IMPLEMENTASI JUAL BELI MURABAHAH DALAM L

IMPLEMENTASI JUAL BELI MURABAHAH DALAM
LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu : Imam Mustofa, M.S.I.

Disusun Oleh :
Yuridis Anang Nur Paksi (1502100229)
Kelas D

PROGRAM STUDI S1-PERBANKAN SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
TAHUN AJARAN 2016/2017

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di antara berbagai produk perbankan syariah di atas, produk
jual beli murabahah di perbankan syariah pada saat ini masih mendominasi

dibandingkan dengan produk bank syariah yang lain Ini karena dalam produk
murabahah, prinsip kehati-hatian (prudential) bank relatif bisa diterapkan
dengan ketat dan standart sehingga tingkat resiko kerugian sangat kecil.
Bahkan bank-bank syariah yang baru umumnya porto folio pembiayaanya
yang paling besar menggunakan murabahah karena lebih aman. Sementara
produk bagi hasil belum menjadi produk unggulan karena tingkat resiko dan
kerugiannya sangat tinggi.
Berbagai kritik banyak dilontarkan dari para peneliti terkait dengan
dominasi murabahah dalam produk perbankan syariah, bahkan tidak sedikit di
antara mereka yang kemudian menjuluki bank syariah sebagai ”bank
murabahah”. Di samping itu, praktik murabahah di perbankan syariah juga
telah banyak dilakukan berbagai modifikasi, bahkan untuk sebagian dinilai
menyimpang dari konsep dasar murabahah dalam fikih muamalat klasik.
Tulisan berikut akan mengulas berbagai model dan latar belakang serta
motif perubahan skema murabahah dalam fikih klasik ketika dipraktikan di
perbankan syariah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Murabahah?
2. Apa yang dimaksud Lembaga Keuangan Syari’ah?
3. Murabahah dalam lingkungan Lembaga Keuangan Syari’ah?

4. Implementasi murabahah dalam lembaga keuangan syari’ah?
5. Bagaimana Tipe Penerapan Murabahah?
6. Bagaimana Penggunaan Pembiayaan Murabahah di Perbankan
Syariah?
7. Apa Saja Manfaat Pembiayaan Murabahah

2

PEMBAHASAN
A. Pengertian Singkat Murabahah
Secara etimologi kata “murabahah” berasal dari bahasa Arab, yaitu
rabaha, yurabihu, murahabatan yang berarti untung atau menguntungkan,
seperti ungkapan “tijaratun rabihah, wa baa’u asy-syai murahabatan” yang
artinya perdagangan yang menguntungkan, dan menjual sesuatu barang yang
memberi keuntungan. Kata “murabahah” juga berasal dari kata ribhun atau
rubhun yang berarti tumbuh, berkembang dan bertambah.1
Murabahah sendiri disini akan terjadi apabila penjual sudah memiliki
barang yang diminta oleh pembeli yang nantinya akan di jual kepada pembeli
sesuai dengan perjanjian awal yakni pembeli bersedia memberikan harga jual
yang lebih tinggi dari harga normal kepada penjual sebagai upah karena telah

mencarikan barang yang dibutuhkan oeh pembeli.
Hal tersebut sama halnya dengan sistem perbankan syari’ah di indonesia
yaitu pihak bank akan menerima harga jual yang lebih tinggi terhadap barang
yang diperlukan oleh nasabah sebagaimana perjanjian yang telah dilakukan
diawal.
Murabahah adalah suatu jenis penjualan dengan pembayaran tunda
dengan suatu transaksi perdagangn murni. Penjualan model ini diangap sah oleh
para ulama walaupun tidak didukung oleh Al Qur'an dan Hadis. Bank-bank
syari'ah menggunakan kontrak murabahah dalam aktifitas pembiayaan mereka.
Pembiayaan semacam ini sekarang telah mencapai lebih dari tujuh lima persen
dari total pembiayaan yang dilakukan oleh bank-bank syari'ah.2
Bank syari’ah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian
menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan
ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan
nasabah. Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain
adalah bahwa penjual dalam murabahah secara jelas memberi tahu kepada
1

al-Jundi, 1986: 15, dalam Syu’aibun,“Tinjauan Kritis Terhadap Deviasi Akad
Murabahah Dalam Implementasinya Pada Perbankan Syari’ah” (Jawa Tengah:

2013), hlm. 26. V/2
2
Ahmad Saeed, Menyoal Bank Syariah Kritik atas Interpretasi Bunga Bank
Kaum Neo-Revivalis, terj. Arif Maftuhin, dalam Murabahah dalam Hukum Islam
dan Praktik Perbankan Syari’ah Serta Permasalahannya (Akhmad Faozan:
2009), hlm. 25. V/5

3

pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang
dibebankannya pada nilai tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum
atau berdasarkan persentase. Jika seseorang melakukan penjualan
komoditi/barang dengan harga lump sum (cicilan) tanpa memberi tahu berapa
nilai pokoknya, maka bukan termasuk murabahah, walaupun ia juga mengambil
keuntungan dari penjualan tersebut.3
B. Pengertian Perbankan Syari’ah
Bank syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa lain dalam lalulintas pembayaran serta peredaran uang yang
sistem operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.4
Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang no. 21 tahun 2008 tentang

Perbankan Syari’ah didefinisikan bahwa perbankan syari’ah adalah segala
sesuatu yang menyangkut tentang bank syari’ah dan unit usaha syari’ah,
mencakup kelembagaan dan kegiatan usaha.5
Jadi dapat disimpulkan disini bahwa yang disebut perbankan syariah adalah
sebuah sistem perbankan yang berpedoman penuh pada prinsip-prinsip hukum
islam yang berlandaskan pada al-qur’an dan al-hadis. Berpedoman pada hukum
islam disini yaitu bank beroperasi dengan ketentuan – ketentuan syari’ah islam,
misalnya menjauhi praktik – praktik yang mengandung unsur riba. Untuk
menjauhi hal tersebut maka bank syari’ah haruslah berpedoman pada hukum –
hukum allah dan perilaku rasullullah yang terdapat pada al-qur’an dan al-hadis.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa perbankan syari’ah adalah
meliputi Bank Umum Syari’ah (BUS), Unit Usaha Syari’ah (UUS), dan
Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS). Pasal 1 ayat (1) Undang-undang
perbankan syari’ah menjelaskan bahwa bank syari’ah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syarî’ah. Kalau
3

Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, (Damascus, Dar Al Fikr,
1997), dalam Murabahah dalam Hukum Islam dan Praktik Perbankan Syari’ah
Serta Permasalahannya (Akhmad Faozan: 2009), hlm. 26. V/5

4
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuanagan Syariah, Deskripsi dan
Ilustrasi, edisi 3 (Yogyakarta: Ekononisia, 2008), hlm. 27, dalam “Implementasi
Pembiayaan Murabahah”, (Marwini: 2010), hlm. 145.
5
Zubairi Hasan, Undang-undang Perbankan Syariah, Titik Temu Hukum Islam
dan Hukum Nasional (Jakarta: PT. RajaGrafndo Persada, 2009), hlm. 4, dalam
“Implementasi Pembiayaan Murabahah”, (Marwini: 2010), hlm. 145.

4

berdasarkan definisi ini dapat dipahami bahwa bank syari’ah adalah hanya
meliputi Bank Umum Syari’ah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah
(BPRS).6
C. Murabahah dalam lingkungan lembaga keuangan syari’ah
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.04/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Kutentuan Umum Muranahah Dalam Bank Syari’ah adalah sebagai
berikut:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syari’ah islam .

3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang
telah disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri
dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)
dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini
bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada
nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada
jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang
dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah
barang secara prinsip menjadi milik bank.7
D. Implementasi Murabahah Dalam Lembaga Keuangan Syari’ah


6

Ibid., hlm. 5. dalam Implementasi Pembiayaan Murabahah”, (Marwini: 2010),
hlm. 145.
7
Ridha Kurniawan, “Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank
Syariah” ,(medan: 2008), hlm. 57.

5

Pelaksanaan transaksi murabahah secara fiqih adalah sebagai berikut:
a.

Adanya kesepakatan awal antara bank dan nasabah untuk
melakukan transaksi murbahah.

b.

Pada dasarnya barang yang diinginkan nasabah belum dimiliki oleh
bank dan nasabah memberikan rincian tentang barang yang akan

dibeli dan memberikan fee/keuntungan kepada bank dengan
jumlah yang disepakati kedua belah pihak.

c.

Nasabah mengajukan perintah pembelian barang kepada bank
berdasarkan spesifikasi barang yang ditentukan nasabah dan
berjanji akan membelinya dengan memberikan sejumlah
keuntungan kepada bank.

d.

Bank membeli barang terlebih dahulu untuk kemudian menjual
kepada nasabah/pemesan barang.8

Sistem jual beli murabahah yang ideal dapat diuraiakan pada skema dibawah :

Sumber : Google Images
Adapun penjelasan dari skema diatas adalah sebagai berikut :9
8


Ibid., hlm. 59
Ridha Kurniawan, “Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank
Syariah” ,(medan: 2008), hlm. 58-60.
9

6

1. Negosiasi.
Pada tahap ini, nasabah melakukan negosiasi dengan pihak bank
mengenai barang yang diinginkan oleh nasabah. Disini bank
akan mengajukan persyaratan-persyaratan kepada nasabah.
2. Perintah Pembelian Oleh Nasabah.
Setelah persyaratan yang diajukan oleh bank dipenuhi oleh nasabah
dan disetuji oleh kedua belah pihak, nasabah kemudian mengajukan
perintah pembelian barang kepada bank.
3. Pembelian Barang.
Berdasarkan kesepakatan awal yang telah disetujui bersama, bank
kemudian membeli
pihak


barang

yang

diinginkan

oleh

nasabah

dari

pemilik barang/suplier.

4. Pembayaran.
Bank seketika itu juga melakukan pembayaran kepada pemilik barang,
hal ini menyebabkan barang beralih menjadi milik bank.
5. Penyerahan Barang Dari Pemilik Barang Kepada Bank.
6. Akad Murabahah.
Setelah barang dikuasai oleh bank, bank kemudian menjual barang
tersebut kepada nasabah secara murabahah. Pada tahap ini dilakukan
penandatanganan akad murabahah maupun akad-akad lainnya oleh
kedua belah pihak.
7. Penyerahan Barang.
Setelah segala akad ditandatangani oleh kedua belah pihak, bank
kemudian menyerahkan barang kepada nasabah.
E. Tipe Penerapan Murabahah
beberapa tipe penerapan murabahah dalam praktik perbankan syariah yang
kesemuanya dapat dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu:

7

1) Tipe Pertama
Tipe pertama penerapan murabahah adalah tipe konsisten terhadap fiqih
muamalah. Dalam tipe ini bank membeli dahulu barang yang akan dibeli oleh
nasabah setelah ada perjanjian sebelumnya. Setelah barang dibeli atas nama
bank kemudian dijual ke nasabah dengan harga perolehan ditambah margin
keuntungan sesuai kesepakatan. Pembelian dapat dilakukan secara tunai (cash),
atau tangguh baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada
umumnya nasabah membayar secara tangguh. Untuk lebih jelasnya penerapan
murabah tipe pertama dapat dilihat pada alur gambar berikut ini:

Sumber : Azharuddin Lathif
2) Tipe Kedua
Tipe kedua mirip dengan tipe yang pertama, tapi perpindahan
kepemilikan langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan pembayaran
dilakukan bank langsung kepada penjual pertama/supplier. Nasabah selaku
pembeli akhir menerima barang setelah sebelumnya melakukan perjanjian
murabahah dengan bank. Pembelian dapat dilakukan secara tunai (cash), atau
tangguh baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada
umumnya nasabah membayar secara tangguh. Transaksi ini lebih dekat dengan
murabahah yang asli, tapi rawan dari masalah legal. Dalam beberapa kasus
ditemukan adanya klaim nasabah bahwa mereka tidak berhutang kepada bank,
tapi kepada pihak ketiga yang mengirimkan barang. Meskipun nasabah telah
menandatangani perjanjian murabahah dengan bank, perjanjian ini kurang

8

memiliki kekuatan hukum karena tidak ada tanda bukti bahwa nasabah
menerima uang dari bank sebagai bukti pinjaman/hutang. Untuk mengindari
kejadian seperti itu maka ketika bank syariah dan nasabah telah menyetujui
untuk melakukan transaksi murabahah maka bank akan mentransfer
pembayaran barang ke rekening nasabah (numpang lewat) kemudian didebet
dengan persetujuan nasabah untuk ditranfer ke rekening supplier. Dengan cara
seperti ini maka ada bukti bahwa dana pernah ditranfer ke rekening nasabah.10
Namun demikian, dari perspektif syariah model murabahah seperti ini tetap saja
berpeluang melanggar ketentuan syariah jika pihak bank sebagai pembeli
pertama tidak pernah menerima barang (qabdh) atas namanya tetapi langsung
atas nama nasabah. Karena dalam prinsip syariah akad jual beli murabahah
harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank . Untuk lebih
jelasnya penerapan murabah tipe kedua ini lihat alur gambar berikut ini

Sumber : Azharuddin Lathif
3) Tipe Ketiga
Tipe ini yang paling banyak dipraktekkan oleh bank syariah. Bank
melakukan perjajian murabahah dengan nasabah, dan pada saat yang sama
mewakilkan (akad wakalah) kepada nasabah untuk membeli sendiri barang yang
10

Danni Budianto, Senior Trainer Muamalat Institut, Wawancara Pribadi,
Jakarta, 16 Oktober 2007 dalam “Konsep Dan Implementasi Akad Murabahah
Pada Perbankan Syariah Di Indonesia” (Ah. Azharuddin Lathif: 2009), hlm. 14.

9

akan dibelinya. Dana lalu dikredit ke rekening nasabah dan nasabah
menandatangi tanda terima uang. Tanda terima uang ini menjadi dasar bagi
bank untuk menghindari klaim bahwa nasabah tidak berhutang kepada bank
karena tidak menerima uang sebagai sarana pinjaman. Tipe kedua ini bisa
menyalahi ketentuan syariah jika bank mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli barang dari pihak ketiga, sementara akad jual beli murabahah telah
dilakukan sebelum barang, secara prinsip, menjadi milik bank.11 Untuk lebih
jelasnya penerapan murabah tipe ketia ini lihat alur gambar berikut ini:

Sumber : Azharuddin Lathif
F. Penggunaan Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah
Mekanisme pembiayaan murabahah dapat digunakan untuk pengadaan
barang, modal kerja, pembangunan rumah dan lain-lain. Berikut ini beberapa
contoh implementasi mekanisme pembiayaan murabahah dalam perbankan
syariah:

11

Cecep Maskanul Hakim, Problematika Penerapan Murabahah Dalam Bank
Syariah, Paper Lokakarya Produk Murabahah di Balaikota Bogor,26 Agustus
2004. Cecep Maskanul Hakim, Peneliti Bank Indonesia, Wawancara Pribadi,
Jakarta, 12 Nopember 2007 dalam “Konsep Dan Implementasi Akad
Murabahah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia” (Ah. Azharuddin Lathif:
2009), hlm. 15.

10

a. Pengadaan Barang
Transaksi ini dilakukan oleh bank syariah dengan prinsip jual beli
murabahah, seperti pengadaan sepeda motor, kulkas, kebutuhan barang untuk
investasi untuk pabrik dan sejenisnya. Apabila seorang nasabah menginginkan
untuk memiliki sebuah kulkas, ia dapat datang ke bank syariah dan kemudian
mengajukan permohonan agar bank membelikannya. Setelah bank syariah
meneliti keadaan nasabah dan menganggap bahwa ia layak untuk mendapatkan
pembiayaan untuk pengadaan kulkas, bank kemudiaan membeli kulkas dan
menyerahkannya kepada pemohon, yaitu nasabah. Harga kulkas tersebut
sebesar Rp. 4.000.000,- dan pihak bank ingin mendapatkan keuntungan sebesar
RP. 800.000,-. Jika pembayaran angsuran selama dua tahun, maka nasabah
dapat mencicil pembayarannya sebesar Rp. 200.000,- per bulan. Selain
memberikan keuntungan kepada bank syariah, nasabah juga dibebani dengan
biaya administrasi yang jumlahnya belum ada ketentuannya. Dalam praktiknya
biaya ini menjadi pendapatan fee base income bank syariah. Biaya-biaya lain
yang diharus ditanggung oleh nasabah adalah biaya asuransi, biaya notaris atau
biaya kepada pihak ketiga.12
b. Modal Kerja (Modal Kerja Barang)
Penyediaan barang persediaan untuk modal kerja dapat dilakukan
dengan prinsip jual beli murabahah. Akan tetapi, transaksi ini hanya berlaku
sekali putus, bukan satu akad dengan pembelian barang berulang-ulang.13
Sebenarnya, penyediaan modal kerja berupa uang tidak terlalu tepat
menggunakan prinsip jual beli murabahah. Transaksi pembiayaan modal kerja
dalam bentuk barang atau uang lebih tepat menggunakan prinsip mudharabah
(bagi hasil) atau musyarakah (penyertaan modal). Karena, jika pembiayaan
modal kerja dalam bentuk uang menggunakan mekanisme murabahah, maka
transaksi ini sama dengan consumer finance (pembiayaan konsumen) dalam
bank konvesional yang mengandung usur bunga. Transaksi dalam consumer

12

Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta, UII Press, 2005), h. 137 dalam
“Konsep Dan Implementasi Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah Di
Indonesia” (Ah. Azharuddin Lathif: 2009), hlm. 17.
13
Ibid., h. 17

11

finance menggunakan pinjam meminjam uang dan dalam murabahah
menggunakan transaksi jual beli.
c. Renovasi Rumah (Pengadaan Material Renovasi Rumah)
Pengadaan material renovasi rumah dapat menggunakan mekanisme jual
beli murabahah. Barang-barang yang diperjualbelikan adalah segala bentuk
barang yang dibutuhkan untuk renovasi rumah, seperti bata merah, genteng, cat,
kayu dan lainlain. Transaksi dalam pembiayaan ini hanya berlaku sekali putus,
tidak satu akad dilakukan berulang-ulang.
Adapun contoh perhitungan pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut:
Tuan A, pengusaha toko buku, mengajukan permohonan pembiayaan
murabahah (modal kerja) guna pembelian bahan baku kertas, seniali Rp. 100
juta. Setelah dievaluasi bank syariah, usahanya layak dan permohonannya
disetujui, maka bank syariah akan mengangkat Tuan A sebagai wakil bank
syariah untuk membeli dengan dana dan atas namanya kemudian menjual
barang tersebut kembali kepada Tuan A sejumlah Rp 120 juta, dengan jangka
waktu 3 bulan dan dibayar lunas pada saat jatuh tempo. Asumsi penetapan
harga jual Rp. 120 juta telah dilakukan: (1) Tawar menawar harga jual antara
Tuan A dengan bank syariah. (2) Harga jual yang disetujui, tidak akan berubah
selama jangka waktu pembiayaan (dalam hal ini 3 bulan) walaupun dalam masa
tersebut terjadi devaluasi, inflasi, maupun perubahan tingkat suku bunga bank
konvensional di pasar.
G. Manfaat Pembiayaan Murabahah
Skema pembiayaan murabahah yang ditawarkan bank syariah mendapat
sambutan dan antusiasme yang tinggi dari masyarakat (nasabah), sehingga
skema murabahah merupakan transaksi yang paling banyak diminati dan
dipraktikkan dalam
operasional perbankan syariah. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor,
antara lain: faktor tabiat sosiokultur pertumbuhan ekonomi yang menuntut
keberhasilan yang cepat dan menghasilkan keuntungan yang banyak, skema
murabahah dengan margin keuntungan merupakan praktik alternatif dari
transaksi kredit dengan menggunkan bunga yang biasa dilakukan oleh bank

12

konvensional, sehingga banyak nasabah yang biasa melakukan transaksi
dengan bank konvensional beralih ke bank syariah untuk melakukan transaksi
dengan menggunakan skema murabahah.
Di samping itu, transaksi murabahah memberi banyak manfaat kepada
bank syariah, antara lain adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli
dari penjual dengan harga jual kepada nasabah dan skema murabahah sangat
sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank
syariah.14
Selain beberapa manfaat tersebut, transaksi dengan menggunakan
skema murabahah juga mempunyai risiko yang harus diantisipasi antara lain
sebagai berikut:
Pertama, default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
Kedua, fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar
naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah
harga jual beli tersebut.
Ketiga, penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah
karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga
nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan
asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut
berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank telah mendandatangani kontrak
pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan
demikian, bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
Keempat, dijual; karena jual beli murabahah bersifat jual beli dengan utang,
maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah
bebas melakukan apa pun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk
menjualnya. Jika terjadi demikian, risiko untuk default akan besar.15

14

Muhammad Syaf’i Antonio, Bank Syariah dan Teori ke Praktik, (Jakarta
Gema Insani Press, 2001), h. 106-107 dalam “Konsep Dan Implementasi Akad
Murabahah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia” (Ah. Azharuddin Lathif:
2009), hlm. 18.
15
Muhammad Syaf’i Antonio, Bank Syariah dan Teori ke Praktik, dalam
“Konsep Dan Implementasi Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah Di
Indonesia” (Ah. Azharuddin Lathif: 2009), hlm. 19.

13

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam praktik di perbankan syariah jual beli murabahah merupakan salah
satu skim pembiayaan di perbankan syariah yang paling dominan dibandingkan
skim pembiayaan lain. Ada tiga model atau tipe penerapan jual beli murabahah di
perbankan. Pertama, tipe konsisten terhadap fiqih muamalah. Dalam tipe ini bank
membeli dahulu barang yang akan dibeli oleh nasabah setelah ada perjanjian
sebelumnya. Setelah barang dibeli atas nama bank kemudian dijual ke nasabah
dengan harga perolehan ditambah margin keuntungan sesuai kesepakatan bank
dan nasabah. Kedua, mirip dengan tipe yang pertama, tapi perpindahan
kepemilikan langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan pembayaran
dilakukan bank langsung kepada penjual pertama/supplier. Ketiga, bank
melakukan perjajian murabahah dengan nasabah, dan pada saat yang sama
mewakilkan kepada nasabah untuk membeli sendiri barang yang akan dibelinya.
Dari ketiga tipe tersebut, Tipe II dan Tipe III paling sering dipakai oleh perbankan
syariah karena motifasi efektifitas prosedur dan juga pertimbangan efisiensi,
terutama dari pengenaan pajak pertambahan nilai. Sementara tipe I justru
dhindari padahal tipe inilah yang paling ideal dalam konteks Fikih muamalat.
Murabahah yang dipraktikkan di perbankan syariah adalah
murabahah li al-amir bi al-Syira’ yaitu transaksi jual beli di mana seorang
nasabah pengajukan permohonan kepada pihak bank untuk membelikan
barang yang dibutuhkan, dan ia berjanji akan membeli barang tersebut
secara murabahah, yakni sesuai harga pokok pembelian ditambah dengan
tingkat keuntungan serta biaya-biaya lain yang disepakati, dan nasabah
akan melakukan pembayaran secara xc(cicilan berkala) kepada bank pada
waktu yang telah disepakati. Dalam hal ini, pihak bank diwajibkan
memberitahu secara jujur kepada nasabah harga pokok barang, besarnya
margin dan biaya-biaya lain yang diperlukan.

14

DAFTAR PUSTAKA
Syu’aibun. “Tinjauan Kritis Terhadap Deviasi Akad Murabahah Dalam
Implementasinya Pada Perbankan Syari’ah”.Jawa Tengah.2013.hlm.
26. V/2
Akhmad Faozan. “Murabahah dalam Hukum Islam dan Praktik Perbankan
Syari’ah Serta Permasalahannya.2009.V/5
Azharuddin Lathif. “Tinjauan Umum Tentang Murabahah”. 2010. Vol. XII, No. 2
Marwini, “Implementasi Pembiayaan Murabahah”.2010.
Ridha Kurniawan. “Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah”
Medan.2008.
Azharuddin Lathif. “Konsep Dan Implementasi Akad Murabahah Pada
Perbankan Syariah Di Indonesia”. 2010.
Youdhi Prayogo. “Murabahah Produk Unggulan Bank Syariah Konsep, Prosedur,
Penetapan Margin Dan Penerapan Pada Perbankan Syariah”.2008. V/
5

15