Studi Deskriptif Mengenai Derajat Self-Compassion pada Ibu Rumah Tangga yang Memiliki Anak Preschool di Sekolah "X" Bandung.

(1)

i Universitas Krister Maranatha

ABSTRAK

Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui derajat self-compassion pada 40 orang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung merupakan alat ukur yang dibuat oleh Neff (2003) yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Riasnugrahani pada tahun 2012. Setelah itu, alat ukur tersebut diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris oleh Sarintohe pada tahun 2012 dan telah disetujui oleh Neff. Perhitungan validitas dan reliabilitas dilakukan oleh Riasnugrahani dengan menggunakan teknik korelasi dari pearson dan Alpha Cronbach dengan 26 item valid dan reliabilitas 0.8181 yang tergolong tinggi.Berdasarkan hasil pengolahan data, diketahui bahwa ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung memiliki derajat self-compassion yang rendah sebanyak 70% dan yang memiliki derajat self-compassion yang tinggi sebanyak 30%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagian besar dari ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung memiliki derajat self-compassion yang tergolong rendah. Saran yang dapat diberikan adalah dengan memberikan penyuluhan dan meminta ibu rumah tangga untuk dapat lebih banyak bergaul dan membuka dirinya kepada orang lain.


(2)

ii Universitas Krister Maranatha

ABSTRACT

Measuring instruments to determine the degree of self-compassion in 40 housewives who have preschool children at school "X" Bandung used a measuring tool made by Neff (2003 ) which has been translated into Indonesian by Riasnugrahani in 2012. After that , the instruments translated back into English by Sarintohe in 2012 and has been approved by Neff. Validity and reliability calculations performed by Riasnugrahani with Pearson correlation and Cronbach alpha of the 26 items Valid 0.8181 andreliability is high. Besed on the result of data processing , it is known that the housewives who have preschool children at school " X " Bandung has degree low self-compassion as much as 70 % and that has a degree of self - compassion were higher by 30 %. Conclusions of this research are mostly of housewives who have preschool children at school " X " Bandung has a degree of self-compassion is low . The suggestion that can be given is to provide information and ask housewives to be more sociable and opening a self to others.


(3)

iii Universitas Krister Maranatha

DAFTAR ISI

Lembar Judul Lembar Pengesahan

Abstrak ...i

Abstract ...ii

Kata Pengantar ...iii

Daftar Isi ...vi

Daftar Bagan...ix

Daftar Tabel ...x

Daftar Lampiran ...xi

BAB I Pendahuluan ...1

1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Identifikasi Masalah ...7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ...7

1.3.1 Maksud Penelitian ...7

1.3.2 Tujuan Penelitian ...7

1.4 Kegunaan Penelitian ...7

1.4.1 Kegunaan Teoretis ...7

1.4.2 Kegunaan Praktis ...8

1.5 Kerangka Pikir ...8

1.6 Asumsi ...17


(4)

iv Universitas Krister Maranatha

2.1 Definisi Self-Compassion ...19

2.2 Komponen Self-Compassion ...20

2.2.1 Self-Kindness vs Self-Judgement ...20

2.2.2 Common Humanity vs Isolation ...22

2.2.3 Mindfulness vs Over-identification ...23

2.2.4 Korelasi Antar Komponen ...25

2.3 Faktor-faktor yang memengaruhi Self-Compassion ...27

2.4 Dampak Self-Compassion ...37

2.5 Manfaat Self-Compassion ...39

2.6 Perbedaan compassion dengan pity, indulgence dan self-esteem...40

2.7 Tahap Perkembangan Dewasa Awal ...42

2.7 Tugas Perkembangan Dewasa Awal ...43

2.8 Tahap Perkembangan Keluarga ...44

BAB III Metodologi Penelitian ...49

3.1 Rancangan Penelitian ...49

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ...49

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...50

3.3.1 Definisi Konseptual Self-Compassion ...50

3.3.2 Definisi Operasional Self-Compassion ...50

3.4 Alat Ukur Self-Compassion ...51

3.4.1 Kisi-Kisi Alat Ukur Self-Compassion ...52


(5)

v Universitas Krister Maranatha

3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ...53

3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ...53

3.5.1 Validitas Alat Ukur ...53

3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ...54

3.6 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel ...54

3.6.1 Populasi Sasaran ...54

3.6.2 Karakteristik Populasi ...54

3.6.3 Teknik Penarikan Sampel ...55

3.7 Teknik Analisis ...55

BAB IV Hasil dan Pembahasan ...56

4.1 Gambaran Responden ...56

4.2 Hasil Penelitian ...57

4.3 Pembahasan ...60

BAB V Simpulan dan Saran ...68

5.1 Simpulan ...68

5.2 Saran ...69

5.2.1 Saran teoretis ...69

5.2.2 Saran Praktis ...70

Daftar Pustaka ...71

Daftar Rujukan ...72 Lampiran


(6)

vi Universitas Krister Maranatha

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir ...17


(7)

vii Universitas Krister Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Alat Ukur Self Compassion ...52

Tabel 3.2 Cara Skoring Self Compassion ...52

Tabel 4.1 Gambaran Responden berdasarkan Usia ...56

Tabel 4.2 Gambaran Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan ...56

Tabel 4.3 Gambaran Responden berdasarkan Lama Pernikahan ...57

Tabel 4.4 Gambaran Responden berdasarkan Jumlah Anak ...57

Tabel 4.5 Gambaran Self-compassion yang dimiliki Responden ...58

Tabel 4.6 Gambaran Self-compassion dan self-kindness ...58

Tabel 4.7 Gambaran Self-compassion dan common humanity ...59


(8)

viii Universitas Krister Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kisi-Kisi Alat Ukur Self-Compassion Lampiran 2 : Lembar Persetujuan

Lampiran 3 : Alat Ukur self-compassion dan dara penunjang Lampiran 4 : Validitas dan Reliabilitas kuesioner Self-Compassion Lampiran 5 : Tabel data mentah


(9)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masa pernikahan dan membina keluarga adalah salah satu fase yang dialami dalam kehidupan dewasa awal, meskipun tidak semua mengalaminya. Pada umumnya wanita berumur 20 tahun - 30/40 tahun mengalami masa pernikahan dan membina keluarga. Setelah menikah, masing-masing pasangan memiliki tugas baru dalam membina perkawinannya, begitu juga ketika mereka dikaruniai anak. Tahap kehidupan keluarga saat memiliki anak menurut Duvall (1997) dimulai dari childbearing family dan dilanjutkan dengan tahap preschool children. Tahap preschool children dimulai dari pra-TK, TK A dan TK B ketika anak berada dalam rentang usia dua setengah sampai enam tahun. Anak pada tahap preschool memerlukan banyak perhatian dari orang tuanya, khususnya figur seorang ibu yang mampu memberikan perhatian dalam pembentukan karakter anak.

Seorang ibu yang memiliki anak preschool tidak hanya memiliki peran sebagai ibu yang mengasuh anak tetapi ia juga berperan sebagai seorang istri dan sebagai individu, sehingga tugas dan tanggung jawabnya semakin bertambah banyak, terlebih ia juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah sendiri tanpa bantuan pembantu. Melakukan semua pekerjaan rumah tangga sendiri kelihatannya sepele tetapi ketika dilihat kegiatan kesehariannya akan menguras tenaga dan pikiran. Dalam menjalankan ketiga peranannya tersebut, ia perlu


(10)

2

Universitas Kristen Maranatha menyesuaikan diri dalam menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool, terlebih bila memiliki anak lebih dari satu. Ibu rumah tangga ini diharapkan dapat belajar dan bertanggung jawab untuk memahami dan mencintai anaknya serta memiliki keyakinan untuk dapat berperan sebagai istri, ibu dan juga sebagai individu. (Duvall, 1997)

Terdapat beberapa tugas dan tanggung jawab yang perlu diperhatikan seorang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool, yaitu perlu belajar bagaimana mengasuh dan membuat rencana untuk anak, menyediakan ruang, fasilitas dan peralatan yang adekuat untuk pertumbuhan anak, dan mengeksplorasi kemandirian anak misalnya melatih anak cara makan, mandi, minum sendiri, memantau acara televisi yang ditonton anak, oleh siapa anak diajarkan bahasa dan perbendaharaan bahasa anak juga membantu anak dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Ia juga perlu memikirkan dan menyiapkan pendidikan yang baik bagi anaknya untuk masa yang akan datang, karena pada tahap preschool anak sangat memerlukan perhatian dan kedekatan yang intens dari figur seorang ibu untuk awal pembentukan kepribadian, karakter anak dan pengembangan potensi anak. (Duvall, 1997)

Selain memiliki tugas sebagai ibu, ia juga memiliki peranan sebagai seorang istri yang harus mampu melayani kebutuhan suaminya. Istri juga perlu merawat, mengurus dan menjaga kesejahteraan suami, misalnya memberikan perhatian kepada suami ketika menghadapi masalah, menghibur suami, memberi dukungan, merawat ketika sakit, juga memperhatikan makanan dan waktu istirahat yang cukup untuk suami. Istri juga dapat membantu suami dalam


(11)

3

Universitas Kristen Maranatha perencanaan keuangan dan kebutuhan sehari-hari baik untuk anak maupun kebutuhan lainnya, selain itu juga ia perlu memiliki tugas untuk membersihkan dan menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga misalnya mencuci dan menyetrika pakaian, memasak, membersihkan rumah dal lain-lain yang harus ia

kerjakan sendiri.

Ia juga memiliki peranan sebagai seorang individu, ia tetap dapat

menjalani dan memenuhi kebutuhan personal-nya dengan memberikan kepuasan pribadi dan memberikan perhatian kepada diri sendiri ketika ia sedang menghadapi kegagalan atau masalah, juga mampu membina hubungan sosialisasi dengan teman maupun ibu-ibu lainnya. Begitu banyak tugas dan tanggung jawab yang perlu dilakukan dalam menjalankan ketiga peranannya, dapat dilihat bahwa ibu rumah tangga memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan semuanya dalam waktu yang terbatas, terlebih lagi ibu yang melakukan pekerjaan rumahnya sendiri tanpa bantuan pembantu dan memiliki jumlah anak lebih dari satu.

Dalam melakukan semua aktifitasnya, seorang ibu tentu merasakan tekanan dan kejenuhan, oleh karena itu ia perlu mengatur waktu untuk menyelesaikan semua pekerjaan rumah, menyiapkan makanan untuk anak dan suami, menemani anak bermain dan menyediakan waktu untuk dirinya sendiri agar tidak terabaikan. Begitu juga ketika ia memiliki anak preschool, ia tentunya akan lebih banyak memberikan waktu dan mementingkan kepentingan anak terlebih dulu dibandingkan dirinya sendiri. Hal ini yang disebut compassion for others. Bila seorang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool lebih banyak memberikan compassion for others yang disebut compassion fatigue maka dapat


(12)

4

Universitas Kristen Maranatha dikatakan ia memiliki self-compassion yang rendah. Self-compassion merupakan keterbukaan dan kesadaran terhadap penderitaan diri sendiri, tanpa menghindari penderitaan itu, memberikan pengertian kepada diri sendiri tanpa menghakimi kekurangan dan kegagalan yang dialami, serta melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang dialami semua manusia (Neff,2003). Begitu pula pada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung, ia harus memiliki self-compassion terlebih dahulu agar dapat memberikan compassion secara penuh kepada orang lain (kepada anak dan suaminya), sehingga mereka dapat memberikan kepedulian dan perhatian kepada anaknya secara optimal dan dapat mengasuh anak-anaknya dengan baik dalam hal perkembangan karakter dan kepribadian anak yang baik. Self-compassion ini dibangun oleh tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness (Neff, 2003).

Dari data survei awal kepada sepuluh orang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung diperoleh: dari sepuluh orang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool, enam di antaranya (60%) tidak mengkritik diri dan tidak menyalahkan dirinya saat mengalami kegagalan, misalnya ketika dua orang ibu yang merasa gagal dalam menetapkan aturan yang tegas untuk anaknya, satu orang ibu merasa gagal menjadi ibu yang baik karena sering memarahi anaknya, dan tiga lainnya karena sulit meluangkan waktu untuk anaknya ketika anaknya menginginkan ibu mengajari dalam belajar, sehingga ia terpaksa memarahi anaknya karena ia merasa lelah setelah mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri. Mereka dapat menerima kekurangan dan menyadari


(13)

5

Universitas Kristen Maranatha kesalahan yang mereka lakukan. Hal tersebut dinamakan self-kindness yaitu bersikap hangat dan memahami diri sendiri saat menghadapi penderitaan, kegagalan dan ketidaksempurnaan tanpa menghakimi diri (Neff, 2003). Empat ibu lainnya (40%) memiliki self-kindness yang rendah, yaitu mengkritik diri dan menyalahkan dirinya secara berlebihan saat menghadapi kegagalan, misalnya satu orang ibu yang selalu menyalahkan diri ketika melakukan kesalahan dalam memberikan makanan sehat kepada anaknya sampai anaknya masuk rumah sakit dua kali dan tiga ibu lainnya kurang memberikan waktu luang, bermain bersama anak, mengajak bicara dan berbagi cerita dengan anaknya karena terlalu banyak menghabiskan waktu, tenaga dan pikirannya untuk mengerjakan pekerjaan rumah sehingga ia menjadi tidak dekat dengan anak-anaknya dan sering mengabaikan dirinya sendiri.

Dari sepuluh orang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool 70% menganggap kegagalan yang dialami sebagai kejadian yang wajar dan menganggap bahwa semua manusia pasti mengalami kegagalan dalam hidup, misalnya ibu menganggap memarahi anaknya merupakan salah satu cara mendidik anak, ibu merasa gagal ketika kurang meluangkan waktu menemani anaknya dalam belajar dan merasa ada ibu lain yang juga melakukan hal tersebut. Hal ini dinamakan common humanity yaitu kesadaran individu bahwa kesulitan hidup dan kegagalan merupakan bagian dari kehidupan yang dialami oleh semua manusia, bukan hanya dialami oleh diri sendiri (Neff, 2003), sedangkan 30% lainnya menganggap kegagalan yang dialami bukanlah suatu kejadian yang wajar (cummon humanity yang rendah), misalnya ibu merasa bahwa hanya ia yang tidak


(14)

6

Universitas Kristen Maranatha dapat menetapkan aturan yang tegas untuk anaknya dan lalai memberikan makanan sehat untuk anaknya.

Dari sepuluh orang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool, 60% di antaranya menghadapi kegagalan secara wajar dan tidak berlebihan, misalnya ketika sedang menghadapi kegagalan ia tidak menampilkan emosi yang berlebihan dan merugikan orang lain, yaitu ketika ibu merasa sedih akibat kegagalannya tetapi mereka tidak menangis atau menyesali dirinya berlarut-larut. Hal ini dinamakan mindfulness yaitu kemampuan individu untuk menerima dan melihat secara jelas perasaan dan pikiran diri sendiri saat mengalami kegagalan dengan apa adanya, tanpa disangkal atau ditekan (Neff, 2003). Sebanyak 40% lainnya menghadapi kegagalan secara tidak wajar dan berlebihan (mindfulness yang rendah), contohnya ibu yang menangis berlarut-larut karena kegagalan yang telah ia lakukan kepada anaknya sampai ia tidak memikirkan kesehatan diri sendiri dan suaminya, dan secara terus menerus menyalahkan dirinya.

Self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu personality, attachment dan budaya. Personality type extraversion dan agreeableness dapat membantu ibu rumah tangga untuk bersikap baik kepada dirinya sendiri dan memandang kegagalannya dialami semua ibu lain. Attachment yang dimiliki ibu rumah tangga juga turut memengaruhi, bila ia mendapatkan kehangatan dan dukungan dari orang tuanya maka iapun terkadang akan menurunkan sikap tersebut kepada anaknya.

Penjabaran di atas menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung memiliki derajat self-compassion yang


(15)

7

Universitas Kristen Maranatha bervariasi. Melalui fenomena tersebut, maka peneliti ingin meneliti bagaimanakah gambaran derajat self-compassion yang dimiliki oleh ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung.

1.2 Indentifikasi Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan, dari penelitian ini ingin diketahui gambaran mengenai derajat self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai derajat self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh keterkaitan mengenai derajat self-compassion dengan komponen-komponen dan faktor-faktor self-self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

• Diharapkan dapat memberikan sumbangan yang dapat menambah


(16)

8

Universitas Kristen Maranatha derajat self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung.

• Sebagai informasi bagi pihak-pihak yang ingin meneliti lebih lanjut

mengenai derajat self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung.

1.4.2 Kegunaan Praktis

• Penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi ibu rumah tangga

yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung mengenai derajat self-compassion yang mereka miliki untuk meningkatkan kesejahteraan mental mereka.

Memberikan informasi mengenai self-compassion ibu rumah tangga

kepada suami atau orang yang tinggal bersama dengan ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool mengenai derajat self-compassion yang dimiliki untuk mempertahankan dan membantu meningkatkan self-compassion.

1.5 Kerangka Pikir

Setiap orang memiliki tugas dan tanggung jawab sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya, begitu juga saat memasuki tahap-tahap perkembangan di masa dewasa awal, dimana pada masa ini diakhiri dengan mendidik dan mengasuh anak. Tahap perkembangan berkeluarga saat memiliki anak dimulai dari childbearing family dan dilanjutkan dengan tahap preschool children (Duvall, 1997. Pada tahap preschool children, orang tua dituntut untuk lebih banyak


(17)

9

Universitas Kristen Maranatha memberikan perhatian kepada anaknya yang baru berusia antara dua setengah sampai enam tahun karena pada tahap ini merupakan tahap awal pembentukan karakter bagi anak dan memerlukan bimbingan dan asuhan dari orang tua, terutama figur seorang ibu.

Pada tahap preschool children juga, figur ibu juga perlu membina hubungan baik dengan anak agar tercipta hubungan yang harmonis dan pembentukkan karakter anak menjadi terkendali. Selain itu, ibu juga perlu mengawasi anak mengenai hal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh anak, memberikan pengajaran kepada anak, perhatian, melatih keterampilan anak dan mengenali kebutuhan-kebutuhan anak. Selain tugas mengawasi anak, seorang ibu juga memiliki peranan sebagai seorang istri dan individu, dimana istri perlu tetap memelihara hubungan dengan suami dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Ia perlu menyesuaikan diri sebagai ibu yang mengasuh anak dengan mengerjakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan secara bersamaan, terlebih bila ia mengerjakan pekerjaan rumah sendiri tanpa bantuan pembantu (ibu rumah tangga). Sebagai individu, ia perlu dapat memberikan beberapa kepuasan pribadi dalam beberapa aspek, yaitu bagaimana merawat diri, menyediakan waktu untuk berekreasi agar tidak terpaku pada rutinitas semata yang akan mengakibatkan kejenuhan (Duvall, E.M., 1997).

Dari begitu banyak tugas yang perlu dilakukan dalam menjalankan ketiga peranannya, dapat dilihat bahwa ibu rumah tangga memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan semuanya dalam waktu yang terbatas, ia banyak menyita pikiran, perasaan dan waktunya untuk orang lain sehinggs waktu untuk dirinya sendiri menjadi


(18)

10

Universitas Kristen Maranatha semakin berkurang, oleh karena itu ia perlu menyeimbangkan ketiga peranannya, terutama dalam mengasuh anak preschool. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, menurut Neff ia harus terlebih dulu memberikan perhatian kepada dirinya sendiri (self-compassion) sebelum ia memberikan perhatian kepada orang lain, karena bila ia sudah memberikan perhatian kepada dirinya sendiri maka ia pun akan dengan mudah memberikan perhatian kepada orang lain (compassion for others). Menurut Neff (2003), self-compassion merupakan adanya keterbukaan dan kesadaran terhadap penderitaan diri sendiri, tanpa menghindari penderitaan itu, memberikan pengertian pada diri sendiri tanpa menghakimi kekurangan dan kegagalan yang dialami, serta melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang dialami semua manusia. Self-compassion seseorang dibangun oleh tiga komponen, yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness (Neff, 2011).

Self-kindness merupakan kemampuan ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung untuk tetap menghargai diri sendiri ketika ada masalah, tanpa melakukan penilaian yang negatif terhadap dirinya ketika sedang menghadapi kegagalan dalam mendidik anak sehingga anak menjadi tidak menurut atau membangkang orang tuanya dengan berbicara kasar atau keras sesuai modeling dari ibunya. Jika seorang ibu rumah tangga yang memiliki self-kindness, maka ibu tersebut tetap dapat menghargai dirinya sendiri dan tidak menghakimi dirinya sendiri ketika gagal mendidik anaknya. Hal sebaliknya terjadi pada ibu yang memiliki self-kindness yang rendah akan cenderung memberikan label kepada dirinya sendiri secara negatif ketika ia merasa gagal dan tidak berguna.


(19)

11

Universitas Kristen Maranatha Komponen common humanity merupakan kemampuan seorang ibu untuk menyadari bahwa masalah yang ia hadapi apakah juga terjadi pada ibu-ibu lainnya. Masalah tersebut meliputi kegagalan dalam mendidik anak dan ketika salah memberikan asupan gizi yang tepat untuk anak sehingga tumbuh kembang anak menjadi terhambat. Ibu rumah tangga yang memiliki common humanity akan menganggap bahwa masalah tersebut juga dialami oleh semua ibu-ibu lainnya. Hal sebaliknya, bila seorang ibu merasa bahwa hanya dirinya yang mengalami masalah tersebut ataupun merasa dirinya paling sering mengalami atau melakukan masalah tersebut, maka ibu tersebut memiliki common humanity yang rendah. Ibu rumah tangga ini memiliki perspektif yang sempit dengan berpikir bahwa hanya ia yang bodoh dan melakukan kesalahan dalam merawat anaknya, sedangkan ibu lain tidak pernah melakukan hal itu, sehingga ia lebih melihat kekurangannya

Komponen mindfulness merupakan kemampuan seorang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool untuk menyadari dan menghadapi masalah dengan baik, tanpa menekan atau melebih-lebihkan perasaannya. Seorang ibu rumah tanga yang memiliki mindfulness, ia mampu mengakui bahwa ia sedang mengalami kegagalan dan berusaha untuk tetap berpikiran positif dan secara tenang memperbaiki kegagalannya dengan berusaha menghindari melakukan kesalahan yang sama, yaitu dengan lebih tenang dan sabar dalam mendidik anak, juga cukup cekatan dalam menyiapkan makanan untuk anak serta tidak menyalahkan dirinya secara terus menerus akan kesalahan yang telah ia lakukan, sebaliknya ibu rumah tangga yang memiliki mindfulness yang rendah cenderung tidak mengakui bahwa ia telah gagal ataupun mengeluarkan emosi negatif yang


(20)

12

Universitas Kristen Maranatha berlebihan ketika gagal, contohnya dengan selalu menangis dengan keras atau menyiksa dirinya sendiri setiap kali menceritakan kepada orang lain mengenai masalah yang telah diperbuatnya.

Ketiga komponen tersebut menurut Neff (2003) memiliki derajat interkorelasi yang tinggi. Satu komponen berhubungan dengan komponen-komponen lainnya dalam membangun self-compassion seorang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung dan saling mempengaruhi satu dan lainnya. Sehingga self-compassion dari seorang ibu dapat dikatakan tinggi apabila ketiga komponen tersebut dikatakan tinggi untuk masing-masing komponennya. Sebaliknya bila terdapat salah satu atau kedua ataupun ketiga komponen rendah, maka self-compassion dari ibu tersebut dapat dikategorikan sebagai self-compassion yang rendah.

Self-kindness yang dimiliki oleh seseorang dapat meningkatkan komponen common humanity dan mindfulnessnya. Apabila seorang ibu tetap menghargai dirinya meskipun sedang mengalami masalah dalam mendidik anak, maka ia tidak akan mengkritik dirinya secara berlebihan ketika melakukan kegagalan melainkan ia dapat memberikan dukungan kepada dirinya sendiri, ia juga akan tetap membina hubungan baik dengan ibu-ibu lainnya dengan berdiskusi dan menemukan bahwa ternyata ibu lain pun pernah mengalami masalah yang sama. Selain itu, dengan adanya self-kindness pada diri seorang ibu, maka ia dapat fokus dalam menghadapi masalah yang sedang terjadi tanpa menampilkan emosi yang berlebihan dan memandang masalah tersebut secara


(21)

13

Universitas Kristen Maranatha seimbang, tanpa ada ketakutan akan masa depan dan masalah di masa lalu. (Greenberg, Watson, & Goleman, 1998).

Menurut Neff (2003) komponen common humanity yang dimiliki seseorang juga dapat meningkatkan komponen self-kindness dan mindfulness yang ibu rumah tangga miliki. Seorang ibu yang merasakan keterikatan dengan ibu-ibu lainnya mungkin tidak akan menilai dirinya dengan negatif dan merasa bahwa masalah yang ia alami wajar dan memang sering dialami oleh ibu lainnya. Hal ini juga dapat membuat ibu ini dapat memandang kekurangannya dan melihat masalah secara jelas dan obyektif, tanpa menghindari dan melebih-lebihkan masalah mendidik anak yang ia hadapi serta berusaha untuk mengatasi masalah tersebut dengan positif dan baik.

Komponen terakhir self-compassion yaitu mindfulness juga dapat meningkatkan komponen self-kindness dan common humanity (Neff, 2003). Seorang ibu yang memiliki komponen mindfulness akan menilai kesalahan dan masalah yang ia hadapi pada saat ini secara obyektif tanpa mengurangi atau melebih-lebihkannya. Hal ini akan mencegah ibu tersebut untuk menilai dirinya tidak baik dan berlebihan atas kesalahan yang telah ia perbuat. Komponen mindfulness ini juga dapat membuat ibu lebih mudah untuk menyadari akan adanya ibu-ibu lain yang juga mengalami kesalahan dan masalah mendidik anak yang sama.

Selain ketiga komponen tersebut, derajat self-compassion seorang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang


(22)

14

Universitas Kristen Maranatha mempengaruhi derajat self compassion seorang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung adalah personality atau kepribadian dan jenis kelamin. Faktor eksternal meliputi culture atau kebudayaan dari masing-masing ibu dan pengaruh dari pola asuh orangtua masing-masing-masing-masing ibu tersebut, yang meliputi adanya attachment dan early family experience.

Self-compassion yang dimiliki ibu rumah tangga juga bergantung pada tipe personality yang dimilikinya. The big five menjelaskan lima dimensi kepribadian, antara lain: openness to experiences, conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism. Misalnya hubungan self-compassion dengan neuroticism yang dirasakan ibu tersebut. Semakin tinggi level neuroticism yang dimilikinya, maka semakin rendah derajat self-compassion yang dimiliki ibu tersebut, hal ini dikarenakan level neuroticism yang tinggi akan membuat orangtua merasa terancam, tidak aman, sehingga terlalu berlebihan dalam menghadapi suatu permasalahan. Sebagai contoh, dalam menghadapi kegagalan merawat anak, orangtua yang dapat menerima saran dari orangtua lainnya (agreeableness) dan mudah menceritakan (sharing) masalah yang menimpanya kepada orangtua lain (extraversion) akan memiliki derajat self-compassion yang lebih tinggi, karena dimensi openness to experiences, conscientiousness, extraversion, dan agreeableness akan membuat orangtua lebih terbuka, lebih dapat menerima dengan tegar, mampu melakukan sharing mengenai permasalahan yang dihadapinya, juga akan lebih dapat menenangkan dirinya.

Latar belakang budaya atau culture juga turut mempengaruhi derajat self-compassion yang dimiliki ibu yang memiliki anak preschool di sekolah “X”


(23)

15

Universitas Kristen Maranatha Bandung. Hal ini dikarenakan kebudayaan dari masing-masing orangtua yang mengajarkan bagaimana mereka membawa diri atau menempatkan diri dan merespon masalah yang mereka hadapi dalam kehidupannya. Misalnya, orangtua dari ibu yang mengajarkan untuk lebih mementingkan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingannya sendiri (budaya collectivism), sebaliknya budaya Barat diajarkan untuk lebih bersikap mandiri (individualism).

Faktor lain yang mempengaruhi adalah bagaimana peran orangtua dalam pola asuh yang dialami masing-masing ibu yang memiliki anak preschool. Pengalaman orangtua pada masa kanak-kanak dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya derajat self-compassion yang dimilikinya. Storolow, Brandchaft dan Atwood (1987) menyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk menyadari dan melakukan empati berkaitan dengan empati yang diberikan oleh pengasuhnya (orangtua) saat masih kanak-kanak. Artinya, jika ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool mendapat kehangatan dan dukungan dari orangtua mereka, maka ia cenderung akan memiliki derajat self-compassion yang lebih tinggi. Sedangkan orangtua yang tinggal bersama orangtua yang “dingin”, cenderung akan memiliki derajat self-compassion yang lebih rendah, karena terbiasa mengkritik diri saat melakukan kesalahan (Brown, 1999).

Selain itu, Gilbert (2005) menyatakan bahwa self-compassion muncul dari sistem attachment atau kedekatan, sehingga orangtua yang tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mengalami hubungan yang saling mendukung dengan orangtuanya dalam pengasuhan, akan lebih mungkin memperlakukan diri mereka dengan sikap peduli dan compassion. Sebaliknya, apabila ia tumbuh dalam


(24)

16

Universitas Kristen Maranatha lingkungan yang tidak aman, penuh stressful, mengancam, dan banyak mengalami pengacuhan dalam pertumbuhannya, maka ia akan menjadi orangtua yang juga akan lebih banyak bersikap acuh tak acuh terhadap anak-anaknya. Lain pula halnya apabila orangtua yang banyak menerima kritikan dari pengasuh mereka, maka akan cenderung memiliki self-critical daripada self-compassion (Gilbert & Proctor, 2006). Ini terjadi karena seseorang dengan hubungan yang tidak terjamin, maka tidak akan mampu mempunyai sistem untuk menenangkan diri dan self-compassion.


(25)

17

Universitas Kristen Maranatha

Bagan Kerangka Pikir

Bagan 1.1 Kerangka pikir

1.6 Asumsi

Ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung

memiliki self-compassion yang bervariasi ada yang tinggi dan rendah. Self-compassion ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di

sekolah "X" Bandung dibangun oleh tiga komponen yang terdiri dari self-kindness, common humanity, dan mindfulness.

Faktor internal yang memengaruhi : • Personality

• Jenis kelamin

Faktor eksternal yang memengaruhi • Pola asuh (dalam attachment,

Early Family Experience, maternal criticism dan traumatic)

Culture

Tinggi Ibu rumah tangga

yang memiliki anak preschool “X”

Bandung

Self-Compassion

Rendah

Komponen self-compassion: Self-kindness


(26)

18

Universitas Kristen Maranatha

Self-compassion dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang memengaruhi derajat self-compassion seorang ibu yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung adalah personality atau kepribadian dan jenis kelamin.

• Faktor eksternal meliputi budaya, pola asuh orangtua, yang meliputi

adanya attachment, early family experience dan traumatic (stress, family relationship).


(27)

68 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan kepada 40 orang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung mengenai derajat self-compassion, didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung

lebih banyak memiliki self-compassion yang tergolong rendah yang dipengaruhi oleh ketiga komponen self-compassion itu, yaitu self kindness, cummon humanity dan mindfulness yang juga tergolong rendah.

2. Rendahnya derajat self-compassion dan ketiga komponen self-compassion

pada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” berkaitan dengan faktor fearful attachment. Semakin tinggi derajat fearful attachment, maka semakin rendah derajat compassion. Derajat self-compassion yang rendah berkaitan juga dengan self-kindness, common humanitu dan mindfulness yang rendah.

3. Derajat self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak

preschool di sekolah “X” yang rendah dipengaruhi juga oleh rendahnya derajat mindfulness yang dipengaruhi oleh faktor conscientiousness. Semakin rendah derajat conscientiousnes, maka semakin rendah derajat mindfulness dan menunjang derajat self-compassion yang rendah pula.


(28)

69

Universitas Kristen Maranatha

4. Derajat self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak

preschool di sekolah “X” yang rendah dipengaruhi oleh compassion for others dan derajat extraversion. Semakin rendah derajat extraversion, maka semakin rendah pula derajat self-compassion-nya. Semakin tinggi derajat compassion for others, maka semakin rendah pula derajat self-compassion-nya.

5. Derajat self-compassion yang rendah tidak berkaitan dengan faktor

agreabbleness dan opennes to experiences.

5.2 SARAN

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti, mengajukan beberapa saran, yaitu :

1. Untuk penelitian selanjutnya yang berminat untuk meneliti

self-compassion, disarankan untuk menambahkan jumlah sampel agar data yang diperoleh menjadi lebih relevan dan menambah pertanyaan yang lebih mendalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi agar memperoleh data yang lebih mendalam.

2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian

mengenai hubungan antara self-compassion dengan faktor-faktor yang memengaruhi, khususnya personality.


(29)

70

Universitas Kristen Maranatha

5.2.2 Saran Praktis

1. Memberikan informasi kepada ibu rumah tangga yang memiliki anak

preschool di sekolah “X” Bandung mengenai derajat self-compassion yang mereka miliki, dan yang memiliki self-compassion yang rendah dapat disarankan untuk dapat lebih membuka dirinya dan berbagi cerita dengan ibu-ibu lain agar pandangannya menjadi lebih luas terhadap masalah ataupun kegagalan, sehingga mereka dapat menyadari bahwa setiap orang juga pernah mengalami kegagalan.

2. Memberikan informasi kepada suami atau orang yang tinggal bersama ibu

rumah tangga yang memiliki anak preschool mengenai self-compassion ia

miliki untuk membantu meningkatkan self-compassion dan

mempertahankan self-compassion dengan memberikan dukungan dan bimbingan kepada ibu rumah tangga, serta selalu terbuka untuk memberikan nasihat dan teguran yang tidak berlebihan kepada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool saat mengalami kegagalan.


(30)

71 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Duvall, E.M., 1997, Marriage and Family Development, Philadelphia; J.B. Lippincott Company

Gilbert. 2005. Compassionate Mind Training. The Compassionate Mind, 128-130.

Goleman, Greenberg & Watson. 1998. Self-Compassion and Emotional Intelligence. Self-Compassion, 122-125.

Hurlock,E.B.1993. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Kumar, Rajit. 1999. Research Methodology. London : Sage Publications

Neff, K. D. (2003). Self-Compassion. In M. R. Leary & R. H. Hoyle (Eds.), Handbook of Individual Differences in Social Behavior (pp. 561-573). New York: Guilford Press.

Neff, K. D. Self-Compassion. In S. Lopez (Ed.), The Encyclopedia of Positive Psychology (pp. 864-867). University of Texas at Austin.

Neff, K. D. 2003. The Development and Validation of a Scale to Measure Self-Compassion. University of Texas at Austin, Austin, Texas, USA

Neff, K. D., Rude, Stephanie, S., Kirkpatrick, L.K. (2006). An examination of self-compassion in relation to positive psychological functioning and personality traits. University of Texas at Austin : Educational Psychology Department. Neff, K.D. 2011. Self-Compassion-stop beating yourself up and leave insecurity

behind. New York : HarperCollins Publication.

Rammstedt, Beatrice., John, O.P (2007). Measuring personality in one minute or less: A 10-item short version of the Big Five Inventory in English and German. University of California : Barkeley.

Santrock.2002. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Santrock.2007. Perkembangan Anak.Jilid 1.Jakarta: Erlangga


(31)

72 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Al-Maghribicendekia. 2013. Keluarga. (http://www.al-maghribicendekia.com/2013/02/agar-ibu-tetap-semangat-mengurus-rumah.html 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi revisi III. Bandung: Fakultas

Psikologi Maranatha Bandung.

Mandasari. 2012. Big Five Personality.

(http://11014ems.blogspot.com/2012/07/1-sejarah-teori-big-five.html)

Neff, K. 2009. Test Your Self-Compassion Level.

(http://self-compassion.org/test-your-self-compassion-level.html)

Nurul. 2011.

http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/12/psikologi-perkembangan-dewasa-awal/, diakses 12 Juli 2011.

Qalbinur. 2009. Periodisasi Masa Dewasa awal. (http://qalbinur.wordpress/2009/03/27).

Sulistiyowati. 2009. Tahap Perkembangan Individu.

http://sulistiyowati.blog.co.uk/2009/11/25/tahap-tahap-perkembangan-individu-dalam-rentang-kehidupan-7455203/, Diakses 25 November 2009.

Sulistia. 2009. Karakteristik Anak.


(1)

Universitas Kristen Maranatha

Self-compassion dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Faktor internal

yang memengaruhi derajat self-compassion seorang ibu yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung adalah personality atau kepribadian dan jenis kelamin.

• Faktor eksternal meliputi budaya, pola asuh orangtua, yang meliputi adanya attachment, early family experience dan traumatic (stress, family relationship).


(2)

68 Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan kepada 40 orang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung mengenai derajat self-compassion, didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung lebih banyak memiliki self-compassion yang tergolong rendah yang dipengaruhi oleh ketiga komponen self-compassion itu, yaitu self kindness, cummon humanity dan mindfulness yang juga tergolong rendah.

2. Rendahnya derajat self-compassion dan ketiga komponen self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” berkaitan dengan faktor fearful attachment. Semakin tinggi derajat fearful attachment, maka semakin rendah derajat compassion. Derajat self-compassion yang rendah berkaitan juga dengan self-kindness, common humanitu dan mindfulness yang rendah.

3. Derajat self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” yang rendah dipengaruhi juga oleh rendahnya derajat mindfulness yang dipengaruhi oleh faktor conscientiousness. Semakin rendah derajat conscientiousnes, maka semakin rendah derajat mindfulness dan menunjang derajat self-compassion yang rendah pula.


(3)

Universitas Kristen Maranatha

4. Derajat self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” yang rendah dipengaruhi oleh compassion for others dan derajat extraversion. Semakin rendah derajat extraversion, maka semakin rendah pula derajat self-compassion-nya. Semakin tinggi derajat compassion for others, maka semakin rendah pula derajat self-compassion-nya.

5. Derajat self-compassion yang rendah tidak berkaitan dengan faktor agreabbleness dan opennes to experiences.

5.2 SARAN

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti, mengajukan beberapa saran, yaitu :

1. Untuk penelitian selanjutnya yang berminat untuk meneliti self-compassion, disarankan untuk menambahkan jumlah sampel agar data yang diperoleh menjadi lebih relevan dan menambah pertanyaan yang lebih mendalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi agar memperoleh data yang lebih mendalam.

2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara self-compassion dengan faktor-faktor yang memengaruhi, khususnya personality.


(4)

70

Universitas Kristen Maranatha 5.2.2 Saran Praktis

1. Memberikan informasi kepada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung mengenai derajat self-compassion yang mereka miliki, dan yang memiliki self-compassion yang rendah dapat disarankan untuk dapat lebih membuka dirinya dan berbagi cerita dengan ibu-ibu lain agar pandangannya menjadi lebih luas terhadap masalah ataupun kegagalan, sehingga mereka dapat menyadari bahwa setiap orang juga pernah mengalami kegagalan.

2. Memberikan informasi kepada suami atau orang yang tinggal bersama ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool mengenai self-compassion ia miliki untuk membantu meningkatkan self-compassion dan mempertahankan self-compassion dengan memberikan dukungan dan bimbingan kepada ibu rumah tangga, serta selalu terbuka untuk memberikan nasihat dan teguran yang tidak berlebihan kepada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool saat mengalami kegagalan.


(5)

71 Universitas Kristen Maranatha

Duvall, E.M., 1997, Marriage and Family Development, Philadelphia; J.B. Lippincott Company

Gilbert. 2005. Compassionate Mind Training. The Compassionate Mind, 128-130.

Goleman, Greenberg & Watson. 1998. Self-Compassion and Emotional Intelligence. Self-Compassion, 122-125.

Hurlock,E.B.1993. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Kumar, Rajit. 1999. Research Methodology. London : Sage Publications

Neff, K. D. (2003). Self-Compassion. In M. R. Leary & R. H. Hoyle (Eds.), Handbook of Individual Differences in Social Behavior (pp. 561-573). New York: Guilford Press.

Neff, K. D. Self-Compassion. In S. Lopez (Ed.), The Encyclopedia of Positive Psychology (pp. 864-867). University of Texas at Austin.

Neff, K. D. 2003. The Development and Validation of a Scale to Measure Self-Compassion. University of Texas at Austin, Austin, Texas, USA

Neff, K. D., Rude, Stephanie, S., Kirkpatrick, L.K. (2006). An examination of self-compassion in relation to positive psychological functioning and personality traits. University of Texas at Austin : Educational Psychology Department. Neff, K.D. 2011. Self-Compassion-stop beating yourself up and leave insecurity

behind. New York : HarperCollins Publication.

Rammstedt, Beatrice., John, O.P (2007). Measuring personality in one minute or less: A 10-item short version of the Big Five Inventory in English and German. University of California : Barkeley.

Santrock.2002. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Santrock.2007. Perkembangan Anak.Jilid 1.Jakarta: Erlangga


(6)

72 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Al-Maghribicendekia. 2013. Keluarga. (http://www.al-maghribicendekia.com/2013/02/agar-ibu-tetap-semangat-mengurus-rumah.html 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi revisi III. Bandung: Fakultas

Psikologi Maranatha Bandung.

Mandasari. 2012. Big Five Personality.

(http://11014ems.blogspot.com/2012/07/1-sejarah-teori-big-five.html)

Neff, K. 2009. Test Your Self-Compassion Level. (http://self-compassion.org/test-your-self-compassion-level.html)

Nurul. 2011. http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/12/psikologi-perkembangan-dewasa-awal/, diakses 12 Juli 2011.

Qalbinur. 2009. Periodisasi Masa Dewasa awal. (http://qalbinur.wordpress/2009/03/27).

Sulistiyowati. 2009. Tahap Perkembangan Individu.

http://sulistiyowati.blog.co.uk/2009/11/25/tahap-tahap-perkembangan-individu-dalam-rentang-kehidupan-7455203/, Diakses 25 November 2009.

Sulistia. 2009. Karakteristik Anak.

http://sulistia1653.wordpress.com/2009/07/18/mengenal-karakteristik-anak-usia-pra-sekolah/, diakses 18 Juli 2009.