1 HUBUNGAN ANTARA FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA

  

HUBUNGAN ANTARA FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL

HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANGGAI KABUPATEN BANGGAI LAUT

RELATIONSHIP BETWEEN BASIC SANITATION FACILITIES AND PERSONAL

HYGIENE GENESIS WITH DIARRHEA IN TODDLER IN PUSKESMAS

BANGGAI KABUPATEN BANGGAI LAUT Zamrudin Hi. Abdul Rahim*, Odi R. Pinontoan*, R. Wilar*

  • * Program Pascasarjana Universitas Samratulangi Manado

  ABSTRAK

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan masih menjadi penyebab

utama kematian pada balita di Indonesia, dikarenakan tata laksana yang tidak tepat baik di

rumah tangga maupun sarana kesehatan. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang

berbasis lingkungan. Buruknya sanitasi seperti mnimnya akses air bersih, keberadaan

pembuangan tinja manusia yang tidak baik serta hygiene personal yang buruk sangat

mempengaruhi peningkatan kasus diare, terlebih pada pulau-pulau kecil bahwa sanitasi dasar

merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian khusus dan perlu ditinjau lebih dalam sebab

pada wilayah terpencil seperti di pulau-pulau, fasilitas sanitasi yang dimiliki masih buruk dan

sangat terbatas dengan kualitas yang jauh dari standar kesehatan. Proporsi diare sebagai

penyebab kematian nomor 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%).

  

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Hubungan Antara Sanitasi Dasar dan Personal

Hygiene Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai, Kabupaten

Banggai Laut. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei dengan desain cross sectional.

Tempat penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai, Kabupaten Banggai Laut dan

dilaksanakan mulai bulan Mei 2016 sampai dengan bulan Oktober 2016. Populasinya adalah

anak balita dan ibu balita, sampelnya adalah anak balita (umur 12 bulan - 5 tahun) dan Ibu Balita

serta bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai dengan jumlah sampel sebesar 90

responden. Setelah informasi data responden di peroleh, selanjutnya data tersebut dianalisis

menggunakan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil uji bivariat dengan uji Chi-

Square menyatakan bahwa hasil sarana air bersih yakni dengan nilai p = 0.034 < 0.05. Sarana

Pembuangan Sampah yakni dengan nilai p = 0.000< 0.05. Keberadaan Jamban yakni dengan

nilai p = 0.002< 0.05. Saluran Pembuangan Air Limbah dengan nilai p = 0.000< 0.05. Personal

hygiene dengan nilai p = 0,000< 0.05. Dari kelima variabel yang diuji berdasarkan hasil uji

bivariat menyatakan bahwa semuanya mempunyai hubungan yang bermakna dan nyata dengan

kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Banggai. Dalam pengujian regresi logistik

menyatakan bahwa variabel sarana pembuangan sampah merupakan variabel yang paling

dominan berhubungan dengan kejadian diare pada balita dengan nilai wald 13,339. Artinya

sarana pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat lebih berpeluang 13 kali bagi balita

untuk terkena diare. Kesimpulannya adalah terdapat hubungan yang nyata antara sarana air

bersih, sarana pembuangan sampah, keberadaan jamban, saluran pembuangan air limbah dan

personal hygiene dengan kejadian diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai,

Kabupaten Banggai Laut. Faktor yang paling dominan dengan kejadian diare pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Banggai, Kabupaten Banggai Laut adalah sarana pembuangan

sampah.

  ABSTRACT

Diarrheal disease is still a public health problem and still the leading cause of death in children

under five in Indonesia, due to improper governance both at household and health facility.

  

Diarrheal disease is one disease that is based on environment. Poor sanitation such as mnimnya

access to clean water, where disposal of human faeces which is not good as well as hygiene

personal bad influence an increase in cases of diarrhea, especially in small islands that basic

sanitation is an issue that needs special attention and need to be looked into because the region

such remote islands, sanitary facilities owned still bad and very limited with much quality of

health standards. The proportion of diarrhea as the number one cause of death in infants

postneonatal (31.4%) and in children under five (25.2%). The purpose of this study was to

determine the relationship Basic Sanitation Facilities and Personal Hygiene Genesis Against

  

Diarrhea In Toddler in the Work Area Puskesmas Banggai, Kabupaten Banggai Laut. This

research uses survey research with cross sectional design. The place of research in Puskesmas

Banggai, kabupaten Banggai Laut and implemented starting in May 2016 to October, 2016. Its

population is children under five and mothers, the sample was a toddler (aged 12 months - 5

years) and Mrs. Toddlers and reside in Puskesmas Banggai with a sample of 90 respondents. The

research data was obtained using a questionnaire and direct observation of the clean water

facilities, waste disposal facilities, where latrines, sewerage and personal hygiene (washing hands

with soap after defecating, and wash hands with soap before eating). Once the respondent data

information obtained, then the data were analyzed using univariate, bivariate, and multivariate

analyzes.Test results bivariate with Chi-square test that all variables have a significant

relationship with the occurrence of diarrhea in infants. The results of the clean water facilities

with a value of p = 0.034< 0.05. Results of the Solid Waste Disposal Facility with p = 0.000<

  

0.05. The result of the existence of latrines with p = 0.002< 0.05. Results Means Disposal of

Wastewater with p = 0.000< 0.05. Results Personal hygiene with a value of p = 0.000< 0.05. Of

the five variables tested based on the results of the bivariate states that all have a significant

relationship with the occurrence of diarrhea in infants in Puskesmas Banggai. While in the logistic

regression testing states that the variable means of waste disposal is more at risk of diarrhea in

infants with influential 13.339 times. The conclusion is that there is a relationship between the

clean water supply, garbage disposal facilities, where latrines, sewerage and personal hygiene

with the incidence of diarrhea in Toddlers in Puskesmas Banggai, Kabupaten Banggai Laut. The

most dominant factor in the incidence of diarrhea in infants in Puskesmas Banggai, Kabupaten

Banggai Laut is garbage disposal facilities.

  

PENDAHULUAN Riset Kesehatan Dasar

  Anak balita di Asia Tenggara (Riskesdas) tahun 2013 dalam profil mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian kesehatan Indonesia 2014 bahwa Insiden diare per tahun atau hampir 15-20 dan period prevalence diare untuk persen waktu hidup anak dihabiskan seluruh kelompok umur di Indonesia untuk diare (Anonim, 2008). Penyakit adalah 3,5 persen dan 7,0 persen. Lima diare masih menjadi salah satu masalah provinsi dengan insiden maupun period kesehatan masyarakat yang penting prevalen diare tertinggi adalah Papua, karena merupakan penyumbang utama Sulawesi Selatan, Aceh, Sulawesi Barat, ketiga angka kesakitan dan kematian dan Sulawesi Tengah. Insiden diare pada anak di berbagai negara belahan dunia kelompok usia balita di Indonesia adalah termasuk Indonesia (Anonim, 2011). 10,2 persen. Lima provinsi dengan

  Diare masih menjadi penyebab insiden diare tertinggi adalah Aceh, utama kematian balita di Indonesia. Papua, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan,

Penyebab utama kematian akibat diare dan Banten. Insiden diare (≤ 2 minggu

  adalah tata laksana yang tidak tepat baik terakhir sebelum wawancara) di rumah tangga maupun di sarana berdasarkan gejala sebesar 3,5% kesehatan. Untuk menurunkan kematian (kisaran provinsi 1,6%-6,3%) dan karena diare perlu tata laksana yang insiden diare pada balita sebesar 6,7% cepat dan tepat (Anonim, 2011). (kisaran provinsi 3,3%-10,2%).

  Sedangkan period prevalence diare (>2 minggu-1 bulan terakhir sebelum wawancara) berdasarkan gejala sebesar 7% (Anonim, 2015).

  Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Triwulan II (2011) menerangkan bahwa prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9% adalah NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua (Anonim, 2011).

  Kondisi sanitasi dasar di Indonesia menggambarkan akses terhadap sanitasi dasar mencapai 90,5% diperkotaan dan 67% di pedesaan, namum akses terhadap sanitasi yang aman (menggunakan septik tank) baru mencapai 71,06% (perkotaan) dan 32,47% (pedesaan). Kondisi sanitasi Indonesia berada di peringkat 6 dari 9 negara ASEAN dibawah Vietnam dan di atas Myanmar (Anonim, 2011).

  Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2014 menerangkan bahwa Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya beberapa penyakit. Data hasil Susenas 2014 mengenai persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak Secara nasional, terdapat 61,06% rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak. Hasil ini belum memenuhi target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2014 yaitu 75% (Anonim, 2015).

  Sanitasi dasar adalah sarana minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan pemukiman sehat yang memenuhi syarat kesehatan meliputi penyediaan air bersih, sarana jamban, pembuangan sampah dan pembuangan air limbah (Badu, 2012). Sarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat merupakan sarana pendukung untuk meningkatkan kesehatan.

  Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Sulawesi Tengah dan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Hasil pengumpulan data dari kabupaten/ kota selama tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah kasus penyakit diare yang ditemukan di sarana kesehatan adalah sejumlah 59.468 penderita sedangkan pada tahun 2014 jumlah penderita diare mengalami peningkatan dengan estimasi jumlah kasus diare untuk golongan semua umur ± 605.895 kasus (Anonim, 2014).

  Hasil rekapitulasi Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Banggai Laut Tahun 2015, penyakit diare secara umum (semua jenjang usia) masih merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam sepuluh penyakit terbesar dengan peringkat kelima yakni dengan 711 jumlah penderita. Kasus diare pada balita merupakan penyumbang terbesar yakni 465 kasus (65%),dan tersebar di 6 wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Banggai Laut. Jumlah balita di puskesmas banggai yakni sebesar 933 jiwa dan tersebar di 18 kelurahan/ desa. Jumlah penderita diare pada balita yakni sebesar 165 jiwa balita (Anonim, 2015) .

  Kajian dan hasi rekapitulasi UPTD Puskesmas Banggai tahun 2015, bahwa masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Banggai yang menggunakan sumber air bersih sebanyak 21.982 sedangkan yang tidak menggunakan sarana air bersih atau tidak terdeteksi sebanyak 4.605 (21%) penduduk. Untuk sarana pembuangan sampah menurut hasil rekapitulasi tahun 2015, dari 5.088 jumlah rumah yang ada di wilayah UPTD Puskesmas Banggai, yang memiliki sarana pembuangan sampah yang menangani sampahnya secara sehat yakni hanya 2.201 (43%) rumah. Sementara warga yang memiliki jamban keluarga hanya 4048 rumah dari 5.088 jumlah rumah yang ada di wilayah UPTD Puskesmas Banggai, dan rumah yang memiliki jamban keluarga yang dinyatakan memenuhi syarat yakni 1.000 (24.7%). Untuk saluran pembuangan air limbah pada tahun 2015, dari 5.088 jumlah rumah tangga yang ada di wilayah UPTD Puskesmas Banggai, 4.053 (80%) yang memiliki saluran pembuangan air limbah yang sehat (Anonim, 2016).

  Buruknya sanitasi seperti minimnya akses air bersih, keberadaan pembuangan tinja manusia yang tidak baik serta hygiene personal yang buruk sangat mempengaruhi peningkatan kasus diare (Kumar et al, 2011). Sanitasi dasar khususnya pada wilayah pulau- pulau kecil merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian khusus dan perlu ditinjau lebih dalam sebab pada wilayah terpencil seperti di pulau-pulau, fasilitas sanitasi yang dimiliki masih buruk dan sangat terbatas dengan kualitas yang jauh dari standar kesehatan (Maria, 2012).

  Masyarakat yang tinggal dalam kawasan tertutup atau terisolasi maka akan menghadapi berbagai masalah kesehatan yang lebih berakar terutama yang berhubungan dengan kondisi lingkungan (Achmadi, 2008).

  Dari data tersebut terlihat bahwa masih tingginya angka insiden diare baik dalam lingkup dunia maupun dalam lingkup nasional, terlebih lagi dalam lingkup provinsi serta kabupaten dimana kejadian diare masih sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama pada sanitasi dasar dan kebersihan perseorangan.

  Jenis penelitian ini adalah penelitan survei analitik dengan desain penelitian

  48.9

  7

  6

  20

  20

  44

  73

  17

  23.3

  33.3

  27.8

  15.6

  51.1

  18.9

  18

  55.6

  25.6

  1.1

  20.0

  20.0

  51.1

  7.8

  6.7

  22.2

  22.2

  48.9

  81.1

  18.9

  46

  18

  cross sectional yang dilaksanakan di

  1. Tidak Sekolah 2.

  wilayah kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai dengan bulan April 2017. Sampel dalam penelitian ini yaitu anak balita (umur 12 bulan - 5 tahun) dan Ibu

  Balita serta bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut sebanyak 90 responden. Sebagai unit analisis adalah anak balita, sedangkan sebagai responden adalah ibu balita karena merupakan orang terdekat dengan balita serta berkaitan dengan aktifitas kesehatan lingkungan rumah tangga. Analisis data mulai dari analisis univariat, bivariat dan multivariat.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden

  Tabel

  Puskesmas Banggai

  Kategori

Frekuensi

n % Umur Balita

  1.

  <13 Bulan 2. 13-24 Bulan 3. 25-36 Bulan 4. 37-48 Bulan 5. 49-60 Bulan Jenis Kelamin Balita

  1. Laki-laki 2.

  Perempuan Umur ibu

  1. Remaja Akhir (17 - 25 tahun) 2.

  Dewasa Awal (26 - 35 tahun) 3. Dewasa Akhir (36 - 45 tahun) Pendidikan Ibu

  Sarjana Pekerjaan ibu

  1

  1. PNS 2.

  Wiraswasta 3. Petani 4.

  IRT Penghasilan

  1. Kurang Dari UMP 2.

  21

  30

  25

  14

  46

  44

  17

  50

  23

Lebih Dari UMP

  Tabel di atas menunjukkan bahwa penghasilan keluarga balita paling karakteristik responden umur balita banyak yakni kurang dari UMP dengan diperoleh paling banyak yakni dengan 81.1%. umur 25-36 Bulan yakni 33.3 %, jenis kelamin paling banyak yaitu laki-laki Hasil Analisis Univariat dengan 51.1%, umur ibu balita paling Tabel 2. Hasil Univariat Variabel Sarana banyak yakni dewasa awal dengan 55.6 Air Bersih, Sarana Pembuangan %, pendidikan ibu balita paling banyak Sampah, Keberadaan Jamban, Sarana yakni SMA dengan 51.1 %, pekerjaan Pembuangan Air Limbah dan Personal ibu balita paling banyak yakni ibu hygiene di Wilayah Kerja Puskesmas rumah tangga dengan 48.9 % dan Banggai

  Frekuensi Variabel n % Sarana Air Bersih

  1. 12 13,3 Memenuhi Syarat 2. 78 86,7 Tidak Memenuhi Syarat

  Sarana Pembuangan Sampah 1. 14 15,6 Memenuhi Syarat 2. 76 84,4 Tidak Memenuhi Syarat

  Keberadaan Jamban 1. 29 32,2 Memenuhi Syarat 2. 61 67,8 Tidak Memenuhi Syarat

  Saluran Pembuangan Air Limbah 1. 13 14,4 Memenuhi Syarat 2. 77 85,6 Tidak Memenuhi Syarat

  Personal Hygiene 1. 22 24,4 Memenuhi Syarat 2. 68 75,6 Tidak Memenuhi Syarat

  Diare Balita 1. 64 71,1 Diare 2. 26 28,9 Tidak Diare

  Tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 67,8%. Saluran pembuangan sarana air bersih yang memenuhi syarat air limbah yang memenuhi syarat sebanyak 13,3% sedangkan yang tidak sebanyak 14,4% sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 86,7%. memenuhi syarat sebanyak 85,6%. Sarana pembuangan sampah yang Personal hygiene yang memenuhi syarat memenuhi syarat sebanyak 15,6% sebanyak 24,4% sedangkan yang tidak sedangkan yang tidak memenuhi syarat memenuhi syarat sebanyak 75,6%. sebanyak 84,4%. Keberadaan jamban Balita yang terkena diare sebanyak yang memenuhi syarat sebanyak 32,2% 71,1% sedangkan balita yang tidak sedangkan yang tidak memenuhi syarat terkena diare sebanyak 28,9%.

  Hasil Analisis Bivariat a.

  Hubungan Antara Sarana Air Bersih Dengan Kejadian Diare Pada Balita Tabel 3. Hubungan Antara Sarana Air Bersih Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai

  Sarana Air Bersih Kejadian Diare Nilai p Menderita Tidak Menderita

  Total n % n %

  Tidak Memenuhi Syarat 59 65,6 19 21,1 78 86,7 % 0.034 Memenuhi Syarat 5 5,6 7 7,8 12 13,3 % Total

  64 71,1 26 28,9 90 100 %

  Tabulasi silang yang dilakukan antara sarana air bersih dengan kejadian diare diperoleh data bahwa jumlah responden yang kategori sarana air bersih tidak memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 59 responden dengan persentase 65,6% dan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 19 responden dengan persentase 21,1%, sedangkan sarana air bersih yang memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 5 responden dengan persentase 5,6% dan sarana air bersih yang memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 7 reponden dengan persentase 7,8%. Berdasarkan hasil uji Chi-Square didapat hasil dengan nilai p = 0.034 < 0.05 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sarana air bersih dengan kejadian diare.

  Penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat sangat berdampak pada terjadinya kejadian diare pada balita, hal ini karena disebabkan pada sumber air sumur gali masih ada sumur- sumur yang mengalami keretakan disekitar sumur, bibir sumur yang masih belum sempurna, dan masih adanya genangan air disekitar sumur sehingga dapat memungkinkan air merembes kedalam sumur yang kemudian sumur tersebut digunakan oleh warga sebagai kebutuhan air sehari-hari.

  Penelitian menurut Irawan (2012) yakni didapatkan nilai p value yaitu sebesar 0,019 lebih kecil dari 0,05. Dari hasil perhitungan tersebut adalah ada hubungan antara penggunaan air bersih dengan kejadian penyakit diare. Koefisien Kontingensi (CC) sebesar 0,286 menunjukkan hubungan yang rendah atau lemah antara penggunaan air bersih dengan kejadian penyakit. Sebagian besar responden yang mengalami kejadian penyakit diare adalah responden yang tidak menggunakan air bersih. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya kandungan bakteri patogen penyebab diare di dalam air yang tidak bersih. Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Purwoharjo Kabupaten Pemalang bahwasanya berdasarkan hasil tabulasi silang ketersediaan sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita diketahui bahwa diantara 63 responden yang tidak memiliki sarana air bersih, terdapat 36 orang (57,14%) yang memiliki balita dengan riwayat diare dan 27 orang

  (42,9%) dengan balita tanpa riwayat diare. Diantara 32 responden yang memiliki sarana air bersih, terdapat 7 orang (21,9%) yang memiliki balita dengan riwayat diare dan 25 orang (78,1%) dengan balita tanpa riwayat diare. Hasil analisis dengan menggunakan uji chi square, diperoleh nilai p=0,001<0,05 (Mafazah, 2012).

  b.

  Hubungan Antara Sarana Pembuangan Sampah Dengan Kejadian Diare Pada Balita Tabel 4. Hubungan Antara Sarana Pembuangan Sampah Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai

  Sarana Pembuangan Sampah Kejadian Diare Nilai p Menderita Tidak Menderita

  Total n % n % Tidak Memenuhi Syarat 61 67,8 15 16,7 76 84,4 % 0.000 Memenuhi Syarat

  3 3,3 11 12,2 14 15,6 % Total 64 71,1 26 28,9 90 100 %

  Tabulasi silang yang dilakukan antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian diare diperoleh data bahwa jumlah responden yang kategori sarana pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 61 responden dengan persentase 67,8% dan sarana pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 15 responden dengan persentase 16,7% sedangkan sarana pembuangan sampah yang memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 3 responden dengan persentase 3,3% dan sarana pembuangan sampah yang memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 11 responden dengan persentase 12,2%.

  Berdasarkan hasil uji Chi-Square didapat hasil dengan nilai p = 0.000< 0.05 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian diare.

  Penelitian ini menunjukkan bahwa pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat sangat berdampak pada terjadinya kejadian diare pada balita, hal ini dikarenakan sebagian besar sarana pembuangan sampah yang digunakan masyarakat masih ada yang belum menyediakan pembuangan sampah sementara dalam rumah, tempat pembuangan sampah masih ada yang belum mempunyai tutup dan dapat menimbulkan bau sehingga bisa saja menyebabkan munculnya vektor pencetus diare seperti lalat, juga masih adanya sampah yang sudah melewati satu hari yang belum dimusnahkan atau diangkat petugas.

  Penelitian yang dilakukan oleh Dini, dkk (2013) di wilayah kerja puskesmas Kambang Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan, bahwasanya proporsi kejadian diare balita lebih tinggi pada pengelolaan sampah yang buruk

  25 (69,4%) dibandingkan pengelolaan sampah yang baik 11 (40,7%). Hasil uji statistik dengan chi square didapatkan p= 0,043 (p < 0,05) yang dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare balita Hasil analisis menunjukkan nilai OR = 3,3 dan 95% CI (1,2-9,4) artinya pengelolaan sampah merupakan faktor risiko terjadinya diare balita. Responden dengan pengelolaan sampah yang buruk mempunyai risiko 3,3 kali mengalami kejadian diare balita dibandingkan responden dengan pengelolaan sampah yang baik.

  Sama halnya dengan penelitian Lindayani dan Azizah (2013) di Desa Ngunut Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung, bahwa sarana pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat sebesar 84,2%. Dari hasil observasi terhadap sarana pembuangan sampah responden di Desa Ngunut sebagian besar responden membuang sampah dengan cara dipendam dalam lubang dan dibakar. Sedangkan untuk konstruksi tempat sampah, hampir semua responden tidak memiliki tempat sampah yang permanen karena kebanyakan mereka menggunakan tas plastik (tas kresek) untuk tempat sampah dan langsung dibuang. Selain kebiasaan masyarakat membuang sampah di kebun (lahan kosong) dan dibakar sebagai cara pembuangan akhir, juga masih ditemukan sampah yang dibiarkan begitu saja di belakang rumah mereka.

  Dari hasil statistik uji chi-square diketahui bahwa p = 0,004 (p < α) berarti ada hubungan antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian diare pada balita.

  c.

Hubungan Antara Sarana Keberadaan

  Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita Tabel 5. Hubungan Antara Sarana Keberadaan Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai

  Keberadaan Jamban Kejadian Diare Nilai p Menderita Tidak Menderita Total n % n % Tidak Memenuhi Syarat 50 55,6

11 12,2

76 67,8 % 0.002 Memenuhi Syarat 14 15,6

15 16,7

29 32,2 % Total 64 71,1

26 28,9

90 100 %

  Tabulasi silang yang dilakukan antara sarana keberadaan jamban dengan kejadian diare diperoleh data bahwa jumlah responden yang kategori sarana keberadaan jamban yang tidak memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 50 responden dengan persentase 55,6% dan sarana keberadaan jamban yang tidak memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 11 responden dengan persentase 12,2% sedangkan sarana keberadaan jamban yang memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 14 responden dengan persentase 15,6% dan sarana sarana keberadaan jamban yang memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 15 responden dengan persentase 16,7%. Berdasarkan hasil uji Chi-Square didapat hasil dengan nilai p= 0.002<0.05 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sarana keberadaan jamban dengan kejadian diare.

  Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan jamban yang tidak memenuhi syarat sangat berdampak pada terjadinya kejadian diare pada balita, ini disebabkan karena masih adanya warga tidak memiliki jamban sendiri melainkan jamban umum yang digunakan bersama-sama yang apabila pada saat bersamaan jamban tersebut telah digunakan oleh yang lebih dahulu maka warga yang mengantri lebih memilih menggunakan jamban cemplung yang ada di pesisir pantai sehingga dapat mengundang bakteri- bakteri pencetus terjadinya penyakit diare.

  Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2012), diketahui bahwa ada hubungan antara jenis jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita yang tinggal di sekitar TPS Banaran Kampus UNNES. Dengan nilai OR sebesar 17 maka diketahui bahwa risiko terkena diare pada balita yang memiliki jamban keluarga kategori tidak sehat 17 kali lebih besar dibandingkan yang memiliki jamban keluarga kategori sehat, 95% CI: 3,46-83,45. Berdasarkan wawancara dengan responden diketahui bahwa masih ada masyarakat yang belum memiliki jamban pribadi, sehingga apabila mereka BAB masih menumpang di jamban tetangga.

  Sama halnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Siregar, dkk (2016) di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Utara Kota Sibolga bahwa pada variabel sarana jamban keluarga terdapat nilai PR=0,064, yaitu CI 95% [(0,005), (0,748)] yang menunjukkan bahwa responden dengan jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat memiliki peluang kejadian diare pada balitanya 0,064 kali lebih besar dibandingkan responden dengan jamban keluarga yang memenuhi syarat. Hal ini disebabkan karena kurangnya kepedulian dan pengetahuan responden, sehingga responden sangat jarang untuk membersihkan jambannya dan menyebabkan jamban mengeluarkan bau yang tidak sedap dan dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.

  d.

Hubungan Antara Saluran Pembuangan

  Air Limbah Dengan Kejadian Diare Pada Balita Tabel 6. Hubungan Antara Saluran Pembuangan Air Limbah Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai

  Saluran Pembuangan Air Limbah Kejadian Diare

  Nilai p Menderita Tidak Menderita Total n % n % Tidak Memenuhi Syarat 61 67,8 16 17,8 77 85,6 % 0.000

  Memenuhi Syarat 3 3,3 10 11,1 13 14,4 % Total 64 71,1 26 28,9 90 100 %

  Tabulasi silang yang dilakukan antara saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare diperoleh data bahwa jumlah responden yang kategori saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 61 responden dengan persentase 67,8% dan saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 16 responden dengan persentase 17,8% sedangkan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat dengan menderita diare sebanyak 3 responden dengan persentase 3,3% dan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 10 responden dengan persentase 11,1%. Berdasarkan hasil uji

  Chi-Square didapat hasil dengan nilai p

  = 0.000< 0.05 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare.

  Penelitian ini menunjukkan bahwa saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat sangat berdampak pada terjadinya kejadian diare pada balita, hal ini disebabkan karena sebagian besar warga memiliki saluran pembuangan air limbah terbuka yang dapat menyebabkan pencemaran sumber air, berbau, dan genangan air dan juga air limbah tersebut tidak dibuang ke parit resapan akan tetapi dibiarkan mengalir begitu saja, sehingga bisa mengundang datangnya vektor pencetus penyakit diare.

  Penelitian Kamilla, dkk (2012) yang menyatakan ada hubungan antara kondisi SPAL dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Kampung Dalam Kecamatan Pontianak Timur dimana hasil analisa bivariat yakni p = 0,025 (p < 0.05) ; RP = 4,840 ; CI 95%

  (0,767-30,527). Responden paling banyak memiliki SPAL yang tidak memenuhi syarat karena kebanyakan SPAL terbuka pada kelompok kasus ada 27 responden (88,1%) sedangkan pada kelompok kontrol paling banyak memiliki SPAL yang memenuhi syarat kesehatan/ tertutup yaitu 19 responden (61,2%). Ada hubungan antara kepemilikan SPAL dengan kejadian diare pada balita dengan hasil OR = 0,094; dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05). Nilai OR yang diperoleh 0,094 artinya kepemilikan SPAL yang tidak memenuhi syarat kesehatan/ terbuka akan berisiko 0,094 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki SPAL yang memenuhi syarat kesehatan/ tertutup.

  Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lindayani dan Azizah (2013) bahwa sarana pembuangan air limbah di Desa Ngunut Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung yang tidak memenuhi syarat sebesar 69,5%.

  Secara umum sarana pembuangan air limbah responden di Desa Ngunut termasuk dalam kriteria yang tidak memenuhi syarat. Dari hasil observasi terhadap saluran pembuangan air limbah responden didapatkan banyak responden yang masih menggunakan galian tanah untuk pembuangan air limbah mereka dan saluran pembuangan air limbah mereka juga banyak yang tidak lancar, terbuka, dan menimbulkan bau. Dari hasil statistik uji chi-square diketahui bahwa p = 0,048 (p <

  α) yang dapat disimpulkan sarana pembuangan air limbah berpengaruh nyata terhadap kejadian diare pada balita.

  e.

  Hubungan Personal Hygiene (perilaku cuci tangan) Dengan Kejadian Diare Pada Balita Tabel

  7. Hubungan Personal Hygiene (perilaku cuci tangan) Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai

  Personal Hygiene Kejadian Diare

  Nilai p Menderita Tidak Menderita Total n % n % Tidak Memenuhi Syarat 56 62,2 12 13,3 68 75,6 % 0,000 Memenuhi Syarat 8 8,9 14 15,6 22 24,4 % Total 64 71,1 26 28,9 90 100 %

  Tabulasi silang yang dilakukan antara personal hygiene (perilaku cuci tangan) dengan kejadian diare diperoleh data bahwa jumlah responden yang

  personal hygiene yang tidak memenuhi

  syarat dengan menderita diare sebanyak 56 responden dengan persentase 62,2% dan Personal Hygiene yang tidak memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 12 responden dengan persentase 13,3%, sedangkan

  Personal Hygiene yang memenuhi

  syarat dengan menderita diare sebanyak 8 responden dengan persentase 8,9% dan Personal Hygiene yang memenuhi syarat dengan tidak menderita diare sebanyak 26 responden dengan persentase 28,9%. Berdasarkan hasil uji

  Chi-Square didapat hasil dengan nilai p

  = 0,000< 0.05 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa personal hygiene (perilaku cuci tangan) sangat bermakna pada kejadian diare pada balita. Perilaku cuci tangan yang tidak memenuhi syarat sangat berdampak pada kejadian diare pada balita, hal ini disebabkan karena kelalaian dari ibu yang sebagian besar masih jarang mencuci tangan menggunakan air mengalir pada saat memberi makan pada balita dan masih jarangnya perilaku cuci tangan pakai sabun sebelum menyiapkan makanan.

  Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Taosu dan Azizah (2013) di Desa Bena Nusa Tenggara Timur, bahwa Responden yang biasa mencuci tangan sebelum makan sebanyak 27 orang (34,6%) dan responden yang kadang-kadang atau tidak biasa mencuci tangan sebelum makan sebanyak 51 orang (65,4%). Responden yang memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum makan yang menderita diare lebih rendah yaitu 12 orang (23,6%) dibandingkan dengan yang kadang-kadang atau tidak pernah mencuci tangan sebelum makan yaitu sebesar 39 orang (76,4%). Hasil uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dengan kejadian diare pada balita di Desa Bena. Sedangkan responden yang memiliki kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar sebanyak 23 orang (29,4%) lebih rendah dibandingkan dengan yang kadang- kadang atau tidak pernah mencuci tangan setelah buang air besar yaitu sebesar 55 orang (70,6%). Bila dilihat dari angka kejadian diare, responden yang mencuci tangan setelah buang air besar lebih rendah yaitu 1 orang (2%) dibandingkan dengan yang tidak pernah mencuci tangan setelah buang air besar yaitu sebesar 50 orang (98%). Hasil uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar dengan kejadian diare pada balita di Desa Bena.

  4. Hasil Analisis Multivariat Pemodelan multivariat

  1 menunjukkan hasil dimana terdapat tiga variabel yang tidak signifikan yaitu sarana air bersih (p value = 0.467), keberadaan jamban (p value = 0.194) dan personal hygiene (p value = 0.055). Terdapat dua variabel yang signifikan yaitu sarana pembuangan sampah (p

  value = 0.009) dan saluran pembuangan

  SARAN 1.

  B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B) Lower Upper Sarana Pembuangan Sampah 2.780 .761 13.339

  1 .000 16.119 3.626 71.656 Saluran Pembuangan Air Limbah 2.629 .774 11.524

  1 .001 13.853 3.037 63.188

  Tabel di atas menunjukkan hasil pemodelan multivariat 2, variabel sarana pembuangan sampah mempunyai nilai Wald (13,339) dengan p value = 0,000 lebih besar dari variabel saluran pembuangan air limbah, dengan demikian variabel sarana pembuangan sampah merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai.

  KESIMPULAN 1.

  Terdapat hubungan yang bermakna dan nyata antara sarana air bersih dengan kejadian diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut.

  2. Terdapat hubungan yang bermakna dan nyata antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut.

  air limbah (p value = 0.002), sehingga pemodelan ini masih harus dilanjutkan pada pemodelan multivariat ke 2, dimana saluran pembuangan air limbah dan sarana pembuangan sampah yang menjadidat kandidat pemodelan multivariat ke 2. Tabel 8. Hasil Pemodelan Multivariat 2 Variabel Bebas dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai

  Kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut.

  4. Terdapat hubungan yang bermakna dan nyata antara saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut.

  5. Terdapat hubungan yang bermakna dan nyata antara personal hygiene dengan kejadian diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut.

  6. Faktor yang paling dominan antara sarana air bersih, sarana pembuangan sampah, keberadaan jamban, saluran pembuangan air limbah dan personal

  hygiene dengan kejadian diare pada

  Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai Kabupaten Banggai Laut adalah sarana pembuangan sampah.

Bagi Puskesmas Banggai

  Perlu peningkatan penyuluhan kepada masyarakat mengenai kesehatan lingkungan dan kebersihan diri serta

  3. Terdapat hubungan yang bermakna dan nyata antara keberadaan jamban dengan kejadian diare pada balita di Wilayah pengetahuan tentang penyakit diare di masing-masing kelurahan/ desa.

  2. Bagi Pemerintah Daerah Mengupayakan program penyehatan lingkungan dan membuat kebijakan untuk peningkatan kondisi sanitasi lingkungan juga perlu adanya perhatian khusus untuk bantuan penyediaan sarana air bersih, keberadaan jamban, sarana pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah.

  b.

  c.

  Menggalang dana atau arisan ditiap lingkungan guna membuat sanitasi yang sehat seperti pembuatan jamban umum yang menggunakan septik tank agar mengurangi kebiasaan warga BAB menggunakan kakus/ jamban cemplung atau bahkan sampai tidak lagi ditemukan sama sekali.

Sarana pembuangan sampah di Wilayah

  penyediaan sarana air bersih sebab air merupakan sumber kehidupan paling utama. Apabila masyarakat menggunakan air bersih untuk pemenuhan kebutuhannya seperti untuk minum, memasak, mandi dan mencuci maka tingkat kesehatan masyarakat akan semakin baik.

  4. Saran Akademis Adanya penelitian ini maka perlu dilakukan intervensi terhadap faktor sanitasi dasar dan personal hygiene masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Banggai untuk menurunkan angka kejadian diare, seperti: a.

  personal hygiene dengan kejadian diare.

  3. Bagi Institusi Pendidikan Menjadi peneliti lanjutan dan pembanding apabila ingin melakukan penelitian yang sama dengan penelitian hubungan fasilitas sanitasi dasar dan

  d.

  Membuat saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat baik melalui program pemerintah maupun dengan swadaya masyarakat agar saluran air limbah dibuat secara permanen, kedap air, tertutup dan tidak lembab.

Pemerintah daerah dan masyarakat bekerjasama guna meningkatkan

  e.

  Memperhatikan dan meningkatkan

  personal hygiene khususnya dalam hal

  mencuci tangan dengan sabun serta menggosok tangan di sela-sela jari dan kuku ketika sedang mencuci tangan,

  Kerja Puskesmas Banggai perlu diperhatikan oleh pemerintah dan warga setempat. Sesuai observasi yang dilakukan peneliti bahwa salah satu faktor warga setempat membuang sampah sembarangan adalah karena kurang tersedianya sarana tempat pembuangan sampah sementara sehingga sampah rumah tangga dibuang disembarang tempat bahkan laut menjadi tempat pembuangan akhir. Untuk itu perlu penambahan sarana pembuangan sampah sementara disetiap lingkungan.

  memanfaatkan setiap kesempatan di

  II 2011, Situasi Diare di desa/ kelurahan untuk memberikan Indonesia. Jakarta. arahan atau penyuluhan tentang ----------. 2011 d. Kelompok Kerja Air pentingnya perilaku cuci tangan melalui Minum dan Penyehatan penyuluhan kelompok di posyandu, Lingkungan Kabupaten arisan, pengajian, pertemuan kelompok Sumedang, 2011. Buku Putih dasa wisma dan kunjungan rumah. Sanitasi Sumedang. Sumedang.

  • . 2008. Pelayanan kesehatan

  

DAFTAR PUSTAKA anak di rumah sakit pedoman bagi

  Achmadi, U. 2008. Horison Baru rumah sakit rujukan tingkat Kesehatan Masyarakat. Rineka pertama di kabupaten/ kota. WHO Cipta. Jakarta. dan Departemen Kesehatan RI, Anonimous. 2016. Profil UPTD Jakarta.

  Puskesmas Banggai: Laporan Badu, A. 2012. Gambaran Sanitasi Tahunan Puskesmas Banggai. Dasar pada Masyarakat Nelayan Tahun 2015; 2016. di Kelurahan Pohe Kecamatan ----------. 2015 a. Profil Kesehatan Hulonthalangi Kota Gorontalo.

  Indonesia Tahun 2014. Jakarta Jurnal Kesehatan Masyarakat.

  • . 2015 b. Dinas Kesehatan dan 1(1): 2012.

  KB Kabupaten Banggai Laut Dini, F., Rizandi dan Roslaili. 2013. 2015. Surveilans, data dan Hubungan Faktor Lingkungan informasi. Dengan Kejadian Diare Balita

  • . 2014. Profil Kesehatan diWilayah Kerja Puskesmas Provinsi Sulawesi Tengah 2014. Kambang Kecamatan Lengayang UPT Surveilans, Data dan Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Informasi. Kesehatan Andalas. 4 (2): 453- ----------. 2011 a. Departemen Kesehatan 461.

  RI 2011. Tatalaksana diare pada Irawan, A.F. 2012. Hubungan antara balita, Dijen P2 dan PL. Jakarta. Aspek Kesehatan Lingkungan

  • . 2011 b. Buku Pedoman Dalam PHBS Rumah Tangga Pengendalian Penyakit Diare. Dengan Kejadian Penyakit Diare Jakarta. Di Kecamatan Karangreja. Unnes ----------. 2011 c. Buletin Jendela Data Journal of Public Health. 2 (4): 1- dan Informasi Kesehatan Triwulan 9.

  Kamilla, L., Suhartono., N. Endah. tahun 2012. KEMAS. 8 (2) 167- 2012. Hubungan Praktik Personal 173.

  Hygiene Ibu dan Kondisi Sanitasi Siregar, W., C. Indra, E. Naria. 2016. Lingkungan Rumah dengan Hubungan Sanitasi Lingkungan Kejadian diare pada Balita di Dan Personal Hygiene Ibu Dengan Puskesmas Kampung Dalam Kejadian Diare Pada Balita Di Kecamatan Pontianak Timur. Lingkungan Pintu Angin Jurnal Kesehatan Lingkungan Kelurahan Sibolga Utara Kota Indonesia. 11 (2): 138-143. Sibolga. Jurnal.

  Kumar., K. Ganesh., S. Sitanshu., Jain Taosu S.A dan R. Azizah. 2013. and Animesh. 2011. Health and Hubungan Sanitasi Dasar Rumah environmental sanitation in India: Dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Issues for prioritizing control Dengan Kejadian Diare Pada strategies. Indian Journal of Balita Di Desa Bena Nusa Occupational and Environmental Tenggara Timur. Jurnal Kesehatan Medicine, Volume 15 - Issue 3, Lingkungan. 7 (1): 1-6.