PENERBITAN TANDA DAFTAR USAHA WISATA SELAM DI KABUPATEN BADUNG DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014.

(1)

i

SKRIPSI

PENERBITAN TANDA DAFTAR USAHA WISATA

SELAM DI KABUPATEN BADUNG DENGAN

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 23

TAHUN 2014

I GUSTI AGUNG ISTRI CINTYA SARASWATI NIM. 1203005182

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

ii

PENERBITAN TANDA DAFTAR USAHA WISATA

SELAM DI KABUPATEN BADUNG DENGAN

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 23

TAHUN 2014

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

I GUSTI AGUNG ISTRI CINTYA SARASWATI NIM. 1203005182

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

(4)

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala rahmat dan karunia-Nya penulisan skripsi yang berjudul “PENERBITAN TANDA DAFTAR USAHA WISATA SELAM DI KABUPATEN BADUNG DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014” ini, dapat terselesaikan. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna akibat dari keterbatasan kemampuan penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini memenuhi kriteria salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Penulisan skripsi ini terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, melalui kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana;

2. Bapak I Ketut Sudiarta, S.H., M.H., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana;

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H., M.H., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana;

4. Bapak I Wayan Suardana, S.H., M.H., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana;


(6)

vi

5. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama SH., M.Hum., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan ini;

6. Bapak I Ketut Suardita, SH., M.H., Dosen Pembimbing II sekaligus sebagai Pembimbing Akademik dan juga sebagai Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara di Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah menuntun sejak awal penulis kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana, menyetujui skripsi ini, dan membimbing penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini; 7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah

memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah kepada penulis;

8. Bapak dan Ibu Staff Laboratorium Hukum, Perpustakaan, dan Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Udayana;

9. Kepada keluarga tercinta Mama, Ajung, In, Atu yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

10. Kepada Bima Prastama yang selalu menemani serta memberikan semangat dan sahabat-sahabat penulis yang selalu memberikan bantuan dan dukungan Noving, Cida, Adel, Diska, Ai, Cipar, Yumer, Tebo, Agung, Shah, Esbe, Genta, Idon, Rahde, Jerry, Moje, Katos, Gek Emik, Sabo, Boldes, Gek In, Ninda, rekan-rekan LMFH serta member SCIL dan teman-teman Fakultas Hukum Univesitas Udayana lainnya yang telah menemani mulai dari awal kuliah hingga menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana ini;

11. Kepada sahabat-sahabat penulis lainnya seperti Angel, Cok Ira, Geri, Nita, Satya, Mega, Yunita, Mayta, Desak, Vina, Deasy, Tri, Juli, Nita, Lilik dan


(7)

vii

semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan selama penulis kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Semoga segala bantuan, budi baik dan petunjuk yang telah diberikan kepada penulis mendapat pahala dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam penulisan hasil penelitian ini. Dengan kerendahan hati, penulis menghargai dan menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, baik sebagai bahan bacaan maupun untuk pengetahuan bagi yang memerlukan.

Denpasar, 29 Maret 2016


(8)

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... viii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Ruang Lingkup Masalah ... 6

1.4. Orisinalitas Penelitian ... 7

1.5. Tujuan Penelitian ... 8

1.5.1. Tujuan Umum ... 8

1.5.2. Tujuan Khusus ... 8

1.6. Manfaat Penelitian ... 9

1.6.1. Manfaat Teoritis ... 9

1.6.2. Manfaat Praktis ... 9

1.7. Landasan Teoritis ... 10


(10)

x

1.8.1. Jenis Penelitian ... 18

1.8.2. Jenis Pendekatan ... 19

1.8.3. Sifat Penelitian ... 20

1.8.4. Data dan Sumber Data ... 20

1.8.5. Teknik Pengumpulan Data ... 22

1.8.6. Pengolahan dan Analisis Data ... 23

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG USAHA PARIWISATA DAN USAHA WISATA SELAM ... 24

2.1. Pengertian dan Jenis Usaha Pariwisata ... 24

2.1.1. Pengertian Usaha Pariwisata ... 24

2.1.2. Jenis Usaha Pariwisata... .26

2.2. Usaha Wisata Selam dalam kaitan dengan Usaha Pariwisata ... 28

2.2.1. Pengaturan Usaha Wisata Selam ... 28

2.2.2. Manfaat Wisata Selam bagi Perkembangan Pariwisata ... 31

2.2.3. Sebaran Lokasi Wisata Selam di Bali ... 33

BAB III PENGATURAN KEWENANGAN PENERBITAN TANDA DAFTAR USAHA WISATA SELAM DI KABUPATEN BADUNG ... 36

3.1. Kewenangan Penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ... 36

3.2. Kewenangan Penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ... .44

3.3. Akibat Hukum dari berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap Kewenangan Penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam ... .49


(11)

xi

BAB IV PELAKSANAAN PENERBITAN TANDA DAFTAR USAHA

WISATA SELAM DI KABUPATEN BADUNG... 52

4.1. Mekanisme Penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam sebelum dan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ... 52

4.2. Faktor-Faktor Penghambat dalam Penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam di Kabupaten Badung setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014... 58

4.3. Keabsahan Penyerahan Penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam Kabupaten Badung kepada Pemerintah Daerah Provinsi Bali. ... 62

BAB V PENUTUP ... 66

5.1. Kesimpulan ... 66

5.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN DAFTAR PERTANYAAN


(12)

xii

ABSTRAK

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah membawa perubahan terhadap kewenangan di wilayah laut yakni yang semula 0-4 mil merupakan kewenangan Kabupaten/Kota menjadi Kewenangan Provinsi dari 0-12 mil. Perubahan Kewenangan tersebut menimbulkan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Perbup Badung No. 13 Tahun 2012, sehubungan dengan hal itu kewenangan penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam diserahkan kepada Provinsi. Dengan demikian terjadi ketidakjelasan dalam penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam akibat dari Provinsi tidak memiliki kewenangan untuk itu.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fakta dan pendekatan perundang-undangan. Sumber data dalam penelitian ini adalah penelitian ke lapangan yaitu dengan cara wawancara dan penelitian kepustakaan.

Adapun yang dapat disimpulkan dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut : (a) Kewenangan penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 berada pada Bupati Badung berdasarkan Permenbudpar Nomor : PM.96/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Wisata Tirta dan Perbup Badung Nomor 13 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Pariwisata sedangkan kewenangan penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah tetap pada Bupati Badung berdasarkan ketentuan Lampiran huruf Z Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014; (b) Akibat hukum dari berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang membawa perubahan kewenangan di wilayah laut yakni tempat beroperasinya wisata selam, dari kewenangan Kabupaten/Kota (0-4 mil) menjadi kewenangan Provinsi (0-12 mil) adalah tetap pada Bupati Badung, karena yang didaftarkan adalah tempat kedudukan kantornya, bukan tempat beroperasinya; dan (c) Hambatan-hambatan dalam penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam di Kabupaten Badung setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yakni hambatan yuridis yaitu kekosongan norma sanksi dalam Perbup Badung No. 13 Tahun 2012, peraturan yang berubah-ubah, dan sulitnya pengawasan akibat perubahan kewenangan bidang laut dan juga hambatan non yuridis yaitu kurangnya sosialisasi terhadap Perbup Badung No. 13 Tahun 2012, kurangnya sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi dalam memproses perizinan, dan kurangnya sarana dan prasarana. Sehingga kewenangan penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam oleh Kabupaten Badung diserahkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Bali dan berdasarkan Pasal 350 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014, Pemerintah Daerah Provinsi Bali dapat melaksanakan penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam tersebut.

Kata Kunci : Penerbitan, Tanda Daftar Usaha Wisata Selam, di Kabupaten Badung


(13)

xiii ABSTRACT

With the enactment of Regulation Number 23 Year 2014 on the Local Goverment make change to authority in the sea area that is before 0-4 mile is the Regency/Town jurisdiction being Provincial jurisdiction from 0-12 mile. The changes of authority create obstacles in implementing in the Regulation of the Regent of Badung Number 13 Year 2012, therefore authority of publishing License of Diving Tourism Business give to Province. And then obscurity happen in publishing License of Diving Tourism Business as a result of Province does not have the competence to do that.

The method used in this research is juridical empirical. The approach used in this research is the fact approach and the statue approach. Sources of data in this research by field research with interview and library research.

The conclusion of this legal research are : (a) Authority of publishing License of Diving Tourism Business before enactment of Regulation Number 23 Year 2014 is the competency of Regent of Badung by Regulation of the Minister of Culture and Tourism Number : PM.96/HK.501/MKP/2010 on the Business Regristration issued for Water Tourism and Regulation of the Regent of Badung Number 13 Year 2012 on the Business Registration issued for Tourism while authority of publishing License of Diving Tourism after enactment of Regulation Number 23 Year 2014 is stay on Regent of Badung by attachment Z Regulation Number 23 Year 2014; (b) Legal effect of the enactment of Regulation Number 23 Year 2014 on the Local Goverment make change to authority in the sea area that is location operation of diving tourism, by Regency/Town jurisdiction (0-4 mile) being Provincial jurisdiction (0-12 mile) is stay on Regent of Badung, because which registered to territory office, not in the location operation; and (c) Obstacles in publishing License of Diving Tourism Business at Badung Regency after enactment of Regulation Number 23 Year 2014 is juridical obstacles that is void norm sanctions in the Regulation of the Regent of Badung Number 13 Year 2012, regulatory change, and difficult to control because changes in marine authority and non juridical obstacles that is lack of socialization to Regulation of the Regent of Badung Number 13 Year 2012, lack of human resoureces which have competence in processing licensing and lack of facilities and infrastructure. So authority of publishing of License of Diving Tourism Business by Badung Regency give to the provincial government of Bali and by article 350 of Regulation Number 23 Year 2014, the provincial government of Bali be able to implement the publishing License of Diving Tourism Business.

Keywords : Publishing, License of Diving Tourism Business, at Badung Regency


(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966, selanjutnya disebut sebagai UU Kepariwisataan), Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Apabila dilihat dari Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587, selanjutnya disebut UU Pemerintahan Daerah), urusan pariwisata dikualifikasikan sebagai urusan pemerintahan konkuren sub urusan pemerintahan pilihan.

Berkaitan dengan urusan pemerintahan, sesuai dengan UU Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren tersebut diserahkan kepada daerah dan menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah. Urusan pemerintahan


(15)

2 konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib terdiri atas urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Pemetaan urusan pemerintahan pilihan dilakukan untuk menentukan daerah yang mempunyai urusan pemerintahan berdasarkan potensi, proyeksi penyerapan tenaga kerja, dan pemanfaatan lahan. Sedangkan urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Adapun urusan pemerintahan secara lengkap dapat disampaikan sebagai berikut :

Salah satu urusan pemerintahan pilihan yang dipilih Pemerintah Daerah di Provinsi Bali mendasarkan pada pembagian diatas adalah urusan bidang

URUSAN PEMERINTAHAN

ABSOLUT KONKUREN UMUM

WAJIB Berkaitan dengan Pelayanan Dasar Tidak Berkaitan dengan Pelayanan Dasar PILIHAN

a.Kelautan dan perikanan; b.Pariwisata; c.Pertanian; d.Kehutanan;

e.Energi dan sumber daya mineral; f.Perdagangan; g.Perindustrian; dan h.Transmigrasi.


(16)

3 pariwisata. Hal ini berkaitan dengan potensi yang berkembang pesat di Bali, khususnya Kabupaten Badung. Potensi utama sektor pariwisata Bali termasuk yang ada di Kabupaten Badung adalah keindahan alam dan keunikan budayanya sebagai daya tarik wisata. Sementara itu, salah satu daya tarik wisata yang sedang berkembang saat ini adalah wisata bahari (marine tourism).

Dalam UU Kepariwisataan tidak ditemukan definisi mengenai wisata bahari. Konsep wisata bahari dapat ditemukan dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.96/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Wisata Tirta (selanjutnya disebut Permenbudpar) yang merupakan tindak lanjut dari UU Kepariwisataan. Wisata bahari dikemukakan sebagai bagian dari wisata tirta. Hal ini dapat disimak pada Pasal 1 angka 3 Permenbudpar yang menyatakan bahwa, “Wisata bahari adalah penyelenggaraan wisata dan olahraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola secara komersial di perairan laut”. Jenis usaha wisata bahari meliputi :

a. Wisata selam; b. Wisata perahu layar; c. Wisata memancing; d. Wisata selancar;

e. Dermaga bahari, dan sub jenis lainnya.

Agar usaha wisata bahari ini dapat beroperasional, pengusaha pariwisata diwajibkan untuk mendaftarkan usahanya terlebih dahulu kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Hal ini telah diatur dalam Pasal 15 UU Kepariwisataan, dimana ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran usaha pariwisata


(17)

4 diatur dengan Permenbudpar. Selanjutnya Pasal 3 Permenbudpar menyatakan sebagai berikut :

(1) Pendaftaran usaha pariwisata, kecuali untuk sub-jenis usaha dermaga bahari, ditujukan kepada Bupati atau Walikota tempat kedudukan kantor. (2) Pendaftaran usaha pariwisata khusus untuk sub-jenis usaha dermaga bahari,

ditujukan kepada Bupati atau Walikota tempat dermaga bahari berlokasi. (3) Pendaftaran usaha pariwisata untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta

ditujukan kepada Gubernur.

Sebagai tindak lanjut dari Permenbudpar tersebut, maka Bupati Badung menetapkan Peraturan Bupati Badung Nomor 13 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Pariwisata (Berita Daerah Kabupaten Badung Tahun 2012 Nomor 13, selanjutnya disebut sebagai Perbup Badung).

Sebagaimana telah disampaikan diatas bahwa wisata bahari tersebut dilakukan di kawasan perairan laut, sedangkan sesuai dengan UU Pemerintahan Daerah, laut merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi. Pasal 27 UU Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa :

(1) Daerah Provinsi diberi kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di laut yang ada diwilayahnya.

(2) Kewenangan Daerah Provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di luar minyak dan gas bumi;

b. Pengaturan administratif; c. Pengaturan tata ruang;

d. Ikut serta dalam memelihara keamanan di laut; dan e. Ikut serta dalam mempertahankan kedaulatan negara.

(3) Kewenangan Daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

(4) Apabila wilayah laut antardua Daerah provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dari wilayah antardua Daerah provinsi tersebut.


(18)

5 (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku

terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil.

Dari uraian tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pengaturan administratif antara lain berkaitan dengan aspek perizinan, kelaikan, dan keselamatan pelayaran. Dengan demikian maka pengelolaan ruang laut sampai dengan 12 (dua belas) mil di luar minyak dan gas bumi merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi termasuk penerbitan izin dan pemanfaatan ruang laut.

Dengan demikian, dari uraian tersebut diatas dapat disampaikan bahwa berdasarkan Permenbudpar dan Perbup Badung untuk Usaha Wisata Selam pendaftarannya merupakan kewenangan Bupati, sedangkan wilayah beroperasinya dan pemanfaatan ruang laut merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi. Dampak dari pengaturan tersebut, Bupati Badung menyerahkan Penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam kepada Pemerintah Daerah Provinsi Bali melalui surat Nomor : 556/776/Adm.Eko, tanggal 5 Maret 2015, perihal : Kepastian Pelayanan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP). Persoalan lebih lanjut adalah terjadi ketidakjelasan dalam penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam akibat dari Pemerintah Daerah Provinsi Bali tidak memiliki kewenangan untuk menerbitkan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam, oleh karena itu penelitian tentang :

“PENERBITAN TANDA DAFTAR USAHA WISATA SELAM DI

KABUPATEN BADUNG DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014” menjadi aktual dan menarik untuk dilakukan.


(19)

6

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan kewenangan penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam sebelum dan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ?

2. Bagaimana akibat hukum terhadap kewenangan penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Badung setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ?

3. Faktor-faktor apa yang menghambat dalam penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam di Kabupaten Badung setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dan keluar dari permasalahan yang akan dibahas, maka perlu adanya batasan-batasan tertentu yang tercakup dalam ruang lingkup masalah. Adapun yang menjadi ruang lingkup masalahnya, adalah mengenai pengaturan kewenangan penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam sebelum dan setelah berlakunya UU Pemerintahan Daerah, akibat hukum terhadap kewenangan penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Badung setelah berlakunya UU Pemerintahan Daerah dan apa yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam penerbitan Tanda


(20)

7 Daftar Usaha Wisata Selam di Kabupaten Badung setelah berlakunya UU Pemerintahan Daerah.

1.4. Orisinalitas Penelitian

Untuk menunjukan orisinalitas penelitian ini, penulis melakukan pemeriksaan perpustakaan. Dari hasil pemeriksaan tersebut dapat disampaikan bahwa ada penelitian terdahulu yang sejenis namun dari segi substansi berbeda dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang sejenis dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

NO. JUDUL

PENELITIAN

TAHUN TEMPAT RUMUSAN

MASALAH

1.

Kewenangan Pengelolaan Wisata Bahari oleh

Pemerintah Desa di Kabupaten Badung (Suatu Studi

Pengelolaan Wisata Bahari di Desa Pecatu)

2014 Fakultas Hukum Universitas Udayana 1. Bagaimana kewenangan pemerintah desa dalam pengelolaan wisata bahari di Desa Pecatu? 2. Faktor-faktor apa

yang mendukung dan menghambat pengelolaan wisata bahari di Desa Pecatu?

2. Pengaturan Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Laut

2015 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 1. Bagaimana kewenangan pemerintah daerah dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di wilayah laut?


(21)

8

NO. JUDUL

PENELITIAN

TAHUN TEMPAT RUMUSAN

MASALAH

2. Apa akibat hukum dan solusi

pengaturan kewenangan pemerintah daerah dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di wilayah laut?

1.5. Tujuan Penelitian

Dalam suatu karya ilmiah pastilah mempunyai tujuan tertentu. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.5.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dalam penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam dengan berlakunya UU Pemerintahan Daerah. 1.5.2. Tujuan Khusus

Sesuai dengan permasalahan yang dibahas adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan kewenangan penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam sebelum dan setelah berlakunya UU Pemerintahan Daerah.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum terhadap kewenangan penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Badung setelah berlakunya UU Pemerintahan Daerah.


(22)

9 3. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menghambat dalam penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam di Kabupaten Badung setelah berlakunya UU Pemerintahan Daerah.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian secara umum dalam penulisan penelitian ini terdiri dari manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis, yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

1.6.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan dan manfaat teoritis sebagai bahan penelitian bagi lembaga Fakultas Hukum Universitas Udayana dan sebagai bahan referensi pada perpustakaan. Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan pengembangan dalam ilmu hukum yang berkaitan dengan bidang pemerintahan daerah khususnya pariwisata.

1.6.2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memberikan pengalaman belajar dan melakukan penelitian bagi mahasiswa sehingga mahasiswa mengetahui jalannya praktek hukum di masyarakat secara langsung.

2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Bali dalam mengambil kebijakan terkait Penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam.


(23)

10

1.7. Landasan Teoritis

1. Teori Negara Hukum

Negara Indonesia adalah negara hukum yang pada dasarnya segala tingkah laku manusia haruslah diatur berdasarkan dengan adanya hukum yang ada, hal tersebut tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945). Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Oleh karena itu hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku setiap manusia dan karena itu pada hukum berupa norma yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat.1

Baharudin Lopa menyatakan, dengan penegasan sebagaimana Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 tersebut maka mekanisme kehidupan perorangan, masyarakat, dan negara diatur oleh hukum (tertulis maupun tidak tertulis). Artinya baik anggota masyarakat maupun pemerintah wajib mematuhi hukum tersebut.2

Secara konseptual istilah negara hukum di Indonesia dipadankan dengan dua istilah dalam bahasa asing, yaitu :

a. Rechtsstaat (Belanda), digunakan untuk menunjuk tipe negara hukum yang diterapkan di negara-negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental atau civil law system.

b. Rule of law (Inggris), menunju tipe negara hukum dari negara Anglo Saxon atau negara-negara yang menganut common law system.3

1 Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

(selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I), h. 179.

2 Baharudin Lopa, 1987, Permasalahan Pembinaan dan Penegakan Hukum di Indonesia,

Bulan Bintang, Jakarta, h. 101.

3 Gede Atmadja, I Dewa, 2010, Hukum Konstitusi : Problematika Konstitusi Indonesia


(24)

11 Konsep negara hukum di Indonesia disamakan begitu saja dengan konsep rechtstaat dan konsep the rule of law. Hal ini dapat dimaklumi karena bangsa Indonesia mengenal istilah negara hukum melalui konsep rechtsstaat yang pernah diberlakukan Belanda pada masa kedudukannya di Indonesia, pada perkembangan selanjutnya terutama sejak perjuangan menumbangkan apa yang dalam periodesasi politik disebut perjuangan menumbangkan orde lama negara hukum begitu saja diganti dengan the rule of law.4

Menurut Bagir Manan unsur-unsur terpenting dari negara hukum, dikemukakan terdiri dari :

1. Ada UUD 1945 sebagai peraturan tertulis yang mengatur hubungan antara pemerintah dan warganya.

2. Ada pembagian kekuasaan (machtenscheiding) yang secara khusus menjamin suatu kekuasaan kehakiman yang merdeka.

3. Ada pemencaran kekuasaan negara atau pemerintah (spreading van de staatsmacht).

4. Ada jaminan terhadap hak asasi manusia.

5. Ada jaminan persamaan dimuka hukum dan jaminan perlindungan hukum. 6. Ada asas legalitas, pelaksanaan kekuasaan pemerintah harus didasarkan

atas hukum (undang-undang).5

Dari uraian tersebut diatas dapat disimak bahwa adanya unsur legalitas dalam unsur negara hukum mengamanatkan agar setiap tindakan pemerintah harus berdasar atas hukum. Bila dikaitkan dengan penelitian ini maka setiap tindakan pemerintahan dalam hal ini penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam harus berdasarkan atas hukum.

4 Philipus M Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, sebuah studi

tentang Prinsip-Prinsinya, Penangannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Peradaban, Jakarta, (selanjutnya disingkat Philipus M Hadjon I), h. 66-67.

5 Bagir Manan, 1994, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Pustaka


(25)

12 2. Teori Kewenangan

Dalam konsep hukum publik, wewenang merupakan suatu konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi.6 Wewenang dalam arti yuridis

adalah suatu kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.

Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Mengenai atribusi, delegasi dan mandat ini H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut :

a) Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat Undang-Undang kepada organ pemerintahan;

b) Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya;

c) Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya di jalankan organ lain atas namanya.7

Pelimpahan kewenangan dalam jabatan kenegaraan, menurut pendapat Suwoto Mulyosudarmo menggunakan istilah kekuasaan, karena kekuasaan dapat mencakup lebih luas dari wewenang. Pada dasarnya pemberian kekuasaan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu : kekuasaan yang bersifat atributif dan derivatif. Kekuasaan yang diperoleh secara atribusi (attributie) menyebabkan terjadinya pembentukan kekuasaan, karena berasal dari keadaan yang belum ada menjadi ada yang menyebabkan adanya kekuasaan yang baru. Kekuasaan derivatif (afgeleid) adalah yang diturunkan atau diderivikasikan kepada pihak lain. Pembentukan kekuasaan bisa terjadi pada saat yang bersamaan dengan

6 Philipus M Hadjon, 1998, “Tentang Wewenang Pemerintahan (Bestuurbevoegdheid)

Pro Justitia Tahun XVI Nomor 1 Januari 1998, (selanjutnya disingkat Philipus M Hadjon II), h. 90.


(26)

13 pembentukan lembaga yang memperoleh kekuasaan dan bisa terjadi kemudian sesudah lahirnya lembaga atau badan.8

Dalam konteks penelitian ini, berkaitan dengan wewenang dapat disampaikan bahwa setiap organ pemerintahan harus memiliki kewenangan dalam melakukan tindakan hukum. Dalam hal ini, organ manapun yang menerbitkan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam harus memiliki kewenangan untuk itu.

3. Teori Otonomi Daerah

Otonomi Daerah berperan penting dalam pembagian wewenang yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang kemudian didistribusikan lagi kepada instansi yang berwenang untuk itu. Dalam Pasal 1 angka 6 UU Pemerintahan Daerah menegaskan tentang pengertian otonomi daerah, yaitu “Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Selanjutnya Sarundajang dalam buku karangan Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik yang berjudul Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik mengartikan otonomi daerah merupakan :

a. Hak mengurus rumah tangganya sendiri bagi suatu daerah otonom, hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan pemerintahan (pusat) yang diserahkan kepada daerah.

b. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu diluar batas-batas wilayah daerahnya.

c. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya.

8 Suwoto Mulyosudarmo, 1997, Peralihan Kekuasaan, Kajian Teoritis dan Yuridis


(27)

14 d. Otonomi daerah tidak membawahi otonomi daerah lainnya.9

Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan dalam rangka desentralisasi di bidang pemerintahan. Menurut Tresna, yang dimaksud dengan desentralisasi dalam kaitan desentralisasi kenegaraan (staatkundige decentralisatie) adalah penyerahan kekuasaan untuk mengatur daerah lingkungannya sebagai usaha mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintahan negara. Desentralisasi kenegaraan ini dibedakan antara desentralisasi territorial (territorial decentralisatie) dan desentralisasi fungsional (functionele decentralisatie). Desentralisasi territorial yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi), sedangkan desentralisasi fungsional yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi tertentu. 10

Pengertian ini sejalan dengan yang dikemukakan Amrah Muslimin maupun Rondinelli dan Cheema. Amrah Muslimin berpendapat desentralisasi itu sebagai “pelimpahan kewenangan pada badan-badan dan golongan-golongan dalam masyarakat dalam daerah tertentu mengurus rumah tangganya sendiri”.11

Selanjutnya Rondinelli dan Cheema, mendefinisikan desentralisasi itu sebagai “The transfer planning, decision making, or administrative authority from the central government to its field organizations, local administrative units, semi autonomous and parastatal organizations, local government, or non

9 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2014, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan

Pelayanan Publik, cet. IV, Nuansa, Bandung, h. 110.

10 Kuntana Magnar, 1984, Pokok-pokok Pemerintah Daerah Otonom dan Wilayah

Administratif, Armico, Bandung, h. 15-16.


(28)

15 governmental organizations.12 Secara lebih tegas lagi, mengenai kewenangan

yang dilimpahkan dapat disimak pendapat Scligman tentang desentralisasi sebagaimana dikutip oleh Ermaya Suradinata yang mengemukakan desentralisasi itu sebagai “suatu proses penyerahan wewenang dari pemerintah yang lebih tinggi (yang mempunyai kekuasaan) kepada pemerintah yang lebih rendah derajatnya, menyangkut bidang legislatif, yudikatif, atau administratif”.13

Berkaitan dengan otonomi daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Badung berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan demi kepentingan masyarakatnya. Mengingat dominasi potensi Kabupaten Badung adalah pariwisata maka sebagai daerah otonom, Kabupaten Badung diberi ruang untuk mengelola dan mengembangkan sumber daya pariwisata secara optimal termasuk didalamnya mengatur mengenai wisata selam. 4. Teori Perizinan

Salah satu bentuk dari kewenangan yang dimiliki oleh Daerah adalah perizinan yang bertujuan untuk mengendalikan setiap perilaku atau kegiatan yang dilakukan oleh individu atau golongan. Pengendalian melalui perizinan merupakan pengendalian yang bersifat preventif yang merupakan usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan terhadap norma dan nilai sosial yang berlaku di masyarakat dan dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan dengan maksud untuk melakukan pencegahan sedini mungkin guna menghindari kemungkinan terjadinya tindakan penyimpangan.

12 Rondinelli and Cheema, 1983, Decentralization and Development : Policy

Implementation in Developing Countries, Sage Publication, Beverly Hills, London, h.18.

13 Ermaya Suradinata, 1993, Kebijaksanaan Pembangunan dan Pelaksanaan Otonomi


(29)

16 Menurut Ateng Syafrudin, izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan dimana hal yang dilarang menjadi boleh. Penolakan atas permohonan izin memerlukan perumusan limitatif.14 Sejalan dengan diberlakukannya UU

Pemerintahan Daerah dimana daerah diberi kekuasaan atau wewenang mengatur rumah tangganya sendiri dan dengan demikian mau tidak mau pemerintah daerah harus membiayai pengeluarannya dengan menggunakan pendapatan daerahnya karena pemerintah pusat tidak mungkin menanggung seluruh pengeluaran daerah yang ada. Dengan adanya kondisi tersebut maka pemerintah daerah memberlakukan suatu ketentuan tentang perizinan yang dapat menambah pendapatan daerahnya serta untuk menjalankan tertib administrasi. Izin yang dapat diberlakukan oleh pemerintahan daerah antara lain :

a. Izin Lokasi;

b. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT); c. Izin Mendirikan Bangunan (IMB);

d. Izin Gangguan (HO); e. Izin Reklame;

f. Izin Trayek;

g. Izin Penggunaan Trotoar;

h. Izin Pembuatan Jalan Didalam Kompleks Perumahan, Pertokoan dan sejenisnya;

i. Tanda Daftar Perusahaan (TDP); j. Izin Usaha Perdagangan;

k. Izin Usaha Industri/Tanda Daftar Industri; l. Tanda Daftar Gedung;

m. Izin Pengambilan Air Permukaan.

Dalam kaitan dengan teori perizinan, sesuai dengan penelitian ini maka Pemerintah Daerah Kabupaten Badung berwenang menerbitkan perizinan dalam hal ini menerbitkan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam. Dimana tujuan penerbitan


(30)

17 Tanda Daftar Usaha tersebut agar dapat mengendalikan kegiatan wisata selam di wilayahnya.

5. Teori Efektivitas Hukum

Teori Efektivitas Hukum menurut Soerjono Soekanto, efektif adalah taraf sejauh mana suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan efektif jika terdapat dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai sasarannya dalam membimbing atau merubah perilaku manusia sehinga menjadi perilaku hukum.15 Apabila seseorang membicarakan masalah berfungsinya hukum

dalam masyarakat, biasanya pikiran diarahkan pada kenyataan apakah hukum benar-benar berlaku atau tidak. 16 Dalam teori hukum, biasanya dibedakan antara tiga macam hal berlakunya hukum sebagai kaidah. Tentang hal berlakunya kaidah hukum ada anggapan sebagai berikut :

1. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, dalam hal ini Hans Kelsen menyatakan bahwa hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya berdasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatnya, ini didasarkan pada teori “Stufenbau”. Dalam hal ini perlu diperhatikan, apa yang dimaksudkan dengan efektivitas hukum yang dibedakannya dengan hal berlakunya hukum, oleh karena efektivitas merupakan fakta.

2. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif. Artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa dan hal itu terlepas dari masalah apakah masyarakat menerima atau menolak (teori kekuasaan) atau kaidah tadi berlaku karena diterima dan diakui oleh masyarakat (teori pengakuan).

3. Kaedah hukum berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. 17

Pada dasarnya berlakunya hukum dari perspektif sosiologis adalah mengenai efektivitas hukum yang akan melihat pengaruh dari kaedah hukum

15 Soerjono Soekanto, 1988, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, CV. Ramadja

Karya, Bandung, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II), h. 80.

16 Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Binacipta, Bandung, (selanjutnya

disingkat Soerjono Soekanto III), h. 29. 17Ibid, h. 13-14.


(31)

18 tersebut. Menelaah efektivitas suatu perundang-undangan pada dasarnya membandingkan antara realitas hukum dengan ideal hukum.

Dalam hubungannya dengan penelitian ini, akan dikaji dari teori efektivitas hukum sebagaimana telah diuraikan diatas, apakah aturan yang mengatur mengenai kewenangan penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam dapat berlaku efektif dan kemungkinan adanya beberapa faktor baik yuridis maupun non yuridis yang menghambat pelaksanaan penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam.

1.8. Metode Penelitian

Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metedologi dan sistematis. Metedologi berarti menggunakan metode-metode yang bersifat ilmiah sedangkan sistematis berarti sesuai pedoman/aturan penelitian yang berlaku untuk karya ilmiah.18 Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.8.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dapat dikualifikasikan sebagai penelitian yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa


(32)

19 hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.19 Dalam penelitian ini yang diteliti

adalah pelaksanaan dalam penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam di Kabupaten Badung setelah diterbitkannya UU Pemerintahan Daerah.

1.8.2. Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fakta (The Fact Approach) dan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach). Pendekatan fakta adalah pendekatan yang dilakukan dengan melihat langsung di lapangan berdasarkan fakta yang ada di Kabupaten Badung dalam penerbitan Tanda Daftar Usaha Wisata Selam oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Badung. Data yang diperoleh tersebut untuk selanjutnya dibahas dengan kajian-kajian berdasarkan teori-teori hukum dan kemudian di sambung dengan pendekatan perundang-undangan. Sedangkan pendekatan perundang-undangan yaitu pendekatan berdasarkan pada norma-norma hukum/kaidah-kaidah yang berlaku yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor :

19 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Cipta Aditya Bakti,


(33)

20 PM.96/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Wisata Tirta, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan, Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 15 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Wisata Selam, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 7 Tahun 2007 tentang Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta, Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2008 tentang Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta dan Peraturan Bupati Badung Nomor 13 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Pariwisata yang berkaitan dengan bahasan permasalahan ini.

1.8.3. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.

1.8.4. Data dan Sumber Data

Adapun data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 2 (dua) sumber, yaitu :

a) Data Primer

Untuk mendapatkan data primer maka dilakukan penelitian lapangan (Field Research), yaitu dengan cara melakukan penelitian secara langsung dari sumbernya yakni pada Dinas Pariwisata Provinsi Bali dan Dinas Pariwisata Kabupaten Badung.


(34)

21 b) Data Sekunder

Untuk mendapatkan data sekunder dilakukan penelitian kepustakaan (Library Research) yang terdiri dari :

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang isinya mengikat yaitu berupa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.96/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Wisata Tirta, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan, Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 15 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Wisata Selam, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 7 Tahun 2007 tentang Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta, Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2008 tentang Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta dan Peraturan Bupati Badung Nomor 13 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Pariwisata.


(35)

22 2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang isinya membahas bahan hukum primer, seperti buku-buku dan artikel hukum yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Selain itu juga digunakan bahan-bahan hukum yang diperoleh melalui internet.

1.8.5. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu Teknik Wawancara dan Teknik Studi Dokumen.

1. Teknik Wawancara

Wawancara adalah proses interaksi dan komunikasi serta cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai. Wawancara ini dilakukan dengan narasumber terkait yaitu Kepala Bidang Pengendalian Usaha Pariwisata, Dinas Pariwisata Provinsi Bali dan Kepala Bidang Sarana Pariwisata, Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, dimana dilakukan dengan teknik tanya jawab dan diharapkan dapat berlangsung terarah. Disamping itu agar tercapai proses tanya jawab yang terbuka dari informan, maka tanya jawab tersebut dikembangkan di sekitar pokok permasalahan sehingga relevan dengan permasalahan yang akan dibahas.

2. Teknik Studi Dokumen

Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam melakukan penelitian ini dengan cara mengumpulkan data berdasarkan pada benda-benda berbentuk tulisan, dilakukan dengan cara mencari, membaca, mempelajari dan memahami data-data sekunder yang berhubungan dengan hukum sesuai dengan permasalahan yang dikaji yang berupa buku-buku, majalah,


(36)

23 literatur, dokumen, dan peraturan yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti.

1.8.6. Pengolahan dan Analisis Data

Apabila keseluruhan data yang diperoleh dan sudah terkumpul baik melalui studi dokumen ataupun dengan wawancara, kemudian mengolah dan menganalisis secara kualitatif yaitu dengan menghubungkan antara data yang ada dan berkaitan dengan pembahasan, selanjutnya disajikan secara deskriptif analisis. Maksudnya data yang telah rampung dipaparkan dengan disertai analisis sesuai dengan teori yang terdapat pada buku-buku literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, guna mendapat kesimpulan sebagai akhir dari penulisan penelitian ini.


(37)

24

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG USAHA PARIWISATA DAN USAHA WISATA SELAM

2.1. Pengertian dan Jenis Usaha Pariwisata

2.1.1. Pengertian Usaha Pariwisata

Pariwisata adalah kegiatan dinamis yang melibatkan banyak manusia serta menghidupkan berbagai bidang usaha. Pariwisata menurut UU Kepariwisataan adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Sedangkan sebelumnya dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427, selanjutnya disebut sebagai UU Kepariwisataan Lama), Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Sedangkan menurut WTO yang dimaksud dengan Pariwisata, dapat diartikan sebagai kegiatan manusia yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya. Perjalanan wisata ini berlangsung dalam jangka waktu tidak lebih dari satu tahun secara berturut-turut untuk tujuan bersenang-senang, bisnis dan lainnya. Definisi-definisi itu menjabarkan unsur-unsur penting dalam kepariwisataan seperti berikut ini :

1. Jenis aktivitas yang dilakukan dan tujuan kunjungan 2. Lokasi kegiatan wisata


(38)

25 4. Fasilitas dan pelayanan yang dimanfaatkan yang disediakan oleh usaha

pariwisata.20

Melihat kebelakang, dalam UU Kepariwisataan Lama menyatakan bahwa usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut. Sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU Kepariwisataan, Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.

Perdebatan mengenai apakah pariwisata di Indonesia merupakan sekedar kegiatan usaha atau sudah merupakan industri berlangsung sejak disahkannya UU Kepariwisataan Lama hingga disahkannya UU Kepariwisataan yang baru pada 16 Januari 2009 lalu. Dari sudut pandang ekonomi, industri diartikan sebagai suatu grup atau individu yang secara independen menghasilkan suatu produk baik yang bersifat tangible maupun intangible. Ahli pemasaran terkenal, Kottler, mengatakan komponen lain dari industri adalah adanya revenue yang diperoleh, serta menghasilkan dan menjual suatu produk yang dihasilkan tersebut.21 Dari

pernyataan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pariwisata semestinya dapat disebut sebagai industri karena memiliki pengaruh tidak sedikit dalam perekonomian yaitu selain memberikan kontribusi pendapatan/revenue bagi negara juga memberikan nilai tambahan (value added factor), penambahan peluang investasi, dan menciptakan lapangan pekerjaan dan pajak.

20 Ismayanti, 2010, Pengantar Pariwisata, PT Grasindo, Jakarta, h. 4-5.

21 Violetta Simatupang, 2009, Pengaturan Hukum Kepariwisataan Indonesia, P.T.


(39)

26 Industri pariwisata juga diartikan sebagai kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan pada penyelenggaraan pariwisata. Orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata disebut pengusaha pariwisata. Usaha pariwisata merupakan kegiatan bisnis yang berhubungan langsung dengan kegiatan wisata sehingga tanpa keberadaaanya, pariwisata tidak dapat berjalan dengan baik. Dalam industri pariwisata terdapat berbagai usaha pariwisata, yaitu usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Adanya industri pariwisata adalah industri yang multisektor.22

2.1.2. Jenis Usaha Pariwisata

Dalam Pasal 14 ayat (1) UU Kepariwisataan menjelaskan bahwa ruang lingkup jenis usaha Pariwisata meliputi :

a. Daya tarik wisata adalah usaha yang kegiatannya mengelola daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata buatan/binaan manusia.

b. Kawasan pariwisata adalah usaha yang kegiatannya membangun dan/atau mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

c. Jasa transportasi wisata adalah usaha khusus yang menyediakan angkutan untuk kebutuhan dan kegiatan pariwisata, bukan angkutan transportasi regular/umum.

d. Jasa perjalanan wisata adalah usaha biro perjalanan wisata dan usaha agen perjalanan wisata. Usaha biro perjalanan meliputi usaha penyediaan jasa perencanaan perjalanan dan/atau jasa pelayanan dan penyelenggaraan perjalanan ibadah. Usaha agen perjalanan wisata meliputi usaha jasa pemesanan sarana, seperti pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi serta pengurusan dokumentasi perjalanan.

e. Jasa makanan dan minuman adalah usaha jasa penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan dapat berupa restoran, kafe, jasa boga, dan bar/kedai minuman.


(40)

27 f. Penyediaan akomodasi adalah usaha yang menyediakan pelayanan penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya. Usaha penyediaan akomodasi dapat berupa hotel, vila, pondok wisata, bumi perkemahan, pesinggahan karavan, dan akomodasi lainnya yang digunakan untuk tujuan pariwisata.

g. Penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi merupakan usaha yang ruang lingkup kegiatannya berupa usaha seni pertunjukan, arena permainan, karaoke, bioskop, serta kegiatan hiburan dan rekreasi lainnya yang bertujuan untuk pariwisata.

h. Penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran adalah usaha yang memberikan jasa bagi suatu pertemuan sekelompok orang, menyelenggarakan perjalanan bagi karyawan dan mitra usaha sebagai imbalan atas prestasinya, serta menyelenggarakan pameran dalam rangka menyebarluasakan informasi dan promosi suatu barang dan jasa yang berskala nasional, regional, dan internasional.

i. Jasa informasi pariwisata adalah usaha yang menyediakan data, berita, feature, foto, video, dan hasil penelitian mengenai kepariwisataan yang disebarkan dalam bentuk bahan cetak dan/atau elektronik.

j. Jasa konsultan pariwisata adalah usaha yang menyediakan saran dan rekomendasi mengenai studi kelayakan, perencanaan, pengelolaan usaha, penelitian, dan pemasaran di bidang kepariwisataan.

k. Jasa pramuwisata adalah usaha yang menyediakan dan/atau mengkoordinasikan tenaga pemandu wisata untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dan/atau kebutuhan biro perjalanan wisata.

l. Wisata tirta merupakan usaha yang menyelenggarakan wisata dan olahraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola secara komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau, dan waduk.

m. Spa adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan/minuman sehat, dan olah aktivitas fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa dan raga dengan tetap memperhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia.

Usaha-usaha pendukung yang dalam industri pariwisata meliputi diantaranya usaha cinderamata, pendidikan pariwisata, polisi pariwisata, serta usaha-usaha lain seperti penukaran uang, bank, klinik kesehatan, dan usaha telekomunikasi.23


(41)

28

2.2. Usaha Wisata Selam dalam kaitan dengan Usaha Pariwisata

2.2.1. Pengaturan Usaha Wisata Selam

Sarana wisata tirta mencakup kegiatan penyediaan pelayanan rekreasi wisata di bawah air, di pantai, sungai, danau, dan waduk, dan pelayanan jasa lain yang berkaitan dengan kegiatan marina. Usaha ini meliputi pembangunan dan pengelolaan dermaga serta fasilitas olahraga air untuk keperluan olahraga selancar air, selancar angin, berlayar, menyelam, dan memancing.24 Bidang usaha wisata tirta meliputi jenis usaha wisata bahari, wisata sungai, danau dan waduk. Jenis usaha wisata bahari meliputi sub-jenis usaha:

a. Wisata selam; b. Wisata perahu layar; c. Wisata memancing; d. Wisata selancar;

e. Dermaga bahari, dan sub jenis lainnya.

Usaha wisata selam adalah penyediaan sarana selam baik untuk rekreasi maupun olahraga secara komersial;25 wisata perahu layar adalah kegiatan wisata yang dilakukan dengan kapal yang digerakkan menggunakan layar yang memanfaatkan tenaga angin sebagai pendorongnya;26 wisata memancing adalah kegiatan menangkap ikan yang dilakukan dilaut; wisata selancar atau surfing adalah kegiatan dengan memanfaatkan ombak yang tinggi dan pemandangan keindahan pantai menjadi perpaduan yang unik;27 dan dermaga bahari adalah

24 Ibid, h. 143. 25 Ibid, h. 144.

26 Wikipedia, 2013, “Kapal Layar”, URL :

https://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_layar diakses tanggal 3 Desember 2015.


(42)

29 penyediaan sarana dan prasarana tambat bagi kapal pesiar (yacht), kapal wisata (boat atau ship).28

Wisata Selam merupakan wisata dengan pangsa pasar minat khusus. Adapun jenis Wisata Selam (diving) adalah :

1. Snorkeling : berenang di permukaan laut sekaligus bisa melihat langsung kehidupan alam bawah laut seperti ikan dan terumbu karang.

2. Sea Walker : berjalan di dasar laut dengan menggunakan helm yang kedap air.

3. Scuba Diving : Menyelam menggunakan perlengkapan diving komplit mulai dari pakaian, tangki oksigen dll.

Pemerintah menerbitkan kebijakan mengenai pengaturan Usaha Wisata Selam yang dijadikan dasar oleh Kabupaten Badung demi perkembangan pembangunan kepariwisataan, yaitu seperti:

1. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM. 96/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Wisata Tirta.

Dalam Permenbudpar ini untuk usaha wisata selam merupakan bagian dari Usaha Wisata Tirta dan pendaftarannya merupakan kewenangan Bupati kecuali khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta ditujukan kepada Gubernur.


(43)

30 2. Peraturan Bupati Badung Nomor : 13 Tahun 2012 tentang Tata Cara

Pendaftaran Usaha Pariwisata.

Berdasarkan Perbup Badung ini dapat diketahui bahwa pendaftaran usaha wisata selam di Kabupaten Badung ditujukan kepada Bupati Badung. 3. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia

Nomor 15 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Wisata Selam (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1020, selanjutnya disebut Permen Pariwisata dan Ekonomi Kreatif).

Standar Usaha Wisata Selam adalah rumusan kualifikasi Usaha Wisata Selam dan/atau klasifikasi Usaha Wisata Selam yang mencakup aspek produk, pelayanan dan pengelolaan Usaha Wisata Selam. Peraturan Menteri ini mengatur dan menetapkan batasan tentang persyaratan minimal dalam penyelenggaraan Usaha Wisata Selam dan pedoman best practices dalam pelaksanaan sertifikasi Usaha Wisata Selam. Pembinaan dan pengawasan dalam rangka penerapan Standar Usaha Wisata Selam dilakukan oleh Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah.

Dalam UU Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa wilayah beroperasi Wisata Selam merupakan kewenangan Provinsi untuk mengelola sumber daya laut yang ada diwilayahnya paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan laut.


(44)

31 2.2.2. Manfaat Wisata Selam bagi Perkembangan Pariwisata

Wisata Selam adalah suatu kegiatan yang secara langsung melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai manfaat. Wisata selam ini bermanfaat bagi kesehatan, hal ini dapat dibuktikan dengan dimasukkannya diving sebagai cabang olahraga yang dilombakan. Tidak hanya memberi kesehatan jasmani tetapi juga kesehatan rohani, recreational diving membuat para penyelam menjadi relax saat memandang kehidupan alam bawah laut.

Pariwisata untuk olahraga (Sport Tourism) menurut Spillane dapat dibagi dalam dua kategori yaitu :

1. Big sport events yaitu peristiwa-peristiwa olahraga besar seperti Olympic games, kejuaraan ski dunia, kejuaraan tinju dunia dan olahraga lainnya yang menarik perhatian tidak hanya pada olahragawannya sendiri tetapi juga ribuan penonton atau penggemarnya.

2. Sporting tourism of the practitioners yaitu pariwisata olahraga bagi mereka yang ingin berlatih dan mempraktekkan sendiri seperti pendakian gunung, olahraga naik kuda, berburu, memancing dan lain-lain.29

Olahraga dan pariwisata mempunyai tujuan yang sama. Kalau olahraga bertujuan untuk memberikan kesenangan maka pariwisata adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan kesenangan. Salah satu contoh adalah olahraga selam yang merupakan kegiatan olahraga sekaligus kegiatan pariwisata yang mengalami pertumbuhan sangat cepat dibandingkan dengan olahraga bahari lainnya. Wisata Selam sebagai Wisata Olahraga adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan lingkungan perairan laut sebagai kegiatan olahraga dan aktivitas luar.

29 James J Spillane, 1987, Ekonomi Pariwisata Sejarah dan Prospeknya, Kanisius,


(45)

32 Dengan adanya pertumbuhan Usaha Wisata Selam yang sangat berkembang memberikan dampak terhadap pertumbuhan perekonomian. Secara umum dampak tersebut adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan struktur ekonomi

Peningkatan pendapatan masyarakat dari industri pariwisata membuat stuktur ekonomi masyarakat menjadi lebih baik. Masyarakat bisa memperbaiki kehidupan dari bekerja di industri pariwisata.

b. Membuka peluang investasi

Keragaman usaha dalam industri pariwisata memberikan peluang bagi para investor untuk menanamkan modal. Kesempatan berinvestasi di daerah wisata berpotensi membentuk dan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

c. Mendorong aktivitas wirausaha (entrepreneurships)

Adanya kebutuhan wisatawan saat berkunjung ke destinasi wisata mendorong masyarakat untuk menyediakan kebutuhannya dengan membuka usaha atau wirausaha.30

Bagi perkembangan pariwisata, wisata selam memberikan manfaat terhadap peningkatan jumlah kunjungan wisatawan. Disamping jumlah wisatawan yang meningkat, Wisata Selam juga mendongkrak angka lama tinggal wisatawan di Bali, karena jenis wisata ini memerlukan waktu yang lebih banyak daripada jenis wisata lainnya. Dengan demikian tentu juga akan berdampak terhadap peningkatan jumlah pengeluarannya.

Pengembangan Wisata Selam ini sejalan dengan visi dan misi pembangunan pariwisata Bali dimana sasarannya adalah pariwisata yang berkualitas, sehingga tidak semata-mata mengejar target jumlah wisatawan yang meningkat tetapi wisatawan yang berkualitas, yaitu lama tinggalnya meningkat serta belanjanya meningkat. Oleh karena itu Wisata Selam diharapkan meningkatkan kualitas perkembangan pariwisata kedepannya.


(46)

33 2.2.3. Sebaran Lokasi Wisata Selam di Bali

Pulau Bali terkenal dengan keindahan pantainya, baik pesisir pantai, diatas pesisir maupun dibawah laut mempunyai daya tarik tersendiri. Dalam beberapa tahun belakangan ini, Pulau Bali menjelma menjadi salah satu surga bagi kalangan penggemar olahraga menyelam (diving). Hampir seluruh perairan laut Bali memiliki pesona dan keindahan alam bawah laut berupa rongsokan kapal dan biota laut seperti terumbu karang, ikan yang membuat para penyelam ingin menikmatinya. Berikut ini beberapa lokasi wisata selam di Bali yang banyak diminati para penyelam :

a. Tanjung Benoa

Pantai Tanjung Benoa, Nusa Dua merupakan salah satu tempat menyelam terbaik di Bali terletak di ujung tenggara Pulau Bali. Jarak tempuh dari Bandara ke pantai ini kira-kira 12 km atau kurang lebih 30 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Tanjung Benoa merupakan centre dive di Bali, ada jenjang atau kelas untuk melakukan diving dimulai dari entry level sampai instructor level. Perlengkapan diving yang lengkap mulai dari masker, oksigen, pakaian diving, tank, dan lainnya.

b. Sanur

Terletak di sebelah timur kota Denpasar sekitar 6 km atau 30 menit dari pusat kota. Pantai ini dapat dicapai dengan mobil, sepeda motor ataupun kendaraan umum dengan cukup mudah. Tempat wisata selam yang cukup terkenal yaitu seawalker.


(47)

34 c. Menjangan

Berlokasi di ujung barat Pulau Bali dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat. Untuk menyeberang ke Pulau Menjangan, bisa melalui dermaga Labuhan Lalang atau Mimpi Resort dengan menyewa perahu.

d. Pemuteran

Berlokasi di utara Pulau Bali, di antara Buleleng dan Gilimanuk. Dari lovina untuk sampai ke Pemuteran tidak terlalu jauh. Dengan waktu tempuh satu jam sudah bisa menemukan banyak dive centre yang menyewakan snorkel set sepanjang Pemuteran.

e. Nusa Penida dan Nusa Lembongan

Terletak di seberang Selat Badung dari Bali Selatan. Lokasinya disisi tenggara Pulau Bali. Banyak ditemukan dive spot yang juga bisa untuk kegiatan snorkeling seperti Manta Point, Crystal Bay, dan Toya Pakeh. Untuk bisa menyeberang ke Nusa Penida dan Lembongan bisa melalui perahu dari Sanur dan Ferry dari Padangbai. Dengan jarak tempuh dari Sanur kurang lebih 45 menit, dan sekitar 30 menit dari Padangbai.

f. Padang Bai

Terletak di sebelah timur Bali dekat Candi Dasa. Tempat yang populer disini adalah Padang Kurungan, Bias Tugel, Tepekong Canyon, Shark Mimpang dan Blue Lagoon. Terdapat bebatuan karang


(48)

35 dengan pasir halus di beberapa tempat landai terumbu karang dan ratusan jenis ikan yang hidup didalamnya.

g. Tulamben

Merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Kubu, di bagian utara Kabupaten Karangasem, berjarak sekitar 25 km dari kota Amlapura dan jika dari Kota Denpasar kurang lebih berjarak 82 km. Akses menuju ke lokasi cukup mudah karena terletak di pinggir jalan raya jurusan Amlapura-Singaraja.

h. Amed

Terletak disisi timur Pulau Bali, tepatnya di Kabupaten Karangasem. Pantai Amed yang indah ini semakin menarik karena banyak perbukitan yang mengelilinginya. Dengan berkendara mobil atau motor bisa menuju Amed dari Denpasar dalam waktu tempuh kurang lebih 3,5 jam melintasi pesisir Pulau Bali, melalui By Pass Ida Bagus Mantra menuju Karangasem.


(1)

30

2. Peraturan Bupati Badung Nomor : 13 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Pariwisata.

Berdasarkan Perbup Badung ini dapat diketahui bahwa pendaftaran usaha wisata selam di Kabupaten Badung ditujukan kepada Bupati Badung. 3. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia

Nomor 15 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Wisata Selam (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1020, selanjutnya disebut Permen Pariwisata dan Ekonomi Kreatif).

Standar Usaha Wisata Selam adalah rumusan kualifikasi Usaha Wisata Selam dan/atau klasifikasi Usaha Wisata Selam yang mencakup aspek produk, pelayanan dan pengelolaan Usaha Wisata Selam. Peraturan Menteri ini mengatur dan menetapkan batasan tentang persyaratan minimal dalam penyelenggaraan Usaha Wisata Selam dan pedoman best practices

dalam pelaksanaan sertifikasi Usaha Wisata Selam. Pembinaan dan pengawasan dalam rangka penerapan Standar Usaha Wisata Selam dilakukan oleh Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah.

Dalam UU Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa wilayah beroperasi Wisata Selam merupakan kewenangan Provinsi untuk mengelola sumber daya laut yang ada diwilayahnya paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan laut.


(2)

31

2.2.2. Manfaat Wisata Selam bagi Perkembangan Pariwisata

Wisata Selam adalah suatu kegiatan yang secara langsung melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai manfaat. Wisata selam ini bermanfaat bagi kesehatan, hal ini dapat dibuktikan dengan dimasukkannya diving sebagai cabang olahraga yang dilombakan. Tidak hanya memberi kesehatan jasmani tetapi juga kesehatan rohani, recreational diving membuat para penyelam menjadi relax

saat memandang kehidupan alam bawah laut.

Pariwisata untuk olahraga (Sport Tourism) menurut Spillane dapat dibagi dalam dua kategori yaitu :

1. Big sport events yaitu peristiwa-peristiwa olahraga besar seperti Olympic games, kejuaraan ski dunia, kejuaraan tinju dunia dan olahraga lainnya yang menarik perhatian tidak hanya pada olahragawannya sendiri tetapi juga ribuan penonton atau penggemarnya.

2. Sporting tourism of the practitioners yaitu pariwisata olahraga bagi mereka yang ingin berlatih dan mempraktekkan sendiri seperti pendakian gunung, olahraga naik kuda, berburu, memancing dan lain-lain.29

Olahraga dan pariwisata mempunyai tujuan yang sama. Kalau olahraga bertujuan untuk memberikan kesenangan maka pariwisata adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan kesenangan. Salah satu contoh adalah olahraga selam yang merupakan kegiatan olahraga sekaligus kegiatan pariwisata yang mengalami pertumbuhan sangat cepat dibandingkan dengan olahraga bahari lainnya. Wisata Selam sebagai Wisata Olahraga adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan lingkungan perairan laut sebagai kegiatan olahraga dan aktivitas luar.

29 James J Spillane, 1987, Ekonomi Pariwisata Sejarah dan Prospeknya, Kanisius,


(3)

32

Dengan adanya pertumbuhan Usaha Wisata Selam yang sangat berkembang memberikan dampak terhadap pertumbuhan perekonomian. Secara umum dampak tersebut adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan struktur ekonomi

Peningkatan pendapatan masyarakat dari industri pariwisata membuat stuktur ekonomi masyarakat menjadi lebih baik. Masyarakat bisa memperbaiki kehidupan dari bekerja di industri pariwisata.

b. Membuka peluang investasi

Keragaman usaha dalam industri pariwisata memberikan peluang bagi para investor untuk menanamkan modal. Kesempatan berinvestasi di daerah wisata berpotensi membentuk dan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

c. Mendorong aktivitas wirausaha (entrepreneurships)

Adanya kebutuhan wisatawan saat berkunjung ke destinasi wisata mendorong masyarakat untuk menyediakan kebutuhannya dengan membuka usaha atau wirausaha.30

Bagi perkembangan pariwisata, wisata selam memberikan manfaat terhadap peningkatan jumlah kunjungan wisatawan. Disamping jumlah wisatawan yang meningkat, Wisata Selam juga mendongkrak angka lama tinggal wisatawan di Bali, karena jenis wisata ini memerlukan waktu yang lebih banyak daripada jenis wisata lainnya. Dengan demikian tentu juga akan berdampak terhadap peningkatan jumlah pengeluarannya.

Pengembangan Wisata Selam ini sejalan dengan visi dan misi pembangunan pariwisata Bali dimana sasarannya adalah pariwisata yang berkualitas, sehingga tidak semata-mata mengejar target jumlah wisatawan yang meningkat tetapi wisatawan yang berkualitas, yaitu lama tinggalnya meningkat serta belanjanya meningkat. Oleh karena itu Wisata Selam diharapkan meningkatkan kualitas perkembangan pariwisata kedepannya.

30 Ismayanti, op.cit, h.190.


(4)

33

2.2.3. Sebaran Lokasi Wisata Selam di Bali

Pulau Bali terkenal dengan keindahan pantainya, baik pesisir pantai, diatas pesisir maupun dibawah laut mempunyai daya tarik tersendiri. Dalam beberapa tahun belakangan ini, Pulau Bali menjelma menjadi salah satu surga bagi kalangan penggemar olahraga menyelam (diving). Hampir seluruh perairan laut Bali memiliki pesona dan keindahan alam bawah laut berupa rongsokan kapal dan biota laut seperti terumbu karang, ikan yang membuat para penyelam ingin menikmatinya. Berikut ini beberapa lokasi wisata selam di Bali yang banyak diminati para penyelam :

a. Tanjung Benoa

Pantai Tanjung Benoa, Nusa Dua merupakan salah satu tempat menyelam terbaik di Bali terletak di ujung tenggara Pulau Bali. Jarak tempuh dari Bandara ke pantai ini kira-kira 12 km atau kurang lebih 30 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Tanjung Benoa merupakan centre dive di Bali, ada jenjang atau kelas untuk melakukan

diving dimulai dari entry level sampai instructor level. Perlengkapan

diving yang lengkap mulai dari masker, oksigen, pakaian diving, tank, dan lainnya.

b. Sanur

Terletak di sebelah timur kota Denpasar sekitar 6 km atau 30 menit dari pusat kota. Pantai ini dapat dicapai dengan mobil, sepeda motor ataupun kendaraan umum dengan cukup mudah. Tempat wisata selam yang cukup terkenal yaitu seawalker.


(5)

34

c. Menjangan

Berlokasi di ujung barat Pulau Bali dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat. Untuk menyeberang ke Pulau Menjangan, bisa melalui dermaga Labuhan Lalang atau Mimpi Resort dengan menyewa perahu.

d. Pemuteran

Berlokasi di utara Pulau Bali, di antara Buleleng dan Gilimanuk. Dari lovina untuk sampai ke Pemuteran tidak terlalu jauh. Dengan waktu tempuh satu jam sudah bisa menemukan banyak dive centre yang menyewakan snorkel set sepanjang Pemuteran.

e. Nusa Penida dan Nusa Lembongan

Terletak di seberang Selat Badung dari Bali Selatan. Lokasinya disisi tenggara Pulau Bali. Banyak ditemukan dive spot yang juga bisa untuk kegiatan snorkeling seperti Manta Point, Crystal Bay, dan Toya Pakeh. Untuk bisa menyeberang ke Nusa Penida dan Lembongan bisa melalui perahu dari Sanur dan Ferry dari Padangbai. Dengan jarak tempuh dari Sanur kurang lebih 45 menit, dan sekitar 30 menit dari Padangbai.

f. Padang Bai

Terletak di sebelah timur Bali dekat Candi Dasa. Tempat yang populer disini adalah Padang Kurungan, Bias Tugel, Tepekong


(6)

35

dengan pasir halus di beberapa tempat landai terumbu karang dan ratusan jenis ikan yang hidup didalamnya.

g. Tulamben

Merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Kubu, di bagian utara Kabupaten Karangasem, berjarak sekitar 25 km dari kota Amlapura dan jika dari Kota Denpasar kurang lebih berjarak 82 km. Akses menuju ke lokasi cukup mudah karena terletak di pinggir jalan raya jurusan Amlapura-Singaraja.

h. Amed

Terletak disisi timur Pulau Bali, tepatnya di Kabupaten Karangasem. Pantai Amed yang indah ini semakin menarik karena banyak perbukitan yang mengelilinginya. Dengan berkendara mobil atau motor bisa menuju Amed dari Denpasar dalam waktu tempuh kurang lebih 3,5 jam melintasi pesisir Pulau Bali, melalui By Pass Ida Bagus Mantra menuju Karangasem.