ISU ISU PEREMPUAN DALAM AGAMA AGAMA

ISU-ISU PEREMPUAN
DALAM AGAMA-AGAMA
RISWANDI YUSUF
PUTRIANA SALLAMAH
AKHMAD ALWI
KHAIRUL HUDA

PEREMPUAN DALAM
POLITIK

Persfektif Islam




Al-Quran memberikan hak-hak kepada
perempuan
sebagaimana
hak
yang
diberikan kepada kaum laki-laki, faktor

yang dijadikan pertimbangan dalam hal ini
hanyalah kemampuan dan terpenuhinya
kriteria untuk menjadi pemimpin.
Bahkan bila perempuan mampu dan
memenuhi kriteria yang ditentukan, maka
ia boleh menjadi hakim dan “top leader”
(perdana menteri atau kepala negara).





Indikasi Bolehnya menjadi pemimpin (perempuan
dan laki-laki) dalam Islam di jelaskan dalam Q. S.
At- Taubah : 71, “dan orang-orang yang beriman,
laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong (pemimpin) bagi sebagian yang
lain. Mereka menyuruh (mengerjakan yang ma’ruf,
mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada Allah

dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh
Allah. Sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi maha
Bijaksana”.
Dari ayat di atas dapat disimpulkan, bahwa al
quran tidak melarang perempuan untuk memasuki
berbagai profesi sesuai dengan keahliannya.
Namun
dengan
syarat,
tugasnya
tetap
memperhatikan hukum dan aturan yang telah di
tetapkan oleh al quran dan sunnah.



Selain itu, pengangkatan tema ratu Balqis
sebagai pemimpin negeri Saba (an-Naml:
23-24) di dalam al-Qur’an mengandung
makna implisit bahwa perempuan boleh

menjadi pemimpin sebagaimana halnya
laki-laki.



Akan tetapi, Jumhur ulama berpendapat
bahwa tidak boleh perempuan menjadi
pemimpin berdasarkan firman allah swt.
Qs. An- Nisa : 34. “Kaum laki-laki itu
adalah pemimpin bagi kaum perempuan,
oleh karena itu allah melebihkan
sebagian mereka( laki-laki) atas sebagian
yang lain( perempuan), karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka. Oleh sebab itu, maka
perempuan yang salehah, ia yang taat
kepada allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada”.






Menurut Jawwad Mughniyah dalam tafsir
al Kasyif, pada ayat pertama di atas,
sesungguhnya hanya membicarakan
masalah kehidupan suami-Istri dan sama
selaki tidak ada hubungannya dengan
masalah kepemimpinan di luar rumah.
Karena itu dalam al-Qur’an dan
terjemahnya yang diterbitkan oleh Depag
RI, ayat tersebut diberi judul “beberapa
peraturan hidup bersuami Istri.





Kemudian, Hadis Abu Bakrah yang diriwayatkan
oleh bukhori ahmad nasai’, dan at timidzi,

bahwa rosulullah bersabda: “Tidak akan
bahagia sesuatu kaum yang mengangkat
sebagai pemimpin mereka seorang perempuan”
Komentar Nabi ini ditujukan kepada bangsa
Parsi yang dipimpin oleh seorang wanita. Akan
tetapi komentar Nabi saw tersebut hanya
berlaku dan ditujukan kepada bangsa parsi
yang pada saat itu dengan setting sosial
masyarakat di mana perempuan secara umum
masih memprihatinkan dan belum
memungkinkan untuk tampil sebagai pemimpin.
Karena itu, arti hadis tersebut tidak dapat
digeneralisasikan kepada semua keadaan.

Persfektif Kristen
Di Alkitab ada beberapa ayat yang menyinggung
peranan pria dan wanita dalam konteks
kepemimpinan (1 Korintus 11:2-16; 14:33-35).
Namun, yang paling gamblang adalah bagian
yang ditulis oleh Rasul Paulus, "Seharusnyalah

perempuan berdiam diri dan menerima ajaran
dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan
mengajar dan memerintah laki-laki; hendaklah ia
berdiam diri." (1 Timotius 2:11-12). Kata
"memerintah" pada ayat di atas, dapat pula
diterjemahkan "memiliki otoritas atau kuasa",
dalam hal ini atas pria.

Dalam ayat ini, alasan Paulus melarang
seorang wanita memimpin dan mengajar,
adalah bukan karena posisi wanita yang
lebih rendah kedudukannya dari pria
pada masa itu, tetapi adalah karena:
1. Secara hirarki pria lebih tinggi dari
wanita (sekali lagi bukan derajat yang
berbeda), dan hirarki ini ditetapkan Allah
dengan Adam yang diciptakan terlebih
dahulu.
2. Wanita telah tergoda terlebih dahulu
sehingga jatuh dalam dosa, maka pria

sebagai implikasinya mempunyai
tanggung jawab memimpin keluarga (dan
jemaat) untuk hidup dalam kekudusan.




Akan tetapi ada juga pandangan
yang menempatkan kepemimpinan
laki-laki sebagai hukum alam yang
merupakan ketentuan Tuhan,
dengan merujuk pada ayat 1
korintus 11: 3, 8, “kepala dari tiap
laki-laki adalah kristus, kepala dari
perempuan adalah laki-laki, dan
kepala dari kristus ialah Allah…
sebab laki-laki tidak berasal dari
perempuan, tetapi perempuan
berasal dari laki-laki”.




Dari ayat di atas, mereka meyakini
bahwa kepemimpinan laki-laki adalah
sifat yang melekat secara natural dan
dikehendaki oleh Tuhan. Karena itu
menempatkan perempuan sebagai
kelas dua merupakan keharusan, dan
beragam upaya untuk menempatkan
perempuan setara dengan laki-laki di
anggap sebagai perbuatan yang
melanggar ketentuan Tuhan. Bila itu
terus dilakukan maka akan
menimbulkan kekacauan moral dan
sosial.

Isu-isu kepemimpinan
perempuan dalam gereja





Gereja Inggris anglikan secara resmi
menyetujui rancangan undang-undang
yang memperbolehkan perempuan untuk
menjadi uskup.
Rola Sleiman, Pendeta Perempuan
Pertama di Libanon.

Persfektif Yahudi


Wanita dalam pandangan agama Hindu
memiliki peranan yang tidak terpisahkan
dengan
kaum pria dalam kehidupan
masyarakat dari jaman ke jaman. Sejak
awal peradaban agama Hindu yaitu dari
jaman Veda hingga dewasa ini wanita
senantiasa memegang peranan penting

dalam kehidupan.

KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA
(KDRT)

KDRT DALAM ISLAM




KDRT dalam Islam terdapat dalam al-Quran
surah an-Nisa ayat 34, “Wanita-wanita yang
kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka.”
ayat tersebut bukan mewajibkan suami
memukuli
istri,
melainkan

sebatas
izin
melakukan sanksi pemukulan dalam konteks
mendidik (ta’dib) terhadap istri yang nusyuz.
Rasulullah SAW mencontohkan bahwa beliau
tidak
pernah
memukul
para
istri
dan
pembantunya.





1.

Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW tidak
sekalipun memukul sesuatu dengan tangannya,
tidak wanita, tidak pula pembantu kecuali dalam
keadaan jihad di jalan Allah” (HR. Muslim).
Meskipun surat An-Nisa’ 34 membolehkan suami
memukul istri dalam rangka mendidik, akan
tetapi tidak asal memukul, melainkan dengan
syarat, batasan dan ketentuan,antara lain:
ia dilakukan kepada istri ketika nusyuz, yakni
durhaka dengan tidak menaati suami dalam
batas-batas tertentu. Jika istri belum terbukti
nusyuz maka suami belum boleh melakukannya.
“Nusyuz” artinya artinya meninggalkan, contoh
nusyuz seorang istri misalnya meninggalkan
rumah tanpa seizin suami

lanjutan
2. setelah sang istri terbukti nusyuz maka
tidak otomatis suami langsung boleh
memukulnya. Suami terlebih dulu harus
melakukan dua tahapan terlebih dahulu yaitu
menasihatinya.
Jika
sang
istri
adalah
muslimah yang shalihah dan dia terbukti
nusyuz, maka sebuah nasihat sudah baginya,
untuk
menyadari
kekeliruannya
dan
mengulangi kesalahannya. Dengan demikian
selesailah
persoalannya
tanpa
ada
kekerasan.

lanjutan
3. Kalaupun dengan nasihat belum cukup
maka masih ada langkah kedua yang mesti
dilalui yaitu berpisah darinya di tempat
tidur. Pada tahap ini, kalau sang istri adalah
muslimah shalihah yang terbukti dia
nusyuz, maka dengan sanksi ini dia akan
menyadari kesalahannya.

lanjutan

4. Kalau tahap-tahap tersebut belum cukup untuk
menyadarkan sang istri, maka diperbolehkan
melakukan sanksi pemukulan dalam rangka
mendidik, memperbaiki, dan meluruskan. Karena
tujuannya untuk mendidik, bukan menyakiti,
misalnya meninju dengan kepalan tangan hingga
terluka berdarah-darah untuk melampiaskan
amarah dan dendam kesumat. Memukul yang
dibolehkan adalah pukulan ghairu mubarrihi, yaitu
yang tidak melukai dan tidak mematahkan, tidak
melukai daging dan tidak mematahkan tulang. Dan
yang terpenting, tidak boleh memukul anggota
badan yang diharamkan, misalnya memukul wajah.

KDRT DALAM KRISTEN


KDRT dari sudut pandang Etika Kristen Jika
dihubungkan dengan ajaran Etika Kristen, tentang
KDRT tidak ada ditemukan. Di dalam Alkitab
Perjanjian Baru banyak kita baca tentang
ajaran yang berhubungan dengan rumah tangga
Kristen yang mengutamakan KASIH. Maka dapat
kita lihat bahwa Alkitab banyak sekali
mengajarkan kepada setiap keluarga tentang
tindakan preventif (pencegahan) agar sebuah
rumah tangga hidup dalam damai sejahtera penuh



Hal-hal yang menentukan kebahagiaan sebuah keluarga
Kristen sekaligus menjadi anti terjadinya KDRT yaitu :-

1. Saling menasehati
2. Saling menghibur
3. Saling membela
4. Sabar seorang terhadap yang lain
5. Saling mengampuni
6. Saling berbuat baik
7. Ciptakan suasana sukacita dalam keluarga.

menurut Pendeta Yacob Nahuway, satu-satunya yang
menjadi obat apabila terjadi KDRT adalah KASIH, karena
dengan KASIH akan membuahi 4 (empat) pokok
penyelesaian yaitu :1. Kasih membuat kita melihat setiap orang dalam
keluarga adalah orang-orang penting dan istimewa.
2. Kasih membuat kita melihat apa yang menjadi
prioritas di dalam keluarga.
3. Kasih itu tidak sombong, karena kesombongan pribadi
menghancurkan keluarga.
4. Kasih membuat kita rela mengorbankan apa saja demi
keluarga bahagia

PERSFEKTIF HINDU




Tidak ada satupun kitab suci Hindu yang
membenarkan adanya kekerasan dalam rumah
tangga, demikian pula halnya dalam weda telah
dinyatakan dan ditentukan bagaimana menjadi suami
dan istri yang baik, selalu menjauhkan kroda dalam
lingkungan rumah tangga, menanakan sifat satya
terhadap pasangan.
Seperti yang disabdakan hyang widhi dalam Atharvaveda.XIV.2.43
Wahai pasangan suami istri
bersenang hatilah dengan kegiatan usahamu
dan jalanilah hidup yang riang gembira

kebanyakan yang menjadi korban KDRT adalah
kaum wanita, hal ini terjadi Karena adanya
anggapan bahwa kaum wanita adalah kaum yang
lemah, inilah anggapan yang telah salah
ditanamkan dalam pribadi manusia, karena veda
tidak membenarkan hal itu seperti apa yang
disabdakan veda dalam Manawadharma Sastra
Sloka 57:
Dimana warga wanitanya hidup dalam kesedihan ,
keluarga itu cepat akan hancur,
tetapi dimana wanita itu tidak menderita
keluarga itu akan selalu bahagia