STRATEGI PEMASARAN MIE INSTANT GAGA MIE

STRATEGI PEMASARAN MIE INSTANT GAGA MIE 100 PADA PT JAKARANA TAMA FOOD INDUSTRY KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

Oleh : DIAN HERYANTO A14105662

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

RINGKASAN

DIAN HERYANTO. Strategi Pemasaran Mie Instant Gaga Mie 100 Pada PT Jakarana Tama Food Industry, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (di bawah bimbingan YUSALINA).

Sektor Industri merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia. Sektor ini sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia selama 10 tahun terakhir. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada tahun 2006 lebih dari 28,05 persen pembentukan PDB adalah dari sektor industri, sedangkan sektor pertanian hanya mencapai 12,90 persen. Perkembangan sektor industri didorong oleh jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat.

Seiring dengan bertambahnya penduduk Indonesia, maka tingkat konsumsi terutama produk pangan juga bertambah. Pengeluaran berupa konsumsi penduduk Indonesia sebagian besar dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Meskipun konsumsi makanan mengalami penurunan (Tahun 2004, 2005 dan 2007), akan tetapi secara keseluruhan rata-rata konsumsinya lebih besar (53,02 persen) jika dibandingkan dengan kebutuhan lainnya (46,98 persen).

Salah satu industri makanan yang berpotensi terus berkembang adalah industri Mie Instant. Tahun 2002 – 2007, konsumsi Mie Instant rata-rata jumlahnya paling tinggi (97,56 persen) dibandingkan makanan lain yang sejenis, seperti Mie basah (0,04 persen), Mie kering (1,21 persen), dan Bihun (1,19 persen). Selain dilihat dari tingkat konsumsi dalam negeri, Mie Instant juga berpotensi dipasaran ekspor makanan.

Meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap Mie Instant yang menyebabkan bertambahnya jumlah produsen Mie Instant di indonesia, akan menimbulkan persaingan yang semakin ketat. Untuk menghadapi persaingan tersebut produsen memerlukan strategi pemasaran yang tepat dalam mengelola dan memasarkan produknya. Hal ini dilakukan oleh beberapa produsen Mie Instant di Indonesia, salah satunya adalah PT Jakarana Tama Food Industry (JTFI).

Pangsa pasar PT JTFI saat ini masih rendah dan cenderung terus menurun. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PT JTFI, volume penjualan Mie Instant merek “Gaga Mie 100” dari periode 2003 – 2007 mengalami penurunan. Segmen pasar yang dipilih oleh PT JTFI untuk produk Gaga Mie 100 adalah konsumen menengah ke bawah. Strategi pemasaran yang dilakukan oleh PT JTFI meliputi strategi produk, harga, tempat, dan promosi.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian ini antara lain: (1) Merumuskan prioritas strategi pemasaran Mie Instant Gaga Mie 100 yang tepat. (2) Mengkaji implikasi prioritas strategi pemasaran yang tepat tersebut terhadap perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Dalam penelitian ini strategi pemasaran difokuskan hanya pada produk Mie Instant. Pengamatan mengenai strategi pemasaran dilakukan pada semua bagian yang terkait dengan pemasaran produk, serta yang menjadi responden adalah yang benar-benar mengerti tentang masalah yang diteliti, yaitu kaitannya dengan

Penelitian ini dilaksanakan di PT JTFI, yang berlokasi di Jl. Raya Ciawi- Sukabumi km 2,5 No.88 Ciawi, Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Metode Pengolahan dan analisis dilakukan secara deskriptif dan dengan menggunakan Proses Hirarki Analitik (PHA).

Penyusunan hirarki prioritas strategi pemasaran yang disesuaikan dengan hasil pengamatan di lapangan dibagi menjadi empat tingkatan. Tingkat 1 sebagai fokus prioritas strategi pemasaran Gaga Mie 100 PT JTFI, tingkat 2 prioritas tujuan strategi pemasaran yaitu meningkatkan pejualan, menghadapi persaingan, dan meningkatkan keuntungan. Tingkat 3 sebagai prioritas strategi bauran pemasaran, yaitu strategi produk, harga, tempat, dan promosi. Tingkat 4 sebagai sub faktor strategi bauran pemasaran yang terdiri dari kualitas produk, kuantitas produk, desain kemasan produk, merek produk (strategi produk); harga produk berdasarkan biaya operasional, harga produk berdasarkan segmentasi konsumen, harga produk berdasarkan harga produk pesaing (strategi harga); kemudahan mendapatkan produk, ketersediaan produk, dan kebersihan tempat (strategi tempat/saluran distribusi); iklan televisi, iklan reklame, potongan harga/Discount, peragaan/demo, pemberian hadiah, hubungan masyarakat, dan pemasaran langsung (strategi promosi).

Pada pengolahan vertikal tingkat dua memiliki rasio inkonsistensi 0,00 (nol persen), artinya sudah memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi di bawah 10 persen. Prioritas pertama adalah tujuan meningkatkan penjualan (0,612), prioritas kedua : meningkatkan keuntungan (0,243), dan prioritas ketiga : menghadapi persaingan (0,145). Hasil pengolahan vertikal tingkat tiga sudah memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi, nilainya 0,00 (nol persen). Berdasarkan hasil pengolahan, yang menjadi prioritas pertama adalah strategi produk (0,313), prioritas kedua : strategi harga (0,276), prioritas ketiga : strategi promosi (0,245), dan prioritas keempat : strategi tempat (0,166).

Rasio inkonsistensi hasil pengolahan vertikal tingkat empat sudah memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi, nilainya 0,01 (satu presen). Prioritas pertama untuk strategi produk : kualitas produk (0,122), strategi harga : harga produk pesaing (0,091), strategi promosi : iklan di televisi (0,091), strategi tempat/saluran distribusi : kemudahan mendapatkan produk (0,061).

Implikasi yang akan terjadi terhadap pemilihan prioritas strategi tersebut antara lain bertambahnya anggaran biaya serta lebih ketatnya pengawasan mutu produk. Anggaran biaya yang bertambah, meliputi biaya penambahan volume produksi untuk mendukung peningkatan penjualan, biaya promosi, dan penyediaan sarana dalam pendistribusian produk.

STRATEGI PEMASARAN MIE INSTANT GAGA MIE 100 PADA PT JAKARANA TAMA FOOD INDUSTRY KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

Oleh : DIAN HERYANTO

A14105662

SKRIPSI

Skripsi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Judul Skripsi : Strategi Pemasaran Mie Instant Gaga Mie 100 Pada PT Jakarana Tama Food Industry, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Nama : Dian Heryanto NRP

: A14105662

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dra. Yusalina, M.Si. NIP. 131914523

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN UNTUK SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2008

Dian Heryanto

A 14105662

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat, pada tanggal 21 September 1982 sebagai anak ke empat dari empat bersaudara pasangan Bapak Ujun Junaedi dan Ibu Aah. Pada Tahun 1989, masuk sekolah di SD Negeri Padabeunghar, Kabupaten Sukabumi. Kemudian pada Tahun 1995 melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 1 Kota Sukabumi, dan pada Tahun 1998 kembali melanjutkan sekolah di SMU Negeri 1, Kota Sukabumi.

Pada tahun 2001 diterima di Program Diploma Supervisor Jaminan Mutu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada Tahun 2004. Setelah lulus dari pendidikan Diploma, langsung bekerja di beberapa perusahaan, antara lain pada PT Jakarana Tama Food Industry sebagai Quality Control Staff , PT Yupi Indo Jelly Gum dan PT Belfoods Indonesia sebagai Quality Assurance Staff. Pada Tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan S1 Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus Tahun 2008.

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Judul Skripsi ini adalah “Strategi Pemasaran Mie Instant Gaga Mie 100 Pada PT Jakarana Tama Food Industry, Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. Tujuan dari skripsi ini adalah merumuskan prioritas strategi pemasaran Mie Instant Gaga Mie 100 yang tepat, serta mengkaji implikasi prioritas strategi pemasaran tersebut terhadap perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Secara keseluruhan penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Akhir kata, semoga karya yang sederhana ini dapat bermanfaat khususnya untuk penulis sendiri umumnya bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2008

Dian Heryanto

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur kembali dipanjatkan bagi Allah SWT, karena atas kehendak-Nyalah skripsi ini bisa diselesaikan pada tempat dan waktu yang direncanakan. Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan penghormatan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil, yaitu kepada :

1. Kedua orang tua tercinta Bapak Ujun Junaedi dan Ibu Aah yang dengan tulus telah memberikan contoh nilai-nilai kebaikan dan kerja keras yang dapat saya tauladani.

2. Dra. Yusalina, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan sarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ir. Juniar Atmakusuma, MS sebagai dosen evaluator dan penguji yang telah

memberikan koreksi dan masukan untuk kesempurnaan penelitian skripsi ini.

4. Tintin Sarianti, SP sebagai dosen komisi akademik yang telah memberikan koreksi dan masukan untuk kesempurnaan penelitian skripsi ini.

5. Manajemen PT Jakarana Tama Food Industry: Ibu Yus Elidawati, Bapak Dody, Bapak Acong, dan Bapak Condro, atas kesempatan yang telah diberikan.

6. Manajemen PT Belfoods Indonesia dan PT Yupi Indo Jelly Gum, terima kasih atas kesempatan untuk mendapatkan pengalaman kerja yang bermanfaat.

7. Keluarga besarku di Jampang, Segog, dan Bogor, terima kasih atas dukungannya. Khusus untuk tambatan hati tercinta Lee yang telah mencurahkan kasih sayangnya.

8. Teman-teman Ekstensi MAB-14 : Aputz, Harry, Arfan, Edi, Indra, Habib, Boy, Hamid, Hendri Aceh, Nora, Sandra, Teh Siti, dan Bu Leli, terima kasih atas kebersamaannya.

9. Semua staff sekretariat Ekstensi MAB terima kasih atas bantuannya.

10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu selama penyelesaian skripsi ini.

Semoga segala kebaikannya akan mendapatkan balasan dari Allah SWT, Amin.

I. PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Sektor Industri merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia. Sektor ini sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia selama 10 tahun terakhir. Data Badan Pusat Statistik (2007) menunjukkan pada tahun 2006 lebih dari 28,05 persen pembentukan PDB adalah dari sektor industri, sedangkan sektor pertanian hanya mencapai 12,90 persen.

Perkembangan sektor industri didorong oleh jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat. Berdasarkan sensus BPS (2007), pertambahan jumlah penduduk Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2004 – 2006

Peningkatan Tahun

Jumlah Penduduk

1,52 Sumber : BPS, 2007 (diolah)

Seiring dengan bertambahnya penduduk Indonesia, maka tingkat konsumsi terutama produk pangan juga bertambah. Produk pangan atau makanan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi karena termasuk kebutuhan pokok. Pada Tabel 2 dapat diketahui persentase konsumsi kebutuhan makanan terhadap total kebutuhan.

Tabel 2. Persentase Konsumsi Rata-Rata Penduduk Indonesia Per Kapita Per Bulan Tahun 2003 – 2007

Rata-Rata Kelompok 2003-2007 Barang

Makanan 56,89 54,59 51,37 53,01 49,24 53,02 Bukan

43,11 45,41 48,63 46,99 50,76 46,98 Makanan

100 100 100 100 100 100 Sumber : BPS, 2008 (diolah)

Total

Pengeluaran berupa konsumsi penduduk Indonesia sebagian besar dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Meskipun konsumsi makanan mengalami penurunan (Tahun 2004, 2005 dan 2007), akan tetapi secara keseluruhan rata-rata konsumsinya lebih besar (53,02 %) jika dibandingkan dengan kebutuhan lainnya (46,98 %).

Berdasarkan tingkat konsumsi makanan yang cukup tinggi, para investor baik dalam maupun luar negeri tertarik untuk menanamkan modalnya pada sektor industri makanan. Ketertarikan investor pada industri makanan dilihat dari besarnya persentase sektor industri makanan dalam struktur industri di Indonesia. Persentase sektor industri tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase Struktur Industri di Indonesia Tahun 2003 – 2005

Makanan dan

Pakaian Jadi

9,02 Barang galian

7,37 bukan logam

Karet dan

Industri lainnya

100 Sumber : BPS, 2006 (diolah)

Total

Berdasarkan Tabel 3, sektor industri makanan menempati urutan pertama dalam struktur industri Indonesia. Rata-rata dari tahun 2003 sampai 2005 sekitar 22,31 % sektor industri bergerak di bidang makanan. Dengan demikian, persaingan bisnis di sektor makanan cukup tinggi.

Salah satu industri makanan yang berpotensi terus berkembang adalah industri Mie Instant. Tahun 2002 – 2007, konsumsi Mie Instant rata-rata jumlahnya paling tinggi (97,56 %) dibandingkan makanan lain yang sejenis, seperti Mie basah (0,04 %), Mie kering (1,21 %), dan Bihun (1,19 %). Perbandingan tingkat konsumsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Konsumsi Mie Instant, Mie Basah, Mie kering, dan Bihun Rata-Rata Per

Minggu Penduduk Indonesia Tahun 2002 – 2007

Persentase (%)

Jenis Rata-

Makanan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata

Mie Instant 96,27 97,21 96,91 98,20 98,63 98,14 97,56 Mie Basah 0,06 0,03 0,04 0,04 0,03 0,01 0,04 Mie Kering 1,68 1,08 1,59 1,14 0,90 0,85 1,21 Bihun 1,99 1,68 1,46 0,62 0,44 1,00 1,19

100 100 100 100 100 100 100 Sumber : BPS, 2008 (diolah)

Total

Besarnya tingkat konsumsi masyarakat terhadap Mie Instant disebabkan adanya anggapan bahwa makanan ini sebagai makanan pokok pengganti nasi. Penyebab lain peningkatan konsumsi Mie Instant adalah cita rasanya bisa diterima dibandingkan jenis makanan sereal dan cracker.

Selain dilihat dari tingkat konsumsi dalam negeri, Mie Instant juga berpotensi dipasaran ekspor makanan. Volume ekspor untuk Mie Instant periode tahun 2005 – 2007 mengalami peningkatan (Tabel 5). Volume ekspor yang meningkat bisa menjadi tolak ukur bahwa produk Mie Instant dalam negeri cukup diterima oleh konsumen luar negeri.

Tabel 5. Volume Ekspor Mie Instant Tahun 2005 – 2007

Peningkatan Tahun

Volume Ekspor

25,85 Sumber : BPS, 2008 (diolah)

Meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap Mie Instant yang menyebabkan bertambahnya jumlah produsen Mie Instant di Indonesia, akan menimbulkan persaingan yang semakin ketat. Untuk menghadapi persaingan tersebut produsen memerlukan suatu strategi, salah satunya adalah strategi pemasaran yang tepat dalam mengelola dan memasarkan produknya.

Strategi pemasaran merupakan salah satu faktor penting untuk membawa perusahaan pada posisi stabil dalam persaingan yang semakin kuat, agar mampu bertahan dan mampu meningkatkan usahanya sehingga mendapatkan keuntungan bagi perusahaan. Hal ini dilakukan oleh beberapa produsen Mie Instant di Indonesia, salah satunya adalah PT Jakarana Tama Food Industry (JTFI). Selain memproduksi Mie Instant merek Gaga Mie 100, PT JTFI juga memproduksi Mie Instant merek lain dan produk makanan lain, seperti Michio, Mie Soun (Mie Instant), dan Gaga Saradines, Gaga Sambel dan lain-lain (produk selain Mie Instant). Gaga Mie 100 merupakan produk unggulan PT JTFI dengan jumlah produksi 60 persen dari keseluruhan produk.

1. 2 Perumusan Masalah

Berdasarkan peningkatan konsumsinya, pasar Mie Instant pun mengalami peningkatan. Perputaran bisnis Mie Instant sampai tahun 2007 diperkirakan

mencapai Rp 11 triliun. 1 Perkembangan industri Mie Instant ditandai dengan munculnya berbagai merek baru setelah Indomie (Indofood), yaitu : Mie Sedaap

(Grup Wings); Kare, Selera Rakyat (Grup Orang Tua); ABC (PT ABC President); Gaga Mie 100 (PT Jakarana Tama Food Industry); Alhamie (PT Olaga Sukses Mandiri); Salam Mie (PT Sentrafood) dan sebagainya. Contoh produk Mie Instant dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tingkat persaingan dalam dunia bisnis yang semakin ketat menyebabkan kepemimpinan suatu perusahaan, produk atau merek tertentu tidak akan selamanya stabil. Adanya produk-produk lain yang sejenis, seperti Mie basah, Mie Kering, dan Bihun juga cukup mempengaruhi persaingan bisnis Mie Instant. Departemen Perindustrian Republik Indonesia menyebutkan bahwa hingga tahun 2008 ini, tercatat ada 312 perusahaan yang bergerak di sektor industri sejenis

Mie. 2 PT Indofood Sukses Makmur sebagai produsen Mie Instant terbesar di

Indonesia, menguasai 80 persen dari keseluruhan pangsa pasar Mie Instant dalam negeri (Tahun 2002). Pada tahun 2005, sekitar 20 persen pangsa pasar sudah dikuasai oleh Mie Sedaap (Grup Wings) dan 10 persen lainnya oleh Gaga Mie (PT Jakarana Tama Food Industry), Salam Mie (PT Sentrafood), Kare, Selera Rakyat

1 Dyah HP. Kare ditengah Jorjoran Mi Instan. http://www.swa.co.id/swamajalah/praktik/details. Hal 1. 25 Juni 2008.

2 Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Industri Makaroni, Mie, Spageti, Soun.

(Grup Orang Tua), Alhamie (PT Olaga Sukses Mandiri), ABC (PT ABC President), dan lain-lain. 3

Berdasarkan informasi tersebut, pangsa pasar PT JTFI untuk produk Gaga Mie 100 saat ini masih rendah. Segmen pasar yang dipilih oleh PT JTFI untuk produk Gaga Mie 100 adalah konsumen menengah ke bawah. Strategi pemasaran yang dilakukan oleh PT JTFI meliputi strategi produk, harga, tempat, dan promosi.

Pada awalnya strategi produk yang dilakukan PT JTFI adalah dengan menawarkan ukuran/berat Mie yang lebih besar, dengan harga yang ditawarkan relatif sama. Berat Mie Gaga Mie 100 adalah 100 gram, sedangkan berat Mie Instant lain seperti Indomie sekitar 70 gram. Strategi ini cukup efektif, terbukti pada tahun 2000 – 2003 Gaga Mie 100 cukup booming di pasaran.

Pada tahun 2004 muncul Mie Sedaap sebagai pendatang baru dengan menawarkan produk Mie yang beratnya diantara merek Indomie dan Gaga Mie 100, yaitu sekitar 90 gram. Produk dengan berat di atas Indomie, meskipun beratnya sedikit di bawah Gaga Mie 100, dengan harga lebih murah dan promosi besar-besaran yang dilakukan oleh Mie sedaap, pangsa pasar Indomie, Gaga Mie 100 serta merek lainnya mengalami penurunan.

Pada tahun 2005 – 2006, terjadi kenaikan harga bahan baku Mie Instant. Untuk menutupi biaya operasionalnya, PT JTFI menaikkan harga jual Gaga Mie 100 di pasaran. Meskipun harga bahan baku Mie Instant yang naik, harga jual Mie Instant untuk merek tertentu yang menjadi pesaing Gaga Mie 100, seperti Indomie

3 Sapto Anggoro. Fotokopi Bisnis. Bisnishttp://www.detikpublishing.com/index.php/home.

dan Mie Sedaap tidak menaikan harga jualnya di pasaran. Agar harga Gaga Mie 100 tetap bersaing di pasaran, maka harga jualnya terpaksa diturunkan, akan tetapi beratnya juga diturunkan secara bertahap yaitu dari 100, 92, sampai 88 gram.

Strategi tempat/saluran distribusi dalam memasarkan produknya meliputi empat tahap. Tahap pertama melalui tiga distributor, yaitu distributor utama, sub distributor, dan POS (Priority Outlet Service). Tahap selanjutnya adalah grosir, retail 1, retail 2, dan konsumen akhir.

Promosi yang dilakukan yaitu dalam bentuk iklan, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat. Pada tahun 2001 dan 2004 pernah melakukan promosi melalui iklan di televisi, dan pada tahun 2003 – 2006 pernah terbit dalam jurnal halal LPPOM-MUI. Promosi penjualan yang dilakukan berupa pemberian Quantity Discount, serta penjualan dengan adanya demo produk dalam acara- acara tertentu. Dalam membina hubungan dengan masyarakat, PT JTFI memberikan bantuan setiap bulannya melalui suatu yayasan.

Sejak akhir tahun 2005, strategi promosi yang dilakukan oleh PT JTFI sampai dengan tahun 2007 kurang begitu mendominasi jika dibandingkan dengan Mie Sedaap (Grup Wings) yang melakukan promosi besar-besaran. Data Nielsen Media Research menyebutkan untuk tahun 2007 Mie Sedaap menghabiskan dana sekitar Rp.33,9 Milyar untuk belanja promosi. Sumber SWA juga menyebutkan Mie Sedaap (Grup Wings) mengeluarkan dana tidak kurang dari Rp 50 milyar

untuk promosi. 4

4 Dyah HP. Mendongkrak Ekuitas Merek di Pasar hiperkompetitif. http://202.59.162.82/

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PT JTFI, volume penjualan Mie Instant merek “Gaga Mie 100” dari periode 2003 – 2007 mengalami penurunan. Penurunan volume penjualan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Volume Penjualan Mie Instant PT JTFI Tahun 2004 – 2007

Tahun Total Penjualan (Karton) Penurunan (%) 2004

20,72 Sumber : PT JTFI, 2008 (diolah)

Berdasarkan uraian tersebut, maka penerapan strategi pemasaran yang dilakukan PT JTFI belum optimal. Dengan demikian, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana prioritas strategi pemasaran Mie Instant Gaga Mie 100 yang tepat untuk mencapai tujuan dari perusahaan ?

2. Bagaimana implikasi prioritas strategi pemasaran tersebut terhadap perusahaan dalam menjalankan bisnisnya ?

1. 3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini antara lain:

1. Merumuskan prioritas strategi pemasaran Mie Instant Gaga Mie 100 yang tepat.

2. Mengkaji implikasi prioritas strategi pemasaran yang tepat tersebut terhadap perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.

1. 4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai masukan bagi pihak PT JTFI dalam penerapan strategi pemasaran produknya.

2. Memberikan gambaran pada masyarakat mengenai perkembangan industri Mie Instant serta perkembangan industri makanan secara umum.

3. Memberikan gambaran bagi para pengusaha atau investor mengenai peluang bisnis industri Mie Instant dan industri makanan untuk dikembangkan.

4. Bagi penulis penelitian ini sebagai pembelajaran praktis dilapangan serta menambah pemahaman tentang strategi pemasaran.

1. 5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini strategi pemasaran difokuskan hanya pada produk Mie Instant. Pengamatan mengenai strategi pemasaran dilakukan pada semua bagian yang terkait dengan pemasaran produk, serta yang menjadi responden adalah yang benar-benar mengerti tentang masalah yang diteliti, yaitu kaitannya dengan strategi pemasaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Produk Mie Instant

Mie Instant ditemukan pertama kali di Jepang oleh seorang imigran dari Taipeh bernama Momofuku Ando 50 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 25 Agustus 1958 Ando mengumumkan bahwa ia berhasil menyempurnakan metode penggorengan kilatnya sekaligus menandai terciptanya Mie Instan. Selanjutnya, Ando memberi nama produk tersebut sebagai Chikin Ramen, yang berarti Mi Rasa Ayam. Ayam dalam bahasa Jepang adalah Chickin, sedangkan Ramen merupakan salah satu Mie khas

Jepang. 5 Definisi Mie Instant menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No.

01.3551.2000 adalah produk makanan yang dibuat dari adonan tepung terigu atau tepung beras dan tepung lainnya. Komposisi nilai gizi Mie sendiri hampir sama dengan nasi. Kandungan gizi Mie Instant dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Komposisi Gizi Mie dan Nasi

Komposisi

Mie Kering

Mie Basah

Nasi

Kalori (kal)

50 14 40,6 Kalsium (mg)

49 14 5 Phospor

47 13 22 Zat Besi

0,5 Vitamin (SI)

0 0 0 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam Susanti (2006)

5 Wonderful Life. Momofuku Ando Penemu Mie Instan Modern. http://bilqissq.blogspot.com.

Mie Instant yang diperdagangkan harus memenuhi standar mutu, agar memberi jaminan bagi kepuasan konsumen sebagai pengguna produk. Syarat mutu Mie Instant dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Syarat Mutu Mie Instant

No Uraian

Satuan

Persyaratan

1 Keadaan : Tekstur

Normal Rasa

Normal Bau

Normal Warna

Normal

2 Benda asing Tidak ada

3 Keutuhan

Minimal 90

4 Kadar air : Proses penggorengan

Maksimal 10 Proses pengeringan

5 Kadar Protein Mie dari terigu

Minimal Mie bukan dari terigu

6 Bilangan asam

Mg KOH/g minyak

Maksimal 2

7 Cemaran logam : Timbal (pb)

Maksimal 2 Raksa (Hg)

mg/kg

mg/kg

Maksimal 0,05

8 Asam

mg/kg

Maksimal 0,5

9 Cemaran mikroba Angka lempeng total 6 Koloni/g Maksimal 1,0 x 10

<3 Salmonella

E. coli

APM/g

Negatif per 25 g Kapang 3 Koloni/g Maksimal 1,0 x 10

Sumber : Departemen Perindustrian SNI 01-3551-2000 dalam Susanti (2006)

Proses produksi Mie Instant secara umum dibagi menjadi tiga tahap yaitu persiapan bahan baku, proses produksi, dan penggudangan. Tahap persiapan meliputi penyaringan terigu dan pembuatan larutan alkali, tahap produksi meliputi pencampuran bahan baku, proses pencampuran larutan alkali, pengepresan, pengukusan, penggorengan, pendinginan, dan pengemasan. Produk Mie Instant yang siap dijual, disimpan di gudang penyimpanan produk akhir.

2. 2 Penelitian Terdahulu

2. 2. 1 Studi Mengenai Pemasaran

Farhani (2004), mengkaji tentang strategi pemasaran Mie Instant dengan judul penelitian Analisis Strategi Pemasaran Salam Mie (Studi Kasus : PT. Sentrafood Indonesia Corporation). Metode pengolahan dan analisis yang digunakan adalah analisis lingkungan internal dan ekternal (IFE dan EFE), matriks internal-eksternal (IE), dan matriks SWOT.

Hasil penelitian berdasarkan matriks IFE yaitu perusahaan telah memiliki strategi yang baik untuk mengurangi kelemahan internal yang ada. Kualitas produk yang baik merupakan kekuatan utama perusahaan, serta pembagian segmentasi, target dan posisi pasar yang belum fokus menjadi kelemahan utama perusahaan.

Berdasarkan hasil analisis matriks EFE, diketahui bahwa kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada dan mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi oleh perusahaan berada pada posisi rata-rata. Ancaman utama perusahaan adalah strategi pesaing intensif dan proaktif. Hasil matriks IE didapatkan posisi perusahaan berada pada sel V, yaitu dipertahankan dan pelihara (Hold and Maintain), sehingga strategi yang paling tepat untuk digunakan adalah penetrasi pasar dan perkembangan produk.

Matriks SWOT yang merupakan perpaduan dari IFE dan EFE, diperoleh alternatif strategi yaitu melakukan pengembangan produk Salam Mie dengan mengadopsi teknologi yang sedang berkembang, meningkatkan penjualan ekspor, meningkatkan kembali promosi secara intensif dan berkesinambungan, memfokuskan segmentasi, target dan posisi produk di pasar, mengoptimalkan Matriks SWOT yang merupakan perpaduan dari IFE dan EFE, diperoleh alternatif strategi yaitu melakukan pengembangan produk Salam Mie dengan mengadopsi teknologi yang sedang berkembang, meningkatkan penjualan ekspor, meningkatkan kembali promosi secara intensif dan berkesinambungan, memfokuskan segmentasi, target dan posisi produk di pasar, mengoptimalkan

Agustini (2007), mengkaji tentang strategi pemasaran obat-obatan dan vitamin ternak, dengan judul penelitan Analisis Strategi Pemasaran ‘7P’ Obat- Obatan dan Vitamin Ternak pada PT Alco Company, Tanggerang, Banten. Metode pengolahan dan analisis data dengan menggunakan metode analisis deskriptif dan metode Proses Hirarki Analitik (PHA).

Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa kegiatan strategi pemasaran yang dilakukan oleh PT Alco Company adalah strategi bauran pemasaran dengan 7P, yaitu produk, harga, distribusi, promosi, orang, proses dan bukti fisik. Meningkatkan penjualan menjadi prioritas pertama yang menjadi tujuan perusahaan.

Sari (2007), mengkaji tentang strategi pemasaran madu dengan judul penelitian Analisis Strategi Pemasaran Madu pada Pusat Pelebahan Nasional (PUSBAHNAS) Parung Panjang, Bogor. Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah matriks IFE, EFE, IE, SWOT dan Proses Hirarki Analitik (PHA). Hasil penelitian tersebut adalah kekuatan utama perusahaan yaitu produk yang dijual beraneka ragam, baik rasa, ukuran maupun kemasannya. Kelemahan utama perusahaan adalah kegiatan promosi yang belum optimal.

Peluang utama bagi perusahaan adalah permintaan madu luar negeri. Ancaman utama yang dihadapi perusahaan adalah pesaing aktif memiliki jalur distribusi yang kuat dan kapasitas yang besar. Posisi perusahaan pada matriks IE berada di sel II (tumbuh dan bina). Strategi yang tepat pada posisi tersebut adalah Peluang utama bagi perusahaan adalah permintaan madu luar negeri. Ancaman utama yang dihadapi perusahaan adalah pesaing aktif memiliki jalur distribusi yang kuat dan kapasitas yang besar. Posisi perusahaan pada matriks IE berada di sel II (tumbuh dan bina). Strategi yang tepat pada posisi tersebut adalah

Berdasarkan hasil analisis SWOT diperoleh delapan alternatif strategi yang dapat digunakan perusahaan. Hasil olahan PHA diperoleh prioritas strategi pemasaran secara berturut-turut adalah : memperluas jalur distribusi, meningkatkan kegiatan produksi, aktif melakukan kegiatan pengembangan produk, mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk, mendatangkan tenaga ahli pemasaran, efisiensi biaya produksi, optimalisasi volume produksi, dan kampanye untuk meningkatkan konsumsi madu.

Ridwansyah (2008), mengkaji tentang strategi pemasaran rumah makan, dengan judul penelitian Strategi Pemasaran pada Rumah Makan Sate Kiloan Empuk Cibinong (Kasus Strategi Pemasaran pada Perusahaan Baru). Metode pengolahan dan analisis data menggunakan Proses Hirarki Analitik (PHA).

Hasil penelitian ini antara lain karakteristik konsumen yang berkunjung yaitu masyarakat dari daerah sekitar Citeureup dan Cibinong, dominan kaum pria dari kelompok usia 26-35 tahun dan sudah menikah. Atribut yang paling berpengaruh terhadap keputusan konsumen adalah cita rasa sop dan gulainya, serta keempukan satenya. Berdasarkan metode PHA, diperoleh prioritas strategi bauran pemasaran adalah mencapai tujuan pertumbuhan penjualan.

2. 2. 2 Studi Mengenai Mie Instant

Tania (2004), mengkaji tentang respon konsumen, dengan judul penelitian Analisis Respon Konsumen terhadap Produk Mie Instant Merek Salam Mie Rasa Mi Goreng Jawa (Studi Kasus di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat). Metode pengolahan dan analisis data menggunakan Importance-Performance Analysis.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa atribut produk Salam Mie rasa Mi Goreng Jawa yang perlu diperhatikan oleh perusahaan adalah rasa, penambahan vitamin dan mineral penting, serta promosi. Atribut yang telah memberikan kesesuaian tertinggi kepada responden adalah merek, kemudian diikuti dengan atribut kemudahan dalam memasak dan tekstur Mie.

Alternatif strategi pemasaran yang dapat diterapkan oleh perusahaan untuk produk Mie Instant Salam Mie rasa Mi Goreng Jawa adalah strategi produk (meningkatkan cita rasa, menambah bumbu-bumbu, mempertahankan gizi Mie, memperjelas label nilai gizi pada kemasan, adanya izin dari Departemen Kesehatan, sertifikat halal, kebersihan produk, Mie tidak mudah rusak, kelengkapan bumbu, dan kemudahan memasak), strategi harga (mempertahankan tingkat harga sekarang dan kualitas produk), strategi promosi (iklan tentang promosi rasa, hadiah langsung, hubungan masyarakat, penempatan produk yang menarik), dan strategi distribusi (jaringan distribusi terkuat dan terbesar di semua tempat penjualan, meningkatkan penyediaan produk di warung dan pasar tradisional).

Amirulloh (2005), mengkaji tentang keputusan pembelian konsumen Mie Instant, dengan judul penelitian Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Konsumen dalam Keputusan Pembelian Mi Instan “Salam Mie” (Kasus pada

Masyarakat Kelurahan Tegallega Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Metode pengolahan dan analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis faktor.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian Salam Mie terdiri dari variabel promosi penjualan, merek, berat/isi, pengaruh teman dan pengaruh keluarga, rasa, harga dan kemasan, iklan dan kemudahan memperoleh produk tersebut. Analisis faktor menghasilkan rekomendasi bauran pemasaran yang terdiri dari strategi produk, harga, promosi dan distribusi.

Susanti (2006), mengkaji tentang ekuitas merek Mie Instant, dengan judul penelitian Analisis Ekuitas Merek Mie Instan di Kecamatan Bogor Barat. Metode pengolahan dan analisis data menggunakan analisis deskriptif, uji rehabilitas, uji Chocran , diagram Performance-Importance, dan Brand Switching Pattern Matrix.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa merek Indomie secara umum mendapat tempat yang paling baik. Asosiasi-asosiasi pembentuk brand image pada merek Indomie adalah harga terjangkau, rasa enak, kemudahan memperoleh, promosi/iklan menarik, dan merek sudah terkenal. Elemen kualitas paling unggul dipegang oleh merek Indomie dan Supermie. Secara keseluruhan Indomie memiliki keunggulan pada elemen kesadaran merek dan persepsi kualitas.

Rahmadani (2006), mengkaji tentang optimalisasi produk Mie, dengan judul penelitian Optimalisasi Produksi Mie Instan di PT Jakarana Tama, Ciawi- Bogor, Jawa Barat. Metode pengolahan data dengan menggunakan formulasi model program linear.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa kegiatan produksi aktual perusahaan belum optimal, jika perusahaan melakukan produksi sesuai dengan kondisi optimal maka nilai keuntungan juga akan maksimum. Kombinasi produksi pada kondisi optimal lebih sedikit dari kondisi aktual, sedangkan pada tingkat produksi secara keseluruhan dari semua kombinasi pada kondisi optimal juga lebih kecil dari kondisi aktual. Solusi optimal yang diterapkan apabila terjadi perubahan dua parameter input yaitu nilai keuntungan dan nilai ketersediaan sumber daya yang tidak berubah.

Palada (2008), mengkaji brand Mie Instant, dengan judul penelitian Analisis Brand Equity Mie Instan dengan menggunakan model customer-Brand Equity (Studi Kasus Merek Indomie pada Mahasiswa IPB). Metode pengolahan dan analisis data menggunakan skala likert, analisis deskriptif, Structural Equation Marketing (SEM). Hasil penelitian menyebutkan bahwa, elemen ekuitas merek Indomie mencakup komponen dari brand knowledge, yaitu brand awareness dan brand image yang memberikan pengaruh berbeda terhadap ekuitas merek Indomie.

2. 2. 3 Perbedaan Studi Terdahulu dengan Penelitian Strategi Pemasaran Mie Instant Gaga Mie 100 pada PT JTFI, Kabupaten Bogor-Jawa Barat

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian Strategi Pemasaran Mie Instant Gaga Mie 100 pada PT JTFI, Kabupaten Bogor - Jawa Barat bisa dilihat dari jenis komoditi, alat analisis, dan tempat penelitian. Meskipun topik penelitian dan komoditi yang sama yaitu Mie Instant, akan tetapi tempat penelitiannya berbeda.

Penelitian yang pernah dilakukan di PT JTFI adalah tentang optimalisasi produksi, peramalan bahan baku, dan analisis pengawasan mutu Mie Instant. Dengan demikian, penelitian tentang strategi pemasaran Mie Instant belum pernah dilakukan di PT JTFI.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3. 1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3. 1. 1 Definisi Strategi

Strategi berasal dari bahasa Yunani strategos dan strategia, berarti pengetahuan dan seni menangani sumber-sumber yang tersedia dari suatu perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan (Chandradhy, 1978). Berdasarkan definisi tersebut, maka strategi bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki agar bisa digunakan secara efektif dan efisien dalam mencapai suatu tujuan perusahaan.

Manurut Pearce dan Robinson (1997), strategi adalah rencana para manajer yang berskala besar dan berorientasi pada masa depan untuk berinteraksi dengan lingkungan persaingan guna mencapai sasaran perusahaan. Definisi lain mengatakan bahwa strategi merupakan cara untuk mencapai sasaran jangka panjang (David, 2004). Dengan demikian, strategi yang ditetapkan suatu perusahaan bersifat untuk keperluan jangka pendek, terlebih lagi untuk keperluan jangka panjang masa depan perusahaan.

Porter (1997) menyebutkan strategi adalah penciptaan posisi unik dan bernilai mencakup perangkat kegiatan yang berbeda. Perusahaan yang diposisikan secara strategis melakukan kegiatan yang berbeda dengan pesaing atau melakukan kegiatan yang sama dengan cara yang berbeda. Strategi bisnis dapat termasuk perluasan geografis, diversifiksi, akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, pengurangan, divestasi, likuidasi dan usaha patungan.

3. 1. 2 Definisi dan Konsep Pemasaran

Pemasaran adalah proses sosial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2005). Menurut definisi ini, pemasaran bertujuan untuk memenuhi kebutuhan melalui suatu proses pertukaran, dimana pertukaran tersebut bisa dalam bentuk uang dengan barang, barang dengan barang, dan jasa dengan uang.

Kartajaya (2005) mendefinisikan pemasaran adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan perubahan nilai dari satu penggagas kepada pengikut gagasannya. Definisi lain yang menyebutkan pemasaran adalah sekumpulan kegiatan dimana perusahaan dan organisasi lainnya mentransfer nilai-nilai (pertukaran) antara mereka dengan pelanggannya (Shimp, 2003). Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa kegiatan pemasaran saat ini tidak hanya terfokus pada kegiatan jual beli barang atau jasa, tetapi juga perusahaan mampu memberi nilai tambah. Nilai tambah tersebut yang menciptakan suatu hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.

Menurut Kotler (2005), ada lima konsep yang bersaing yang dijadikan sebagai pedoman oleh organisasi untuk melakukan kegiatan pemasaran, yaitu konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan, konsep pemasaran, dan konsep pemasaran sosial.

1. Konsep produksi Konsep ini menyatakan bahwa konsumen akan lebih menyukai produk yang tersedia secara luas dan murah. Para manajer perusahaan yang berorientasi 1. Konsep produksi Konsep ini menyatakan bahwa konsumen akan lebih menyukai produk yang tersedia secara luas dan murah. Para manajer perusahaan yang berorientasi

2. Konsep produk Konsep ini menyatakan bahwa konsumen akan menyukai produk-produk yang menawarkan fitur yang paling bermutu, berkinerja, atau inovatif. Para manajer organisasi itu memusatkan perhatian untuk menghasilkan produk yang unggul dan memperbaiki mutunya dari waktu ke waktu.

3. Konsep penjualan Konsep ini menyatakan bahwa para konsumen umumnya menunjukan keengganan atau penolakan untuk membeli sehingga harus dibujuk supaya membeli. Konsep itu juga mengasumsikan bahwa perusahaan memiliki banyak sekali alat penjualan dan promosi yang efektif yang dapat merangsang lebih banyak pembelian.

4. Konsep Pemasaran Konsep ini menyatakan bahwa kunci untuk mencapai sasaran organisasi adalah perusahaan harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih.

5. Konsep Pemasaran Sosial Konsep ini menyatakan bahwa tugas perusahaan adalah menentukan kebutuhan, keinginan, dan kepentingan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan pesaing dengan cara yang tetap mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan konsumen.

Menurut Kartajaya (2005), konsep pemasaran yaitu proses penciptaan sasaran organisasi yang tergantung penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran, penyampaian kepuasan yang didambakan itu dengan lebih efektif dan efisien dibanding pesaing. Konsep ini mengandung arti bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan kunci sukses bagi perusahaan untuk dapat bertahan menghadapi pesaing. Teori lain yang mendukung yaitu konsep pemasaran bukan hanya berorientasi pada pelayanan dan pemenuhan kebutuhan pelanggan atau konsumen tetapi juga agar perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain (Swastha dan Sukotjo, 2000).

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelanggan, diperlukan suatu strategi pemasaran yang terintegrasi yang dikenal dengan bauran pemasaran. Bauran pemasaran terdiri dari perencanaan produk, penetapan harga, distribusi dan promosi.

3. 1. 3 Strategi Pemasaran

Menurut Gitosudarmo (1997), strategi pemasaran merupakan strategi untuk melayani pasar atau segmen pasar yang dijadikan target oleh seorang pengusaha. Dengan demikian, strategi pemasaran merupakan kombinasi dari bauran pemasaran yang diterapkan perusahaan untuk melayani pasarnya.

Strategi pemasaran pada dasarnya adalah rencana menyeluruh, terpadu dan menyatu di bidang pemasaran yang memberikan panduan tentang kegiatan yang akan dijalankan untuk mencapai tujuan pemasaran suatu perusahaan. Dengan demikian, pemasaran adalah serangkaian tujuan, sasaran, kebijakan, dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran dari waktu ke waktu pada Strategi pemasaran pada dasarnya adalah rencana menyeluruh, terpadu dan menyatu di bidang pemasaran yang memberikan panduan tentang kegiatan yang akan dijalankan untuk mencapai tujuan pemasaran suatu perusahaan. Dengan demikian, pemasaran adalah serangkaian tujuan, sasaran, kebijakan, dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran dari waktu ke waktu pada

Menurut McCarthy dalam Kotler (1997), Strategi pemasaran adalah strategi yang disatukan, luas, terintegrasi, dan komprehensif yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan dari perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan pemasaran yang tepat oleh organisasi. Strategi pemasaran dapat didekati dengan konsep bauran pemasaran atau marketing mix.

3. 1. 4 Strategi Bauran Pemasaran

Menurut Kotler (2005), bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasaran di pasar sasarannya. McCarthy dalam Kotler (2005), mengklasifikasikan alat-alat pemasaran tersebut menjadi empat kelompok yang luas yang disebut dengan ‘4P’, yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion).

3. 1. 4. 1 Produk ( product)

Definisi produk (product) menurut Kotler (2005) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk-produk yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, pengalaman, acara-acara, orang, tempat, properti, organisasi, dan gagasan.

Bauran produk didefinisikan sebagai kumpulan seluruh lini produk dan jenis produk yang ditawarkan oleh suatu perusahaan kepada pembeli. Dalam penelitian ini, produk yang menjadi objek penelitian adalah produk berupa barang pangan hasil olahan, yaitu Mie Instant.

Kotler (2005) mengklasifikasikan produk menjadi tiga kelompok, menurut daya tahan dan wujudnya:

1. Barang yang tidak tahan lama (nondurable goods) Barang tidak tahan lama adalah barang-barang berwujud yang biasanya dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali penggunaan, seperti bir dan sabun.

2. Barang tahan lama (durable goods) Barang tahan lama adalah barang yang berwujud yang biasanya tetap bertahan walaupun sudah digunakan berkali-kali, seperti lemari es, peralatan mesin, dan pakaian.

3. Jasa (service) Jasa adalah produk-produk yang tidak berwujud, tidak terpisahkan dan mudah habis. Akibatnya produk ini memerlukan pengendalian mutu, kredibilitas pemasok, dan kemampuan penyesuaian yang lebih tinggi. Contohnya pemotongan rambut dan perbaikan barang.

Salah satu variasi dari produk adalah barang konsumen. Kotler (2005) juga mengklasifikasikan barang konsumen berdasarkan kebiasaan belanja:

1. Barang mudah (convenience goods) Barang mudah adalah barang-barang yang biasanya dibeli oleh pelanggan dengan cepat dan dengan upaya yang sangat sedikit. Contohnya produk- produk tembakau, sabun, dan koran.

2. Barang toko (shopping goods) Barang toko adalah barang-barang yang biasanya dibandingkan berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga, dan gaya dalam proses pemilihan dan pembeliannya.

3. Barang khusus (specialty goods) Barang khusus adalah barang yang mempunyai ciri-ciri atau identifikasi merek yang unik dan karena itulah cukup banyak pembeli besedia melakukan upaya pembelian yang khusus. Contohnya mobil, komponen-komponen stereo, peralatan fotografi, dan setelan pria.

4. Barang yang tidak dicari (unsought goods) Barang yang tidak dicari adalah barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau biasanya mereka tidak terpikir untuk membelinya, seperti detektor asap. Contoh-contoh klasik barang yang sudah dikenal tetapi yang tidak dicari adalah asuransi jiwa, persil kuburan, batu nisan, dan ensiklopedia.

3. 1. 4. 2 Harga ( price)

Harga adalah sejumlah uang (ditambah beberapa barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya (Swastha dan Sukotjo, 2000). Menurut Kotler (2002), harga adalah jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa, jumlah nilai yang dipertukarkan konsumen untuk manfaat memiliki atau menggunakan produk/jasa.

Menurut Kotler (2005), perusahaan harus menetapkan harga sesuai dengan nilai yang diberikan dan dipahami pelanggan. Perusahaan harus mempertimbangkan banyak faktor dalam menentukan kebijakan penetapan harga. Prosedur dalam menentukan harga antara lain: memilih tujuan penetapan harga, menentukan permintaan, memperkirakan biaya, menganalisa biaya, harga, dan bayaran pesaing, memilih metode penetapan harga, dan memilih harga akhir.

3. 1. 4. 3 Tempat atau Saluran Distribusi ( place)

Menurut Kotler (2000), saluran distribusi adalah himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil hak atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa selama berpindah dari produsen ke konsumen. Suatu komoditi dikatakan sebagai suatu produk apabila berada di tempat pada saat dibutuhkan oleh konsumen.

Tanpa pendistribusian yang jelas, pemasaran suatu produk belum dapat dikatakan berhasil. Dengan demikian, untuk mendapatkan sistem pemasaran yang strategis, selain merancang produk, menetapkan harga yang sesuai dan didukung promosi yang baik, perusahaan juga harus menetapkan strategi distribusi yang tepat.

3. 1. 4. 4 Promosi ( promotion)

Menurut Kotler (2000), promosi adalah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh produsen untuk mengkomunikasikan manfaat dari produknya, membujuk dan mengingatkan para konsumen sasaran agar membeli produk terebut. Pemahaman lain tentang komunikasi pemasaran adalah mempresentasikan gabungan semua unsur dalam bauran pemasaran merek, yang memfasilitasi terjadinya pertukaran dengan menciptakan suatu arti yang disebar luaskan kepada pelanggan atau kliennya (Shimp, 2003).

Menurut Kotler (2005), masing-masing alat promosi memiliki karakteristik unik dan biaya sendiri. Alat-alat promosi tersebut antara lain iklan, promosi penjualan, hubungan masyarakat dan pemberitaan, penjualan pribadi, dan pemasaran langsung.

1. Iklan Sifat umum iklan memberikan semacam legitimasi pada produk tersebut dan juga menyiratkan suatu tawaran yang terstandarisasi. Iklan memungkinkan penjual mengulangi pesan berkali-kali, pembeli menerima dan membandingkan pesan-pesan dari berbagai pesaing. Iklan memberikan peluang untuk mendramatisir perusahaan tersebut dan produknya melalui penggunaan cetakan, suara, dan warna yang berseni.

2. Promosi Penjualan Promosi penjualan mendapat perhatian dan mungkin akan mengarahkan konsumen ke produk tersebut. Promosi penjualan menggabungkan suatu konsensi, dorongan, atau kontribusi yang memberi nilai bagi konsumen. Promosi penjualan merupakan ajakan yang jelas untuk terlibat dalam transaksi.

3. Hubungan Masyarakat dan Pemberitaan Daya tarik hubungan masyarakat dan pemberitaan didasarkan pada tiga sifat khusus, yaitu kredibilitas yang tinggi, kemampuan menangkap pembeli yang tidak hati-hati, kemampuan untuk mendramatisir suatu perusahaan atau produk.

4. Penjualan Pribadi Penjualan pribadi adalah alat yang paling efektif pada tahap terakhir berupa proses pembelian, khususnya dalam membangun preferensi, keyakinan, dan tindakan pembeli.

5. Pemasaran Langsung Contoh bentuk pemasaran langsung seperti surat langsung, telemarketing, pemasaran internet. Karakteristik khusus pemasaran langsung adalah bersifat tidak umum, disesuaikan dengan orangnya, pesan dapat dipersiapkan dengan sangat cepat, serta pesan bersifat interaktif.

3. 2 Kerangka Pemikiran Operasional

PT JTFI adalah salah satu produsen Mie Instant di Indonesia yang telah berdiri kurang lebih 15 tahun. Produk perusahaan ini yang paling dominan adalah Gaga Mie 100. Dalam menjalankan bisnisnya, PT JTFI mempunyai strategi yaitu strategi pemasaran.

Adanya persaingan bisnis yang semakin ketat di bidang Mie Instant, khususnya strategi para pesaing yang dominan, mengakibatkan total penjualan dan penjualan Gaga Mie 100 menurun. Pada periode lima tahun terakhir ini total volume penjualan Mie Instant dengan merek “Gaga Mie 100” mengalami penurunan sekitar 45,5 % (periode 2004-2007).

Strategi pemasaran yang telah dilakukan PT JTFI meliputi bauran pemasaran produk, harga, strategi tempat/saluran distribusi, serta promosi. Keempat strategi pemasaran tersebut dalam pelaksanaanya disesuaikan dengan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Dengan dimikian, strategi yang dilakukan harus efektif dan seefisien mungkin. Penurunan penjualan di perusahaan menunjukan strategi bauran pemasaran yang telah dilakukan PT JTFI belum optimal.

Dalam melakukan strategi pemasaran, terkait dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki perusahaan, maka harus dilakukan penentuan prioritas dalam pelaksanaan strategi pemasaran. Dalam penentuan prioritas strategi pemasaran yang tepat dalam penelitian ini digunakan metode Proses Hirarki Analitik (PHA).