PENGARUH SUHU HEATER PADA MESIN TEKSTUR

PENGARUH SUHU HEATER PADA MESIN TEKSTUR MITSUBISHI TIPE ST5-10
TERHADAP DAYA SERAP WARNA DAN CRIMP BENANG TEKSTUR Td 175/60
Ikeu Mustika1, Tina Martina2 dan Atin Sumihartati3
1. Mahasiwa Teknik Tekstil, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung, 40272, Indonesia
2. dan 3. Dosen Teknik Tekstil, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung, 40272, Indonesia
E-mail: martina12sttt@gmail.com, fh_atin@yahoo.co.id
ABSTRAK
Pada dasarnya proses texturizing dilakukan untuk mendapatkan efek crimp pada filamen atau contraction,
yaitu mengkeret benang tekstur yang disebabkan oleh struktur crimp nya. Daya serap warna dan crimp
sangat berpengaruh terhadap suhu heater yang digunakan. Heater adalah suatu alat yang dapat
memperlakukan panas antara 180°C - 250°C pada benang untuk memperoleh efek tertentu pada
permukaan sifat benang. Perbedaan suhu heater pada pembuatan benang tekstur akan berpengaruh pada
kualitas benang yang dihasilkan. Uji statistik menunjukan daya serap warna dipengaruhi oleh suhu heater
pada saat proses texturizing. Semakin tinggi suhu heater maka semakin besar ketuaan warna K/S yang
dihasilkan. Suhu heater yang rendah menyebabkan crimp contraction yang terbentuk akan menurun, karena
pemantapan panas yang rendah akan menyebabkan benang kurang bulky, dan pembentukan crimp
contraction susah untuk dilakukan. Sebaliknya apabila suhu heater tinggi, maka crimp contraction benang
tekstur yang terbentuk akan tinggi karena benang dalam keadaan bulky sehingga mudah dilakukannya
pembentukan crimp. Serat poliester CD akan mudah dibentuk apabila dipanaskan diatas temperatur transisi
gelasnya. Nilai crimp contraction yang mendekati crimp dari standar perusahaan adalah 39,27% sehingga
suhu heater yang paling sesuai yaitu menggunakan suhu 210°C.

Kata kunci: heater, crimp, serap
ABSTRACT
Basically, texturizing process is done to get the crimp effect on filament or contraction, the textured yarn
shrink due to the crimp structure. Color absorption and crimp are very influential on the heater temperature
that is used. Heater is a device that can be heat treated between 180°C - 250°C on a thread to obtain a
certain effect on the surface properties of the thread. The difference of heater temperature on creating
textured yarn will affect the quality of the yarn produced.The statistical tests show that color absorption is
influenced by the heater temperature during texturizing process. The higher the temperature of the heater,
the greater color decay K / S is generated. Low temperatures will cause the forming of crimp contraction to
decrease The low thermal stabilization will cause less bulky yarns, therefore the forming of crimp contraction
is hard to do. On the contrary, if the heater temperature is high, then crimp contraction of textured yarn that
formed will be high because the yarn is in a bulky condition. So it is easily to form crimp. CD polyester fibers
will be easily shaped when heated above the glass transition temperature. The near crimp contraction value
from the company standard crimp is 39.27%, so the most appropriate heater temperature used is 210 ° C.
Keywords: Heater, Crimp, Absorption

1. PENDAHULUAN
Perkembangan metode texturizing dalam proses manufaktur filamen sintetik telah membawa suatu
kemajuan yang sangat besar dalam teknologi manufaktur benang tekstur, sehingga penggunaan akhir dari
benang tekstur poliester sebagai bahan produk tekstil cukup luas, baik dipakai untuk bahan baku pertenunan

maupun untuk perajutan. Kelancaran proses pertenunan dan perajutan sangat bergantung dari mutu benang
tekstur diantaranya daya serap warna, crimp, denier, hairness, kekuatan dan mulur.

Texere – Volume 10, No.1. Januari 2012

1

Pengamatan benang tekstur ini menggunakan metode false twist (antihan palsu) yaitu benang filamen dibuat
dengan cara pemberian antihan tinggi, pemantapan panas dan pembukaan kembali antihan yang diproses
secara bertahap atau kontinu. Metode false twist cukup handal dalam aplikasi teknologi serta mempunyai
efisiensi yang cukup baik antara 90% - 98%. Ada empat faktor yang berpengaruh dalam metode false twist
yang lebih dikenal dengan istilah 4T, yaitu Temperature (suhu), Tension (tegangan), Twist (antihan), dan
Time (waktu).
Pada dasarnya proses texturizing dilakukan untuk mendapatkan efek crimp pada filamen yang biasa
dinyatakan dengan contraction, yaitu mengkeret benang tekstur yang disebabkan oleh struktur crimpnya.
Daya serap warna dan crimp sangat berpengaruh terhadap suhu heater yang digunakan. Heater adalah
suatu alat yang dapat memperlakukan panas antara 180°C - 250°C pada benang untuk memperoleh efek
tertentu pada permukaan sifat benang. Perbedaan suhu heater pada pembuatan benang tekstur akan
berpengaruh pada kualitas benang yang dihasilkan. Pada penelitian ini dilakukan percobaan dengan 3 suhu
yeng berbeda yaitu : 200°C, 210°C dan 220°C untuk menentukan pada suhu berapa diperoleh nilai % daya

serap warna medium, yaitu tingkat daya serap warna yang menjadi standar di industri.
Masalah yang diidentifikasi pada percobaan ini adalah bagaimana pengaruh suhu heater terhadap daya
serap warna dan crimp benang tekstur. Daya serap warna sangat penting karena akan merugikan
perusahaan apabila % daya serap warna yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan,
begitu juga dengan crimp, apabila % crimp berbeda dengan standar maka akan mengakibatkan pegangan
tidak sesuai dengan yang diinginkan dan akan mengganggu proses pertenunan.
Maksud dari pengamatan ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan suhu heater yang berbeda
pada mesin tekstur Mitsubishi tipe ST5-10 terhadap daya serap warna dan crimp pada benang tekstur.
Adapun tujuannya untuk menentukan standar suhu heater yang digunakan agar dihasilkan benang tekstur
dengan daya serap warna dan crimp benang yang sesuai dengan standar di Departemen Texturizing PT
TTI.
Suhu heater rendah akan menghasilkan crimp yang rendah, dan benang kurang masak menyebabkan
tingkat kekompakan benang filamen belum cukup stabil sehingga pembentukan crimp susah untuk
dilakukan. Sebaliknya apabila suhu heater tinggi, maka crimp benang tekstur yang terbentuk akan tinggi
karena benang dalam keadaan masak sehingga mudah dalam pembentukan crimp.
Pengaruh lain dari suhu heater adalah daya serap benang terhadap zat warna (dyeaffinity). Pemantapan
panas pada setiap suhu yang berbeda akan menghasilkan perubahan struktur serat yang berbeda, sehingga
mempengaruhi kemampuan penyerapan serat terhadap warna. Daya serap warna akan semakin besar
apabila suhu yang digunakan semakin tinggi.
Penyetelan suhu heater diatas suhu 160°C menyebabkan penyerapan serat poliester terhadap zat warna

meningkat. Hal ini karena pada suhu tersebut ikatan antar rantai molekul berelaksasi saling melepaskan
ikatannya dan selanjutnya akan putus dan meleleh. Akibatnya terbentuk struktur serat yang lebih terbuka,
maka ruang antar molekul serat menjadi lebih luas. Keadaan ini memudahkan molekul zat warna masuk
kedalam serat. Dengan menggunakan suhu heater yang tepat, maka dihasilkan daya serap warna dan crimp
benang yang sesuai dengan mutu standar pabrik.
1.1. Tinjauan terhadap Benang Tekstur
Tekstur menurut terminologi berasal dari bahasa latin “textura” yang berarti struktur intern suatu bahan atau
zat. Beberapa ahli berpendapat bahwa istilah ‘structurizing” dianggap lebih tepat, karena proses mekanik
atau kimia dapat mengubah struktur permukaan yang licin dari serat buatan yang termoplastik.
Benang texture (textured yarn) adalah benang filamen yang telah diproses sedemikian rupa, sehingga sifat
fisika dan sifat permukaannya (physical and surface properties) berubah. Misalnya menjadi rua (bulky),
berjerat (loops), berbentuk spiral (coils) dan berbentuk crinkle. Perubahan itu tampak jelas terlihat pada kain
yang terbuat dari benang tersebut, yaitu seperti kain tidak licin, kain tidak mengkilap, daya serap air
bertambah karena rongga udara menjadi lebih besar. Prosesnya disebut texturizing yaitu proses modifikasi
bentuk geometri serat berupa filamen sintetik yang asalnya lurus menjadi keriting. Contoh jenis struktur
benang tekstur seperti gambar di bawah ini:

Texere – Volume 10, No.1. Januari 2012

2


Gambar 1. Jenis Struktur Benang Tekstur

1.2. Pengaruh Temperatur (Suhu) terhadap Crimp Contraction
Temperatur (suhu) merupakan salah satu faktor penentu yang harus diperhatikan, mengingat peranannya
dalam menentukan mutu benang tekstur yang terdiri dari crimp, daya serap warna, kekuatan, mulur, Denier
dan hairness. Suhu heater rendah, maka crimp contraction yang terbentuk akan menurun, menyebabkan
benang kurang masak, sehingga pembentukan crimp contraction susah dilakukan. Sebaliknya apabila suhu
heater tinggi, maka crimp contraction benang tekstur yang terbentuk akan tinggi, sehingga mudah dilakukan
pembentukan crimp. Serat poliester CD akan mudah dibentuk bila dipanaskan di atas temperatur transisi
gelasnya. Grafik hubungan crimp contraction terhadap suhu heater seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Hubungan Crimp Contraction terhadap Suhu Heater

Texere – Volume 10, No.1. Januari 2012

3

1.3. Pengaruh Temperatur (Suhu) terhadap Daya Serap Warna
Penyetelan suhu yang berbeda akan menghasilkan perubahan struktur serat yang berbeda, sehingga

mempengaruhi penyerapan serat terhadap zat warna. Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya mengenai pengaruh pemantapan panas pada serat poliester dan Cationic Dyeable Polyester
(CDP) terhadap penyerapan zat warna dikemukan bahwa penyetelan suhu heater pada suhu 100 oC –
160oC menyebabkan serat penyerapan zat warnanya semakin menurun, dan naiknya suhu heater lebih dari
160oC maka penyerapannya meningkat kembali berlanjut sampai suhu 220 oC.
Menurunnya penyerapan zat warna pada suhu 100 oC – 160oC karena terjadi perubahan struktur serat
polester dan CDP dari struktur serat dengan ukuran kristalit yang besar dalam jumlah kecil yang lebih stabil
sehingga meningkatkan derajat kristalinitas. Akibat struktur serat dan susunan antar molekul serat poliester
dan CDP menjadi lebih rapat dan kristalin yang menyebabkan penyerapan terhadap zat warna menurun.
Penyetelan suhu heater diatas suhu 160 oC menyebabkan penyerapan serat poliester dan CDP terhadap zat
warna meningkat. Hal ini karena pada suhu tersebut ikatan antar rantai molekul bereleksasi saling
melepaskan ikatannya dan selanjutnya akan putus dan meleleh. Akibatnya terbentuk struktur serat lebih
terbuka maka ruang antar molukel serat menjadi lebih luas. Keadaan tersebut memudahkan molekul zat
warna masuk ke dalam serat.
Grafik hubungan daya serap warna terhadap suhu heater dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh Daya Serap Warna Terhadap Suhu Heater

2. METODA PENELITIAN
2.1. Bahan dan Metoda

Bahan baku yang digunakan dalam pengamatan ini adalah benang poliester campuran FOY SD 100 – 36
NT Lot Tifico dan F CD WS 75/1 – 24 NT Lot CD1 – 03 yang telah diuji nomornya. Tujuan pengamatan
bahan baku ini adalah untuk menguji kelayakan bahan baku sehingga hasil pengamatan tidak dipengaruhi
benang yang masuk. Bahan baku yang digunakan berjumlah 2 cheese untuk masing-masing percobaan.
Sedangkan mesin yang digunakan dalam pembuatan benang tekstur SR1-10 adalah mesin tekstur false
twist Mitsubishi tipe ST5-10, tahun pembuatan 1980 dengan RPM mesin 1460, Yarn speed
77 m/menit
tipe pemanas single heater dengan temperatur berkisar antara 160°C - 250°C.

Texere – Volume 10, No.1. Januari 2012

4

Pelaksanaan pengamatan dilakukan dengan tiga macam kondisi perlakuan suhu heater yang berbeda yaitu
200°C, 210°C dan 220°C. Pengamatan dilakukan mulai dari proses penyuapan hingga doffing per satu jam
proses produksi, baik terhadap kelancaran proses maupun jalannya benang. Jumlah contoh uji yang diambil
untuk pengujian adalah 2 cheese benang. Setelah doffing, hasil benangnya diambil dan dikondisikan di
ruang pengujian, kemudian dilakukan pengujian terhadap daya serap warna dan crimp.
2.2. Prinsip Pengujian
Pengujian ketuaan warna kain (K/S) dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu perendaman pada proses

dyeing test kain rajut terhadap ketuaan warna benang tekstur. Cara pengujian dilakukan berdasarkan
petunjuk penggunaan alat spektrofotometer. Prinsip pengujian ketuaan warna yaitu pengukuran nilai
reflektansi (%R) zat warna yang terserap pada kain dengan menggunakan alat pengukur warna
spektrofotometer CM 3600d dari panjang gelombang 400 – 700 nm dengan selang panjang gelombang 20
nm, sehingga dapat ditentukan panjang gelombang maksimum dengan nilai %R terkecil. Nilai reflektansi
(%R) yang diperoleh dikonversikan menjadi nilai ketuaan warna (K/S) dengan menggunakan rumus :
K /S 

(1  R ) 2
2R

K/Szat warna = K/Skain berwarna – K/Skain

(1)

(2)

putih

Keterangan rumus :


K = koefisien penyerapan cahaya
S = koefisien penghamburan cahaya
R = % reflektansi (cahaya yang dipantulkan)

Nilai yang didapatkan masih merupakan harga K/S kain berwarna, untuk menentukan nilai penyerapan zat
warna dihitung menggunakan rumus :
Perbedaan harga K/S menunjukkan perbedaan ketuaan warna pada masing-masing kain contoh uji untuk
jenis warna yang sama. Semakin besar nilai K/S kain yang diuji maka warna kain tersebut semakin tua yang
berarti bahwa konsentrasi zat warnanya semakin besar. Pengujian lain yang dilakukan adalah pengujian
crimp (SNI 08-0619-1989) dengan tujuan untuk mengetahui konstraksi crimp dari benang tekstur, dengan
ilustrasi pembebanan pada benang filamen tekstur saat pengujian dilakukan, seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Cara Pengujian Crimp Benang Tekstur (Uji Kering)

Texere – Volume 10, No.1. Januari 2012

5

2.3. Pengolahan Data

Untuk mengetahui adanya pengaruh perubahan variabel terhadap hasil pengujian, maka digunakan uji
analisis varians satu arah, agar diketahui apakah keadaan harga rata-rata dari hasil pengujian sama atau
berbeda. Selanjutnya dibuat analisis untuk mengambil kesimpulan, yaitu :
Ho : Semua harga rata-rata sama atau tidak ada pengaruh perlakuan (variasi penyetelan suhu heater )
terhadap daya serap warna benang tekstur.
H1 : Sekurang-kurangnya ada satu harga rata-rata tidak sama atau ada pengaruh perlakuan (variasi
penyetelan suhu heater) terhadap daya serap warna benang tekstur.
Kriteria pengujiannya adalah terima H0 jika jika F hitung < F tabel dan tolak H 1 jika F hitung > F tabel . Taraf
signifikasi yang digunakan sebagai dasar penolakan atau penerimaan keputusan adalah taraf α = 0,05.
Selain itu dilakukan uji rentang Newman Keuls untuk mengetahui perbandingan antara perlakuan agar
diperoleh nilai rata-rata mana yang sama dan yang berbeda dengan taraf signifikasi α = 0,05.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Data Hasil Pengujian
Data hasil pengujian ketuaan warna (K/S) dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1. Data Hasil Pengujian Ketuaan Warna

Uji

Daya Serap

Zat Warna

Suhu Heater
N

200°C

210°C

220°C

1

0,3748

0,4550

0,4605

2

0,3860

0,4712

0,4738

3

0,3984

0,4355

0,4532

4

0,4052

0,4629

0,4827

5

0,3852

0,4329

0,5057

1,9495

2,2570

2,3759

0,3899

0,4515

0,4752

0,0119

0,0168

0,0205

3,0642

3,7275

4,3165

2,6859

3,2673

3,7836


x
SD
CV (%)
Error (%)

Texere – Volume 10, No.1. Januari 2012

6

Tabel 2. Data Anava Variasi Penyetelan Suhu Heater Terhadap Daya Serap Warna
Sumber variasi
Rata-rata

Derajat
kebebasan
(Dk)
1

Jumlah
Kuadrat (Jk)

RJk

2,888

2,888

Antar Kelompok

2

0,02

0,01

Kekeliruan (E)

12

0,004

0,00033

Jumlah

15

2,912

-

F hitung

F tabel

30,30 > 3,88

Berdasarkan analisis data variasi penyetelan suhu heater terhadap daya serap warna seperti tercantum
pada tabel diatas, maka dapat diperoleh bahwa F hitung =30,30 > F tabel =3,88 (H 0 ditolak). Dengan
demikian terdapat pengaruh variasi penyetelan suhu heater terhadap daya serap warna benang tekstur
variasi.
Tabel 3. Hasil Uji Rentang Newman Keuls
Perbandingan
o

Nilai

o

Suhu 220 C lawan suhu 200 C : 0,0853 > 0,014476

Berbeda

Suhu 220oC lawan suhu 210oC : 0,0237 > 0,014476

Berbeda

Suhu 210oC lawan suhu 200oC : 0,0616 > 0,014476

Berbeda

Berdasarkan hasil uji rentang newman keuls diatas, daya serap warna yang terjadi pada setiap variasi
penyetelan suhu heater menghasilkan nilai daya serap warna yang cenderung berbeda atau dengan kata
lain variasi penyetelan suhu heater akan mengakibatkan perubahan pada nilai daya serap warna.
Data hasil pengujian kontraksi crimp (crimp contraction) dapat dilihat pada Tabel 3.4 dibawah ini.
Tabel 4. Data Hasil Pengujian Kontraksi Crimp

Uji

Kontraksi
Crimp

Nilai

Suhu Heater
200°C

210°C

220°C



696

785,35

825,79

x

34,80

39,27

41,29

SD

0,68

0,772

0,709

CV (%)

1,95

1,965

1,717

Error (%)

0,8546

0,8612

0,7525

3.2. Pembahasan
a. Daya Serap Warna
Sesuai dengan teori dasar, dengan naiknya suhu heater lebih dari 160°C maka penyerapan terhadap zat
warna meningkat kembali dan berlanjut sampai suhu 220°C, ini dikarenakan pada suhu tersebut ikatan antar
rantai molekul berelaksasi saling melepaskan ikatannya dan selanjutnya akan putus dan meleleh, akibatnya
akan terbentuk struktur serat yang lebih terbuka maka ruang antar molekul serat menjadi lebih luas, dan

Texere – Volume 10, No.1. Januari 2012

7

terjadi perubahan struktur kristalin yang lebih besar. Keadaan tersebut memudahkan molekul zat warna
masuk kedalam serat.
Berdasarkan uji statistik analisis varians satu arah dan uji rentang Newman keuls pada Tabel 3.1,
menunjukan bahwa daya serap warna sangat dipengaruhi oleh suhu heater pada saat proses texturizing.
Semakin tinggi suhu heater maka semakin besar ketuaan warna K/S yang dihasilkan. Pengaruh suhu heater
terhadap ketuaan warna K/S dapat dilihat pada Gambar 5 dibawah ini.

/S)
(K

na
ar
W
an
ua
et
Suhu Heater (°C)
Gambar 5. Hubungan Suhu Heater dan Ketuaan Warna K/S

K

Dilihat dari gambar diatas dapat diketahui bahwa daya serap warna yang sesuai dengan standar
perusahaan yaitu yang memiliki ketuaan warna (K/S) medium adalah 0,4515 sehingga suhu heater yang
paling cocok menggunakan suhu 210°C.
b. Crimp Contraction

)

Berdasarkan pengolahan data, menunjukan bahwa penyetelan suhu heater pada saat proses texturizing
sangat berpengaruh pada benang. Menurut teori dasar, apabila suhu heater rendah makan crimp
contraction yang terbentuk akan menurun, karena pemantapan panas yang rendah akan menyebabkan
benang kurang bulky, dan pembentukan crimp contraction susah untuk dilakukan. Sebaliknya apabila suhu
heater tinggi, maka crimp contraction benang tekstur yang terbentuk akan tinggi karena benang dalam
keadaan bulky sehingga mudah dilakukannya pembentukan crimp. Serat poliester CD akan mudah dibentuk
apabila dipanaskan diatas temperatur transisi gelasnya. Pengaruh suhu heater terhadap crimp contraction
dapat dilihat pada Gambar 6. dibawah ini.

(%
on
cti

tra
on
C
p
m
ri
C
Suhu Heater (°C)
Gambar 6. Hubungan Suhu Heater dan Crimp Contraction

Texere – Volume 10, No.1. Januari 2012

8

Dilihat dari gambar diatas dapat diketahui bahwa nilai crimp contraction yang mendekati crimp dari standar
perusahaan (39 ± 2)% adalah 39,27% sehingga suhu heater yang paling cocok yaitu menggunakan suhu
210°C.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dan pengolahan data mengenai perbedaan suhu heater terhadap mutu
benang tekstur poliester campuran FOY SD 100 – 36 NT Lot Tifico dan F CD WS 75/1 – 24 NT Lot CD1 –
03, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Suhu heater yang berbeda akan menyebabkan daya serap warna yang berbeda dan crimp contraction
yang berbeda.
2. Semakin tinggi suhu heater, maka semakin besar daya serap warna dan semakin besar juga crimp
contraction yang dihasilkan dari benang tekstur.
3. Dari hasil pengamatan dan pengujian yang telah dilakukan pada mesin tekstur Mitsubishi tipe ST5-10,
dengan menggunakan suhu 200°C, suhu 210°C, dan suhu 220°C, bahwa suhu heater yang paling tepat
untuk mendapatkan daya serap warna dan crimp contraction benang tekstur yang sesuai dengan standar
perusahaan adalah pada suhu 210°C, karena pada kondisi tersebut diperoleh hasil pengujian ketuaan
warna (K/S) medium dengan hasil rata-rata 0,4515 dan crimp contraction sebesar 39,27%.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Asmanto Subagyo (2007), Model Simulasi Proses Benang Tekstur dengan Sistem False Twist, Universitas Islam
Yogyakarta.
[2] EB. Grover and DS.Hamby, Hand Book of Textile Testing and Quality Control.
[3] Jumaeri (1977), Pengetahuan barang Tekstil, Institut Teknologi Tekstil, Bandung.
[4] Pal, S.K., Y.C.Mehta and R.S. Gandhi (1989), Effect of Heater on Tensile and Dye Sorption Characteristics if Anionic
Modified PET – a Caomparison with Normal PET, Textile Research Journal, Desember.
[5] Poltak Situmorang (1985), Suatu Studi Tentang Sebab-Sebab Timbulnya Perbedaan Daya Serap Zat Warna Benang
Tekstur Poliester Pada Proses Friction Disc False Twist Draw Texturing Ditinjau dari Bahan Baku POY,
Bunga Rampai Paper, Institut Teknologi Tekstil, Bandung.
[6] Soeprijono (1974), Serat-Serat Tekstil, Institut Teknologi Tekstil, Bandung.
[7]_______________, Manual Book of Texturizing Process Machine ST5, Jepang, 1980
[8]_______________, SNI 08-0619-1989, Cara Pengujian Crimp Benang Tekstur, Badan Standarisasi Nasional, 1998.
[9]_______________, SNI 08-4657-1988, Cara Pengukuran Ketuaan Warna pada Bahan Tekstil, Badan Standarisasi
Nasional, 1998.

Texere – Volume 10, No.1. Januari 2012

9

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25