JAMINAN HAK POLITIK PEREMPUAN DALAM ISLA

JAMINAN HAK POLITIK PEREMPUAN
DALAM ISLAM
Andrie Irawan
Dosen FH-UCY
[email protected]
Abstrak

The discrimination against women as second-class citizens is diametrically opposed
to the teachings of Islam. It raises the question of whether women have an equal
political rights compare to their co partner men and how to guarantee the protection
of political rights of women in Islam? The present article is a normative and
historical studies with reference to the Qur'an and Sunnah that suggests the
assertion that Islam is a religion of rahmatan lil alamin with all fittings which include
rules for all aspects of life including the guarantee of human rights that are nondiscriminatory and equitable.

Keywords: women, guarantee, political rights, Islam
A. Pendahuluan

Perkembangan wacana hak asasi manusia (HAM) dalam Islam
menjadi sorotan tajam tidak hanya oleh para pemikir Islam sendiri tetapi juga
pihak lain atau dalam hal ini pemikir barat. Sorotan terhadap wacana

tersebut dilandasi oleh banyaknya anggapan dari negara barat bahwa Islam
tidak mengakui hak asasi manusia, tapi pendapat tersebut dipatahkan karena
pada kenyataan Islam sangat menjunjung tinggi pengakuan terhadap hak
asasi manusia. Pandangan Islam sendiri tentang hak asasi sebagaimana
diatur di dalam syariat bahwa ada garis pemisah antara hak Allah dan Hak
Manusia . Hak Allah adalah kewajiban yang dicanangkan kepada setiap
manusia untuk dilaksanakannya yang mengandung makna adanya
pengakuan terhadap keesaan, kemahakuasaan dan keunikan-Nya atau
dengan kata lain hak-hak manusia dalam perspektif Islam adalah ketentuan
moral yang diatur oleh hukum Allah. HAM dalam Islam adalah menempatkan
manusia dalam suatu setting dimana hubungannya dengan Tuhan sama
sekali tidak disebut dalam artian HAM diperoleh secara alamiah sejak
kelahiran.

Pengakuan HAM dalam Islam pada umumnya mengatur hak-hak
personal dan individu bagi umat Islam itu sendiri. Salah satu hak sosial
adalah hak politik yang merupakan hak dasar bagi setiap manusia begitu pula
di dalam Islam, namun ada beberapa permasalahan yang menyatakan bahwa
hak politik ini hanya pantas dipegang oleh laki-laki. Alasan yang dipakai


JAMINAN HAK POLITIK PEREMPUAN DALAM ISLAM

untuk mendukung wacana tersebut adalah pernyataan dari sebuah hadis yang
menyatakan bahwa "Tidak akan berjaya satu kaum yang menyerahkan
urusan mereka kepada perempuan" (HR Ahmad, Bukhari, Nasai, dan
Turmizi). Fenomena ini sangat mendiskriminasikan perempuan sebagai
warga negara kelas dua (second class).

Hal ini tentunya bertentangan dengan anggapan bahwa Islam adalah
Islam sebagai agama yang terakhir diturunkan Tuhan dianggap sebagai
agama yang sempurna dan komplit, segala sesuatunya telah diatur secara
proporsional, temasuk mengenai posisi manusia. Dalam kehidupan yang
digambarkan Islam terdiri dari seperangkat hak dan kewajiban. Setiap orang
yang menganut Islam sebagai agamanya terikat pada dua hal tersebut.
Melihat dari pernyataan yang sangat kontradiksi tersebut maka
diskursus tentang apakah perempuan memiliki hak politik yang sama dengan
laki-laki dari kacamata Islam masih banyak menjadi perdebatan sehingga
dalam tulisan ini berupaya untuk melihat bagaimana jaminan perlindungan
hak politik perempuan di dalam Islam?
B. Hak Asasi Manusia dalam Islam


Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia
dan sudah menjadi pemberian dari Pencipta manusia sendiri tanpa ada
satupun pihak yang boleh mengambil hak tersebut. Keberadaan hak tersebut
lahir pada diri manusia juga bukan merupakan pemberian oleh suatu
masyarakat ataupun berdasarkan hukum positif dari suatu negara, melainkan
semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Dalam arti ini,
maka meskipun seseorang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
budaya dan kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hakhak tersebut dan inilah maksud yang menyatakan bahwa hak asasi manusia
bersifat universal.1

Sedangkan dalam Islam sendiri, HAM adalah seluruh kewajiban bagi
negara maupun individu tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, negara
bukan saja menahan diri dari menyentuh hak asasi tersebut tetapi juga
mempunyai kewajiban untuk melindungi dan menjamin hak-hak tersebut.2
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi
setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak ada juga perbedaan
muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban
negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi
hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi

orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Negara juga menjamin tidak
ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah

Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014

25

Andrie Irawan

mempunyai tugas sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak
untuk tetap memerintah.3 Allah berfirman:
Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di
muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan
zakat, menyuruh berbuat ma ruf dan mencegah perbuatan
munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan.4

Nurcholis Madjid dalam Prasetyo menjelaskan, Hak hak dan
kewajiban kewajiban, maupun larangan dan perintah dalam Islam semuanya
bersifat agama, di sini terlihat bahwa hubungan timbal balik harus tegas dan
bersifat tetap, universal karena hukum yang diwahyukan itu berlaku untuk

segala keadaan.5 Hukum Islam melihat segi individual dan kolektif adalah
dalam dua konsep tetapi mereka adalah serupa, dan hak hak perseorangan
dengan keharusan kebaikan masyarakat harus ditempatkan dalam posisi yang
seimbang.6
Di dalam Islam juga diakui akan adanya kebebasan, namun kebebasan
ini mempunyai tugas dan tanggung jawab dan karenanya ia mempunyai hak
dan kebebasan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakan atas dasar
persamaan atau egaliter tanpa pandang bulu, artinya, tugas yang diemban
tidak akan terwujud tanpa adanya kebebasan sementara kebebasan itu secara
eksistensial tidak terwujud tanpa adanya tanggung jawa itu sendiri. 7

Dari uraian diatas terlihat bahwa sebenarnya sistem HAM dalam Islam
mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan, dan
penghormatan terhadap sesama manusia. Persamaan artinya Islam
memandang setiap manusia baik laki-laki dan perempuan sama dan
mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati
oleh manusia terhadap manusia lainya adalah dilihat dari tingkat
ketakwaannya.8

Aspek kebebasan yang dimaksud adalah kehadiran Islam ada agar

manusia terhindar dari kesia-siaan dan tekanan, baik yang berkaitan dengan
masalah agama, politik dan ideologi. Namun patut dipahami bahwa
kebebasan ini tidak bersifat mutlak karena kebebasan yang ada harus
memperhatikan hak dan kepentingan dari orang lain yang harus dihormati.
Sedangkan mengenai penghormatan terhadap manusia, dimana Islam
memberikan penghormatan kepada setiap manusia tanpa memandang suku,
ras, bangsa, jenis kelamin bahkan agama. Hal ini diwujudkan dalam hal
bagaimana penghormatan tersebut merupakan sisi dari manusiawi yang
mengahruskan setiap umat Islam saling menghargai dan membina hubungan
dengan sesama manusia. Sebenarnya citra kehormatan tersebut terletak pada

26

Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014

JAMINAN HAK POLITIK PEREMPUAN DALAM ISLAM

ketunggalan kemanusiaan, bukan kepada superioritas individual dan ras
kesukuan tetapi kehormatan diterapkan secara universal melalui persamaan
secara mutlak. Sebagai galian sejarah menyatakan bahwa setiap manusia

adalah keturunan Adam dan Hawa yang diciptakan dari tanah dan
mendapatkan kehormatan di sisi Allah, maka setiap anak dan cucunya pun
mendapatkan kehormatan yang sama tanpa ada pengecualian.

Melihat tiga prinsip di atas maka sebenarnya tidak seharusnya ada
diskriminasi bagi pihak tertentu misalnya perempuan dalam menjalankan
aktivitasnya baik sebagai pihak secara personal maupun secara sosial. Tetapi
apa yang menjadi perbedaan anatar laki-laki dan perempuan, bukan kepada
perbedaan secara fungsi peran dalam menjunjung hak asasi masing-masing
tetapi lebih kepada ukuran terhadap keimanan mana yang lebih baik akan
mendapatkan kemuliaan di sisi Allah bukan dikarenakan alasan jenis
kelamin.9

Deklarasi Allah tentang kesempurnaan Islam disampaikan kepada
Nabi Muhammad di padang Arafah, dekat Mekkah. Pada pidato perpisahan
tersebut, Nabi mengembangkan prinsip prinsip dasar Islam dengan apa yang
disebut HAM. Hak asasi sebagai kebebasan hidup (Al-dima), kebebasan
memiliki sesuatu (Al-Amwal), dan kehormatan atau pengakuan (Al-A rad).
Ketiga hal tersebut dapat dibandingkan dengan yang ditulis John Locke yaitu
hidup (life), kebebasan (liberty) dan harta benda (property).10


Sedangkan untuk pengakuan terhadapa HAM di dalam Islam juga
telah dijelaskan di dalam Al Qur an, dimana beberapa hak asasi yang dijamin,
antara lain: (a) Hak untuk mendapatkan jaminan keamanan jiwa;11 (b)
Perlindungan terhadap hak milik;12 (c) Hak mendapatkan atas kehormatan
diri;13 (d) Hak kerahasiaan;14 (e) Hak untuk melakukan protes terhadap
ketidakadilan;15 (f) Hak untuk menyuruh kepada kebaikan dan mencegah
kejahatan, termasuk hak untuk melancarkan kritik;16 (g) Kemerdekaan untuk
berserikat; (h) Perlakuan yang sama bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi.

Pengklasifikasian beberapa hak asasi yang ada di atas sebenarnya
sudah dapat membuktikan bahwa Islam sangat peduli dan mengakui
keberadaaan hak-hak tersebut, namun yang patut menjadi perhatian jika
ingin menegakkan pemenuhan suatu hak asasi tidak dapat secara mutlak
karena tetap harus memperhatikan kepentingan dan hak orang lain.

Selain dalam Al Qur an yang merupakan sumber utama umat Islam
dalam menentukan suatu hukum dan dapat menggali hak-hak asasi yang ada,
Rasulullah juga pernah meriwayatkan suatu hadis yang menujukan bahwa

Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014

27

Andrie Irawan

kita sebagai umatnya diperintahkan untuk memelihara hak-hak manusia dan
hak-hak kemulian walaupun terhadap orang yang berbeda agama atau
keyakinan, sebagaimana sabda beliau: Barang siapa yang menzalimi seorang
mu ahid (seseorang yang telah dilindungi oleh perjanjian damai) atau
mengurangi haknya atau membebaninya di luar batas kesanggupannya atau
mengambil sesuatau dari padanya dengan tidak rela hatinya, maka aku
lawannya di hari kiamat.

Sejarah perkembangan Islam juga menunjukkan bahwa Islam pernah
membentuk suatu piagam yang menjadi cikal bakal pedoman HAM dan
sebagai contoh juga dalam perilaku umat Islam yang juga sangat menjunjung
tinggi HAM dalam lingkup perspektif Islam melalui Piagam Madinah.

Esensi yang terkandung dalam Piagam Madinah adalah meliputi

prinsip-prinsip persamaan, persaudaraan, persatuan, kebebasan, toleransi
beragama, perdamaian, tolong menolong, dan membela yang teraniaya serta
mempertahankan Madinah dari serangan musuh. Berikut adalah substansi
ringkasan dari Piagam Madinah:17

1. Monotheisme,yaitu menyakini adanya satu Tuhan. Prinsip ini terkandung
dalam Mukadimah, Pasal 22, 23 serta bagian akhir pasal 42.
2. Persatuan dan kesatuan (Pasal 1, 15 ,17, 25 dan 37) . Dalam pasal-pasal ini
ditegaskan bahwa seluruh penduduk Madinah adalah satu umat. Hanya
ada satu perlindungan, bila orang Yahudi telah mengikuti piagam ini,
berarti berhak atas perlindungan keamanan dan kehormatan. Selain itu,
kaum Yahudi dan orang-orang muslim secara bersama-sama memikul
biaya perang.

3. Persamaan dan keadilan (Pasal 1, 2, 15, 16, 19, 22, 23, 24, 37, dan 40).
Pasal-pasal ini mengandung prinsip bahwa selruh warga Madinah
berstatus sama di muka hukum dan harus menegakan hukum beserta
keadilan tanpa pandang bulu.

4. Kebebasan beragama (Pasal 25). Kaum Yahudi bebas menjalankan ajaran

agama mereka sebagaimana umat Islam bebas menunaikan syari at Islam.

5. Bela negara (Pasal 24, 37, 38, dan 44). Setiap penduduk Madinah yang
mengakui Piagam Madinah mempunyai kewajiban yang sama untuk
menjunjung tinggi dan membela Madinah dari serangan musuh, baik
serangan dari luar dan serangan dari dalam.

6. Pengakuan dan pelestarian adat kebiasaan (Pasal 2-10). Dalam pasal-pasal
ini disebutkan secara berulang-ulang seluruh adat kebiasaan baik yang di
kalangan Yahudi yang harus diakui dan dilestarikan.
28

Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014

JAMINAN HAK POLITIK PEREMPUAN DALAM ISLAM

7. Supermasi syari at Islam (Pasal 23 dan 24). Inti pokok dari supremasi ini
adalah setiap perselisihan harus diselesaikan menurut ketentuan Allah
SWT dan sesuai dengan keputusan Muhammad SAW.

8. Politik damai dan perlindungan internal serta permasalahan perdamaian
ekternal juga mendapat perhatian serius dalam piagam ini. (Pasal 15, 17,
36, 37, 39, 40, 41, dan 47).

Jika dilihat secara seksama baik dari Al Qur an, hadis bahkan sampai
dengan Piagam Madinah tidak ada satu pun yang menyatakan bahwa suatu
hak hanya berlaku bagi jenis kelamin tertentu tau bahkan golongan tertentu
tetapi hak asasi dalam Islam berlaku secara universal sehingga akan menjadi
tidak relevan jika dalam dunia Islam (negara-negara berpenduduk mayoritas
Islam) yang menyatakan bahwa perempuan adalah warga negara kelas dua
(second class).
C. Jaminan Hak Politik Perempuan dalam Islam

Seperti diuraikan diatas bahwa tujuan dari tulisan ini adalah ingin
beruaya mendiskontruksikan suatu wacana dalam dunia Islam yang masih
sampai sekarang menyatakan bahwa perempuan tidak boleh berbicara atau
melakukan hal-hal yang berhubungan dengan politik. Hak politik pada
prinsipya adalah hak asasi yang juga diatur oleh Islam dan berlaku untuk
semua tanpa ada diskriminasi. Salah pemikiran awal kenapa diskursus
tentang boleh atau tidaknya perempuan di dunia politik adalah dengan
penafsiran ayat Al Qur an: ar-rijal qawwamun ala an-nisa bima fadlal Allah
ba dlahum ala bad dl...18 Sesuai dengan realitas dewasa ini persamaan hak
antara kaum laki laki dan wanita dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk
juga dalam memikul tanggung jawab, maka penafsiran teks keagamaan yang
bersifat dikriminatif sudah saatnya perlu direkonstruksi dan direinterpretasi.
Apalagi dalam kondisi dan situasi saat ini, dimana kaum wanita telah
mencapai taraf pendidikan dan pengalaman yang sama dengan laki laki.
Oleh karena itu cara memahami suatu teks keagamaan secara kontekstual
dengan melihat sosiologis sangat turunnya. Namun dalam tulisan ini penulis
tidak bermaksud untuk menafsirkan suatu ayat karena masih ada
keterbatasan ilmu dalam hal tersebut.

Dalam perspektif Islam dalam Al Qur an sendiri sesungguhnya jelas
menyatakan bahwa laki laki dan wanita mempunyai status yang setara di
hadapan Allah. Al Qur an tidak menciptakan hierarki hierarki yang
menempatkan laki-laki di atas wanita. Al Qur an juga tidak menempatkan
laki laki dan wanita pada posisi saling bermusuhan.19 Tentang prinsip
prinsip kesetaraan gender ini Al Qur an menyebutkan: (1) Kesamaan laki-laki
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014

29

Andrie Irawan

dan wanita sebagai hamba Allah: Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembahku (Az-Zariyat ayat 56); (2)
Kesamaan laki laki dan perempuan sebagai kalifah di bumi;20 (3) Kesamaan
laki-laki dan wanita menerima perjanjian primordial;21 (4) Kesamaan laki
laki dan wanita untuk meraih prestasi.22

Kembali berbicara politik tentu diarahkan ke wilayah publik dan hal ini
juga menjadi suatu masalah bagi perempuan karena selalu dianggap bahwa
perempuan hanya berada di wilayah domestik atau rumah tangga saja,
konstruksi ini terjadi karena budaya patriakhi yang berpijak dari konsep
superioritas laki-laki dewasa atas perempuan dan anak-anak telah menjadi
isu sentra dalam wacana feminisme.23 Konstruk budaya patriakhi yang
mapan secara universal dan berlangsung secara berabad-abad tidak lagi
dianggap ketimpangan dan sudah dianggap menhadi hal yang biasa bahkan
diklaim fakta alamiah . Konstruksi tersbut telah membawa kepada posisi
perempuan yang subordinat dan dengan datangnya agama pada dasarnya
merupakan jeda yang secara periodik mencairkan kekentalan budaya
patriakhi.24 Namun dalam perjalanannya juga mendapatkan pertentangan
karena sudah menjadi budaya yang sangat mapan bahkan sampai sekarang
yang dikatakan sebagai era modern.
Islam sendiri sebenarnya secara fundamental adalah agama yang
berupaya untuk menghapuskan segala bentuk penindasan termasuk budaya
patriakhi. Hal itu dapat kita lihat dalam gambaran Al Qur an. Kedatangan
Nabi Muhammad SAW bertujuan untuk membebaskan umat manusia dari
belenggu penindasan yang menghilangkan integritas kemanusiaan mereka.25

Sehingga jika kita mau jujur untuk melihat tulisan diatas sebenarnya
diskriminasi terhadap perempuan dalam bidang politik bukan merupakan
ajaran Islam tapi lebih kepada konstruksi budaya yang sangat bias gender dan
kenyataan ini sayangnya terjadi di negara-negara yang menyatakan dirinya
sebagai negara Islam atau mayoritas penduduk Islam.

Cara pandang yang masih tertutup, intoleran, kaku dan radikal tentu
saja bertentangan dengan semangat Al Qur an yang selalu mengajak manusia
untuk berubah, tidak mandek, tidak rigid serta tidak statis, karena perubahan
ke arah yang lebih baik merupakan sunnatullah. Selain memahami dalam
konteks sosiologis, yang perlu dijadikan paradigma berpikir adalah bahwa Al
Qur an dan Sunnah haruslah diyakini memiliki tujuan-tujuan kemanusiaan
yang universal yaitu kemaslahatan, keadilan, kerahmatan dan
kebijaksanaan.26 Sehingga jika dihubungkan dengan bentuk penjaminan hak
politik perempuan di dalam Islam memiliki posisi yang sama seperti halnya
laki-laki baik dalam bentuk pengakuan hak politik di negara-negara Islam
30

Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014

JAMINAN HAK POLITIK PEREMPUAN DALAM ISLAM

atau penduduk mayoritas Islam seperti:27 hak untuk memilih dan dipilih
(pencalonan), hak musyawarah, hak kontrol rakyat, hak memecat, dan hak
menjadi aparat negara.
D. Penutup

Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin dengan sehingga
menjadikan agama tersebut sebagai agama yang universal yang tidak hanya
melingkupi pembelajaran dalam aspek hubungan makhluk dan penciptanya
tetapi juga hubungan antar sesama manusia. Sehingga Islam adalah agama
yang lengkap dalam mengatur segala aspek kehidupan termasuk jaminan atas
HAM yang tidak diskriminatif dan berkeadilan.

Melihat pemaparan diatas telah jelas pula bahwa konsep pengakuan
HAM dalam Islam yang anti diskriminatif dan tentunya berbicara jaminan
hak politik bagi perempuan tentunya sama dengan laki-laki sehingga tidak
ada penyalahan lagi ketika seorang muslimah terjun ke dunia politik.
Catatan Akhir

1 Rhona K. M Smith, at.al. Hukum Hak Asasi Manusia, Knut D. Asplund, Suparman
Marzuki, Eko Riyadi (Editor), (PUSHAM UII, Yogyakarta, 2008), hal. 11
2Mahfudz
Siddiq,
Hak
Asasi
Manusia
dalam
Islam ,
http://
www.angelfire.com/id/sidikfound/ham.html, diakses pada Kamis, 15 Oktober 2009
3 Ibid.
4 QS Al Hajj ayat 41
5 Teguh Prasetyo, Hak Asasi Manusia dalam Tradisi Islam , Jurnal Ilmu Hukum,
Vol. 10, No. 1 Maret 2007, hal. 48.
6 Ibid.
7 M. Luqman Hakim (ed), Deklarasi Islam tentang HAM, (Risalah Gusti, Surabaya,
1993), hal. 12
8 QS Al Hujurat ayat 13
9 QS An Nisa ayat 124
10 QS Al Israa ayat 23
11 QS Al Hujarat ayat 11-12
12 QS An Nuur ayat 27 dan Al Hujarat ayat 12
13 QS An Nisa ayat 148
14 QS Ali Imran ayat 110, Al Maidah ayat 78-79 dan Al A raaf ayat 165
15 QS Ali Imran ayat 3
16 QS Al Anfaal ayat 61
17 Egi Sujana, HAM dalam Perspektif Islam, (Nuansa Madani, Jakarta, 2002), hal. 89
18 QS An Nisa ayat 34 yang memiliki arti: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita) . Namun tafsir lain ada yang menyatakan bahwa Kaum
laki-laki itu adalah pembimbing bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)
sebagaimana yang
disampaikan oleh Siti Ruhaini Dzuhayatin dalam diskusi Seminar Regional Refleksi
terhadap Gerakan Kesetaraan Gender di Indonesia yang dilaksanakan oleh Pusat Studi
Gender UII
19 QS Al A raaf ayat 172
20 QS Ali Imran ayat 195 dan An Nisa ayat 124
21 Margareth Anderson dalam Prasetyo, Hak , hal. 51.

Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014

31

Andrie Irawan

Muhammad Yasir Alimi dalam Ibid.,
Siti Ruhaini Dzuhayatin, Pergulatan Pemikiran Feminis dalam Wacana Islam di
Indonesia, dalam Siti Ruhaini Dzuhayatin, Budhi Munawar-Rahman, Nasaruddin Umar dkk,
Rekonstruksi Metodelogis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam, PSW IAIN Sunan
Kalijaga, McGill-ICHEP, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hal. 9.
24 Ibid, hal. 11.
25 QS Al A raaf ayat 157
26 Prasetyo, Hak , hal. 53
27 Lihat Muntoha, Fiqh Siyasah: Doktrin, Sejarah, dan Pemikiran Islam tentang
Hukum Tata Negara, (Adicita Karya Nusa, Yogyakarta, 1998), hal. 68-69.
22
23

Daftar Pustaka
Al Qur an

Hakim, Luqman (ed). Deklarasi Islam tentang HAM. Surabaya: Risalah
Gusti, 1993.
Muntoha. Fiqh Siyasah: Doktrin, Sejarah, dan Pemikiran Islam tentang
Hukum Tata Negara. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1998,.

Prasetyo, Teguh. HAM dalam Tradisi Islam. Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 10,
No. 1 Maret 2007

Rhona K. M Smith, at.al. Hukum HAM. Knut D. Asplund, Suparman Marzuki,
Eko Riyadi (Editor). Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008,.

Siddiq, Mahfudz. HAM dalam Islam. http:// www.angelfire.com/id/
sidikfound/ham.html, diakses pada Kamis, 15 Oktober 2009

Siti Ruhaini Dzuhayatin, Budhi Munawar-Rahman, Nasaruddin Umar dkk.
Rekonstruksi Metodelogis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam.
PSW IAIN Sunan Kalijaga, McGill-ICHEP, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002.
Sujana, Egi. HAM dalam Perspektif Islam. Jakarta: Nuansa Madani, 2002.

32

Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014