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan kunci bagi manusia mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan bermula dari kata sejahtera yang memiliki arti aman sentosa, makmur, atau selamat, artinya terlepas dari segala macam gangguan dan kesukaraan (Fadhil Nurdin,1990: 27). Sejahtera berarti juga semakin terbukanya kesempatan dan kemampuan (capability) untuk mendapatkan hak-hak dasarnya sebagai seorang manusia, misalnya terpenuhinya kebutuhan pangan, mendapatkan pendidikan dasar yang memadai, bebas dari buta huruf, selalu dalam keadaan sehat, terhindar dari kematian (avoiding escapable morbidity), atau berupa kondisi semisal menjadi bahagia, dihormati, bebas dari rasa takut, bebas dari ancaman penghilangan secara paksa, bebas mengemukakan pendapat, maupun bias berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
(http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis).
Undang-Undang RI No.6 Tahun 1974 Bab I dan II menerangkan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tatanan kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila (Suparlan,1990:64). Uraian tersebut menunjukkan sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa mencapai kesejahteraannya hanya dengan usahanya sendiri. Oleh karena itu kesejahteraan merupakan usaha untuk membantu individu-individu atau
(6)
16 kelompok untuk mencapai tingkat hidup serta kesehatan yang memuaskan. Tujuan dari penyejahteraan ini adalah menjamin kebutuhan ekonomi manusia, standar kesehatan dan kondisi kehidupan yang layak, peningkatan derajat harga diri, kebebasan berpikir, malakukan kegiatan tanpa gangguan sesuai hak azasi manusia
4. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini ialah penelitian yang dilakukan oleh Isrobi, mahasiswa Pendidikan Sejarah 2002 dengan judul penelitian Pelaksanaan Pendidikan Luar Sekolah Oleh Dharma Wanita Istri Guru Dan Karyawan Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Tahun 2003/2004. Penelitian Isrobi menekankan pada penyelengaraan pendidikan luar sekolah yang dilakukan oleh Dharma Wanita guna memenuhi kebutuhan sumber daya manusia, tulisan tersebut mendukung penelitian ini bahwa organisasi Dharma Wanita Persatuan benar-benar memiliki program pendidikan dan berperan dalam memberikan kontribusi pada anggotanya guna mendukung pembangunan nasional.