CITRA DIRI WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL REVOLUSI DI NUSA DAMAI KARYA K’TUT TANTRI: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  CITRA DIRI WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL REVOLUSI DI NUSA DAMAI KARYA K’TUT TANTRI: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Pipit Priya Atmaja NIM: 06 4114 013 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  CITRA DIRI WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL REVOLUSI DI NUSA DAMAI KARYA K’TUT TANTRI: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Pipit Priya Atmaja NIM: 06 4114 013 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala lindungan dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat dalam menempuh ujian sarjana dan memperoleh gelar S-1 Fakultas Sastra, Jurusan Santra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin berterima kasih terhadap pihak yang mendukung dan membantu terselesaikannya skripsi ini, yaitu:

  1. SE Peni Adji, S.S, M.Hum. sebagai dosen pembimbing I yang telah membimbing, membantu, dan meluangkan waktunya untuk memberi saran dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

  2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum. sebagai dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memberi masukan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.

  3. Seluruh dosen jurusan Sastra Indonesia yang berbagi ilmu selama penulis menempuh pendidikan di Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

4. Dra. Sugihastuti, M.S. yang berkenan meminjamkan buku sehingga skripsi ini terselesaikan.

  5. Bapak-Ibu tercinta dan seluruh keluarga yang memberi dukungan sepenuhnya sehingga penulis dapat menyeselaikan skripsi ini.

  6. Margaretha Nuri Karisma yang telah mendukung dan memberi semangat sehingga terselesaikannya skripsi ini.

  7. Cindil, Doler, Parji, Domex, Bitbit, Gembes, Pak Ndut, Hedwiq, dan teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu yang memberi semangat dan masukan selama proses penyusunan skripsi.

  8. Keluarga besar Bengkel Sastra yang menampung penulis selama perkuliahan dan teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia 2006 atas kebersamaan selama perkuliahan.

  9. Seluruh karyawan Universitas Sanata Dharma yang telah memberi pelayanan selama ini.

  10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun banyak memberi dukungan dari awal perkuliahan hingga tersusunya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Untuk itu, segala saran dan kritik dari berbagai pihak akan penulis terima dengan segala kerendahan hati dan harapan dapat lebih menyempurnakan penelitian ini. Penulis juga berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

  Yogyakarta, 26 November 2012

  

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Dalam dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.

  

(Yohanes, 1:4)

Kehidupan tak akan lancer tanpa adanya usaha dan tanpa campur tangan Tuhan,

usaha tidak akan pernah menuju keberhasilan.

  

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus

Bapak dan Ibu tercinta

  

Serta semua orang yang kukasihi dan yang berada disampingku

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

  

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ....................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

ABSTRAK ......................................................................................................... xiii

ABSTRACT ........................................................................................................ xiv

  

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

  1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

  1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 4

  1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 4

  1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 5

  1.6 Kerangka Teori...................................................................... 6

  1.6.1 Teori Struktur Alur ....................................................... 6

  1.6.2 Sosiologi Sastra ............................................................ 8

  1.6.3 Citra Diri Wanita .......................................................... 9

  1.7 Metode Penelitian.................................................................. 10

  1.7.1 Metode Pengumpulan Data .......................................... 10

  1.7.2 Metode Analisis Data ................................................... 11

  1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ......................... 11

  1.7.4 Sumber Data ................................................................. 11

  1.8 Sistematika Penyajian ........................................................... 12

  

BAB II ANALISIS STRUKTUR ALUR NOVEL REVOLUSI DI NUSA

DAMAI KARYA K’TUT TANTRI ......................................... 13

  2.1 Alur ....................................................................................... 13

  2.1.1 Tahap Penyituasian ...................................................... 14

  2.1.2 Tahap Pemunculan Konflik.......................................... 18

  2.1.3 Tahap Peningkatan Konflik.......................................... 23

  2.1.4 Tahap Klimaks ............................................................. 64

  2.2 Rangkuman ........................................................................... 70

  

BAB III CITRA DIRI WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

REVOLUSI DI NUSA DAMAI ................................................. 73

  3.1 Citra Diri Wanita ................................................................... 73

  3.1.1 Citra Diri Wanita Tokoh K’tut Tantri dalam Aspek Fisik .............................................................................. 74

  3.1.2 Citra Diri Wanita Tokoh K’tut Tantri dalam Aspek

  Psikis ............................................................................ 76

  3.1.2.1 Merindukan Kedamaian ................................... 76

  3.1.2.2 Memiliki Percaya Diri karena Prinsip dan Semangat yang besar ........................................ 81

  3.1.2.3 Memiliki Sikap Sopan-Santun ......................... 87

  3.1.2.4 Berpikir Positif ................................................. 89

  3.1.2.5 Memiliki Ketakutan dan Kegelisahan .............. 92

  3.1.2.6 Mencintai Bali dan Indonesia .......................... 96

  3.1.2.7 Memiliki Sikap Peduli dengan Sesama ............ 99

  3.1.2.8 Memegang Janji ............................................... 103

  3.1.2.10 Haru dan Tabah .............................................. 106

  3.1.2.11 Pandai Menyiasati Situasi .............................. 108

  3.2 Rangkuman ........................................................................... 111

  

BAB IV PENUTUP .................................................................................. 114

  4.1 Kesimpulan ........................................................................... 114

  4.2 Saran ...................................................................................... 116

  

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 117

BIODATA PENULIS ........................................................................................ 118

  

ABSTRAK

Atmaja, Pipit Priya. 2012. Citra Diri Wanita Tokoh Utama dalam Novel

Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri. (Kajian Sosiologi Sastra).

  Skripsi S-1. Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan

Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

  Penelitian ini mengkaji citra diri wanita dalam novel Revolusi di Nusa

  Damai

  karya K’tut Tantri. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan mendeskripsikan unsur alur yang terdapat dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri dan menganalisis citra diri wanita yang terdapat di dalamnya.

  Penelitian ini menggunakan kajian sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelitian. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi dan metode analisis isi. Tahap awal penelitian ini adalah melakukan analisis unsur alur dan hasilnya digunakan untuk menganalisis citra diri wanita dalam novel Revolusi di Nusa Damai.

  Hasil dalam penelitian ini adalah analisis alur dalam bab II dan citra diri wanita dalam bab III. Alur dalam novel Revolusi di Nusa Damai adalah alur lurus atau maju. Peristiwa-peristiwa penting yang menyusun pergerakan alur dalam novel ini berjalan secara kronologis.

  Dalam bab III, dianalisis citra diri wanita dalam aspek fisik dan aspek psikis. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek fisik terdeskripsi sebagai wanita bersuku Man (Amerika), berambut pirang, dan berkulit putih, mengecat rambur menjadi hitam karena tuntutan rakyat Bali.

  Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi sebagai wanita yang merindukan kedamaian, percaya diri karena memiliki prinsip dan semangat yang besar, memiliki sikap sopan-santun, berfikir positif, mengalami kegelisahan dan ketakutan, cinta terhadap Bali dan Indonesia, peduli sesama, memegang janji, waspada, haru dan tabah, dan pandai mensiasati situasi.

  

ABSTRACT

Atmaja, Pipit Priya. 2012. Women’s Portrait in the Novel Entitled Revolusi di

  Nusa Damai by K’tut Tantri. (The Research of Literature Sociology).

  Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature Study Program, Indonesian Literature Department, Faculty of Literature, Sanata Dharma University.

  The study carried out women’s portrait in the novel entitled Revolusi di Nusa

  Damai

  by K’tut Tantri. It aimed to analyze and to describe the plot in Revolusi di

  Nusa Damai by K’tut Tantri and to analyze women’s portrait in the novel.

  The research employed the research of literature sociology focusing on literature text. Data analysis method used in the study was descriptive and analysis method. The first step in the research was analyzing the plot and the result was used to analyze women’s portrait in Revolusi di Nusa Damai by K’tut Tantri.

  The r esult of the research was the plot analysis in chapter II and women’s portrait in chapter III. The plot in the novel was progressive plot. The crucial events which arranged the movement of novel’s plot ran chronologically.

  In chapter III, women’s portrait was analyzed in physics and psychic aspects. K’tut Tantri as a main character in physics aspect was figured out as a blond and fair- skinned Man lady. Her portrait in psychic was figured out as a lady who yearned a peace, had self-confidence as she had the rules and enormous spirit, behaved well, taught positively, experienced discomfort and fear, loved Bali and Indonesia, cared about others, kept promises, was wary, touched and patient, and planned investigation well.

  1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

  Sastra merupakan salah satu tempat untuk mencurahkan isi atau pikiran si pengarang. Pengarang dapat membuat cerita berdasarkan imajinasi atau realitas yang dihadapi pengarang. Karya sastra yang berdasarkan pada imajinasi atau realitas mengandung struktur yang terdiri dari bagian-bagian yang bermakna.

  Struktur karya sastra mengarah pada pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi secara bersamaan membentuk kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 2007:36).

  Karya sastra yang bercerita tentang realitas sosial di Indonesia memiliki sudut pandang berbeda. Hal tersebut tergantung pada gender, pribumi dan non pribumi. K’tut Tantri dalam novel Revolusi di Nusa Damai sebagai pelancong yang non pribumi mencoba menggambarkan pengalaman hidup (biografinya) selama berada di Indonesia.

  K’tut Tantri adalah seorang perempuan berkebangsaan Amerika. K’tut Tantri merupakan nama yang diberikan oleh seorang Raja Bali. K’tut Tantri datang ke Bali pada tahun 1930-an. Ia juga diangkat anak oleh Raja Bali dan tinggal di puri sebagai putri raja yang keempat.

  Bermula ketika K’tut Tantri berteduh dari hujan di Hollywood Boulevard. Persis di depan bioskop, mata seorang gadis kelahiran Pulau Man (sebuah pulau di Inggris), melihat pada poster film "Bali, Surga Terakhir." Film yang

  2 mempromosikan keindahan dan keeksotisan Bali pada 1930-an sehingga para turis tertarik untuk datang.

  Seperti orang- orang kulit putih umumnya pada masa itu, K’tut Tantri melihat "timur" merupakan tempat eksotis yang harus dikunjungi. Ia pun tertarik datang. Maka, pada November, di tengah musim dingin yang menggigit, berangkatlah nona Amerika ini dari New York menuju Timur Jauh dengan menumpang kapal Batavia. Perjalanan ini di tempuhnya untuk mencari "surga terakhir" dengan seperangkat alat lukis.

  Setelah perjalanan yang panjang, K’tut Tantri akhirnya tiba di pulau Bali. Ia menyaksikan perempuan-perempuan Bali yang bertelanjang dada. Ini terlihat dalam kutipan berikut:

  (1) Aku melihat mereka di mana-mana. Di sepanjang jalan maupun di sawah, para wanita dengan polos memperagakan payudara yang sintal, sementara mereka berjalan beriringan satu-satu sambil menjunjung beban yang tidak kecil ukurannya di atas kepala (hal 28).

  Selain itu, ia juga harus menghadapi keangkuhan si tuan putih Belanda sebagai penguasa dengan berbagai aturan:

  (2) Ini bukan Bali, melainkan Holland dalam ukuran kecil di mana setiap orang termasuk Anda wajib mematuhi undang-undang Belanda," ujar seorang aspirant controleur

  Distrik Denpasar di Bali Hotel. Ketika K’tut Tanri mengutarakan keinginannya untuk tinggal bersama orang Bali, pejabat Belanda melarangnya untuk tidak bergaul dengan si sawo matang. Ia pun menjawab: Saya di sini karena ingin melihat Bali, bukan untuk hidup di hotel Deluxe sambil menonton manusia-manusia kolonial minum-minum dan main tenis (hal 32).

  Setelah menghadapi si tuan putih Belanda, K’tut Tantri melanjutkan perjalanannya. Ia berniat berhenti ketika bensin mobilnya habis. Ternyata,

  3 dan keluarga. Putera Raja yang bernama Anak Agung Nura b ertanya kepada K’tut Tantri

  “Anda kan turis Amerika? Bagaimana bisa sampai di sini? K’tut Tantri menjawab:

  (3) Tidak, Anak Agung Nura. Saya bukan turis. Saya datang ke pulau Anda ini dengan maksud untuk menetap selama-lamanya di sini. Saya berharap bisa melukis di sini dan mengikuti cara hidup rakyat di sini yang damai dan tenteram. Saya sudah tidak tahan lagi tinggal di hotel Belanda yang penuh dengan turis, dan karenanya berangkat ke pedalaman dengan ikrar bahwa dengan bantuan dewata saya akan tinggal di mana mobil saya berhenti karena kehabisan bensin (hal 38).

  Setelah mendengar percakapan K’tut Tantri dengan Anak Agung Nura, Raja berkata:

  (4) Apa yang sudah tersurat di langit, harus menjadi kehendak Dewata kadang- kadang sulit penafsirannya. Tetapi begitu sudah dimengerti, bahkan orang tolol pun takkan berani menganggapnya sepi. Kursa kau tidak kebetulan saja tiba di sini. Ini sudah tersurat, lama sebelum kau dilahirkan. Selamat datang,anakku (hal 39).

  K’tut Tantri menerima uluran tangan Raja. Raja tersenyum lebar mengetahui K’tut Tantri menerima tawarannya untuk tinggal di purinya. Tidak berselang lama, Raja menga ngkat K’tut Tantri sebagai anaknya yang keempat.

  (5) Sekarang aku mempunyai seorang putera dan tiga putri. Kau kami namakan K’tut yang dalam bahasa Bali berarti anak keempat. Segera akan kupanggil pedanda. Menurut adat leluhur kami, kau akan kami beri nama lain, yang akan merupakan nama yang ditakdirkan untukmu (hal 40).

  Peristiwa

  • – peristiwa seperti diatas yang menarik penulis untuk mengangkat novel Revolusi di Nusa Damai karya

  K’tut Tantri sebagai objek penelitian. Dalam beberapa kutipan di atas, K’tut Tantri dihadirkan oleh pengarang sebagai wanita yang memiliki karakter khas. K’tut Tantri dihadirkan

  4 K’tut Tantri diceritakan sebagai wanita yang memiliki karakter kuat untuk mencapai tujuan. Hal inilah yang membuat penulis memilih topik Citra Diri Wanita dalam Novel Revolusi di Nusa Damai.Penulis akan mengkaji struktur alur dan citra diri wanita dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya

  K’tut Tantri. Kajian ini akan diawali dengan kajian struktur alur. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan pendekatan sosiologi sastra untuk mencari dan mengetahui tentang citra diri wanita dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian yang ada di atas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1.2.1 Bagaimana analisis struktur alur dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri?

1.2.2 Bagaimana citra diri wanita tokoh utama dalam novel Revolusi di

  Nusa Damai karya

  K’tut Tantri?

1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Mendeskripsikan struktur alur dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri.

  1.3.2 Mendeskripsikan citra diri wanita tokoh utama dalam novel Revolusi di

   Nusa Damai Karya K’tut Tantri.

  5

  1.4 Manfaat Penelitian

  Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka dapat disimpulkan manfaat dari penelitian ini yaitu:

  1.4.1 Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai studi analisis terhadap karya sastra, terutama dalam bidang penelitian novel yang memanfaatkan teori sosiologi sastra.

  1.4.2 Hasil penelitian ini dapat menambah referensi penelitian karya sastra dan menambah wawasan kepada pembaca tentang citra diri wanita dengan tinjauan sosiologi sastra.

  1.5 Tinjauan Pustaka

  Novel ini pernah diresensi oleh Ratna Ariani di sebuah blog wordpress 17 Agustus 2008. Ratna Ariani menuliskan bahwa novel Revolusi di Nusa Damai adalah novel biografi dari penul is, yaitu K’tut tantri. Ia juga memaparkan dengan singkat tentang isi dari novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri

  (synopsis). Selain itu, Ratna Ariani juga memaparkan pendapatnya mengenai novel Revolusi di Nusa Damai. Menurutnya, novel ini cukup berharga sebagai sebuah dokumentasi sejarah. Banyak hal yang tidak kita temui diversi sejarah resmi kita. Tidak hanya sampai disitu, Ratna Ariani mengatakan bahwa bangsa Indonesia tidak dapat memahami sisi humanisme.Humanisme dan idealisme kalau terbentuknya dengan materialisme jadinya kalah atau menang manusia sekarang harus tanpa hati (http://tulisanperempuan.wordpress.com/2008/08/17/ktut-tantri-

  6 Sejauh pengamatan penulis belum ada yang menganalisis novel Revolusi

  di Nusa Damai dengan topik

  citra diri wanita pada tokoh K’tut Tantri. Novel

  

Revolusi di Nusa Damai merupakan pengalaman hidup (biografi) pengarang. Hal

  inilah yang menarik penulis untuk mengangkat novel Revolusi di Nusa Damai dengan topik citra diri wanita pada tokoh K’tut Tantri.

1.6 Kerangka Teori

  Dalam melakukan suatu penelitian, khususnya dalam bidang sastra, diperlukan teori-teori atau pendekatan yang tepat sesuai dengan objeknya.

  Pendekatan ini dapat digunakan sebagai cara analisis karya sastra yang diharapkan mendukung keberhasilan sebuah penelitian.

1.6.1 Teori Struktur Alur

  Alur adalah urut-urutan cerita dalam sebuah kaya sastra yang membangun terjadinya kesinambungan isi sebuah karya sastra. Menurut Nurgiyantoro (2007:149), tahapan alur dibedakan menjadi lima bagian tahapan, yaitu (1) tahap

  

situation atau tahap penyituasian, (2) tahap generating circumstances atau tahap

  pemunculan konflik, (3) tahap rising action atau tahap peningkatan konflik, (4) tahap climax atau tahap klimaks, (5) tahap denouement atau tahap penyelesaian.

  7 Tahap penyituasian adalah tahap yang berisi tentang pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembuka cerita, pemberi informasi awal, dan lain-lain yang terutama berfungsi untuk melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya (Nurgiyantoro, 2007:149).

  Tahap pemunculan konflik adalah tahap awal munculnya masalah dan peristiwa yang menimbulkan terjadinya konflik. Konflik itu sendiri akan berkembang atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Pemunculan konflik pada tahap ini akan berkesinambungan dengan konflik- konflik pada tahap berikutnya (Nurgiyantoro, 2007:149).

  Tahap peningkatan konflik akan memicu terjadinya konflik-konflik yang semakin menegangkan dan intensitasnya semakin ditingkatkan. Peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan. Konflik yang terjadi meliputi, internal, eksternal, ataupun keduanya (Nurgiyantoro, 2007:149).

  Tahap klimaks adalah tahap ketika konflik atau pertentangan-pertentangan ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan terjadinya komflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks (Nurgiyantoro, 2007:150).

  8 Tahap penyelesaian muncul ketika konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik lain juga diberi jalan keluar untuk penyelesaian (jika ada), seperti sub-sub konflik atau konflik- konflik tambahan (Nurgiyantoro, 2007:150).

1.6.2 Sosiologi Sastra

  Sosiologi mempelajari masyarakat dalam keseluruhannya, bukan suatu segi khusus masyarakat. Terutama berhubungan dengan studi tentang interaksi dan interelasi antar manusia. Sosiologi sastra dengan sendirinya mempelajari masyarakat dan mempelajari sifat hubungan antar anggota masyarakat sastra (Sumarjo, 1979:11). Sosiologi sastra merupakan suatu ilmu interdisipliner antara sosiologi dengan ilmu sastra (Wiyatmi, 2006:30). Sosiologi sastra mempelajari kaya sastra dari aspek teori dan fenomena sastra dan sekitarnya. Aspek-aspeknya meliputi norma-norma dan kecenderungan-kecenderungan dalam karya sastra, sedangkan ruang lingkupnya adalah karya sastra dan kehidupan sosial.

  Sosiologi sastra adalah studi ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial (Swingewood via Faruk, 2005:1). Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yaitu segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Metode sosiologi sastra berdasarkan prinsip bahwa karya sastra merupakan refleksi masyarakat pada zaman karya sastra itu ditulis, yaitu masyarakat yang

  9 melingkungi penulis, sebab sebagai anggotanya penulis tidak dapat lepas darinya (Pradopo, 2002:22).

  Metode yang dipergunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra. Pendekatan ini mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan (Damono, 1978:2).

1.6.3 Citra Diri Wanita

  Citra adalah rupa, gambar, gambaran. Citra merupakan gambaran yang dimliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk.

  Citra juga disebut kesan mental atau bayangan visual yang ditimbukan oleh subuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas di karya prosa dan puisi (KBBI, 1990:169).

  Citraan berarti cara membentuk citra mental pribadi atau gambaran sesuatu (Moeliono via Sugihastuti, 2000:44). Citraan adalah gambaran-gambaran angan atau pikiran. Setiap gambaran pikiran disebut citra. Citra artinya rupa, gambaran; dapat berupa gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi.

  Yang dimaksud citra wanita adalah semua wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh wanita (Sugihastuti, 2000:45).

  Citra diri wanita terwujud sebagai sosok individu yang mempunyai pendirian dan pilihan sendiri atas berbagai aktivitasnya berdasarkan kebutuhan-

  10 kebutuhan pribadi maupun sosialnya. Wanita mempunyai kemampuan untuk berkembang dan membangun dirinya. Berdasarkan pola pilihannya sendiri, wanita bertanggung jawab atas potensi diri sendiri sebagai makhluk individu. Citra diri wanita memperlihatkan bahwa apa yang dipandang sebagai prilaku wanita bergantung pada bagaimana aspek fisik dan psikis diasosiasikan dengan nilai yang berlaku dalam masyarakat (Sugihastuti, 2000:112-113).

1.7 Metode penelitian

  Metode adalah suatu cara untuk mencapai suatu tujuan penelitian dalam menyampaikan hasil analisis menggunakan metode deskripsi. Metode deskripsi yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian. Metode deskripsi dilakukan mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2008:53).

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

  Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka. Data-data yang penulis dapat melalui metode studi pustaka dengan cara membaca buku-buku referensi yang mendukung penelitian. Dalam metode ini digunakan metode catat, yaitu dengan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan topik penelitian.

  11

  1.7.2 Metode Analisis Data

  Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode deskripsi dan metode analisis isi. Dalam metode ini penulis membuat deskripsi dengan mencata, kemudian menganalisis dan menginterpretasikan data yang diteliti. Untuk melakukan metode deskripsi penulis sebelumnya membaca novel yang akan dianalisis dan mencari rumusan masalah yang akan diteliti. Metode analisis isi digunakan untuk memaparkan gambaran citra diri wanita dalam novel Revolusi di Nusa Damai (Ratna, 2008:53,48-49).

  1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

  Pasca menganalisis data, penulis menggunakan metode deskripsi untuk menyajikan hasil analisis data. Dalam penelitian ini digunakan metode deskripsi untuk memaparkan keseluruhan hasil penelitian.

  1.7.4 Sumber Data

  Judul buku : Revolusi di Nusa Damai Pengarang

  : K’tut Tantri Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit : 2006 Tebal halaman : 363 halaman

  12

1.8 Sistematika Penyajian

  Untuk mempermudah pemahaman tentang penelitian ini, peneliti menyusun ke dalam empat bab, yaitu : Bab I merupakan pendahuluan, yang berisi uraian tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan pembahasan yang berisi analisis struktur alur dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri. Bab III merupakan pembahasan citra diri wanita pada tokoh K’tut Tantri dalam novel Revolusi di

  Nusa Damai

  karya K’tut Tantri. Bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

BAB II ANALISIS STRUKTUR ALUR NOVEL REVOLUSI DI NUSA DAMAI KARYA K’TUT TANTRI Untuk dapat mengetahui citra diri wanita, penulis terlebih dahulu

  menganalisis struktur dari novel Revolusi di Nusa Damai. Karya sastra terbagi dalam berbagai macam unsur yang terkandung dalam sebuah struktur novel. Pada bab ini penulis hanya akan memaparkan analisis unsur alur dalam novel Revolusi

  di Nusa Damai

  karya K’tut Tantri. Analisis unsur alur dilakukan agar dapat mendeskripsikan citra diri wanita yang terdapat dalam novel Revolusi di Nusa

  

damai . Alur merupakan kerangka dari karya sastra. Di dalam alur terkandung

  semua unsur yang membentuk karya sastra. Misalnya, tokoh, alur, tema, latar, dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis menganalisis unsure alur dalam novel

  Revolusi di Nuda Dalai karya K’tut Tantri.

2.1 Alur

  Analisis unsur alur dibagi menjadi beberapa tahap. Menurut Nurgiyantoro (2007:149), tahap analisis alur dibagi menjadi lima tahap, yaitu (1) tahap situation atau tahap penyituasian, (2) tahap generating circumstances atau tahap pemunculan konflik, (3) tahap rising action atau tahap peningkatan konflik, (4) tahap climax atau tahap klimaks, (5) tahap denouement atau tahap penyelesaian.

2.1.1 Tahap Situation (tahap penyituasian)

  Novel Revolusi di Nusa Damai menggunakan sudut pandang orang pertama atau “Aku-an”, dengan “aku” sebagai tokoh utama, yaitu K’tut Tantri.

  Tahap situation berisi gambaran mengenai keluarga dan nenek moyangnya K’tut Tantri. Ia menceritakan perihal nenek moyangnya, perempuan yang dimasukkan ke dalam tong dan digulingkan ke dalam lereng Snaefell. Nenek moyangnya dituduh atau diduga sebagai seorang penyihir. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:

  (6) Salah satu kisah yang pertama-tama kudengar dari ibuku semasa aku masih kanak- kanak, ialah tentang tong yang jatuh berguling-guling sampai ke dasar lereng Snaefell. Sisi dalam lorong itu penuh paku yang tertancap mengarah ke dalam. Tong itu tidak kosong. Moyangku yang perempuan meringkuk di dalamnya. Ia dimasukkan ke situ hidup-hidup, karena didakwa bahwa ia penyihir. Menurut kisah orang Man, di tempat tong itu berhenti berguling, dimana tanah gersang tak berair, tiba-tiba terjelma sebatang pohon yang indah sekali. Ketika masih kanak-kanak, aku merasa bisa melihat pohon itu. (hlm. 9).

  Dalam kutipan di atas terdeskripsikan jika nenek moyang K’tut Tantri diduga sebagai seorang penyihir. Dalam kutipan di atas, terdeskripsikan juga peristiwa dimasukkannya si nenek ke dalam tong. Dalam bercerita, penulis tidak memaparkan nama asli tokoh utama. Setelah bercerita tentang keluarga dan nenek moyangnya, K’tut Tantri bercerita tentang bagaimana ia bisa tertarik dengan Bali. Dalam novel, dideskripsikan jika suatu sore saat hujan pada tahun 1932, K

  ’tut Tantri berjalan di depan sebuah gedung bioskop kecil yang saat itu sedang memutar sebuah film luar negeri yang berjudul Bali, Surga Terakhir. Ia tertegun dan tertarik untuk menonton. Setela h menonton, K’tut Tantri memberikan suatu

  (7) Aku terpesona. Film itu penuh dengan kedamaian, kelegaan hati, keindahan, dan rasa kasih yang dipancarkan kehidupan petani di desa. Ya, saat itulah aku menemukan bentuk kehidupan yang kudambakan. Saat itu kukenali kehidupan yang kuidamkan. Keputusanku datang dengan tiba-tiba, tetapi tidak bisa diubah lagi. Saat itu aku merasa bahwa takdirku sudah menentukan demikian. Aku merasakan adanya suatu dorongan, yang sama sekali tak ingin kuelakkan (hlm. 11).

  K’tut Tantri benar-benar tertarik untuk pergi ke Bali. Akhirnya ia berangkat menuju Bali. Dari New York ia berangkat dengan menumpang kapal menuju Batavia. Kisah perjalanan dimulai dengan mengendarai mobil seorang diri menyusuri jalan di Pulau Jawa yang gelap dan rawan dengan perampok yang kapan saja siap merampok.

  Beruntung K’tut Tantri bertemu dengan seorang anak kecil yang bernama Pito, seorang anak yang menjadi penunjuk jalannya menuju pulau dewata, Bali.

  Namun, Pito tidak bisa menemani perjalanan K’tut Tantri sampai di Pulau Bali. Pito hanya mengantar sampai pelabuhan, ia merasa Bali bukan tempatnya dan Bali tidak pantas untuknya. K’tut Tantri melanjutkan perjalanan menuju Bali seorang diri dengan menumpang sebuah kapal.

  K’tut Tantri melanjutkan perjalanan dengan mengendarai mobil. Sepertinya kehidupan K’tut Tantri sudah ditentukan oleh dewa-dewa Bali ketika bahan bakar mobilnya habis dan berhenti di sebuah puri Kerajaan di Bali. Seperti yang tergambar berikut:

  (8) Akhirnya mobilku terbatuk-batuk sebentar, lalu berhenti meluncur. Saat itu aku berada di sebuah desa kuno yang indah, tinggal di atas daerah berbukit, di sisi luar tembok batu bata merah berukir-ukir, dengan gerbang tak berambang yang kedua sisinya dijaga empat patung dewa Bali yang terbuat dari batu. Di balik tembok batu bata itu tampak bangunan yang kelihatannya seperti pura misterius, terlindung di

  Pengarang memaparkan kejadian saat tokoh utama memasuki puri dan bertemu dengan seorang lelaki. Lelaki itu adalah Anak Agung Nura, putra raja Bali.

  K’tut Tantri merasa heran jika ada seorang pribumi Bali yang bisa berbahasa Inggris. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut: (10) Ah, Anda bisa berbahasa Inggris? Mata hitamnya yang besar berkilat jenaka.

  Yah, apanya yang aneh jika orang bias berbahasa Inggris? Katanya. Kami ada juga yang pernah bersekolah di luar negeri. Betul, kataku. Saya tadi hanya agak heran, mendengar orang berbahasa Inggris di desa yang begitu terpencil (hlm. 37).

  K’tut Tantri ditawari untuk tinggal di puri ayahnya. Dengan malu dan perasaan tidak enak, K’tut Tantri menolak tawaran Anak Agung Nura. K’tut Tantri merasa tidak enak kalau harus tinggal di puri dan tinggal bersama keluarga raja Bali.

  Meskipun Anak Agung Nura sudah menjelaskan bahwa nasib K’tut Tantri telah ditentukan oleh para dewa, K’tut Tantri tetap merasa tidak enak untuk menerima permintaan Anak Agung Nura dengan begitu saja. K’tut Tantri mengutarakan keinginannya untuk tinggal di desa saja.

  Dengan berbincang- bincang, K’tut Tantri dibimbing Anak Agung Nura ke pelataran tempat ayahnya duduk bersama para bangsawannya. Anak Agung Nura bercerita dengan singkat kepada ayahnya mengenai percakapan singkatnya dengan K’tut Tantri. Ia juga bercerita tentang pembangkangan K’tut Tantri terhadap birokrasi Belanda. Setelah mendengar cerita singkat dari anaknya, raja diam sejenak dan berkata:

  (11) Apa yang sudah tersurat di langit, harus menjadi kehendak Dewata kadang- kadang sulit penafsirannya. Tetapi begitu sudah dimengerti, bahkan orang tolol pun takkan berani menganggapnya sepi. Kurasa kau tidak kebetulan saja tiba di puriku ini. Ini sudah tersurat, lama sebelum kau dilahirkan. Selamat datang, anakku (hlm. 39).

  Setelah mendengar ucapan raja, K’tut Kantri tidak berani untuk menolak uluran tangan raja (bantuan Raja). Ia tidak berani karena akan menimbulkan kemurkaan Dewata.

  K’tut Tantri merasa harus tinggal di puri raja selaku anak seorang raja Bali seperti yang tergambar berikut:

  (12) Tawaran itu kuterima dengan ucapan terima kasih berkali-kali. Dengan segera aku dibawa raja serta putranya ke bagian lain dari pekarangan puri itu, di mana aku secara resmi diperkenalkan pada istrinya yang pertama. Wanita itu baik hati, tetapi sangat pemalu. Ia ditemani dua putrinya. Dua gadis belasan tahun yang manis-manis. Keduanya belum menikah dan sama pemalunya seperti ibu mereka (hlm. 40).

  Sete lah memperkenalkan K’tut Tantri secara resmi pada istrinya yang pertama, raja tersenyum lebar dan mengatakan:

  (13) Sekarang aku mempunyai seorang putra dan tiga putri. Gaya bahasa laki-laki tua begitu riang, sehingga aku cenderung beranggapan bahwa ia hanya berkelakar.

  Tetapi kemudian suaranya menjadi serius.

  Kau kami namakan K’tut, yang dalam bahasa Bali berarti anak ke empat. Segera akan kupanggil pendana. Menurut adat leluhur kami, kau akan kami beri nama lain, yang akan merupakan nama yang ditakdirkan untukmu (hlm. 40).

  Akhirnya K’tut Tantri menjadi anak ke empat raja Bali dan menjadi bagian dari keluarga Anak Agung Nura. Ia benar-benar merasa bahwa takdirnya adalah menjadi bagian dari keluarga raja seperti yang telah ditakdirkan oleh Dewata. K’tut tantri tidak bisa memungkiri takdir yang telah diberikan oleh Dewata

  Pada tahap penyituasian novel ini mendeskripsikan tentang memori K’tut Tantri mengenai nenek moyangnya. Selain itu, penulis mengisahkan tentang tokoh utama yang tertarik dengan Pulau Bali. Ketertarikan tokoh utama dengan Pulau Bali mengakibatkan keinginan tokoh utama pergi dan melakukan perjalanan menuju Pulau Bali. Penulis memaparkan dengan jelas mengenai perjalanan tokoh utama saat tiba di Pulau Bali dan tinggal di puri raja Bali.

2.1.2 Tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik)

  Tahap pemunculan konflik yang terdapat dalam novel Revolusi di Nusa

  Damai

  berisi kisah K’tut Tantri ketika mendapat surat resmi dari Kontrolir Klungkung. Kontrolir Klungkung tel ah mengetahui keberadaan K’tut Tantri di puri raja Bali seperti yang tergambar berikut:

  (14) Pada hari kami akan berjalan-jalan di desa, seorang pesuruh datang mengantarkan sepucuk surat yang kelihatannya resmi. Surat itu disampaikan pada Nura, yang melihat alamat yang tertulis di situ sepintas lalu. Ini untukmu! Katanya dengan nada agak heran. Kubuka sampul surat itu. Isinya dalam bahasa Belanda. Coba tolong katakana maksudnya! Nura membaca surat itu, lalu menoleh ke arahku. Cepat sekali berita tersirat. Kontrolir klungkung sudah tahu bahwa kau ada di sini. Kau dimintanya selekas mungkin datang ke kantornya, dengan membawa paspor (hlm. 43-44).

  K’tut Tantri menjelaskan kepada Nura bahwa K’tut sudah menunjukkan paspornya pada kontrolir di Denpasar. Ia merasa jengkel dan merasa bahwa ini adalah tindakan sewenang- wenang. K’tut tidak mau pergi ke Klungkung untuk menghadap kontrolir hanya untuk menunjukkan paspor.

  Anak Agung Nura dan K’tut Tantri berdebat mempermasalahkan menjelaskan bahwa Belanda yang menentukan segala seseuatu di sini, Bali. Ia juga menjelaskan bahwa K’tut Tanti tidak boleh remeh mereka, Belanda. Seluruh masyarakat Bali dan keluarga raja sudah menyadari bahwa sebaiknya bersikap diplomatis. Nura menjelaskan degan tegas, Belanda bisa merepotkan seluruh masyarakat Bali, keluarga raja, maupun

  K’tut Tantri. Orang Belanda tidak suka jika ada wanita kuli t putih bergaul akrab dengan orang Bali. K’tut Tantri mulai menyadari hal itu dan memutuskan untuk berangkat menghadap kontrolir

  Klungkung seperti yang tergambar berikut:

  (15) Aku bingung. Tetapi kusadari saat itu, tidak ada pilihan lain bagiku. aku mengisi bensin dari persediaan yang ada di puri, lalu berangkat dengan perasaan enggan ke Klungkung. Aku tidak tahu apa yang akan kudengar di situ. Mungkin kediamanku di puri hanya merupakan impian indah belaka (hlm. 44).

  Setelah kedatangannya di Klungkung, K’tut Tantri tidak dibiarkan menunggu terlalu lama karena kontrolir ingin cepat- cepat berbicara dengan K’tut.

  Kontrolir berbicara dengan agak terbata-bata ketika menjelaskan alasan K’tut di panggil ke Klungkung.

  Kontrolir Klungkung menjelaskan bahwa pemerintah kolonial Belanda tidak suka jika ada orang kulit putih berbaur dengan masyarakat pribumi. Bangsa Belanda memerintah masyarakat pribumi dan menentukan kedudukan mereka dan membiarkan mereka sendiri. Penjelasan Kontrolir tersebut tergambar dalam kutipan berikut:

  (16) Anda diminta datang ke kantor ini atas perintah kontrolir Denpasar, katanya. Ia telah memberitahu Anda bahwa pemerintah kolonial Belanda akan menaggapi secara serius kepergian Anda dari Den Pasar, untuk hidup di kalangan penduduk dengan jalan menentukan kedudukan mereka lalu membiarkan mereka sendiri. Apa yang akan terjadi menurut pendapat Anda, apabila mereka sampai beranggapan bahwa bangsa kulit putih memandang mereka sederajat? Anda, seorang wanita kulit putih, mau menerima ajakan keluarga pribumi…” Ia terbata- bata, seperti mobil kehabisan bensin (hlm. 45).

  Perdebata n K’tut dengan kontrolir berjalan begitu panjang dan tetap pada pendirian masing-masing. Kontrolir juga menjelaskan, raja Bali identik dengan istri banyak atau istri lebih dari satu. Ia berusaha menakuti K’tut dengan cara memberi wacana kepada K’tut tentang kebiasaan raja memiliki istri banyak atau lebih dari satu. Kontrolir memberikan contoh raja Karangasem yang memiliki istri paling sedikit empat puluh.

  Kontrolir juga menjelaskan apaka h K’tut tidak takut jika santet karena kecemburuan dari perempuan pribumi. Dengan berlagak bijak, kontrolir berkata bahwa pihak resmi berkewajiban untuk melindungi orang kulit putih dari hal semacam itu.

  Menurut kontrolir, K’tut menempatkan diri dalam kedudukan yang sangat berbahaya, karena tinggal di dalam puri raja. Wanita di situ sangat pandai bermain santet , apalagi K’tut tidak bisa memahami bahasa mereka.

  Ucapan kontrolir dibantah oleh K’tut tantri. K’tut membalas ucapan kontrolir dengan mengatakan kalau dengan berjalannya waktu bisa belajar bahasa Bali.

Dokumen yang terkait

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 0 139

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sastra Indonesia

0 0 97

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sastra Indonesia

0 0 153

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 0 129

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 0 91

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 0 180

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 3 83

MOTIVASI DARURAT YANG DILAKUKAN TOKOH WISANGGENI DALAM NOVEL WISANGGENI SANG BURONAN KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sastra Indonesia

0 0 99

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 0 119

ANALISIS ALUR, TOKOH DAN PENOKOHAN, DAN LATAR DALAM NOVEL TIBA TIBA MALAM KARYA PUTU WIJAYA Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 1 79