PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM ACARA PER

PUTUSAN PENGADILAN
DALAM HUKUM ACARA PERDATA
( KELAS C )

Disusun Oleh :

RIZKY AMALIA DEWI
11010114140558

Universitas Diponegoro
Semarang
2017

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan - peraturan yang memuat
tata cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan tata
cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan
berjalannya peraturan - peraturan hukum perdata. Hukum acara perdata merupakan

hukum formil yang harus dijalani sesuai dengan apa yang telah diatur didalamnya.
Tanpa adanya hukum acara perdata, maka mustahil hukum perdata materiil dapat
dilaksanakan.
Tujuan dari suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk mendapatkan
penentuan bagaimanakah hukumnya dalam suatu kasus, yaitu bagaimanakah
hubungan hukum antara dua pihak yang berperkara itu seharusnya dan agar segala apa
yang ditetapkan itu direalisir, jika perlu dengan paksaan.
Putusan pengadilan adalah merupakan salah satu dari dari hukum acara formil
yang akan dijalani oleh para pihak yang terkait dalam perkara perdata. Dari beberapa
proses yang dilakukan oleh para pihak yang berperkara, putusan dan bagaimana
putusan itu dilaksanakan adalah tahapan yang menjadi tujuan. Oleh karena itu penulis
akan menguraikan secara lebih detail bagaimana tata cara dan syarat – syarat yang
harus dipenuhi oleh hakim dalam mumbuat sebuah putusan. Karena apabila terdapat
suatu yang belum atau tidak terpenuhi sesuai dengan ketentuan atau syarat yang telah
ditetapkan oleh undang – undang maka putusan yang dihasilkan menjadi cacat hukum
dan bahkan akan menjadi batal demi hukum.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan membatasi pembahasan hanya tehadap
beberapa hal dengan harapan agar dalam merumuskan sesuatu dapat lebih fokus dan
terarah. Hal ini akan memudahkan pembaca untuk memahami apa yang dimaksud

dalam makalah ini, Untuk itu pada makalah ini penulis hanya akan menguraikan :
1.
Pengertian Putusan Pengadilan
2.
Jenis – jenis Putusan Pengadilan
3. Asas Putusan Hakim
4.
Susunan dan Isi Putusan Pengadilan
5.
Kekuatan Putusan Pengadilan

BAB II
PEMBAHASAN
I.

Pengertian Putusan Pengadilan
Penjelasan pasal 60 undang – undang Nomor 7 tahun 1989 memberi definisi
tentang putusan sebagai berikut: "Putusan adalah keputusan pengadilan atas perkara
gugatan berdasarkan adanya suatu sengketa. Sedangkan Drs. H.A. Mukti Arto, SH.
Memberi definisi terhadap putusan, bahwa : "Putusan ialah pernyataan Hakim yang

dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka
untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan. (Dewi, 2005, hal: 148).
Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., Putusan hakim adalah : “suatu
pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan
dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau
sengketa antara para pihak”.
Putusan hakim atau yang lazim disebut dengan istilah putusan pengadilan
adalah merupakan sesuatu yang sangat diinginkan oleh para pihak yang berperkara

guna menyelesaikan sengketa yang dihadapi, dengan putusan hakim akan
mendapatkan kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka hadapi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, suatu putusan hakim merupakan suat
pernyataan yang dibuat secara tertulis oleh hakim sebagai pejabat Negara yang diberi
wewenang untuk itu yang diucapkan dimuka persidangan sesuai dengan perundangan
yang ada yang menjadi hukum bagi para pihak yang mengandung perintah kepada
suatu pihak supaya melakukan suatu perbuatan atau supaya jangan melakukan suatu
perbuatan yang harus ditaati.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 178 HIR, Pasal 189 RBG, apabila pemeriksaan
perkara selesai, Majelis hakim karena jabatannya melakukan musyawarah untuk
mengambil putusan yang akan diajukan. Proses pemeriksaan dianggap selesai apabila

telah menempu tahap jawaban dari tergugat sesuai dari pasal 121 HIR, Pasal 113 Rv,
yang dibarengi dengan replik dari penggugat berdasarkan Pasal 115 Rv, maupun
duplik dari tergugat, dan dilanjutkan dengan proses tahap pembuktian dan konklusi.
Jika semua tahapan ini telah tuntas diselesaikan, Majelis menyatakan
pemeriksaan ditutup dan proses selanjutnya adalah menjatuhkan atau pengucapan
putusan. Mendahului pengucapan putusan itulah tahap musyawarah bagi Majelis
untuk menentukan putusan apa yang hendak dijatuhkan kepda pihak yang berperkara.
Perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan putusan pada uraian ini adalah putusan
peradilan tingkat pertama.
Untuk dapat membuat putusan pengadilan yang benar-benar menciptakan
kepastian dan mencerminkan keadilan bagi para pihak yang berperkara, hakim harus
mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan peraturan hukum yang akan
ditetapkan baik peraturan hukum tertulis dalam perundang - undangan maupun
peraturan hukum tidak tertulis atau hukum adat.
Bukan hanya yang diucapkan saja tetapi juga pernyataan yang dituangkan
dalam bentuk tulisan dan diucapkan oleh hakim di muka sidang karena jabatan ketika
bermusyawarah hakim wajib mencukupkan semua alasan-alasan hukum yang tidak
dikemukakan oleh kedua belah pihak. Hakim wajib mengadili semua bagian
gugatan.Pengadilan menjatuhkan putusan atas ha-hal yang tidak diminta atau
mengabulkan lebih dari yang digugat.

II.

Jenis-jenis Putusan
Dalam penyusunan Hukum Acara Perdata telah dibuat sedemikian rupa agar
prosesnya dapat berjalan secara cepat, sederhana, mudah dimengerti dan tentunya
dengan biaya yang murah.

Menurut bentuknya penyelesaian perkara oleh pengadilan dapat dibedakan menjadi 2
yaitu:
1.
Putusan / vonis : Suatu putusan diambil untuk memutusi suatu perkara
2.
Penetapan / beschikking : suatu penetapan diambil berhubungan dengan suatu
permohonan yaitu dalam rangka yang dinamakan “yuridiksi voluntair”
Sedangkan menurut golongannya, suatu putusan pengadilan dikenal dua
macam pengolongan putusan yakni :
1.
Putusan Sela ( Putusan interlokutoir)
Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang
diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan

pemeriksaan perkara. Dalam hukum acara dikenal macam putusan sela yaitu :
1) Putusan Preparatuir, putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan untuk
melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan akhir
2) Putusan Interlocutoir, putusan yang isinya memerintahkan pembuktian karena
putusan ini menyangkut pembuktian maka putusan ini akan mempengaruhi
putusan akhir
3) Putusan Incidental, putusan yang berhubungan dengan insiden yaitu peristiwa
yang menghentikan prosedur peradilan biasa.
4) Putusan provisional, putusan yang menjawab tuntutan provisi yaitu
permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan pendahulu guna
2.

kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.
Putusan Akhir
Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri perkara pada tingkat
pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi
dan MA. Macam-macam putusan akhir adalah sbb. :
1) Putusan Declaratoir, putusan yang sifatnya hanya menerangkan, menegaskan
suatu keadaan hukum semata, misalnya menerangkan bahwa A adalah ahli waris
dari B dan C.

2) Putusan Constitutif, putusan yang sifatnya meniadakan suatu keadaan hukum
atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru, misalnya putusan yang
menyatakan seseorang jatuh pailit.
3) Putusan Condemnatoir, putusan yang berisi penghukuman, misalnya pihak
tergugat dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah berikut bangunan yang
ada diatasnya untuk membayar hutangnya.

III.

Asas Putusan Hakim
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 178 H.I.R, Pasal 189 R.Bg. dan beberapa
pasal dalam Undang – undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman,
maka wajib bagi hakim sebagai aparatur Negara yang diberi tugas untuk itu, untuk

selalu memegang teguh asas-asas yang telah digariskan oleh undang-undang, agar
keputusan yang dibuat tidak terdapat cacat hukum, yakni :
1.
Memuat Dasar Alasan yang Jelas dan Rinci
Menurut asas ini setiap putusan yang jatuhkan oleh hakim harus berdasarkan
pertimbangan yang jelas dan cukup, memuat dasar dasar putusan, serta

menampilkan pasal pasal dalam peraturan undang – undang tertentu yang
berhubungan dengan perkara yang diputus, serta berdasarkan sumber hukum
lainnya, baik berupa yurisprudensi, hukum kebiasaan atau hukum adapt baik
tertulis maupun tidak tertulis, sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang –
undang No. 4 tahun 2004 pasal 25 Ayat (1). Bahkan menurut pasal 178 ayat (1)
hakim wajb mencukupkan segala alasan hukm yang tidak dikemukakan para
2.

pihak yang berperkara.
Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatan
Asas ini diatur dalam Pasal 178 ayat (2) H.I.R., Pasal 189 ayat (2) R.Bg. dan
Pasal 50 Rv. Yakni, Hakim dalam setiap keputusannya harus secara menyeluruh
memeriksa dan mengadili setiap segi tuntutan dan mengabaikan gugatan
selebihnya. Hakim tidak boleh hanya memerriksa sebagian saja dari tuntutn

3.

yang diajukan oleh penggugat.
Tidak boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan
Menurut asas ini hakim tidak boleh memutus melebihi gugatan yang diajukan

(ultra petitum partium). Sehingga menurut asas ini hakim yang mengabulkan
melebihi posita maupun petitum gugat dianggap telah melampaui batas
kewenangan atau ultra vires harus dinyatakan cacat atau invalid, meskipun hal
itu dilakukan dengan itikad baik. Hal ini diatur dalam Asas ini diatur dalam

4.

Pasal 178 ayat (3) H.I.R., Pasal 189 ayat (3) R.Bg. dan Pasal 50 Rv.
Diucapkan di Muka Umum
Prinsip putusan diucapkan dalam sidang terbuka ini ditegaskan dalam Undang
undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 20. Hal ini tidak
terkecuali terhadap pemeriksaan yang dilakukan dalam sidang tertutup,
khususnya dalam bidang hukum keluarga, misalnya perkara perceraian, sebab
meskipun perundangan membenarkan perkara perceraian diperiksa dengan cara
tertutup. Namun dalam pasal 34 peraturan Pemerintah tahun 1975 menegaskan
bahwa putusan gugatan perceraian harus tetap diucapkan dalam sidang yang
terbuka untuk umum. Sehingga prinsip keterbukaan ini bersifat memaksa
(imperative), tidak dapat dikesampingkan, pelnggaran terhadap prinsip ini dapat
mengakibatkan putusan menjadi cacat hukum.


IV.

Susunan dan Isi Putusan Pengadilan
Pengadilan dalam mengambil suatu putusan diawali dengan uraian mengenai
asas yang mesti ditegakkan, agar putusan yang dijatuhkan tidak mengandung cacat.
Asas tersebut dijelaskan dalam Pasal 178 HIR [9] , Pasal 189 RGB, dan Pasal 19 UU
No. 4 Tahun 2004. Menurut ketentuan undang undang ini, setiap putusan harus
memuat hal – hal sebagai berikut :
1)

Kepala Putusan
Suatu putusan haruslan mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang
berbunyi “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 4 (1)
UU No. 14 / 1970 kepala putusan ini memberi kekuatan eksekutorial pada
putusan apabila tidak dibubuhkan maka hakim tidak dapat melaksanakan

2)

putusan tersebut
Identitas pihak yang berperkara

Didalam putusan harus dimuat identitas dari pihak: nama, alamat, pekerjaan dan
nama dari pengacaranya kalau para pihak menguasakan pekerjaan kepada orang

3)

lain.
Pertimbangan atau alasan-alasan
Pertimbangan atau alasan putusan hakim terdiri atas dua bagian yaitu
pertimbangan tentang duduk perkara dan pertimbangan tentang hukumnya.
Pasal 184 HIR/195 RBG/23 UU No 14/1970 menentukan bahwa setiap putusan
dalam perkara perdata harus memuat ringkasan gugatan dan jawaban dengan
jelas, alasan dan dasar putusan, pasal-pasal serta hukum tidak tertulis, pokok
perkara, biaya perkara serta hadir tidaknya pihak-pihak yang berperkara pada
waktu putusan diucapkan. Putusan yang kurang cukup pertimbangan merupakan
alasan untuk kasasi dan putusan harus dibatalkan, MA tanggal 22 Juli 1970 No.
638 K / SIP / 1969; MA tanggal 16 Desember 1970 No. 492 / K / SIP / 1970.
Putusan yang didasarkan atau pertimbangan yang menyipang dari dasar gugatan

4)

harus dibatalkan MA tanggal 01 September 1971 No 372 K / SIP / 1970
Amar atau diktum putusan
Dalam amar dimuat suatu pernyataan hukum, penetapan suatu hak, lenyap atau
timbulnya keadaan hukum dan isi putusan yang berupa pembebanan suatu
prestasi tertentu. Dalam diktum itu ditetapkan siapa yang berhak atau siapa yang

5)

benar atau pokok perselisihan.
Mencantumkan Biaya Perkara
Pencantuman biaya perkara dalam putusan diatur dalam pasal 184 ayat (1) H.I.R
dan pasal 187 R.Bg., bahkan dalam 183 ayat (1) H.I.R. dan pasal 194 R.Bg.

dinyatakan bahwa banyaknya biaya perkara yang dijatuhkan kepada pihak yang
berperkara.

V.

Kekuatan Putusan Hakim
Pasal 1917 dan 1918 KUHPerdata juga menyebutkan kekuatan suatu putusan
hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak juga dalam pasal 21 UU No. 14 /
1970 adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap adalah putusan
yang menurut Undang-Undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya
hukum biasa melawan putusan itu. Jenis jenis putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap yaitu :
1)
Kekuatan Mengikat
Kekuatan mengikat ini karena kedua pihak telah bersepakat untukmenyerahkan
kepada pengadilan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara mereka,
maka dengan demikian kedua pihak harus tunduk terhadap putusan yang dibuat
2)

oleh pengadilan atau hakim.
Kekuatan Pembuktian
Putusan pengadilan yang dituangkan dalam bentuk tertulis merupakan akta
otentik yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti oleh kedua pihak apabila

3)

diperlukan sewaktu – waktu oleh para pihak untuk mengajukan upaya hukum.
Kekuatan Executorial
Putusan hakim atau putusan pengadilan adalah kekuatan untuk dilaksanakan
secara paksa oleh para pihak dengan bantuan alat – alat negara terhadap pihak
yang tidak melaksanakan putusan tersebut secara sukarela.

BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan

Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat
negara yang diberi wewenang untuk itu diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk
mengakhiri dan menyelesaikan suatu perkara sengketa antar pihak. Putusan yang
dibuat oleh hakim haruslah mengikuti tata cara yang disyahkan oleh perundang undangan yang ada, melalui yurisprudensi, kebiasaan –kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis.
Sistematika atau susunan putusan harus mengacu pada ketentuan yang ada,
untuk itu dalam edaran S.E.M.A telah diberikan semacam guidance atau petunjuk agar
sebelum hakim membacakan putusan agar terlebih dahulu membuat konsep putusan
tersebut, hal ini dimaksuudkan agar pada saat pembacaan putusan tidak terjadi
kesalahan yang fatal yang dapat berakibat cacat sebuah putusan.
Pelanggaran, kelalaian atau kealpaan hakim terhadap ketentuan yang telah
digariskan oleh perundangan dapat mengakibatkan keputusan yang dibuat menjadi
cacat (invalid). Bila terjadi hal yang demikian tentunya proses persidangan yang telah
berlangsung yang telah banyak menyita waktu akan sangat merugikan bagi para pihak
yang bersengketa, disamping itu biaya yang harus dikeluarkan oleh para pihak akan
bertambah besar, yang mana hal ini sangat bertentangan dengan prinsip peradilan
yang cepat dan biaya murah.
 Saran
Dengan semakin pesatnya perkembangan technology yang ada saat sekarang
maupun masa – masa yang akan datang, maka mutlak diperlukan bagi pemerintah,
hakim, para intelektual, pakar pakar hukum serta para pihak yang, untuk selalu
menggali kemungkinan - kemungkinan yang akan dan ataupun yang sedang terjadi
dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi kekosongan hukum, karena pada hakikatnya
tidaklah mungkin peraturan – peraturan yang dibuat itu sempurna, sehingga
diperlukan perbaikan – perbaikan sesuai dengan perkembangan zaman.

DAFTAR PUSTAKA
- Moh. Taufik Makaro, SH. MH, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, 2004. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
- M. Yahya Harahap,S.H. Hukum Acara Perdata, 2010. Jakarta: Sinar Grafita
- Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. Hukum Acara Perdata Indonesia, 1998.
Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

- Ny. Retnowulan Sutantio, S.H. Iskandar Oeripkartawinata, S.H. Hukum Acara
Perdata, 1997. Bandung: Cv Mandar Maju.
- Sudarto, S.H. Modul Hukum Acara Perdata 2011, Universitas Muhammadiyah
Surabaya.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 2010. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
- Herzien Indonesia Reglement (HIR).