IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM UPAYA MENINGKATKAN BELAJAR SISWA : Studi Penelitian Tindakan Kelas Pada Mata Pelajaran Akhlak di MAN 1 Pontianak.

(1)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

DALAM UPAYA MENINGKATKAN

KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

(STUDI PENELITIAN TINDAKAN KELAS PADA MATA PELAJARAN

AKHLAK DI MAN 1 PONTIANAK)

DISERTASI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat

Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan

Dalam Bidang Pendidikan Umum

Promovendus

RIANAWATI

NIM. 0908830

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN UMUM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

PERNYATAAN

“Denganinisayamenyatakanbahwadisertasidenganjudul

“ImplentasiPembelajaranKontekstualBerbasisAkhlakKemandiriandalamUpayaMeningkatk anKemandirianBelajar di MAN 1 Pontianak” inibesertaisinyaadalahbenar -benarkaryasayasendiri, dansayatidakmelakukanpenjiplakanataupengutipandengancara-cara yang tidaksesuaidenganetikakeilmuan yang berlakudalammasyarakatkeilmuan.

Ataspernyataanini, Sayasiapmenanggungresiko/sanksi yang

dijatuhkankepadasayaapabiladitemukanadanyapelanggaranterhadapetikakeilmuandalaamka ryasayainiatauadaklaimdaripihak lain terhadapkeasliandarikaryasayaini.”

Bandung, Desember 2012 Yang membuatpernyataan.


(3)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

Rianawati, 2013, Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa (Studi Penelitian Tindakan Kelas Pada Mata Pelajaran Akhlak di MAN 1 Pontianak). Disertasi, Program Studi Pendidikan Umum, Sekolah Pasca Sarjana Iniversitas Pendidikan Indonesia. Promotor Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd, Ko-Promotor : Prop. Dr. H. Endang Sumantri, M.Pd. Anggota Dr. Kokom Komalasari, M.Pd.

Disertasi ini menyajikan hasil penelitian tentang implementasi pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan kemandirian belajar siswa, yang dilakukan dengan melibatkan seorang guru pembelajaran akhlak dan siswa kelas XI IAI MAN 1 Pontianak. Masalah pokok yang menjadi kajian disertasi ini adalah “Bagaimana implementasi pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan kemandirian belajar siswa? Agar masalah tersebut lebih rinci, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimanakah kondisi nyata pembelajaran akhlak saat ini? (2) Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran kontekstual? (3) Bagaimanakah hasil peningkatan kemandirian belajar dalam pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan kemandirian belajar siswa ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dipergunakan data tentang (1) Pembelajaran akhlak saat ini yang berkaitan dengan perancangan pembelajaran, kinerja guru, dan aktivitas belajar siswa, (2) Pelaksanaan pembelajaran kontekstual melalui komponen konstruktivisme, inquiri, questioning, learning community, modeling, refleksi, dan authentic assessment, (3) Hasil peningkatan kemandirian belajar yang dicapai melalui pembelajaran kontekstual. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah desain Penelitian Tindakan Kelas melalui empat siklus. Data tersebut diperoleh melalui pengamatan, wawancara, angket, dan analisis dokumen. Analisis menggunakan model Miles dan Huberman (1984) melalui tahap pengumpulan data, reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Kesimpulan hasil penelitian adalah sebagai berikut: (1) Pembelajaran yang tidak kontekstual ditandai oleh tidak kreatifnya siswa, dengan indikasi siswa tidak biasa berpikir analisis, tidak mampu mengemukakan pendapat, perhatian siswa tidak fokus pada pembelajaran, dan daya serap siswa terhadap pembelajaran masih rendah. (2) Melalui pembelajaran kontekstual, siswa mampu merancang dan mengkonstruksi pengetahuannya, melakukan tanya jawab berdasarkan berpikir kritis, sistematis, analisis, dan logis, memecahkan masalah bersama dalam bentuk komunitas kelompok belajar, menelaah pengetahuan yang diterima, melakukan penilaian terhadap proses dan hasil pembelajarannya, dan menerapkan pengetahuan yang diterima. (3) PTK efektif meningkatkan kemandirian belajar siswa melalui sejumlah tahapan yang berkembang secara berkelanjutan dari tahap belajar yang didorong oleh instruksi guru, munculnya benih-benih kemandirian siswa dalam belajar, hingga siswa mampu menunjukkan kemandirian dalam belajar secara penuh.

Kata-kata Kunci: Pembelajaran Kontekstual, Konstruktivisme, Inquiri, Questioning, Learning Community, Modeling, Refleksi, dan Authentic Assessment, Kemandirian Belajar.


(4)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

Rianawati, 2013, Implementing a Contextual Teaching Learning in an Attempt of Improving Students’ Self-Regulated Learning (A Study of Classroom Action Research on Moral Teaching Learning in MAN 1 Pontianak). Disertation, General Education Program, School of Postgraduate Studies, Indonesia University Of Education. Promotor Of Education: Prof Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd. ; Co-Promotor: Prof Dr. H. Endang Sumantri, M.Pd. ; Member: Dr, Kokom Komalasari, M.Pd.

The dissertation presents results of research on the implementation of contextual teaching learning in an attempt of improving students’ self-regulated learning, which was conducted by involving a teacher of moral education and students of IAI eleventh grade of MAN 1 Pontianak. The main issue under study was “How is the implementation of contextual teaching learning in an attempt of improving students’ self-regulated learning?” To elaborate on the issue, the following research questions were formulated: (1) How is the real situation of moral teaching learning today?; (2) How is the conduct of contextual teaching learning in an attempt of improving students’ self-regulated learning?; and (3) How is the result of improvement of self-regulated learning in contextual teaching learning as an effort of improving students’ self -regulated learning?. To answer the questions, the following data were used: (1) Today’s moral teaching learning in the forms of lesson plans, teacher’s performance, and students’ learning activity; (2) The conduct of contextual teaching learning through the components of constructivism, inquiry, questioning, learning community, modeling, reflection, and authentic assessment; and (3) The results of self-regulated learning achieved through contextual teaching learning. The method employed in the research was Classroom Action Research design through four cycles. The data were gained through observation, interview, questionnaire, and document analysis. The analysis used the model by Miles and Huberman (1984) through four stages consisting of data collection, data reduction, data display, and inference. The conclusions of the research are as follows: (1) Non-contextual teaching was marked by students’ lack of creativity, with indications of students being unhabituated to think analytically, unable to give their opinion, unfocused on the teaching learning, and having a low absorptive capacity in the teaching learning; (2) Through contextual teaching learning, students were able to design and construct their knowledge; do question-answer critically, systematically, analytically, and logically; solve problems together with their learning community, examine the knowledge gained, do assessment on the process and results of the teaching learning, and apply the knowledge gained; (3) Classroom Action Research was effective in improving students’ self-regulated learning through a number of stages that continuously develop, starting from the stage of learning encouraged by teacher’s instructions, the emergence of the seeds of self-regulation in learning, to students being able to completely show their self-regulated learning.

Keywords: Contextual Teaching Learning, Constructivism, Inquiry, Questioning, Learning Community, Modeling, Reflection, Authentic Assessment, Self-Regulated Learning


(5)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……….. i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... ... iv

ABSRACK ……… v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 16

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Manfaat/Signifikiansi Penelitian ... 17

E. Struktur Organisasi Disertasi ... 18

BAB II AKHLAK KEMANDIRIAN DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL………. 19

A. Kedudukan Pendidikan dan Kemandirian Dalam Pendidikan Umum……… 19

1. Pengertian,Tujuan, dan Sasaran Pendidikan Umum . ………… 19

2. Definisi Pendidikan Nilai……… 29

3. Konsep Pendidikan akhlak dalam Pendidikan Umum ………… 34


(6)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

B. Kemandirian Dalam Belajar ... 40

1. Pengertian Pendidikan ... 40

2. Kemandirian Siswa Dalam Belajar ... 43

3. Belajar Mandiri Sebagai Strategi Belajar ... 45

4. Ciri-ciri Belajar Mandiri……….. 50

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar………. 51

6. Aspek-aspek Kemandirian Siswa Dalam Belajar……… 53

7. Keterampilan-keterampilan Belajar Mandiri……….. 56

C. Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Kemandirian ... 59

1. Hakekat Belajar dan Pembelajaran ... 59

2. Model Pembelajaran ... 60

3. Teori Pendukung Pembelajaran Kontekstual……….. 63

4. Pembelajaran Kontekstual……… 91

5. Implementasi Pembelajaran Kontekstual Pada Mata Pelajaran Akhlak……… 107

6. Pembelajaran Kontekstual Berbasis Kemandirian………. 112

D. Kedudukan Nilai Kemandirian Dalam Akhlakul Karimah… 118

E. Studi-studi Terdahulu Yang Relevan ……… ... 136

F. Hakekat Madrasah Aliyah dan Mata Pelajaran Akhlak ... 142

1. Hakekat Madrasah Aliyah………. 142

2. Hakekat Mata Pelajaran Akhlak di Sekolah …………. 145

BAB III METODE PENELITIAN ... 153

A. Metode Penelitian ... 153

B. Desain dan Jenis Penelitian ... 154

C. Langkah-langkah Penelitian ... 166

D. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 168

E. Lokasi dan subyek Penelitian ... 193

F. Pengujian Validitas Penelitian Kualitatif ………. 202

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 310

A. Profil MAN I Pontianak ... 209

1. Sejarah Singkat ... 209

2. Visi dan Misi ... 211

3. Program Jangka Panjang. Jangka Pendek, Menengah dan Program Tahunan ... 212

4. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan MAN 1 Pontianak ... 215

5. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) ………. 215


(7)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

B. Paparan Data Hasil Penelitian ... 224

1. Kondisi Nyata Pembelajaran Akhlak Saat Ini yang Berkaitan Dengan Perancangan Pembelajaran, Kinerja Guru dan Aktifitas Belajar Siswa………. ... 224

2. Deskripsi Data Hasil Penelitian Impelementasi Model Pembelajaran Kontekstual Berbassis Akhlak Kemandirian Belajar……… 246

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 368

1. Kondisi Nyata Pembelajaran Akhlak saat ini yang Berkaitan Dengan Perancangan Pembelajaran, Kinerja Guru, dan Aktivitas Belajar Siswa dalam Upaya Meningkatkan Prilaku Mandiri Siswa ………. 368

2. Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Akhlak Kemandirian dalam Upaya Meningkatkan Kemandirian Belajar Dalam Upaya Meningkatkan Prilaku Mandiri di MAN 1 Pontianak ……… 384

D. Temuan-Temuan Penelitian ……….475

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 480

A. Kesimpulan Umum ... 480

B. Kesimpulan Khusus ……… 497

C. Rekomendasi……….. ... 498

DAFTAR PUSTAKA ... 500

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 514 RIWAYAT HIDUP


(8)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Pendidikan akhlak di sekolah masih banyak memiliki kekurangan dan masih gagal. Kegagalan ini disebabkan karena praktek pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama) dan mengabaikan aspek afektif dan konatif-volitif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai agama. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan, antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama. Atau dalam praktek pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal intisari dari pendidikan agama adalah pendidikan moral.

Kenyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Menteri Agama RI, Muhammad Maftuh Basyuni (dalam Muhaimin, 2005:23) bahwa „pendidikan agama yang berlangsung saat ini cenderung lebih mengedapankan aspek kognisi (pemikiran) kepada afeksi (rasa) dan psikomotorik (tingkah laku)‟.Selain itu dalam kualitas

proses belajar mengajar yang dikembangkan dalam Pendidikan Agama Islam (PAI) berakibat langsung pada rendah dan tidak meratanya kualitas

hasil yang dicapai para siswa, kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh sekolah dalam kaitan ini adalah adanya aspek formal serta disiplin dalam kegiatannya.Adanya aspek tersebut biasa dirumuskan kompetensi-kompetensi serta materi belajar sekaligus bentuk dan sistem penilaiannya.

Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh sekolah dalam kaitan munculnya kesenjangan dalam mengimplementasikankurikulum PAIadalah terbatasnya sarana serta fasilitas yang disediakan untuk kepentingan, kondisinya sistemik, sehingga pemenuhan pada salah satu sektor tertentu dari keterbatasan ini, tidak dapat mengatasi persoalan secara keseluruhan, sebab terbentur pada aspek lainnya seperti alokasi waktu yang disediakan sangat terbatas.

Menurut Komaruddin Hidayat (dalam Muhaimin, 2005:23) „pendidikan agama lebih berorientasi pada belajar tentang agama, sehingga hasilnya banyak


(9)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

orang mengetahui nilai-nilaiajaran agama, tetapi perilakunya tidak relevan dengan nilai-nilai ajaran agama yang diketahuinya‟.Amin Abdullah juga berpendapat(dalam Muhaimin, 2005:23) bahwa,pendidikan agama lebih banyak terkonsentrasipada persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang bersifat kognitif dan kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama

yang kognitif menjadi “makna” dan “nilai” yang perlu diinternalisasikan dalam

diri peserta didik lewat berbagai caramedia dan forum.

Sedangkan menurut Towaf (dalam Muhaimin, 2005:25) telah mengamati adanya kelemahan-kelemahan Pendidikan Agama Islam di sekolah, antara lain:

Pertama, pendekatan masih cenderung normative, dalam arti pendidikan agama

menyajikan norma-norma yang sering kali tanpa ilustrasi konteks sosial budaya, sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian; Kedua, kurikulum Pendidikan Agama Islam yang dirancang di sekolah sebenarnya lebih menawarkan minimum kompetensi atau minimum informasi, tetapi guru PAI sering terpaku padanya, sehingga semangat untuk memperkaya kurikulum dengan pengalaman belajar yang bervariasi kurang tumbuh;Ketiga, sebagai dampak yang menyertai situasi tersebut di atas, maka Guru Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia(PKI) kurang menggali berbagai metode yang mungkin bisadipakai untuk pendidikan agama, akibatnya pembelajaran cenderung monoton; Keempat,keterbatasan sarana/prasarana, sehinga pengolahan cenderung seadanya.Pendidikan agama yang diklaim sebagai aspek yang penting sering kali kurang diberi prioritas dalam urusan fasilitas.

Atho‟ Mudzhar (dalam Muhaimin, 2005:25-26) mengemukakan hasil-hasil Studi Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Tahun 2000, bahwa „merosotnya moral dan akhlak peserta didik disebabkan antara lain akibat kurikulum agama yang terlampau padat materi, dan materi tersebut lebih mengedepankanaspek pemikiran ketimbang membangun kesadaran keberagamaan‟.Selain itu metode pendidikan agama kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan serta terbatasnya bahan-bahan bacaan keagamaan.Buku-buku paket Pendidikan Agama saat ini belum memadai untuk membangun kesadaran beragama, memberikan keterampilan fungsional keagamaan dan mendorong perilaku


(10)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

bermoral dan berakhlak mulia pada peserta didik.Dalam konteks metodologi, hasil penelitian Furchan (1993) (dalam Muhaimin, 2005:26) juga menunjukkan bahwa,

„Penggunaan metode pembelajaranPAI di sekolah kebanyakan masih menggunakan cara-cara pembelajaran tradisional yaitu ceramah monoton dan statis akontekstual, cenderung normative, monolitik, lepas dari sejarah, dan semakin akademis‟ .

Dari uraian tersebut di atas maka dapat dipahami berbagai kritik dan sekaligus yang menjadi kelemahan dari pelaksanaan pendidikan agama khususnya pendidikan akhlak lebih bermuara pada aspek metodologi, strategi pembelajaran dan orientasi yang lebih bersifat normative, teoritis dan kognitif, termasuk di dalamnya aspek gurunya yang kurang mampu mengaitkan dan berinteraksi dengan nilai-nilai sosial budaya lainnya. Aspek lainnya yang banyak disoroti adalah menyangkut aspek muatan kurikulum, sarana pendidikan, didalamnya buku-buku danbahan materi pendidikan bahan ajar.

Dengan demikian perlu dicari suatu bentuk perbaikan dengan strategi tepat untuk mengatasi adanya kesenjangan penerapan akhlak secara keseluruhan. Pembiasaan-pembiasaan untuk melibatkan anak di dalam memecahkan masalah tidak sekedar melatih kemampuan berfikir dan mengajarkan cara pemecahan masalah, akan tetapi tujuan yang lebih subtansial adalah menanamkan pemahaman kepada anak-anak bahwa ada mekanisme yang baik melalui tanya jawab. Di dalam proses komunikasi, guru memberi contoh dan menunjukkan bagaimana belajar mendengar pendapat orang lain.Oleh karena itu perlu menanamkan aspek dini kesadaran pada mereka akan pentingnya saling menghargai pemikiran-pemikiran orang lain (Aunurrahman, 2010:13).

Mata Pelajaran Akhlak sendiri kurang mendapat perhatian bahkan diremehkan oleh sebagian siswa, karena mereka sudah merasa bisa tentang agama. Untuk itu perlu diterapkan suatu alternatif guna meningkatkan minat dan pemahaman dan motivasi untuk mengembangkan potensi beraktifitas sehingga menghasilkan prestasi yang optimal khususnya pada mata pelajaran PAI. Salah satu alternatif yang digunakan adalah dengan mengubah strategi.Strategi pembelajaran yang menarik untuk mempelajari akhak mulia yang menyenangkan,


(11)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

lebih mudah dipahami peserta didik dan meningkatkan motivasi belajar siswa dalam proses balajar mengajarsehingga tercapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.

Pembelajaran yang dimaksud adalah pola belajar yang memandirikan siswa yang memberikan kebebasan pada siswa untuk menemukan, membangun, melakukan analisis, kritik, dan kesimpulan dengan pola berpikir logis. Dengan pola belajar yang mandiri, akan didapat hasil belajar yang berkualitas. Selain itu, dengan belajar mandiri akan menumbuhkembangkan nilai-nilai akhlak mulia yang lainnya, seperti akhlak tanggung jawab, disiplin, percaya diri, jujur, kreatif, optimis, tolong menolong, menghargai, dan lain-lain. Pola belajar mandiri dengan sendirinya dapat menghindarkan siswa dengan akhlak yang tercela. Siswa yang mandiripun akan selalu dapat memanfaatkan dan mengisi waktunya dengan baik, sibuk dengan kegiatan-kegiatan belajar yang kreatif, dan mengisi waktunya dengan dengan kegiatan kreatifitas yang menunjang kualitas belajarnya, seperti kegiatan-kegiatan lomba berbagai keterampilan, penelitian, atau kegiatan ekstrakurikuler lainnya.

Sehubungan dengan kemandirian Ali dan Asrori (2009;718) memperidiksikan bahwa situasi kehidupan yang tidak mengarah pada kemandirian dapat menyebabkan manusia menjadi serba bingung atau larut ke dalam situasi baru tanpa dapat menyeleksi lagi jika tidak memiliki ketahanan hidup yang memadai. Hal ini disebabkan nilai-nilai baru yang belum banyak dipahami. Salah satu nilai yang dimaksud adalah nilai kemandirian. Bila nilai kemandirian dikaitkan dengan pembelajaran dari aspek persiapan, proses dan evaluasi, ternyata ketiga aspek tersebut belum begitu memberikan hasil yang optimal, terutama dari aspek evaluasi. Namun, apabila kemandirian peserta didik dikembangkan dan dikemas secara optimal akan memberikan suatu yang berbeda.

Kemandirian perlu dibina di kalangan siswa.Tanpa kemandirian siswa belajar asal-asalan dan tidak membuahkan hasil atau tujuan yang diharapkan. Menurut Ali M. dan Asrori M. (2009:107) tentang kemandirian peserta didik diungkapkan sebagai berikut:(1) Gejala negatif yang tampak adalah kurang mandiri dalam belajar yang berakibat pada gangguan mental setelah memasuki


(12)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

perguruan tinggi;(2) Kebiasaan belajar yang kurang baik yaitu tidak tahan lama dan baru belajar setelah menjelang ujian; dan (3) Membolos, menyontek, dan mencari bocoran soal ujian. Jelas tiga aspek tersebut merupakan gambaran ketidakpercayaan peserta didik atas kompetensi yang dimilikinya.

Aspek kemandirian nilai (value autonomy) adalah kebebasan untuk memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, yang wajib dan yang hak, yang penting dan yang tidak penting.Kepercayaan dan keyakinan tersebut tidak dipengaruhi oleh lingkungan termasuk norma masyarakat, misalnya memilih belajar daripada bermain.Karena belajar memiliki manfaat yang lebih banyak daripada bermain dan bukan karena belajar memiliki nilai yang positif menurut lingkungan.Kemandirian merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan segala sesuatu sendiri, tidak bergantung pada orang lain, mampu mengambil keputusan sendiri dan mempertanggungjawabkannya dan bertingkahlaku sesuai dengan prinsip-prinsip hidup yang diyakini serta dapat membedakan mana yang benar dan manayang salah.

Usaha pendidikan yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk mengembangkan kemandirian belajar menjadi sangat penting karena selain problema bagi peserta didik dalam bentuk perilaku negatif, juga dikhawatirkan dapat menjauhkan individu dari kemandirian. Terkait dengan kekhawatiran tersebut Sunaryo (1989:108) memaparkan gejala-gejala negatif sebagai berikut: 1. Ketergantungan disiplin kepada kontrol luar dan bukan karena niatsendiri

yang ikhlas.

2. Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup.

3. Sikap hidup konformistik tanpa pemahaman dan kompromistik denganmengorbankan prinsip.

4. Perilaku disiplin karena kontrol luar akan mengarah kepada perilakuformalistik dan ritualistik serta tidak konsisten.

Situasi seperti ini akan menghambat pembentukan etos kerja dan etos kehidupan yang mapan sebagaisalah satu ciri dari kualitas sumber daya dan kemandirian siswa.Siswa yang mandiri bukanlah siswa yang lepas dari lingkungannya. Ketidakpedulian terhadap lingkungan hidup merupakan gejala


(13)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

perilaku impulsive yang menunjukkan bahwa kemandirian masih rendah. Gejala mitos bahwa segala sesuatunya biasa diatur yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat merupakan petunjuk adanya ketidakjujuran berpikir dan bertindak serta kemandirian yang masih rendah.

Berkomunikasi dalam pembelajaran akhlak dalam arti kata peserta didik adu argumentasi dalam wilayah konsep akhlak, akan mampu menerima pendapat yang berbeda,belajar mengemukakan pendapat orang lain dan atau bersedia sharing

idea denganorang lain dalam kegiatan.Kompetensi yang diharapkan dalam

pembelajaran akhlak terdiri daripenalaran, koneksi, komunikasi, dan pemecahan masalah nilai-nilai akhlak. Dengantidak mengabaikan kemampuan lain, kemampuan komunikasi memegang perananpenting dalam aktivitas dan penggunaan akhlak yang dipelajari peserta didik.Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas peserta didik baik dalammengkomunikasikan akhlak itu sendiri maupun dalam upaya memecahkanmasalah yang dihadapi peserta didik atau dalam kehidupan sehari-hari.

Steninberg (2002:270) menyatakan bahwa perjuangan remaja meraih kemandirian dimata dirinya sendiri ataupun dimata orang lain merupakan merupakan proses yang panjang dan terkesan sulit.Tiga kondisi utama dalam perkembangan remaja dalam usahanya mencapai kemandirian,yaitubebas secara emosional, mampu mengambil keputusan sendiri, mampu menetapkan batasan-batasan, nilai-nilai dan moral sendiri. Bagi seorang remaja menjadi mandiri adalah suatu syarat untuk dapat disebut dewasa, dengan demikian remaja akan memperoleh pengakuan dari lingkungannya.

Menurut Nuryoto (1993:49) mengatakan, kemandirian merupakan suatu aspek kepribadian yang sangat penting dalam menentukan motivasi seorang remaja untuk bekerja. Dengan adanya kemandirian yang kuat, maka remaja dapat melakuakan sesuatu atas keinginannya sendiri,bertanggungjawab akan perbuatannya, mampu mengambil resiko, serta tidak bergantung secara emosional pada orang lain.

Mengembangkan kemandirian merupakansalah satu usaha mempersiapkan masa depan. Ali M. dan Asrori M. (2004:108) bahwa remaja mengembangkan


(14)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

kemandirian selain digunakan dalam proses pencarian identitas diri juga digunakan sebagai salah satu cara mempersiapkan diri memasuki masa dewasa. Kemandirian sebagai unsur penting agar remaja memiliki kepribadian yang matang dan terlatih dalam menghadapi masalah, mengembangkan kesadaran bahwa dirinya cakap dan mampu, dapat menguasai diri, tidak takut dan malu terhadap dirinya serta berkecil hati atas kesalahan yang diperbuatnya.

Ericson (dalam Steinberg, 2002:271) mengungkapkan bahwa perkembangan kemandirian merupakan suatu isu penting psikososial sepanjang rentang kehidupan, namun perkembangan kemandirian yang menonjol adalah selama masa remaja.Perkembangan kemandirian lebih terlihat ketika remaja disebabkan karena adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada diri individu selama periode tersebut, yaitu perubahan fisik, seksual, sosial, dan kognitif.

Papalia (2008:555) mengatakan “perubahan kognitif terjadi karena remaja mulai memasuki tahap perkembangan kognitif pada level tertinggi yaitu

operasional formal ataumampuberfikir abstrak”.Pada tahap operasional formal,

remaja diharapkan mengintegrasikan pengalaman-pengalaman yang telah dipelajari dengan tantangan di masa mendatang dan mampu membuat rencana untuk masa depan. Hurlock (1980:213)mengatakan bahwa “remaja juga mengalami perubahan pada aspek sosial.Perubahan sosial yang terjadi menuntut remaja untuk dapat melakukan penyesuaian sosial.Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolahnya”.

Dengan padatnya waktu siswa yang mandiri tersebut, tentu saja siswa tidak punya waktu untuk menikmati hiburan yang tidak bermanfaat bagi dirinya, berkumpul dengan teman-teman geng motor atau teman pergaulan yang tidak baik, atau siswa mandiri tidak punya waktu untuk bermain dengan berbagai games internet, atau kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat lainnya. Sehingga otomatis, siswa yang mandiri akan terhindar dari penyimpangan moral, kenakalan remaja, atau tindak kriminal lainnya sebagaimana yang telah peneliti paparkan di atas.


(15)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

Krisis kemandirian peserta didik, keluaran sekolah, mahasiswa dan bahkan lulusan Perguruan Tinggijuga memberikan kontribusi terhadap gagalnya atau kekurangberhasilan pendidikan agama Islam khususnya pendidikan akhlak.Mc. Kinnon dan Renner (1971); Schwebel (1975); yangdikutif Konstance Kamii (dalam Kaswardi, 1993:65) „para siswa sekolah menengah sebelumnya tidak belajar berfikir logis pada taraf formal-operasional, tentu saja ia tidak dapat

berfikir kritis dan mandiri‟. Penelitian Sunaryo Kartadinata (1988:195) berkesimpulan bahwa “pengambilan keputusan bertindak oleh mahasiswa belum dilakukan secara mandiri”. Contance Kamii (dalam Kaswardi, 1993:65) menyatakan dalam bidang moral pun ada kemungkinan, sekolah memperkuat ketergantungan anak kepada orang lain dan secara tidak sengaja menghalangi mereka menumbuhkan kemandirian dengan menggunakan tingkatan dan hukuman untuk memaksakan standard dan aturan orang dewasa.

Pendidikan semacam ini masih dipengaruhi iklim pendidikan tradisional, sebab secara sengaja maupun tidak sengaja, sasaran yang tersirat dan tersurat dalam pendidikan tradisioanal adalah ketergantungan kepada orang lain dan membuat peserta didik mengingat banyak hal, tanpa memaknai maknanya, hanya sekedar untuk melewati ujian demi ujian.

Strategi belajar pada pembelajaran pada umumnya bersifat tradisional yang kurang memandirikan siswa kurang mandiri dalam belajar. Hal ini senada dengan kritik Soemantri Brojonegoro (dalam Jalal, 2001:369) menyatakan bahwa, „salah satu kritik yang ditujukan kepada dunia pendidikan nasional adalah system dan proses pendidikannya kurang memperhatikan pembentukan kepribadian yang mandiri, kreatif, inovatif dan demokratis‟. Demikian juga pernyataan Sanusi

(1998:561) bahwa “aktif belajar mandiri dan aktif berfikir mandiri sebagai

kegiatan esensial siswa, masih jauh dari tercapai dan siswa masih belajar di bawah

potensinya”.Hal ini menunjukkan bahwa salah satu persoalan krisis dalam dunia

pendidikan adalah belum mampunya sekolah memberikan bekal yang memadai bagi peserta didik untuk dapat bekerja dan sekaligus meningkatkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Oleh karena itu pendidikan di sekolah harus menanamkan dan membiasakan akhlak kemandirian belajar pada siswa, sehingga


(16)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

melalui kemandirian belajar pada siswa menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara mandiri tanpa banyak bergantung pada guru.

Pembelajaran pada tingkat menengah atas telah menuntut kemandirian pada peserta didik,karena itujika kondisi ini tak dimiliki dapat berakibat buruk bagi peserta didik itu sendiri, yakni memiliki tingkat penyesuaiandan daya tahan belajar yang rendah. Sikap ketergantungan siswa dalam belajar menyebabkan sifat malas, ingin mendapatkan sesuatu serba instan, tidak percaya diri, tidak berani mengambil keputusan dan sifat-sifat negatif lainnya.

Salah satu kebutuhan psikologis bagi siswa adalah memperoleh kemandirian.Kemandirian merupakan kemampuan untuk membuat keputusan dan menjadikan diri sebagai sumber kekuatan emosi diri sehingga tidak tergantungpada orang lain.Dengan kemandirian siswa harus belajar dan berlatih dalam membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya, Dengan demikian siswa akan berangsur-angsur melepaskan diri.

Sunaryo (1989:78) menyatakan,kemandirian adalah kekuatan motivational dalam diri individu untuk mengambil keputusan dan menerima tanggungjawab atas konsekuensi keputusan itu. Kesempatan untuk mengawali, menjaga dan mengatur tingkah laku menunjukkan adanya suatu kebebasan pada individu yang mandiri untuk menentukan sendiri perilaku yang hendak ia tampilkan, menentukan langkah hidupnya, tujuan hidupnya, dan nilai-nilai yang akan dianut.

Selanjutnya Lie dan Prasanti (2004:2) menyatakan bahwa “kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan dan

kapasitasnya”. Siswa berusaha untuk mencapai atau menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya seiring dengan perkembangan fondasi berpikirnya mengenai masalah yang dia hadapi.

Dari beberapa definisi di atas dapat diambil benang merah bahwa secara subtansial arti mandiri/kemandirian dan otonomi/autonomy mempunyai kata kunci, yakni kemampuan untuk tidak tergantung kepada dukungan emosional orang lain, terutama guru di sekolah, mampu mengambil keputusan secara


(17)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

mandiri dan mampu menerima akibat dari keputusan secara mandiri serta memiliki seperangkat prinsip tentang benar dan salahserta tentang penting dan tidak penting.

Kemandirian merupakan masalah yang amat penting. Nabi sendiri merupakan orang-orang yang menjaga harga diri dan martabatnya, mengajarkan kemandirian, tidak bergantung dan menjauhi dari meminta-minta kepada orang lain. Untuk memenuhi kebutuhannya, seorang muslim wajib berusaha dengan mencari nafkah yang halal. Dengan nafkah itu ia dapat menghidupi dirinya, memberikan manfaat kepada orang lain.Seorang muslim tidak boleh menggantungkan hidupnya kepada orang lain.Hidup bergantung kepada orang lain merupakan kehinaan dan hidup dari usaha lain adalah tercela. Malaikat Jibril datang kepada Nabi ShallAllahu

„alaihi wa sallam kemudian berkata: “… Ketahuilah, bahwa kemuliaan orang mukmin shalatnya di waktu malam dan kehormatannya adalah dengan tidak mengharapkan sesuatu kepada orang lain”.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa sangat penting akhlak kemandirian bagi seorang muslim agar ia tidak terbiasa untuk menggantungkan berbagai aktivitas kehidupannya pada orang lain, khususnya dalam kehidupan ekonomi.Allah dan Rasul selalu menganjurkan untuk berusaha secara mandiri dalam memperoleh rezeki, karena Allah SWT telah menyediakan rezeki kepada setiap hamba-Nya.

Proses belajar dengan pola kemandirian akan sangat berarti pada siswa. Siswa akan memahami, mengerti dan dapat memperoleh makna dari pengetahuan yang diperolehnya.Untuk menerapkan pola pembelajaran yang dapat memandirikan siswa dan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pembelajaran, salah satu cara yang dapat ditempuh oleh seorang guru adalah dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning/CTL). Muhaimin (2005: 75-76) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara itu peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan dengan konteks yang terbatas, sedikit


(18)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

demi sedikit dan dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalamkehidupannya sebagai anggota masyarakat.

Perlunya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman konsep akademik yang mereka peroleh hanyalah sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan praktis kehidupan mereka, baik di lingkungan kerja maupun di masyarakat. Pembelajaran yang selama ini mereka terima lebih banyak berupa hafalan, tidak diikuti pemahaman atau pengertian yang mendalam, yang bisa diterapakan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya.Proses pembelajaran masih berfokus pada gurusebagai sumber ilmu pengetahuan.

Pembelajaran dengan CTL dimungkinkan proses belajar yang menyenangkan karena proses pembelajaran dilakukan secara alamiah dan kemudian peserta didik

dapat memperhatikan secara langsung materi yang dipelajari.“Pembelajaran CTL

mendorong peserta didik memahami makna dan manfaat sehingga akan memberikan motivasi kepada para siswa untuk rajin belajar” (Nurhadi, 2003:13).

Dalam proses pembelajaran CTL, guru mengaitkan antar materi yang diajarkan dengan kenyataan peserta didik serta mendorong mereka untuk membuat antara pengetahuan yang dimilikinya dengan praktek kehidupan mereka, baik sebagai anggota keluarga maupun sebagai anggota masyarakat.

Strategi dan penggunaan metode dalam pembelajaran menjadi penting dibandingkan dengan hasil pembelajaran. Dalam konteks itu siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaat dalam status apa mereka dan bagaimana mereka mencapainya. Dalam pembelajaran kontekstual tugas guru adalah membantu peserta didik mencapai tujuan, guru lebih banyak berurusan dengan strategi dan memposisikan sebagai fasilitator dari pada memberiinformasi dan mengajarinya.Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerjasama untuk menenukan sesuatu yang baru sebagai anggota kelas. Sesuatu yang baru (peengetahuan dan keterampilan) datang dari hasil proses menemukan sendiri, bukan dari apa yang disampaikan atau yang diajarkan guru. Dengan menerapkan


(19)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

CTL, guru tidak hanya menyampaikan materi yang berupa hafalan, tetapi juga mengatur dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar khususnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

CTL merupakan suatu proses pembelajaran yang menanamkan akhlak kemandirian pada siswa. Proses pembelajaran CTL sangat dikenal sebagai pembelajaran mandiri.Pembelajaran mandiri memberikan kebebasan kepada siswa untuk menemukan bagaimana kehidupan akademik sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Proses menemukan ini butuh waktu, tetapi hasilnya sesuai dengan waktu yang dihabiskan dalam proses menemukan.

Pemahaman tentang pembelajaran kontekstual sangat terkait dengan

pengertian “mandiri” itu sendiri (Johnson, 2002:152) “peserta didik yang memiliki tipe mandiri, mampu mengatur diri sendiri, memerintah diri sendiri, mengambil putusan sendiri dan bertanggung jawab”. Brooks & Brooks (1993:103) juga mengatakan bahwapembelajaran mandiri membangkitkan antusiasme yangsama pada anak-anak dari Taman Kanak-kanak hingga Universitas, bebas menggambarkan gagasan, minat,dan bakat mereka. Siswa yang mendapatkan pembelajaran mandiri dari segala usia semangat mengajukan pertanyaan, penyelidikan dan melakukan berbagai percobaan.

Menurut Johnson (2002:43-165) kemandirian belajar merupakan komponen pembelajaran kontekstual. Adapun karakteristik siswa yang menunjukkan kemandirian dalam pembelajaran kontekstual, adalah sebagai berikut:

a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful conections), adalah membuat hubungan antara subyek dengan pengalaman yangbermakna dan makna ini akan memberi alasan apa yang dipelajari.Menghubungkan antara pembelajaran dengan kehidupan nyata siswasehingga hasilnya akan bermakna (berarti). Ini akan membuat siswamerasakan bahwa belajar penting untuk masa depannya (Johnson,2002: 43-44).

b. Melakukan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing

significant work), adalah dapat melakukan pekerjaan atau tugas yang sesuai.

c. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning), adalah membangun minat individual siswa untuk bekerja sendiri ataupun kelompok dalam rangka


(20)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

mencapai tujuan yang bermakna dengan mengaitkan antara materi ajar dan konteks kehidupan sehari-hari (Johnson, 2002: 82-84).

d. Bekerja sama (collaborating), adalah proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kelompok, membantu siswa untuk mengerti bagaimana berkomunikasi atau berinteraksi dengan yang lain dan dampak apa yang ditimbulkannya.

e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berpikir kritis dan kreatifnya dalam pengumpulan, analisis dan sintesis data, memahami suatu isu atau fakta, dan pemecahan masalah (Johnson, 2002: 100-101).

f. Memelihara atau membina pribadi (nurturing the individual), adalah menjaga atau mempertahankan kemajuan individu. Hal ini menyangkut pembelajaran yang dapat memotivasi, mendukung, menyemangati, dan memunculkan gairah belajar siswa (Johnson, 2002: 127-128).

g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards), adalah menyiapkan siswa mandiri, produktif dan cepat merespon atau mengikuti perkembangan teknologi dan jaman. Dengan demikian dibutuhkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan sebagai wujud jaminan untuk menjadi orang yang bertanggung jawab, pengambil keputusan yang bijaksana dan karyawan yang memuaskan (Johnson, 2002: 149-150).

h. Penilaian yang sesungguhnya (authentic assesment), ditujukan pada motivasi siswa untuk menjadi unggul di era teknologi, penilaian sesungguhnya ini berpusat pada tujuan, melibatkan keterampilan tangan, penerapan, dan kerja sama serta pemikiran tingkat tinggi yang berulang-ulang. Penilaian itu bertujuan agar para siswa dapat menunjukkan penguasaan dan keahlian yang sesungguhnya dan kedalaman berpikir dari pengertian, pemahaman, akal budi, kebijaksanaan dan kesepakatan (Johnson, 2002: 165).

Berdasarkan hal-hal yang telah diungkapkan di atas tentang pembelajaran mandiri, maka penerapan CTL perlu dilaksanakan oleh setiap guru Pendidikan Agama Islam, khususnya mata pelajaran Akhlak, agar terhindar dari kegiatan


(21)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

pembelajaran yang menjenuhkan dan tentunya dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran serta akan menumbuhkan motivasi belajar siswa.

Peneliti akan mengambil salah satu dari materi Pendidikan Agama Islam untuk diteliti yaitu Model Pembelajaran Akhlak di MAN 1 Pontianak.Siswa diharapkan dalam penerapan model ini, akan mampu mengamalkan dan mempraktekan dalam kehidupan sehari-hari.

Mata Pelajaran Akhlak memiliki kontribusi dalam memberikan pemahaman, kesadaran dan pembiasaan untuk berkhlak mulia pada peserta didik. Untuk mengetahui implementasi model pembelajaran kontekstual terhadap pembinaan akhlak kemandirian peserta didik, maka peneliti terdorong untuk meneliti dan mengkaji tentang pembelajaran kontekstual (CTL) yang dilaksanakan pada pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (Mata Pelajaran Akhlak) di MAN 1 Pontianak.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahuikemampuanGuru Bidang Studi Akhlak dalam mengimplementasikan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan akhlak kemandirian siswa.

Pada latar belakang masalah telah dikemukakan bahwa penelitian ini diarahkan pada implementasi pembelajaran kontekstual dalam upaya peningkatan kemandirian belajar siswa. Pendekatan pembelajaran dimaksudkan untuk mengedapankan pola pembelajaraan yang berpusat pada siswa guna menyeimbangkan peran guru. Selama ini pembelajaran mata pelajaran akhlak di Madrasah Aliyah lebih berorientasi terhadap pencapaian target kurikulum, dengan alat ukur keberhasilan pada prestasi (tingginyanilai hasil ulangan/ujian) yang seharusnya dapat menumbuhkembangkan dan membiasakan akhlak mulia pada peserta didik dalam perilaku sehari-hari.

Tujuan pembelajaran akhlak adalah mewujudkan manusia Indonesia berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manisfestasi dari ajaran dan nilai-nilai Akidah Islam (Depag,2010:v). Untuk mencapai hal ini, maka guru harus membelajarkan peserta didik secara bermakna dan menyenangkan terutama dalam menyikapi dan menyelesaikan berbagai persoalan yang ada dan berkembang di lingkungan masyarakat sekitarnya. Model pembelajaran


(22)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

kontekstual merupakan salah satu model pembelajaran yang baik sebagai strategi pembinaan akhlak mulia.

Selain itu untuk memperoleh mutu yang baik dalam proses pendidikan harus didukung oleh mutu yang ada pada personalia (Guru, Pegawai Administrasi, Kepala Sekolah), sarana, fasilitas, media dan sumber belajar yang tersedia serta kecukupan biaya yang tersediaSukmadinata (dalam Sulis, 2011: 15).Secara lebih jelas dapat dilihat pada bagan berikut ini :

Sumber : Nana Syaodih Sukmadinata (dalam Sulis, 2011:15)

Fokus penelitian adalah implementasi pembelajaran kontekstual berbasis akhlak kemandirian dalam rangka meningkatkan kemandirian belajar siswa. Kurikulum, guru, siswa, sumber belajar, media pembelajaran, lingkungan belajar dan evaluasi merupakan faktor-faktor pendukung.

Output (lulusan) :  Pengetahuan  Kepribadian  Performance Instrumental Input :

 Kebijakan pendidikan

 Program pendidikan, kurikulum  Personalia : KS, Guru, Staf TU  Sarana, fasilitas, media, biaya

Raw Input (siswa)  Intelek

 Fisik-kesehatan  Sosial, afektif  Peer Group

Proses Pendidikan :  Pengajaran  Pelatihan  Pembimbingan  Evaluasi  Eks.Kul  Pengelolaan

Envirorimental Input :  Lingkungan Sekolah  Lingkungan Keluarga  Masyarakat

 Lembaga Sosial, unit kerja


(23)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa B.Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah

Berdasarkan paparan dari bagian latar belakang penelitian, maka dapat dipahami bahwa; (1) dalam pembelajaran akhlak dituntut siswa dibina akhlaknya, baik perilakunya kepada Allah Swt. sesama manusia dan pada dirinya sendiri. Sehingga diharapkan siswa dapat memahami dan mempraktekkan dalam setiap perkataan dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya tentang akhlak pada diri sendiri, yaitu akhlak kemandirian belajar; (2) Kontekstual merupakan salah satu model pembelajaran yang bertujuan membekali siswa keterampilan belajar mandiri yang lebih bermakna. Oleh karena itu, masalah penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana implementasi pembelajaran kontekstual

dalam upaya meningkatkan kemandirian belajar siswa dan bagaimana proses pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan kemandirian belajar siswa?Agar masalah penelitian ini lebih rinci, maka dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kondisi nyata pembelajaran akhlak saat ini yang berkaitan dengan perancangan pembelajaran, kinerja guru, dan aktivitas belajar siswa? 2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran kontekstual dalam upaya

meningkatkan kemandirian belajar siswa?

3. Bagaimanakah hasil peningkatan kemandirian belajar pada pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan kemandirian belajar siswa?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Implementasi Pembelajaran Kontekstual dalam Upaya MeningkatkanKemandirian Belajar Siswa di MAN 1

Pontianak” . Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan informasi dan mendeskripsikan kondisi nyata pembelajaran akhlak saat ini yang berkaitan dengan perancangan pembelajaran, kinerja guru, dan aktivitas belajar siswa.

2. Mendapatkan informasi dan mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan kemandirian belajar siswa.


(24)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

3. Mendapatkan informasi dan mendeskripsikan hasil peningkatan kemandirian belajar pada pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan kemandirian belajar siswa.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi acuan guru dalam pembelajaran akhlak dengan model pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan kemandirian belajar siswa. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Manfaat Teoritis

Impelementasi pembelajaran kontekstual berbasis akhlak kemandirian dalam upaya meningkatkan kemandirian siswa ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam bidang pendidikan, terutama untuk:

a. Menemukan prinsip atau dalil mengenai impelementasi pembelajaran kontekstual berbasis akhlak kemandirian dalam upaya meningkatkan kemandirian siswa, khususnya pada mata pelajaran akhlak.

b. Bidang pengembangan kurikulum sebagai informasi model yang ada atau menambah wawasan guru dalam implementasi model pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan kemandirian belajar siswa.

c. Bagi pengembangan ilmu, dapat memberikan wawasan dan kekayaan bagi teori pendidikan umum/nilai yang sudah berkembang. Khususnya dalam memahami makna penanaman dan pembiasaan akhlak kemandirian yang pada saat ini justru anak-anak sudah terbiasa menggantungkan segala kebutuhannya pada orang tua dan demikian juga pola pembelajaran di sekolah yang lebih kepada Teacher Center, sehingga siswa sudah terbiasa belajar berdasarkan transfer pengetahuan dari guru. Siswa sangat tergantung dari pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Kondisi seperti ini secara tidak disadari membuat siswa menjadi tidak kreatif dan hanya menunggu perintah dari guru. Oleh karena itu, untuk dapat memperoleh sejumlah prinsip yang dapat dijadikan acuan dalam memberdayakan potensi siswa secara maksimal dan dalam rangka memberikan kontribusi keilmuan Pendidikan


(25)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

Umum, secara konseptual dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang ragam model yang dapat digunakan dalam pembelajaran pada pelaksanaan pendidikan umum.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat praktis bagi beberapa pihak dalam meningkatkan pelaksanaan pembelajaran akhlak. Temuan-temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak, antara lain: a. Bagi praktisi pendidikan menambah wawasan dan keterampilan para praktisi

pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan proses pembelajaran di kelas. b. Bagi pengembang (ahli) kurikulum dan pengajaran, hasil penelitian ini

diharapkan dapat memperkaya khasanah bidang pengajaran, khususnya model pembelajaran kontekstual yang diharapkan menjadi salah satu bahan kajian dalam pengembangan model-model pembelajaran lainnya.

E. Struktur Organisasi Disertasi

Dalam bagian ini akan diungkapkan secara beurutan keseluruhan isi disertasi, sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, mencakup: a. Latar Belakang Penelitian, b. Identifikasi dan Perumusan Masalah, c. Tujuan Penelitian, d. Manfaat, e. Struktur Organisasi Disertasi. Bab II Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa, meliputi: a.Kedudukan Pendidikan dan Kemandirian Dalam Pendidikan Umum, b.Nilai-Nilai Kemandirian Dalam Pendidikan, c. Model Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa, d.Hasil Penelitian Terdahulu, e. Kerangka Pemikiran (Paradigma Penelitian). Bab III Metode Penelitian, meliputi: a. Pendekatan Penelitian, b. Desain Penelitian Tindakan Kelas, c. Langkah-Langkah Penelitian, d. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data, d. Definisi Konseptual, e. Lokasi dan Subjek Penelitian, f. Pengujian Validitas Penelitian Kualitatif.Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, mencakup a. Hasil Penelitian, b. Pembahasan Hasil Penelitian. Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi.


(26)

Rianawati, 2013


(27)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, sebab dengan pendekatan kualitatif peneliti dapat menguraikan data yang diperoleh. Yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berorientasi pada gejala-gejala yang bersifat alamiah karena orientasinya demikian, maka sifatnya naturalistik dan mendasar atau bersifat kealamiahan serta tidak bisa dilakukan dilaboratorium melainkan harus terjun di lapangan. Oleh sebab itu penelitian seperti ini disebut dengan field study (Nazir, 1986:159).

Jadi, yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan penelitian dengan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang perilaku yang dapat diamati sehingga menemukan kebenaran yang dapat diterima oleh akal sehat. Penggunaan pendekatan kualitaif, khususnya dalam penelitian tindakan kelas, dipertegas oleh Rochiati (dalam Kunandar, 2008:47) menyatakan bahwa „penelitian tindakan kelas termasuk penelitian kualitatif, meskipun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif, dimana uraiannya bersifat deskriptif dalam bentuk uraian kata-kata, dimana peneliti merupakan instrument pertama dalam pengumpulan data, proses sama pentingnya dengan produk‟.

Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian kualitatif menurut Moleong (2007:6) ”penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah”.

Berdasarkan pendapat di atas, penelitian kualitatif adalah penelitian yang lebih memperhatikan fenomena yang terjadi yang dialami oleh subjek penelitian. Dengan demikian, peneliti dapat mengetahui permasalahan di kelas dan diuraikan secara deskriptif disertai dengan kata-kata yang memperkuat temuan yang ada.


(28)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

Data yang diperoleh dari penelitian kualitatif seperti hasil observasi, wawancara, dokumentasi, cuplikan tertulis dari dokumen dan catatan lapangan tidak dituangkan dalam bentuk dan bilangan statistik.Peneliti melakukan analisis data dengan memperkaya informasi dan melalui analisis komparasi sepanjang tidak menghilangkan data aslinya.

B. Desain Penelitian Tindakan Kelas

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) atau PTK yang dilakukan secara kolaboratif antara guru mata pelajaran dengan peneliti.PTK merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan rasional dari tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta untuk memperbaiki kondisi-kondisi dimana praktik-praktik pembelajaran tersebut dilakukan (Soedarsono, 2001 : 2).

Dengan dilaksanakannya PTK, berarti guru juga berkedudukan sebagai peneliti, yang senantiasa bersedia meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Upaya peningkatan kualitas tersebut diharapkan dilakukan secara sistematis, realitis, dan rasional, yang disertai dengan meneliti semua “ aksinya di depan kelas sehingga gurulah yang tahu persis kekurangan-kekurangan dan kelebihannya. Apabila di dalam pelaksanaan “aksi” atau “tindakan”-nya masih terdapat kekurangan, dia akan bersedia mengadakan perubahan sehingga di dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya tidak terjadi permasalahan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. Sementara itu, dilaksanakannya PTK di antaranya untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau pengajaran yang diselenggarakan oleh guru/pengajarpeneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada lagi permasalahan yang mengganjal di kelas.


(29)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

Adapun karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) atau PTK dapat disebutkan:

1. Situasional, artinya berkaitan langsung dengan permasalahan konkret yang

dihadapi guru dan siswa.

2. Kontekstual, artinya upaya pemecahan yang berupa model dan prosedur

tindakan tidak lepas dari konteksnya, mungkin konteks budaya, sosial politik, dan ekonomi dimana proses pembelajaran berlangsung.

3. Kolaboratif, partisipasi antara guru-siswa dan mungkin asisten atau teknisi

yang terkait membantu proses pembelajaran. Hal ini didasarkan pada adanya tujuan yang sama yang ingin dicapai.

4. Self reflective dan self evaluative, pelaksana, pelaku tindakan, serta objek

yang dikenai tindakan melakukan refleksi dan evaluasi diri terhadap hasil atau kemajuan yang dicapai. Modifikasi perubahan yang dilakukan didasarkan pada hasil refleksi dan evaluasi yang mereka lakukan.

5. Fleksibel, dalam arti pemberian sedikit kelonggaran dalam pelaksanaan tanpa

melanggar kaidah metodologi ilmiah. Misalnya, tidak perlu adanya prosedur sampling, alat pengumpul data yang lebih bersifat informal, sekalipun dimungkinkan dipakainya instrumen formal sebagaimana dalam penelitian eksperimental (Soedarsono, 2001 : 5).

Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk memperbaiki, meningkatkan, dan mengadakan perubahan ke arah yang lebih baik sebagai upaya pemecahan masalah, serta menemukan model dan prosedur tindakan yang memberikan jaminan terhadap upaya pemecahan masalah yang mirip atau sama, dengan melakukan modifikasi dan penyesuaian seperlunya dalam kegiatan pembelajaran untuk mengatasi kesulitan siswa dalam pembelajaran (Soedarsono, 2001: 5). Dengan demikian tujuan yang diharapkan dalam PTK yang dilaksanakan di kelas XI jurusan Agama (satu kelas) agar ada perbaikan dan peningkatan pola pembelajaran sehingga diharapkan melalui implementasi pembelajaran kontekstual siswa memiliki kemandirian belajar.

Dalam Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) atau PTK, desain dapat digambarkan sebagai berikut:


(30)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa Bagan 3.7. Alur Kerja PTK

Sumber :(Soedarsono, 2001 : 18).

Pada gambar di atas, pada tahap awal, peneliti melakukan penjajagan

(assesement) untuk menentukan masalah hakiki yang dirasakan terhadap apa yang

telah dilaksanakan selama ini. Pada tahap ini peneliti dapat menimbang dan mengidentifikasi masalah-masalah dalam praktik pembelajaran (memfokuskan masalah) kemudian melakukan analisis dan merumuskan masalah yang layak untuk penelitian tindakan.Pada tahap kedua, berdasarkan masalah yang dipilih, disusun rencana berupa skenario tindakan atau aksi untuk melakukan perbaikan, peningkatan dan atau perubahan ke arah yang lebih baik dari praktik pembelajaran yang dilakukan untuk mencapai hasil yang optimal atau memuaskan.Pada tahap ketiga, dilakukan implementasi rencana atau skenario tindakan.Peneliti bersama-sama kolaborator atau partisipan (misalnya guru, peneliti yang lain, serta siswa) melaksanakan kegiatan sebagaimana yang ditulis dalam skenario.Pemantauan atau

monitoring dilakukan segera setelah kegiatan dimulai (on going procces monitoring). Rekaman semua kejadian dan perubahan yang terjadi perlu

dilakukan dengan berbagai alat dan cara, sesuai dengan kondisi dan situasi kelas. Pada tahap keempat, berdasarkan hasil monitoring dilakukan analisis data yang dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk mengadakan evaluasi apakah tujuan yang dirumuskan telah tercapai.Jika belum memuaskan maka dilakukan revisi atau modifikasi dan perencanaan ulang untuk memperbaiki tindakan pada siklus sebelumnya. Proses daur ulang akan selesai jika peneliti merasa puas terhadap

Awal Akhir Perencanaan

Observasi Observasi

Upaya perubahan

Observasi

Keadaan

Jika belum

Memuaska

Perbaikan

Keadaan

Perubahan

Perbaikan peningkatan lebih baik

Penjajagan/a Rencana

Penjajagan

Refleksi Ke siklus selanjutnya

Pelaksanaan PTK RD


(31)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

hasil dari tindakan yang dilakukan sesuai rencananya Soedarsono(2001:19). Secara sederhana, penelitian tindakan kelas dilaksanakan berupa proses pengkajian berdaur yang terdiri dari empat tahap .

Bagan 3.8. Penelitian tindakan Kelas Model Kemmis dan Taggart Model Kemmis dan Taggart (dalam Soedarsono, 2001:19)

Jika model Kemmis dan Taggart tersebut diikuti, maka peneliti pada tahap pertama menyusun rencana skenario tentang apa yang telah dilakukan dan perilaku apa yang diharapkan terjadi pada siswa sebagai reaksi atas tindakan yang akan dilakukan, dalam hal ini penerapan pendekatan kontekstual berbasis akhlak kemandirian di MAN 1 Pontianak. Di dalam skenario tersebut disebutkan pula fasilitas yang diperlukan, sarana pendukung proses pembelajaran, alat, serta cara merekam perilaku selama proses berlangsung. Dengan kata lain, peneliti harus mempersiapkan dengan baik rencana tindakan beserta kelengkapan/fasilitas yang diperlukannya.

Pada tahap kedua, peneliti melaksanakan rencana tindakan sesuai skenario. Terkait dengan penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti, maka rencana tindakan meliputi: perencanaan satuan pelajaran dan strategi

Act & observe Reflect

Plan

Reflect

Revise plan


(32)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

pembelajaran, panduan evaluasi, pembentukan kelompok kecil,serta pedoman observasi.

Pelaksanaan tindakan dilakukan berdasarkan skenario di dalam situasi sosial, artinya terdapat interaksikomunikasi antara guru-siswa dan antar siswa di dalam suasana pembelajaran.Kegiatan pelaksanaan tindakan merupakan bagian pokok dalam PTK.Oleh karena itu, harus dilakukan dengan keseriusan dan kesungguhan, meskipun bukan merupakan situasi eksperimental yang mencekam.Situasi kelas harus diupayakan senormal mungkin seperti kesehariannya. Pada saat proses berlangsung, peneliti mengamati atau mengobservasi perubahan perilaku yang diduga sebagai reaksi atau tanggapan terhadap tindakan yang diberikan. Peneliti dalam hal ini harus mengamati dengan cermat perubahan perilaku sesuai situasi kelas. Jika terjadi arah yang diduga merugikan atau negatif, maka perlu dilakukan perubahan tindakan pencegahan dan mengembalikan ke arah yang benar sesuai apa yang telah dirancang.

Tahap ketiga, dalam alur daur tersebut adalah

monitoring/pemantauan.Monitoring dapat dilakukan oleh peneliti, asisten, bahkan

siswa sendiri.Peneliti dapat membuat catatan (fieldnote), rekaman, catatan harian, dan cara-cara yang biasa dipakai dalam penelitian.

Tahap keempat adalah refleksi. Dengan refleksi ini peneliti dapat melakukan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukannya. Hasil observasi dianalisis dan dipergunakan untuk evaluasi terhadap prosedur, proses, serta hasil tindakan.Peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui apakah yang terjadi sesuai dengan rancangan skenario, apakah tidak terjadi penyimpangan atau kesalahan prosedur, apakah prosesnya seperti yang dibayangkan dalam skenario, dan apakah hasilnya sudah memuaskan sebagaimana diharapkan. Jika ternyata belum memuaskan, maka perlu ada perancangan ulang yang diperbaiki, dimodifikasi, dan jika perlu, disusun skenario baru jika sama sekali tidak memuaskan. Dengan skenario yang telah diperbaiki tersebut dilakukan siklus atau daur berikutnya (Soedarsono, 2001: 21-22).


(33)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa Adapun prosedur penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan Pra Tindakan

Kegiatan pra tindakan ini diawali dengan wawancara yang tidak terstruktur kepada guru mata pelajaran akhlak. Wawancara tentang pembelajaran yang nantinya akan menentukan tindakan yang mengarah pada perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa. Hasil dari penelitian pra tindakan ini merupakan hasil dari observasi, wawancara kepada guru dan evaluasi.

Pertanyaan yang diajukan dalam kegiatan pra tindakan adalah sekitar kebiasaan guru dalam pembelajaran, metode yang digunakan dalam mengajar, media, sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran dan masalah-masalah yang timbul pada saat pembelajaran.

Setelah melakukan wawancara dan observasi pada kegiatan pra tindakan, peneliti bersama guru melakukan refleksi awal dalam rangka perbaikan strategi pembelajaran.Peneliti lebih lanjut mendiskusikan kepada guru untuk memperbaiki model pembelajaran, sehingga diharapkan siswa dapat belajar dengan baik dengan kemandirian belajar yang dimilikinya serta diharapkan siswa dapat menerapkan pelajaran akhlak yang diterima di sekolah dalam kehidupannya sehari-hari. Peneliti mendiskusikan model pembelajaran kontekstual dengan mengaplikasikan tujuh komponen pembelajaran untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa. Selanjutnya, peneliti bersama guru merancang rencana pembelajaran model kontekstual dan mempersiapkan instrument untuk selanjutnya dilaksanakan penelitian tindakan kelas dalam empat siklus pembelajaran.

Siklus I

Siklus pertama dalam PTK (classroom action research) ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi sebagai berikut;

1. Perencanaan (Planning)

Siklus pertama direncanakan dalam satu tindakan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Nopember 2011 dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran (2 x 45 menit) yang terbagi dalam kegiatan pendahuluan yang terdiri dari kegiatan orientasi,


(34)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

apersepsi, motivasi dan pembentukan kelompok. Alokasi kegiatan pendahuluan terdiri dari 15 menit. Kegiatan inti adalah kegiatan pelaksanaan pembelajaran kontekstual, dimana guru bersama siswa melakukan kegiatan mengkonstruksi pengetahuan, inquiry, questioning, learning community, dan modelling. Alokasi waktu untuk kegiatan inti terdiri dari 55 menit.Selanjutnya, terakhir kegiatan penutup dimana guru dan siswa melakukan kegiatan refleksi dan authentic

assessment.Kegiatan penutup dialokasikan waktunya 25 menit.

Adapun kegiatan perencanaan yaitu:

a. Tim peneliti melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan guru kepada siswa dengan menggunakan pembelajaran kontekstual berbasis akhlak kemandirian.

b. Membuat rencana pembelajaran kontekstual berbasis akhlak kemandirian. c. Membuat lembar kerja siswa.

d. Membuat instrument yang digunakan dalam siklus PTK e. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.

2. Pelaksanaan (Acting)

Tindakan pembelajaran pada siklus 1 dilaksanakan pada tanggal 1 Nopember 2011 selama 90 menit (2 x 45 menit) yang berlangsung dari pukul 14.00-15.30 WIBA. Sub pokok bahasan adalah Akhlak Berpakaian. Adapun rincian kegiatan pelaksanaan adalah sebagai berikut:

Kegiatan pelaksanaan pembelajaran akhlak dengan model kontekstual berbasis kemandirianbelajar terdiri dari tiga kegiatan, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

a. Kegiatan Pendahuluan, terdiri dari kegiatan sebagai berikut: Orientasi:

1) Menyampaikan salam pembuka. 2) Menanyakan kabar siswa.

3) Menanyakan siswa yang tidak masuk. 4) Menyampaikan materi pelajaran.


(35)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa 5) Menyampaikan rumusan masalah.

6) Menanyakan kepada siswa tentang tujuan belajar.

7) Menyebutkan tentang bahan bacaan materi akhlak perjalanan.

Apersepsi:

1) Menggali pengetahuan awal siswa tentang akhlak berpakaian (Kontekstual). 2) Mengaitkan pengetahuan awal dengan materi akhlak berpakaian yang akan

dibahas (Kontekstual).

Motivasi:

1) Memotivasi siswa untuk mempelajari dan memahami pengertian dan pentingnya akhlak berpakaian.

2) Memotivasi siswa untuk berperilaku dan bersikap sesuai dengan tuntunan agama ketika dalam berpakaian.

3) Pembagian kelompok secara mandiri, dengan memperhatikan kelompok perempuan dengan perempuan dan laki-lakai dengan laki-laki. Seluruh jumlah siswa di kelas dibagi lima kelompok.

b. Kegiatan inti yang terdiri dari kegiatan sebagai berikut: 1) Kegiatan Guru

a) Guru mengkonstruksi pengetahuan awal siswa dengan pengetahuan yang akan dipelajari dengan cara melibatkan siswa mencari informasi yang luas sesuai dengan materi akhlak berpakaian melalui pertanyaan-pertanyaan (Questioning), metode tanya jawab dan dapat juga terjadi dalam proses pembelajaran yang menggabungkan pengetahuan siswa antar siswa, siswa dengan sumber belajar dan teori dengan praktiknya dalam kehidupan nyata yang dialami oleh siswa (Konstruktif).

b) Guru memfasilitasi siswa dengan membuka film pendek melalui LCD sebagai nara sumber pembelajaran akhlak berpakaian.

c) Guru menyediakan media dan sumber belajar. d) Guru memfasilitasi terjadinya interaksi.


(36)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa

e) Guru memfasilitasi peserta melakukan kegiatan merumuskan masalah, mencari, menemukan dan menganalisis pemecahan masalah (Inquiry). f) Guru memberi tugas melalui kegiatan membaca dan mengetik/menulis. g) Guru memfasilitasi peserta melalui pemberian tugas dalam bentuk

diskusi (Masyarakat Belajar).

h) Guru memfasilitasi peserta untuk berkolaborasi dan kooperatif. i) Guru memfasilitasi peserta berkompetisi.

j) Guru memberikan umpan balik positif, penguatan secara lisan atau tulisan.

k) Guru mengkonfirmasi kegiatan eksplorasi dan elaborasi.

l) Guru memfasilitasi peserta merefleksi untuk memperoleh pengalaman belajar (Refleksi).

m) Guru memfasilitasi peserta memberi bantuan dalam mengatasi masalah, memberi acuan/informasi dan mengecek hasil eksplorasi dan elaborasi.

2) Kegiatan Siswa

a) Siswa mencermati petunjuk guru.

b) Siswa menyelesaikan tugas dalam kelompok dengan menggunakan sumber bacaan buku dan internet (Tanya Jawab, Inquiry, Konstruktif, Masyarakat Belajar).

c) Siswa menampilkan hasil kerja kelompoknya di depan kelas (Modelling)/unjuk kerja/demontrasi.

d) Siswa melakukan penilaian proses terhadap penampilan hasil kelompok temannya(authentic assessment).

c. Kegiatan penutup yang terdiri dari kegiatan sebagai berikut:

1) Guru memberikan penekanan-penekanan /penguatan-penguatan pada hal-hal pokok.

2) Guru bersama siswa merefleksi (Refleksi) hasil pembelajaran yang telah dilakukan.


(37)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa 3. Pengamatan (Observation)

a. Situasi kegiatan belajar mengajar. b. Keaktifan siswa.

c. Kemampuan siswa dalam diskusi kelompok dan dalam mencari Problem

Solving.

4. Refleksi (Reflecting)

Refleksi dilakukan setelah tindakan siklus 1 selesai berdasarkan hasil observasi kegiatan guru mengajar dan kemandirian belajar siswa.

Siklus 2

Seperti halnya siklus pertama, siklus kedua penelitian tindakan kelas (classroom action research) terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

1. Perencanaan (Planning)

Tim peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan refleksi pada siklus pertama.

2. Pelaksanaan (Acting)

Guru melaksanakan pembelajaran kontekstual berbasis akhlak kemandirian berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus pertama.

3. Pengamatan (Observation)

Tim peneliti (guru) melakukan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran kontekstual berbasis akhlak kemandirian.

4. Refleksi (Reflecting)

Tim peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua dan menyusun rencana (replaning) untuk siklus ketiga.

Siklus 3 dan 4

Siklus ketiga dan keempat merupakan putaran ketiga dari pembelajaran kontekstual berbasis akhlak kemandirian dengan tahapan yang sama seperti pada siklus pertama dan kedua.


(38)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa 1. Perencanaan (Planning)

Peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada siklus kedua.

2. Pelaksanaan (Acting)

Guru melaksanakan pembelajaran kontekstual dengan berbasis akhlak kemandirian berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus kedua. 3. Pengamatan (Observation)

Peneliti bersama guru melakukan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran kontekstual berbasis akhlak kemandirian.

4. Refleksi (Reflecting)

Peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus ketiga dan keempat kemudian menganalisis serta membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran kontekstual berbasis akhlak kemandirian dalam upaya peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa kelas XI Jurusan Ilmu Agama Islam pada kegiatan pembelajaran mata pelajaran akhlak di MAN 1 Pontianak.

PTK ini dilaksanakan melalui tiga siklus untuk melihat peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam mengikuti mata pelajaran akhlak melalui pembelajaran kontekstual berbasis akhlak kemandirian. Untuk lebih jelasnya siklus penelitian tindakan kelas (classroom action research) dapat dilihat pada gambar berikut:


(39)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa Gambar 3.9. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

SIKLUS 1 Penjajagan

Perencanaan  Pedoman observasi.  Menyiapkan modul.  Menyusun rencana

dan strategi pembelajaran.  Panduan evaluasi.  RPP.

Jika belum memuaskan hasilnya.

Revisi Perencanaan

Berdasarkan hasil refleksi yang diperoleh maka, peneliti harus merevisi atau memodifikasi

perencanaan atas kekurangan yang dijumpai pada tahap.

implementasi siklus I.  Observasi

pembelajaran Akhlak sebelum

implementasi pembel. Konteks.di kelas yang menjadi objek penelitian.

Analisis dan identifikasi

 Kreativitas dan kemandirian belajar siswa pada pembelajaran tradisional.

 Guru Menggunakan pendekatan pembelajaran tradisional.

Pelaksanaan

Kegiatan penerapan model

pembelajaran kontekstual dalam 7 komponen: Konstruktivisme, Inquiri,

Questioning,

LearningCommunity,Modeling,

Refleksi,

danAuthentic Assesment dgn fokus

Observasi

 Mengobservasi proses pembelajaran dan kegiatan guru  Observasi dilakukan

padakemandirian belajar siswa.

Refleksi

Dilakukan pada proses pembelajaran kontekstual, kegiatan guru, dan kemandirian belajar siswa.

Dilanjutkan ke siklus II, dan jika hasilnya juga masih belum memuaskan, maka

dilanjutkan ke siklus III dan IV.


(40)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa C. Langkah-Langkah Penelitian

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian ini, maka perlu merancang langkah-langkah penelitian terlebih dahulu. Proses penelitian ini berlangsung dari awal hinga akhir dengan melalui tiga tahapan:pertama, adalah tahap studi pendahuluan yang mencakup studi awal dan studi perencanaan. Hasil kajian selama studi awal dan studi perencanaan menjadi sumber acuan untuk mempertajam fokus penelitian.Setelah fokus penelitian ditemukan, lalu merumuskan masalah penelitian;Kedua,adalah tahap pelaksanaan penelitian.Peneliti mulai melaksanakan pengumpulan data melalui observasi, interview, dokumentasi, dan angket. Semua hasil data yang ditemukan di lapangan diuji keabsahannya dan dianalisis. Proses ini berjalan selama pelaksanaan penelitian berlangsung;Ketiga,adalah tahap pembahasan hasil penelitian. Pada tahap ini, peneliti menyelesaikan pembahasan hasil penelitian berdasarkan data lapangan yang telah dianalisis. Dari hasil pembahasan ini akandirumuskan kesimpulan umum dan khusus serta rekomendasi.

Secara sederhana peneliti merumuskan langkah-langkah penelitian sebagaimana gambar berikut:


(41)

Rianawati, 2013

Implementasi Pembelajaran Kontekstual Dalam Upaya Meningkatkan Belajar Siswa Bagan 3.10Langkah-langkah Penelitian Secara Umum

Implementasi Pembelajaran Kontekstualdalam Upaya Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa di MAN 1 Pontianak

STUDI PENDAHULUAN

PERENCANAAN DAN PERSIAPAN PENELITIANMELALUI OBSERVASI, WAWANCARA, DOKUMENTASI DAN ANGKET

PELAKSANAAN PENELITIAN PADA PEMBELAJARAN TRADISIONAL

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN KOMPONEN KONSTRUKTIVISME, INQUIRI, QUESTIONING, LEARNING COMMUNITY,

MODELING, REFLEKSI, DAN AUTHENTIC ASSESMENT MELALUI PTK

PENGUJIAN VALIDITAS DATA

ANALISIS DATA

TEMUAN PENELITIAN

KESIMPULAN HASIL PENELITIAN DAN REKOMENDASI

IMPELEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL


(1)

Mussen, P.H. dkk. (1989). Perkembangan dan Kepribadian Anak. Edisi Keenam. Diterjemahkan Oleh F.X. Budianto,Gianto Widianto dan Arum Gayatri. Cetakan II. Jakarta: PenerbitArcan.

Muslich, M. (2007). KTSP (Pembelajaran Berbasis Kontekstual) Panduan Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Mutadin, Z. (2002). Pengaruh Kejujuran Terhadap

Kemandirian.[tersedia].www.e_psikologi.com.

Nasution. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nata, A. (2009 : 47). Perspektif Islam TentangStrategi Pembelajaran. Jakarta:

Prenata Media Group.

Nazir, M. (1986).MetodePeneitian. Bandung: RemajaRosdaKarya. Ndraha, T. (1997 : 11). Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurhadi. (2003). Pengembangan Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Nuryoto. (1993). Hubungan Antara Peran Jenis dengan Kemandirian Siswa SMU.DisertasiFakultas Psikologi UGM: tidak diterbitkan.

O’Connor, D.J. (1971). An Introduction to the Philosophy of Education, London: Routledge Kegan Paul.

Oka, D.D. (2002). Neighborhood Sebagai Sumber Pembelajaran Bahasa Inggris. Dirjen Dikdasmen Dir. SLTP. Proyek Peningkatan SLTP.

Papalia, D.E., et al. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan). Proceeding Konferensi Nasional II Ikatan Psikologi Klimnis – Himpsi h 252-257, ISBN :978-979-21-2845-1.


(2)

Phenix, P.H. (1964). Realms of Meaning. New York: Mc. Graw Hill Book Company. Poedjiadi, A. (1999). Pengantar Filsafat Ilmu Bagi Pendidik. Bandung: Yayasan Cendrawasih.

Poerwadarminta, W.J.S. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pribadi, S. (1981). In search of A Formulation of The General Aim of Education. Volume III, Bandung: LPPD IKIP Bandung.

Pujiningsih, S. (2004). Kemandirian Belajar dalam Meningkatkan Prestasi Mahasiswa Pendidikan Akutansi. Jurnal Pendidikan Akutansi Indonesia. Vol.

III no. 1-tahun 2004. http://journal. uny.

ac.id/index.php/jpakun/article/view/830. [07 Oktober 2012].

Riyanto, Y. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Guru/Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana

Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Rusman. (2008). Manajemen Kurikulum Seri Manajemen Sekolah Bermutu. Bandung: UPI Press.

Saekhan, M.M. (2008). Pembelajaran Kontekstual. Semarang: Rasail Media Group. Sagala, S. (2010). Manajemen Strategidalam Peningkatan Mutu Pendidikan.

Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, W. (2005). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Prenada Media Group.


(3)

---(2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada Media Group.

Sanusi, A. (1998). Pendidikan Alternatif. PPS IKIP Bandung: PT Grafindo Media Pratama.

Saskatchewan, R. (2007). [Online] Tersedia: http

://www.are.edu.au./07pap/gi107012.pdf. dalam Gurdish K. Gill Grauduate School of Education The University of Western Aaustralia.( 21 Mei 2008). [25 Agustus 2012].

Satmoko, R.S. (1999). Landasan Kependidikan (Pengantar Kearah Ilmu Pendidikan Pancasila). Semarang: IKIP Semarang Press.

Sauri, S. (2004).Membangun Komunikasi dalam Keluarga, Kajian Nilai Religi. Jakarta: MitraUtama.

---(2011). Filsafat dan Teosofat Akhlak. Bandung: Rizqi Press.

Sauri, S., & Herlan, F. (2010).Meretas Pendidikan Nilai. Bandung: CV ArfinoRaya. Siahaan. (1991).Peranan Ibu Bapak Mendidik Anak. Bandung : Angkasa.

Siregar, E., dan Nara, H. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sizer, T. (1992). Horace’s School. New York: Houghton Mifflin. Soedarsono, F.X. (2001). Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Steinberg, L. (2002). Adolescence. Edisi keenam. Boston: Mcgraw-Hill Companies. Stephen, D.S. (2005).A Cognitive Approach to Instructional Design for Multimedia


(4)

University Flagstaff, AZ. [Tersedia].steve.sorden@nau.edu.( 15 September 2012].

Sudjana, N. (2000). Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah. Bandung : Nusantara Press.

Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

---, (2007), MetodePenelitianPendidikanKuantitatif, Kualitatifdan R & D, Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. et al. (2001). Common Textbook Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.

Suhufi, S.M. (2003). Prinsip dan Etika Pribadi Dalam Islam. diterjemahkan oleh Hadi Prasetio, Jakarta:Pustaka Intermasa.

Sujono, A. (1999:40) Pengantar Evauasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Sukasah, U. (1998). Pola Intuisi dan Metode Intuisi Menembus Kegelapan Manusia. Bandung: IKIP.

Sukmadinata, N.S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Sulistyarini, (2010).Pengembangan Model Inquiri Berbasis Nilai Demokrasi untuk Pengayaan Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (StudiKasus di SMP Negeri 2 Pontianak).DisertasiDoktor UPI. tidakditerbitkan

Sumaatmadja, N. (2002). Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung: AlFabeta.


(5)

Sumantri, E. (1993). Pendidikan Moral Suatu Tinjauan dari Sudut Konstruksi dan Proposis. Bandung : IKIP.

Sumarmo. (2004). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah disajikan pada Seminar Pendidikan Matematika di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. tidak diterbitkan. [Online] Tersedia. http://math.sps.upi.edu/?p=61. (8 Juli 2004). [25 September 2012]

Surya, H. (2003). Kiat Mengajak Anak Belajar dan Berprestasi. Jakarta: PT. Grasindo.

Suryati, N. (2003). Refleksi dalam Pelajaran Bahasa Inggris. Makalah Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.

Susan, C.dll. (1995), Learning to Teach in the Secondary School. London: Routledge. Syahidin, dkk. (2009). Moral Kognisi Islam, Buku Teks Pendidikan Islam Untuk

Perguruan Tinggi.Bandung:Mizan

Syihab, M.Q. (1999). Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan.

Tasker, R. (1992). Effective Teaching: What Can a Constructivist View of Learning Offer. The Australian Science Teacher Journal. 38 (1).

Tasmara, T. (2002). Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta: Gema Insani.

Thoha, C. (1996). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar IKAPI.

Tuloli, J.H. (1992). Transformasi Potensi Generasi Muda Menuju Insan Mandiri.Menguak Kegiatan Pembina Pramuka di Indonesia. Disertasi Doktor. Bandung : FPS-IKIP. tidak diterbitkan.


(6)

Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003. (2006).Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Sinar Grafika.

Warsita, B. (2008). Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasi. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Wheatley, G.H. (1991).Constructivist Perspective on Science and Mathematics Learning. Science Education Journal. 75 (1). 9 - 21.

Yulaelawati, E. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran, Filosofi, Teori dan Aplikasi.Bandung: Pakar Raya.

Yusuf, S. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.


Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI METODE DISKUSI DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI PADA MATA PELAJARAN Implementasi Metode Diskusi Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas Xi Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Di Man 2 Surakarta Tahun

0 3 16

IMPLEMENTASI METODE DISKUSI DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI PADA MATA PELAJARAN Implementasi Metode Diskusi Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas Xi Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Di Man 2 Surakarta Tahun

0 1 14

PENDAHULUAN Implementasi Metode Diskusi Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas Xi Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Di Man 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 5 4

IMPLEMENTASI ACTIVE LEARNING DALAM MENINGKATKAN MUTU BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FIKIH KELAS X Implementasi Active Learning Dalam Meningkatkan Mutu Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fikih Kelas X Di MAN 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 2 18

IMPLEMENTASI ACTIVE LEARNING DALAM MENINGKATKAN MUTU BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FIKIH KELAS X Implementasi Active Learning Dalam Meningkatkan Mutu Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fikih Kelas X Di MAN 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 2 15

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (SUATU PENELITIAN TINDAKAN KELAS).

0 1 23

IMPLEMENTASI AKTIVITAS PEMBELAJARAN BASIC GAMES DALAM UPAYA MENINGKATKAN WAKTU AKTIF BELAJAR PENELITIAN TINDAKAN KELAS PADA SISWA KELAS V SDN CISITU 1.

0 0 29

UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN SNOWBALL DRILLING PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI SISWA IPS MAN 1 SURAKARTA TAHUN 2013 (Penelitian Tindakan Kelas).

0 0 17

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMAT

0 0 5

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY (TSTS) PADA MATA PELAJARAN AL-QUR’AN HADIS DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA (Penelitian Tindakan Kelas di MAN 1 PONOROGO Tahun Pelajaran 20172018)

0 0 92