SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA BAN (1)
SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA
BANI UMAYYAH
Oleh: Kelompok 3
Sayuti
10800113158
Fitriani
10800113175
Nirmayanti
10800113191
Marwah Razak
10800113192
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN AKUNTANSI
T.A 2014/2015
PEMBAHASAN
A. Asal Usul Bani Umayyah
Nama Umayyah merujuk pada seorang Quraisy di masa Jahiliyah. Dia adalah
Umayyah bin Abdus Syam bin Abdi Manaf. Masih terhitung saudara dari Bani Hasyim
(keluarga besar Rasulullah SAW), karena Hasyim (ayah Abdul Muthalib) juga salah satu
Putra Abdi Manaf. Jadi, Abdi Manaf adalah kakek moyang kedua Bani tersebut. Tetapi,
sekalipun satu kakek moyangnya, sejak zaman Jahiliyah Bani Umayyah juga tidak jarang
mengganggu keberhasilan Bani Hasyim. Abdul Muthalib, pemimpin Ka’bah saat itu,
diganggu oleh Abdus Syam dan Umayyah. Ketika menemukan kembali mata air
zamzam, Umayyah dan bapaknya meminta bagian agar dapat mengurusi mata air itu. Tetapi
karena penduduk Mekkah tidak berkenan dengan tindakan mereka itu, maka keluarga Abdus
Syam tersebut meninggalkan Mekkah menuju Damaskus karena merasa malu.
Pada masa Muhammad diangkat sebagai Rasul Allah, Bani Umayyah merupakan
keluarga kaya, terdidik dan berpengaruh. Salah satu dari mereka adalah pemimpin Kaum
Quraisy Mekkah. Dia adalah Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah. Kecintaannya kepada harta
dan kekuasaan membuat dia dan keluarganya tidak mau mengakui kebenaran Islam sebagai
ajaran yang mulia. Oleh karena itu, Abu Sufyan tidak mau tunduk terhadap ajakan Rasulullah
SAW, bahkan terus memusuhi. Aktivitas dakwah Rasulullah SAW yang dianggapnya akan
mengubah keadaan sosial, ekonomi, dan politik Mekkah, tentu merugikan para orang kaya,
termasuk Bani Umayyah. Untuk itu, berbagai cara dilakukan guna menggagalkan gerakan
reformasi yang dibangun Rasulullah SAW tersebut. Sampai-sampai, cara-cara kekerasan
(perang) pun mereka lakukan. Tercatat beberapa perang besar (Perang Badar, Perang Uhud,
dan Perang Khandaq) pasca hijrah, melibatkan kepemimpinan Abu Sufyan.
Abu Sufyan dan keluarga, akhirnya masuk Islam dengan terpaksa pada saat berpuluhpuluh ribu kaum Muslimin mengepung Mekkah dari segala penjuru. Walapun banyak sahabat
tidak suka terhadap masuk Islamnya keluarga Abu Sufyan, Rasulullah SAW tetap
menghormati perubahan sikapnya. Kesalahan-kesalahannya diampuni, bahkan Muawiyah
putra Abu Sufyan diangkat sebagai sekretaris beliau dan saudara perempuannya, Ummu
Habibah diperistri oleh Beliau. Setelah beberapa tahun bergabung sebagai kaum Muslimin,
keluarga terdidik dan berpengaruh ini ikut membesarkan Islam. Di masa Abu Bakar Sidiq,
keluarga Abu Sufyan dan Bani Umayyah merasa rendah diri karena kelas mereka berada di
bawah kaum Muhajirin dan Ansar. Mereka tahu diri bahwa perjuangan mereka belum apa-apa
dibanding dengan kedua kaum di atas. Apalagi di masa dahulu, mereka memusuhi perjuangan
Rasulullah SAW dan kaum Muslimin. Oleh karena itu, mereka maklum ketika Khalifah Abu
Bakar menyatakan di depan umum bahwa keluarga besar Bani Umayyah harus ikut berjuang
membela Islam termasuk di medan perang, bila ingin setingkat dengan kaum Muhajirin dan
Ansar. Beberapa peperangan yang terjadi di masa Abu Bakar ini anggota Bani Umayyah ikut
serta dibarisan kaum Muslimin. Bahkan, Yazid bin Abu Sufyan menjadi salah satu panglima
untuk memimpin pasukan ke Syiria melawan Bizantium.
Pada masa Umar, ketika wilayah Islam semakin meluas dan membutuhkan banyak
tenaga administratif, sang Khalifah memanfaatkan tenaga-tenaga Bani Umayyah yang
umumnya terdidik untuk membaca, menulis, dan berhitung. Bahkan, Yazid dan Muawiyah
dipercaya untuk mengelolah wilayah Syiria. Kepercayaan Khalifah Umar ini tidak disiasiakan oleh Bani Umayyah. Mereka bekerja dengan tekun dan dikenal sukses dalam
mengerjakan tugas-tugas administratif. Periode Umar inilah awal mula Bani
Umayyah menduduki posisi-posisi penting. Namun karena kewibawaan sang Khalifah yang
bersih dan berwibawa, mereka tidak berani bertindak macam-macam, seperti korupsi dan
sejenisnya.
Pada masa Ustman, kebijakan mempekerjakan tenaga-tenaga Bani Umayyah seperti
masa Umar, tetap dilanjutkan. Bahkan Ustman mempercayai mereka untuk jabatan-jabatan
strategis. Enam tahun pertama, Ustman sukses membangun Negara. Namun, pada enam
tahun berikutnya, karena usia Ustman yang semakin uzur, maka posisi Bani
Umayyah semakin kuat. Melalui sekretaris Negara Marwan bin Hakam yang juga salah satu
anggotaBani Umayyah, mereka menempatkan kroni-kroninya pada posisi strategis. Praktekpraktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dijalankan dengan penuh kesungguhan. Hal
inilah yang menjadi awal bencana hingga terbunuhnya Khalifah Ustman.
Pada era Ali, keluarga Umayyah yang menjabat posisi-posisi penting pada
pemerintahan Ustman, semuanya dicopot. Kebijakan Ali yang keras inilah yang mendorong
mereka menentang pengangkatan Ali sampai membuat pecahnya Perang Siffin. Namun,
keberuntungan memang ada dipihak mereka pada saat Perang Siffin mengangkat Muawiyah
menjadi Khalifah tandingan. Bahkan lebih beruntung lagi ketika Hasan bin Ali yang
menggantikan kepemimpinan ayahnya mengakui Muawiyah sebagai Khalifah yang sah di
seluruh wilayah kekuasaan Islam. Sejak itulah mereka mulai membangun pemerintahan Islam
warisan Rasulullah SAW dan para sahabat tersebut menjadi pemerintahan milik keluarga
besar Bani Umayyah.
B. Corak Khas Pemerintahan Bani Umayyah
Pada masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah adalah sosok pemimpin yang alim dalam
ilmu agama, sederhana dalam hidup, dan tanggung jawab kepada rakyatnya. Dia menjadi
imam di Masjid, sekaligus komandan di medan perang. Dia hidup sederhana dan jauh dari
sikap mewah. Bahkan, sebagai kepala Negara tidak ada pengawal yang menjaga di
sekitarnya. Karena baginya, hidup mati adalah urusan Allah. Adapun untuk mengetahui
denyut nadi keadaaan rakyatnya, hampir setiap malam seorang Khalifah mengunjungi
kehidupan rakyatnya. Keinginan dan kebutuhan rakyat harus disaksikan dan dirasakan sendiri
dengan cara seperti itu. Khalifah sadar bahwa tanggung jawab sebagai pemimpin umat
sangatlah berat.
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, sikap hidup seperti itu tidak akan ditemukan.
Sejak Muawiyah memegang kekuasaan, gaya hidup seorang Khalifah sudah berubah drastis.
Muawiyah hidup di dalam benteng dengan pengawalan ketat dan bermewah-mewah sebagai
raja. Tradisi “Harem” dan perbudakan ditumbuhkan kembali. Pesta-pesta diadakan di istana,
lengkap dengan hiburan-hiburan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Hal seperti ini diwariskan
kepada Khalifah-Khalifah sesudahnya kecuali pada Khalifah Umar bin Abdul Aziz (Umar II).
Hal lain yang berubah pada masa Bani Umayyah adalah fungsi dan kedudukan Baitul Mal.
Ketika era Khulafaur Rasyidin. Baitul Mal adalah harta Negara yang harus dipergunakan
untuk kesejahteraan rakyat. Namun pada masa Bani Umayyah, fungsi dan kedudukan Baitul
Mal telah bergeser, sebab Khalifah memiliki wewenang yang besar untuk menggunakan harta
Baitul Mal sesuai keinginannya. Kewenangannya, khalifah menggunakan harta tersebut
untuk kepentingan pribadi maupun keluarganya. Kecuali Khalifah Umar II, semua Khalifah
memperlakukan Baitul Mal seperti itu. Khalifah Umar II berusaha mengembalikan fungsi dan
kedudukan Baitul Mal sebagaimana yang dicontohkan oleh para Khulafaur Rasyidin.
Bani Umayyah juga meninggalkan tradisi musyawarah dan keterbukaan yang dirintis
oleh pendahulunya. Pada masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah didampingi oleh sebuah Dewan
penasehat yang ikut berperan dalam setiap kebijakan-kebijakan penting Negara. Lebih dari
itu, seorang rakyat biasa pun dapat menyampaikan pendapatnya tentang kebijakan Khalifah
secara terbuka. Tradisi positif itu tidak dilanjutkan oleh Muawiyah dan para penerusnya.
Walapun lagi-lagi, Umar II berusaha menghidupkan kembali tradisi tersebut, namun
penguasa setelahnya segera mengembalikan pada cara-cara kerajaan yang menempatkan sang
raja di atas segala-galanya. Satu hal yang memprihatinkan pada masa pemerintahan Bani
Umayyah adalah diabaikannya nilai-nilai ajaran Islam oleh para pejabat Negara dan
keluarganya. Mereka lebih suka hidup mewah, mengembangkan budaya KKN (Korupsi,
Kolusi, Nepotisme), serta tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk tujuan politiknya.
Dan tampaknya hal seperti itu direstui oleh sang Khalifah. Bahkan, para Khalifah Bani
Umayyah justru menikmati kondisi seperti itu.
Namun demikian, ada pula kemajuan positif yang terjadi pada masa Bani Umayyah.
Di antaranya adalah bertambah luasnya daerah kekuasaan pemerintahan Islam yang
membentang dari Afganistan sampai Andalusia. Suksesnya politik ekspansi ini menempatkan
Islam menjadi kekuatan Internasional yang paling disegani di Timur dan di Barat. Imbas
positifnya, dakwah Islam cepat tersebar ke berbagai penjuru dunia. Islam dapat tersebar
dengan cepat dan meluas. Bahasa Arab menjadi bahasa dunia, Masjid-masjid dibangun di
setiap kota besar serta kegiatan pendalaman agama dan pengembangan ilmu pengetahuan
Islam semarak di mana-mana. Saat itu, DaulahBani Umayyah adalah sebuah Negara adikuasa
di dunia. Sebagai Negara besar, Daulah Bani Umayyah memiliki militer yang sangat kuat.
Tidak seperti para pejabat istana, kaum militer ini umumnya terdiri atas orang-orang yang
sederhana dan taat beribadah. Mereka berjuang bukan demi Khalifah, melainkan demi
tersiarnya Islam diseluruh penjuru bumi. Bagi mereka, mati di medan perang adalah
persembahan terbaik kepada Tuhan. Gugur di medan laga adalah syahid di jalan Allah. Tidak
dapat dipungkiri bahwa kemenangan pasukan Islam di berbagai wilayah disebabkan oleh
semangat seperti ini. Karena itu, Bani Umayyah sangat terkenal dalam suksesnya politik
ekspansi. Salah satu kesuksesannya adalah mampu menembus hingga wilayah Spanyol.
C. Perkembangan Islam di Masa Bani Umayyah
Daulat Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sofyan bin Harb bin
Umayyah pada tahun 41 H.
Berdirinya daulah ini, karena Muawiyah tidak mau meyakini kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib. Sehingga pada waktu itu terjadi perang saudara di antara umat Islam yaitu anatar
pasukan Ali melawan pasukan Muawiyah. Dalam pertempuran yang sengit itu banyak
mengorbankan jiwa kaum muslimin, hingga pada akhirnya diadakan perundingan.
Dalam perundingan itu Ali mengutus Abu Musa Al-Asy’ari seorang ahli hukum,
zakelyk dan jujur. Sedang Muawiyah mengutus Amr bin Ash, seorang diplomat yang ulung,
cerdik dan pandai mengatur siasat. Dari perundingan tersebut keduanya memutuskan akan
menurunkan Ali serta Muawiyah dari kekhalifahan, dan untuk selanjutnya khalifah akan
diangkat oleh kaum muslimin.
Atas kelicikan Amr bin Ash, maka Abu Musa dipersilahkan terlebih dahulu untuk
mengumumkan penurunan Ali dari jabatannya sebagai khalifah, dengan alasan karena Abu
Musa lebih tua usianya dari Amr bin Ash, maka sudah sepantasnyalah diberi kesempatan
yang pertama.
Sesudah Abu Musa mengumumkan penurunannya Ali sebagai khalifah di hadapan
kaum muslimin, naiklah Amr bin Ash, dan berkata: “Wahai kaum muslimin tadi barulah kita
dengar bersama pernyataan dari Abu Musa Al-Asy’ari, bahwa beliau pada hari ini telah
menurunlkan Ali bin Abi Thalib dari jabatannya sebagai khalifah. Dengan kekosongan
khalifah itu, maka pada hari ini saya mengangkat Muawiyah bin Abi Sofyan sebagai
khalifah”.
Sejak itulah Muawiyah menjadi khalifah kaum muslimin secara resmi, meskipun
diperoleh dengan tidak wajar dan sekaligus menyimpang dari ajaran Islam.[1]
Sejak berdirinya pemerintahan Bani Umayah pada tahun 661 M dimulai pula tradisi
baru dalam sistem pemerintahan Islam. Sistem pemilihan secara demokratis yang
dikembangkan selama masa kekhalifahan ar-Rasyidin telah tidak dikenal lagi dalam proses
pemilihan khlaifah. Proses pergantian khalifah untuk seterusnya dilakukan mengikuti sistem
turun-temurun. Dalam literatur Islam sistem itu dikenal sebagai Daulah Islamiyah, yang
berarti kekuasaan Islam yang berciri kedinastian atau ashobiyah.
Dalam pada itu pemerintahan Islam yang ditegakkan dengan cara perebutan
kekuasaan oleh Muawiyah terhadap Khalifah Ali yang sah, harus tetap waspada terhadap
setiap pengkritik. Oleh karenanya selalu menaruh kecurigaan terhadap kemungkinan
terjadinya intrik istana maupun gerakan perlawanan terhadap khalifah. Oleh karenanya
tidaklah mengherankan kalau Bani Umayyah menjadi sangat kuat, sehingga berhasil
menegakkan kekhalifahan Bani Umayyah selama 90 tahun. Selama itu pula telah memerintah
14 orang khalifah, sebagai berikut:
1. Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan (661-689 M)
2. Khalifah Yazid I (680-683 M)
3. Khalifah Muawiyah II (683-684 M)
4. Khalifah Marwan I bin al-Hakam (684-685 M)
5. Khalifah Abdul Malik (685-705 M)
6. Khalifah Al-Walid (705-715 M)
7. Khalifah Sulaiman (715-717 M)
8. KhalifahUmar bin Abdul Aziz (717-720 M)
9. Khalifah Yazid II (720-724 M)
10. Khalifah Hisyam (724-743 M)
11. Khalifah Al-Walid II (743-744 M)
12. Khalifah Yazid III dan Ibrahim (744-744 M)
13. Khalifah Marwan II bin Muhammad (744-750 M)[2]
D. Tokoh-Tokoh Bani Umayyah
Empat orang khalifah memegamg kekuasaan sepanjang 70 tahun, yaitu Muawiyah,
Abdul Malik, al-Walid I, dan Hisyam. Sedangkan sepuluh khalifah sisanya hanya memerintah
dalam jangka waktu 20 tahun saja. Para pencatat sejarah umumnya sependapat bahwa
khalihah-khalifah terbesar mereka ialah: Muawiyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz.
1. Muawiyah adalah bapak pendiri dinasti Umayah.
Muawiyah adalah pembangun besar. Namanya disejajarkan dalam deretan Khulafa arRasyidin. Bahkan kesalahannya yang mengkhianati prinsip pemilihan kepala negara oleh
rakyat, dapat dilupakan orang karena jasa-jasa dan kebijaksanaan politiknya yang
mengagumkan. Muawiyah mendapat kursi kekhalifahan setelah Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib
berdamai dengannya pada tahun 41 H. Umat Islam sebagiannya membaiat Hasan setelah
ayahnya itu wafat. Namun Hasan menyadari kelemahannya sehingga ia berdamai dan
menyerahkan kepemimpinan umat kepada Muawiyah sehingga tahun itu dinamakan ‘amul
jama’ah, tahun persatuan. Muawiyah menerima kekhalifahan di Kufah dengan syarat-syarat
yang diajukan oleh Hasan, yakni:
a.
Agar Muawiyah tiada menaruh dendam terhadap seorang pun penduduk Irak.
b. Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka.
c.
Agar pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukkan kepadanya dan diberikan tiap tahun.
d. Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya, Husain, 2 juta dirham.
e.
Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pemberian kepada Bani Abdis
Syams.
Muawiyah dibaiat oleh umat Islam di Kufah sedangkan Hasan dan Husain dikembalikan
ke Madinah. Hasan wafat di kota Nabi itu tahun 50 H. diantara jasa-jasa Muawiyah ialah
mengadakan dinas pos kilat dengan menggunakan kuda-kuda yang selalu siap di tiap pos. ia
juga berjasa mendirikan Kantor Cap (percetakan mata uang), dan lain-lain.[3]
Muawiyah bin Abi Sufyan dapat menduduki kursi khalifah dengan berbagai cara dan tiga,
yaitu dengan ketajaman mata pedangnya, dengan siasatnya yang halus dan dengan tipu
muslihatnya yang amat licin. Bukanlah ia mendapat pangkat yang mulia itu dengan ijma’ dan
persetujuan umat Islam, melainkan karena licinnya jua.
Dengan kenaikan Muawiyah, berakhirlah hukum syura, pilihan menurut hasil
permusyawaratan yang terbanyak, yang berlaku di zaman al-Khulafaur Rasyidin, yaitu
hukum yang menyerupai aturan pemerintahan Republik (Jumhuriyah) di zaman kita ini. Dan
pangkat khalifah menjadi pusaka turun-temurun, maka daulat Islampun telah berubah
sifatnya menjadi daulat yang bersifat kerajaan (monarchie).
Sesungguhnya Muawiyah telah amat terpengaruh oleh peraturan-peraturan peninggalan
orang Romawi di negeri Syam, yakni di negeri tempat ia memerintah.
Kemegahan dan kemuliaan raja-raja yang belum pernah ditiru oleh khalifah-khalifah yang
terdahulu daripadanya, telah diteladan dan dipakainya. Dia telah memakai singggasana dan
kursi kerajaan serta mengadakan barisan pengawal yang senantiasa menjaga dirinya siang
malam. Bahkan dalam mesjidpun dibuatnya suatu kamar istimewa, tempat dia sembahyang
sorang diri, dijaga oleh pengawalnya dengan pedang tercabut. Hal ini dilakukannya karena ia
takut kalau-kalau terjadi pula atas dirinya apa yang telah terjadi atas diri Ali bin Abi Thalib.
[4]
Muawiyah wafat tahun 60 H. di Damaskus karena sakit dan digantikan oleh anaknya,
Yazid yang telah ditetapkannya sebagai putra mahkota sebelumnya. Yazid tidak sekuat
ayahnya dalam memerintah, banyak tantangan yang yang dihadapinya, antara lain ialah
membereskan pemberontakan kaum Syi’ah yang telah membaiat Husain sepeninggal
Muawiyah. Terjadi perang di Karbala yang menyebabkan terbunuhnya Husain, cucu nabi
SAW itu. Yazid menghadapi para pemberontak di Mekkah dan Madinah dengan keras.
Dinding Ka’bah runtuh dikarenakan terkena lemparan manjaniq, alat pelempar batu kearah
lawan. Peristiwa tersebut merupakan aib besar pada masanya.
Penduduk Madinah memberontak terhadap Yazid dan memecatnya untuk kemudian
mengangkat Abdullah ibn Hanzalah dari kaum Anshar. Mereka juga memenjarakan kaum
Umaiyah di Madinah dan mengusirnya dari kota suci kedua bagi umat Islam itu, sehingga
terjadilah bentrok pisik antara pasukan yang dikirim oleh Yazid yang dipimpin oleh Muslim
ibn Uqbah al-Murri, dan penduduk Madinah. Peperangan antara kedua pasukan itu terjadi di
al-Harrah yang dimenangkan oleh pasukan Yazid, pada tahun 63 H. sedangkan kaum Quraisy
mengangkat Abdullah ibn Muti’ sebagai pemimpin mereka tanpa pengkuan terhadap
kepemimpinan Yazid.
Penduduk Makkah lain lagi keadaannya, sebagian dari mereka membaiat Abdullah ibn
Zubair sebagai khalifah. Maka, pasukan Yazid yang telah menundukkan Madinah
meneruskan perjalanannya ke Makkah untuk menguasainya. Abdullah ibn Zubair selamat
dari gempuran pasukan Yazid karena ada berita bahwa Yazid mangkat sehingga ditariklah
pasukannya ke Suriah. Tetapi kota Mekkah menjadi porak poranda akhir perlakuan pasukan
Yazid tersebut. Yazid meninggal tahun 64 H setelah memerintah 4 tahun dan digantikan oleh
anaknya, Muawiyah II.[5]
Sebelum Yazid meniggal dunia dia telah berwasiat supaya putranya Muawiyah diangkat
menggantikan dia menjadi khalifah, menurut cara yang telah dilakukan oleh ayahandanya
Muawiyah bin Abi Sufyan.
Akan tetapi Muawiyah II bin Yazid ini hanya memerintah 40 hari saja lamanya. Oleh
karena dia berpenyakitan dan jiwanya sendiri memberontak, tidak dapat menanggung jawab
atas perobahan-perobahan dan kerusakan-kerusakan yang ditinggalkan ayahnya. Maka
turunlah dia dengan kemauan sendiri dari singgasana khilafat dan pangkat khalifah itupun
diserahkannya kepada permusyawaratan umat Islam, agar mereka dengan merdeka memilih
dan mengangkat siapa yang mereka kehendaki. Tetapi cita-citanya itu tidak dapat berlaku,
sebab pemilihan khalifah telah ditentukam oleh kemauan Bani Umayyah.[6]
Muawiyah diganti oleh Marwan ibn Hakam, seorang yang memegang stempel khilafah
pada masa Utsman ibn Affan. Ia adalah Gubernur Madinah dimasa Muawiyah dan penasehat
Yazid di Damaskus dimasa pemerintahan putra pendiri Daulah Umayyah itu. Ketika
Muawiyah II wafat dan tidak menunjuk siapa penggantinya, maka keluarga besar Muawiyah
mengangkatnya sebagai khalifah. Ia dianggap orang yang dapat mengendalikan kekuasaan
karena pengalamannya, sedangkan orang lain yang pantas memegang jabatan khilafah itu
tidak didapatkannya. Padahal keadaan begitu rawan dengan perpecahan di tubuh bangsa Arab
sendiri dan ditambah dengan pemberontakan kaum Khawarij dan Syi’ah yang bertubi-tubi.
Khalifah yang baru itu menghadapi segala kesulitan satu demi satu. Ia dapat mengalahkan
kabilah ad-Dahhak ibn Qais. Kemudian menduduki Mesir, dan menetapkan putranya, Abdul
Aziz sebagai Gubernurnya. Abdul Aziz adalah ayah Umar, seorang khalifah Bani Umayyah
yang masyhur itu. Marwan menundukkan Palestina, Hijaz, dan Irak. Namun ia cepat pergi,
hanya sempat memerintah 1 tahun saja, ia wafat tahun 65 H dan menunjuk anaknya, Abdul
Malik dan Abdul Aziz sebgai pengganti sepeniggalnya secara berurutan.
2. Khalifah Abdul Malik
Abdul Malik adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khlaifah Bani
Umayyah yang disebut-sebut sebgai ‘Pendiri Kedua’ bagi kedaulatan Umayyah. Ia dikenal
sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang fiqih. Dia telah
berhasil mengembalikan sepenuhnya intregitas wilayah dan wibawa dan kekuasaan keluarga
Umayyah dari sagala pengacau negara yang merajalela pada masa-masa sebelumnya. Mulai
dari gerakan separatis Abdullah ibn Zubair di Hijaz, pemberontakan kaum Syi’ah dan
Khawarij sampai kepada aksi teror yang dilakukan oleh Mukhtar ibn Ubaidah as-Saqafy di
wilayah Kufah, dan pemberontakan yang dipimpin oleh Mus’ab ibn Zubair di Irak. Ia juga
menundukkan tentara Romawi yang sengaja membuat kegoncangan sendi-sendi
pemerintahan Umayyah. Ia memerintahkan pemakaian bahasa Arab sebagai bahasa
administrasi di wilayah Umayyah, yang sebelumnya masih memakai bahasa yang bermacammacam, seperti bahasa Yunani di Syam, bahasa Persia di Persia, dan bahas Qibti di Mesir. Ia
juga memerintahkan untuk mencetak uang secara teratur, membangun gedung-gedung,
masjid-masjid dan saluran-saluran air.
Khalifah Abdul Malik memerintah paling lama, yakni 21 tahun ditopang oleh para
pembantunya yang juga termasuk orang kuat dan menjadi kepercayaannya, seperti al-Hajjaj
ibn Yusuf yang gagah berani di medan perang, dan Abdul Aziz, saudaranya yang dipercaya
memegang jabatan sebagai Gubernur Mesir. Yang tersebut pertama itu menjadi Gubernur
wilayah Hijaz setelah menundukkan Abdullah ibn Zubair yang memberontak di wilayah
tersebut. Gubernur itu dipindahkan ke Irak setelah dapat pula menaklukkan raja bangsa Turki,
Ratbil yang berusaha menyerang Sijistan yang sudah menjadi wilayah Islam dan membunuh
Gubernurnya, dengan pasukan yang dipimpin oleh Abdurrahman ibn al-Asy’as. Padahal telah
disepakati perjanjian damai antara kedua belah pihak, sehingga penguasa Turki itu harus
membayar jizyah kepada Umayyah. Tetapi pasukan Islam berakhir dengan tragis karena
perselisihan intern yang terdapat dalam elite penguasa Muslim sendiri, yakni antara al-Hajjaj
dengan al-Asy’as. Tidak terelakkan lagi terjadinya kontak senjata antara keduanya yang
akhirnya dimenangkan oleh pasukan al-Hajjaj karena dibantu oleh Khalifah Abdul Malik.
Disamping berjaya di medan perang al-Hajjaj juga berhasil memperbaiki saluran-saluran
sungai Euphrat dan Tigris, memajukan perdagangan, dan memperbaiki sistem ukuran
timbang, takaran dan keuangan, disamping menyempurnakan tulisan mushhaf al-Quran
dengan titik pada huruf-huruf tertentu. Khalifah Abdul Malik wafat tahun 86 H dan diganti
oleh putranya yang bernama al-Walid.
Khalifah al-Walid ibn Abdul Malik memerintah sepuluh tahun lamanya (86-96 H). pada
masa pemerintahannya kejayaan dan kemakmuran melimpah ruah. Kekuasaan Islam
melangkah ke Spanyol di bawah pimpinan pasukan tariq ibn Ziyad ketika Afrika Utara
dipegang oleh Gubernur Musa ibn Nusair. Karena kekayaan melimpah maka ia sempurnakan
gedung-gedung, pabrik-pabrik, dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk para
kafilah yang berlalu lalang di jalur tersebut. Ia membangun masjid al-Amawi yang terkenal
hingga masa kini di Damaskus. Di samping itu ia menggunakan kekayaan negerinya untuk
menyantuni para yatim piatu, fakir miskin, dan pederita cacat seperti orang lumpuh, buta,
sakit kusta. Khalifah itu wafat tahun 96 H dan digantikan oleh adiknya, Sulaiman
sebagaimana wasiat ayahnya.
Khalifah Sulaiman ibn Abdul Malik tidak sebijaksana kakaknya, ia kurang bijaksan, suka
harta sebagaimana yang diperlihatkan ketika ia menginginkan harta rampasan perang
(ganimah) dari Spanyol yang dibawa oleh Musa ibn Nusair. Ia menginginkan harta itu jatuh
ke tangannya, bukan ke tangan kakaknya, al-Walid yang saat itu masih hidup walau dalam
keadaan sakit. Musa ibn Nusair diperintahkan oleh Sulaiman agar memperlambat datangnya
ke Damaskus dengan harapan harta yang dibawanya itu jatuh ke tangannya. Namun Musa
enggan melaksanakan perintah Sulaiman tersebut, yang mengakibatkan ia disiksa dan dipecat
dari jabatannya ketika Sulaiman naik menjadi Khalifah menggantikan al-Walid.
Ia dibenci oleh rakyatnya karena tabiatnya yang kurang bijaksana itu. Para pejabatnya
terpecah belah, demikian pula masyarakatnya. Orang-orang yang berjasa dimasa para
pendahulunya disiksanya, seperti keluarga al-Hajjaj ibn Yusuf dan Muhammad ibn Qasim
yang menundukkan India. Ia menunjuk Umar ibn Adul Aziz sebagai penggantinya sebelum
meninggal pada tahun 99 H.
3. Umar ibn Abdul Aziz
Meskipun masa pemerintahan Umar ibn Abdul Aziz sangat pendek, namun Umar
merupakan ‘lembaran putih’ Bani Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri,
mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan Daulah
Umayyah yang banyak disesali. Dia merupakan personifikasi seorang khalifah yang takwa
dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin Bani
Umayyah.
Khalifah yang adil itu adalah putra Abdul Aziz, Gubernur Mesir. Ia lahir di Hilwan dekat
Kairo, atau Madinah kata sumber yang lain. Rupanya keadilannya itu menurun dari Khalifah
Umar ibn Khattab yang menjadi kakeknya dari jalur ibunya. Ia menghabiskan waktunya di
Madinah untuk mendalami ilmu pengetahuan dimasa kecil, dan memang kota tersebut
menjadi pusat ilmu dan kebudayaan Islam pada saat itu. Ia mendalami ilmu agama Islam
khususnya ilmu hadits, dan ketika ia menjadi khalifah memerintahkan kaum Muslimin untuk
menuliskan hadits, dan inilah perintah resmi pertama dari penguasa Islam. Umar adalah orang
yang rapi dalam berpakaian, memakai wewangian dengan rambut yang panjang dan cara
jalan yang tersendiri, sehingga mode Umar itu ditiru banyak orang di masanya.
Ia dikawinkan dengan Fatimah, putri Abdul Malik, Khalifah Umayyah yang sekaligus
sebagai pamannya. Ia diangkat menjadi Gubernur Madinah oleh Khalifah al-Walid ibn Abdul
Malik, salah seorang sepupunya, tetapi ia dipecat dari jabatannya itu karena masalah putra
mahkota. Berbekal dengan pengalamannya sebagai pejabat, kaya akan ilmu dan harta sebagi
bangsawan Arab yang mulia, ia diangkat menjadi Khalifah menggantikan Sulaiman, adik alWalid. Khalifah Umar ibn Abdul Aziz berubah tingkah lakunya, ia menjadi seorang zahid,
sederhana, bekerja keras, dan berjuang tanpa henti sampai akhir hayatnya yang hanya
memerintah kurang lebih dua tahun saja.
Khalifah yang kaya itu dengan menguasai tanah-tanah perkebunan di Hijaz, Syam, Mesir,
Yaman, dan Bahrain, yang menghasilkan kekayaan 40.000 dinar tiap tahun, setelah
menduduki jabatan barunya mengembalikan tanah-tanah yang dihibahkan kepadanya dan
meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lamanya serta menjual barang-barang mewahnya untuk
diserahkan hasil penjualannya ke baitul mal. Disamping itu ia mengadakan perdamaian antara
Amawiyah dan Syi’ah serta Khawarij, menghentikan peperangan, mencegah caci maki
terhadap Khalifah Ali ibn Abi Thalib dalam khutbah Jum’at dan diganti dengan bacaan ayat:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(An-Nahl: 90)
Khalifah yang adil itu berusaha memperbaiki segala tatanan yang ada dimasa
kekhalifahannya, sepeti menaikan gaji para gubernurnya, memeratakan kemakmuran dengan
memberikan santunan kepada para fakir dan miskin, dan memperbaharui dinas pos. Ia juga
menyamakan kedudukan orang-orang non Arab yang menempati sebagai warga negara kelas
dua, dengan orang-orang Arab ia mengurangi beban pajak dan menghentikan pembayaran
jizyah bagi orang Islam baru. Khalifah Umar meninggal pada tahun 101 H dan diganti oleh
Yajid II ibn Abdul Malik (101-105 H) pada masa pemerintahannya timbul lagi perselisihan
antara kaum Mudhariyah dan Yamaniyah. Pemerintahannya yang singkat itu mempercepat
proses kemunduran Umayyah.
Kekhalifahan Umayyah mulai mundur sepeninggal Khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Walau
tidak secemerlang tiga khalifah yang masyhur sebagaimana tersebut di atas, Khalifah Hisyam
ibn Abdul Malik perlu dicatat juga sebagai khalifah yang sukses. Ia memerintah dalam waktu
yang panjang, yakni 20 tahun (105-125 H). Ia dapat pula dikategorikan sebagai khalifah
Umayyah yang terbaik, karena kebersihan pribadinya, pemurah, gemar kepada keindahan,
berakhlak mulia dan tergolong teliti terutama dalam soal keuangan, disamping bertaqwa dan
berbuat adil. Dalam masa pemerintahannya terjadi gejolak yang dipelopori oleh kaum Syi’ah
yang bersekutu dengan kaum Abbasiyah. Mereka menjadi kuat karena kebijaksanaan yang
diterapkan oleh Khalifah Umar ibn Abdul Aziz yang bertindak lemah lembut kepada semua
kelompok. Dalam diri keluarga Umayyah sendiri terjadi perselisihan tentang putra mahkota
yang melemahkan posisi Umayyah.
Masih ada empat khalifah lagi setelah Hisyam yang memerintah hanya dalam waktu tujuh
tahun, yakni al-Walid II ibn Yazid II, Yazid III ibn al-Walid, Ibrahim ibn al-Walid dan
Marwan ibn Muhammad. Yang tersebut terakhir adalah penguasa Umayyah penghabisan
yang terbunuh di Mesir oleh pasukan Bani Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M.[7]
E. Kebijakan-Kebijakan Pada Masa Bani Umayyah
1. Politik dan Perluasan Wilayah
Di jaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Disebelah timur, Muawiyah dapat
menguasai daerah Khurasan sampai kesungai Oxus dan Afganistan sampai ke
Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke Ibu Kota Bizantium,
Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh
Khalifah Abd Al-Malik, dia menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan
Baikh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Mayoritas penduduk dikawasan ini
kaum Paganis. Pasukan islam menyerang wilayah Asia Tengah pada tahun 41H / 661M. pada
tahun 43H / 663M mereka mampu menaklukkan Salistan dan menaklukkan sebagian wilayah
Thakaristan pada tahun 45H / 665M. Mereka sampai kewilayah Quhistan pada tahun 44H /
664M. Abdullah Bin Ziyad tiba dipegunungan Bukhari. Pada tahun 44H / 664M para
tentaranya datang ke India dan dapat menguasai Balukhistan,Sind, dan daerah Punjab sampai
ke Maitan.
Ekspansi kebarat secara besar-besaran dilanjutkan dijaman Al-Walid Ibn Abd Abdul
Malik (705M-714M). Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan
ketertiban. Umat islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa
pemerintahanya. Dia memulai kekuasaannya dengan membangun Masjid Jami’ di Damaskus.
Masjid Jami’ ini dibangun dengan sebuah arsitektur yang indah, dia juga membangun
Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid Nabawi, disamping itu juga melakukan
pembangunan fisik dalam skala besar.
Pada masa pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini
dimulai dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua eropa yaitu pada tahun 711M.
Setelah Al Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad pemimpin pasukan islam
dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa
dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal nama Bibraltar (Jabal Tariq). Tentara
Spanyol dapat dikalahkan, dengan demikian Spanyol menjadi sasaran ekspansi.
Selanjutnya Ibu Kota Spanyol Kordova dengan cepatnya dapat dikuasai, menyusul
setelah itu kota-kota lain seperti Sevi’e, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol
yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan islam memperoleh dukungan dari rakyat
setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Pada masa inilah
pemerintah islam mencapai wilayah yang demikian luas dalam rentang sejarahnya, dia wafat
pada tahun 96H / 714M dan memerintah selama 10 tahun.
Dijaman Umar Ibn Ab Al-Aziz masa pemerintahannya diwarnai dengan banyak
Reformasi dan perbaikan. Dia banyak menghidupkan dan memperbaiki tanah-tanah yang
tidak produktif, menggali sumur-sumur baru dan membangun masjid-masjid. Dia
mendistribusikan sedekah dan zakat dengan cara yang benar hingga kemiskinan tidak ada lagi
dijamannya. Dimasa pemerintahannya tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat
ataupun sedekah. Berkat ketaqwa’an dan kesalehannya, dia dianggap sebagai salah seorang
Khulafaur Rasyidin. Penaklukan dimasa pemerintahannya pasukan islam melakukan
penyerangan ke Prancis dengan melewati pegunungan Baranese mereka sampai ke wilayah
Septomania dan Profanes, lalu melakukan pengepungan Toulan sebuah wilayah di Prancis.
Namun kaum muslimin tidak berhasil mencapai kemenangan yang berarti di Prancis. sangat
sedikit terjadi perang dimasa pemerintahan Umar. Dakwah islam marak dengan
menggunakan nasehat yang penuh hikmah sehingga banyak orang masuk islam, masa
pemerintahan Umar Bin Abd Aziz terhitung pendek.
Dijaman Hasyim Ibn Abd Al-Malik (724-743M) pemerintahannya dikenal dengan adanya
perbaikan-perbaikan dan menjadikan tanah-tanah produktif. Dia membangun kota Rasyafah
dan membereskan tata administrasi. Hasyim dikenal sangat jeli dalam berbagai perkara dan
pertumpahan darah. Namun dia dikenal sangat kikir dan pelit. Penaklukan dimasa
pemerintahannya yang dipimpin oleh Abdur Rahman Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang
Bordeau, Poitiers, dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun dalam peperangan yang
terjadi diluar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Prancis
pada tahun 114H / 732M. peristiwa penyerangan ini merupakan peristiwa yang sangat
membahayakan Eropa.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah
kekuasaan islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi
Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia kecil, Persia,
Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia
Tengah.
Khususnya dibidang Tashri, kemajuan yang diperoleh sedikit sekali, sebab kurangnya
dukungan serta bantuan pemerintah (kerajaan) waktu itu. Baru setelah masa khalifah Umar
Bin Abd Al-Aziz kemajuan dibidang Tashri mulai meningkat, beliau berusaha
mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena para penghafal
hadits sudah meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha untuk membukukan
Hadits.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik
dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan
Ibn Ali ketika dia naik tahta yang menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin
setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat islam. Deklarasi pengangkatan anaknya
Yazid sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dikalangan
rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
2. Ekonomi
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya
membawa kemajuan kepada rakyatnya yaitu:
Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sector
pertanian, beliau telah memperkenalkan system pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil
pertanian.
Dalam bidang industri pembuatan khususnya kraftangan telah menjadi nadi pertumbuhan
ekonomi bagi Umayyah.
3. Peradilan dan Pengembangan Peradaban
Meskipun sering kali terjadi pergolakan dan pergumulan politik pada masa pemerintahan
Daulah Bani Umayyah, namun terdapat juga usaha positif yang dilakukan daulah ini untuk
kesejahteraan rakyatnya.
Diantara usaha positif yang dilakukan oleh para khilafah daulah Bani Umayyah dalam
mensejahterakan rakyatnya ialah dengan memperbaiki seluruh system pemerintahan dan
menata administrasi, antara lain organisasi keuangan. Organisasi ini bertugas mengurusi
masalah keuangan negara yang dipergunakan untuk:
Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.
Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.
Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
Perlengkapan perang
Disamping usaha tersebut daulah Bani Umayyah memberikan hak dan perlindungan
kepada warga negara yang berada dibawah pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat
mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena
itu, Daulah ini membentuk lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh
seorang ketua Hakim (Qathil Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan
ijtihadnya. Para hakim menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping
itu kehakiman ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan
kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh
suatu golongan politik tertentu.
Disamping itu, kekuasaan islam pada masa Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam
pengembangan peradaban seperti pembangunan di berbagai bidang, seperti:
Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda
dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.
Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara
baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang
itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik
membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The
Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).
Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh
penjuru negeri islam.
Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk
orang-orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir AlBahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu
itu berjumlah 1700 buah.
Pada masa Umayyah, (Khalifah Abd Al-Malik) juga berhasil melakukan pembenahanpembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa
resmi administrasi pemerintahan Islam.
4. Militer
Salah satu kemajuan yang paling menonjol pada masa pemerintahan dinasti Bani
Umayyah adalah kemajuan dalam system militer. Selama peperangan melawan kakuatan
musuh, pasukan arab banyak mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur kemudian
mereka memadukannya dengan system dan teknik pertahanan yang selama itu mereka miliki,
dengan perpaduan system pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan dan militer Dinasti
Bani Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat baik dengan kemajuankemajuan dalam system ini akhirnya para penguasa dinasti Bani Umayyah mampu
melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke Eropa.
Secara garis besar formasi kekuatan tentara Bani Umayyah terdiri dari pasukan berkuda,
pasukan pejalan kaki dan angkatan laut.
F. Masa Kejayaan dan Kemunduran Bani Uamyyah
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, dimana
perhatian tertumpu kepada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak
zaman Khulafa ar-Rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di
penjuru empat mata angin beramai-ramai masuk kedalam kekuasaan Islam, yang meliputi
tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Suriyah, Palestina, separoh daerah
Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan
Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztan yang termasuk Sovyet Rusia.[8]
Memasuki kekuasaan masa Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah,
pemerintah yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun
temurun). Kekhalifahan Muawiyah diperoleh dengan kekerasaan, diplomasi dan tipu daya,
tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Sukses kepemimpinan secara turun-temurun
dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk meyatakan setia terhadap
anaknya, Yazid. Muawiyah mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang
menggunakan istilah khalifah, namun dia menberikan interprestasi baru dari kata-kata itu
untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutkan “khalifah Allah” dalam pengertian
“penguasa” yang diangkat oleh Allah.[9]
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara
dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa menjadi gubernur
sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Muawiyah ibn Abi
Sufyan (661-680 M), Abd al-Malik ibn Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abd Malik (705715), Umar ibn Abdul Aziz (71720 M) dan Hisyam ibn Abd al-Malik (724-743 M).
Ekspansi yang terhenti pada masa Usman dan Ali dilanjutkan oleh dinasti ini. Di
zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukan. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasai
daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan afganistan sampai ke Kabul. Angkatan-angkatan
lautnya melakukan serangan-serangan ke Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang
dilakukan Muawiyah kemudian dilakukan oleh Abd al-Malik. Dia mengirim tentaranya
menyebrangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukan Balk, Bukhara, Khawarizm,
Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai
Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan oleh al-Walid ibn Abd al-Malik.
Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat
Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berlangsung kurang lebih
sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wliyah barat daya,
Benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M setelah al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan,
Thariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi laut yang
memisahkan antara Marokko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang
sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan.
Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova,
dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan
Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam
memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan rakyat setempat yang
sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar ibn Abd Aziz, serangan
dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd alRahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana dia
menyerang Tours, namun peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh,
dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulaupulau yang berada di laut tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat,
wilayah kekuasaan Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah ini meliputi
Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia kecil, Persia,
Afganistan, daerah yang sekarang ini disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia
Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam
pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat
tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia
juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya,
jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi
adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik mengubah mata uang Bizantium dan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang
tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul
Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan
memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi Islam. Keberhasilan Khalifah
Abdul Malik diikuti oleh putranya al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M) seorang yang
berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun pantipanti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji
oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu
daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjidmasjid yang megah.[10]
Ibu kota Daulah Umayyah pindah ke Damaskus, suatu kota tua di negeri Syam yang
telah penuh dengan peninggalan kebudayaan maju sebelumnya.
Daerah kekuasaannya, selain yang diwariskan oleh Khulafa ar-Rasyidin, telah pula
menguasai Andalu, Afrika Utara, Syam, Irak, Iran, Khurosan, terus ke Timur sampai benteng
Tiongkok. Dalam daerah kekuasaannya terdapat kota-kota pusat kebudayaan, seperti: Yunani,
Iskandariyah, Antiokia, Harran, Yunde, Sahfur, yang dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan
beragama Yahudi, Nasrani dan Zoroaster. Setelah masuk Islam para ilmuwan itu tetap
memelihara ilmu-ilmu peninggalan Yunani itu, bahkan mendapat perlindungan. Di antara
mereka ada yang mendapat jabatan tinggi di istama Khalifah. Ada yang menjadi dokter
pribadi, bendaharawan, atau wazir, sehingga kehadiran mereka, sedikit banyak,
mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan.[11]
Dinasti Bani Umayyah mengalami masa kemunduran, ditandai dengan melemahnya
sistem politik dan kekuasaan karena banyak persoalan yang dihadapi para penguasa dinasti
ini. Diantaranya adalah masalah polotik, ekonomi, dan sebagainya.[12]
Adapun sebab-sebab kemunduran dinasti Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
Khalifah memiliki kekuasaan yang absolute. Khalifah tidak mengenal kompromi. Menentang
khalifah berarti mati. Contohnya adalah peristiwa pembunuhan Husein dan para pengikutnya
di Karbala. Peritiwa ini menyimpan dendam dikalangan para penentang Bani Umayyah.
Sehingga selama masa-masa kekhalifahan Bani Umayyah terjadi pergolakan politik yang
menyebabkan situasi dan kondisi dalam negeri dan pemerintahan terganggu.
Gaya hidup mewah para khalifah. Kebiasaan pesta dan berfoya-foya dikalangan istana,
menjadi faktor penyebab rendahnya moralitas mereka, disamping mengganggu keuangan
Negara. Contohnya, Khalifah Abdul Malik bin Marwan dikenal sebagai seorang khalifah
yang suka berfoya-foya dan memboroskan uang Negara. Sifat-sifat inilah yang tidak disukai
masyarakat, sehingga lambat laun mereka melakukan gerakan pemberontakan untuk
menggulingkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah.
Tidak adanya ketentuan yang tegas mengenai sistem pengangkatan khalifah. Hal ini berujung
pada perebutan kekuasaan diantara para calon khalifah.
Banyaknya gerakan pemberontakan selama masa-masa pertengahan hingga akhir
pemerintahan Bani Umayyah. Usaha penumpasan para pemberontak menghabiskan daya dan
dana yang tidak sedikit, sehingga kekuatan Bani Umayyah mengendur.
Pertentangan antara Arab Utara (Arab Mudhariyah) dan Arab Selatan (Arab Himariyah)
semakin meruncing, sehingga para penguasa Bani Umayah mengalami kesulitan untuk
mempertahankan kesatuan dan persatuan serta keutuhan Negara.
Banyaknya tokoh agama yang kecewa dengan kebijaksanaan para penguasa Bani Umayah,
karena tidak didasari dengan syari’at Islam.[13]
G. Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah
Kemajuan Islam di masa Daulah Umayyah meliputi berbagai bidang, yaitu politik,
ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, seni dan budaya. Di antaranya yang paling spektakuler
adalah bertambahnya pemeluk Agama Islam secara cepat dan meluas. Semakin banyaknya
jumlah kaum Muslimin ini terkait erat dengan makin luasnya wilayah pemerintahan Islam
pada waktu itu. Pemerintah memang tidak memaksakan penduduk setempat untuk masuk
Islam, melainkan mereka sendiri yang dengan rela hati tertarik masuk Islam. Akibat dari
makin banyaknya orang masuk agama Islam tersebut maka pemerintah dengan gencar
membuat program pembangunan Masjid di berbagai tempat sebagai pusat kegiatan kaum
Muslimin. Pada masa Khalifah Abdul Malik, masjid-masjid didirikan di berbagai kota besar.
Selain itu, beliau juga memperbaiki kembali tiga Masjid utama umat Islam, yaitu Masjidil
Haram (Mekkah), Masjidil Aqsa (Yerusalem) dan Masjid Nabawi (Madinah). Al-Walid,
Khalifah setelah Abdul Malik yang ahli Arsitektur, mengembangkan Masjid sebagai sebuah
bangunan yang indah. Menara Masjid yang sekarang ada dimana-mana itu pada mulanya
merupakan gagasan Al-Walid ini. Perhatian pada Masjid ini juga dilakukan oleh KhalifahKhalifah Bani Umayyah setelahnya.
Perkembangan lain yang menggembirakan adalah makin meluasnya pendidikan
Agama Islam. Sebagai ajaran baru, Islam sungguh menarik minat penduduk untuk
mempelajarinya. Masjid dan tempat tinggal ulama merupakan tempat yang utama untuk
belajar agama. Bagi orang dewasa, biasanya mereka belajar tafsir Al-Quran, hadist, dan
sejarah Nabi Muhammad SAW. Selain itu, filsafat juga memiliki penggemar yang tidak
sedikit. Adapun untuk anak-anak, diajarkan baca tulis Arab dan hafalan Al-Quran dan Hadist.
Pada masa itu masyarakat sangat antusias dalam usahanya untuk memahami Islam secara
sempurna. Jika pelajaran Al-Quran, hadist, dan sejarah dipelajari karena memang ilmu yang
pokok untuk memahami ajaran Islam, maka filsafat dipelajari sebagai alat berdebat dengan
orang-orang Yahudi dan Nasrani yang waktu itu suka berdebat menggunakan ilmu filsafat.
Sedangkan ilmu-ilmu lain seperti ilmu alam, matematika, dan ilmu social belum berkembang.
Ilmu-ilmu yang terakhir ini muncul dan berkembang denga baik pada masa dinasti Bani
Abbasiyah maupun Bani UmayyahSpanyol.
Bidang seni dan budaya pada masa itu juga mengalami perkembangan yang maju.
Karena ajaran Islam lahir untuk menghapuskan perbuatan syirik yang menyembah berhala,
maka seni patung dan seni lukis binatang maupun lukis manusia tidak berkembang. Akan
tetapi, seni kaligrafi, seni sastra, seni suara, seni bangunan, dan seni ukir berkembang cukup
baik. Di masa ini sudah banyak bangunan bergaya kombinasi, seperti kombinasi RomawiArab maupun Persia-Arab. Apalagi, bangsa Romawi dan Persia sudah memiliki tradisi
berkesenian yang tinggi. Khususnya dalam bidang seni lukis, seni patung maupun seni
arsitektur bangunan. Contoh dari perkembangan seni bangunan ini, antara lain adalah
berdirinya Masjid Damaskus yang dindingnya penuh dengan ukiran halus dan dihiasi dengan
aneka warna-warni batu-batuan yang sangat indah. Perlu
BANI UMAYYAH
Oleh: Kelompok 3
Sayuti
10800113158
Fitriani
10800113175
Nirmayanti
10800113191
Marwah Razak
10800113192
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN AKUNTANSI
T.A 2014/2015
PEMBAHASAN
A. Asal Usul Bani Umayyah
Nama Umayyah merujuk pada seorang Quraisy di masa Jahiliyah. Dia adalah
Umayyah bin Abdus Syam bin Abdi Manaf. Masih terhitung saudara dari Bani Hasyim
(keluarga besar Rasulullah SAW), karena Hasyim (ayah Abdul Muthalib) juga salah satu
Putra Abdi Manaf. Jadi, Abdi Manaf adalah kakek moyang kedua Bani tersebut. Tetapi,
sekalipun satu kakek moyangnya, sejak zaman Jahiliyah Bani Umayyah juga tidak jarang
mengganggu keberhasilan Bani Hasyim. Abdul Muthalib, pemimpin Ka’bah saat itu,
diganggu oleh Abdus Syam dan Umayyah. Ketika menemukan kembali mata air
zamzam, Umayyah dan bapaknya meminta bagian agar dapat mengurusi mata air itu. Tetapi
karena penduduk Mekkah tidak berkenan dengan tindakan mereka itu, maka keluarga Abdus
Syam tersebut meninggalkan Mekkah menuju Damaskus karena merasa malu.
Pada masa Muhammad diangkat sebagai Rasul Allah, Bani Umayyah merupakan
keluarga kaya, terdidik dan berpengaruh. Salah satu dari mereka adalah pemimpin Kaum
Quraisy Mekkah. Dia adalah Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah. Kecintaannya kepada harta
dan kekuasaan membuat dia dan keluarganya tidak mau mengakui kebenaran Islam sebagai
ajaran yang mulia. Oleh karena itu, Abu Sufyan tidak mau tunduk terhadap ajakan Rasulullah
SAW, bahkan terus memusuhi. Aktivitas dakwah Rasulullah SAW yang dianggapnya akan
mengubah keadaan sosial, ekonomi, dan politik Mekkah, tentu merugikan para orang kaya,
termasuk Bani Umayyah. Untuk itu, berbagai cara dilakukan guna menggagalkan gerakan
reformasi yang dibangun Rasulullah SAW tersebut. Sampai-sampai, cara-cara kekerasan
(perang) pun mereka lakukan. Tercatat beberapa perang besar (Perang Badar, Perang Uhud,
dan Perang Khandaq) pasca hijrah, melibatkan kepemimpinan Abu Sufyan.
Abu Sufyan dan keluarga, akhirnya masuk Islam dengan terpaksa pada saat berpuluhpuluh ribu kaum Muslimin mengepung Mekkah dari segala penjuru. Walapun banyak sahabat
tidak suka terhadap masuk Islamnya keluarga Abu Sufyan, Rasulullah SAW tetap
menghormati perubahan sikapnya. Kesalahan-kesalahannya diampuni, bahkan Muawiyah
putra Abu Sufyan diangkat sebagai sekretaris beliau dan saudara perempuannya, Ummu
Habibah diperistri oleh Beliau. Setelah beberapa tahun bergabung sebagai kaum Muslimin,
keluarga terdidik dan berpengaruh ini ikut membesarkan Islam. Di masa Abu Bakar Sidiq,
keluarga Abu Sufyan dan Bani Umayyah merasa rendah diri karena kelas mereka berada di
bawah kaum Muhajirin dan Ansar. Mereka tahu diri bahwa perjuangan mereka belum apa-apa
dibanding dengan kedua kaum di atas. Apalagi di masa dahulu, mereka memusuhi perjuangan
Rasulullah SAW dan kaum Muslimin. Oleh karena itu, mereka maklum ketika Khalifah Abu
Bakar menyatakan di depan umum bahwa keluarga besar Bani Umayyah harus ikut berjuang
membela Islam termasuk di medan perang, bila ingin setingkat dengan kaum Muhajirin dan
Ansar. Beberapa peperangan yang terjadi di masa Abu Bakar ini anggota Bani Umayyah ikut
serta dibarisan kaum Muslimin. Bahkan, Yazid bin Abu Sufyan menjadi salah satu panglima
untuk memimpin pasukan ke Syiria melawan Bizantium.
Pada masa Umar, ketika wilayah Islam semakin meluas dan membutuhkan banyak
tenaga administratif, sang Khalifah memanfaatkan tenaga-tenaga Bani Umayyah yang
umumnya terdidik untuk membaca, menulis, dan berhitung. Bahkan, Yazid dan Muawiyah
dipercaya untuk mengelolah wilayah Syiria. Kepercayaan Khalifah Umar ini tidak disiasiakan oleh Bani Umayyah. Mereka bekerja dengan tekun dan dikenal sukses dalam
mengerjakan tugas-tugas administratif. Periode Umar inilah awal mula Bani
Umayyah menduduki posisi-posisi penting. Namun karena kewibawaan sang Khalifah yang
bersih dan berwibawa, mereka tidak berani bertindak macam-macam, seperti korupsi dan
sejenisnya.
Pada masa Ustman, kebijakan mempekerjakan tenaga-tenaga Bani Umayyah seperti
masa Umar, tetap dilanjutkan. Bahkan Ustman mempercayai mereka untuk jabatan-jabatan
strategis. Enam tahun pertama, Ustman sukses membangun Negara. Namun, pada enam
tahun berikutnya, karena usia Ustman yang semakin uzur, maka posisi Bani
Umayyah semakin kuat. Melalui sekretaris Negara Marwan bin Hakam yang juga salah satu
anggotaBani Umayyah, mereka menempatkan kroni-kroninya pada posisi strategis. Praktekpraktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dijalankan dengan penuh kesungguhan. Hal
inilah yang menjadi awal bencana hingga terbunuhnya Khalifah Ustman.
Pada era Ali, keluarga Umayyah yang menjabat posisi-posisi penting pada
pemerintahan Ustman, semuanya dicopot. Kebijakan Ali yang keras inilah yang mendorong
mereka menentang pengangkatan Ali sampai membuat pecahnya Perang Siffin. Namun,
keberuntungan memang ada dipihak mereka pada saat Perang Siffin mengangkat Muawiyah
menjadi Khalifah tandingan. Bahkan lebih beruntung lagi ketika Hasan bin Ali yang
menggantikan kepemimpinan ayahnya mengakui Muawiyah sebagai Khalifah yang sah di
seluruh wilayah kekuasaan Islam. Sejak itulah mereka mulai membangun pemerintahan Islam
warisan Rasulullah SAW dan para sahabat tersebut menjadi pemerintahan milik keluarga
besar Bani Umayyah.
B. Corak Khas Pemerintahan Bani Umayyah
Pada masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah adalah sosok pemimpin yang alim dalam
ilmu agama, sederhana dalam hidup, dan tanggung jawab kepada rakyatnya. Dia menjadi
imam di Masjid, sekaligus komandan di medan perang. Dia hidup sederhana dan jauh dari
sikap mewah. Bahkan, sebagai kepala Negara tidak ada pengawal yang menjaga di
sekitarnya. Karena baginya, hidup mati adalah urusan Allah. Adapun untuk mengetahui
denyut nadi keadaaan rakyatnya, hampir setiap malam seorang Khalifah mengunjungi
kehidupan rakyatnya. Keinginan dan kebutuhan rakyat harus disaksikan dan dirasakan sendiri
dengan cara seperti itu. Khalifah sadar bahwa tanggung jawab sebagai pemimpin umat
sangatlah berat.
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, sikap hidup seperti itu tidak akan ditemukan.
Sejak Muawiyah memegang kekuasaan, gaya hidup seorang Khalifah sudah berubah drastis.
Muawiyah hidup di dalam benteng dengan pengawalan ketat dan bermewah-mewah sebagai
raja. Tradisi “Harem” dan perbudakan ditumbuhkan kembali. Pesta-pesta diadakan di istana,
lengkap dengan hiburan-hiburan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Hal seperti ini diwariskan
kepada Khalifah-Khalifah sesudahnya kecuali pada Khalifah Umar bin Abdul Aziz (Umar II).
Hal lain yang berubah pada masa Bani Umayyah adalah fungsi dan kedudukan Baitul Mal.
Ketika era Khulafaur Rasyidin. Baitul Mal adalah harta Negara yang harus dipergunakan
untuk kesejahteraan rakyat. Namun pada masa Bani Umayyah, fungsi dan kedudukan Baitul
Mal telah bergeser, sebab Khalifah memiliki wewenang yang besar untuk menggunakan harta
Baitul Mal sesuai keinginannya. Kewenangannya, khalifah menggunakan harta tersebut
untuk kepentingan pribadi maupun keluarganya. Kecuali Khalifah Umar II, semua Khalifah
memperlakukan Baitul Mal seperti itu. Khalifah Umar II berusaha mengembalikan fungsi dan
kedudukan Baitul Mal sebagaimana yang dicontohkan oleh para Khulafaur Rasyidin.
Bani Umayyah juga meninggalkan tradisi musyawarah dan keterbukaan yang dirintis
oleh pendahulunya. Pada masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah didampingi oleh sebuah Dewan
penasehat yang ikut berperan dalam setiap kebijakan-kebijakan penting Negara. Lebih dari
itu, seorang rakyat biasa pun dapat menyampaikan pendapatnya tentang kebijakan Khalifah
secara terbuka. Tradisi positif itu tidak dilanjutkan oleh Muawiyah dan para penerusnya.
Walapun lagi-lagi, Umar II berusaha menghidupkan kembali tradisi tersebut, namun
penguasa setelahnya segera mengembalikan pada cara-cara kerajaan yang menempatkan sang
raja di atas segala-galanya. Satu hal yang memprihatinkan pada masa pemerintahan Bani
Umayyah adalah diabaikannya nilai-nilai ajaran Islam oleh para pejabat Negara dan
keluarganya. Mereka lebih suka hidup mewah, mengembangkan budaya KKN (Korupsi,
Kolusi, Nepotisme), serta tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk tujuan politiknya.
Dan tampaknya hal seperti itu direstui oleh sang Khalifah. Bahkan, para Khalifah Bani
Umayyah justru menikmati kondisi seperti itu.
Namun demikian, ada pula kemajuan positif yang terjadi pada masa Bani Umayyah.
Di antaranya adalah bertambah luasnya daerah kekuasaan pemerintahan Islam yang
membentang dari Afganistan sampai Andalusia. Suksesnya politik ekspansi ini menempatkan
Islam menjadi kekuatan Internasional yang paling disegani di Timur dan di Barat. Imbas
positifnya, dakwah Islam cepat tersebar ke berbagai penjuru dunia. Islam dapat tersebar
dengan cepat dan meluas. Bahasa Arab menjadi bahasa dunia, Masjid-masjid dibangun di
setiap kota besar serta kegiatan pendalaman agama dan pengembangan ilmu pengetahuan
Islam semarak di mana-mana. Saat itu, DaulahBani Umayyah adalah sebuah Negara adikuasa
di dunia. Sebagai Negara besar, Daulah Bani Umayyah memiliki militer yang sangat kuat.
Tidak seperti para pejabat istana, kaum militer ini umumnya terdiri atas orang-orang yang
sederhana dan taat beribadah. Mereka berjuang bukan demi Khalifah, melainkan demi
tersiarnya Islam diseluruh penjuru bumi. Bagi mereka, mati di medan perang adalah
persembahan terbaik kepada Tuhan. Gugur di medan laga adalah syahid di jalan Allah. Tidak
dapat dipungkiri bahwa kemenangan pasukan Islam di berbagai wilayah disebabkan oleh
semangat seperti ini. Karena itu, Bani Umayyah sangat terkenal dalam suksesnya politik
ekspansi. Salah satu kesuksesannya adalah mampu menembus hingga wilayah Spanyol.
C. Perkembangan Islam di Masa Bani Umayyah
Daulat Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sofyan bin Harb bin
Umayyah pada tahun 41 H.
Berdirinya daulah ini, karena Muawiyah tidak mau meyakini kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib. Sehingga pada waktu itu terjadi perang saudara di antara umat Islam yaitu anatar
pasukan Ali melawan pasukan Muawiyah. Dalam pertempuran yang sengit itu banyak
mengorbankan jiwa kaum muslimin, hingga pada akhirnya diadakan perundingan.
Dalam perundingan itu Ali mengutus Abu Musa Al-Asy’ari seorang ahli hukum,
zakelyk dan jujur. Sedang Muawiyah mengutus Amr bin Ash, seorang diplomat yang ulung,
cerdik dan pandai mengatur siasat. Dari perundingan tersebut keduanya memutuskan akan
menurunkan Ali serta Muawiyah dari kekhalifahan, dan untuk selanjutnya khalifah akan
diangkat oleh kaum muslimin.
Atas kelicikan Amr bin Ash, maka Abu Musa dipersilahkan terlebih dahulu untuk
mengumumkan penurunan Ali dari jabatannya sebagai khalifah, dengan alasan karena Abu
Musa lebih tua usianya dari Amr bin Ash, maka sudah sepantasnyalah diberi kesempatan
yang pertama.
Sesudah Abu Musa mengumumkan penurunannya Ali sebagai khalifah di hadapan
kaum muslimin, naiklah Amr bin Ash, dan berkata: “Wahai kaum muslimin tadi barulah kita
dengar bersama pernyataan dari Abu Musa Al-Asy’ari, bahwa beliau pada hari ini telah
menurunlkan Ali bin Abi Thalib dari jabatannya sebagai khalifah. Dengan kekosongan
khalifah itu, maka pada hari ini saya mengangkat Muawiyah bin Abi Sofyan sebagai
khalifah”.
Sejak itulah Muawiyah menjadi khalifah kaum muslimin secara resmi, meskipun
diperoleh dengan tidak wajar dan sekaligus menyimpang dari ajaran Islam.[1]
Sejak berdirinya pemerintahan Bani Umayah pada tahun 661 M dimulai pula tradisi
baru dalam sistem pemerintahan Islam. Sistem pemilihan secara demokratis yang
dikembangkan selama masa kekhalifahan ar-Rasyidin telah tidak dikenal lagi dalam proses
pemilihan khlaifah. Proses pergantian khalifah untuk seterusnya dilakukan mengikuti sistem
turun-temurun. Dalam literatur Islam sistem itu dikenal sebagai Daulah Islamiyah, yang
berarti kekuasaan Islam yang berciri kedinastian atau ashobiyah.
Dalam pada itu pemerintahan Islam yang ditegakkan dengan cara perebutan
kekuasaan oleh Muawiyah terhadap Khalifah Ali yang sah, harus tetap waspada terhadap
setiap pengkritik. Oleh karenanya selalu menaruh kecurigaan terhadap kemungkinan
terjadinya intrik istana maupun gerakan perlawanan terhadap khalifah. Oleh karenanya
tidaklah mengherankan kalau Bani Umayyah menjadi sangat kuat, sehingga berhasil
menegakkan kekhalifahan Bani Umayyah selama 90 tahun. Selama itu pula telah memerintah
14 orang khalifah, sebagai berikut:
1. Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan (661-689 M)
2. Khalifah Yazid I (680-683 M)
3. Khalifah Muawiyah II (683-684 M)
4. Khalifah Marwan I bin al-Hakam (684-685 M)
5. Khalifah Abdul Malik (685-705 M)
6. Khalifah Al-Walid (705-715 M)
7. Khalifah Sulaiman (715-717 M)
8. KhalifahUmar bin Abdul Aziz (717-720 M)
9. Khalifah Yazid II (720-724 M)
10. Khalifah Hisyam (724-743 M)
11. Khalifah Al-Walid II (743-744 M)
12. Khalifah Yazid III dan Ibrahim (744-744 M)
13. Khalifah Marwan II bin Muhammad (744-750 M)[2]
D. Tokoh-Tokoh Bani Umayyah
Empat orang khalifah memegamg kekuasaan sepanjang 70 tahun, yaitu Muawiyah,
Abdul Malik, al-Walid I, dan Hisyam. Sedangkan sepuluh khalifah sisanya hanya memerintah
dalam jangka waktu 20 tahun saja. Para pencatat sejarah umumnya sependapat bahwa
khalihah-khalifah terbesar mereka ialah: Muawiyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz.
1. Muawiyah adalah bapak pendiri dinasti Umayah.
Muawiyah adalah pembangun besar. Namanya disejajarkan dalam deretan Khulafa arRasyidin. Bahkan kesalahannya yang mengkhianati prinsip pemilihan kepala negara oleh
rakyat, dapat dilupakan orang karena jasa-jasa dan kebijaksanaan politiknya yang
mengagumkan. Muawiyah mendapat kursi kekhalifahan setelah Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib
berdamai dengannya pada tahun 41 H. Umat Islam sebagiannya membaiat Hasan setelah
ayahnya itu wafat. Namun Hasan menyadari kelemahannya sehingga ia berdamai dan
menyerahkan kepemimpinan umat kepada Muawiyah sehingga tahun itu dinamakan ‘amul
jama’ah, tahun persatuan. Muawiyah menerima kekhalifahan di Kufah dengan syarat-syarat
yang diajukan oleh Hasan, yakni:
a.
Agar Muawiyah tiada menaruh dendam terhadap seorang pun penduduk Irak.
b. Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka.
c.
Agar pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukkan kepadanya dan diberikan tiap tahun.
d. Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya, Husain, 2 juta dirham.
e.
Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pemberian kepada Bani Abdis
Syams.
Muawiyah dibaiat oleh umat Islam di Kufah sedangkan Hasan dan Husain dikembalikan
ke Madinah. Hasan wafat di kota Nabi itu tahun 50 H. diantara jasa-jasa Muawiyah ialah
mengadakan dinas pos kilat dengan menggunakan kuda-kuda yang selalu siap di tiap pos. ia
juga berjasa mendirikan Kantor Cap (percetakan mata uang), dan lain-lain.[3]
Muawiyah bin Abi Sufyan dapat menduduki kursi khalifah dengan berbagai cara dan tiga,
yaitu dengan ketajaman mata pedangnya, dengan siasatnya yang halus dan dengan tipu
muslihatnya yang amat licin. Bukanlah ia mendapat pangkat yang mulia itu dengan ijma’ dan
persetujuan umat Islam, melainkan karena licinnya jua.
Dengan kenaikan Muawiyah, berakhirlah hukum syura, pilihan menurut hasil
permusyawaratan yang terbanyak, yang berlaku di zaman al-Khulafaur Rasyidin, yaitu
hukum yang menyerupai aturan pemerintahan Republik (Jumhuriyah) di zaman kita ini. Dan
pangkat khalifah menjadi pusaka turun-temurun, maka daulat Islampun telah berubah
sifatnya menjadi daulat yang bersifat kerajaan (monarchie).
Sesungguhnya Muawiyah telah amat terpengaruh oleh peraturan-peraturan peninggalan
orang Romawi di negeri Syam, yakni di negeri tempat ia memerintah.
Kemegahan dan kemuliaan raja-raja yang belum pernah ditiru oleh khalifah-khalifah yang
terdahulu daripadanya, telah diteladan dan dipakainya. Dia telah memakai singggasana dan
kursi kerajaan serta mengadakan barisan pengawal yang senantiasa menjaga dirinya siang
malam. Bahkan dalam mesjidpun dibuatnya suatu kamar istimewa, tempat dia sembahyang
sorang diri, dijaga oleh pengawalnya dengan pedang tercabut. Hal ini dilakukannya karena ia
takut kalau-kalau terjadi pula atas dirinya apa yang telah terjadi atas diri Ali bin Abi Thalib.
[4]
Muawiyah wafat tahun 60 H. di Damaskus karena sakit dan digantikan oleh anaknya,
Yazid yang telah ditetapkannya sebagai putra mahkota sebelumnya. Yazid tidak sekuat
ayahnya dalam memerintah, banyak tantangan yang yang dihadapinya, antara lain ialah
membereskan pemberontakan kaum Syi’ah yang telah membaiat Husain sepeninggal
Muawiyah. Terjadi perang di Karbala yang menyebabkan terbunuhnya Husain, cucu nabi
SAW itu. Yazid menghadapi para pemberontak di Mekkah dan Madinah dengan keras.
Dinding Ka’bah runtuh dikarenakan terkena lemparan manjaniq, alat pelempar batu kearah
lawan. Peristiwa tersebut merupakan aib besar pada masanya.
Penduduk Madinah memberontak terhadap Yazid dan memecatnya untuk kemudian
mengangkat Abdullah ibn Hanzalah dari kaum Anshar. Mereka juga memenjarakan kaum
Umaiyah di Madinah dan mengusirnya dari kota suci kedua bagi umat Islam itu, sehingga
terjadilah bentrok pisik antara pasukan yang dikirim oleh Yazid yang dipimpin oleh Muslim
ibn Uqbah al-Murri, dan penduduk Madinah. Peperangan antara kedua pasukan itu terjadi di
al-Harrah yang dimenangkan oleh pasukan Yazid, pada tahun 63 H. sedangkan kaum Quraisy
mengangkat Abdullah ibn Muti’ sebagai pemimpin mereka tanpa pengkuan terhadap
kepemimpinan Yazid.
Penduduk Makkah lain lagi keadaannya, sebagian dari mereka membaiat Abdullah ibn
Zubair sebagai khalifah. Maka, pasukan Yazid yang telah menundukkan Madinah
meneruskan perjalanannya ke Makkah untuk menguasainya. Abdullah ibn Zubair selamat
dari gempuran pasukan Yazid karena ada berita bahwa Yazid mangkat sehingga ditariklah
pasukannya ke Suriah. Tetapi kota Mekkah menjadi porak poranda akhir perlakuan pasukan
Yazid tersebut. Yazid meninggal tahun 64 H setelah memerintah 4 tahun dan digantikan oleh
anaknya, Muawiyah II.[5]
Sebelum Yazid meniggal dunia dia telah berwasiat supaya putranya Muawiyah diangkat
menggantikan dia menjadi khalifah, menurut cara yang telah dilakukan oleh ayahandanya
Muawiyah bin Abi Sufyan.
Akan tetapi Muawiyah II bin Yazid ini hanya memerintah 40 hari saja lamanya. Oleh
karena dia berpenyakitan dan jiwanya sendiri memberontak, tidak dapat menanggung jawab
atas perobahan-perobahan dan kerusakan-kerusakan yang ditinggalkan ayahnya. Maka
turunlah dia dengan kemauan sendiri dari singgasana khilafat dan pangkat khalifah itupun
diserahkannya kepada permusyawaratan umat Islam, agar mereka dengan merdeka memilih
dan mengangkat siapa yang mereka kehendaki. Tetapi cita-citanya itu tidak dapat berlaku,
sebab pemilihan khalifah telah ditentukam oleh kemauan Bani Umayyah.[6]
Muawiyah diganti oleh Marwan ibn Hakam, seorang yang memegang stempel khilafah
pada masa Utsman ibn Affan. Ia adalah Gubernur Madinah dimasa Muawiyah dan penasehat
Yazid di Damaskus dimasa pemerintahan putra pendiri Daulah Umayyah itu. Ketika
Muawiyah II wafat dan tidak menunjuk siapa penggantinya, maka keluarga besar Muawiyah
mengangkatnya sebagai khalifah. Ia dianggap orang yang dapat mengendalikan kekuasaan
karena pengalamannya, sedangkan orang lain yang pantas memegang jabatan khilafah itu
tidak didapatkannya. Padahal keadaan begitu rawan dengan perpecahan di tubuh bangsa Arab
sendiri dan ditambah dengan pemberontakan kaum Khawarij dan Syi’ah yang bertubi-tubi.
Khalifah yang baru itu menghadapi segala kesulitan satu demi satu. Ia dapat mengalahkan
kabilah ad-Dahhak ibn Qais. Kemudian menduduki Mesir, dan menetapkan putranya, Abdul
Aziz sebagai Gubernurnya. Abdul Aziz adalah ayah Umar, seorang khalifah Bani Umayyah
yang masyhur itu. Marwan menundukkan Palestina, Hijaz, dan Irak. Namun ia cepat pergi,
hanya sempat memerintah 1 tahun saja, ia wafat tahun 65 H dan menunjuk anaknya, Abdul
Malik dan Abdul Aziz sebgai pengganti sepeniggalnya secara berurutan.
2. Khalifah Abdul Malik
Abdul Malik adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khlaifah Bani
Umayyah yang disebut-sebut sebgai ‘Pendiri Kedua’ bagi kedaulatan Umayyah. Ia dikenal
sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang fiqih. Dia telah
berhasil mengembalikan sepenuhnya intregitas wilayah dan wibawa dan kekuasaan keluarga
Umayyah dari sagala pengacau negara yang merajalela pada masa-masa sebelumnya. Mulai
dari gerakan separatis Abdullah ibn Zubair di Hijaz, pemberontakan kaum Syi’ah dan
Khawarij sampai kepada aksi teror yang dilakukan oleh Mukhtar ibn Ubaidah as-Saqafy di
wilayah Kufah, dan pemberontakan yang dipimpin oleh Mus’ab ibn Zubair di Irak. Ia juga
menundukkan tentara Romawi yang sengaja membuat kegoncangan sendi-sendi
pemerintahan Umayyah. Ia memerintahkan pemakaian bahasa Arab sebagai bahasa
administrasi di wilayah Umayyah, yang sebelumnya masih memakai bahasa yang bermacammacam, seperti bahasa Yunani di Syam, bahasa Persia di Persia, dan bahas Qibti di Mesir. Ia
juga memerintahkan untuk mencetak uang secara teratur, membangun gedung-gedung,
masjid-masjid dan saluran-saluran air.
Khalifah Abdul Malik memerintah paling lama, yakni 21 tahun ditopang oleh para
pembantunya yang juga termasuk orang kuat dan menjadi kepercayaannya, seperti al-Hajjaj
ibn Yusuf yang gagah berani di medan perang, dan Abdul Aziz, saudaranya yang dipercaya
memegang jabatan sebagai Gubernur Mesir. Yang tersebut pertama itu menjadi Gubernur
wilayah Hijaz setelah menundukkan Abdullah ibn Zubair yang memberontak di wilayah
tersebut. Gubernur itu dipindahkan ke Irak setelah dapat pula menaklukkan raja bangsa Turki,
Ratbil yang berusaha menyerang Sijistan yang sudah menjadi wilayah Islam dan membunuh
Gubernurnya, dengan pasukan yang dipimpin oleh Abdurrahman ibn al-Asy’as. Padahal telah
disepakati perjanjian damai antara kedua belah pihak, sehingga penguasa Turki itu harus
membayar jizyah kepada Umayyah. Tetapi pasukan Islam berakhir dengan tragis karena
perselisihan intern yang terdapat dalam elite penguasa Muslim sendiri, yakni antara al-Hajjaj
dengan al-Asy’as. Tidak terelakkan lagi terjadinya kontak senjata antara keduanya yang
akhirnya dimenangkan oleh pasukan al-Hajjaj karena dibantu oleh Khalifah Abdul Malik.
Disamping berjaya di medan perang al-Hajjaj juga berhasil memperbaiki saluran-saluran
sungai Euphrat dan Tigris, memajukan perdagangan, dan memperbaiki sistem ukuran
timbang, takaran dan keuangan, disamping menyempurnakan tulisan mushhaf al-Quran
dengan titik pada huruf-huruf tertentu. Khalifah Abdul Malik wafat tahun 86 H dan diganti
oleh putranya yang bernama al-Walid.
Khalifah al-Walid ibn Abdul Malik memerintah sepuluh tahun lamanya (86-96 H). pada
masa pemerintahannya kejayaan dan kemakmuran melimpah ruah. Kekuasaan Islam
melangkah ke Spanyol di bawah pimpinan pasukan tariq ibn Ziyad ketika Afrika Utara
dipegang oleh Gubernur Musa ibn Nusair. Karena kekayaan melimpah maka ia sempurnakan
gedung-gedung, pabrik-pabrik, dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk para
kafilah yang berlalu lalang di jalur tersebut. Ia membangun masjid al-Amawi yang terkenal
hingga masa kini di Damaskus. Di samping itu ia menggunakan kekayaan negerinya untuk
menyantuni para yatim piatu, fakir miskin, dan pederita cacat seperti orang lumpuh, buta,
sakit kusta. Khalifah itu wafat tahun 96 H dan digantikan oleh adiknya, Sulaiman
sebagaimana wasiat ayahnya.
Khalifah Sulaiman ibn Abdul Malik tidak sebijaksana kakaknya, ia kurang bijaksan, suka
harta sebagaimana yang diperlihatkan ketika ia menginginkan harta rampasan perang
(ganimah) dari Spanyol yang dibawa oleh Musa ibn Nusair. Ia menginginkan harta itu jatuh
ke tangannya, bukan ke tangan kakaknya, al-Walid yang saat itu masih hidup walau dalam
keadaan sakit. Musa ibn Nusair diperintahkan oleh Sulaiman agar memperlambat datangnya
ke Damaskus dengan harapan harta yang dibawanya itu jatuh ke tangannya. Namun Musa
enggan melaksanakan perintah Sulaiman tersebut, yang mengakibatkan ia disiksa dan dipecat
dari jabatannya ketika Sulaiman naik menjadi Khalifah menggantikan al-Walid.
Ia dibenci oleh rakyatnya karena tabiatnya yang kurang bijaksana itu. Para pejabatnya
terpecah belah, demikian pula masyarakatnya. Orang-orang yang berjasa dimasa para
pendahulunya disiksanya, seperti keluarga al-Hajjaj ibn Yusuf dan Muhammad ibn Qasim
yang menundukkan India. Ia menunjuk Umar ibn Adul Aziz sebagai penggantinya sebelum
meninggal pada tahun 99 H.
3. Umar ibn Abdul Aziz
Meskipun masa pemerintahan Umar ibn Abdul Aziz sangat pendek, namun Umar
merupakan ‘lembaran putih’ Bani Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri,
mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan Daulah
Umayyah yang banyak disesali. Dia merupakan personifikasi seorang khalifah yang takwa
dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin Bani
Umayyah.
Khalifah yang adil itu adalah putra Abdul Aziz, Gubernur Mesir. Ia lahir di Hilwan dekat
Kairo, atau Madinah kata sumber yang lain. Rupanya keadilannya itu menurun dari Khalifah
Umar ibn Khattab yang menjadi kakeknya dari jalur ibunya. Ia menghabiskan waktunya di
Madinah untuk mendalami ilmu pengetahuan dimasa kecil, dan memang kota tersebut
menjadi pusat ilmu dan kebudayaan Islam pada saat itu. Ia mendalami ilmu agama Islam
khususnya ilmu hadits, dan ketika ia menjadi khalifah memerintahkan kaum Muslimin untuk
menuliskan hadits, dan inilah perintah resmi pertama dari penguasa Islam. Umar adalah orang
yang rapi dalam berpakaian, memakai wewangian dengan rambut yang panjang dan cara
jalan yang tersendiri, sehingga mode Umar itu ditiru banyak orang di masanya.
Ia dikawinkan dengan Fatimah, putri Abdul Malik, Khalifah Umayyah yang sekaligus
sebagai pamannya. Ia diangkat menjadi Gubernur Madinah oleh Khalifah al-Walid ibn Abdul
Malik, salah seorang sepupunya, tetapi ia dipecat dari jabatannya itu karena masalah putra
mahkota. Berbekal dengan pengalamannya sebagai pejabat, kaya akan ilmu dan harta sebagi
bangsawan Arab yang mulia, ia diangkat menjadi Khalifah menggantikan Sulaiman, adik alWalid. Khalifah Umar ibn Abdul Aziz berubah tingkah lakunya, ia menjadi seorang zahid,
sederhana, bekerja keras, dan berjuang tanpa henti sampai akhir hayatnya yang hanya
memerintah kurang lebih dua tahun saja.
Khalifah yang kaya itu dengan menguasai tanah-tanah perkebunan di Hijaz, Syam, Mesir,
Yaman, dan Bahrain, yang menghasilkan kekayaan 40.000 dinar tiap tahun, setelah
menduduki jabatan barunya mengembalikan tanah-tanah yang dihibahkan kepadanya dan
meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lamanya serta menjual barang-barang mewahnya untuk
diserahkan hasil penjualannya ke baitul mal. Disamping itu ia mengadakan perdamaian antara
Amawiyah dan Syi’ah serta Khawarij, menghentikan peperangan, mencegah caci maki
terhadap Khalifah Ali ibn Abi Thalib dalam khutbah Jum’at dan diganti dengan bacaan ayat:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(An-Nahl: 90)
Khalifah yang adil itu berusaha memperbaiki segala tatanan yang ada dimasa
kekhalifahannya, sepeti menaikan gaji para gubernurnya, memeratakan kemakmuran dengan
memberikan santunan kepada para fakir dan miskin, dan memperbaharui dinas pos. Ia juga
menyamakan kedudukan orang-orang non Arab yang menempati sebagai warga negara kelas
dua, dengan orang-orang Arab ia mengurangi beban pajak dan menghentikan pembayaran
jizyah bagi orang Islam baru. Khalifah Umar meninggal pada tahun 101 H dan diganti oleh
Yajid II ibn Abdul Malik (101-105 H) pada masa pemerintahannya timbul lagi perselisihan
antara kaum Mudhariyah dan Yamaniyah. Pemerintahannya yang singkat itu mempercepat
proses kemunduran Umayyah.
Kekhalifahan Umayyah mulai mundur sepeninggal Khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Walau
tidak secemerlang tiga khalifah yang masyhur sebagaimana tersebut di atas, Khalifah Hisyam
ibn Abdul Malik perlu dicatat juga sebagai khalifah yang sukses. Ia memerintah dalam waktu
yang panjang, yakni 20 tahun (105-125 H). Ia dapat pula dikategorikan sebagai khalifah
Umayyah yang terbaik, karena kebersihan pribadinya, pemurah, gemar kepada keindahan,
berakhlak mulia dan tergolong teliti terutama dalam soal keuangan, disamping bertaqwa dan
berbuat adil. Dalam masa pemerintahannya terjadi gejolak yang dipelopori oleh kaum Syi’ah
yang bersekutu dengan kaum Abbasiyah. Mereka menjadi kuat karena kebijaksanaan yang
diterapkan oleh Khalifah Umar ibn Abdul Aziz yang bertindak lemah lembut kepada semua
kelompok. Dalam diri keluarga Umayyah sendiri terjadi perselisihan tentang putra mahkota
yang melemahkan posisi Umayyah.
Masih ada empat khalifah lagi setelah Hisyam yang memerintah hanya dalam waktu tujuh
tahun, yakni al-Walid II ibn Yazid II, Yazid III ibn al-Walid, Ibrahim ibn al-Walid dan
Marwan ibn Muhammad. Yang tersebut terakhir adalah penguasa Umayyah penghabisan
yang terbunuh di Mesir oleh pasukan Bani Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M.[7]
E. Kebijakan-Kebijakan Pada Masa Bani Umayyah
1. Politik dan Perluasan Wilayah
Di jaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Disebelah timur, Muawiyah dapat
menguasai daerah Khurasan sampai kesungai Oxus dan Afganistan sampai ke
Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke Ibu Kota Bizantium,
Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh
Khalifah Abd Al-Malik, dia menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan
Baikh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Mayoritas penduduk dikawasan ini
kaum Paganis. Pasukan islam menyerang wilayah Asia Tengah pada tahun 41H / 661M. pada
tahun 43H / 663M mereka mampu menaklukkan Salistan dan menaklukkan sebagian wilayah
Thakaristan pada tahun 45H / 665M. Mereka sampai kewilayah Quhistan pada tahun 44H /
664M. Abdullah Bin Ziyad tiba dipegunungan Bukhari. Pada tahun 44H / 664M para
tentaranya datang ke India dan dapat menguasai Balukhistan,Sind, dan daerah Punjab sampai
ke Maitan.
Ekspansi kebarat secara besar-besaran dilanjutkan dijaman Al-Walid Ibn Abd Abdul
Malik (705M-714M). Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan
ketertiban. Umat islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa
pemerintahanya. Dia memulai kekuasaannya dengan membangun Masjid Jami’ di Damaskus.
Masjid Jami’ ini dibangun dengan sebuah arsitektur yang indah, dia juga membangun
Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid Nabawi, disamping itu juga melakukan
pembangunan fisik dalam skala besar.
Pada masa pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini
dimulai dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua eropa yaitu pada tahun 711M.
Setelah Al Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad pemimpin pasukan islam
dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa
dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal nama Bibraltar (Jabal Tariq). Tentara
Spanyol dapat dikalahkan, dengan demikian Spanyol menjadi sasaran ekspansi.
Selanjutnya Ibu Kota Spanyol Kordova dengan cepatnya dapat dikuasai, menyusul
setelah itu kota-kota lain seperti Sevi’e, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol
yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan islam memperoleh dukungan dari rakyat
setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Pada masa inilah
pemerintah islam mencapai wilayah yang demikian luas dalam rentang sejarahnya, dia wafat
pada tahun 96H / 714M dan memerintah selama 10 tahun.
Dijaman Umar Ibn Ab Al-Aziz masa pemerintahannya diwarnai dengan banyak
Reformasi dan perbaikan. Dia banyak menghidupkan dan memperbaiki tanah-tanah yang
tidak produktif, menggali sumur-sumur baru dan membangun masjid-masjid. Dia
mendistribusikan sedekah dan zakat dengan cara yang benar hingga kemiskinan tidak ada lagi
dijamannya. Dimasa pemerintahannya tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat
ataupun sedekah. Berkat ketaqwa’an dan kesalehannya, dia dianggap sebagai salah seorang
Khulafaur Rasyidin. Penaklukan dimasa pemerintahannya pasukan islam melakukan
penyerangan ke Prancis dengan melewati pegunungan Baranese mereka sampai ke wilayah
Septomania dan Profanes, lalu melakukan pengepungan Toulan sebuah wilayah di Prancis.
Namun kaum muslimin tidak berhasil mencapai kemenangan yang berarti di Prancis. sangat
sedikit terjadi perang dimasa pemerintahan Umar. Dakwah islam marak dengan
menggunakan nasehat yang penuh hikmah sehingga banyak orang masuk islam, masa
pemerintahan Umar Bin Abd Aziz terhitung pendek.
Dijaman Hasyim Ibn Abd Al-Malik (724-743M) pemerintahannya dikenal dengan adanya
perbaikan-perbaikan dan menjadikan tanah-tanah produktif. Dia membangun kota Rasyafah
dan membereskan tata administrasi. Hasyim dikenal sangat jeli dalam berbagai perkara dan
pertumpahan darah. Namun dia dikenal sangat kikir dan pelit. Penaklukan dimasa
pemerintahannya yang dipimpin oleh Abdur Rahman Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang
Bordeau, Poitiers, dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun dalam peperangan yang
terjadi diluar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Prancis
pada tahun 114H / 732M. peristiwa penyerangan ini merupakan peristiwa yang sangat
membahayakan Eropa.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah
kekuasaan islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi
Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia kecil, Persia,
Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia
Tengah.
Khususnya dibidang Tashri, kemajuan yang diperoleh sedikit sekali, sebab kurangnya
dukungan serta bantuan pemerintah (kerajaan) waktu itu. Baru setelah masa khalifah Umar
Bin Abd Al-Aziz kemajuan dibidang Tashri mulai meningkat, beliau berusaha
mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena para penghafal
hadits sudah meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha untuk membukukan
Hadits.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik
dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan
Ibn Ali ketika dia naik tahta yang menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin
setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat islam. Deklarasi pengangkatan anaknya
Yazid sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dikalangan
rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
2. Ekonomi
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya
membawa kemajuan kepada rakyatnya yaitu:
Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sector
pertanian, beliau telah memperkenalkan system pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil
pertanian.
Dalam bidang industri pembuatan khususnya kraftangan telah menjadi nadi pertumbuhan
ekonomi bagi Umayyah.
3. Peradilan dan Pengembangan Peradaban
Meskipun sering kali terjadi pergolakan dan pergumulan politik pada masa pemerintahan
Daulah Bani Umayyah, namun terdapat juga usaha positif yang dilakukan daulah ini untuk
kesejahteraan rakyatnya.
Diantara usaha positif yang dilakukan oleh para khilafah daulah Bani Umayyah dalam
mensejahterakan rakyatnya ialah dengan memperbaiki seluruh system pemerintahan dan
menata administrasi, antara lain organisasi keuangan. Organisasi ini bertugas mengurusi
masalah keuangan negara yang dipergunakan untuk:
Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.
Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.
Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
Perlengkapan perang
Disamping usaha tersebut daulah Bani Umayyah memberikan hak dan perlindungan
kepada warga negara yang berada dibawah pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat
mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena
itu, Daulah ini membentuk lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh
seorang ketua Hakim (Qathil Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan
ijtihadnya. Para hakim menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping
itu kehakiman ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan
kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh
suatu golongan politik tertentu.
Disamping itu, kekuasaan islam pada masa Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam
pengembangan peradaban seperti pembangunan di berbagai bidang, seperti:
Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda
dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.
Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara
baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang
itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik
membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The
Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).
Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh
penjuru negeri islam.
Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk
orang-orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir AlBahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu
itu berjumlah 1700 buah.
Pada masa Umayyah, (Khalifah Abd Al-Malik) juga berhasil melakukan pembenahanpembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa
resmi administrasi pemerintahan Islam.
4. Militer
Salah satu kemajuan yang paling menonjol pada masa pemerintahan dinasti Bani
Umayyah adalah kemajuan dalam system militer. Selama peperangan melawan kakuatan
musuh, pasukan arab banyak mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur kemudian
mereka memadukannya dengan system dan teknik pertahanan yang selama itu mereka miliki,
dengan perpaduan system pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan dan militer Dinasti
Bani Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat baik dengan kemajuankemajuan dalam system ini akhirnya para penguasa dinasti Bani Umayyah mampu
melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke Eropa.
Secara garis besar formasi kekuatan tentara Bani Umayyah terdiri dari pasukan berkuda,
pasukan pejalan kaki dan angkatan laut.
F. Masa Kejayaan dan Kemunduran Bani Uamyyah
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, dimana
perhatian tertumpu kepada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak
zaman Khulafa ar-Rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di
penjuru empat mata angin beramai-ramai masuk kedalam kekuasaan Islam, yang meliputi
tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Suriyah, Palestina, separoh daerah
Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan
Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztan yang termasuk Sovyet Rusia.[8]
Memasuki kekuasaan masa Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah,
pemerintah yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun
temurun). Kekhalifahan Muawiyah diperoleh dengan kekerasaan, diplomasi dan tipu daya,
tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Sukses kepemimpinan secara turun-temurun
dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk meyatakan setia terhadap
anaknya, Yazid. Muawiyah mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang
menggunakan istilah khalifah, namun dia menberikan interprestasi baru dari kata-kata itu
untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutkan “khalifah Allah” dalam pengertian
“penguasa” yang diangkat oleh Allah.[9]
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara
dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa menjadi gubernur
sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Muawiyah ibn Abi
Sufyan (661-680 M), Abd al-Malik ibn Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abd Malik (705715), Umar ibn Abdul Aziz (71720 M) dan Hisyam ibn Abd al-Malik (724-743 M).
Ekspansi yang terhenti pada masa Usman dan Ali dilanjutkan oleh dinasti ini. Di
zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukan. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasai
daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan afganistan sampai ke Kabul. Angkatan-angkatan
lautnya melakukan serangan-serangan ke Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang
dilakukan Muawiyah kemudian dilakukan oleh Abd al-Malik. Dia mengirim tentaranya
menyebrangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukan Balk, Bukhara, Khawarizm,
Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai
Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan oleh al-Walid ibn Abd al-Malik.
Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat
Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berlangsung kurang lebih
sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wliyah barat daya,
Benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M setelah al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan,
Thariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi laut yang
memisahkan antara Marokko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang
sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan.
Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova,
dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan
Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam
memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan rakyat setempat yang
sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar ibn Abd Aziz, serangan
dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd alRahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana dia
menyerang Tours, namun peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh,
dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulaupulau yang berada di laut tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat,
wilayah kekuasaan Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah ini meliputi
Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia kecil, Persia,
Afganistan, daerah yang sekarang ini disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia
Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam
pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat
tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia
juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya,
jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi
adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik mengubah mata uang Bizantium dan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang
tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul
Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan
memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi Islam. Keberhasilan Khalifah
Abdul Malik diikuti oleh putranya al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M) seorang yang
berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun pantipanti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji
oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu
daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjidmasjid yang megah.[10]
Ibu kota Daulah Umayyah pindah ke Damaskus, suatu kota tua di negeri Syam yang
telah penuh dengan peninggalan kebudayaan maju sebelumnya.
Daerah kekuasaannya, selain yang diwariskan oleh Khulafa ar-Rasyidin, telah pula
menguasai Andalu, Afrika Utara, Syam, Irak, Iran, Khurosan, terus ke Timur sampai benteng
Tiongkok. Dalam daerah kekuasaannya terdapat kota-kota pusat kebudayaan, seperti: Yunani,
Iskandariyah, Antiokia, Harran, Yunde, Sahfur, yang dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan
beragama Yahudi, Nasrani dan Zoroaster. Setelah masuk Islam para ilmuwan itu tetap
memelihara ilmu-ilmu peninggalan Yunani itu, bahkan mendapat perlindungan. Di antara
mereka ada yang mendapat jabatan tinggi di istama Khalifah. Ada yang menjadi dokter
pribadi, bendaharawan, atau wazir, sehingga kehadiran mereka, sedikit banyak,
mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan.[11]
Dinasti Bani Umayyah mengalami masa kemunduran, ditandai dengan melemahnya
sistem politik dan kekuasaan karena banyak persoalan yang dihadapi para penguasa dinasti
ini. Diantaranya adalah masalah polotik, ekonomi, dan sebagainya.[12]
Adapun sebab-sebab kemunduran dinasti Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
Khalifah memiliki kekuasaan yang absolute. Khalifah tidak mengenal kompromi. Menentang
khalifah berarti mati. Contohnya adalah peristiwa pembunuhan Husein dan para pengikutnya
di Karbala. Peritiwa ini menyimpan dendam dikalangan para penentang Bani Umayyah.
Sehingga selama masa-masa kekhalifahan Bani Umayyah terjadi pergolakan politik yang
menyebabkan situasi dan kondisi dalam negeri dan pemerintahan terganggu.
Gaya hidup mewah para khalifah. Kebiasaan pesta dan berfoya-foya dikalangan istana,
menjadi faktor penyebab rendahnya moralitas mereka, disamping mengganggu keuangan
Negara. Contohnya, Khalifah Abdul Malik bin Marwan dikenal sebagai seorang khalifah
yang suka berfoya-foya dan memboroskan uang Negara. Sifat-sifat inilah yang tidak disukai
masyarakat, sehingga lambat laun mereka melakukan gerakan pemberontakan untuk
menggulingkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah.
Tidak adanya ketentuan yang tegas mengenai sistem pengangkatan khalifah. Hal ini berujung
pada perebutan kekuasaan diantara para calon khalifah.
Banyaknya gerakan pemberontakan selama masa-masa pertengahan hingga akhir
pemerintahan Bani Umayyah. Usaha penumpasan para pemberontak menghabiskan daya dan
dana yang tidak sedikit, sehingga kekuatan Bani Umayyah mengendur.
Pertentangan antara Arab Utara (Arab Mudhariyah) dan Arab Selatan (Arab Himariyah)
semakin meruncing, sehingga para penguasa Bani Umayah mengalami kesulitan untuk
mempertahankan kesatuan dan persatuan serta keutuhan Negara.
Banyaknya tokoh agama yang kecewa dengan kebijaksanaan para penguasa Bani Umayah,
karena tidak didasari dengan syari’at Islam.[13]
G. Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah
Kemajuan Islam di masa Daulah Umayyah meliputi berbagai bidang, yaitu politik,
ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, seni dan budaya. Di antaranya yang paling spektakuler
adalah bertambahnya pemeluk Agama Islam secara cepat dan meluas. Semakin banyaknya
jumlah kaum Muslimin ini terkait erat dengan makin luasnya wilayah pemerintahan Islam
pada waktu itu. Pemerintah memang tidak memaksakan penduduk setempat untuk masuk
Islam, melainkan mereka sendiri yang dengan rela hati tertarik masuk Islam. Akibat dari
makin banyaknya orang masuk agama Islam tersebut maka pemerintah dengan gencar
membuat program pembangunan Masjid di berbagai tempat sebagai pusat kegiatan kaum
Muslimin. Pada masa Khalifah Abdul Malik, masjid-masjid didirikan di berbagai kota besar.
Selain itu, beliau juga memperbaiki kembali tiga Masjid utama umat Islam, yaitu Masjidil
Haram (Mekkah), Masjidil Aqsa (Yerusalem) dan Masjid Nabawi (Madinah). Al-Walid,
Khalifah setelah Abdul Malik yang ahli Arsitektur, mengembangkan Masjid sebagai sebuah
bangunan yang indah. Menara Masjid yang sekarang ada dimana-mana itu pada mulanya
merupakan gagasan Al-Walid ini. Perhatian pada Masjid ini juga dilakukan oleh KhalifahKhalifah Bani Umayyah setelahnya.
Perkembangan lain yang menggembirakan adalah makin meluasnya pendidikan
Agama Islam. Sebagai ajaran baru, Islam sungguh menarik minat penduduk untuk
mempelajarinya. Masjid dan tempat tinggal ulama merupakan tempat yang utama untuk
belajar agama. Bagi orang dewasa, biasanya mereka belajar tafsir Al-Quran, hadist, dan
sejarah Nabi Muhammad SAW. Selain itu, filsafat juga memiliki penggemar yang tidak
sedikit. Adapun untuk anak-anak, diajarkan baca tulis Arab dan hafalan Al-Quran dan Hadist.
Pada masa itu masyarakat sangat antusias dalam usahanya untuk memahami Islam secara
sempurna. Jika pelajaran Al-Quran, hadist, dan sejarah dipelajari karena memang ilmu yang
pokok untuk memahami ajaran Islam, maka filsafat dipelajari sebagai alat berdebat dengan
orang-orang Yahudi dan Nasrani yang waktu itu suka berdebat menggunakan ilmu filsafat.
Sedangkan ilmu-ilmu lain seperti ilmu alam, matematika, dan ilmu social belum berkembang.
Ilmu-ilmu yang terakhir ini muncul dan berkembang denga baik pada masa dinasti Bani
Abbasiyah maupun Bani UmayyahSpanyol.
Bidang seni dan budaya pada masa itu juga mengalami perkembangan yang maju.
Karena ajaran Islam lahir untuk menghapuskan perbuatan syirik yang menyembah berhala,
maka seni patung dan seni lukis binatang maupun lukis manusia tidak berkembang. Akan
tetapi, seni kaligrafi, seni sastra, seni suara, seni bangunan, dan seni ukir berkembang cukup
baik. Di masa ini sudah banyak bangunan bergaya kombinasi, seperti kombinasi RomawiArab maupun Persia-Arab. Apalagi, bangsa Romawi dan Persia sudah memiliki tradisi
berkesenian yang tinggi. Khususnya dalam bidang seni lukis, seni patung maupun seni
arsitektur bangunan. Contoh dari perkembangan seni bangunan ini, antara lain adalah
berdirinya Masjid Damaskus yang dindingnya penuh dengan ukiran halus dan dihiasi dengan
aneka warna-warni batu-batuan yang sangat indah. Perlu