ASPEK HUKUM DALAM PELAKSANAAN PROYEK ( ESTU NUR AIDA & HARVEY MAULANA)

ASPEK HUKUM DALAM PELAKSANAAN PROYEK

Oleh
Estu Nuraida

(1594094011)

Harvey Maulana

(1594094021)

Dosen Pengampu
Ayu Roesdyningtyas Dyah Anggraeny, S.T.,M.T

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI
TEBUIRENG JOMBANG
2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam makalah ini saya
membahas tentang Prinsip Yuridis Kontrak Konstruksi di Indonesia.
Makalah ini dibuat untuk memperdalam pengetahuan tentang memahami
Prinsip Yuridis Kontrak Konstruksi di Indonesia dan sekaligus sebagai tugas yang
harus dipenuhi oleh mahasiswa dalam mata kuliah Aspek Hukum Dalam
Pelaksanaan Proyek.
Saya menyadari sungguh bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
guna penyempurnaan makalah ini.

Trenggalek, 20 February 2018

Pemakalah

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI


iii

BAB I PENDAHULUAN

4

1.1 LATAR BELAKANG

4

1.2 TUJUAN PENULISAN

8

1.3 RUMUSAN MASALAH

8

1.4 MANFAAT PENULISAN 8
BAB II PEMBAHASAN


9

2.1 PENGERTIAN KONTRAK KONTRUKSI

9

2.2 PENGATURAN HUKUM KONTRAK KONTRUKSI
2.3 PESERTA KONTRAK KONTRUKSI

11

2.4 HAK DAN KEWAJIBAN KONTRAK KONTRUKSI
2.5 TERJADINYA KONSTRUKSI
2.6 STUDI KASUS

21

BAB III PENUTUP


23

3.1 KESIMPULAN

23

3.2 SARAN

24

DAFTAR PUSTAKA

14

10
13

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dan merupakan Negara
kepulauan terbesar di dunia. Oleh karena itu, diperlukan sarana infrastruktur dan
transportasi yang memadai untuk dapat menjangkau pulau-pulau yang diseluruh
pelosok Indonesia. Pembangunan infrastruktur sangat berperan penting dalam
mendukung pembangunan ekonomi secara merata di setiap daerah yang ada di
Indonesia. Pembangunan infrastruktur menjadi kewajiban pemerintah daerah
maupun pemerintahan pusat. Dewasa ini, pembangunan yang dilakukan
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas serta perekonomian suatu daerah,
sehingga pada giliranya akan meningkatkan perekonomian nasional. Pasal 33 ayat
(4) UUD 1945 menyebutkan bahwa; “perekonomian nasional tersebut
diselenggarakan

berdasarkan

atas

demokrasi

ekonomi


dengan

prinsip

kebersamaan, efisien berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional”.
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran rakyat dan
kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati
seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan
merata, sebaliknya berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh,
rakyat dan pemerintah. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 25 tahun 2004 menyebutkan bahwa:
“Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
bangsa dalam Universitas Lambung Mangkurat.
Dalam rangka mencapai tujuan bernegara”. Perencanaan Pembangunan
Nasional menjadi satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana – rencana pembangunan dalam jangka panjang,
menengah , dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelanggara negara dan
masyarakat tingkat pusat dan daerah sehingga konstruksi mempunyai peranan

yang cukup penting dan strategis, dikarenakan jasa konstruksi menghasilkan
produk akhir berupa bangunan atau bentukfisik lainnya, baik yang berupa

prasarana maupun sarana yang berfungsi guna mendukung pertumbuhan dan
perkembangan berbagai bidang pembangunan.
Disamping itu, penyelenggaraan jasa konstruksi juga berperan untuk
mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang
diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Faktor kunci dalam
pengembangan jasa konstruksi nasional adalah peningkatan kemampuan usaha,
terwujudnya tertib penyelenggaran pekerjaan konstruksi, serta peningkatan peran
masyarakat secara aktif dan mandiri dalam melaksanakan kedua upaya-upaya
tersebut.

Peningkatan

kemampuan

usaha

ditopang


oleh

peningkatan

profesionalisme dan peningkatan efisiensi usaha. Sedangkan terwujudnya tertib
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat dicapai melalui pemenuhan hak dan
kewajiban dan adanya kesetaraan kedudukan para pihak yang terkait. Sistem
perencanaan, pengawasaan serta pelaksanaan di dalam suatu kontrak konstruksi
harus mengikuti prosedur teknis konstruksi secara benar, terutama kesadaran dari
masing-masing pihak dalam melaksanakan suatu pembangunan guna tercapainya
tujuan dari pelaksanaan kontrak konstruksi tersebut baik bagi masyarakat, bangsa
maupun negara. Sekilas apabila kita mendengar kata kontrak, kita langsung
berpikir bahwa yang dimaksudkan adalah suatu perjanjian tertulis yang artinya
kontrak sudah dianggap sebagai suatu pengertian yang lebih sempit dari
perjanjian.
Kontrak menguasai begitu banyak bagian kehidupan sosial kita, sampai kita
tidak tahu berapa banyak kontrak yang telah kita buat setiap harinya. Kontrak
tidak lain adalah perjanjian yang mengikat para pihak sehingga didalam Pasal
1233 Kitab Undang-Undang Hukum perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan

dilahirkan dari perjanjian dan undang-undang,menurut pendapat Subekti, kontrak
atau perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain
atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal1.
Dewasa ini, jasa konstruksi merupakan bidang usaha yang banyak diminati oleh
anggota masyarakat di berbagai tingkatan sebagaimana terkihat dari makin
besarnya jumlah perusahaan yang bergerak dibidang usaha jasa konstruksi.
Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi diperlukannya kesadaran hukum,
termasuk kepatuhan para pihak, yakni pengguna jasa dan penyedia jasa, dalam
pemenuhan kewajibannya serta pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait

dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan agar dapat
menwujudkan bagunan
yang berkualitas.
Adanya beberapa indikasi kecurangan dalam proses pengadaan jasa
konstruksi sudah bukan menjadi rahasia umum, beberapa sumber yang didapat
dari internet mengatakan bahwa lebih dari 20 tahun yang lalu, Begawan Ekonomi
Indonesia, Profesor Soemitro Djojohadikusumo, sudah mensinyalir 30 - 50 persen
kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara akibat praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa
pemerintah.2 Terhadap adanya indikasi kecurangan yang paling sering dilakukan

dalam setiap tahapan pengadaan jasa konstruksi terjadi pada tahap:
a) Tahap Pengumuman pelelangan dimana perusahaan-perusahaan tertentu yang
menjadi pemenang dari tender untuk mengerjakan proyek tersebut.
b) Tahap pemasukan dokumen penawaran secara umum rata-rata pengguna jasa,
konsultan dan kontraktor
c) Tahap penggunaan kualitas dari barang yang digunakan dalam melakukan
pengerjaan proyek tersebut seharusnya kualitas yang super menjadi tidak
super.Masyarakat diminta turut serta melihat dan mengawasi proses pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa pemerintah terutama berlaku untuk 15 tahapan proses
pengadaan yang dinilai rawan dengan penyelewengan. Kelima belas tahap
pengadaan barang dan jasa pemerintah tersebut meliputi perencana pengadaan
barang dan jasa, pembentukan panitia lelang, prakualifikasi perusahaan,
penyusunan dokumen lelang, pengumuman pelelangan, pengambilan dokumen
lelang, dan penentuan harga perkiraan sendiri. Selanjutnya tahapan penjelasan
lelang, pemasukan penawaran harga dan pembukaan penawaran, evaluasi
penawaran, pengumuman calon pemenang,
sanggahan peserta lelang, penunjukan pemenang lelang, penandatanganan
kontrak perjanjian, serta penyerahan barang dan jasa kepada pengguna barang
atau jasa (owner/user).
Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

(selanjutnya disebut dengan UUJK) kiranya mampu mewujudkan jalannya suatu
proses konstruksi berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini
guna untuk mencegah adanya faktor kecurangan maupun faktor kepentingan

pribadi dalam penyedia jasa konstruksi. Sehingga tujuan dari dibentuknya
undang-undang tersebut dapat tercapai dan terlaksana. Serta terwujudnya cita-cita
negara sebagai Negara hukum.
Peningkatan jumlah perusahaan ini ternyata belum diikuti dengan
peningkatan kualifikasi dan kinerjanya, yang tercermin pada kenyataan bahwa
mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber
daya manusia, modal dan teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi belum
sebagaimana yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh karena persyaratan usaha
serta persyaratan keahlian dan keterampilan belum diarahkan untuk mewujudkan
kehandalan usaha yang profesional.
Pada praktiknya saat ini, lemahnya pelaksanaan hukum yang mengatur
tentang pelaksanaan dan pengawasan pembangunan terjadi juga di bidang
teknologi/konstruksi pembuatan jembatan. Dampak dan kekeliruan implementasi
kebijakan pembangunan tersebut mulai dirasakan rakyat Indonesia beberapa
tahun belakangan ini berbagai bencana terjadi silih berganti.
Ada satu asas di dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi yang menjiwai Peraturan Pemerintah ini adalah asas kemitraan yang
saling menguntungkan. Dengan asas tersebut dapat diwujudkan keterkaitan yang
semakin erat dalam satu kesatuan yang efisien dan efektif antar penyedia jasa.
Kemitraan tersebut sekaligus memberikan peluang usaha yang semakin besar
tanpa mengabaikan kaidah efisiensi dan efektivitas serta kemanfaatan. Tetapi
sering kali penyedia jasa konstruksi lepas tangan atas runtuhnya suatu proyek
pembangunan yang di kelola baik setelah masa pemeliharaan dan sesudah masa
pemeliharaan. Pasal 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 menjelaskan
bahwa Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan
usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi sedangkan pengguna jasa adalah
orang

perseorangan

atau

badan

sebagai

pemberi

tugas

atau

pemilik

pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
Di dalam konsep jasa konstruksi dikenal adanya kontrak kerja konstruksi
yang merupakan landasan bagi penyelenggaraan jasa konstruksi di Indonesia.
Kontrak kerja ini menjadi fokus dalam mengadakan suatu kegiatan jasa
konstruksi, dikarenakan substansi kontrak yang memuat kepentingan hak dan
kewajiban para pihak dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang prinsip
yuridis kontrak diindonesia.
1.3 Permasalahan
Adapun permasalahan yang diangkat pada makalah ini yaitu mengetahui
secara mendalam tentang apa itu prinsip yuridis kontrak diindonesia dan
bagaimana penerapan prinsip yuridis kontrak diindonesia itu sendiri.
1.4 Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan
akademik (teoritis) untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai prinsip
yuridis kontrak diindonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kontrak Konstruksi
Istilah kontrak kerja konstruksi merupakan terjemahan dari construction
contract. Kontrak kerja konstruksi merupakan kontrak yang dikenal dalam
pelaksanaan konstruksi bangunan, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah
maupun pihak swasta. 42 Menurut Pasal 1 Ayat (5) UUJK, Kontrak kerja
kostruksi merupakan: “Keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum
antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi”.
Dalam kenyataan sehari-hari, istilah kontrak konstruksi sering juga
disebut dengan perjanjian pemborongan. Istilah pemborongan dan konstruksi
mempunyai keterikatan satu sama lain. Istilah pemborongan memiliki cakupan
yang lebih luas dari istilah konstruksi. Hal ini disebabkan karena istilah
pemborongan dapat saja berarti bahwa yang dibangun tersebut bukan hanya
konstruksinya, melainkan dapat juga berupa pengadaan barang saja, tetapi dalam
teori dan praktek hukum kedua istilah tersebut dianggap sama terutama jika
terkait

dengan

istilah

hukum/kontrak

konstruksi

atau

hukum/kontrak

pemborongan. Jadi dalam hal ini istilah konstruksi dianggap sama, karena
mencakup keduanya yaitu ada konstruksi (pembangunannya) dan ada pengadaan
barangnya dalam pelaksanaan pembangunan.
Menurut R. Subekti perjanjian pemborongan adalah perjanjian dimana
pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diriuntuk menyelenggarakan suatu
pekerjaan bagi pihak yang memborongkan denganmenerima suatu harga yang
ditentukan. 44 Dalam KUH Perdata , perjanjian pemborongan disebut dengan
istilah pemborongan pekerjaan, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1601
(b) KUH Perdata bahwa : “Perjanjian peborongan adalah perjanjian dengan mana
pihak satu (sipemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu
pekerjaan bagi pihak lain (pihak yang memborongkan) dengan menerima suatu
harga yang ditentukan Menurut Mariam Darus Badrulzaman, dilihat dari sistem
hukum maka kontrak bangunan merupakan salah satu komponen dari hukum
bangunan (construction law, bouwrecht). Istilah construction law biasa dipakai

dalam kepustakaan anglo saxon, sedangkan bouwrecht lazim dipergunakan dalam
kepustakaan Hukum Belanda. Dengan demikian, yang dinamakan hukum
bangunan adalah seluruh perangkat peraturan perundang-undangan yang bertalian
dengan bangunan meliputi pendirian, perawatan, pembongkaran, penyerahan,
baik bersifat perdata maupun publik/administratif.
Dalam kontrak konstruksi, sebagaimana kontrak pada umumnya akan
menimbulkan hubungan hukum maupun akibat hukum antara para pihak yang
membuat perjanjian. Hubungan hukum merupakan hubungan antara pengguna
jasa dan penyedia jasa yang menimbulkan akibat hukum dalam bidang
konstruksi. Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban diantara para
pihak. Momentum timbulnya akibat itu adalah sejak ditandatanganinya kontrak
konstruksi oleh pengguna jasa dan penyedia jasa. Dengan demikian dapat
disimpulkan, bahwa unsur-unsur yang harus ada dalam kontrak konstruksi
adalah:46
Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa; 2. Adanya objek, yaitu
konstruksi; 3. Adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa
dan penyedia jasa.
2.2 Pengaturan Hukum Tentang Kontrak Konstruksi
Penyelengaraan pengadaan bidang konstruksi di Indonesia telah diatur
secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi. Dari segi substansinya, kecuali mengenai segi-segi hukum kontrak,
undang-undang ini cukup lengkap mangatur pengadaan jasa konstruksi.47
Undang-undang ini dibuat pada masa reformasi. Latar belakang lahirnya undangundang ini karena berbagai peraturan perunang-undangan yang berlaku belum
berorientasi

pada

pengembangan

jasa

konstruksi

yang

sesuai

dengan

karakteristiknya. Hal ini mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang
mendukung peningkatan daya saing secara optimal maupun bagi kepentingan
masyarakat. UUJK ditetapkan pada tanggal 7 Mei 1999 . ketentuan terdiri atas 12
bab dan 47 pasal.48
Pengaturan lebih lanjut dari undang-undang ini tertuang dalam tiga
peraturan pemerintah yaitu : Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang
Usaha dan Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi (PP No. 28/2000)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2000

(PP No. 4/2010), Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (PP No. 29/2000) sebagaiman telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2010 (Perpres No. 59/2010), dan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Pembinaan Jasa Konstruksi (PP No. 30/2000).
Dalam kaitannya dengan pengadaan jasa konstruksi, tata cara dan
prosedur pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan instansi Pemeritah, telah
diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah disempurnakan
melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010. Kemudian Perpres No.
54 Tahun 2010 diubah melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 70 Tahun 2012
tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Selain itu, terkait dengan izin usaha konstruksi dalam
hal ini terdapat Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 23 Tahun 2002 dan
Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 35 Tahun 2008 tentang Retribusi
Izin Usaha Jasa Konstruksi.
Para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kontrak konstruksi, adalah sebagai
berikut :
Pihak pengguna jasa sering juga disebut sebagai pemeberi tugas, yang
memborongkan, pemimpin proyek, dan lain-lain. Pengguna jasa adalah
pereseorangan atau badan pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang
memerlukan layanan jasa konstruksi.50 Pengguna jasa mempunyai hubungan
dengan para perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas
konstruksi. Yang dimaksud dengan Pengguna jasa adalah: a orang perorang;
2.3 Peserta Dalam Kontrak Konstruksi
Pihak Pengguna Jasa, badan usaha, baik badan hukum maupun tidak berbadan
hukum; dan

badan yang bukan badan usaha tapi berbadan hukum, yaitu

pemerintah dan atau lembaga negara dimana pemerintah dan atau lembaga negara
dengan menggunakan anggaran yang telah ditentukan baik dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD). 2. Pihak Penyedia Jasa Pihak penyedia jasa sering juga disebut
sebagai kontraktor, pemborong, rekanan, dan lain-lain. Dengan berlakunya

UUJK, maka telah dirumuskan pengertian jasa konstruksi. Pengertian jasa
konstruksi senagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 Angka 1 UU Jasa
Konstruksi tersebut , menunjukkan bahwa hubungan hukum yang diatur dan
diakui oleh Negara ada tiga yaitu perencanaan, pelaksanaan pekerjaan, dan
pengawasan.
Dalam hal kontrak pengadaan jasa konstruksi, khususnya yang dilakukan
oleh Pemerintah telah diatur dalam ketentuan Peraturan Presiden No. 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Adapun pihak-pihak atau
peserta yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa oleh Pemerintah berdasarkan
Pasal 7 dan 19 Perpres No. 54 Tahun 2013 adalah sebagai berikut :
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang
kewenangan penggunaan anggaran Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat
Daerah atau Pejabat yang disamakan pada institusi lain Pengguna APBN/APBD.
Sedangkan Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya a. PA/KPAdisebut
KPAadalah Pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau
ditetapka oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD Pejabat Pembuat
Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang ditetapkan
PA/KPA untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit
organisasi pemerintah yang berfungi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang
bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.
Sedangkan Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat Keahlian
Pengadaan Barang/Jasa yang melaksanakan pengadaan barang/jasa.
Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan
oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang
menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultasi/Jasa Lainnya.
Dalam setiap perjanjian atau kontrak yang melibatkan dua pihak pastilah
menimbulkan hak dan kewajiban atau tugas dan kewenangan bagi para pihak.
Hak bagi satu pihak merupakan kewajiban (prestasi) yang harus dilaksanakan
oleh b. PPK c. ULP/ Pejabat Pengadaan d. Panitia/ Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan e. Penyedia Barang/Jasa .

2.4 Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Kontrak Konstruksi
pihak lainnya. Demikian pula dalam kontrak kerja konstruksi terdapat dua
pihak yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa konstruksi, yang mana masingmasing pihak memiliki hak dan kewajiban sebagaimana telah diuraikan diatas dan
merupakan prestasi yang harus dilakukan.
Hak pengguna jasa konstruksi adalah memperoleh hasil pekerjaan konstruksi,
sesuai dengan klasifikasi dan kualitas yang diperjanjiakan. Dalam Pasal 18 ayat
(1) UUJK, kewajiban pengguna jasa dalam suatu kontrak mencakup:
Adapun kewajiban dari penyedia jasa konstruksi adalah mencakup :
Hak penyedia jasa konstruksi adalah memperoleh informasi dan menerima
imbalan jasa dari pekerjaan konstruksi yang telah dilakukannya. Informasi yang
dimaksud merupakan doumen secara lengkap dan benar yang harus disediakan
oleh pengguna jasa untuk penyedia jasa konstruksi sehingga dapat melakukan
sesuai dengan tugas dan kewajibannya
1. Menerbitkan dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat
ketentuan-ketentuan secara lengkap, jelas dan benar serta dapat dipahami;
2. Menetapkan penyedia jasa secara tertulis sebagai hasil pelaksanaan
pemilihan;
3. Memenuhi ketentuan yang diperjanjikan dalam kontrak kerja konstruksi.
4. Menyusun dokumen penawaran berdasarkan prinsip keahlian untuk
disampaikan kepada pengguna jasa;
5. Melaksanakan pekerjaan konstruksi sebagaimana yang telah diperjanjikan.
Dalam kontrak pengadaan barang/ jasa oleh Pemerintah, kontrak tersebut
merupakan perikatan antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan penyedia
barang/jasa. Jika mengacu pada rumusan ini maka pejabat yang mewakili
pemerintah dan karenanya berwenang menandatangani kontrak pengadaan adalah
PPK. Pejabat inilah yang bertanggung jawab atas akibat hukum dari kontrak yang
ditandatangani. Dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 terdapat lampiran tentang Tata
Cara Pemilihan Penyedia Pekerjaan, dimana dalam lampiran tersebut terdapat
ketentuan mengenai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh PPK dan
Penyedia dalam melaksanakan kontrak, meliputi:
Hak dan kewajiban PPK : a) Mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang
dilaksanakan oleh penyedia; b) Meminta laporan-laporan secara periodik
mengenai pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia; c) Membayar

pekerjaan sesuai dengan harga yang tercantum dalam kontrak yang telah
ditetapkan kepada penyedia; d) Memberikan fasilitas berupa sarana dan prasarana
yang dibutuhkan oleh penyedia untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai
ketentuan kontrak.
Hak dan kewajiban Penyedia :
a) Menerima pembayaran untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
harga yang telah ditentukan dalam kontrak;
b) Berhak meminta fasilitas-fasilitas dalam bentuk sarana dan prasarana dari
PPK untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan kontrak.
c) Melaporkan pelaksanaan peerjaan secara periodic kepada PPK;
d) Melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam
kontrak;
e) Memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan untuk pemeriksaan
pelaksanaan pekerjaan secara periodik kepada PPK;
f) Menyerahkan hasil pekerjaan sesuai dengan jadwal penyerahan pekerjaan
yang telah ditetapkan dalam kontrak;
g) Penyedia harus mengambil langkah-langkah yang cukup memadai untuk
melindungi lingkungan tempat kerja dan membatasi perusakan dan
gangguan kepada masyarakat maupun miliknya akibat kegiatan penyedia.
2.5 Proses Terjadinya Kontrak Konstruksi
Dalam proses terjadinya suatu kontrak konstruksi terdapat tahapantahapan yang harus dilakukan oleh para pihak. Seperti kontrak pada umumnya,
tentu saja diawali dengan adanya 2 (dua) pihak atau lebih yang sepakat untuk
mengadakan suatu perjanjian pengadaan pekerjaan konstruksi. Proses terjadinya
kontrak konstruksi dimulai dengan proses pemilihan pihak kontraktor atau
penyedia jasa oleh pihak pengguna jasa. Adapun tahapan-tahapan yang harus
dilalui dalam proses terjadinya kontrak kontruksi berdasarkan Perpres Nomor 54
Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah sebagai berikut.
Pada umumnya pengguna jasa akan terlebih dahulu membuat pengumuman atau
pemberitahuan dengan membuka penawaran melalui suatu

2.5.1 Pemberitahuan atau Pengumuman
pelelangan untuk mencari penyedia jasa yang sanggup untuk melaksanakan
pekerjaan. Pengumuman dilakukan diumumkan paling kurang diwebsite K/L/D/I,
dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta Portal Pengadaan Nasional
melalui LPSE, sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat
danmemenuhi kualifikasi dapat mengikutinya (Pasal 36 ayat (3) Perpres No. 54
Tahun 2010). Pelelangan biasanya dibagi 2 (dua) yakni pelelangan umum dan
pelelangan terbatas. Pada prinsipnya kedua jenis pelelangan tersebut sama,
perbedaannya hanya terletak pada jumlahnya saja.
Dalam hal ini juga dijelaskan mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan
tempat lokasi proyek atau pekerjaan, dimana tempat pendaftaran dan batas waktu
pendaftaran, dimana dan kapan saat pelelangan akan diadakan.
Selanjutnya pejabat pemilihan penyedia jasa akan melakukan evaluasi
terhadap dokumen penawaran yang masuk. Pada fase penawaran, pejabat
pemilihan wajib melakukan penilaian terhadap semua penawaran yang masuk.
Unsur yang dinilai meliputi segi administrasi, teknis dan harga, menagcu pada
keriteria, metode dan tatacara yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan
penyedia jasa.
2.5.2 Persyaratan Kualifikasi dan Klasifikasi
a. Kualifikasi
Kualifikasi merupakan proses penilaian kompetensi dankemampuan usaha
serta pemenuhan persyaratan tertentulainnya dari Penyedia Barang/Jasa (Pasal 56
ayat (1) Perpres 54 Tahun 2010). Dalam tahap kualifikasi ditentukan juga
beberapa persyaratan bagi penyedia jasa yakni :54
Kualifikasi dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu prakualifikasi atau
pascakualifikasi, berikut penjelasannya :
Sebelum menentukan pihak pemenang yang dipilih untuk mengerjakan
pekerjaan konstruksi tersbut, terlebih dahulu dilakukan prakualifikasi terhadap
calon-calon penyedia jasa yang ada. Prakualifikasi merupakan proses penilaian
kualifikasi yang dilakukan sebelum pemasukan penawaran. Berdasarkan Perpre
No. 54 Tahun 2010, prakualifikasi dilaksanakan untuk pengadaan sebagai
berikut:
1) Penyedia jasa harus memiliki surat izin usaha pada bidang usahanya (IUJK);

2) Mempunyai kapasitas menandatangani kontrak pengadaan;
3) Tidak masuk daftar hitam dan tidak dalam pengawasan pengadilan;
4) Tidak bangkrut/pailit;
5) Kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksinya tidak
sedang menjalani sanksi pidana.
a) Prakualifikasi
1. Pemilihan penyedia jasa konsultasi
2.

Pemilihan penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang
bersifat kompleks melalui pelelangan umum

3. Pemilihan

penyedia

barang/pekerjaan

kontruksi/jasa

lainnya

yang

menggunakan metode penunjukan langsung, kecuali untuk penanganan
darurat. Perbuatan prakualifikasi ini dimaksudkan untuk mengetahui
kemampuan dasar perusahaan, baik yang berbentuk badan hukum, maupun
yang tidak bentuk badan hukum dimana mereka mempunyai usaha pokok
berupa pelaksanaan pekerjaan pemborongan, konsultasi, dan pengadaan
barang/jasa lainnya.55
Pascakualifikasi merupakan proses penilaian kualifikasi yang dilakukan
setelah pemsukan penawaran. Berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010
Pasal 56 ayat (9), pascakualifikasi dilaksanakan untuk pengadaan sebagai
berikut :
4. Klasifikasi adalah bagian dari kegiatan registrasi untuk menetapkan
penggolongan

perusahaan

pemborong

di

bidang

jasa

pemborongan/konstruksi sesuai bidang dan sub bidang pekerjaan atau
penggolongan profesi keterampilan
b) Pascakualifikasi
1. Pelelangan Umum, kecuali Pelelangan Umum untukPekerjaan Kompleks;
2. Pelelangan Sederhana/Pemilihan Langsung; dan
3. Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi Perorangan.
b. Klasifikasi
Klasifikasi adalah bagian dari kegiatan registrasi untuk menetapkan
penggolongan perusahaan pemborong di bidang jasa pemborongan/konstruksi
sesuai bidang dan sub bidang pekerjaan atau penggolongan profesi keterampilan
dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa pemborongan tersebut.
Klasifikasi usaha jasa pemborongan/konstruksi terdiri dari:

Pelaksanaan klasifikasi dan kualifikasi usaha orang perorangan dan badan
usaha dapat dilakukan oleh asosiasi perusahaan yang telah mendapat akreditasi 56
1) Klasifikasi usaha bersifat umum, diberlakukan kepada badan usaha
yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan satu atau lebih bidang
pekerjaan. Bidang usaha jasa pemborongan yang bersifat umum ini harus
memenuhi kriteria mampu mengerjakan bangunan konstruksi atau bentuk fisik
lain, mulai dari penyiapan lahan sampai penyerahan akhir atau berfungsinya
bangunan konstruksi.
2) Klasifikasi usaha bersifat spesialis, diberlakukan kepada usaha orang
perseorangan dan atau badan usaha yang mempunyai kemampuan hanya
melaksanakan satu sub bidang atau satu bagian subbidang pekerjaan. Badan
usaha jasa pemborongan/konstruksi yang bersifat spesialis ini harus memenuhi
criteria mampu mengerjakan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau
bentuk fisik lain. 3) Klasifikasi usaha orang perseorangan yang berketerampilan
kerja tertentu, diberlakukan kepada usaha orang perseorangan yang mempunyai
kemampuan hanya melaksanakan suatu keterampilan tertentu. Badan usaha jasa
pemborongan ini mampu mengerjakan subbagian pekerjaan pemborongan dan
bagian tertentu bangunan konstruksi dengan menggunakan teknologi sederhana.
dari lembaga. Tujuan diadakannya standarisasi klasifikasi dan kualifikasi jasa
pemborongan/konstruksi yaitu untuk mewujudkan standar produktivitas dan mutu
hasil kerja sehingga mendorong berkembangnya tanggung jawab profesional di
antara para pihak.
Dalam melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan, pejabat
pengadaan harus terlebih dahulu menetapkan metode pemilihan penyedia
barang/jasa, metode penyampaian dokumen, metode evaluasi penawaran, metode
penilaian kualifikasi dan jenis kontrak yang paling sesuai dengan pengadaan
barang/jasa yang bersangkutan. Untuk pengadaan pekerjaan pemborongan sendiri
dapat digunakan metode pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan
langsung, penunjukan langsung, atau pengadaan langsung.
2.5.3 Pelelangan dan Pelulusan.
a. Pelelangan Umum adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa yang
dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa

dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat
dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
b. Pelelangan Terbatas adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa
yang diumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi
dengan mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu, guna
memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa lainnya yang memenuhi
kualifikasi.
c. Pemilihan Langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa
tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas yang dilakukan dengan
membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 (tiga)
penawar dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi dan langsung
dilakukan negosiasi baik teknis maupun harga.
d. Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa
dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa.
e. Pengadaan Langsung adalah pemilihan penyedia barang/jasa dengan
penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara
melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang
wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Ukuran untuk menentukan
pelulusan adalah penawaran yang paling menguntungkan bagi Negara dan yang
dapat dipertanggungjawabkan sebagai calon pemenang, dengan memperlihatkan
keadaan umum dan keadaan pasar, baik untuk jangka pendek atau jangka
menengah. Dalam praktek pelaksanaan pelelangan, penentuan pelulusan
pelelangan

didasarkan

atas

penawaran

yang

terendah

yang

dapat

dipertanggungjawabkan (the lowest responsible bid).59
Dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 ditentukan bahwa peserta pemilihan
Penyedia atau lelang yang merasa keberatan atas penetapan pemenang lelang.
2.5.4 Pelelangan dan Pelulusan
diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis,
selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman
pemenang lelang (Pasal 82 ayat (1) Perpres No. 54 Tahun 2010). Dalam Pasal 81
ayat (1) ditentukan bahwa Peserta pemilihan yang merasa dirugikan dapat
mengajukan surat sanggahan kepada instansi pemerintah pengguna jasa
konstruksi, apabila menemukan :

Kemudian Pengguna Jasa akan mengeluarkan surat penunjukan penyedia
barang/jasa (SPPBJ) sebagai pelaksana pekerjaan yang dilelangkan, dengan
ketentuan : a. Penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang telah diatur
dalam Peraturan Presiden ini dan yang telah ditetapkan dalam dokumen
Pengadaan Jasa; b. Adanya rekayasa tertentu yang mengakibatkan terjadinya
persaingan yang tidak sehat; c. Adanya penyalahgunaan wewenang oleh ULP
dan/ atau Pejabat yang berwenang lainnya.
1) Tidak ada sanggahan dari peserta lelang;
2) Sanggahan maupun sanggahan banding yang diterima pejabat yang
berwenang terbukti tidak benar;
3) Sanggahan yang diterima melewati waktu masa sanggah atau telah
berakhir.
2.5.5

Tahap Pembuatan Kontrak

Tahapan selanjutnya adalah pembentukan kontrak antara pihak pengguna jasa
atau PPK dengan penyedia jasa yang dinyatakan sebagai pemenang. Para pihak
harus segera melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pembuatan
kontrak, setelah semua lengkap maka dikeluarkanlah surat perjanjian (kontrak).
selanjutnya para pihak akan saling merevisi, melengkapi isi atau klausul dalam
perjanjian tersebut. Apabila telah terjadi kesepakatan, para pihak wajib
menandatangani kontrak tersebut. Selanjutnya kontrak tersebut akan menjadi
acuan atau pedoman bagi para pihak untuk melaksanakan pekerjaan. Suatu
kontrak konstruksi akan berkahir apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
Penghentian kontrak terjadi apabila pekerjaan sudah selesai dan setelah masa
pemeliharaan selesai atau dengan kata lain pada penyerahan kedua dan harga
telah dibayar oleh pihak pengguna jasa. Didalam kontrak konstruksi dikenal
adanya dua macam penyerahan yaitu:60
Dengan berakhirnya kontrak dalam hal ini, maka pengguna jasa wajib
membayar kepada Penyedia sesuai dengan prestasi pekerjaan yang telah dicapai.
2.5.6 Berakhirnya Kontrak Konstruksi
1. Penghentian Kontrak
a. Penyerahan pertama yaitu penyerahan pekerjaan fisik setelah selesai 100%.

b. Penyerahankedua yaitu penyerahan pekerjaan setelah masa pemeliharaan
selesai. Pemutusan Kontrak Berakhirnya suatu kontrak konstruksi dapat
disebabkan karena adanya pemutusan kontrak oleh salah satu pihak atau kedua
belah pihak dalam kontrak tersebut. Hal ini terjadi sebagai salah satu akibat
ketidakterlaksanaan suatu kontrak konstruksi. Berdasarkan LKPP Nomor 6 Tahun
2012 tentang Petunjuk Pengadaan Barang/Jasa, pemutusan kontrak kontruksi
dilakukan apabila:
a. kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak;
b. berdasarkan penelitian PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), Penyedia tidak akan
mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan
sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan
pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan;
c. Setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaansampai dengan 50 (lima
puluh) hari kalender sejak masaberakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia
Barang/Jasatidak dapat menyelesaikan pekerjaan;
d. Penyedia lalai/cidera janji dalam melaksanakankewajibannya dan tidak
memperbaiki kelalaiannya dalamjangka waktu yang telah ditetapkan;
e. Penyedia terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/ataupemalsuan dalam
proses Pengadaan yang diputuskan olehinstansi yang berwenang; dan/atau
f. pengaduan tentang penyimpangan

prosedur, dugaan KKNdan/atau

pelanggararan persaingan sehat dalampelaksanaan Pengadaan dinyatakan benar
oleh instansiyang berwenang.
Dalam hal pemutusan kontrak yang dilakukan karena kesalahanPenyedia
Jasa, maka dapat disertai sanksi berupa:Dalam hal pemutusan Kontrak yang
dilakukan karena Pengguna Jasa terlibatpenyimpangan prosedur, melakukan
KKN

dan/ataupelanggararan

Pengadaan,maka

persaingan

Pengguna

Jasa

sehat

dalam

pelaksanaan

dikenakansanksi

berdasarkan

peraturanperundang-undangan. Bertitik dari prinsip proporsionalitas seharusnya
sanksi tersebut bersifat fakultatif bukan komulatif. Prinsip proporsionalitas dalam
hal ini digunakan untuk menilai apakah kesalahan penyedia jasa secara
proporsional layak digunakan sebagai alasan dalam memutus kontrak.
1) Jaminan Pelaksanaan dicairkan;

2) Sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia atau JaminanUang Muka
dicairkan (apabila diberikan);
3) Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatanterhadap bagian kontrak
yang terlambat diselesaikansebagaimana ketentuan dalam kontrak, apabila
pemutusankontrak tidak dilakukan terhadap seluruh bagian kontrak;
4) Penyedia dimasukkan dalam Daftar Hitam.
2.6 Studi kasus tentang tinjauan yuridis

kontrak konstruksi antara

disperindag kab. asahan dengan pt. menara kharisma internusa medan.
A. Profil PT. Menara Kharisma Internusa Medan Sebelum menguraikan
lebih lanjut mengenai tinjauan yuridis terhadap kontrak konstruksi antara
DISPERINDAG Kab. Asahan dengan PT. Menara Kharisma Internusa Medan,
penulis terlebih dahulu akan menguraikan sedikit mengenai profil dari PT.
Menara Kharisma Internusa yang bertindak sebagai pihak penyedia jasa atau
kontraktor.
PT. Menara Kharisma Internusa didirikan di Medan dengan Akta Notaris
Darmiana Lubis, Sarjana Hukum Nomor 15 Tahun 2003 pada tanggal 9 Agustus
2003. Adapun maksud dan tujuan dari Perseroan ini adalah melanjutkan usaha
Perseroan Komenditer “CV. Menara Kharisma Internusa”, yang didirikan dengan
Akta Notaris Reny Helena Hutagalung, Sarjana Hukum Nomor 429 pada tanggal
18 September 1995. Adapun usaha dari Perseroan ini adalah bergerak dibidang :
Untuk mencapai maksud dan tujuannya, Perseroan ini dapat melaksanakan
kegiatan usaha sebagai berikut :
1. Pembangunan;
2. Pengembang;
3. Perdagangan;
4. Perindustrian;
5. Percetakan;
6. Perbengkelan;
7. Agrobisnis;
8. Jasa.

a. Menjalankan usaha dalam bidang Pembangunan, termasuk sebagai
perencana, pelaksana, pengawas, dan pemborong (kontraktor), pembuatan
bangunan-bangunan, gedung-gedung, jalan, jembatan, irigasi, bendungan,
pembukaan lahan, penggalian, pengurungan, pekerjaan pemasangan instalasi
listrik, gas, air minum, telekomunikasi, dan pekerjaan-pekerjaan lain dibidang
pembangunan.
b. Menjadi pengembang atau developer proyek perumahan (real state),
pusat perbelanjaan, gedung-gedung, perkantoran dan kawasan industri.
c. Manjalankan perdagangan umum, termasuk perdagangan ekspor-impor,
local dan interinsulair, serta bertindak sebagai grossien, leveransir, distributor,
dan keagenan atau perwakilan dari perusahaan lain, baik dari dalam maupun luar
negeri untuk segala macam barang yang dapat diperdagangkan.
d. Menjalankan usaha dalam industri, antara lain industri garment, industri
material bangunan, industri furnitur, industri manufacturing dan fabrikasi,
industri peralatan teknik dan mekanik, industri perakitan komponen jadi
(elektronik), industri peralatan rumah tangga dan kerajinan tangan.
e. Manjalankan usaha dibidang agrobisnis, meliputi bidang pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan pertambakan.
f. Menjalankan usaha dalam bidang perbengkelan, kenderaan bermotor
dan alat-alat berat.
g. Menjalankan usaha dibidang jasa, antara lain penyelenggaraan usaha
teknik, jasa kebersihan, jasa rekreasi, jasa pengolahan data, jasa hiburan, jasa
konsultasi dibidang bisnis management dan administrasi, jasa konsultasi dibidang
teknik engineering, jasa konsultasi bidang arsitek, landscape, design dan
perencanaan, jasa konsultasi bidang study perencanaan, jasa konsultasi bidang
konstruksi sipil dan jasa-jasa lainnya, kecuali dalam bidang hukum dan pajak.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah membahas Tinjauan Yuridis tentang Kontrak Konstruksi Antara
DISPERINDAG Kab. Asahan dengan PT. Menara Kharisma Internusa Medan
(Study Pada Proyek Pembanguna Pasar Kartini Kisaran), maka penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
Proses pemilihan Pihak Penyedia Jasa Konstruksi atau Kontraktor dalam
Perjanjian antara Disperindag Kab. Asahan dengan PT. Menara Kharisma
Internusa Medan pemilihan pihak penyedia dilakukan dengan metode pemilihan
langsung, karena pekerjaan konstruksi tersebut merupakan pekerjaan yang tidak
kompleks dan nilai kontrak ini senilai Rp. 4.491.082.000,- (Empat Milyar Empat
Ratus Sembilan Puluh Satu Juta Delapan Puluh Dua Ribu Rupiah). Hal ini
berdasarkan Pasal 37 Perpres No. 70 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa
pengadaan pekerjaan yang tidak kompleks dan bernilai paling tinggi Rp.
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dapat dilakukan dengan pemilihan
langsung untuk pengadaan pekerjaan konstruksi.
Dalam pelaksanaan kontrak juga terlihat bahwa kontrak tersebut berjalan
dengan baik dan proyek pembangunan selesai pada waktu yang telah ditentukan
dan hasilnya sesuai dengan perjanjian.
2. Pihak penyedia atau kontraktor bertanggung jawab untuk menyelesaikan
pembangunan proyek sesuai dengan persyaratan baik dari segi teknis, bahan,
mutu dan waktu yang telah ditetapkan dalam kontrak yang telah disetujui dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak. Apabila pihak penyedia melakukan
wanprestasi, maka pihak pemberi tugas atau PPK dapat mengajukan tuntutan agar
pekerjaan tetap dilanjutkan, agar pekerjaan dihentikan, ganti kerugian yang
timbul akibat wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penyedia atau kontarktor.
Demikian juga dengan pihak pemeberi tugas atau PPK bertanggung jawab untuk
melakukan kewajiban pembayaran kepada pihak penyedia sesuai dengan jumlah
dan waktu yang telah ditetapkan dalam kontrak.

3. Dalam pelaksanaan kontrak antara DISPERINDAG Kab. Asahan dengan
PT. Menara Kharisma Internusa Medan dalam proyek pembangunan Pasar
Kartini Kisaran, yang menjadi hambatan adalah masalah pedagang yang awalnya.
menolak untuk dialokasikan sementara dan masalah pembebasan lahan,
sehingga proses pembangunan sedikit terlambat. Namun masalah tersebut dapat
diselesaikan dalam waktu yang singkat sehingga proyek pembangunan dapat
terus dilanjutkan. Mengenai terjadinya peselisihan antara para pihak, dalam
prakteknya penyelesaian perselisihan tersebut lebih dulu dilakukan dengan cara
musyawarah atau damai. Jika dengan jalan musyawarah tidak tercapai kata
sepakat maka dapat diselesaikan dengan membentuk panitia Arbitrase hingga
kemudian akan diteruskan melalui pengadilan, apabila melalui cara tersebut
diatas tidak tercapai penyelesaian.
3.2 Saran
1. Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sangat di perlukan kerjasama
atau koordinasi yang baik antara pemeberi tugas, perencana konstruksi, pelaksana
konstruksi maupun pengawas konstruksi sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat
berjalan dengan baik, efektif, efisien dan terencana.
2. Apabila dalam proses pembangunan proyek ditemukan hal-hal yang tidak
sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati dalam kontrak, maka pihak
pemeberi tugas harus segera memberikan peringatan kepada pihak penyedia atau
kontraktor agar segera memperbaiki pekerjaannya. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya kerugian yang lebih besar.
3. Dalam proses pembangunan proyek, pengawas harus lebih memperhatikan
mutu dari bahan-bahan yang digunakan dalam proyek pembangunan, hal ini
terkait dengan kualitas hasil bangunan.

DAFTAR PUSTAKA
http://repository.maranatha.edu/14573/2/1187054_Chapter1.pdf
http://erepo.unud.ac.id/10447/2/39ff30d032d010d4cab5a1c42a685f8d.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/45137/Chapter%20IIIV.pdf;jsessionid=42596330B18FF0CC9411FA84F8611617?sequence=2
http://jurnal.hukum.uns.ac.id/index.php/privatlaw/article/download/622/580
http://lughman.blogspot.co.id/2015/06/i-a.html