Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap O

KINERJA PEGAWAI

Dr. ABDUL RAZAK, SE. M.S

Dosen Magister Manajemen NIDN : 0010116902

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) ENAM ENAM KENDARI TAHUN 2016

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis: 1) Pengaruh kecerdasan emosional terhadap organization citizen behavior. 2) Pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja pegawai. 3) Pengaruh organization citizen behavior terhadap kinerja pegawai. Rancangan penelitian ini adalah penelitian asosiatif (sebab akibat). Adapun obyek penelitian ini adalah organizational citizen behavior dan kinerja pegawai pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara. Sampel penelitian ini sebanyak 68 pegawai Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara yang dipilih dengan cara stratified random sampling (acak berkelompok) berdasarkan tingkat pendidikan. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif dan analisis Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) Kecerdasan emosional berpengaruh positif signifikan terhadap organization citizen behavior 2) Kecerdasan emosional berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai. 3) Organization citizen behavior berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kinerja pegawai.

Kata kunci: Kecerdasan Emosional, Organization Citizen Behavior, Kinerja Pegawai.

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya manusia merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan organisasi dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas diperlukan individu yang senantiasa berdedikasi tinggi dan profesional yang mampu memberikan sumbangan berarti bagi organisasi. Di dalam melaksanakan tugas pokok, tanggungjawab, wewenang dalam bidang kegiatannya, sumberdaya manusia dari level atasan sampai pada para pegawai tingkat bawah, memerlukan faktor-faktor pendukung dalam meningkatkan kinerja.

Kinerja pegawai merupakan hasil kerja yang dicapai pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Kinerja pegawai dapat diamati dari aspek prestasi kerja, keahlian, perilaku dan kepemimpinan. Prestasi kerja adalah penilaian pimpinan terhadap hasil kerja pegawai baik secara kualitas maupun kuantitas. Selanjutnya, keahlian adalah penilaian pimpinan terhadap kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Sedangkan perilaku adalah adalah sikap dan tingkah laku yang melekat pada diri pegawai dan dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Kemudian untuk kepemimpinan adalah perilaku pegawai dalam mengarahkan dirinya sendiri termasuk berkoordinasi dengan sesama rekan kerja.

Kinerja pegawai dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah organizational citizen behavior (Castro, Barroso, Armario dan Ruiz, 2004). Organization Citizen Behavior adalah perilaku bermanfaat yang dilakukan oleh pegawai, secara bebas dari ketentuan atau kewajibannya dengan tujuan untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan organisasi (Garg dan Rastogi, 2011:530).

Kinerja itu sendiri ditentukan oleh kecerdasan emosional. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Goleman (2013:93) bahwa kecerdasan emosional merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup.

Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara adalah salah satu instansi yang didalamnya terdapat pegawai. Berdasarkan hasil pra penelitian yang penulis lakukan, didapatkan informasi bahwa kinerja pegawai pada instansi tersebut belum tercapai secara optimal. Hal ini dapat di ketahui melalui aspek prestasi kerja, keahlian, perilaku individu dan kepemimpinan. Pada aspek prestasi kerja, masih terdapat pegawai yang hasil kerjanya belum sepenuhnya sesuai dengan kualitas yang diharapkan pimpinan. Pada aspek keahlian, masih terdapat pegawai yang belum sepenuhnya dapat bekerjasama dengan baik dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada aspek perilaku individu, masih terdapat pegawai yang belum sepenuhnya disiplin dengan jam kerja yang telah ditetapkan, baik pada saat masuk kerja, sementara jam kerja berlangsung maupun kedisiplinan mentaati jam pulang kerja. Sedangkan dari aspek kepemimpinan, masih ada pegawai yang belum sepenuhnya mampu berkoordinasi dengan sesama rekan kerjanya.

Kondisi tersebut merupakan fakta empirik yang telah terjadi dan ada kaitannya dengan kecerdasan emosional maupun organization citizen behavior pegawai yang bersangkutan. Hal ini diperkuat dengan beberapa hasil riset sebelumnya yaitu yang dilakukan oleh Hassan Jorfi, et al. (2010) bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Kiruja EK dan Elegwa Mukuru (2013) serta Masood Asim (2013) bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Juga penelitian yang dilakukan oleh Khazaei et al. (2011) dan Aamir Ali Chughtai (2008) bahwa organization citizen behavior berpengaruh terhadap kinerja.

Namun demikian, penelitian yang dilakukan oleh Khurram Shahzad et al. (2010) menemukan bahwa indikator kecerdasan emosional berupa self awareness dan self management tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Demikian pula motivasi kerja berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja (Keumala Hayati, 2012). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Puput Tri Komalasri et al. (2009) menemukan bahwa organization citizen behavior juga berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja. Disamping itu, hasil penelitian Changquan Jiao et al. (2011) dan Angela T. Hall et al. (2009) menemukan bahwa organization citizen behavior dapat dijadikan sebagai variabel mediasi.

Sehubungan dengan adanya gap fenomena dan dukungan penelitian empiris tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Motivasi Terhadap Organization Citizen Behavior dan Kinerja Pegawai Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap organization citizen behavior pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara?

2. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara?

3. Apakah organization citizen behavior berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis:

1. Pengaruh kecerdasan emosional terhadap organization citizen behavior pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara.

2. Pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja pegawai pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara.

3. Pengaruh organization citizen behavior terhadap kinerja pegawai pada Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini adalah memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu manajemen khususnya Manajemen Sumberdaya Manusia.

1.4.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut:

1. Bagi Kepala Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan untuk meningkatkan organization citizen behavior dan kinerja pegawai.

2. Bagi pegawai Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara kiranya dapat meningkatkan organization citizen behavior dan kinerjanya dimasa yang akan datang.

3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dijadikan sebagai salah satu bahan referensi dalam melakukan penelitian yang ada kaitannya dengan pengaruh kecerdasan emosional dan motivasi terhadap organization citizen behavior dan kinerja pegawai

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah pengaruh kecerdasan emosional dan motivasi terhadap organization citizen behavior dan kinerja pegawai Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara. Kecerdasan emosional diamati dari indikator: kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial, dan keterampilan sosial. Organization citizen behavior diamati dari indikator: altruism (membantu Ruang lingkup penelitian ini adalah pengaruh kecerdasan emosional dan motivasi terhadap organization citizen behavior dan kinerja pegawai Dinas Perhubungan Kominfo Provinsi Sulawesi Tenggara. Kecerdasan emosional diamati dari indikator: kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial, dan keterampilan sosial. Organization citizen behavior diamati dari indikator: altruism (membantu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Empiris

Penelitian terdahulu yang dianggap relevan dan dijadikan sebagai pembanding terhadap penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh : David L. Turnipseed and Elizabeth A. VandeWaa (2012) dengan judul: Relationship Between Emotional Intelligence and Organizational Citizenship Behavior . Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap organizational citizenship behavior . Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang kecerdasan emosional dan organizational citizenship behavior . Perbedaannya terletak pada indikator yang digunakan dalam mengamati kecerdasan emosional, dimana David and Elizabeth menggunakan indikator perception, using emotion, understanding emotion dan management of emotion . Sedangkan penelitian ini menggunakan indikator kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial dan keterampilan sosial.

Tofighi M et al. (2015) dengan judul: Relationship Between Emotional Intelligence and Organizational Citizenship Behavior in Critical and Emergency Nurses in South East of Iran . Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh tidak signifikan terhadap organizational citizenship behavior. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang kecerdasan emosional dan organizational citizenship behavior. Perbedaannya terletak pada indikator yang digunakan dalam mengamati kecerdasan emosional, dimana Tofighi et al. menggunakan indikator self-awareness, self-management, social awareness and relationship management . Sedangkan penelitian ini menggunakan indikator kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial dan keterampilan sosial.

Hassan Jorfi, et al. (2010) dengan judul: Impact of Emotional Intelligence on Performance of Employees . Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kinerja. Persamaan penelitian tersebut dengan 9 penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja. Perbedaannya terletak pada indikator yang digunakan dalam mengamati kecerdasan emosional, dimana Hassan Jorfi, et al. menggunakan indikator intrapersonal, interpersonal, adaptability, stress management dan general mood. Sedangkan penelitian ini menggunakan indikator kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial dan keterampilan sosial.

Khurram Shahzad et al. (2010) dengan judul: Impact of Emotional Intelligence (EI) on employee’s performance in telecom sector of Pakistan . Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional diamati dari 4 indikator yaitu self Khurram Shahzad et al. (2010) dengan judul: Impact of Emotional Intelligence (EI) on employee’s performance in telecom sector of Pakistan . Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional diamati dari 4 indikator yaitu self

Muhammad Akmal Ibrahim dan Aslinda (2014) dengan judul: The Effect of Motivation on Organizational Citizenship Behavior (OCB) at Telkom Indonesia in Makassar . Hasil penelitian menyimpulkan bahwa motivasi berpengaruh terhadap organizational citizenship behavior . Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang motivasi dan organizational citizenship behavior . Perbedaannya terletak pada indikator yang digunakan dalam mengamati motivasi dimana Muhammad dan Aslinda menggunakan indikator motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Sedangkan penelitian ini menggunakan indikator motif, harapan dan insentif.

John E. Barbuto JR. and Joana S. P. Story (2011) dengan judul: Work Motivation and Organizational Citizenship Behaviors: A Field Study . Hasil penelitian menyimpulkan bahwa motivasi yang diproksi dari individuals’ self-concept internal motivations berpengaruh signifikan positif terhadap organizational citizenship behavior . Namun motivasi yang diproksi dari instrumental and self-concept external motivations berpengaruh signifikan negatif terhadap organizational citizenship behavior . Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang motivasi dan organizational citizenship behavior. Perbedaannya terletak pada indikator yang digunakan dalam mengamati motivasi dimana John and Joana menggunakan indikator intrinsic process, instrumental, self-concept external, self-concept internal, and goal internalization . Sedangkan penelitian ini menggunakan indikator motif, harapan dan insentif.

Khazaei et al. (2011) dengan judul: Relationship Between Organizational Citizenship Behavior and Performance of School Teachers in West of Mazandaran Province . Hasil penelitian menyimpulkan bahwa organizational citizenship behaviour berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang organizational citizenship behavior dan kinerja. Perbedaannya terletak pada indikator yang digunakan dalam mengamati kinerja, dimana Khazaei et al. menggunakan performance job behaviors, development dan personal initiative, sedangkan penelitian ini menggunakan indikator prestasi kerja, keahlian, perilaku individu dan kepemimpinan.

Aamir Ali Chughtai (2008) dengan judul: Impact of Job Involvement on In-Role Job Performance and Organizational Citizenship Behaviour . Hasil penelitian menyimpulkan bahwa organizational citizenship behaviour berpengaruh terhadap kinerja. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang organizational citizenship behavior dan kinerja. Perbedaannya terletak pada indikator yang digunakan dalam mengamati kinerja, dimana Aamir Ali Chughtai menggunakan indikator teaching ability, interpersonal skills, communication skills, student advisement and consultation dan personal initiative, sedangkan penelitian ini menggunakan indikator prestasi kerja, keahlian, perilaku individu dan kepemimpinan. Lebih jelasnya dibuatkan mapping riset pada lampiran 1.

2.2. Kajian Teori

2.2.1. Konsep Kecerdasan Emosional

a. Pengertian Kecerdasan Emosional

Banyak contoh di sekitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki kecerdasan otak saja, memiliki gelar tinggi, belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali justru yang berpendidikan formal lebih rendah, banyak yang ternyata mampu berhasil. Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (intelligence of quetion), padahal diperlukan pula bagaimana mengembangkan kecerdasan emosi seperti: ketangguhan, inisiatif, optimisme, kemampuan beradaptasi. Saat ini begitu banyak orang berpendidikan yang tampak begitu menjanjikan, mengalami kemandekan dalam kariernya. Lebih buruk lagi, mereka tersingkir akibat rendahnya kecerdasan emosi (Ginanjar, 2010:39).

Satu hal yang terjadi di Amerika Serikat tentang kecerdasan emosi. Menurut survei nasional di Negara mereka itu, apa yang diinginkan oleh para pemberi kerja adalah: keterampilan teknik yang (menurut mereka lagi) sebagai hal yang tidak seberapa penting bila dibandingkan kemampuan adaptasi (belajar) dalam pekerjaan yang bersangkutan. Di antaranya: kemampuan mendengar dan berkomunikasi secara lisan, adaptasi, kreativitas, ketahanan mental terhadap kegagalan, kepercayaan diri, motivasi, kerjasama tim serta keinginan memberi kontribusi terhadap perusahaan. Saya tambahkan pula pendapat seorang praktisi kaliber internasional, Linda Keegan, salah seorang Vice President untuk pengembangan eksekutif Citibank di salah satu negara Eropa, mengatakan bahwa kecerdasan emosi (emotional quetion) harus menjadi dasar dalam setiap pelatihan manajemen (Ginanjar, 2010:39).

Kemampuan akademik, nilai rapor, predikat kelulusan pendidikan tinggi tidak bisa menjadi tolok ukur seberapa baik kinerja seseorang dalam pekerjaannya atau seberapa tinggi sukses yang mampu dicapai. Menurut makalah MeCleland tahun 1973 berjudul “Testing for competence rather than intelligence” dijelaskan tentang: “Seperangkat kecakapan khusus seperti: empati; disiplin diri; dan inisiatif; akan Kemampuan akademik, nilai rapor, predikat kelulusan pendidikan tinggi tidak bisa menjadi tolok ukur seberapa baik kinerja seseorang dalam pekerjaannya atau seberapa tinggi sukses yang mampu dicapai. Menurut makalah MeCleland tahun 1973 berjudul “Testing for competence rather than intelligence” dijelaskan tentang: “Seperangkat kecakapan khusus seperti: empati; disiplin diri; dan inisiatif; akan

Saat ini perusahaan-perusahaan raksasa dunia telah banyak menyadari hal ini. Mereka menyimpulkan bahwa inti kemampuan pribadi dan sosial yang merupakan kunci utama keberhasilan seseorang sesungguhnya adalah kecerdasan emosi. Hal tersebut senada seperti yang dikatakan oleh Daniel Goleman bahwa social awareness adalah pemicu awal gerakan berikutnya seperti social sklills, self management, dan kemudian self awareness di sequence terakhir. Yang menjadi masalah hanya: apakah anda jujur pada diri anda sendiri? Seberapa cermat anda merasakan perasaan terdalam pada diri anda? Seringkah anda tidak mempedulikannya? Menurut hadis yang diriwayatkan oleh H.R. Muslim, Nabi Muhammad menyatakan: “Dosa membuat hati menjadi gelisah.” Sederhananya EQ adalah kemampuan untuk merasa. Kunci kecerdasan emosi anda adalah pada kejujuran suara hati anda. Suara hati itulah yang harusnya dijadikan pusat prinsip yang mampu memberi rasa aman, pedoman, kekuatan serta kebijaksanaan Menurut Covey, “Di sinilah anda berusaha dengan visi dan nilai anda. Di sinilah anda gunakan anugerah anda-kesadaran diri (self awareness) untuk memeriksa peta diri anda, dan jika anda menghargai prinsip yang benar, maka paradikma anda sesungguhnya berdasarkan pada prinsip dan kenyataan di mana suara hati berperan sebagai kompasnya.” Namun bagaimana cara untuk memperoleh dan mengenal suara hati sejati itu? (Ginanjar, 2010:42).

Istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence), pertama kali dikemukakan oleh John Mayer dari Universitas New Hampshire dan Peter Salovay dari Universitas Yale pada tahun 2005, menjelaskan bahwa kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan maknanya dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual (Ginanjar, 2010:43).

Emotional intellegence mulai populer ketika muncul karya Daniel Goleman tahun 2008 dalam bukunya yang berjudul “Working with Emotional Intellegence”. Goleman menjelaskan bahwa emotional intelligence adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Ginanjar, 2010:43).

Menurut Cooper dan Sawaf (2012:89) organisasi berada di tengah-tengah revolusi bisnis. Dengan sengaja tanpa perdebatan mengarah ke perubahan dari kecerdasan intelektual (IQ) kecerdasan emosi (EI). Nilai ekonomis dari kecerdasan/intelligen emosional telah tersebut secara ekstensif dalam penelitian perilaku keorganisasian masa kini. Kecerdasan emosional sangat penting dalam organisasi karena, “dari perspektif pekerjaan, perasaan akan mengarahkan kepada mereka untuk memudahkan atau mempersulit pencapaian tujuan.

Reuven Bar-On (2010:78) menyebut serangkai kemampuan, kompetensi, dan kecakapan non-kognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil Reuven Bar-On (2010:78) menyebut serangkai kemampuan, kompetensi, dan kecakapan non-kognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil

Dann (2012:92) mengungkapkan bahwa emosi-emosi memliki potensi menyatukan dan mengakrabkan seseorang agar mampu mengembangkan hubungan yang harmonis satu sama lain dan membentuk ikatan-ikatan hubungan sosial. Dan bahwa sesungguhnya emotional intelligence merupakan suatu kecerdasan yang bias diukur dengan handal dan obyektif; bahwa emosi-emosi bisa membantu kognisi seseorang dan bahwa berpikir bisa membantu emosi-emosi.

Mayer dan Salovey (2015:111) menyatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan gabungan dari emosi-emosi dan kecerdasan. Menurut pandangan ini, emosi-emosi dan pikiran berjalan secara beriringan: emosi-emosi membantu pikiran dan pikiran bisa digunakan untuk membedah emosi-emosi. Jadi emotional intelligence merupakan kemampuan dalam menggunakan emosi-emosi diri sendiri untuk membantu memecahkan masalah-masalah dan menjalani kehidupan secara lebih efektif.

Stein dan Book (2010:124) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional dapat membantu seseorang menjadi lebih peduli pada emosinya sendiri, menjadi lebih positif tentang diri mereka sendiri, bergaul lebih baik dengan orang lain, lebih handal mengatasi masalah, lebih tahan terhadap stress, tidak terlalu impulsive dan dapat lebih menikmati hidup.

Patton (2013:96) menyatakan bahwa orang yang kecerdasan emosionalnya tinggi cenderung akan mengalami kesuksesan di tempat kerjanya. Sedangkan mengenai kecerdasan emosi sendiri, Patton mendefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif dalam mencapai suatu tujuan. Menurut Albin (2014:83), emosi adalah perasaan tertentu yang dialami seseorang dan berpengaruh terhadap kehidupan karena itu orang tidak akan pernah lepas dari emosi.

Komponen-komponen dasar kecerdasan emosional : Kerangka kerja kecakapan atau kecerdasan emosi yang disampaikan oleh Patton (2013:103), bahwa keterampilan komunikasi kecerdasan emosional berarti:

a. Menggunakan emosi untuk memberikan kedalaman dan kekayaan terhadap diri sebagai seorang pribadi dan membawa kehidupan diri pada tindakan;

b. Mengatur diri sendiri untuk dapat bertindak sesuai dengan pesan yang disampaikan;

c. Mengetahui cara membaca emosi orang lain untuk memperlancar alur komunikasi;

d. Menyeimbangkan apa yang anda rasakan dengan yang anda lakukan, sehingga keduanya saling melengkapi; d. Menyeimbangkan apa yang anda rasakan dengan yang anda lakukan, sehingga keduanya saling melengkapi;

f. Memahami perasaan orang lain dan melihat orang lain berdasarkan perspektif mereka sebelum melakukan tindakan. Reuven Bar-On (2010:111) merangkum kecerdasan emosional dengan membagi EQ ke dalam lima area atau ranah yang menyeluruh dan 5 sub bagian atau skala.

a. Ranah Intrapribadi, terkait dengan kemampuan untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri yang melingkupi: kesadaran diri sendiri emosional; sikap asertif, kemandirian, penghargaan diri, aktualisasi diri.

b. Ranah Antarpribadi, berkaitan dengan “keterampilan bergaul” yang dimiliki seseorang, kemampuan seseorang dalam berinteraksi dan bergaul baik dengan orang lain. Wilayah ini terdiri atas tiga skala: empati, tanggung jawab social, hubungan antar pribadi.

c. Ranah penyesuaian diri, berkaitan dengan kemampuan untuk bersikap lentur dan realistis, dan untuk memecahkan aneka masalah yang muncul. Ketiga skalanya adalah: pemecahan masalah, Uji realitas, serta sikap fleksibel.

d. Ranah penenangan stress, terkait dengan kemampuan untuk tahan menghadapi stress dan mengendalikan impuls. Kedua skalanya adalah: ketahanan menanggung stress, pengendalian impuls.

e. Ranah suasana hati umum, berkaitan dengan kebahagiaan dan optimisme. Covey (2010:126), mengartikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan seseorang untuk memantau perasaan dan emosi, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Selanjutnya Covey menyebutkan ada lima komponen utama kecerdasan emosional yang telah umum diterima yaitu: (1) kesadaran diri yakni kemampuan untuk merefleksikan kehidupan diri sendiri, menumbuhkan pengetahuan mengenai diri sendiri, menggunakan pengetahuan tersebut untuk memperbaiki diri, serta untuk mengatasi kelemahan. (2) motivasi pribadi yakni berkaitan dengan apa yang menjadi pemicu semangat seseorang, visi, nilai-nilai, tujuan, harapanm hasrat dan gairah yang menjadi prioritas-prioritas mereka. (3) pengaturan diri atau kemampuan untuk mengelola diri sendiri agar mampu mencapai visi dan nilai-nilai pribadi. (4) empati, kemampuan untuk memahami cara orang lain melihat dan merasakan berbagai hal. (5) kemampuan sosial dan komunikasi, yakni yang berkaitan dengan bagaimana cara mengatasi perbedaan, memecahkan masalah, menghasilkan solusi-solusi kreatif dan berinteraksi secara optimal untuk mengejar tujuan-tujuan bersama.

Berbeda dengan Boyatzis (2010:78), mengemukakan bahwa pemikiran tentang dimensi-dimensi kecerdasan emosi serta kompetensi-kompetensi penyertanya, telah berevolusi dan diperbaiki serta menganalisis data-data baru. Model kecerdasan emosi sebelumnya akan melihat beberapa perubahan. Jika sebelumnya belum memunculkan lima sisi kecerdasan emosi, sekarang telah disederhanakan menjadi empat model domain, yaitu, kesadaran diri sendiri, pengaturan diri, empati dan pengaturan relasi.

Berdasarkan uraian tentang kecerdasan emosional maka dalam penelitian ini disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan pegawai mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

b. Indikator Kecerdasan Emosional

Goleman (2013:79) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional dapat diamati melalui indikator kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial, serta keterampilan sosial, lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:

1. Kesadaran diri (Self awareness) Kesadaran diri adalah mengamati diri dan mengenali perasaan-perasaan, menghimpun kosakata untuk perasaan, mengetahui hubungan antara pikiran, perasaan, dan reaksi:

a. Tingkat kemampuan menyadari keterkaitan antara perasaan, pikiran, perbuatan dan perkataan.

b. Tingkat kesadaran tentang kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya.

c. Tingkat kesadaran akan kemampuan diri sendiri.

2. Pengaturan diri (Self regulation) Pengaturan diri adalah mengendalikan emosi oleh diri sendiri tetapi tidak hanya berarti meredam rasa tertekan atau menahan gejolak emosi; ini juga bisa berarti dengan sengaja menghayati suatu emosi termasuk yang tidak menyenangkan:

a. Tingkat kemampuan untuk menjaga agar emosi dan impuls yang tidak stabil tetap terkendali

b. Tingkat kemampuan dalam mewujudkan integritas dan sikap bertanggung jawab dalam mengelola diri sendiri

c. Tingkat tanggungjawab dalam melaksanakan tugas

d. Tingkat kemampuan dalam menyesuaikan diri di tempat kerja

e. Tingkat kemampuan dalam menciptakan hal yang baru

3. Kesadaran sosial (Social awareness) Kesadaran sosial adalah memahami perasaan orang lain dan menerima sudut pandang orang lain, serta menghargai pebedaan dalam cara bagaimana perasaan orang lain terhadap berbagai macam hal, lain peka terhadap perasaan orang lain serta lebih baik dalam mendengarkan orang lain:

a. Tingkat pemahaman terhadap pendapat orang lain

b. Tingkat pemenuhan akan pelayanan dan kebutuhan pasien

c. Tingkat frekuensi dalam menawarkan umpan balik yang bermanfaat

d. Tingkat kesediaan untuk hormat dan bergaul dengan orang lain

e. Tingkat loyalitas terhadap pimpinan

4. Keterampilan sosial (Social skills)

Keterampilan sosial adalah keterampilan menangani emosi orang lain:

a. Tingkat keterampilan dalam melakukan pendekatan

b. Tingkat kemampuan memimpin dalam menghadapi masalah-masalah sulit tanpa ditunda

c. Tingkat kemampuan memimpin melalui keteladanan

d. Tingkat kemampuan menjadi pelopor perubahan

e. Tingkat identifikasi dalam hal-hal yang berpotensi menjadi konflik

f. Tingkat kesediaan membangun dan memelihara persahabatan pribadi diantara sesama mitra kerja

g. Tingkat kesediaan mempromosikan iklim kerjasama untuk berpartisipasi aktif dan antusiasme Berdasarkan uraian tersebut maka kecerdasan emosional dapat diamati dari indikator kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial dan keterampilan sosial.

2.2.2. Konsep Organization Citizen Behavior (OCB)

a. Pengertian Organization Citizen Behavior

Organ (2011) merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB) ini untuk menggambarkan konsep perilaku tersebut. Adapun definisi yang diberikan terhadap OCB adalah perilaku bermanfaat yang dilakukan oleh pegawai, secara bebas dari ketentuan atau kewajibannya dengan tujuan untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan organisasi (Garg dan Rastogi, 2011:530).

Hal ini termasuk juga perilaku kerja yang melebihi standar yang ada serta di luar dari kewajiban tugas yang dibebankan kepada pegawai tersebut yang biasa disebut dengan istilah “going extra miles” atau melaksanakan tugasnya secara ekstra. OCB juga disamakan dengan istilah contextual performance, yang menggambarkan perilaku kerja di luar deskripsi jabatan yang ada, namun tetap sesuai dengan tujuan organisasi. Perilaku ini tidak dipersyaratkan bagi anggota organisasi, namun sangat dibutuhkan untuk kemajuan dan efektifitas organisasi (Landy dan Conte, 2014:170).

OCB juga diartikan sebagai minat terhadap organisasi, hal ini ditampilkan tidak hanya melalui pelaksanaan kewajiban mereka saja, tapi juga termasuk upaya untuk membantu rekan kerja, melindungi sumber daya organisasi serta melakukan segala upaya yang telah melampaui standar minimum yang harus dipenuhi seorang pegawai. Ketika seorang pegawai melakukan hal ini, organisasi tidak memberikan imbalan finansial tertentu buat mereka, akan tetapi perilaku ini menjadi rekomendasi bagi organisasi untuk melaksanakan kenaikan jabatan dan promosi buat pegawai tersebut. Oleh karena itu, OCB tidak dikaitkan langsung dengan reward tertentu seperti pemberian bonus atau semacamnya (Organ, 2011:139).

OCB menjadi semakin penting karena lingkungan organisasi yang semakin kompetitif sehingga menuntut fleksibilitas dari setiap pegawai agar mudah OCB menjadi semakin penting karena lingkungan organisasi yang semakin kompetitif sehingga menuntut fleksibilitas dari setiap pegawai agar mudah

Berdasarkan uraian definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan:

1. Perilaku yang bersifat sukarela dan dipilih sendiri oleh pegawai dan bukan suatu paksaan atau keharusan yang diwajibkan oleh organisasi untuk kepentingan organisasi itu sendiri.

2. Perilaku di luar deskripsi jabatan yang menjadi kewajiban pegawai dan dapat meningkatkan efektifitas organisasi.

3. Pelaksanaan OCB tidak terkait dengan reward secara langsung oleh organisasi, namun menjadi bahan pertimbangan dalam promosi. Ada beberapa faktor yang melandasi seorang pegawai melakukan OCB, diantaranya :

1. Kepuasan Kerja Seorang pegawai yang merasa puas terhadap pekerjaan serta komitmennya kepada organisasi tempatnya bekerja akan cenderung menunjukkan performa kerja yang lebih baik dibandingkan pegawai yang merasa tidak puas terhadap pekerjaan dan organisasinya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada korelasi yang negatif antara OCB dengan perilaku counterproductive pegawai (Robbins dan Judge, 2012:40).

OCB hanya dapat dicapai jika didukung oleh faktor dalam organisasi memungkinkan hal itu, dimana yang paling utama adalah adanya kepuasan kerja yang dirasakan oleh pegawai selama bekerja dalam organisasi. Dennis Organ sebagai tokoh penting yang mengemukakan OCB, menyatakan bahwa pegawai yang merasa puas akan membalas kenyamanan bekerja yang dirasakannya kepada organisasi yang telah memperlakukan dirinya dengan baik dan memenuhi kebutuhannya selama ini dengan cara melaksanakan tugasnya secara ekstra melebihi standar yang ada. Hal ini ditunjukkan dengan kesediaan pegawai dalam berbagai bentuk perilaku OCB secara sukarela demi kemajuan organisasinya (George dan Jones, 2012:95).

2. Keadilan Pegawai harus merasa diperlakukan secara adil oleh organisasi baru ia akan menunjukkan perilaku OCB. Hal ini termasuk juga bahwa pegawai dapat merasakan prosedur kerja dan hasil kerja yang diperolehnya adalah sesuatu yang adil. Sejumlah studi juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara keadilan dengan OCB. Tampaknya keadilan procedural berpengaruh pada pegawai, yaitu mempengaruhi dukungan organisasi yang mereka rasakan dan selanjutnya mendorong mereka untuk membalas dengan OCB, yakni melakukan tugas di luar persyaratan kerja tertentu (Luthans, 2011:251).

3. Motivasi Intrinsik OCB muncul sebagai perwujudan dari motivasi intrinsik yang ada dalam diri seseorang, misalnya kepribadian serta minat tertentu. Lebih lanjut, motivasi didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Dengan demikian, motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar.

Robbins (2011:162) mengatakan bahwa teori kebutuhan McClelland terfokus pada tiga kebutuhan yaitu :

a. Kebutuhan akan prestasi: Dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses.

b. Kebutuhan akan kekuasaan: Kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara yang orang-orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan berperilaku demikian.

c. Kebutuhan akan afiliasi: Hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.

4. Gaya Kepemimpinan Dukungan dan gaya kepemimpinan atasan sangat mempengaruhi munculnya OCB pada pegawai, hal ini dapat dipahami melalui proses modeling ataupun vicarious learning yang dilakukan oleh atasan yang kemudian menginspirasi para pegawai untuk melakukan juga OCB, sehingga atasan dapat menjadi agen model OCB. Namun hal ini harus didukung juga dengan kualitas interaksi yang baik antara atasan dan bawahannya. Dengan begitu, atasan akan berpandangan positif terhadap bawahan, sebaliknya bawahan pun akan merasa bahwa atasannya memberi dukungan dan motivasi sehingga mereka akan menunjukkan rasa hormat dan berusaha berbuat lebih bagi organisasinya (Gibson, 2013:110).

5. Iklim Organisasi Iklim organisasi didefinisikan sebagai pendapat pegawai terhadap keseluruhan lingkungan sosial dalam organisasinya yang dianggap mampu memberikan suasana mendukung bagi pegawai dalam melakukan pekerjaannya. Istilah ini juga digunakan untuk menggambarkan bagaimana sejumlah subsistem dalam organisasi berinteraksi dengan anggota organisasi serta lingkungan eksternalnya. Konsep iklim organisasi ini sering kali didasarkan pada persepsi individu (Novliadi, 2012:12).

6. Jenis Kelamin Studi terbaru menunjukkan bahwa ada pengaruh jenis kelamin terhadap kinerja OCB. Perilaku kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerja sama lebih menonjol dilakukan oleh wanita daripada pria. Oleh karena itu, 6. Jenis Kelamin Studi terbaru menunjukkan bahwa ada pengaruh jenis kelamin terhadap kinerja OCB. Perilaku kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerja sama lebih menonjol dilakukan oleh wanita daripada pria. Oleh karena itu,

7. Masa Kerja Pegawai yang telah lama bekerja di suatu organisasi akan memiliki keterikatan yang lebih mendalam, baik dengan organisasi maupun dengan rekan kerjanya sehingga individu memiliki orientasi kolektif dalam bekerja. Dengan kata lain, mereka akan lebih mengutamakan kepentingan bersama dibanding ambisi pribadinya sehingga mereka lebih cenderung bersedia menolong rekan kerjanya dan berbuat lebih terhadap pencapaian organisasi (Ivancevich dan Matteson, 2012:157).

Berdasarkan uraian tentang organization citizen behavior, maka dalam penelitian ini disimpulkan bahwa organization citizen behavior adalah perilaku responden yang secara tidak langsung dapat memberi konstribusi pada keefektifan dan keefisianan organisasi.

b. Indikator Organization Citizen Behavior

Organ (2011) mengemukakan bahwa organizational citizenship behavior dapat diukur dari 5 (lima) indikator, yaitu:

1. Altruism (membantu orang lain) yaitu mengutamakan kepentingan orang lain, misalnya dengan membantu rekan kerja dalam suatu tugas.

2. Conscientiousness (berhati-hati) berisi perilaku in-role yang memenuhi tingkat di atas standart minimum yang disyaratkan, seperti bekerja dengan teliti, kehadiran lebih awal, kepatuhan terhadap aturan, dan sebagainya.

3. Civic virtue (kualitas moral) yaitu keterlibatan atau partisipasi sukarela dan dukungan terhadap kehidupan politik (sejarah dan perkembangan) organisasi baik secara professional maupun social alamiah.

4. Sportmanship (sportif) yaitu mengindikasikan perilaku sportif, tidak senang protes, mempunyai perilaku yang baik, misalnya bekerja tanpa mengeluh.

5. Courtesy (kesopanan) adalah perilaku sopan santun, suka menghormati orang lain atau seperti meringankan problem-problem yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi bersama orang lain.

Berdasarkan uraian tentang indikator organization citizen behavior, maka dalam penelitian ini disimpulkan bahwa indikator organization citizen behavior adalah altruism (membantu orang lain), conscientiousness (berhati-hati), civic virtue (kualitas moral), sportmanship (sportif) dan courtesy (kesopanan).

2.2.3. Konsep Kinerja

a. Pengertian Kinerja

Kata kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, performance. Dalam bahasa Indonesia istilah kinerja diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang Kata kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, performance. Dalam bahasa Indonesia istilah kinerja diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang

Kinerja (performance) adalah kuantitas dan atau kualitas hasil kerja individu atau sekolompok didalam organisasi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang berpedoman pada norma,standar operasional prosedur, kriteria dan ukuran yang telah ditetapkan atau yang berlaku dalam organisasi.

Menurut Mangkunegara (2013: 67) “kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Sedangkan menurut Sulistiyani (2013: 223) “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”.

Hasibuan (20101:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Kinerja menurut Mc Clelland (2013) memiliki beberepa karakteristik antara lain: bertanggung-jawab dalam pemecahan masalah, menetapkan tujuan, ada umpan balik dan dapat diandalkan.

Berdasarkan definisi menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan kinerja adalah kemampuan prestasi kerja seseorang dalam melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab sebagai secara kuantitas dan kualitas merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

Pada dasarnya kinerja merupakan sesuatu hal bersifat individual, karena setiap pegawai memiliki tingkat kemampuan berbeda dalam mengerjakan tugasnya. Menurut Robbins (2013) berpendapat bahwa kinerja menghadirkan fungsi dan kemampuan (ability), motivasi (motivation) dan kesempatan (opportunity). Dengan demikian kinerja ditentukan atau dipengaruhi oleh faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kinerja bergantung pada kombinasi antara kemampuan, usaha dan kesempatan yang diperoleh.

Dharma (2010:1) mengemukakan bahwa kinerja atau prestasi kerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau produk jasa-jasa yang diberikan atau yang dihasilkan oleh seseorang atau sekelompok orang. Kata prestasi merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, performance. Dalam bahasa Indonesia istilah prestasi kerja diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam menghasilkan sesuatu.

Notoatmodjo (2012:23) mendefinisikan kinerja pegawai sebagai ukuran dalam suatu organisasi sampai sejauh mana kesetiaan pegawai terhadap pekerjaannya serta sampai seberapa besar penghargaan yang diberikan organisasi dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia. Sedangkan Mathis dan Jackson (2012 : 78) Notoatmodjo (2012:23) mendefinisikan kinerja pegawai sebagai ukuran dalam suatu organisasi sampai sejauh mana kesetiaan pegawai terhadap pekerjaannya serta sampai seberapa besar penghargaan yang diberikan organisasi dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia. Sedangkan Mathis dan Jackson (2012 : 78)

1. Kuantitas output

2. Kualitas output

3. Jangka waktu output.

4. Kehadiran ditempat kerja.

5. Sikap kooperatif Menurut Sentono (2010:268) kajian dari manfaat dan tujuan penelitian kinerja pegawai yaitu :

1. Manfaat penilaian kinerja pegawai Penilaian ini dilakukan secara objektif tepat dan didokumentasikan secara baik cenderung menurunkan potensi penyimpangan yang dilakukan pegawai, sehingga kinerjanya diharapkan harus bertambah baik sesuai dengan kinerja yang dibutuhkan organisasi.

2. Tujuan penelitian kinerja pegawai

a) Evaluasi yang menekankan perbandingan antar orang

b) Pengembangan yang menekankan perubahan-perubahan dalam diri seseorang dengan berjalannya waktu

c) Pemeliharaan sistem

d) Dokumentasi keputusan-keputusan sumberdaya manusia Simamora (2014:423) mengemukakan bahwa prestasi kerja (performance) merupakan suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhimya secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Pengertian di atas menyoroti prestasi kerja berdasarkan hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan pekerjaan.

Bernardin dan Rusel (2012:15) memberikan definisi tentang prestasi kerja (performance) sebagai berikut : performance is defined as the record of autcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period (prestasi kerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu).

Prestasi kerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau produk atau jasa yang dihasilkan oleh seseorang atau kelompok, bagaimana kualitas kerja, ketelitian dan kerapian kerja, penugasan dan bidang kerja, penggunaan dan pemeliharaan peralatan, inisiatif dan kreativitas, disiplin, dan semangat kerja (kejujuran, loyalitas, rasa kesatuan dan tanggung jawab serta hubungan antar pribadi). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa prestasi kerja merupakan sejumlah output dari outcomes yang dihasilkan suatu kelompok atau organisasi tertentu baik yang berbentuk materi (kuantitatif) maupun yang berbentuk nonmateri (kualitatif). Pada organisasi atau unit kerja di mana input dapat teridentifikasi secara individu dalam bentuk kuantitas Prestasi kerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau produk atau jasa yang dihasilkan oleh seseorang atau kelompok, bagaimana kualitas kerja, ketelitian dan kerapian kerja, penugasan dan bidang kerja, penggunaan dan pemeliharaan peralatan, inisiatif dan kreativitas, disiplin, dan semangat kerja (kejujuran, loyalitas, rasa kesatuan dan tanggung jawab serta hubungan antar pribadi). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa prestasi kerja merupakan sejumlah output dari outcomes yang dihasilkan suatu kelompok atau organisasi tertentu baik yang berbentuk materi (kuantitatif) maupun yang berbentuk nonmateri (kualitatif). Pada organisasi atau unit kerja di mana input dapat teridentifikasi secara individu dalam bentuk kuantitas

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai merupakan kemampuan prestasi kerja seseorang dalam melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab secara kuantitas dan kualitas.

b. Indikator Kinerja

Sedarmayanti (2011:377), menjelaskan bahwa untuk mengukur kinerja individu seorang pegawai dapat digunakan indikator sebagai berikut:

1. Prestasi kerja merupakan hasil kerja pegawai dalam menjalankan tugas, baik secara kualitas maupun kuantitas kerja.

2. Keahlian merupakan tingkat kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Keahlian ini bisa dalam bentuk kerjasama, komunikasi, inisiatif dan lain-lain.

3. Perilaku merupakan sikap dalam tingkah laku pegawai yang melekat pada dirinya dan dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pengertian perilaku disini juga mencakup kejujuran, tanggung jawab dan disiplin.

4. Kepemimpinan merupakan aspek kemampuan manajerial dan seni dalam memberikan pengaruh kepada orang lain untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara tepat dan cepat termasuk pengambilan keputusan dan penentuan prioritas.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai dapat diukur melalui indikator prestasi kerja, keahlian, perilaku dan kepemimpinan.

2.3. Pengaruh Antar Variabel

2.3.1. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Organization Citizen Behavior

Organ dan Sloat (dalam Soegandhi dkk., 2013) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi organization citizen behavior yaitu yang pertama budaya dan iklim organisasi, kedua kepribadian dan suasana hati, ketiga persepsi terhadap dukungan

terhadap kualitas hubungan/interaksi atasan bawahan, kemudian masa kerja, dan keenam jenis kelamin. Menurut Organ (dalam Muhdiyanto dan Hidayati, 2008) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional dapat mendorong seorang karyawan dalam mengelola perasaan, memotivasi diri sendiri, berempati dan bekerjasama dengan orang lain. Ketika seorang pegawai mempunyai motivasi diri dan keterampilan sosial yang tinggi, tentunya akan mendorong berperilaku dalam organisasi secara kooperatif, suka menolong, perhatian dan bersungguh-sungguh diluar persyaratan formal. Perilaku ini

organisasional,

yang

keempat persepsi keempat persepsi

Robbins dan Judge (2008) mengemukakan organisasi yang sukses membutuhkan pegawai yang akan melakukan lebih dari sekedar tugas formal mereka dan mau memberikan kinerja yang melebihi harapan. Dalam dunia kerja yang dinamis seperti saat ini, dimana tugas makin sering dikerjakan dalam tim, fleksibilitas sangatlah penting. Organisasi menginginkan pegawai yang bersedia melakukan tugas yang tidak tercantum dalam deskripsi pekerjaan mereka.