Efisiensi Bank Di Indonesia Dengan Data Envelopment Analysis (DEA) Saat Krisis Dan Setelah Krisis

SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

commit to user

DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) SAAT KRISIS DAN SETELAH KRISIS Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret.

Krisis global memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pasar keuangan global termasuk sistem keuangan perbankan di Indonesia. Faktor kinerja memegang peranan penting bagi keberlangsungan sistem perbankan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran kinerja melalui efisiensi.

Tujuan dari penelitian ini adalah melihat dampak kebijakan BI dengan memperhatikan efisiensi 10 bank terbesar di Indonesia saat krisis, saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis. Efisiensi 10 bank diukur dengan data envelopment analysis (DEA) dan hasil efisiensi pada ketiga tahun tersebut dibandingkan dengan uji Kruskal-Wallis.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa bank yang selalu memiliki efisiensi 100% saat krisis, saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis adalah Bank Panin. Namun demikian, berdasarkan uji Kruskal-Wallis dengan tingkat signifikansi

= 0,05 dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata efisiensi 10 bank pada ketiga tahun tersebut.

Kata kunci: efisiensi perbankan, DEA, uji Kruskal-Wallis.

commit to user

DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) DURING THE CRISIS AND AFTER CRISIS, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Maret University.

The global crisis had a significant influence on global financial markets including the banking financial system in Indonesia. Performance factors play an important role for the sustainability of the banking system. Therefore, it is necessary to measure performance through efficiency.

The purpose of this research is to see the impact of BI's policy with respect to efficiency of 10 largest banks in Indonesia during the crisis, while one year after the crisis and during the two years after the crisis. Efficiency of 10 banks is measured by Data Envelopment Analysis (DEA) and the efficiency of the third year is compared by the Kruskal-Wallis test.

The results indicate that the bank always has an efficiency of 100% during the crisis, while one year after the crisis and during the two years after the crisis is Bank Panin. Eventough, based on the Kruskal-Wallis test with significance level α = 0.05, it can be concluded there is no difference in the average efficiency of 10 banks in the third year.

Keywords: efficiency of banking, Data Envelopment Analysis, Kruskal-Wallis test.

commit to user

1. Tidak ada kata gagal, yang ada hanyalah menyerah untuk menjadi lebih baik.

2. Sehari kuatir lebih melelahkan daripada seminggu kerja. (John L ubbock)

commit to user

Skripsi ini kupersembahkan untuk Alm. Ayah yang kusayangi, Ibu dan kakak yang selalu mendoakanku.

commit to user

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada

1. Irwan Susanto, DEA selaku Pembimbing I dan Dra. Purnami Widyaningsih, M.App.Sc selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi,

2. Temanku Ririn yang telah memberikan masukan terkait dengan penulisan skripsi.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Surakarta, Januari 2012

Penulis

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

18

4.1. Data Input dan Output Bank ............................................................ 18

4.2. Pengukuran Efisiensi dengan DEA .................................................. 21

4.2.1. Virtual Input dan Virtual Output ............................................ 21

4.2.2. Program Linear ..................................................................... 22

4.2.3. Penyelesaian Maksimum ...................................................... 24

4.2.4. Efisiensi Perbankan .............................................................. 25

4.3. Uji Kruskal-Wallis .......................................................................... 29

V. PENUTUP

32

5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 32

5.2. Saran ............................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA

34

commit to user

2.1 Data sampel .................................................................................. 11

4.1 Statistik deskriptif data input dan output 10 bank ............................ 19

4.2 Input dan output 10 bank saat krisis ................................................. 20

4.3 Penyelesaian maksimum 10 bank untuk bulan Januari saat krisis ..... 25

4.4 Efisiensi 10 bank per bulan saat krisis (dalam persen) ..................... 26

4.5 Efisiensi 10 bank per bulan saat satu tahun setelah krisis (dalam per- sen) ................................................................................................. 27

2.6 Efisiensi 10 bank per bulan saat dua tahun setelah krisis (dalam per- sen) ................................................................................................. 28

2.7 Nilai median, rata-rata rank, interval konfidensi selisih dua mean dan nilai efisiensi 10 bank saat krisis, saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis ............................................................ 29

5.1 Rata-rata efisiensi 10 bank saat krisis, saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis ...................................................... 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 memberikan pengaruh yang signifikan di pasar keuangan global. Di berbagai negara, aliran dana dan kredit terhenti, transaksi dan kegiatan ekonomi sehari-hari terganggu. Aliran dana keluar (capital outflow) terjadi secara besar-besaran. Indonesia yang saat krisis tidak memberlakukan penjaminan dana nasabah secara menyeluruh, menderita capital outflow lebih parah dibanding negara-negara tetangga yang menerapkan penjaminan dana nasabah secara penuh (blankeet guarantee). Aliran dana keluar tersebut membuat likuiditas di dalam negeri semakin menipis dan bank-bank mengalami kesulitan mengelola arus dananya. Situasi krisis pada saat itu juga sangat mempengaruhi sirkulasi dana pada bank-bank berskala besar. Berdasarkan laporan humas Bank Indonesia (2010), pada Oktober 2008 ada tiga bank besar BUMN yakni PT Bank Mandiri Tbk., PT Bank Negara Indonesia Tbk., dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. meminta bantuan likuiditas dari pemerintah masing-masing 5 triliun rupiah. Total dana untuk menginjeksi ketiga bank tersebut sebesar 15 triliun rupiah. Dana tersebut bersumber dari uang pemerintah yang berada di Bank Indonesia (BI). Kondisi tersebut semakin diperparah oleh adanya kasus Bank Century yang telah merugikan pemerintah senilai 6,7 triliun rupiah. Bank Century mengalami kalah kliring sehingga tidak bisa membayar dana permintaan dari nasabah dan dinyatakan sebagai bank gagal pada tanggal 20 Nopember 2008 oleh BI. Berdasarkan laporan yang ada dalam Sekretariat Negara Republik Indonesia ( http://www.setneg.go.id , 2011) BI mengeluarkan 3 kebijakan untuk meminimumkan dampak krisis global tersebut. Pertama, kebijakan dalam sektor moneter yaitu BI mengarahkan kebijakan pada penurunan tekanan inflasi. Kenaikan harga BBM sempat mendorong inflasi mencapai 12,14 persen pada bulan September 2008. Untuk mengantisipasi Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 memberikan pengaruh yang signifikan di pasar keuangan global. Di berbagai negara, aliran dana dan kredit terhenti, transaksi dan kegiatan ekonomi sehari-hari terganggu. Aliran dana keluar (capital outflow) terjadi secara besar-besaran. Indonesia yang saat krisis tidak memberlakukan penjaminan dana nasabah secara menyeluruh, menderita capital outflow lebih parah dibanding negara-negara tetangga yang menerapkan penjaminan dana nasabah secara penuh (blankeet guarantee). Aliran dana keluar tersebut membuat likuiditas di dalam negeri semakin menipis dan bank-bank mengalami kesulitan mengelola arus dananya. Situasi krisis pada saat itu juga sangat mempengaruhi sirkulasi dana pada bank-bank berskala besar. Berdasarkan laporan humas Bank Indonesia (2010), pada Oktober 2008 ada tiga bank besar BUMN yakni PT Bank Mandiri Tbk., PT Bank Negara Indonesia Tbk., dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. meminta bantuan likuiditas dari pemerintah masing-masing 5 triliun rupiah. Total dana untuk menginjeksi ketiga bank tersebut sebesar 15 triliun rupiah. Dana tersebut bersumber dari uang pemerintah yang berada di Bank Indonesia (BI). Kondisi tersebut semakin diperparah oleh adanya kasus Bank Century yang telah merugikan pemerintah senilai 6,7 triliun rupiah. Bank Century mengalami kalah kliring sehingga tidak bisa membayar dana permintaan dari nasabah dan dinyatakan sebagai bank gagal pada tanggal 20 Nopember 2008 oleh BI. Berdasarkan laporan yang ada dalam Sekretariat Negara Republik Indonesia ( http://www.setneg.go.id , 2011) BI mengeluarkan 3 kebijakan untuk meminimumkan dampak krisis global tersebut. Pertama, kebijakan dalam sektor moneter yaitu BI mengarahkan kebijakan pada penurunan tekanan inflasi. Kenaikan harga BBM sempat mendorong inflasi mencapai 12,14 persen pada bulan September 2008. Untuk mengantisipasi

Setelah diberlakukannya kebijakan tersebut, kondisi perbankan di Indonesia diharapkan saat setelah krisis mengalami peningkatan dibandingkan pada saat krisis berlangsung. Kondisi suatu bank dapat dilihat dari efisiensi bank tersebut (Lestari, 2002). Efisiensi suatu bank dimaksudkan untuk mengukur keberhasilan unit bank tersebut. Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, sebuah bank dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan output yang maksimum dengan input yang ada atau mendapatkan input yang minimum dengan output tertentu (Sugiarto, 2003). Pendekatan parametrik misalnya stochastic frontier analysis (SFA) atau distribution free approach (DFA) dan pendekatan nonparametrik misalnya data envelopment analysis (DEA) dapat digunakan untuk pengukuran efisiensi tersebut (Mahadevan, 2003). SFA dan DFA adalah suatu analisis parametrik yang melibatkan efek inefisiensi sebagai komponen eror (Aigner et al., 1977). Sedangkan DEA adalah analisis nonparametrik yang merupakan pengembangan dari matematika program linear (Charnes et al, 1978). Penelitian ini menggunakan pendekatan dengan DEA karena memiliki kelebihan dibanding pendekatan parametrik yaitu dapat mengukur efisiensi relatif dengan multiinput dan multioutput. Selain itu, pengukuran efisiensi dengan DEA tidak membutuhkan jenis fungsi (bentuk distribusi) dan lebih sedikit data yang dibutuhkan (Abidin, 2007).

Penelitian tentang pengukuran efisiensi telah cukup banyak dilakukan. Tiga diantaranya dilakukan oleh Lien dan Tseng (2005), Endri (2008) dan Yuniarti (2008).

Lien dan Tseng (2005) menerapkan analisis DEA dan SFA dalam mengukur efisiensi pelabuhan internasional di 27 negara. Endri (2008) mengevaluasi efisiensi teknis perbankan syariah dengan SFA. Yuniarti (2008) mengukur efisiensi bank berstratifikasi di Indonesia dengan DEA dengan tiga input yaitu biaya bunga, biaya nonbunga dan biaya personalia sedangkan outputnya adalah pendapatan bunga dan pendapatan nonbunga. Penelitian tersebut menunjukkan rata-rata efisiensi bank berstratifikasi mengalami peningkatan dari tahun 2005 sampai tahun 2007.

Dalam pengukuran efisiensi pemilihan variabel input dan variabel output merupakan langkah yang penting karena dapat mempengaruhi hasil evaluasi kinerja. Terdapat 2 pendekatan yang digunakan dalam pemilihan variabel input dan variabel output yaitu pendekatan intermediasi dan pendekatan operasional (Barr et al., 2002). Pendekatan intermediasi menekankan sejauh mana bank sebagai lembaga intermediasi berfungsi untuk mengumpulkan dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan meminjamkan kembali kepada pihak yang membutuhkan dana. Pendekatan operasional lebih menekankan pada perspektif manajemen biaya atau pendapatan. Pendekatan intermediasi telah digunakan Setyastuti (2005) dalam menentukan variabel input dan variabel output. Pemilihan variabel dalam penelitian ini menggunakan pendekatan operasional mengacu pada penelitian Yuniarti (2008). Variabel input adalah biaya bunga, biaya nonbunga dan biaya personalia, sedangkan variabel output adalah pendapatan bank. Akan tetapi, untuk menentukan efisiensi bank di Indonesia penulis memilih 10 bank terbesar di Indonesia berdasarkan jumlah modal dan pangsa pasar pada tahun 2010. Guna mengetahui efek pemberlakuan kebijakan BI, efisiensi 10 bank tersebut perlu diukur pada saat krisis yaitu tahun 2008 dan setelah krisis. Saat satu tahun setelah krisis adalah tahun 2009 dan saat dua tahun setelah krisis adalah tahun 2010.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana efisiensi 10 bank terbesar di Indonesia saat krisis, saat satu tahun setelah Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana efisiensi 10 bank terbesar di Indonesia saat krisis, saat satu tahun setelah

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah menentukan efisiensi 10 bank terbesar di Indonesia saat krisis, saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis dengan DEA dan menentukan dampak kebijakan BI terhadap kondisi perbankan di Indonesia jika dilihat dari efisiensinya.

1.4.Manfaat Penelitian

Dengan memperhatikan tujuan penulisan manfaat yang diharapkan yaitu dapat memberikan wawasan dan pemahaman tentang efisiensi keuangan suatu bank serta dapat mengetahui dampak pemberlakuan kebijakan BI terhadap kondisi perbankan di Indonesia.

BAB II LANDASAN TEORI

Pada landasan teori ini dibahas dua subbab yaitu tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran.

2.1. Tinjauan Pustaka

Berikut diberikan beberapa konsep dan pengertian yang mendasari dilakukannya penelitian ini. Konsep dan pengertian yang digunakan meliputi pengertian tentang bank, efisiensi dalam perbankan, program linear, DEA, uji Kruskal-Wallis dan interval konfidensi selisih dua mean rank.

2.1.1 Bank

Secara sederhana bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya (Kahsmir, 2002). Dengan demikian bank adalah lembaga keuangan yang usahanya menyerap dana dari kelompok masyarakat yang berlebihan dana dan menyalurkannya kepada kelompok masyarakat yang kekurangan dan membutuhkan dana tersebut serta memenuhi persyaratan tertentu untuk diberikan bantuan dana tersebut. Menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, pada pasal 1 disebutkan bahwa bank adalah bentuk dana usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan. Penyaluran kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Sedangkan dalam pasal 2 disebutkan bahwa bank umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan tiga fungsi utama bank dalam pembangunan ekonomi.

1. Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan.

2. Bank sebagai lembaga yang menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit.

3. Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan peredaran uang.

Bank dan lembaga bukan bank mempunyai peranan penting dalam sistem keuangan, peranan tersebut adalah

1. pengalihan aset (Asset transmutation) perbankan berfungsi dalam memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Sumber dana pinjaman tersebut diperoleh dari para pemilik dana yang disimpan di bank yaitu unit surplus yang mempercayakan dananya untuk dikelola bank. Dalam hal ini perbankan telah berperan sebagai pengalih aset dari unit surplus (lenders) kepada unit defisit (borrowers),

2. memberi kemudahan untuk transaksi (Transaction) perbankan memberikan kemudahan bagi para pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa. Produk-produk barang dan jasa yang dikeluarkan oleh bank yang merupakan pengganti uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah seperti kartu ATM, kartu kredit, dan kartu debit,

3. menciptakan efisiensi (Efficiency) peranan bank dan lembaga keuangan bukan bank adalah mempertemukan pemilik dan pengguna modal. Lembaga keuangan memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak simetris antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif,

4. penjamin likuiditas (Liquidity) peran ini menunjukkan bahwa lembaga keuangan bank dapat meyakinkan kepada nasabahnya bahwa dana yang disimpan sebagai produk dengan tingkat likuiditas yang berbeda-beda, akan dikembalikan pada saat yang telah ditentukan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.

2.1.2 Efisiensi Bank

Menurut Lestari (2002), efisiensi merupakan parameter yang mendasari seluruh kinerja sebuah bank. Kemampuan menghasilkan output yang maksimum dengan input yang ada adalah ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, bank dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan output yang maksimum dengan input yang ada atau mendapatkan input yang minimum dengan output tertentu. Efisiensi dalam dunia perbankan adalah parameter yang banyak digunakan karena merupakan jawaban dari kesulitan-kesulitan dalam menghitung ukuran-ukuran kinerja.

Bank adalah suatu unit bisnis yang mencari keuntungan dimana pengukuran efisiensi berdasarkan tolok ukur secara ekonomi. Menurut Farrel (1957) terdapat dua pendekatan efisiensi secara ekonomi yaitu efisiensi alokatif dan efisiensi teknis. Efisiensi alokatif mencerminkan kemampuan perusahaan dalam penggunaan input yang tersedia dengan harga dan teknologi produksinya. Alat ukur yang biasa digunakan untuk mengevaluasi efisiensi alokatif adalah rasio keuangan. Rasio keuangan yang digunakan di banyak negara maju seperti Amerika Serikat adalah Capital (C), Asset Quality (A), Management (M), Earning (E), Liability (L) Sensitivity Market to Risk (S) atau yang biasa disingkat CAMELS. Sedangkan efisiensi teknis mencerminkan kemampuan dari perusahaan dalam memaksimumkan output yang dihasilkan dengan sejumlah input yang tersedia.

Pada awalnya evaluasi efisiensi diukur dengan rasio keuangan seperti yang terjadi di Indonesia. Tetapi menurut Oral dan Yolalan (1990) penilaian efisiensi tidak bisa dilakukan secara parsial seperti pengukuran rasio keuangan tetapi harus Pada awalnya evaluasi efisiensi diukur dengan rasio keuangan seperti yang terjadi di Indonesia. Tetapi menurut Oral dan Yolalan (1990) penilaian efisiensi tidak bisa dilakukan secara parsial seperti pengukuran rasio keuangan tetapi harus

pendekatan nonparametrik didasarkan pada program linear atau dikenal dengan Data Envelopment Analysis (DEA) .

2.1.3 Data Envelopment Analysis (DEA) Menurut Cooper et al. (2000), DEA adalah suatu analisis yang menggunakan

prinsip nonparametrik yang dikombinasikan dengan program matematik untuk mengukur efisiensi. Model DEA menggunakan asumsi Constant Return to Scale (CRS) untuk menaksir efisiensi relatif dari sebuah unit kegiatan ekonomi dengan

multiinput dan multioutput. Efisiensi dihitung dari

Pengertian dari

input dan

out put diberikan pada persamaan (2.1) dan (2.2).

(2.2) dengan menyatakan bobot input ke- ,

menyatakan input ke- dan = 1,2, …, sedangkan

menyatakan bobot output ke- ,

menyatakan output ke- , dan = 1,2, …, .

Bobot persamaan (2.1) dan (2.2) ditentukan melalui model optimasi berikut. Memaksimumkan

dengan kendala

Pada model (2.3) notasi menyatakan efisiensi, menyatakan input ke- bank ke- dan

menyatakan output ke- bank ke- .

Untuk mempermudah penyelesaian, model (2.3) ditransformasikan menjadi memaksimumkan

∗ dengan kendala

Suatu bank (*) atau bank yang sedang dicari efisiensinya dikatakan efisien jika =1 (Cooper et al., 2000).

2.1.4 Program Linear

Model (2.4) merupakan permasalahan program linear yang digunakan untuk mengukur efisiensi masing-masing bank. Program linear merupakan model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimum. Permasalahan dalam program linear merupakan permasalahan optimasi. Winston (1993) menjelaskan tiga karakteristik dalam permasalahan optimasi.

1. Mempunyai tujuan untuk meminimumkan atau memaksimumkan fungsi tujuan yang merupakan fungsi dari variabel keputusan.

2. Nilai dari variabel keputusan harus memenuhi semua kendala dimana setiap kendala merupakan persamaan linear atau pertidaksamaan linear.

3. Mempunyai pembatas tanda yang dikaitkan dengan setiap variabel.

Program linear merupakan permasalahan optimasi yaitu meminimumkan atau memaksimumkan fungsi tujuan dan kendala-kendalanya diberikan dalam bentuk linear dengan hubungan fungsional yang mempunyai bentuk

mengoptimumkan

dengan kendala

Metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan program linear adalah metode simpleks. Metode simpleks merupakan prosedur aljabar yang bersifat iteratif yang bergerak secara sistematis menuju titik optimum (Dimyati, 1994). Permasalahan program linear yang mempunyai kendala berbentuk sama dengan (=) dapat diselesaikan dengan teknik dua fase (Taha, 1993). Pada teknik dua fase, permasalahan program linear diselesaikan melalui dua tahap. Pada tahap pertama fungsi tujuan semula diganti dengan meminimumkan jumlah variabel semu. Jika nilai minimum fungsi tujuan nol artinya permasalahan memiliki penyelesaian yang fisibel maka dilanjutkan tahap dua. Pada tahap dua penyelesaian basis optimum dari tahap pertama digunakan sebagai penyelesaian awal bagi persoalan semula. Kemudian dilakukan iterasi sampai didapatkan penyelesaian optimum yang baru.

2.1.5 Uji Kruskal-Wallis

Menurut Paul et al. (2011), uji Kruskal-Wallis adalah prosedur nonparametrik yang digunakan untuk menguji kesamaan distribusi dari suatu sampel independen

dengan ≥ 2 . Uji Kruskal-Wallis didasarkan pada pengurutan data (rank) sampel

yang telah digabungkan. Jika pada setiap sampel banyaknya data yang lebih kecil dari yang telah digabungkan. Jika pada setiap sampel banyaknya data yang lebih kecil dari

Misalkan terdapat data yang terdiri dari sampel acak dengan besarnya masing-masing sampel diperbolehkan tidak sama dan masing-masing sampel acak ke-

sebanyak

yang terdiri dari

maka data untuk sampel dapat disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Data sampel

Data sampel pada Tabel 2.1 kemudian digabungkan menjadi satu dan diurutkan menurut besarnya (rank). Rank 1 adalah pengamatan terkecil diantara pengamatan, rank 2 adalah pengamatan terkecil kedua dan seterusnya sehingga pengamatan terbesar di dalam diberi rank dengan

Selanjutnya dicari

untuk setiap dengan

Pada persamaan (2.5), merupakan rank untuk pengamatan . Berikut diberikan uji hipotesis untuk menguji kesamaan distribusi dari

sejumlah populasi.

1. : Semua populasi mempunyai fungsi distribusi yang identik.

: Paling sedikit ada satu populasi cenderung mempunyai pengamatan- pengamatan lebih besar dibandingkan paling sedikit satu populasi yang lain,

atau : Sejumlah populasi tidak semuanya mempunyai fungsi distribusi yang identik.

2. Tingkat signifikansi .

3. Daerah kritis.

a. Jika =3 dan

≤ 5 maka

ditolak saat nilai statistik ≥ harga kritik dalam tabel Kruskal-Wallis sesuai dengan tingkat signifikansi yang digunakan.

b. Jika

>3 dan

>5 maka

ditolak saat nilai statistik >

) , dimana ( ) ;( ) adalah kuantil ke (1 − ) distribusi Chi- Kuadrat dengan derajat bebas ( − 1) .

4. Statistik uji. Statistik uji digunakan yang dirumuskan sebagai

5. Kesimpulan.

2.1.6 Interval Konfidensi Selisih Dua Mean Rank Menurut Murray et al. (2000) misalkan diketahui populasi. Jika untuk setiap

sampel dengan ukuran diambil dari populasi ke- maka dapat dihitung jumlah rank pada sampel ke- atau dapat dinotasikan dengan

. Hal ini menghasilkan suatu distribusi sampling untuk

yang mean dan standar deviasinya berturut-turut dinyatakan sebagai

dan

. Dengan cara yang sama jika setiap sampel tersebut digabungkan dengan ukuran

maka mean dan standar deviasi untuk berturut turut dinyatakan sebagai

dan

Dengan mengambil semua kombinasi yang mungkin dari sampel-sampel tersebut, dapat diperoleh suatu distribusi dari

− . Mean dan standar deviasi dari −

dapat dinyatakan sebagai

dan

yang ditentukan oleh

Berdasarkan persamaan (2.6) dan persamaan (2.7) dapat dilakukan estimasi interval dari selisih dua mean rank yaitu dari masing-masing mean rank sampel ke- dengan mean rank data gabungan. Estimasi interval adalah dugaan dari suatu parameter populasi yang terdiri dua batas yaitu batas atas dan batas bawah dimana parameter tersebut diperkirakan berada diantara batas tersebut. Interval konfidensi untuk selisih dua mean rank pada uji Kruskal-Wallis dapat dinyatakan sebagai

2.2 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka dapat disusun kerangka pemikiran yaitu data diperoleh dari data sekunder yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia. Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan bank seperti biaya bunga, biaya nonbunga dan biaya personalia dimasukkan sebagai variabel input, sedangkan pendapatan bank sebagai variabel output. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan DEA. Melalui DEA, mula-mula data diformulasikan ke dalam permasalahan program linear seperti pada permasalahan (2.3). Permasalahan program Berdasarkan tinjauan pustaka dapat disusun kerangka pemikiran yaitu data diperoleh dari data sekunder yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia. Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan bank seperti biaya bunga, biaya nonbunga dan biaya personalia dimasukkan sebagai variabel input, sedangkan pendapatan bank sebagai variabel output. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan DEA. Melalui DEA, mula-mula data diformulasikan ke dalam permasalahan program linear seperti pada permasalahan (2.3). Permasalahan program

BAB III METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu mempelajari dan mengkaji suatu kasus kemudian menyelesaikan permasalahan pada kasus tersebut berdasarkan metode yang telah dipelajari. Terdapat tiga subbab yang dibahas dalam metode penelitian ini yaitu meliputi sumber data, pengelompokkan dan definisi variabel serta analisis data.

3.1. Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder (sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara dan dicatat pihak lain) yang terdapat dalam Publikasi Laporan Keuangan Bank Indonesia bulan Januari 2008 sampai bulan Desember tahun 2010. Publikasi tersebut terdapat dalam website yang dimiliki oleh Bank Indonesia.

3.2. Definisi Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu variabel input dan variabel output. Variabel input terdiri dari biaya bunga ( ) , biaya nonbunga ( ) dan biaya personalia ( ) sedangkan variabel output adalah pendapatan () . Berikut diberikan definisi dari empat variabel tersebut.

1. Biaya bunga Biaya bunga adalah biaya yang dikeluarkan atas dana-dana yang berasal dari Bank Indonesia, bank lain dan pihak ketiga bukan bank.

2. Biaya non bunga Biaya nonbunga adalah biaya-biaya operasional lainnya yang dikeluarkan oleh bank diluar biaya bunga dan dicatat dalam laporan laba rugi bank.

3. Biaya personalia

Biaya personalia adalah biaya yang dikeluarkan bank untuk membiayai pegawainya seperti upah, perawatan kesehatan, honorarium komisaris dan sebagainya.

4. Pendapatan Pendapatan bank dalam penelitian ini adalah pendapatan bunga ditambah pendapatan nonbunga. Pendapatan bunga adalah pendapatan pokok bank yang diperoleh dari bunga kredit yang dikelola maupun penempatan giro, deposito, obligasi atau surat berharga lainnya. Pendapatan nonbunga adalah pendapatan diluar pendapatan bunga yang meliputi pendapatan provisi, komisi, pendapatan transaksi valuta asing, pendapatan kenaikan nilai surat berharga dan pendapatan lainnya.

3.3. Analisis Data

Berikut diberikan empat langkah dalam menganalisis data.

1. Pengumpulan data Tahap pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data sekunder

yang diperoleh dari website yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Adapun bank yang dipilih penulis adalah 10 bank terbesar di Indonesia berdasarkan jumlah modal dan pangsa pasar. Sepuluh bank tersebut adalah

a. PT. Bank Mandiri Tbk.,

b. PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.,

c. PT. Bank Central Asia Tbk.,

d. PT. Bank Negara Indonesia Tbk.,

e. PT. Bank CIMB Niaga Tbk.,

f. PT. Bank Danamon Indonesia Tbk.,

g. PT. Pan Indonesia Bank Tbk.,

h. PT. Bank Internasional Indonesia Tbk.,

i. PT. Bank Permata Tbk., i. PT. Bank Permata Tbk.,

2. Mengukur efisiensi perbankan dengan DEA.

a. Membentuk virtual input dan virtual output masing-masing bank.

b. Virtual input dan virtual output masing-masing bank diformulasikan ke dalam persamaan (2.3).

c. Menyelesaikan permasalahan program linear dengan bantuan software TORA.

d. Mengulangi langkah a) sampai c) untuk masing-masing bulan.

3. Setelah didapat hasil pengukuran efisiensi dengan DEA, selanjutnya dilakukan uji Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis digunakan untuk mengetahui apakah hasil pengukuran efisiensi pada saat krisis, saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis sama atau berbeda.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Input dan Output Bank

Pada penelitian ini 10 bank terbesar di Indonesia diukur efisiensinya berdasarkan data biaya bunga, biaya nonbunga, biaya personalia dan pendapatan bank dari bulan Januari 2008 sampai Desember 2010. Data yang diambil pada tahun 2008 adalah data pada saat krisis, data tahun 2009 adalah data satu tahun setelah krisis dan data tahun 2010 adalah data dua tahun setelah krisis. Data tersebut diambil dari Bank Indonesia (http:// www.bi.go.id , 2011). Total data untuk masing-masing variabel input dan output adalah 120 data. Pada Tabel 4.1 ditunjukkan statistik deskriptif data input dan output pada tahun-tahun tersebut.

Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa pada saat krisis berlangsung pendapatan minimum yang diperoleh bank adalah sebesar 344.946 dan pendapatan maksimum sebesar 30.516.537 dengan rata-rata tiap bulannya sebesar 7.430.489. Untuk memperoleh pendapatan tersebut diperlukan rata-rata biaya bunga sebesar 2.628.936, biaya nonbunga sebesar 1.227.718 dan biaya personalia sebesar 1.200.930. Nilai-nilai tersebut merupakan data dalam jutaan rupiah. Selain itu juga terlihat adanya peningkatan rata-rata pendapatan yang diperoleh bank saat satu tahun dan dua tahun setelah krisis. Pada saat satu tahun setelah krisis rata-rata pendapatan yang diperoleh bank meningkat menjadi sebesar 9.416.498 dengan rata-rata biaya bunga sebesar 3.680.748, biaya nonbunga sebesar 1.300.851 dan biaya personalia sebesar 1.330.174. Pada saat dua tahun setelah krisis rata-rata pendapatan yang diperoleh bank kembali meningkat menjadi sebesar 12.056.716. Rata-rata biaya bunga yang dikeluarkan bank menjadi sebesar 3.656.527, biaya nonbunga sebesar 4.242.633 dan

biaya personalia sebesar 1.485.375.

Tabel 4.1. Statistik deskriptif data input dan output 10 bank *)

Saat Krisis (Tahun 2008)

Minimum

Maksimum

Rata-rata Std. Deviasi

7.430.489 7.107.204 Biaya Bunga

2.628.937 2.210.404 Biaya Nonbunga

1.227.718 996.625 Biaya Personalia

1 Tahun Setelah Krisis (Tahun 2009)

Minimum

Maksimum

Rata-rata Std. Deviasi

9.416.498 8.440.145 Biaya Bunga

3.680.748 2.835.220 Biaya Nonbunga

1.300.851 1.124.381 Biaya Personalia

2 Tahun Setelah Krisis (Tahun 2010)

Minimum

Maksimum

Rata-rata Std. Deviasi

12.056.716 10.714.997 Biaya Bunga

3.656.527 2.889.226 Biaya Nonbunga

4.242.633 5.507.716 Biaya Personalia

*) data dalam jutaan rupiah Pada penelitian ini input bank yaitu biaya bunga, biaya nonbunga dan biaya

personalia secara berturut-turut dinotasikan dengan ,

dan

sedangkan output

bank yaitu pendapatan dinotasikan dengan . Data biaya bunga, biaya nonbunga, biaya personalia dan pendapatan untuk ke-10 bank pada bulan Januari saat krisis disajikan pada Tabel 4.2. Sedangkan untuk bulan Desember pada tahun yang sama disajikan pada Lampiran 1. Selain itu, disajikan pula data pada bulan Juli dan bulan Desember masing-masing saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis.

Tabel 4.2 Input dan output 10 bank saat krisis

Biaya bunga

Biaya nonbunga

Biaya personalia

6. CIMB Niaga

40.237 344.946 Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa Bank Mandiri mengeluarkan biaya

bunga, biaya nonbunga dan biaya personalia secara berturut-turut sebesar 938.923, 295.895 dan 281.374 untuk menghasilkan pendapatan sebesar 2.126.364 . Nilai-nilai tersebut merupakan data dalam jutaan rupiah. Pendapatan terbesar diperoleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) yaitu sebesar 2.362.759 dan Bank Tabungan Negara (BTN) memperoleh pendapatan yang terkecil yaitu sebesar 344.946. Selain itu, juga terlihat bahwa semakin besar biaya-biaya yang dikeluarkan suatu bank semakin besar pula

pendapatan yang diperoleh bank tersebut. Namun, besarnya biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh suatu bank belum tentu mencerminkan keadaan yang efisien. Oleh karena itu, efisiensi perbankan perlu diukur.

4.2. Pengukuran Efisiensi dengan DEA

Terdapat 4 tahapan dalam mengukur efisiensi dengan DEA yaitu membentuk virtual input dan virtual output, membentuk program linear, menyelesaikan program

linear dan mengulangi ketiga langkah tersebut untuk mendapatkan efisiensi perbankan.

4.2.1. Virtual Input dan Virtual Output

Untuk mengukur efisiensi dengan DEA terlebih dahulu dibuat virtual input dan virtual output. Pada penelitian ini 10 bank diukur efisiensinya menggunakan 3 variabel input dan 1 variabel output. Berdasarkan persamaan (2.1) dan persamaan (2.2) virtual input dan virtual output untuk masing-masing bank adalah

Efisiensi () didapatkan dari rasio antara virtual input dan virtual output.

Bobot input dan bobot output dicari dengan menambahkan kendala untuk memaksimumkan fungsi tujuan. Dalam hal ini yang menjadi fungsi tujuan adalah rasio antara virtual input dan virtual output bank (*) atau bank yang sedang dicari efisiensinya. Rasio tersebut pada dasarnya merupakan efisiensi dari bank (*). Kendala yang ditambahkan adalah rasio virtual input dan virtual output masing-masing bank. Rasio pada kendala tersebut tidak boleh lebih dari satu. Oleh karena itu, didapatkan permasalahan

memaksimumkan

dengan kendala

4.2.2. Program Linear

Untuk mempermudah penyelesaian, permasalahan (4.3) diformulasikan ke dalam program linear dengan menambahkan kendala. Kendala tambahan didapat dari penyebut pada fungsi tujuan. Agar didapat bobot yang tunggal, penyebut tersebut harus bernilai satu. Dengan demikian permasalahan (4.3) menjadi

memaksimumkan

∗ dengan kendala

Sampai di sini langkah membentuk program linear telah dilakukan. Program linear tersebut kemudian diterapkan untuk data yang telah diperoleh. Berdasarkan data pada Tabel 4.1 masing-masing bulan diformulasikan ke dalam program linear seperti pada permasalahan (4.4). Dalam permasalahan tersebut, ditentukan oleh nilai input biaya bunga ( ) , biaya nonbunga ( ) , biaya personalia ( ) dan output pendapatan () . Untuk Bank Mandiri misalnya, nilai

adalah 938.923,

adalah 295.895, adalah 281.374 dan adalah 2.126.364 seperti yang

tampak pada Tabel 4.1. Dengan demikian permasalahan (4.4) untuk Bank Mandiri pada bulan Januari saat krisis dapat disajikan sebagai

memaksimumkan

dengan kendala

, , , ≥ 0 dengan adalah efisiensi yang ditentukan oleh variabel . Dalam permasalahan

(4.5) notasi menyatakan bobot biaya bunga, menyatakan bobot biaya nonbunga, menyatakan bobot biaya personalia dan menyatakan bobot pendapatan.

Dengan cara yang sama permasalahan untuk Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada bulan Januari saat krisis dapat disajikan sebagai

memaksimumkan

dengan kendala

Permasalahan program linear untuk 8 bank yang lain yaitu Bank Central Asia (BCA), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, Bank Panin, Bank Permata, Bank Internasional Indonesia (BII) dan Bank Tabungan Negara (BTN) disajikan pada Lampiran 2.

4.2.3. Penyelesaian Maksimum

Permasalahan (4.4) berbentuk program linear karena fungsi tujuan yaitu efisiensi () dan kendala-kendalanya berbentuk linear. Untuk menyelesaikan permasalahan program linear dapat digunakan metode simpleks. Metode simpleks yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan (4.4) adalah metode simpleks dua fase karena pada kendala terdapat bentuk sama dengan (=). Pada penelitian ini muncul variabel yang ditentukan yaitu , ,

dan . Ini berarti menentukan nilai

variabel-variabel , , dan yang memaksimumkan fungsi tujuan yaitu efisiensi () .

Untuk mempermudah perhitungan metode dua fase dalam penyelesaian program linear digunakan software TORA. Penyelesaian maksimum untuk periode bulan Januari saat krisis ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Berdasarkan Tabel 4.3 diperoleh informasi tentang efisiensi masing-masing bank pada periode bulan Januari saat krisis. Pada Bank Mandiri misalnya, terlihat untuk mendapatkan fungsi tujuan () sebesar 97,62%, bobot biaya bunga ( )

bernilai 0 , bobot biaya nonbunga ( ) bernilai 0,22 × 10 , bobot biaya personalia ( ) bernilai 0,13 × 10 dan bobot pendapatan () bernilai 0,46 × 10 .

Tabel 4.3. Penyelesaian maksimum 10 bank untuk bulan Januari saat krisis

Bank

Variabel

(dalam persen)

0,71 × 10 0,13 × 10 0,16 × 10 0,65 × 10 CIMB Niaga

Sampai di sini nilai maksimum dari fungsi tujuan telah ditentukan. Nilai maksimum tersebut dipengaruhi oleh variabel-variabel , , dan . Langkah

selanjutnya adalah menerapkan metode yang sama untuk menghitung efisiensi 10 bank yang sama pada bulan Februari sampai Desember pada saat krisis, saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis.

4.2.4. Efisiensi Perbankan

Sesuai dengan definisi, fungsi tujuan berarti efisiensi. Ini berarti bahwa, nilai yang diperoleh Bank Mandiri bulan Januari misalnya, sebesar 97,62%, adalah efisiensi bank Mandiri pada bulan tersebut. Dengan demikian kolom kedua pada Tabel 4.3 adalah efisiensi 10 bank pada bulan Januari.

Dengan cara yang sama didapatkan efisiensi masing-masing bank untuk bulan Februari sampai bulan Desember. Efisiensi 10 bank selama krisis berlangsung untuk masing-masing bulan selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Efisiensi 10 bank per bulan saat krisis (dalam persen)

CIMB Niaga

Dana-

mon

Panin Permata BII BTN

84,36 84,06 81,60 Berdasarkan Tabel 4.4 hanya Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Panin

yang selalu memiliki efisiensi 100%. Bank yang tidak efisien (mean efisiensinya paling kecil) adalah Bank Tabungan Negara (BTN) dengan rata-rata efisiensi 81,60 %. Ini berarti bank tersebut belum mampu menggunakan input yang dimilikinya untuk menghasilkan output secara efisien. Rata-rata inefisiensi bank tersebut adalah ( 100 − 81,60) % = 18,40 %. Efisiensi 10 bank yang sama saat satu tahun setelah krisis ditunjukkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Efisiensi 10 bank per bulan saat satu tahun setelah krisis (dalam persen)

CIMB Niaga

Dana-

mon

Panin Permata BII BTN

80,87 82,36 80,32 Berdasarkan Tabel 4.5 hanya Bank Central Asia (BCA) dan Bank Panin yang

selalu memiliki efisiensi 100 %. Bank yang tidak efisien (mean efisiensinya paling kecil) adalah Bank Tabungan Negara (BTN) dengan rata-rata efisiensi 80,32 %. Ini berarti bank tersebut belum mampu menggunakan input yang dimilikinya untuk menghasilkan output secara efisien. Rata-rata inefisiensi bank tersebut adalah ( 100 − 80,32) % = 18,68%. Efisiensi 10 bank yang sama saat dua tahun setelah krisis ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Efisiensi 10 bank per bulan saat dua tahun setelah krisis (dalam persen)

CIMB Niaga

Dana-

mon

Panin Permata BII BTN

78,18 82,03 91,50 Berdasarkan Tabel 4.6 hanya Bank Danamon dan Bank Panin yang selalu

memiliki efisiensi 100 %. Bank yang tidak efisien (mean efisiensinya paling kecil) adalah Bank Permata dengan rata-rata efisiensi 78,18 %. Ini berarti bank tersebut belum mampu menggunakan input yang dimilikinya untuk menghasilkan output secara efisien. Rata-rata inefisiensi bank tersebut adalah ( 100 − 78,18) %= 21,82 %.

Sampai di sini telah dihitung efisiensi pada saat krisis berlangsung, saat satu tahun setelah krisis dan dua tahun setelah krisis. Tahap selanjutnya adalah membandingkan rata-rata efisiensi pada saat krisis, saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis dengan uji Kruskal-Wallis.

4.3. Uji Kruskal-Wallis

Pada penelitian ini yang dibandingkan adalah rata-rata efisiensi 10 bank selama 3 tahun yaitu pada saat krisis, saat satu tahun setelah krisis dan dua tahun setelah krisis. Nilai median, rata-rata rank, interval konfidensi selisih dua mean dan nilai untuk 10 bank pada ketiga tahun tersebut disajikan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Nilai median, rata-rata rank, interval konfidensi selisih dua mean dan nilai

efisiensi 10 bank saat krisis, saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis Rata-rata efisiensi

Median Rata-rata rank

Interval konfidensi Saat krisis

− ≤ 10,151 Satu tahun setelah krisis

10 94,34 14,8 −10,151 ≤ − ≤ 8,751 Dua tahun setelah krisis

Berdasarkan Tabel 4.7 diperoleh informasi nilai untuk uji Kruskal-Wallis adalah 0,13 . Dengan tingkat signifikansi = 0,05 , diperoleh nilai statisik uji , ; adalah 5,99 . Karena nilai = 0,13 lebih kecil dari 5,99 maka dapat disimpulkan

bahwa rata-rata efisiensi pada saat krisis, saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis adalah sama. Pada Tabel 4.7 juga terlihat median dari rata-rata efisiensi 10 bank pada saat krisis, saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis berturut-turut adalah 94,13 %, 94,34 % dan 91,12 %. Interval konfidensi untuk selisih rata-rata rank efisiensi bank saat krisis dengan rata-rata rank data gabungan adalah − 8,751 ≤

≤ 10,151 . Interval konfidensi untuk selisih

rata-rata rank efisiensi bank saat satu tahun setelah krisis dengan rata-rata rank data gabungan adalah − 10,151 ≤

≤ 8,751 . Interval konfidensi untuk selisih

rata-rata rank efisiensi bank saat dua tahun setelah krisis dengan rata-rata rank data gabungan adalah − 9,451 ≤

≤ 9,451 . Terlihat bahwa masing-masing ≤ 9,451 . Terlihat bahwa masing-masing

Hal tersebut dapat disebabkan adanya peningkatan pendapatan bank dari tahun ke tahun yang diikuti dengan peningkatan biaya-biaya yang dikeluarkan bank seperti yang tampak pada Tabel 4.1. Pada Tabel 4.1 terlihat rata-rata pendapatan bank saat krisis sebesar 7.430.489. Biaya bunga, biaya nonbunga dan biaya personalia yang dikeluarkan bank untuk memperoleh pendapatan tersebut berturut-turut sebesar 2.628.936, 1.227.718 dan 1.200.930. Pada saat satu tahun setelah krisis rata-rata pendapatan yang diperoleh bank meningkat menjadi 9.416.498 dengan rata-rata biaya bunga sebesar 3.680.748, biaya nonbunga sebesar 1.300.851 dan biaya personalia sebesar 1.330.174. Pada saat dua tahun setelah krisis rata-rata pendapatan yang diperoleh bank kembali meningkat menjadi sebesar 12.056.716. Rata-rata biaya bunga yang dikeluarkan bank menjadi sebesar 3.656.527, biaya nonbunga sebesar 4.242.633 dan biaya personalia sebesar 1.485.375.

Berdasarkan data tersebut terlihat adanya penurunan biaya bunga yang dikeluarkan bank pada saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis yaitu sebesar ( 3.680.748 − 3.656.527) = 24.221 . Meskipun demikian, penurunan biaya nonbunga tersebut diimbangi dengan adanya peningkatan biaya nonbunga yang signifikan yaitu dari 1.300.851 menjadi sebesar 4.242.633. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum biaya-biaya yang dikeluarkan bank meningkat setiap tahunnya. Sesuai dengan definisi, efisiensi merupakan rasio antara output yaitu pendapatan bank dengan input yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan bank. Oleh karena itu, peningkatan output bank yang juga diikuti dengan peningkatan input bank mengakibatkan efisiensi 10 bank relatif sama dari tahun ke tahun. Karena tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara efisiensi 10 bank pada saat krisis maupun Berdasarkan data tersebut terlihat adanya penurunan biaya bunga yang dikeluarkan bank pada saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis yaitu sebesar ( 3.680.748 − 3.656.527) = 24.221 . Meskipun demikian, penurunan biaya nonbunga tersebut diimbangi dengan adanya peningkatan biaya nonbunga yang signifikan yaitu dari 1.300.851 menjadi sebesar 4.242.633. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum biaya-biaya yang dikeluarkan bank meningkat setiap tahunnya. Sesuai dengan definisi, efisiensi merupakan rasio antara output yaitu pendapatan bank dengan input yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan bank. Oleh karena itu, peningkatan output bank yang juga diikuti dengan peningkatan input bank mengakibatkan efisiensi 10 bank relatif sama dari tahun ke tahun. Karena tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara efisiensi 10 bank pada saat krisis maupun

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diperoleh kesimpulan tentang efisiensi yang dicapai

10 bank yaitu rata-rata efisiensi yang dicapai 10 bank pada saat krisis, saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis. Rata-rata efisiensi 10 bank pada ketiga tahun tersebut disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Rata-rata efisiensi 10 bank saat krisis, saat satu tahun setelah krisis dan saat dua tahun setelah krisis

No

Bank

Efisiensi (dalam persen)

Saat krisis

Satu tahun setelah krisis

Dua tahun setelah krisis

5. CIMB Niaga

91,50 Pada saat krisis berlangsung Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Panin

memiliki efisiensi 100% sedangkan bank yang memiliki rata-rata efisiensi paling kecil adalah Bank Tabungan Negara (BTN). Pada saat satu tahun setelah krisis Bank Central Asia (BCA) dan Bank Panin memiliki rata-rata efisiensi 100% memiliki efisiensi 100% sedangkan bank yang memiliki rata-rata efisiensi paling kecil adalah Bank Tabungan Negara (BTN). Pada saat satu tahun setelah krisis Bank Central Asia (BCA) dan Bank Panin memiliki rata-rata efisiensi 100%

5.2. Saran

Bagi pembaca yang tertarik pada penelitian ini dapat menambah variabel output kemudian dapat dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui seberapa besar perubahan output agar nilai fungsi tujuan tetap optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2007. Kinerja Efisiensi pada Bank Umum. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil). Vol 2. ISSN: 1858-2559.

Aigner, D.C., Lovell and Schimdt. 1977. Formulation and Estimation of Stochastic

Frontier Production Function Models. Journal of Econometrics 6: 21-37. Bank Indonesia. 2010. Krisis Global dan Penyelamatan Sistem Perbankan Indonesia.

Humas Bank Indonesia. Jakarta. Barr, Richard, K.Killgo, F. Siem and Zimmel. 2002. Evaluating the Productive