LEGAL OPINION KASUS KEBAKARAN HUTAN DI R

LEGAL OPINION
KASUS KEBAKARAN HUTAN DI RIAU YANG MELIBATKAN
MASYARAKAT ADAT DI INDONESIA
Dwikan Cahyo Herginanta
PENDAHULUAN
(Fakta Hukum atau Fakta Non Hukum)
kasus kebakaran hutan dan merusak lingkungan yang dilakukan H.
Marbawi Als Bawi Bin Usman, pada hari Sabtu tanggal 15 Maret 2014
sekitar pukul 14.00 Wib,Terdapat fakta hukum yang konkrit dapat
ditemukan diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pengertian hutan sebagaimana di jelaskan dalam Undang-undang
No.41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah Suatu kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati
yang
didominasi
pepohonan
dalam
persekutuan
alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Hutan adalah suatu wilayah yang memiliki banyak tumbuhtumbuhan lebat yang berisi antara lain pohon, semak, paku-pakuan,

rumput, jamur dan lain sebagainya serta menempati daerah yang
cukup luas.
2. UU No 23 tahun 1997 tentang lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain. Sedangkan ruang lingkup lingkungan hidup
Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berwawasan Nusantara dalam melaksanakan
kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya.
3. Hutan memiliki beberapa jenis, adapun jenis hutan berdasarkan
jenis fungsinya adalah yang pertama hutan konservasi adalah
kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi
pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya, yang kedua yaitu hutan lindung adalah kawasan
hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau kelompok
masyarakat
tertentu
untuk
dilindungi,

agar
fungsi-fungsi
ekologisnya berfungsi dengan baik dan dapat dinikmati manfaatnya
terutama oleh masyarakat yang terutama fungsi yang menyangkut
tata air dan kesuburan tanah dan yang ketiga adalah hutan produksi
adalah kawasan hutan yang dimanfaatkan untuk memproduksi hasil
hutan
4. Kalimantan Tengah yang memiliki luas wilayah lebih dari 15,3 Juta
hektar mempunyai masalah serius yaitu kerusakan hutan dan lahan
yang telah mencapai lebih dari 4 juta hektar dan lahan kritis yang
berada di dalam maupun di luar kawasan hutan seluas kurang lebih
1,7 juta hektar. Penyebabnya diantaranya adalah maraknya
praktek illegal logging dan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

5. pembukaan lahan adalah upaya yang dilakukan dalam rangka
penyiapan dan pembersih lahan untuk kegiatan budidaya maupun
non budidaya, seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 10 tahun 2010 tentang ” Mekanisme
Pencegahan Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan Hidup
yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan

6. Bahwa pada hari Sabtu tanggal 15 Maret 2014 sekitar pukul 13.00
Wib Kapolsek Pelangiran yaitu Saipul beserta Anggotanya Delni
Atma, Hotler Parulian dan M. Oktavian melakukan Patroli untuk
mencari titik api di Wilayah Hukum Polsek Pelangiran, pada saat itu
anggota dari Kapolsek yang dipimpin oleh Syaiful melihat ada asap
lalu mendatangi asal asap tersebut yang ternyata berasal dari Parit
Pulai Tiga, sesampai disana Saipul beserta anggotanya Delni Atma,
Hotler Parulian dan M. Oktavian bertemu salah seorang warga Parit
Pulai Tiga yaitu saksi Mardi als Didi kemudian Kapolsek Syaiful
bertanya “ itu lahan siapa yang terbakar sambil menunjuk ke lahan
milik terdakwa H. Marbawi “ lalu dijawab oleh saksi Mardi Als Didi “
itu lahan milik H. Marbawi “, setelah mendengar perkataan dari
saksi Mardi Kapolsek beserta Anggotanya mengajak saksi Mardi
untuk memadamkan api tersebut, diwaktu memadamkan api
Kapolsek Pelangiran bertanya kepada saksi Mardi “ siapa yang
membakar lahan ini “, lalu dijawab oleh saksi Mardi “ yang
membakar dilahan ini yaitu H. Marbawi “ setelah mendapat
informasi dari saksi Mardi tersebut kemudian Kapolsek Syaipul
beserta anggotanya Delni Atma Putra, Hotler Parulian, dan M.
Oktavian melakukan pencarian terhadap terdakwa

7. berdasarkan Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan, bagian
Perlindungan Hutan, Departemen Silvikutur, Fakultas Kehutanan
Institute Pertanian Bogor, pada tanggal 24 Maret 2014
berkesimpulan dampak yang ditimbulkan dengan adanya
pembakaran lahan yang dilakukan oleh H. Marbawi tersebut yaitu
telah terjadi kerusakan lapisan permukaan lahan setebal 10 Cm.
akibat kerusakan ini jelas mengganggu kehidupan manusian
maupun makhluk hidup lainnya karena salah satu fungsi lahan
tersebut sebagai pangatur tata air tidak berfungsi normal dan itu
dapat menimbulkan peluang terjadinya masa pakai lahan yang
terbakar tersebut sehingga tentu saja akan mengurangi
produktivitas lahan tersebut. Selain itu selama pembakaran
berlangsung telah pula dilepaskan gas-gas rumah kaca yang telah
melewati batas yang diperkenankan sehingga mencemari
lingkungan paling tidak dikawasan yang terbakar tersebut ;
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana
melanggar Pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 26 UU RI No. 18 Tahun 2004
tentang Perkebunan
8. Bahwa H. Marbawi melakukan pembakaran lahan dengan cara
terlebih dahulu H. Marbawi membersihkan lahan dari kayu balok


kecil dan semak belukar pada saat yang bersamaan terdapat
didalam semak belukar sarang lebah, kemudian terdakwa
membakar sarang lebah tersebut dengan mempergunakan korek
api, setelah itu api membesar dan menjalar ketempat lain
dikarenakan suhu disekitar areal lahan panas karena selama 3 (tiga)
bulan tidak turun hujan, diwaktu terdakwa membakar lahan
tersebut ada yang melihat yaitu saksi Muhammad Toha, saksi Mardi
Als Didi, dan saksi Hermanto
9. Perusakan Lingkungan Hidup adalah tindakan orang yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap
sifat fsik, kimia dan atau hayati lingkungan hidup sehingga
melampaui criteria baku kerusakan Lingkungan Hidup (penjelasan
pasal 1 angka 17 UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH). Masyarakat
Hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun
temurun bermukim di wilayah geografs tertentu karena adanya
ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan
lingkungan hidup, serta adanya system nilai yang menentukan
pranata ekonomi, politik, social, dan Hukum (penjelasan pasal 1
angka 9 Permen LH Nomor 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme

Pencegahan Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan Hidup
yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan.)
10.
Penjelasan pasal 69 ayat (2) RI No. 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu kearifan
yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran
lahan dengan luas lahan maksimal 2 (dua) Hektar per kepala
keluarga untuk ditanami tanaman jenis Varietas local dan dikelilingi
oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke Wilayah
sedangkan kaitannya pasal 1 angka 30 dan angka 31 UU RI No. 32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup yaitu berdasarkan kearifan local masyarakat hukum adat
diboleh oleh Undang-Undang melakukan pembukaan lahan dengan
cara membakar akan tetapi dengan luas lahan maksimal 2 (dua)
Hektar per kepala Keluarga untuk ditanami tanaman jenis Varietas
local dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran
api ke Wilayah.
11.
Legitimasi tehadap kegiatan melakukan pembukaan lahan
dengan cara membakar itu ada, sebagaimana dimaksud dalam

Permen LH Nomor 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan
Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang berkaitan
dengan kebakaran Hutan dan atau lahan dalam Pasal 4 yang
berisikan yaitu Masyarakat Hukum adat yang melakukan
pembakaran lahan dengan luas lahan maksimum 2 (dua) Hektar per
Kepala keluarga untuk ditanami jenis Varietas local wajib
memberitahukan kepala desa. Kepala desa menyampaikan
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten Kota.
Pembakaran lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku pada kondisi curah hujan dibawah normal, kemarau

panjang, dan atau iklim kering.
Kondisi curah hujan dibawah
normal, kemarau panjang, dan atau iklim kering sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan publikasi dari lembaga non
Kementrian yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan dibidan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofsika. • Bahwa menurut Ahli
perbuatan terdakwa H. Marabawi Als Awi Bin Usman melanggar

pasal 69 ayat (1) huruf h Undang-Undang RI No. 32 tahun 2009
tentang Perlindugan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan
ancaman pidananya pasal 108 Undang – Undang RI No. 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
12.
Bahwa saksi menerangkan akibat terjadinya kebakaran maka
telah dilepaskan gas rumah kaca 10,8 ton, Karbon 9,72 Ton, CO2
0,031 Ton, CH 0,020 Ton, Nox 0,008 Ton, NH3 0,050 Ton, 02 dan
0,05 Ton CO Serta 0,83 Ton Partikel
13.
Bahwa pada hari Sabtu sekitar pukul 14.00 Wib terdakwa
diberitahu oleh Sdr. Fendi ada kebakaran di areal lahan terdakwa
yang telah ditanami kelapa, mendengar hal tersebut terdakwa
langsung menuju kebunnya, sesampainya disana terdakwa melihat
sebagian besar lahan sudah terbakar, dan juga api mulai menjalar
ke lahan milik saksi Hermanto, kemudian terdakwa bersama dengan
saksi Hermanto dan Saksi M. Toha berusaha memadamkan api
bersama-sama dibantu juga dengan masyarakat adat yang ada
disekitar tempat tersebut, kemudian sekitar pukul 17.30 Wib
terdakwa di tangkap oleh Kapolsek Pelangiran untuk di lakukan

proses

ANALISIS ATURAN HUKUM
Pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD
1945, UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya, Konservasi sumber daya alam hayati adalah
pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan
secara bijaksana untuk menjamin keterhubungan persediaannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan
nilainya. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem berasaskan
pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
secara seimbang bagi masyarakat dan alam.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Pencegahan dan Perusakan
Hutan, PP No 28 tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan. Dalam Undang
undang ini setiap orang dilarang melakukan penebangan pohon dalam
kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin atau bahkan tidak memiliki
izin pemanfaatan hutan dari pejabat yang berwenang, memuat,
membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki
hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin, mengangkut, menguasai,


atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama
surat keterangan sahnya hasil hutan, membawa alat-alat yang lazim
digunakan untuk menebang, membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat
lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut
hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang,
memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil
pembalakan liar.
unsur membuka lahan atau mengolah lahan dengan cara
pembakaran yang terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi
lingkungan hidup tersebut adalah analisis mengenai dampak lingkunagan
hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin
melakukan usaha perkebunan yang kemungkinan dapat menimbulkan
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, adapun kriteria
mengenai dampak besar dari pembukaan lahan dengan cara pembakaran
mengacu kepada peraturan perundang- undangan di bidang lingkungan
hidup yaitu, jumlah manusia yang akan terkena dampak, luas wilayah
persebaran dampak, intensitas dan lamanya dampak berlangsung,
banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak, sifat
kumulatif dampak, berbalik ( reversible), atau tidak berbaliknya
(irreversible) dampak, bahwa fungsi lingkungan hidup didalamnya

termasuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha dari pelaku usaha
buka perkebunan.
Unsur usaha perkebunan dilarang membuka atau mengolah lahan
dengan cara pembakaran. Pelaku usaha buka perkebunan dengan cara
membakar hutan yang dilakukan oleh terdakwa H. Marbawi Als Bawi Bin
Usman adalah suhu disekitar lahan bertambah panas, kemudian
timbulnya asap yang tebal serta keadaan permukaan tanah disekitar
lahan terbakar serta adanya debu yang bertebangan dan disertai dengan
asap yang mengganggu dilingkungan sekitarnya.
Bahwa unsur tersebut adalah Menurut Memori Van Toeliching KUHP
dijelaskan bahwa ” Pidana pada umumnya hendaknya dijatuhkan hanya
pada barang siapa melakukan perbuatan yang dilarang dengan
dikehendaki dan diketahui ”. Dengan demikian seseorang dapat dituduh
melakukan suatu tindak pidana apabilah ia menghendaki dan mengetahui
adanya akibat dari tindak pidana yang ia lakukan. Hal itulah yang dikenal
dengan istilah ” kesengajaan”. Menurut memori Van Antwoord
menjelaskan bahwa siapa yang berbuat salah karena kelalainya, tidak
menggunakan kemampuan yang dimiliknya ketika kemampuan tersebut
seharusnya ia gunakan. Pada intinya unsur kelalaian ini mencakup kurang
(cermat) berfkir, kurang pengetahuan atau bertindak kurang terarah.Atau
dalah bahasa Jan Rammelink kelalaian jelas merujuk pada kemampuan
psikis seorang dan karena itu dapat dikatakan bahwa kelalaian berarti
tidak atau kurang menduga secara nyata (terlebih dahulu kemungkinan
munculnya) akibat fatal dari tindakan orang tersebut, padahal hal itu
mudah dilakukan dan karena itu seharusnya dilakukan.
Berdasarkan Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan, bagian
Perlindungan Hutan, Departemen Silvikutur, Fakultas Kehutanan Institute
Pertanian Bogor, pada tanggal 24 Maret 2014 berkesimpulan dampak

yang ditimbulkan dengan adanya pembakaran lahan yang dilakukan oleh
terdakwa tersebut yaitu telah terjadi kerusakan lapisan permukaan lahan
setebal 10 Cm. akibat kerusakan ini jelas mengganggu kehidupan
manusian maupun makhluk hidup lainnya karena salah satu fungsi lahan
tersebut sebagai pangatur tata air tidak berfungsi normal dan itu dapat
menimbulkan peluang terjadinya masa pakai lahan yang terbakar
tersebut sehingga tentu saja akan mengurangi produktivitas lahan
tersebut. Selain itu selama pembakaran berlangsung telah pula
dilepaskan gas-gas rumah kaca yang telah melewati batas yang
diperkenankan
Terdakwa hanya semata-mata untuk buka lahan, dimana Terdakwa
membuka lahan tersebut sebagai mata pencariannya dan Terdakwa
beserta masyarakat lainnya yang berada tidak jauh dari lokasi tersebut
bila ingin buka lahan atau buka kebun dengan cara membakar sudah
merupakan kearifan local warga atau masyarakat setempat
Bahwa aspek peraturan tersebut adalah ketidak tahuan mereka
tentang cara buka lahan atau perkebunan dengan cara pembakaran
lahan, sesuai dengan Permen Lingkungan hidup tentang aturan pelaksana
Pasal 69 ayat (2) Undang- undang Nomor 32 tahun 2009 dikarenakan
pelaku juga sebagai masyarakat adat daerah setempat.
Upaya hukum yang dapat dilakukan dalam kasus tersebut adalah
dengan mengadili terdakwa dengan mempertimbangkan fakta-fakta
hukum yang telah terurai diatas sebagai upaya penegakan hukum di
indonesia dengan adil.
UJI SYARAT
( Syarat Kumulatif dan Syarat Alternatif )
SYARAT KUMULATIF
1. Adanya kebakaran hutan yang disengaja masyarakat adat
2. Adanya kebakaran hutan yang dapat menyebabkan merusak lingkungan.
3. Masyarakat sering membuang sampah diarea hutan.
4. Masyarakat yang membuang putung rokok di area hutan dapat memicu
kebakaran.
5. Adanya pencemaran udara setelah kebakaran hutan.
6. Adanya kerugian alam dan masyarakat yang timbul akibat kebakaran
hutan.
SYARAT ALTERNATIF
1. Warga sekitar dilarang membuang sampah sembarangan di area hutan.
2. Putung rokok sebelum dibuang dimatikan terlebih dahulu.
3. Warga harus reboisasi hutan
4. Memasyarakatkan Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) atau Zero
Burning
5. Pelatihan Pemadaman Kebakaran Lahan.
6. Bantuan bibit dan pelatihan teknis budidaya perkebunan.

KESIMPULAN
Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya
karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber
plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air,
pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya. Karena
itu pemanfaatan dan perlindungannya diatur oleh Undang-undang dan
peraturan pemerintah.
Kebakaran merupakan salah satu bentuk gangguan terhadap
sumberdaya hutan dan akhir-akhir ini makin sering terjadi. Kebakaran
hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat
luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan
pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil
yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh,
terutama yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau
dalam kawasan hutan akibat kabut asap akibat kebakaran tersebut. Di sisi
lain upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini
masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu
perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan
kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan. Upaya
pencegahan yang paling mendasar adalah dengan memahami penyebab
terjadinya kebakaran hutan di Indonesia. Para warga sekitar hutan juga
diharapkan sadar terhadap perilakunya yaitu dengan menjaga dan
mengontrol dirinya untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat
mengakibatkan kebakaran hutan.
SARAN
1.

Dengan dilarangnya pembukaan lahan dengan cara
membakar, maka pemerintah harus dan segera mencari dan
memberikan solusi bagi masyarakat lokal tentang cara pembukaan
lahan dengan cara tidak dibakar. Solusi dapat berupa, melakukan
sosialisasi secara terus menerus dan bantuan teknis pengolahan
melalui penyuluhan pertanian dan atau bantuan dana pembukaan
lahan secara bergilir pada masing-masing kepala keluarga. Bantuan
dana haruslah dibatasi agar tidak menjadikan mereka bergantung
secara terus menerus kepada pemerintah.
2.
Untuk melakukan pengawasan pelaksanaan dilapangan,
pemerintah dapat melibatkan lembaga-lembaga adat setempat,
lembaga swadaya masyarakat yang bergerak disektor kelestarian
lingkungan atau lembaga-lembaga lainya yang kredibel.

DAFTAR PUSTAKA
Husain,

Sukandi.

2009.

Penegakan

Hukum

Lingkungan

Indonesia.Jakarta : Sinar Grafka
Silalahi, M Daud. 2001. Hukum Lingkungan Dalam Sistem
Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia. Bandung : Alumni
Lestari, Sylva. 2005.” Faktor-faktor yang mempengaruhi kebakaran
hutan di indonesia dan implikasi kebijakannya” Jurnal Kehutanan dan
pertanian Vol 3 No 1 (Hlm 110)