HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KONSUMTIF DENGA
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KONSUMTIF DENGAN KONFORMITAS PADA REMAJA SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
HOTPASCAMAN. S 041301092
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GENAP, 2008/2009
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KONSUMTIF DENGAN KONFORMITAS PADA REMAJA
Hotpascaman dan Irmawati
Abstrak
Kehadirann bisnis oleh para pengusaha seperti waralaba (franchise), pusat perbelanjaan (shopping center), supermarket, yang ada saat ini menjadi komoditas masyarakat terutama bagi remaja (Sumartono, 2002). Kondisi ini pada gilirannya menimbulkan apa yang disebut dengan budaya konsumer ataupun lebih dikenal sebagi konsumtif (Sumartono, 2002). Menurut Jatman (1987) pengaruh konsumtivisme sangat dominan terjadi pada remaja, sehingga remaja menjadi sasaran berbagai produk perusahaan.
Menurut Sumartono (2002), salah satu faktor munculnya perilaku konsumtif adalah faktor eksternal yaitu kelompok referensi. Kelompok referensi sangat erat kaitannya dengan kelompok sosial, dalam hal ini yang termasuk ke dalam kelompok referensi adalah kelompok pertemanan sebaya oleh remaja atau peergroup (Dacey & Kenny, 1997).
Brown, Clasen dan Eicher (dalam Dacey dan Kenny, 1997) membuktikan adanya pengaruh peer group pada remaja itu sendiri yaitu berupa peer pressure (tekanan kelompok sebaya). Remaja yang berada di bawah peer pressure cenderung untuk conform (konform), untuk menilai, meyakini atau bertindak sesuai dengan penilaian, keyakinan atau tindakan kelompok teman sebayanya (Santrock, 1998). Myers (2005) konformitas adalah perubahan perilaku ataupun keyakinan agar sama dengan dengan orang lain. Dasar pembentuk konformitas yaitu pengaruh normatif dan informasional (Meyers, 2005). Pada pengaruh normatif seseorang mengalah pada tekanan kelompok karena seseorang ingin sesuai dengan norma atau standard kelompok, sedangkan pengaruh informasional terjadi ketika seseorang menyesuaikan diri karena perilaku orang lain memberikan informasi yang berguna.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perilaku konsumtif dengan konformitas yang didasarkan pada pengaruh normatif dan informasional pada 73 orang remaja.
Metode analisa yang digunakan adalah korelasi pearson produk momen. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan perilaku konsumtif dengan pengaruh normatif sebesar (r = 0.367) dan hubungan perilaku konsumtif dengan pengaruh informasional sebesar (r= 0.265).
Kata kunci: Perilaku konsumtif, Pengaruh normatif, Pengaruh informasional
KATA PENGANTAR
Ucapan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih karunia-Nya yang memberi jaminan keselamatan penyertaan sampai selamalamanya. Ia mengizinkan suka dan duka terjadi untuk mendatangkan kebaikan dalam mempersiapkan penulis menjadi pribadi yang lebih baik lagi, dan segala sesuatu diizinkan-Nya terjadi untuk menunjukkan bahwa Ia baik senantiasa. Skripsi ini merupakan suatu karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini berjudul “Hubunngan antara perilaku konsumtif dengan konformitas pada remaja”. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulismengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku dekan Fakultas Psikoogi Universitas sumatera utara.
2. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku dosen pembimbing selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas kesabaran, bimbingan serta waktu yang ibu luangkan. sehingga penelitian ini dapat selesai tepat pada waktunya.
3. Ibu Ika Sari Dewi, S.psi, psi selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih buat nasehat dan tuntunan yang Ibu berikan. Nasehat-nasehat Ibu akan penulis ingat, walaupun terkesan agak cerewet namun penulis bersyukur atas ketulusan yang penulis rasakan dari Ibu.
4. Staff dan pegawai, Terimakasih atas pelayanan yang diberikan kepada mahasiswa, sehingga birokrasi bias berjalan dengan semestinya.
5. Seluruh Staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terutama buat ibu Etty Rahmawaty, Kak Ridhoi M.si, Pak Eda danta M.si, Terimaskasih atas masukan-masukan dalam mempersiapkan skripsi ini pada waktunya.
6. Secara keseluruhan angkatan 2004, 2005 dan 2006 yang telah memberi semangat bagi penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Seluruh isi skripsi ini menjadi tanggung jawab penulis. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnya yang sejenis.
Medan Juli 2009
Hotpascaman S
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Bentuk kuesioner yang diberikan sebelum menjawab
31 Tabel 2 Cetak biru Skala Perilaku Konsumtif sebelum uji coba
Skala Perilaku konsumtif
32 Tabel 3 Cetak biru Skala konformitas sebelum uji coba
Tabel 4 Cetak Biru Skala Perilaku konsumtif setelah uji coba
36 Tabel 5 Cetak Biru Skala Konformitas setelah uji coba
37 Tabel 6 Gambaran Subjek berdasarkan Usia
41 Tabel 7 Gambaran Subjek berdasarkan Jenis Kelamin
42 Tabel 8 Hasil uji normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Tabel 9
Hasil uji linearitas perilaku konsumtif dengan konformitas yang didasarkan pada pengaruh normatif
45 Tabel 10 Hasil uji linearitas perilaku konsumtif dengan konformitas yang
didasarkan pada pengaruh informasional
Tabel 11 Hasil uji Perilaku Konsumtif dengan Konformitas yang
47 Tabel 12 Hasil Model Summary pada analisa regresi
didasarkan pada Pengaruh Normatif
Tabel 13 Hasil uji Perilaku Konsumtif dengan Konformitas yang
48 Tabel 14 Hasil Model Summary pada analisa regresi
didasarkan pada Pengaruh Informasional
48 Tabel 15. Kriteria Kategorisasi Perilaku konsumtif, pengaruh normatif dan
49 Tabel 16 Deskripsi data penelitian dari skala perilaku konsumtif
pengaruh informasional
49 Tabel 17 Kategorisasi Perilaku Konsumtif Berdasarkan Mean Empirik
50 Tabel 18 Kategorisasi Perilaku Konsumtif Berdasarkan Mean hipotetik
Tabel 19 Deskripsi data penelitian dari skala pengaruh normatif
51 Tabel 20 Kategorisasi Pengaruh Normatif Berdasarkan Mean empirik 51 Tabel 21 Kategorisasi Pengaruh Normatif Berdasarkan Mean hipotetik 51 Tabel 22 Deskripsi data penelitian dari skala pengaruh informasional
Tabel 23 Kategorisasi Pengaruh Informasional Berdasarkan Mean
52 Tabel 24 Kategorisasi Pengaruh Informasional Berdasarkan Mean
empirik
53
hipotetik
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gambaran Normalitas Skala Perilaku Konsumtif Gambar 2. Gambaran Normalitas Skala Konformitas (Pengaruh normatif) Gambar 3. Gambaran Normalitas Skala Konformitas (Pengaruh informasional)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Data Try Out dan Uji Daya Beda dan Reliabilitas Aitem Lampiran B : Skala Kemandirian dan Skala Kecenderungan Berwirausaha Lampiran C : Data Penelitian dan Hasil Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap hari masyarakat diperhadapkan dengan begitu banyak iklan-iklan, dan sugesti promo-promo produk. Semua hal diatas berujung pada satu hal yaitu membujuk para konsumen untuk membeli suatu produk, dan inilah yang menjadi tugas para pelaku pasar dalam mengambil langkah ataupun strategi dalam menguasai pasar. Bahkan, para pelaku bisnis maupun pengusaha banyak mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dalam mensukseskan tujuan ini, disamping persaingan antar mereka (Rusich, 2008).
Menjamurnya bisnis oleh para pengusaha seperti waralaba (franchise), pusat perbelanjaan (shopping center), supermarket, toserba (toko serba ada) yang ada saat ini menjadi komoditas masyarakat terutama bagi remaja (Sumartono, 2002). Kehadirannya, yang dianggap eksklusif seakan menjadi simbol peradaban manusia dan mampu menyulap wajah dunia menuju suatu kondisi yang konsumeristik dan sekaligus melahirkan trend atau gaya hidup baru. Kondisi ini pada gilirannya menimbulkan apa yang disebut dengan budaya konsumer ataupun lebih dikenal sebagi konsumtif (Sumartono, 2002). Budaya konsumtif tersebut membentuk seseorang untuk melakukan perilaku konsumtif. Menurut Yasraf A. Piliang (dalam Sumartono, 2002) budaya konsumtif ini tidak hanya memunculkan sifat fungsional dalam pemenuhan kebutuhan manusia, namun juga bersifat materi sekaligus simbolik seperti halnya mengkonsumsi produk-produk yang lebih mengarah ke pembentukan identitas para pengguna ataupun pemakai produk tersebut. Sejalan dengan itu, Sembiring (dalam Budaya Konsumerisme, 2008) Menjamurnya bisnis oleh para pengusaha seperti waralaba (franchise), pusat perbelanjaan (shopping center), supermarket, toserba (toko serba ada) yang ada saat ini menjadi komoditas masyarakat terutama bagi remaja (Sumartono, 2002). Kehadirannya, yang dianggap eksklusif seakan menjadi simbol peradaban manusia dan mampu menyulap wajah dunia menuju suatu kondisi yang konsumeristik dan sekaligus melahirkan trend atau gaya hidup baru. Kondisi ini pada gilirannya menimbulkan apa yang disebut dengan budaya konsumer ataupun lebih dikenal sebagi konsumtif (Sumartono, 2002). Budaya konsumtif tersebut membentuk seseorang untuk melakukan perilaku konsumtif. Menurut Yasraf A. Piliang (dalam Sumartono, 2002) budaya konsumtif ini tidak hanya memunculkan sifat fungsional dalam pemenuhan kebutuhan manusia, namun juga bersifat materi sekaligus simbolik seperti halnya mengkonsumsi produk-produk yang lebih mengarah ke pembentukan identitas para pengguna ataupun pemakai produk tersebut. Sejalan dengan itu, Sembiring (dalam Budaya Konsumerisme, 2008)
Perilaku konsumtif menurut Lubis (dalam Sumartono, 2002) merupakan suatu perilaku yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang mencapai taraf yang tidak rasional lagi. Sedangkan menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) (dalam Lina & Rosyid , 1997) memberikan batasan perilaku konsumtif sebagai kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas, dan lebih mementingkan faktor keinginan daripada faktor kebutuhan.
Menurut Anggasari (dalam Sumartono, 2002) perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan. Dalam (Konsumerisme, 2008) perilaku konsumtif terjadi ketika seseorang tidak mendasari pembelian dengan kebutuhan namun juga semata-mata demi kesenangan, sehingga menyebabkan seseorang menjadi boros
Menurut Sumartono (2002), munculnya perilaku konsumtif disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah motivasi, harga diri, observasi, proses belajar, Menurut Sumartono (2002), munculnya perilaku konsumtif disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah motivasi, harga diri, observasi, proses belajar,
Hal ini sesuai dengan Schiffmann dan Kanuk (2004), dalam buku consumer behavior memperjelas bahwa kelompok referensi memiliki pengaruh kuat, dikarenakan kelompok referensi ini merupakan tempat bagi individu untuk melakukan perbandingan, memberikan nilai , informasi dan menyediakan suatu bimbingan ataupun petunjuk untuk melakukan konsumsi.
Kelompok referensi sangat erat kaitannya dengan kelompok sosial, dalam hal ini yang termasuk ke dalam kelompok referensi adalah kelompok pertemanan sebaya oleh remaja atau peergroup (Dacey & Kenny, 1997). Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa remaja menjadi komoditas yang paling utama dalam budaya konsumtif. Hal ini sejalan dengan Jatman (1987) pengaruh konsumtivisme yang sangat dominan terjadi pada remaja, sehingga remaja menjadi sasaran berbagai produk perusahaan. Hal yang sama diungkapkan oleh Segut (2008) kelompok usia yang sangat konsumtif adalah kelompok remaja. Dikarenakan pola konsumsi terbentuk pada masa ini. Segut (2008) juga Kelompok referensi sangat erat kaitannya dengan kelompok sosial, dalam hal ini yang termasuk ke dalam kelompok referensi adalah kelompok pertemanan sebaya oleh remaja atau peergroup (Dacey & Kenny, 1997). Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa remaja menjadi komoditas yang paling utama dalam budaya konsumtif. Hal ini sejalan dengan Jatman (1987) pengaruh konsumtivisme yang sangat dominan terjadi pada remaja, sehingga remaja menjadi sasaran berbagai produk perusahaan. Hal yang sama diungkapkan oleh Segut (2008) kelompok usia yang sangat konsumtif adalah kelompok remaja. Dikarenakan pola konsumsi terbentuk pada masa ini. Segut (2008) juga
Masa remaja merupakan masa yang penting dalam pencapaian identitas diri dimana seorang remaja cenderung untuk terlibat dalam pertemanan sebaya (peer group) sebagai kelompok sosial atau kelompok referen mereka. Pencapaian identitas ini melibatkan kecenderungan berkurangnya pengaruh ataupun kontrol dari orangtua dan komitmen untuk lebih mandiri (Dacey dan Kenny, 1997).
Menurut Craig (1996) kelompok sebaya sangat berperan penting pada remaja, karena remaja mencari dukungan untuk menghadapi perubahan fisik dan emosional yang mereka alami. Rubin (dalam Dacey dan Kenny, 1997) menambahkan pertemanan ataupun persahabatan yang dilakukan seorang remaja bersama dengan individu sebayanya membuat remaja memiliki perasan dihargai, memiliki kemampuan sosial seperti empati dan memahami sudut pandang orang lain.
Brown, Clasen dan Eicher (dalam Dacey dan Kenny, 1997) melakukan sebuah studi dalam membuktikan adanya pengaruh peer group pada remaja itu sendiri. Kepada 1000 orang remaja ditanyakan tentang bagaimana kemauan mereka untuk melakukan sesuatu yang diminta oleh teman mereka serta seberapa banyak mereka merasa tertekan dari kelompok sebaya mereka untuk berperilaku. Secara umum para remaja tersebut dilaporkan merasa tertekan dan tekanan tersebut berasal dari teman sebaya. Tekanan dari kelompok sebaya ini disebut dengan peer pressure (Dacey dan Kenny, 1997). Remaja yang berada di bawah peer pressure cenderung untuk conform, untuk menilai, meyakini atau bertindak sesuai dengan penilaian, keyakinan atau tindakan kelompok teman sebayanya
(Santrock, 1998). Menurut Shaw (dalam Ginna, 2006) untuk dapat diterima dan bergabung menjadi anggota kelompok sebaya, seorang remaja harus bisa menjalankan peran dan tingkah laku sesuai dengan harapan dan tuntutan kelompok sebaya. Keinginan untuk diterima dan diakui oleh kelompok teman sebaya membuat sebagian remaja merasa tidak berdaya untuk menghadapi tekanan yang datang dari teman-temannya, yang ternyata cukup kuat untuk mendorong remaja melakukan hal yang negatif (Dacey & Kenny, 1997). Sebagai contoh Suyanto (2001) menjelaskan bahwa perilaku-perilaku yang menjurus pada perilaku sosial menyimpang dikalangan remaja seperti mengkonsumsi minuman keras dan narkoba dapat diakibatkan adanya pengaruh dan hasil belajar remaja dari pergaulan yang sangat akrab dengan kelompok yang menerimanya.
Adanya sikap patuh tetapi lebih kepada mengalah ini biasanya dikenal dengan istilah konformitas, yaitu perubahan perilaku seseorang dengan mengikuti tekanan-tekanan dari kelompok (Asch dalam Sarwono, 1993). Pengertian yang mirip dijelaskan oleh Myers (2003): Myers (2005) mengartikan konformitas sebagai :
”A change in behavior or belief to accord with others”. Konformitas adalah perubahan perilaku ataupun keyakinan agar sama dengan dengan orang lain. Myers (2005) menambahkan bahwa konformitas pada kelompok mampu membuat individu berperilaku sesuai dengan keinginan kelompok dan membuat individu melakukan sesuatu yang berada di luar keinginan individu tersebut..
Hal senada diungkapkan oleh Santrock (1998) bahwa konformitas muncul ketika remaja mengadopsi sikap atau perilaku remaja lain dikarenakan adanya Hal senada diungkapkan oleh Santrock (1998) bahwa konformitas muncul ketika remaja mengadopsi sikap atau perilaku remaja lain dikarenakan adanya
Menurut Myers (2005) terdapat dua dasar pembentuk konformitas yaitu pengaruh normatif dan pengaruh informasional. Menurut Myers (2005) bahwa pengaruh normatif pada konformitas memiliki arti penyesuaian diri dengan keinginan atau harapan orang lain untuk mendapatkan penerimaan dari anggota kelompoknya. Hal ini sejalan dengaan surya (1999) yang mengatakan bahwa pengaruh normatif mendorong terjadinya penyesuaian sebagai akibat pemenuhan pengharapan kelompok untuk mendapat persetujuan atau penerimaan, agar disukai dan agar terhindar dari penolakan. Sedangkan pengaruh informasional menurut Myers (2005) yaitu tekanan yang terbentuk oleh adanya keinginan dari individu untuk memiliki pemikiran yang sama dan beranggapan bahwa informasi dari kelompok lebih kaya daripada informasi milik pribadi, sehingga individu cenderung untuk konform dalam menyamakan pendapat atau sugesti. Pernyataan ini juga didukung oleh surya (1999) yang mengatakan bahwa pengaruh informasional mendorong individu untuk melakukan penyesuaian sebagai akibat dari penerimaan pendapat kelompok, yang menjadi bukti dalam mendapatkan pandangan akurat sehingga mengurangi ketidakpastian.
Menurut Carmen (2008), kedua pengaruh diatas memiliki peranan dalam diri seseorang di saat melakukan proses konsumsi. Carmen(2008) melanjutkan bahwa pengaruh normatif memiliki peranan pada proses konsumsi terjadi disaat individu mengikuti peraturan kelompok, sedangkan pengaruh informasional Menurut Carmen (2008), kedua pengaruh diatas memiliki peranan dalam diri seseorang di saat melakukan proses konsumsi. Carmen(2008) melanjutkan bahwa pengaruh normatif memiliki peranan pada proses konsumsi terjadi disaat individu mengikuti peraturan kelompok, sedangkan pengaruh informasional
Menurut William (1985) konformitas merupakan salah satu faktor kelompok sosial yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan perilaku konsumsi. Pernyataan ini, diperkuat oleh Roberston, Zielinski dan Ward (1987) bahwa konformitas dapat memberikan pengaruh pada pengambilan keputusan dalam melakukan perilaku konsumsen.
Sebagaimana yang telah disebutkan diatas bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah faktor eksternal, yaitu kelompok- kelompok referensi. Dalam hal ini, bahwa remaja yang memiliki hubungan sosial dengan peer group-nya, merupakan bentuk kelompok referensi (Dacey dan Kenny, 1997).
Hubungan konformitas dengan perilaku kosumtif juga terjadi pada remaja dengan cara mengikuti penampilan kelompok ataupun karena ingin diterima oleh kelompok, misalnya warna baju yang sama, ataupun perlengkapan sekolah yang sama.
Seperti yang diakui oleh Mega (17): “Aku sering bareng belanja ama teman aku. sering juga sih... beli-beli
gitu karena teman aku juga beli .....habis .. aku juga di paksain tuk beli, yah mau ga mau beli juga, terkadang berpikir juga kenapa dibeli kalo emang ga butuh, ngeborosin duit aja.... yah tapi itu kan demi menjaga hubungan aku ama teman aku, aq juga pengen di terima sebagai teman baik donk ,bukannya apa-apa sih aku juga pernah paksain teman aku tuk beli.” (Komunikasi Personal, Mega 2008)
Hal yang sama ditemukan pada Angel, seorang pelajar SMA disebuah perguruan swasta.
“Aku biasanya beli barang sama teman-teman. Kayak tas ini Kak, kami beli Billabong. Aku warna biru, Cindy pink, Tresia warna ungu.” (Komunikasi Personal, Angel, 2008)
Dari wawancara tersebut dapat dilihat adanya unsur perilaku membeli yang tidak sesuai kebutuhan dilakukan semata-mata demi hubungan konformitas yang telah dibentuk oleh remaja dengan peer group-nya dan juga terdapat unsur kesenangan, sehingga menyebabkan seseorang menjadi boros yang dikenal dengan istilah perilaku konsumtif. Hal ini sejalan dengan pendapat Spangenberg, Sprott, Grohmann, and Smith (dalam Rusich, 2008), yang mengatakan bahwa disaat seseorang menyatakan ataupun telah melakukan pembelian produk, dikarenakan adanya tekanan atau paksaan dari kelompok , maka disaat itu juga dapat dikatakan bahwa konfotmitas memberikan peran penting pada pemakaian ataupun konsumsi produk. Berdasarkan uraian dan fenomena-fenomena yang telah diatas , penelitian ini ingin membuktikan hubungan antara konformitas dan perilaku konsumtif pada remaja.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “apakah ada hubungan antara perilaku konsumtif dan konformitas pada remaja?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian untuk mengetahui hubungan antara perilaku konsumtif dengan konformitas pada remaja.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan membawa 2 (dua) manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dalam pengetahuan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang Psikologi Industri Organisasi.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi pada remaja dalam memahami perilaku konsumtif dalam hubungannya dengan konformitas yang dimiliki remaja pada kelompok sebayanya.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai informasi tambahan bagi penelitian berikutnya yang berhubungan dengan perilaku konsumtif pada remaja.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah: BAB I : Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, permasalahan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat adalah teori mengenai BAB II : Landasan Teori Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat adalah teori mengenai
Bab III : Metodologi Penelitian Pada bab ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional dari variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, alat pengumpulan data, uji validitas, uji daya beda item dan reliabilitas alat ukur serta metode analisis data, serta hasil uji coba alat ukur.
Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan Pada bab ini akan diuraikan gambaran subjek maupun responden penelitian dilihat dari usia, jenis eklamin dan sebagainya. Pada bab ini juga akan diuraikan hasil penelitian yang berkaitan dengan analisis terhadap data, dan juga berisi pembahasan mengenai mengapa hipotesa penelitian diterima ataupun ditolak.
Bab V : Kesimpulan dan Saran Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan berupa rangkuman hasil penelitian, serta saran yang berupa saran praktis dan metodologis untuk penelitian berikutnya.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Perilaku Konsumtif
1. Pengertian Perilaku Konsumtif
Kata ”konsumtif” sering diartikan sama dengan ”konsumerisme”. Padahal kata konsumerisme ini menurut kamus modern bahasa indonesia, mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Lina & Rosyid (1997), mengungkapkan bahwa tinjauan perilaku konsumtif perlu dilihat dari pemahaman perilaku konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan atau bukan menurut kebutuhan untuk mencapai kepuasan yang maksimal (Albarry, 1994).
Sumartono (2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu tindakan menggunakan suatu produk secara tidak tuntas. Artinya belum habis suatu produk dipakai, seseorang telah menggunakan produk jenis yang sama dari merek lain atau membeli barang karena adanya hadiah yang ditawarkan atau membeli suatu produk karena banyak orang yang menggunakan produk tersebut
Sedangkan Lubis (dalam Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi.
Anggasari (dalam Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan.
Berdasarkan pengertian tentang perilaku konsumtif diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku konsumtif adalah perilaku membeli barang atau jasa yang berlebihan tanpa pertimbangan rasional demi mendapatkan kepuasan hasrat dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya yang bersifat berlebihan.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif
Menurut Sumartono (2002), munculnya perilaku konsumtif disebabkan oleh:
a. Faktor Internal Faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah motivasi, harga diri, observasi, proses belajar, kepribadian dan konsep diri.
b. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok-kelompok sosial dan referensi serta keluarga.
3. Indikator Perilaku Konsumtif
Menurut Sumartono (2002), indikator perilaku konsumtif adalah :
a. Membeli produk karena iming-iming hadiah. Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika
membeli barang tersebut.
b. Membeli produk karena kemasannya menarik.
Konsumen sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan menarik.
c. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi. Konsumen mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada
umumnya konsumen mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar konsumen selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain. Konsumen membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri.
d. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaanya).
Konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah.
e. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status. Konsumen mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam
berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan symbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang lain.
f. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan.
Konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannnya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. Konsumen juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik figure produk tersebut.
g. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.
Konsumen sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Cross dan Cross (dalam Hurlock,1997) juga menambahkan bahwa dengan membeli produk yang mereka anggap dapat mempercantik penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih percaya diri.
h. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda). Konsumen akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis dipakainya.
B. Konformitas
1. Pengertian Konformitas
Myers (2005) mengartikan konformitas sebagai : ”A change in behavior or belief to accord with others”. Konformitas adalah perubahan perilaku ataupun keyakinan agar sama dengan dengan orang lain. Asch (dalam Feldman, 1995) mendefinisikan konformitas sebagai perubahan dalam sikap dan perilaku yang dibawa seseorang sebagai hasrat untuk mengikuti kepercayaan atau standar yang ditetapkan orang lain. Konformitas juga diartikan sebagai bujukan untuk merasakan tekanan kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk tunduk pada kelompok (Deux, Dane & Wrigthsman, 1993). Sedangkan Feldman (1995) mengatakan:
“a change in behavior or attitudes brought about by a desire to follow the beliefs or standards of others. ” Konformitas adalah perubahan perilaku ataupun sikap yang disesuaikan
untuk mengikuti keyakinan atau standar kelompok. Franzoi (2003) mendefinisikan konformitas sebagai: “
A yielding to perceived group pressure by copying their behavior and believe of others ”. Konformitas adalah kemampuan mempersepsikan tekanan kelompon dengan
jalan meniru perilaku dan keyakinan orang lain yang ada di kelompok tersebut. Berdasarkan pengertian yang dipaparkan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa konformitas adalah perubahan sikap dan perilaku individu sesuai dengan standar ataupun harapan yang dibentuk kelompok agar individu dapat diterima dan dipertahankan di dalam kelompok tersebut dan sebagai bentuk interaksi yang terjadi di dalam kelompok .
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas
Menurut Myers (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk konform adalah:
a. Group size Semakin besar jumlah anggota kelompok , semakin besar pula pengaruhnya terhadap individu.
b. Cohession Cohession merupakan perasaan yang dimiliki oleh anggota dari kelompok dimana mereka merasa ada ketertarikan dengan kelompok. Myers (2005) menambahkan semakin seseorang memiliki kohesif dengan kelompoknya maka semakin besar pengaruh dari kelompok pada individu tersebut.
c. Status Dalam sebuah kelompok bila seseorang memilki status yang tinggi cenderung memiliki pengaruh yang lebih besar, sedangkan orang yang memiliki status yang rendah cenderung untuk mengikuti pengaruh yang ada.
d. Public Response Ketika seseorang diminta untuk menjawab secara langsung pertanyaan di hadapan publik, individu cenderung akan lebih konform , daripada individu tersebut diminta untuk menjawab dalam bentuk tulisan.
e. No Prior Comitment
Seseorang yang sudah memutuskan untuk memiliki pendiriannya sendiri, akan cenderung mengubah pendiriannya di saat individu tersebut dipertunjukkan pada adanya aspek tekanan sosial.
3. Dasar pembentuk Konformitas
Menurut Myers (2005) terdapat dua dasar pembentuk konformitas, yaitu:
a. Pengaruh normatif, artinya penyesuaian diri dengan keinginan atau harapan orang lain untuk mendapatkan penerimaan. Myers (2005) menambahkan bahwa dalam pengaruhi ini, individu berusaha untuk mematuhi standar norma yang ada di dalam kelompok. Apabila norma ini dilanggar, maka efeknya adalah penolakan ataupun pengasingan oleh kelompok pada individu. Adapun Pengertian yang sama oleh Feldman (1995) bahwa pengaruh ini tampak, dengan adanya keinginan Individu untuk berperilaku sesuai dengan keinginan dari kelompok dan untuk menghindari dari adanya pengalaman penolakan, maupun menghindari sanksi yang akan diterima dari kelompok pada individu.
b. Pengaruh informasional, artinya adanya penyesuaian individu ataupun keiginan individu untuk memiliki pemikiran yang sama sebagai akibat dari adanya pengaruh menerima pendapat maupun asumsi pemikiran kelompok, dan beranggapan bahwa informasi dari kelompok lebih kaya daripada informasi milik pribadi, sehingga individu cenderung untuk konform dalam menyamakan pendapat atau sugesti. Sesuai dengan Feldman (1995) yang memperjelas bahwa disaat individu konform terhadap kelompoknya, hal ini didasari karena bagi individu, kelompok memiliki informasi yang lebih akurat, sehingga individu cenderung b. Pengaruh informasional, artinya adanya penyesuaian individu ataupun keiginan individu untuk memiliki pemikiran yang sama sebagai akibat dari adanya pengaruh menerima pendapat maupun asumsi pemikiran kelompok, dan beranggapan bahwa informasi dari kelompok lebih kaya daripada informasi milik pribadi, sehingga individu cenderung untuk konform dalam menyamakan pendapat atau sugesti. Sesuai dengan Feldman (1995) yang memperjelas bahwa disaat individu konform terhadap kelompoknya, hal ini didasari karena bagi individu, kelompok memiliki informasi yang lebih akurat, sehingga individu cenderung
Myers (2005) menambahkan bahwa kedua dasar pembentuk diatas dalam realitas kehidupan sehari-hari sangat sering terjadi secara bersamaan.
C. Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi yang kompleks pada saat individu beranjak dari anak-anak menuju perkembangan ke arah dewasa. Masa ini merupakan dimana individu memiliki persahabatan pada kelompok sebayanya. Hal ini didukung dengan banyaknya waktu yang dihabiskan remaja lebih banyak pada kelompok sebayanya atau yang disebut dengan peer group daripada orangtua mereka. (Dacey & Kenny, 1997). Sedangkan Santrock (1998), remaja merupakan masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa
WHO (dalam Sarwono, 2000) memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan 3 kriteria, yaitu biologik, psikologik, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:
Remaja adalah suatu masa dimana:
1. Individu berkembang dan saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat individu mencapai kematangan seksual.
2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri
Remaja berada diantara masa kanak-kanak dan orang dewasa dengan kondisi yang masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik dan psikisnya, sehingga mereka masih terus berusaha menemukan posisi yang tepat di masyarakat. Piaget (dalam Hurlock, 1999) menyatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, berada dalam yang tingkatan yang sama dengan orang dewasa, sekurang- kurangnya dalam masalah hak.
Umumnya, masa remaja berlangsung sekitar umur 13 tahun sampai umur 18 tahun, yaitu masa anak duduk di bangku sekolah menengah. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja itu sendiri maupun bagi keluarga, atau lingkungannya (Ali, 2004).
Menurut Calon (dalam Monks, 2001), masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan, karena remaja belum memperoleh status orang dewasa, tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13/14 tahun sampai 16/17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16/17 tahun sampai 18, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 1999).
Berdasarkan pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dimana remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak- anak. Masa remaja dimulai dari usia 13 tahun sampai dengan 18 tahun.
Havighurst (dalam Dacey & Kenny, 1997) mengemukakan 9 (sembilan) tugas perkembangan pada tahapan remaja, yaitu:
1. Menerima perubahan fisik dan menerima peran secara maskulin dan feminim
2. Membentuk hubungan sebaya dengan laki-laki ataupun perempuan.
3. Mencapai kebebasan secara emosional dari orangtua.
4. Mulai mempersiapkan diri untuk kebebasan secara ekonomi dari orangtua
5. Menyeleksi dan mempersiapkan diri dengan sebuah pekerjaan
6. Membangun kemampuan sosial dengan serta kompetensi.
7. Memiliki keinginan untuk bertanggungjawab secara sosial
8. Mempersiapkan diri akan pernikahan dan kehidupan keluarga
9. Membangun kesadaran yang harmonis dengan lingkungan. Pencapaian tugas perkembangan tidak terlepas juga dari pencapain indentitas diri secara psikososial . Menurut Erickson (dalam Dacey and Kenny, 1997) masa remaja merupakan masa kritis dalam pencapaian identitas diri. Bila seorang remaja mencapai identitas diri , seorang remaja akan memiliki gambaran- gambaran diri yang dapat disesuaikan dengan orang lain. Erickson menambahkan idealnya seorang remaja yang mencapai identitas diri pada usia 12 sampai 18 tahun merupakan sosok yang tidak memiliki internal konflik dalam diri mereka.
D. Hubungan antara Perilaku konsumtif dan Konformitas pada Remaja
Menurut Sumartono (2002), definisi konsep perilaku konsumtif amatlah variatif, tetapi pada intinya muara dari pengertian perilaku konsumtif adalah Menurut Sumartono (2002), definisi konsep perilaku konsumtif amatlah variatif, tetapi pada intinya muara dari pengertian perilaku konsumtif adalah
Sumartono (2002) menambahkan bahwa perilaku konsumtif begitu dominan dikalangan remaja. Hal tersebut dikarenakan secara psikologis, remaja masih berada dalam proses pembentukan jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar. Adapun yang menjadi indikator perilaku konsumtif yaitu membeli produk karena iming-iming hadiah, membeli produk karena kemasannya menarik, membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi, membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaanya), membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status, memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi, mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda). Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah faktor eksternal. Faktor eksternal meliputi kebudayaan, keluarga, dan kelompok referensi. Dalam hal ini, bahwa remaja yang memiliki hubungan sosial dengan peergroup-nya atau kelompok teman sebaya, merupakan bentuk kelompok referensi (Dacey dan Kenny, 1997). Remaja yang berada di bawah tekanan sebaya cenderung untuk konform (conform), untuk menilai, meyakini atau bertindak sesuai dengan penilaian, keyakinan atau tindakan kelompok teman sebayanya (Santrock, 1998). Menurut Asch (dalam Sarwono 1993) Perubahan perilaku seseorang dengan mengikuti tekanan-tekanan dari kelompok ini dikenal dengan istilah konformitas. Menurut Myers (2005) Konformitas adalah perubahan perilaku ataupun keyakinan agar sama dengan dengan orang lain. Menurut Myers (2005) terdapat Sumartono (2002) menambahkan bahwa perilaku konsumtif begitu dominan dikalangan remaja. Hal tersebut dikarenakan secara psikologis, remaja masih berada dalam proses pembentukan jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar. Adapun yang menjadi indikator perilaku konsumtif yaitu membeli produk karena iming-iming hadiah, membeli produk karena kemasannya menarik, membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi, membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaanya), membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status, memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi, mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda). Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah faktor eksternal. Faktor eksternal meliputi kebudayaan, keluarga, dan kelompok referensi. Dalam hal ini, bahwa remaja yang memiliki hubungan sosial dengan peergroup-nya atau kelompok teman sebaya, merupakan bentuk kelompok referensi (Dacey dan Kenny, 1997). Remaja yang berada di bawah tekanan sebaya cenderung untuk konform (conform), untuk menilai, meyakini atau bertindak sesuai dengan penilaian, keyakinan atau tindakan kelompok teman sebayanya (Santrock, 1998). Menurut Asch (dalam Sarwono 1993) Perubahan perilaku seseorang dengan mengikuti tekanan-tekanan dari kelompok ini dikenal dengan istilah konformitas. Menurut Myers (2005) Konformitas adalah perubahan perilaku ataupun keyakinan agar sama dengan dengan orang lain. Menurut Myers (2005) terdapat
Menurut William (1985) konformitas merupakan salah satu faktor kelompok sosial yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan perilaku konsumsi. Pernyataan ini diperkuat oleh Roberston, Zielinski dan Ward (1987) bahwa konformitas dapat memberikan pengaruh pada pengambilan keputusan dalam melakukan perilaku konsumen. Sejalan dengan itu Spangenberg, Sprott, Grohmann, and Smith (dalam Rusich, 2008), yang mengatakan bahwa disaat seseorang menyatakan ataupun telah melakukan pembelian produk, mengkonsumsi atau memakai produk tersebut, dikarenakan adanya pengaruh dari kelompok , maka disaat itu juga dapat dikatakan bahwa konfotmitas memberikan peran penting pada pemakaian ataupun konsumsi produk.
Dari uraian yang dikemukakan sebelumnya dapat dilihat bila remaja semakin konform pada kelompok sosialnya dalam hal ini kelompok teman sebayanya, Dari uraian yang dikemukakan sebelumnya dapat dilihat bila remaja semakin konform pada kelompok sosialnya dalam hal ini kelompok teman sebayanya,
E. Hipotesa Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa yang diajukan sebagai jawaban sementara dalam penelitian ini adalah:
1. ”Terdapat hubungan antara perilaku konsumtif dengan konformitas yang didasarkan pada pengaruh normatif, pada remaja”.
2. ”Terdapat hubungan antara perilaku konsumtif dengan konformitas yang didasarkan pada pengaruh informasional, pada remaja”.
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian, defenisi operasional, subjek penelitian, prosedur penelitian, dan metode penelitian (Hadi, 2000).
Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kuantitatif bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif pada remaja.
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini ada 3 (tiga) yaitu adalah Perilaku konsumtif, konformitas yang didasarkan pada pengaruh normatif dan konformitas yang didasarkan pada pengaruh informatif.
B. Defenisi Operasional Vaiabel Penelitian
1. Perilaku Konsumtif
Perilaku konsumtif adalah suatu tindakan ataupun perilaku yang dilakukan individu untuk membeli produk atas pertimbangan dasar manfaat atau kegunaannya, mencoba lebih dari dua produk yang berbeda merek, membeli produk menjaga penampilan diri dan gengsi ataupun membeli produk karena kemasannya menarik dan membeli produk karena hadiah yang disertakan dalam produk tersebut.
Perilaku konsumtif diukur berdasarkan indikator perilaku yang dikemukakkan oleh Sumartono (2002). Adapun yang menjadi indikator perilaku konsumtif yaitu memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan Perilaku konsumtif diukur berdasarkan indikator perilaku yang dikemukakkan oleh Sumartono (2002). Adapun yang menjadi indikator perilaku konsumtif yaitu memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan
2. Konformitas
Konformitas merupakan perilaku individu dengan mengadaptasi, meniru atau mengikuti perilaku kelompok, bertindak sesuai dengan standar ataupun harapan yang dibentuk kelompok agar individu dapat diterima di dalam kelompok tersebut yang dilakukan karena tekanan kelompok secara nyata ataupun hanya merupakan persepsi individu akan keberadaan tekanan kelompok.
Konformitas diukur dengan menggunakan skala konformitas yang disusun sesuai dengan dasar pembentuk konformitas yang dikemukakan oleh Myers (2005) yaitu: pengaruh normatif dan pengaruh informasional.
1. Pengaruh normatif, artinya penyesuaian diri dengan keinginan atau harapan orang lain untuk mendapatkan penerimaan. Pengaruh ini dioperasionalisasi sebagai berikut: 1. Pengaruh normatif, artinya penyesuaian diri dengan keinginan atau harapan orang lain untuk mendapatkan penerimaan. Pengaruh ini dioperasionalisasi sebagai berikut:
b. Individu berusaha untuk memenuhi standar ataupun norma yang berlaku dalam kelompok. Adapun standar ini ditetapkan bersama oleh kelompok untuk dilakukan oleh seluruh anggotanya. Pelanggaran pada standar ini, berakibat pada pengasingan anggota kelompok.
2. Pengaruh informatif, artinya adanya penyesuaian individu ataupun keiginan individu untuk memiliki pemikiran yang sama sebagai akibat dari adanya pengaruh menerima pendapat maupun asumsi pemikiran kelompok, untuk mendapat pandangan yang akurat sehingga mengurangi ketidakpastian. Pengaruh ini dioperasionalisasi sebagai berikut:
a. Individu cenderung untuk menerima pendapat, ide, sesuai dengan keinginan dari kelompok. Individu mengikuti apa yang menjadi pemikiran kelompok.
b. Individu dalam memberikan pendapat , pandangan ataupun penilaian terhadap suatu objek, selalu meminta pendapat lain dari kelompok. Individu cenderung memverifikasi pendapat yang dimilikinya, dikarenakan keyakinan individu akan informasi yang dimiliki oleh kelompok lebih banyak dan akurat terhadap suatu objek.
Konformitas dapat dilihat dari skor nilai yang diperoleh dari skala tersebut. Jika semakin tinggi skor total yang diperoleh dalam skala konformitas maka semakin tinggi konformitas individu dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh individu maka akan semakin rendah pula konformitas individu tersebut.
Konformitas pada penelitian ini akan dinilai secara skor terpisah. Pertama yaitu, Konformitas dengan dasar pengaruh normatif dan yang kedua yaitu, konformitas dengan pengaruh informatif (informasional).
C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan individu yang akan diselidiki dan mempunyai minimal satu sifat yang sama atau ciri–ciri yang sama (Hadi, 2000).
Karakteristik populasi dari penelitian ini adalah:
1. Berusia 13-18 tahun
2. Bertempat tinggal di kota Medan
2. Metode Pengambilan Sampel
Metode maupun teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi (Hadi, 2000). Pemilihan subjek sebagai sampel penelitian ini dilakukan dengan teknik “Incidental sampling”, yaitu peneliti mengambil individu sebagai sampel atas dasar ”kebetulan” yang disesuaikan dengan karakteristik populasi.
3. Jumlah Sampel Penelitian
Peneliti merencanakan jumlah subjek berkisar 130 orang remaja. Jumlah ini peneliti tentukan mengingat kekuatan tes statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Hadi (2000) menyatakan tidak ada angka ketetapan yang mutlak berapa persen suatu sampel harus diambil dari populasi. Sehingga jumlah total sampel yang direncanakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 120 orang.
D. Instrumen/ Alat Ukur yang digunakan
Metode penelitian hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2000). Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala psikologi. Skala psikologi merupakan suatu alat yang digunakan dalam suatu penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga calon responden hanya tinggal memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia. Metode skala berdasarkan self report atau setidak- tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan pribadi tentang diri.