Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Ibu Hamil Untuk Memilih Persalinan Dengan Metode Sectio Caesar (SC) Tanpa Indikasi Medis Di RSU.BROS Tahun 2016.

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN IBU HAMIL

UNTUK MEMILIH PERSALINAN DENGAN METODE

SECTIO

CAESAR

(SC) TANPA INDIKASI MEDIS

DI RSU BALI ROYAL HOSPITAL

TAHUN 2016

NI MADE WIDI HARININGSIH

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(2)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN IBU HAMIL

UNTUK MEMILIH PERSALINAN DENGAN METODE

SECTIO

CAESAR

(SC) TANPA INDIKASI MEDIS

DI RSU BALI ROYAL HOSPITAL

TAHUN 2016

NI MADE WIDI HARININGSIH

NIM.1220025057

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(3)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN IBU HAMIL

UNTUK MEMILIH PERSALINAN DENGAN METODE

SECTIO

CAESAR

(SC) TANPA INDIKASI MEDIS

DI RSU BALI ROYAL HOSPITAL

TAHUN 2016

“Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat”

NI MADE WIDI HARININGSIH

NIM.1220025057

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(4)

(5)

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Ibu Hamil untuk Memilih Persalinan dengan Metode Sectio Caesar (SC) Tanpa Indikasi Medis di Rumah Sakitt Bali Royal Hospital (BROS).” tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal penelitian ini yaitu kepada :

1. dr. I Made Ady Wirawan, MPH.,PH.D, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2. Ketut Hari Mulyawan, S.Kom., MPH,sebagai Koordinator peminatan KIA-Kespro PS. KM

3. Desak Nyoman Widyanthini, S.ST.,M.Kes dan Ni Made Dian Kurniasari, S.KM., MPH selaku dosen pembimbing bagi penulis yang telah menyediakan waktu dalam memberikan masukan dan memberikan bimbingan dalam penyusunan proposal penelitian ini.

4. dr. Gede Harsa Wardana, MM, selaku Direktur SDM & Pelayanan Rumah Sakit, yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di RSU.BROS.

5. Ni Made Suarti,S.ST, selaku Kepala Unit VK yang telah membantu penulis dalam memberikan informasi terkait kajian masalah penelitian ini.

6. Para Dosen dan Staf Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, teman-teman, keluarga, serta pihak lain yang telah memberikan motivasi dan membantu dalam penyusunan laporan ini . Demikian skripsi ini disusun semoga dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri dan pihak lain yang menggunakan.

Denpasar, 14 Juli 2016


(7)

vii PROGRAM STUDI

KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS UDAYANA

PEMINATAN Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Skripsi, 14 juli 2016

Ni Made Widi Hariningsih, Ni Made Dian Kurniasari, S.KM., MPH

Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Ibu Hamil untuk Memilih Persalinan dengan Metode Sectio Caesarea Tanpa Indikasi Medis di Rumah Sakit Umum Bali Royal Hospital Tahun 2016

ABSTRAK

Persalinan Sectio Caesar merupakan proses melahirkan janin melalui sayatan dinding perut (abdomen) dan dinding rahim (uterus). Sectio Caesar dapat dilakukan jika ibu sudah tidak dapat melahirkan melalui proses alami. Di Indonesia angka kejadian Sectio Caesar terus meningkat baik di rumah sakit pendidikan maupun rumah sakit swasta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan keputusan ibu hamil memilih persalinan Sectio Caesar tanpa indikasi medis di RSU.BROS Denpasar.

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif analitik dengan rancangan kasus kontrol (case control study). Sampelnya adalah 20 ibu hamil yang melakukan persalinan secara Sectio Caesar sebagai kelompok kasus dan 20 ibu hamil yang melakukan persalinan secara normal sebagai kelompok kontrol. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan komputer program STATA 12.0. Analisis data mencakup analisis univariat dengan mencari distribusi frekuensi dan bivariat dengan uji Chi-square (p= < 0,05) dan nilai (OR >1 95%CI).

Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden adalah ibu berpendidikan tinggi dan status bekerja sebagai pegawai swasta. Dan faktor yang mempengaruhi ibu hamil memilih persalinan Sectio Caesar tanpa indikasi medis adalah faktor pengetahuan (p= 0,0255, OR=8,571 {95%CI=1,43 – 51,36}), pendidikan (p= 0,0177, OR=10,23 {95%CI=1,46 – 71,63}), paritas (p= 0,0181, OR=0,18 {95%CI=0,04 – 0,75}), kecemasan (p= 0,0000, OR=22,66 {95%CI=5,03 – 102,09}), kepercayaan (p= 0,0058, OR=9 (95%CI=1,85– 43,69). Sedangkan faktor jenis umur (p=0,6326, OR=0,62 {95%CI =0,09-4,29}) tidak memiliki hubungan dengan keputusan ibu memilih Sectio Caesar tanpa indikasi medis. Disarankan perlu adanya penyuluhan dan konseling sebelum persalinan untuk menentukan keputusan ibu memilih jenis persalinan yang benar dan aman sebelum memutuskan suatu tindakan persalinan.


(8)

viii SCHOOL OF PUBLIC HEALTH

UDAYANA UNIVERSITY

HEALTH OF BOTH MOTHER AND CHILD Mini thesis, 14 juli 2016

Ni Made Widi Hariningsih, Ni Made Dian Kurniasari, S.KM., MPH

Factors Affecting Decision to Choose Maternity Delivery Method SC Without Medical Indication General Hospital in Bali Royal Hospital 2016

ABSTRACT

Sectio Caesarea delivery is the process of delivery of a fetus through the abdominal wall incisions (abdomen) and the wall of the womb (uterus). Sectio Caesar can be done if the mother is not able to give birth through a natural process. In Indonesia the incidence Sectio Caesar continued to increase both in a goverment hospital or a private hospital. This study aims to determine some of the factors associated with the decision some of pregnant mother choosing the birth Sectio without medical indication Caesar in.Bali Royal Hospital Denpasar.

This research uses a quantitative analytical approach with case-control design (case -control study). The sample was 20 pregnant mother who had childbirth Sectio Caesar as the case group and 20 pregnant mother who had normal deliveries as the control group. Sampling was done by consecutive sampling method through interviews using a questionnaire. The collected data is then processed and analyzed using a computer program STATA 12.0. The data analysis includes univariate analyzes looking for frequency distribution and bivariate with Chi -square test (p = < 0.05) and the value (OR > 1 95 % CI).

The results showed that the majority of respondents are highly educated mothers and the status of working as private employees. And the factors that affect pregnant women choose birth Sectio Caesar without a medical indication is the knowledge factor ( p = 0.0255 , OR = 8.571 { 95 % CI = 1.43 to 51.36 } ) , education ( p = 0.0177 , OR = 10.23 { 95 % CI = 1.46 to 71.63 } ) , parity ( p = 0.0181 , OR = 0.18 { 95 % CI = .04-.75 } ) , anxiety ( p = 0.0000 , OR = 22.66 { 95 % CI = 5.03 to 102.09 } ) , confidence ( p = 0.0058 , OR = 9 ( 95 % CI = 1,85- 43.69 ) . while the age of the factor ( p = 0.6326 , OR = 0.62 { 95 % CI = 0.09 to 4.29 } ) does not have a relationship with a mother's decision selecting Sectio Caesar without a medical indication . It is suggested that adequate information and counseling are needed to support mother’s for chosing the right safe type of delivery.


(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN JUDUL DENGAN SPESIFIKASI ...iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ...viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Pertanyan Penelitian ... 7

1.4 Tujuan ... 8

1.4.1 Umum ... 8

1.4.2 Khusus ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 9

1.5.2 Manfaat Praktis ... 9


(10)

x

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Persalinan ... 10

2.1.1 Metode Persalinan ... 10

2.1.2 Komplikasi Persalinan dengan Metode Sectio Caesar (SC) ... 11

2.2 Teori Perilaku Lawrence Green... 14

2.3 Faktor Penyebab dilakukannya Tindakan Sectio Caesar (SC)... 16

2.4 Konsep Pengambilan Keputusan ... 25

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 27

3.1 Kerangka Konsep ... 27

3.2 Hipotesis ... 28

3.3 Variabel dan Definisi Operasional ... 28

3.3.1 Variabel Penelitian ... 28

3.3.2 Definisi Operasional ... 29

BAB IV METODE PENELITIAN ... 32

4.1 Desain Penelitian ... 32

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

4.3 Populasi dan Sampel ... 32

4.3.1 Populasi ... 32

4.3.2 Perhitungan Besar Sampel ... 32

4.3.3 Teknik Sampel ... 34

4.4 Pengumpulan Data ... 34

4.5 Teknik Analisis Data ... 35

BAB V HASIL PENELITIAN ... 37

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

5.2 Hasil Karakteristik Demografi Responden ... 38


(11)

xi

BAB VI PEMBAHASAN ... 44

6.1 Faktor Yang Mempengaruhi Ibu dan Hubungannya dengan SC... 44

6.2 Keterbatasan Penelitian ... 52

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 53

7.1 Simpulan ... 53

7.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54 LAMPIRAN


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.2 Definisi Operasional ... 29 Tabel 5.1 Karakteristik Responden ... 39 Tabel 5.2 Faktor SC Tanpa Indikasi Medis ... 40


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat ijin penelitian di RSU Bali Royal Hospital (BROS) Lampiran 2 Time Tabel Penelitian

Lampiran 3 Kuesioner penelitian

Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian di RSU.BROS tahun 2016 Lampiran 5 Keterangan Kelaikan Etik


(15)

xv

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

Daftar Lambang :

% : Persen = : Sama dengan < : Lebih kecil > : Lebih besar

≤ : Lebih kecil sama dengan ≥ : Lebih besar sama dengan α : Alfa

Daftar Singkatan :

SC : Sectio Caesarea

CSR : Caesarean Section Rate KIA : Kesehatan Ibu dan Anak

RSU. BROS : Rumah Sakit Umum Bali Royal Hospital LMR : Locus Menorus Resisten

AKI : Angka Kematian Ibu

KIE : Komunikasi, Informasi dan Edukasi IDI : Ikatan Dokter Indonesia

APGAR : Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration CPD : Chepalo Pelvic Disproportion

DEPDIKNAS : Departemen Pendidikan Nasional DIRJEN YANMEDIK : Direktorat Jendral Pelayanan Medik DEPKES RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional JPKM : Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat WHO : World Health Organisation


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2008). Dua cara persalinan yaitu persalinan pervaginam yang telah dikenal dengan persalinan normal atau alami dan persalinan dengan sectio caesar dapat disebut juga dengan bedah sesar atau sectio caesarea (Kasdu, 2003). Bedah caesar atau sering disebut sectio Caesar (SC) itu adalah melahirkan janin melalui sayatan dinding perut (abdomen) dan dinding rahim (uterus) (Oxorn, 2010).

Persalinan SC dilakukan jika terjadi kemacetan pada persalinan normal atau jika ada masalah pada proses persalinan yang dapat mengancam nyawa ibu dan janin, artinya janin dan ibu dalam keadaan gawat darurat dan hanya dapat diselamatkan jika persalinan dilakukan dengan jalan operasi (Kasdu, 2003). Penelitian oleh Salfariani (2012) menyatakan, keadaan yang memerlukan persalinan SC dengan indikasi medis yaitu seperti gawat janin, kelainan pada tali pusat, berat badan bayi terlalu besar atau bayi kembar, kelainan letak janin (sungsang dan melintang), ketuban pecah dini, usia ibu hamil, hambatan jalan lahir dan riwayat SC sebelumnya/LMR (locus menorus resisten). Persalinan SC harus dilakukan dengan diagnosa medis karena dapat berisiko kepada kematian ibu dan risiko komplikasi pada saat proses persalinan. Persalinan dengan operasi memiliki kemungkinan risiko 5 kali lebih besar terjadi komplikasi dibandingkan persalinan normal (Salfariani & Saidah, 2012). Angka Kematian Ibu (AKI) dengan persalinan SC sebesar 40-80 setiap 100.000 kelahiran hidup, sementara risiko kematian ibu pada persalinan SC meningkat 25 kali


(17)

2 dan risiko infeksi 80 kali lebih tinggi dibandingkan persalinan normal (Anonim, 2011 dalam Suhartatik, 2014). Oleh karena itu, SC hanya dilakukan jika persalinan normal dapat membahayakan ibu dan janinnya (Kasdu, 2003). Diperlukan penilaian dari para ahli bedah SC secara lengkap yang mengacu pada syarat-syarat pembedahan dan pembiusan (Mochtar, 2000).

Seiring dengan berjalannya waktu serta berkembangnya kecanggihan bidang ilmu kedokteran kebidanan, pandangan tersebut kemudian bergeser. Kini SC kadang menjadi alternatif persalinan tanpa pertimbangan medis. Bahkan bagi sekelompok orang, SC dianggap sebagai alternatif persalinan yang mudah dan nyaman. Anggapan ini membuat mereka memilih persalinan SC dari pada persalinan alamiah, meskipun tanpa indikasi medis (Kasdu, 2003).

Peningkatan CSR (Caesarean Section Rate) sangat pesat hampir di seluruh negara. Di Indonesia angka kejadian SC juga mengalami peningkatan. Angka SC terus meningkat dari insiden 3% hingga 4% pada 15 tahun yang lampau sampai insidensi 10 hingga 15% sekarang ini. (Salfariani & Saidah, 2012). Pada tahun 2000 jumlah ibu bersalin di Indonesia dengan SC adalah sebesar 47,22% dari seluruh persalinan, kemudian pada tahun 2004 meningkat menjadi 53,2%, dan di tahun 2006 meningkat menjadi sebesar 53,68% dari seluruh total persalinan (Grace, 2007 dalam V.Sumelung, 2014). CSR terbanyak menurut Provinsi adalah Provinsi Bali yaitu sebesar 42,6% (Sitorus, 2007). Melihat kecenderungan meningkatnya angka kejadian SC dari tahun ke tahun, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama Departemen Kesehatan dan Departemen Kesejahteraan Sosial melakukan pemantauan terhadap tindakan persalinan SC dengan mengeluarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (Dirjen Yanmedik) Departemen Kesehatan RI tanggal 12 September 2000. Edaran tersebut menyatakan bahwa, angka SC untuk rumah sakit pendidikan


(18)

3 atau rujukan propinsi ditargetkan turun menjadi 20% sedangkan untuk rumah sakit swasta 15% (Kasdu, 2003).

Jumlah persalinan SC di Indonesia, terutama di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20-25% dari total jumlah persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya lebih tinggi yaitu sekitar 30-80% dari total jumlah persalinan (Mulyawati, 2011). Hasil penelitian Sitorus pada tahun 2007, menyatakan bahwa di rumah sakit pemerintah persalinan SC oleh karena indikasi medis adalah 69,3% dan persalinan SC non medis yaitu 29,1%. Berbeda dengan di rumah sakit swasta persalinan SC oleh karena indikasi medis lebih rendah yaitu 30,7% dan angka persalinan SC non medis lebih tinggi yaitu sebesar 70,9%. Menurut penelitian (Sitorus, 2007) tentang persalinan SC di rumah sakit pemerintah lebih fokus dengan indikasi medis dimana permintaan pelayanan lebih mengandalkan jaminan pelayanan kesehatan masyarakat (JPKM) dan askes, sedangkan dirumah sakit swasta persalinaan SC non medis (on request) lebih tinggi dalam peningkatan CSR.

Di RS. Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali insiden SC selama 10 tahun (1984-1994) yaitu 8,06% - 20,23% dan rata-rata pertahun adalah 13,6%. Sedangkan tahun (1994-1996) angka kejadian SC 17,99% (Harry K.Gondo & Sugiharta, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Gondo dan Sugiharta di RSUP Sanglah Denpasar Bali mencatat adanya peningkatan persalinan bedah SC dari tahun 2001 yang berjumlah 5,8% menjadi 14,8% dari total persalinan di tahun 2006. Juga dilaporkan ada peningkatan persentase SC non medis antara tahun 2001 dan tahun 2006, yaitu dari 2,5% pada tahun 2001 menjadi 5% pada tahun 2006. Untuk rumah sakit swasta seperti RS. Kasih Ibu Denpasar Bali, selama tahun 2015 terdapat 618 total persalinan, angka persalinan normal sebesar 199 (32,2%) dan angka persalinan SC sebesar 419 (67,7%) dan SC tersebut semua dilakukan dengan indikasi medis. Pada rumah sakit swasta


(19)

4 lainnya yaitu RSU. Bali Royal Hospital (BROS), periode Januari-Desember tahun 2015, dari total 1.004 persalinan, jumlah tindakan SC sebanyak 745 kasus (74,2%) dan jumlah persalinan normal 259 kasus (25,7%). Dimana jumlah persalinan SC (on request) tanpa indikasi medis sebanyak 102 (13,69%) dan yang dengan indikasi medis

sebesar 643 (86,3%).

RSU. BROS adalah rumah sakit swasta kelas C yang memberikan pelayanan persalinan dengan metode persalinan baik normal maupun dengan metode SC. RSU. BROS menetapkan standar/target angka persalinan SC yaitu sebesar 70%. Berdasarkan data yang diperoleh, angka persalinan SC pada RSU. BROS dalam periode 2013-2015 berada di atas target yang ditetapkan. Pada tahun 2013, dari total 673 persalinan di RSU. BROS, 498 (73,9%) dilakukan secara SC dan 175 persalinan (26,0%) dilakukan secara normal. Di tahun 2014, total persalinan SC yaitu 655 (72,7%) dan persalinan normal 245 (27,2%) dari 900 total persalinan. Sedangkan di tahun 2015, total persalinan SC yaitu 745 (74,2%) dan persalinan normal 259 (25,7%) dari 1004 total persalinan.

Persalinan SC dilakukan berdasarkan indikasi medis namun juga tidak sedikit oleh karena indikasi non medis (Sitorus, 2007). Di RSU. BROS, pada tahun 2014 dari juli – desember terdapat 345 total persalinan SC dan sejumlah 46 pasien (13,3%) melakukan SC oleh karena indikasi non medis (on request). Sedangkan selama tahun 2015, angka SC non medis sebesar 102 pasien (13,69%) dari total SC selama setahun.

Indikasi persalinan SC terutama on request dipengaruhi oleh karena umur ibu, paritas , pendidikan ibu, penghasilan, sosial budaya, dan permintaan ibu sendiri serta faktor yang lain (Sitorus, 2007). Faktor lain yang mendasari permintaan SC tanpa indikasi medis adalah karena masalah kebudayaan yang mengaitkan waktu kelahiran dengan peruntungan nasib anak yang dilahirkan pada tanggal atau jam sekian, maka


(20)

5 rejeki dan kehidupannya kelak lebih baik. Namun, alasan yang paling banyak adalah bahwa ibu khawatir dan cemas menghadapi rasa sakit yang akan terjadi pada persalinan normal (Kasdu, 2003). Sedangkan hasil penelitian lain mengatakan bahwa determinan non medis yang mendorong ibu memilih persalinan SC adalah karena rasa sakit dan takut pada persalinan normal (96,5%), kepercayaan (3,5%), pekerjaan(64%), sehingga ibu lebih memilih SC daripada persalinan spontan, tingkat ekonomi (Sarmana, 2004 ; Gondo & Sugiharta, 2010

Teori Perilaku Kesehatan oleh Lawrence Green menyatakan bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengetahuan, pendidikan, sikap, usia, paritas, kecemasan, kepercayaan dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Dari hasil penelitian Salfariani & Saidah (2012) didapatkan faktor pengetahuan yang mempengaruhi ibu memilih persalinan dengan metode SC tanpa indikasi medis yaitu sebesar (81,8%), yang juga sejalan dengan penelitian (Suhartatik, 2014) yang meyatakan ada pengaruh pengetahuan ibu hamil di dalam memilih persalinan SC (p=0,016). Dan hasil penelitian Purnawati Eka (2009) dikatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu hamil dengan sikap ibu hamil memilih persalinan secara SC. Hasil penelitian Suhartatik (2014) dikatakan adanya pengaruh pendidikan ibu hamil di dalam memilih persalinan SC bahwa (p= 0,031), yang sejalan dengan penelitian Gomes (1999) yang dikutip oleh Rivo (2012), yang memperoleh hasil bahwa tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap persalinan melalui SC, penelitian ini sejalan dengan penelitian Rivo (2012) dimana ibu yang berpendidikan tinggi memiliki kemungkinan 1,17 kali untuk melahirkan melalui SC disbanding ibu yang berpendidikan rendah, meskipun tanpa indikasi medis (OR=1,17). Spetz et al (2001) juga memperoleh adanya pengaruh tingkat pendidikan terhadap pengambilan keputusan seorang ibu untuk melakukan


(21)

6 persalinan melalui SC (dalam Rivo 2012). Herstad et al dalam Rivo (2012), memperoleh ada hubungan yang sangat kuat antara umur ibu dengan persalinan SC, sama seperti penelitian Gomes et al dalam Rivo (2012), yang menemukan kelompok umur >35 tahun memiliki peluang 3,4 kali untuk melahirkan melalui SC, penelitian lain yang mendukung dimana diperoleh kemungkinan untuk melahirkan melalui SC pada ibu umur >35 tahun adalah 1,24 kali (OR=1,24) dan <20 tahun (OR=0,67) (Rivo, 2012). Dalam hasil penelitian Isti Mulyawati (2010) juga dikatakan bahwa ada hubungan antara usia ibu hamil dengan persalinan metode SC (p= 0,022) dan juga dikatakan bahwa ada hubungan antara paritas ibu hamil dengan persalinan metode SC (p=0,001). Pada penelitian Rivo (2012), yang mengatakan hasil penelitian bahwa kelompok paritas primipara memiliki risiko 1,15 kali (OR=1,15) untuk melahirkan melalui SC tanpa indikasi medis dibanding kelompok multipara. Dari hasil penelitian Salfariani & Saidah (2012) menyatakan bahwa kecemasan terhadap persalinan normal dapat mempengaruhi pemilihan persalinan SC tanpa indikasi medis (59,1%), penelitian ini sejalan dengan (Suhartatik, 2014) yang menyatakan ada pengaruh kecemasan persalinan normal ibu hamil di dalam memilih persalinan SC (0,014). Selain itu, dari hasil penelitian Salfariani (2012) menyatakan faktor kepercayaan (54,5%) yang merupakan faktor yang mempengaruhi ibu memilih persalinan SC tanpa indikasi medis. Dan adapun penelitian dari Meinar Bagindo (2015) menyatakan bahwa ada hubungan antara kepercayaan dengan keputusan pemilihan persalinan SC (p=0,003).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti “Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Ibu Hamil untuk Memilih Persalinan dengan Metode SC Tanpa Indikasi Medis di Rumah Sakit Umum Bali Royal Hospital Tahun 2016”.


(22)

7 Adapun faktor yang ingin diteliti yaitu faktor pengetahuan, pendidikan, usia, paritas, faktor kecemasan persalinan normal dan fakor kepercayaan.

1.2 Rumusan Masalah

Menurut teori dalam Obstetrics and Gynecology, operasi SC sebaiknya dilakukan karena pertimbangan medis, mengingat karena risiko operasi SC lebih besar dari pada persalinan normal. Dalam kondisi ibu dan bayi yang sehat dan tidak ada kesulitan, bedah SC memilik risiko (Fitriani, 2011). Kecenderungan untuk melakukan SC tanpa dasar yang cukup kuat terus meningkat, salah satunya adalah karena permintaan ibu bersalin itu sendiri. Yang mengakibatkan tingginya permintaan SC tanpa indikasi medis (Sarmana, 2004).

Dari hasil laporan persalinan di ruang bersalin RSU. BROS tahun 2015, target angka SC yang ditetapkan di RSU. BROS adalah 70% untuk persalinan SC. Namun, persalinan SC di RS tersebut masih berada diatas target/melebihi standar target yang ada, yang salah satunya disebabkan oleh karena tingginya angka SC tanpa indikasi medis (13,69%).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, ingin diteliti faktor yang mempengaruhi keputusan ibu hamil untuk memilih persalinan dengan metode SC tanpa indikasi medis di Rumah Sakit Umum Bali Royal Hospital Tahun 2016.

1.3Pertanyan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, berikut terdapat beberapa permasalahan yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini yaitu :

1. Apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan keputusan ibu untuk memilih persalinan SC tanpa indikasi medis?

2. Apakah ada hubungan antara pendidikan ibu dengan keputusan ibu untuk memilih persalinan SC tanpa indikasi medis?


(23)

8 3. Apakah ada hubungan antara usia ibu dengan keputusan ibu untuk memilih

persalinan SC tanpa indikasi medis?

4. Apakah ada hubungan antara paritas dengan keputusan ibu untuk memilih persalinan SC tanpa indikasi medis?

5. Apakah ada hubungan antara kecemasan dalam persalinan normal ibu dengan keputusan ibu untuk memilih persalinan SC tanpa indikasi medis?

6. Apakah ada hubungan antara kepercayaan dalam persalinan normal ibu dengan keputusan ibu untuk memilih persalinan SC tanpa indikasi medis?

1.4 Tujuan 1.4.1 Umum

Untuk mengidentifikasi dan mengetahui faktor yang mempengaruhi keputusan ibu hamil untuk memilih persalinan dengan metode SC tanpa indikasi medis di Rumah Sakit Umum Bali Royal Hospital.

1.4.2 Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu dengan keputusan ibu untuk memilih persalinan SC tanpa indikasi medis.

2. Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan ibu dengan keputusan ibu untuk memilih persalinan SC tanpa indikasi medis.

3. Untuk mengetahui hubungan antara usia ibu dengan keputusan ibu untuk memilih persalinan SC tanpa indikasi medis.

4. Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan keputusan ibu untuk memilih persalinan SC tanpa indikasi medis.

5. Untuk mengetahui hubungan antara kecemasan ibu dengan keputusan ibu untuk memilih persalinan SC tanpa indikasi medis.


(24)

9 6. Untuk mengetahui hubungan antara kepercayaan ibu dengan keputusan ibu

untuk memilih persalinan SC tanpa indikasi medis. 1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan inovasi dan informasi serta pengembangan teori bagi kesehatan masyarakat terkait kesehatan ibu dan anak (KIA) khususnya dalam persalinan SC.

2. Dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya sehingga peneliti selanjutnya dapat menggali lebih dalam dan dapat dijadikan informasi atau pengetahuan lebih lanjut mengenai faktor persalinan yang mempengaruhi tindakan SC.

1.5.2 Manfaat Praktis

Membantu dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya pada ibu yang akan melahirkan secara SC. sebagai bahan untuk menyusun KIE bagi para ibu hamil yang akan menjalankan persalinan di RSU. BROS, sehingga tenaga kesehatan diharapkan memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu-ibu yang ingin bersalin agar memilih cara persalinan yang tepat dan memilih SC hanya untuk indikasi medis.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah di bidang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Penelitian ini dilaksanakan oleh mahasiswa Kesehatan Masyarakat untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi keputusan ibu hamil untuk memilih persalinan dengan metode SC tanpa indikasi medis di RSU. BROS sebagai bentuk pengembangan ilmu (KIA).


(25)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup di luar rahim melalui jalan lahir atau dengan cara lain (Mochtar, 2000). Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari ibu (Depkes RI, 2004).

2.1.1 Metode Persalinan

Menurut caranya persalinan dapat dikelompokkan atas dua cara yaitu partus biasa (normal) dan partus luar biasa (abnormal) (Salfariani, 2012).

a. Partus Biasa (Normal)

Partus biasa disebut juga partus spontan yaitu proses lahirnya bayi berdasarkan letak belakang kepala secara normal. Persalinan normal adalah proses lahirnya janin dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang pada umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Manuaba, 2008). b. Partus Luar Biasa (Abnormal)

Partus luar biasa yaitu persalinan pervaginam abnormal dengan bantuan alat atau melalui dinding perut dengan operasi SC. Istilah Caesar berasal dari bahasa Latin caedere yang artinya memotong atau menyayat. Sectio caesarea (SC) adalah upaya mengeluarkan janin melalui pembedahan pada dinding perut dan dinding rahim (Kasdu, 2003). Persalinan SC dilakukan sebagai alternatif jika persalinan lewat jalan lahir tidak dapat dilakukan.


(26)

11 Prinsip SC menurut Winkjosastro, 2007 :

1. Merupakan suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.

2. Keadaan yang tidak memungkinkan jalan dilahirkan pervaginam, dan

3. Keadaan gawat darurat yang memerlukan pengakhiran kehamilan atau persalinan segera, yang tidak mungkin menunggu kemajuan persalinan pervaginam secara fisiologis.

Adapun jenis-jenis SC yaitu SC primer (efektif), SC sekunder, SC ulang, dan SC histerektomi. Salfariani & Saidah (2012), mengatakan bahwa pertolongan operasi persalinan dengan SC mempunyai sejarah yang panjang. Bahaya infeksi merupakan ancaman serius sehingga banyak terjadi kematian. Perkembangan teknologi SC demikian majunya sehingga bahayanya makin dapat ditekan. Oleh karenanya persalinan SC makin banyak dilakukan.

2.1.2 Komplikasi Persalinan dengan Metode Sectio Caesar (SC)

Komplikasi SC sangat serius sehingga jauh lebih berbahaya dibandingkan persalinan normal, dan berdampak bagi ibu maupun janin. Salfariani & Saidah (2012) menyatakan, resiko persalinan secara SC dibagi menjadi:

1. Komplikasi Jangka Pendek

Adapun komplikasi jangka pendek yaitu infeksi pada bekas jahitan, infeksi rahim, keloid terjadinya penonjolan jaringan parut, cedera pembuluh darah, cedera pada kandung kemih saat SC dilakukan organ ini bisa saja terpotong, perdarahan darah yang hilang lewat SC dua kali lipat dibandingkan dengan persalinan normal, air ketuban masuk ke dalam pembuluh darah sehingga terjadi pulmonary embolism, jantung dan pernafasan ibu bisa berhenti secara tiba-tiba terjadilah kematian mendadak, pembekuan darah, kematian saat


(27)

12 persalinan yang umumnya disebabkan karena kesalahan pembiusan atau perdarahan yang tidak ditangani secara cepat, kelumpuhan kandung kemih Ini terjadi karena saat proses pembedahan kandung kemih terpotong, hematoma akibatnya fatal yaitu kematian ibu. mengingat resiko perdarahan pada SC lebih tinggi, resiko hematoma pun lebih besar, usus terpilin, keracunan darah jika ketuban pecah kuman masuk kedalam pembuluh darah ketika operasi SC berlangsung, dan menyebar ke seluruh tubuh keracunan darah yang berat dapat menyebabkan kematian ibu.

2. Komplikasi Jangka Panjang a. Masalah psikologis

Berdasarkan penelitian, perempuan yang mengalami SC mempunyai perasaan negatif usai operasi seperti depresi pasca persalinan. Beberapa mengalami reaksi stress pascatrauma berupa mimpi buruk, atau ketakutan luar biasa terhadap kehamilan, yang disebabkan karena ibu tidak siap menghadapi operasi.

b. Perlekatan organ bagian dalam.

Penyebab perlekatan organ bagian dalam pada SC adalah tidak bersihnya lapisan permukaan dari noda darah. Terjadilah perlengketan yang menyebabkan rasa sakit pada panggul, masalah pada usus besar, serta nyeri pada saat melakukan hubungan seksual.

c. Pembatasan kehamilan

Perempuan yang pernah mengalami operasi SC hanya boleh melakukan persalinan sebanyak 3 kali boleh 5 kali tetapi resiko dan komplikasi lebih berat.


(28)

13

3. Komplikasi Persalinan Selanjutnya a. Sobeknya jahitan rahim

Ada 7 lapisan jahitan yang dibuat saat operasi SC. Yaitu jahitan pada kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim dan rahim. Jahitan rahim ini dapat sobek pada persalinan berikutnya. Makin sering manjalani operasi SC makin tinggi resiko terjadinya robekan.

b. Pengerasan plasenta

Plasenta bisa tumbuh ke dalam melewati dinding rahim, sehingga sulit dilepaskan. Bila plasenta sampai menempel terlalu dalam (sampai ke myometrium), harus dilakukan pengangkatan rahim karena plasenta mengeras. Resikonya terjadi plasenta ini bisa meningkat karena SC.

c. Tersayat

Tersayatnya bayi saat SC terjadi jika, air ketuban yang membuat volume ruang dalam rahim menyusut. Akibatnya, ruang gerak bayipun berkurang dan lebih mudah terjangkau pisau bedah. Selain itu, pembedahan lapisan perut yang mengalirkan darah terus menerus sehingga semburan darah membuat janin sulit terlihat. Pembedahan yang dilakukan tidak hati-hati, bisa membuat bayi tersayat, terlebih dinding rahim sangat tipis.

d. Masalah pernafasan

Bayi yang lahir lewat SC, cenderung mempunyai masalah pernafasan yaitu nafas cepat dan tak teratur. Ini terjadi karena bayi tidak mengalami tekanan saat lahir seperti bayi yang lahir alami sehingga cairan pam-parunya tidak bisa keluar. Masalah pernafasan ini akan berlanjut sampai beberapa hari setelah lahir.


(29)

14 e. Angka APGAR rendah

Rendahnya angka APGAR merupakan efek anastesi dari SC, kondisi bayi yang stress menjelang lahir, atau bayi tidak distimulasi sebagaimana bayi yang lahir lewat persalinan normal. Beberapa penelitian, bayi yang lahir SC butuh perawatan lanjutan dan alat bantu pernafasan yang lebih tinggi dibandingkan bayi lahir normal.

2.2 Teori Perilaku Lawrence Green

Perilaku kesehatan yaitu suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003). Perilaku menurut teori dari Lawrence Green (1980) yang membedakan masalah kesehatan menjadi 2 determinan yaitu faktor perilaku dan non perilaku. Untuk faktor perilaku sendiri bertujuan untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku pada setiap individu.

Berdasarkan teori dari Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku kesehatan seperti keputusan memilih proses persalinan, maka dapat dibuat suatu kerangka teori yang dapat menggambarkan setiap komponen yang berpengaruh terhadap perilaku tersebut. Green membagi faktor perilaku menjadi 3 faktor utama yaitu faktor predisposisi, pemungkin dan penguat.

Faktor predisposisi (predisposing factors), merupakan faktor antesenden terhadap perilaku yang menjadi dasar motivasi bagi pelaku yang masuk dalam faktor ini adalah pendidikan, pengetahuan, dan faktor-faktor lainnya yang mendukung keputusan ibu seperti faktor usia, paritas, faktor kecemasan persalinan normal dan kepercayaan.


(30)

15 Faktor pemungkin (enabling factors), adaiah faktor antesenden terhadap perilaku yang rnemungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Faktor ini terwujud dalam biaya, dimana sumber biaya berasal dari pendapatan keluarga atau biaya sendiri, yang dibandingkan dengan biaya persalinan normal biaya SC jauh lebih tinggi (Kasdu, 2003). Dalam biaya persalinan yang relatif tinggi tidak menjadi masalah bagi kaum ibu hamil yang berkunjung ke RSU. BROS karena sudah merupakan trend bagi masyarakat golongan ekonomi menengah keatas yang melakukan persalinan SC di BROS. Keadaan ekonomi atau kondisi ekonomi keluarga yang tinggi mendorong ibu untuk melakukan persalinan SC karena kelurga merasa mampu dalam memenuhi kebutuhannya dan kemudahan untuk mencapainya. Kejadian melahirkan melalui SC hampir dilakukan oleh wanita dengan latar belakang sosio ekonomi tinggi serta memiliki akses antenatal yang baik (Niino, 2011).

Faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Termasuk dalam faktor ini adalah petugas kesehatan/tenaga medis yang dapat mempengaruhi ibu di dalam pengambilan keputusan untuk memilih persalinan SC. Selain itu kesepakatan dari suami, kerjasama ini juga dibutuhkan dalam pemilihan proses persalinan nantinya. Dimana proses tersebut disepakati dan disetujui oleh suami dan istri (Kasdu, 2003).

Green menyatakan bahwa pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor itu agar searah dengan tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap program tersebut dan terhadap kesehatan pada umumnya.


(31)

16

2.3 Faktor Penyebab dilakukannya Tindakan Sectio Caesar (SC)

Adapun penyebab dilakukannya operasi SC menurut Oxorn, 2010 adalah : A. Faktor Medis (Ibu dan Janin)

1. Locus Menorus Resisten (LMR)/Persalinan sebelumnya dengan operasi SC Persalinan melalui bedah SC sebenarnya tidak mempengaruhi persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Umumnya operasi SC dilakukan lagi pada persalinan kedua apabila operasi sebelumnya menggunakn sayatan vertical (corporal).

2. Ketuban pecah dini

Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya, yang dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Dalam kejadian ini diperlukan tindakan yang cepat untuk mencegah masuknya bakteri lewat vagina, agar tidak akan menyebabkan infeksi pada ibu hamil dan janin di dalam kandungannya.

3. Gawat Janin

Gawat janin terjadi apabila gangguan pada ari-ari dan gangguan pada tali pusat sehingga jatah oksigen yang disalurkan ke bayi menjadi berkurang. Akibatnya, janin akan tercekik karena kehabisan napas dan menyebabkan janin mengalami kerusakan otak, bahkan meninggal dalam rahim. Oleh sebab itu tindakan dengan operasi SC harus segera dilakukan.

4. Kelainan Letak Janin

Keadaan janin sungsang dan melintang atau miring menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan jalan lahir. Letak lintang biasanya karena adanya kelainan bentuk rahimnya. Sehingga jalan lahir normal tidak bisa dilewati, oleh karena itu dilakukan tindakan SC.


(32)

17 5. Bayi dengan Berat Badan Besar atau Bayi Kembar

Berat bayi lahir sekitar 4.000 gram atau lebih, menyebabkan sulit keluar dari jalan lahir. Selain itu, janin dengan berat badan kurang (<2,5 kg), lahir prematur, dan dismatur (intrauterine growth retardation) atau pertumbuhan janin terhambat, dianjurkan untuk dilakukannya SC.

6. Faktor Kelainan pada Tali Pusat

Lilitan tali pusat ke tubuh janin berbahaya jika kondisi tali pusat terjepit atau terpelintir, yang menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke tubuh janin tidak lancar. Pada keadaan ini persalinan SC menjadi salah satu solusinya.

7. Faktor Hambatan Jalan Lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor, dan kelainan bawaan jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit bernapas. Keadaan ini menyebabkan persalinan terhambat atau macet, yang biasa disebut distosia. Setelah menunggu dan tidak ada perkembangan untuk dilakukan persalinan secara normal maka akan dilakukan segera tindakan operasi SC.

8. Tulang Panggul

Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami, sehingga proses melahirkan SC dilakukan. B. Faktor Non Medis

Sesuai dengan Teori Lawrence Green (1980) yang mengaitkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku kesehatan, seperti keputusan untuk memilih metode persalinan pada ibu hamil.


(33)

18 Adapun faktor perilaku menurut Lawrence Green yang menjadi dasar motivasi ibu untuk memilih proses persalinan SC tanpa indikasi medis yaitu faktor pengetahuan, pendidikan, sikap, dan faktor-faktor lainnya yang mendukung keputusan ibu seperti faktor usia, paritas, faktor kecemasan persalinan normal dan kepercayaan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu memilih persalinan SC tanpa indikasi medis. Faktor dari masing-masing individu berbeda-beda (Kasdu, 2003). Alasan non medis disini yaitu adanya SC karena ada permintaan khusus dari pasien yang tidak memiliki gangguan atau resiko tinggi dalam persalinan secara normal. Adapun beberapa faktornya yaitu sebagai berikut :

1. Faktor Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil "tahu", pengetahuan terjadi setelah orang melakukan penginderaan baik melalui indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan indra peraba terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Dari hasil penelitian Salfariani & Saidah (2012) didapatkan bahwa faktor pengetahuan yang mempengaruhi ibu memilih persalinan dengan metode SC tanpa indikasi medis yaitu sebesar (81,8%), yang juga sejalan dengan penelitian (Suhartatik, 2014) yang meyatakan ada pengaruh pengetahuan ibu hamil di dalam memilih persalinan SC (p=0,016). Dan hasil penelitian Purnawati Eka (2009) dikatakan bahwa terdapat hubungan yang


(34)

19 bermakna antara pengetahuan ibu hamil dengan sikap ibu hamil memilih persalinan secara SC.

Semakin tinggi pengetahuan ibu maka semakin luas pandangan ibu dalam memilih proses persalinan yang tepat (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan ibu hamil tentang persalinan sangatlah penting. Hal ini akan berdampak pada pemeliharaan kehamilan dan pengambilan keputusan persalinan pada akhir kehamilannya (Salfariani, 2012). Meningkatnya kecenderungan wanita melahirkan dengan operasi berhubung dengan semakin meningkatnya perhatian mereka terhadap kehamilannya (Kasdu, 2003). Pengetahuan ibu hamil sangat penting untuk dapat menentukan proses persalinan yang tepat, karena semakin baik pengetahuan ibu tentang risiko persalinans semakin besar pula sikap ibu untuk memilih proses persalinan normal yang risikonya lebih rendah dari pada persalinan SC (Nunung, 2009). Dari hasil penelitian Purnawati Eka Lestari (2009) dikatakan bahwa sebagian besar ibu hamil yang pengetahuan tentang risiko persalinan baik lebih memilih persalinan normal daripada persalinan secara SC, sedangkan sebagian besar ibu hamil yang pengethauannya kurang lebih memilih persalinan secara SC meskipun ada beberapa yang pengetahuannya baik juga lebih memilih persalinan SC.

2. Pendidikan

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, jenjang pendidikan terdiri atas jenjang pendidikan formal dan informal. Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan landasan seseorang dalam berbuat sesuatu. Notoatmodjo (2003) juga menyatakan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin


(35)

20 banyak bahan, materi atau pengetahuan yang diperoleh untuk mencapai perubahan tingkah laku yang baik. Berbagai penelitian melaporkan adanya hubungan positif antara pendidikan dengan proses persalinan secara SC (Mubarak, 2006).

Hasil penelitian Suhartatik (2014) dikatakan adanya pengaruh pendidikan ibu hamil di dalam memilih persalinan SC bahwa (p= 0,031), yang sejalan dengan penelitian Gomes (1999) yang memperoleh hasil bahwa tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap persalinan melalui SC, penelitian ini sejalan dengan penelitian Rivo (2012) dimana ibu yang berpendidikan tinggi memiliki kemungkinan 1,17 kali untuk melahirkan melalui SC dibanding ibu yang berpendidikan rendah, meskipun tanpa indikasi medis (OR=1,17). Spetz et al (2001), juga memperoleh adanya pengaruh tingkat pendidikan terhadap pengambilan keputusan seorang ibu untuk melakukan persalinan melalui SC (dalam Andree 2006). Dari hasil penelitian Salfariani & Saidah (2012) menyatakan bahwa pendidikan responden yang mayoritas tinggi dapat mempengaruhi pengetahuan dalam pembentukan sikap mereka tentang memilih persalinan dengan tindakan SC tanpa indikasi medis.

Ibu dengan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatannya selama kehamilan bila dibandingkan dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah (Kasdu, 2003). Pendidikan responden yang mayoritas tinggi dapat mempengaruhi pengetahuan dalam pembentukan sikap mereka tentang tindakan SC (Suhartatik, 2014).

3. Usia Ibu

Menurut Prawirohardjo (2005) dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Ibu yang


(36)

21 melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun, memiliki resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita dengan usia 40 tabun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, dan preeklamsi. Hasil penelitian dikatakan bahwa usia ibu (<20 tahun dan >35 tahun) lebih berisiko terhadap tindakan persalinan SC dibandingkan dengan ibu hamil yang berusia 21-34 tahun. Hal ini karena wanita dengan usia <20 tahun rahim dan panggul belum berkembang dengan baik, sehingga dapat menimbulkan kesulitan persalinan (Depkes RI,2003).

Umur reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah 20-30 tahun, dibawah dan diatas umur tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan. Kehamilan diatas umur 35 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar terjadinya persalinan SC dibandingkan dengar umur dibawah 35 tahun (Kasdu, 2003). Herstad et al (2012) memperoleh ada hubungan yang sangat kuat antara umur ibu dengan persalinan SC, sama seperti penelitian Gomes et al dalam Andree (2006), yang menemukan kelompok umur >35 tahun memiliki peluang 3,4 kali untuk melahirkan melalui SC. Dalam hasil penelitian Isti Mulyawati (2010) juga dikatakan bahwa ada hubungan antara usia ibu hamil dengan persalinan metode SC (p= 0,022). Hasil dalam penelitian Rivo (2012) menyatakan bahwa angka persalinan SC pada ibu tanpa indkasi medis di Indonesia paling tinggi ditemukan pada kelompok umur >35 tahun (13,3%). Sedangkan pada kelompok umur 20-34 tahun dan <20 tahun adalah sebesar 12,5% dan 8,3%.


(37)

22

4. Paritas

Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami wanita (Maimunah, 2005). Paritas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tindakan SC. Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan baik lahir hidup maupun lahir mati (Kiki Amelia, 2012). Paritas digolongkan menjadi 3 bagian yaitu ;

1) Golongan primipara adalah ibu dengan paritas 1, 2) Golongan multipara adalah ibu dengan paritas 2 –4, 3) Golongan grande multipara yaitu paritas lebih dari 4. (Wiknjosastro, 2005)

Paritas menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan tidak melihat janinnya hidup atau mati saat dilahirkan serta tanpa mengingat jumlah anaknya. Artinya kelahiran anak kembar 3 hannya dihitung 1 paritas (Oxorn, 2010). Persalinan lebih dari 4 kali akan menjadi faktor risiko bagi ibu selama kehamilan, persalinan dan nifas (Depkes, 2004).

Menurut kasdu (2003), risiko untuk terjadinya persalinan SC pada primipara 2 kali lebih besar daripada multipara. Menurut Wiknjosastro (2007), paritas yang paling aman adalah paritas 2–3. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh kematangan dan penurunan fungsi organ –organ persalinan. Paritas tinggi (>3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian maternal.

Dalam hasil penelitian Isti Mulyawati (2010), dikatakan bahwa ada hubungan antara paritas ibu hamil dengan persalinan metode SC (p=0,001).


(38)

23 Adapun penelitian lain yang mendukung, dikatakan hasil penelitian Dewi Andriani (2012), bahwa faktor yang berhubungan dengan tindakan SC adalah paritas ibu (p<0,05). Pada penelitian Rivo (2012), yang mengatakan hasil penelitian bahwa kelompok paritas primipara memiliki risiko 1,15 kali untuk melahirkan melalui SC tanpa indikasi medis dibanding kelompok multipara (OR =1,15). Yang artinya tingkat keeratan hubungan paritas ibu dengan persalinan operasi SC adalah cukup kuat. Hal ini sesuai teori yang menyatakan bahwa seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami komplikasi persalinan pada kehamilan berikutnya. Menurut Notoatmodjo (2002), bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

5. Kecemasan Persalinan Normal

Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian individu subjektif, yang dipengaruhi alam sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya (Dalami, 2009). Cemas pada individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup (Suliswati dalam Jenny, 2010). Menurut Abe Arkoff dalam buku Kesehatan Mental dalam Kehidupan, kecemasan adalah suatu keadaan menggoncang karena adanya ancaman terhadap kesehatan (Sundari, 2005).

Umumnya seorang wanita yang melahirkan secara alami akan mengalami proses rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai rasa sakit pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat dan "menggigit". Kondisi tersebut karena keadaan yang pernah atau baru akan terjadi dan sering


(39)

24 menyebabkan seorang wanita yang akan melahirkan akan merasa takut, khawatir, dan cemas menjalaninya. Karena kekhawatiran atau kecemasan mengalami rasa sakit persalinan normal maka ibu memilih persalinan SC untuk mengeluarkan bayinya (Kasdu, 2003) . Kecemasan yang berlebihan juga akan menghambat proses persalinan alami yang berlangsung (Kasdu, 2003).

Dari hasil penelitian Salfariani & Saidah (2012) menyatakan bahwa kecemasan terhadap persalinan normal dapat mempengaruhi pemilihan persalinan SC tanpa indikasi medis (59,1%), penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Suhartatik (2014), yang menyatakan ada pengaruh kecemasan persalinan normal ibu hamil di dalam memilih persalinan SC (p=0,014). Penelitian lain juga mendukung bahwa responden menyatakan meminta persalinan SC tanpa indikasi medis karena alasan kecemasan takut dengan rasa sakit pada persalinan spontan sehingga lebih memilih persalinan SC (96,5%) (Sarmana, 2004).

6. Kepercayaan

Menurut kamus besar bahasa Indonesia kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata. Harapan dan keyakinan akan kejujuran dan kebaikan (Depdiknas, 2005). Persalinan SC kadang dilakukan untuk alasan yang tradisional, misalnya untuk mendapatkan hari kelahiran anak yang terbaik menurut kepercayaan (Kasdu, 2003). Menurut Christilaw (2006), alasan pemilihan SC tanpa indikasi medis turut dipengaruhi oleh kultur sosial budaya. Adanya keputusan pemilihan tanggal persalinan melalui SC yang disesuaikan dengan adat budaya dan kepercayaan, meskipun umur kehamilan belum mencapai 9 bulan (Rivo, 2012).


(40)

25 Proses persalinan SC dilakukan karena adanya kepercayaan yang berkembang di masyarakat yang mengaitkan waktu kelahiran dengan peruntungan nasib anak dengan harapan apabila anak dilahirkan pada tanggal dan jam sekian maka akan memperoleh rezeki dan kehidupan yang lebih baik (Kasdu, 2003). Operasi SC mulai memasyarakat sehingga persalinan dengan operasi cenderung meningkat tiap tahunnya (Kasdu, 2003).

Salfariani (2012) menyatakan faktor kepercayaan (54,5%) yang merupakan faktor yang mempengaruhi ibu memilih persalinan SC tanpa indikasi medis. Penelitian Mei Munah Br.Sembiring (2014), juga menyatakan hasil penelitiannya dimana permintaan persalinan SC tanpa indikasi medis oleh karena faktor kebudayaan (14,3%). Dan adapun penelitian dari Meinar Bagindo (2015) menyatakan bahwa ada hubungan antara kepercayaan dengan keputusan pemilihan persalinan SC (p=0,003). Hal ini berarti bahwa kepercayaan yang dianut oleh responden dapat menentukan keputusan untuk pemilihan persalinan SC secara non medis.

2.4Konsep Pengambilan Keputusan A. Pengertian Keputusan

Keputusan adalah suatu reaksi terhadap beberapa solusi alternatif yang dilakukan secara sadar dengan cara menganalisa kemungkinan-kemungkinan dari alternatif–alternatif tersebut bersama konsekuensinya (Salfariani, 2012). B. Langkah-Langkah Pengambilan Keputusun

Berdasarkan teori pengambilan keputusan, maka relevansinya dengan pengambilan keputusan pada ibu hamil dalam pemilihan proses persalinan didasari dalam beberapa hal, antara lain (Rivai, 2004):


(41)

26 1. Berdasarkan pemikiran yang rasional, tentang pentingnya memilih proses persalinan yang tepat dan tidak menimbulkan masalah lain berdasarkan kemampuan pikirannya dan berdasarkan studi empiris yang ada mengenai pemilihan persalinan SC;

2. Berdasarkan perasaan, yaitu suatu proses tak sadar yang diciptakan dari dalam pengalaman yang terasing. Instuisi ini berjalan beriringan atau saling melengkapi dengan analisis rasional. Intuisi adalah kekuatan di luar indera atau indera keenam. Yang merupakan perasaan pada ibu hamil untuk berani atau takut untuk memilih persalinan SC

3. Berdasarkan pilihan yang ada yaitu adanya pertimbangan-pertimbangan membuat pilihan alternatif lain setelah mengaji untung ruginya. Seperti untung ruginya dilakukan persalinan SC.

4. Berdasarkan perbedaan budaya/kepercayaan, yaitu adanya perbedaan latar belakang budaya yang di anut sehingga keputusan ibu hamil yang di ambil didasari oleh norma, kaedah, dan adat istiadat yang ada untuk menentukan pilihan didalam memilih persalinan SC yang tanpa indikasi medis.

Menurut Rahmat (2005), meskipun masih banyak yang dapat diungkapkan tentang proses penetapan keputusan. Tapi telah disepakati, bahwa faktor-faktor personal amat menentukan apa yang diputuskan itu. Seperti keputusan ibu hamil untuk memilih persalinan dengan metode SC tanpa indikasi medis yang merupakan suatu reaksi, tanggapan dan sikap ibu hamil terhadap informasi yang didapatnya untuk memutuskan pilihan tentang memilih persalinan normal atau SC.


(1)

melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun, memiliki resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita dengan usia 40 tabun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, dan preeklamsi. Hasil penelitian dikatakan bahwa usia ibu (<20 tahun dan >35 tahun) lebih berisiko terhadap tindakan persalinan SC dibandingkan dengan ibu hamil yang berusia 21-34 tahun. Hal ini karena wanita dengan usia <20 tahun rahim dan panggul belum berkembang dengan baik, sehingga dapat menimbulkan kesulitan persalinan (Depkes RI,2003).

Umur reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah 20-30 tahun, dibawah dan diatas umur tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan. Kehamilan diatas umur 35 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar terjadinya persalinan SC dibandingkan dengar umur dibawah 35 tahun (Kasdu, 2003). Herstad et al (2012) memperoleh ada hubungan yang sangat kuat antara umur ibu dengan persalinan SC, sama seperti penelitian Gomes et al dalam Andree (2006), yang menemukan kelompok umur >35 tahun memiliki peluang 3,4 kali untuk melahirkan melalui SC. Dalam hasil penelitian Isti Mulyawati (2010) juga dikatakan bahwa ada hubungan antara usia ibu hamil dengan persalinan metode SC (p= 0,022). Hasil dalam penelitian Rivo (2012) menyatakan bahwa angka persalinan SC pada ibu tanpa indkasi medis di Indonesia paling tinggi ditemukan pada kelompok umur >35 tahun (13,3%). Sedangkan pada kelompok umur 20-34 tahun dan <20 tahun adalah sebesar 12,5% dan 8,3%.


(2)

4. Paritas

Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami wanita (Maimunah, 2005). Paritas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tindakan SC. Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan baik lahir hidup maupun lahir mati (Kiki Amelia, 2012). Paritas digolongkan menjadi 3 bagian yaitu ;

1) Golongan primipara adalah ibu dengan paritas 1, 2) Golongan multipara adalah ibu dengan paritas 2 –4, 3) Golongan grande multipara yaitu paritas lebih dari 4. (Wiknjosastro, 2005)

Paritas menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan tidak melihat janinnya hidup atau mati saat dilahirkan serta tanpa mengingat jumlah anaknya. Artinya kelahiran anak kembar 3 hannya dihitung 1 paritas (Oxorn, 2010). Persalinan lebih dari 4 kali akan menjadi faktor risiko bagi ibu selama kehamilan, persalinan dan nifas (Depkes, 2004).

Menurut kasdu (2003), risiko untuk terjadinya persalinan SC pada primipara 2 kali lebih besar daripada multipara. Menurut Wiknjosastro (2007), paritas yang paling aman adalah paritas 2–3. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh kematangan dan penurunan fungsi organ –organ persalinan. Paritas tinggi (>3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian maternal.

Dalam hasil penelitian Isti Mulyawati (2010), dikatakan bahwa ada hubungan antara paritas ibu hamil dengan persalinan metode SC (p=0,001).


(3)

Adapun penelitian lain yang mendukung, dikatakan hasil penelitian Dewi Andriani (2012), bahwa faktor yang berhubungan dengan tindakan SC adalah paritas ibu (p<0,05). Pada penelitian Rivo (2012), yang mengatakan hasil penelitian bahwa kelompok paritas primipara memiliki risiko 1,15 kali untuk melahirkan melalui SC tanpa indikasi medis dibanding kelompok multipara (OR =1,15). Yang artinya tingkat keeratan hubungan paritas ibu dengan persalinan operasi SC adalah cukup kuat. Hal ini sesuai teori yang menyatakan bahwa seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami komplikasi persalinan pada kehamilan berikutnya. Menurut Notoatmodjo (2002), bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

5. Kecemasan Persalinan Normal

Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian individu subjektif, yang dipengaruhi alam sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya (Dalami, 2009). Cemas pada individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup (Suliswati dalam Jenny, 2010). Menurut Abe Arkoff dalam buku Kesehatan Mental dalam Kehidupan, kecemasan adalah suatu keadaan menggoncang karena adanya ancaman terhadap kesehatan (Sundari, 2005).

Umumnya seorang wanita yang melahirkan secara alami akan mengalami proses rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai rasa sakit pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat dan "menggigit". Kondisi tersebut karena keadaan yang pernah atau baru akan terjadi dan sering


(4)

menyebabkan seorang wanita yang akan melahirkan akan merasa takut, khawatir, dan cemas menjalaninya. Karena kekhawatiran atau kecemasan mengalami rasa sakit persalinan normal maka ibu memilih persalinan SC untuk mengeluarkan bayinya (Kasdu, 2003) . Kecemasan yang berlebihan juga akan menghambat proses persalinan alami yang berlangsung (Kasdu, 2003).

Dari hasil penelitian Salfariani & Saidah (2012) menyatakan bahwa kecemasan terhadap persalinan normal dapat mempengaruhi pemilihan persalinan SC tanpa indikasi medis (59,1%), penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Suhartatik (2014), yang menyatakan ada pengaruh kecemasan persalinan normal ibu hamil di dalam memilih persalinan SC (p=0,014). Penelitian lain juga mendukung bahwa responden menyatakan meminta persalinan SC tanpa indikasi medis karena alasan kecemasan takut dengan rasa sakit pada persalinan spontan sehingga lebih memilih persalinan SC (96,5%) (Sarmana, 2004).

6. Kepercayaan

Menurut kamus besar bahasa Indonesia kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata. Harapan dan keyakinan akan kejujuran dan kebaikan (Depdiknas, 2005). Persalinan SC kadang dilakukan untuk alasan yang tradisional, misalnya untuk mendapatkan hari kelahiran anak yang terbaik menurut kepercayaan (Kasdu, 2003). Menurut Christilaw (2006), alasan pemilihan SC tanpa indikasi medis turut dipengaruhi oleh kultur sosial budaya. Adanya keputusan pemilihan tanggal persalinan melalui SC yang disesuaikan dengan adat budaya dan kepercayaan, meskipun umur kehamilan belum mencapai 9 bulan (Rivo, 2012).


(5)

Proses persalinan SC dilakukan karena adanya kepercayaan yang berkembang di masyarakat yang mengaitkan waktu kelahiran dengan peruntungan nasib anak dengan harapan apabila anak dilahirkan pada tanggal dan jam sekian maka akan memperoleh rezeki dan kehidupan yang lebih baik (Kasdu, 2003). Operasi SC mulai memasyarakat sehingga persalinan dengan operasi cenderung meningkat tiap tahunnya (Kasdu, 2003).

Salfariani (2012) menyatakan faktor kepercayaan (54,5%) yang merupakan faktor yang mempengaruhi ibu memilih persalinan SC tanpa indikasi medis. Penelitian Mei Munah Br.Sembiring (2014), juga menyatakan hasil penelitiannya dimana permintaan persalinan SC tanpa indikasi medis oleh karena faktor kebudayaan (14,3%). Dan adapun penelitian dari Meinar Bagindo (2015) menyatakan bahwa ada hubungan antara kepercayaan dengan keputusan pemilihan persalinan SC (p=0,003). Hal ini berarti bahwa kepercayaan yang dianut oleh responden dapat menentukan keputusan untuk pemilihan persalinan SC secara non medis.

2.4Konsep Pengambilan Keputusan

A. Pengertian Keputusan

Keputusan adalah suatu reaksi terhadap beberapa solusi alternatif yang dilakukan secara sadar dengan cara menganalisa kemungkinan-kemungkinan dari alternatif–alternatif tersebut bersama konsekuensinya (Salfariani, 2012).

B. Langkah-Langkah Pengambilan Keputusun

Berdasarkan teori pengambilan keputusan, maka relevansinya dengan pengambilan keputusan pada ibu hamil dalam pemilihan proses persalinan didasari dalam beberapa hal, antara lain (Rivai, 2004):


(6)

1. Berdasarkan pemikiran yang rasional, tentang pentingnya memilih proses persalinan yang tepat dan tidak menimbulkan masalah lain berdasarkan kemampuan pikirannya dan berdasarkan studi empiris yang ada mengenai pemilihan persalinan SC;

2. Berdasarkan perasaan, yaitu suatu proses tak sadar yang diciptakan dari dalam pengalaman yang terasing. Instuisi ini berjalan beriringan atau saling melengkapi dengan analisis rasional. Intuisi adalah kekuatan di luar indera atau indera keenam. Yang merupakan perasaan pada ibu hamil untuk berani atau takut untuk memilih persalinan SC

3. Berdasarkan pilihan yang ada yaitu adanya pertimbangan-pertimbangan membuat pilihan alternatif lain setelah mengaji untung ruginya. Seperti untung ruginya dilakukan persalinan SC.

4. Berdasarkan perbedaan budaya/kepercayaan, yaitu adanya perbedaan latar belakang budaya yang di anut sehingga keputusan ibu hamil yang di ambil didasari oleh norma, kaedah, dan adat istiadat yang ada untuk menentukan pilihan didalam memilih persalinan SC yang tanpa indikasi medis.

Menurut Rahmat (2005), meskipun masih banyak yang dapat diungkapkan tentang proses penetapan keputusan. Tapi telah disepakati, bahwa faktor-faktor personal amat menentukan apa yang diputuskan itu. Seperti keputusan ibu hamil untuk memilih persalinan dengan metode SC tanpa indikasi medis yang merupakan suatu reaksi, tanggapan dan sikap ibu hamil terhadap informasi yang didapatnya untuk memutuskan pilihan tentang memilih persalinan normal atau SC.