analisis dprd sbg lembaga non legislatif oleh jefi rulian artha

Analisis DPRD sebagai Lembaga Legislatif Daerah dan Disfungsi Legislasi
DPRD (Studi kasus UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 23 Tahun 2014)

Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah yang menggantikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 membawa
perubahan penting terhadap fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
baik itu DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota. DPRD yang sebelumnya
melaksanakan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan kini berubah
menjalankan fungsi pembentukan peraturan daerah (perda), anggaran, dan
pengawasan (pasal 96 ayat 1 UU No 23 Tahun 2014).
Titik fokus perubahan penting itu terletak pada perubahan fungsi legislasi
menjadi fungsi pembentukan perda. Pada tataran praktik perubahan itu mungkin
tidak penting dan tidak berimplikasi apa-apa karena sebelum diubah menjadi
fungsi pembentukan perda pun memang fungsi DPRD adalah membentuk perda
bersama dengan kepala daerah.
Tetapi lain halnya bila itu dilihat dari sudut pandang teoritis. Perubahan
fungsi DPRD dari fungsi legislasi menjadi fungsi pembentukan perda menarik
untuk ditelaah. Alasan berubahnya fungsi legislasi DPRD:
1.

DPRD Tidak Menjalankan Fungsi Legislasi

Legislasi menurut Gale Encyclopedia American Law berarti Legislation:

lawmaking; the preparation and enactment of laws by a legislative body (Dona
Batten, 2010:136). Badan legislatif itu sendiri diartikan sebagai "a body that
passes laws of legislation" (W.J. Stewart dan Robert Burgess, 2001:235).
Karakteristik atau ciri khas legislasi adalah bahwa legislasi itu harus dibuat oleh
badan legislatif. Dengan kata lain, hanya badan legislatif yang memiliki fungsi
legislasi. Badan legislatif itu sendiri adalah badan yang legislate artinya badan
yang membuat undang-undang.
Pada UU No 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa “ DPRD mempunyai
fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan (pasal 41 UU No 32
Analisis DPRD sebagai lembaga legislative daerah

| Jefi R.A

1

Tahun 2004)”. Lalu apakah DPRD merupakan badan legislatif sehingga DPRD
diberikan fungsi legislasi atau kewenangan dalam membuat undang-undang?
konsep negara kesatuan yang dianut oleh negara Indonesia menjadi jawaban dari

pertanyaan di atas.
Suatu negara yang telah menjatuhkan pilihannya pada bentuk negara
kesatuan harus memahami implikasi dari pilihannya tersebut. Bentuk negara
kesatuan memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan bentuk negara
federal dan begitupun sebaliknya.
Pertama, dalam negara kesatuan semua kekuasaan (eksekutif, legislatif,
dan yudisial) terkonsentrasi pada pusat. Penjelasan UU No 23 Tahun 2014 pun
telah mengakui "Berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat yang
terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, penyelenggaraan
pemerintah daerah dilaksanakan oleh DPRD dan kepala daerah dan di bantu oleh
perangkat daerah (pasal 57 UU No 23 Tahun 2014). DPRD dan kepala daerah
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang diberi
mandat rakyat untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada
daerah.
Dari sini dapat dinyatakan bahwa DPRD bukan merupakan badan
legislatif tetapi sebagai penyelenggara pemerintahan daerah bersama dengan
kepala daerah. Kedua, negara kesatuan menerapkan pemisahan kekuasaan secara
horizontal, dalam hal ini pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudisial
dalam unit negara. Ketiga, negara kesatuan tidak menerapkan pemisahan
kekuasaan secara vertikal antara unit negara dan sub unit negara atau daerah.

Keempat, dalam negara kesatuan kekuasaan dapat didelegasikan ke unit
yang lebih rendah tetapi tidak berupa peralihan kekuasaan. Perlu di garis bawahi
bahwa dalam negara kesatuan kekuasaan yang dapat didelegasikan ke unit yang
lebih rendah hanyalah kekuasaan pemerintahan atau eksekutif dan tidak meliputi
kekuasaan legislatif dan yudisial.
Di sini nampak semakin memperjelas bahwa DPRD bukan badan
legislatif. Kelima, berdasarkan sistem negara kesatuan kekuasaan pemerintahan
Analisis DPRD sebagai lembaga legislative daerah

| Jefi R.A

2

yang telah diberikan kepada unit yang lebih rendah dapat ditarik kembali oleh
pemerintah pusat. Hal ini sebagai konsekuensi bahwa dalam negara kesatuan tidak
pernah terjadi peralihan kekuasaan tetapi hanya pendelegasian kekuasaan.
Kesimpulan yang dapat dihasilkan dari uraian karakteristik bentuk negara
kesatuan di atas adalah bahwa dalam negara kesatuan hanya ada satu badan
legislative. Di Indonesia yang merupakan badan legislatif adalah Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). DPRD bukan badan legislatif sehingga tidak bisa

diberikan fungsi legislasi. Oleh sebab itu sangat tepat kalau UU No 23 Tahun
2014 menyebut fungsi DPRD adalah fungsi pembentukan perda.
Pada UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Perwusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (UU MD3) masih menyebut fungsi DPRD adalah fungsi legislasi.
Sehingga pada Pasal 409 huruf d disebutkan mencabut dan menyatakan tidak
berlaku materi muatan UU MD3 yang khusus mengatur mengenai DPRD, baik
DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota yang berarti mencabut pula Pasal
316 ayat (1) dan 365 ayat (1) yang masih menyebut fungsi DPRD adalah fungsi
legislasi. Pasca UU No 23 Tahun 2014 fungsi DPRD benar-benar fungsi
pembentukan perda bukan lagi fungsi legislasi.
2.

Kesalahpahaman DPR dengan DPRD
Pada saat berlakunya UU No 23 Tahun 2004 fungsi DPRD meliputi fungsi

legislasi, anggaran, dan pengawasan. Tiga fungsi yang dimiliki oleh DPRD ini
sama persis dengan fungsi yang dijalankan oleh DPR. Nampaknya pembentuk UU
No 23 Tahun 2004 sangat dipengaruhi pemikiran bahwa DPRD identik atau
bahkan sama dengan DPR sehingga kedua lembaga itu diberikan fungsi yang

sama. Pemikiran mengidentikkan DPR dengan DPRD dapat terjadi karena tiga
sebab.
Pertama, dari aspek nama DPR-DPRD tentu sangat mirip. Dari kemiripan
nama ini dapat menimbulkan pemahaman bahwa keduanya adalah sama dan yang
membedakan hanyalah bahwa DPR berada di pusat sedangkan DPRD berada di
daerah. DPR adalah badan legislatif pusat dan DPRD badan legislatif daerah.
Analisis DPRD sebagai lembaga legislative daerah

| Jefi R.A

3

Kedua, anggota DPR dan anggota DPRD sama-sama dipilih dalam pemilu
legislatif. Ketiga, DPR dan DPRD diatur dalam satu undang-undang yaitu UU
MD3. Senyatanya DPR berbeda dengan DPRD.
3.

Koreksi oleh UU No 23 Tahun 2014
Lahirnya Pasal 409 huruf d UU No 23 Tahun 2014 adalah dalam rangka


meluruskan kerancuan antara DPR dengan DPRD. Pasal 409 huruf d UU No 23
Tahun 2014 menyatakan mengeluarkan DPRD dari UU MD3. DPR dan DPRD
adalah lembaga yang berbeda dan sudah seharusnya tidak diatur dalam satu
undang-undang. Tepat pula penjelasan umum UU No 23 Tahun 2014 yang
menyatakan bahwa sebagai konsekuensinya posisi DPRD adalah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah maka DPRD tidak diatur dalam beberapa
undang-undang namun cukup diatur dalam undang-undang UU No 23 Tahun
2014.
Selain tidak lagi mengatur DPR dan DPRD dalam satu undang-undang,
masih terdapat langkah lain untuk lebih menegaskan bahwa DPR berbeda dengan
DPRD. Pertama, mengubah nama DPRD, misalnya dewan perwakilan rakyat
provinsi untuk DPRD provinsi dan dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota untuk DPRD kabupaten/kota.
Kedua, anggota DPRD tidak lagi dipilih dalam pemilu legislatif bersamasama dengan pemilihan anggota DPR dan DPD tetapi dipilih bersama dengan
pemilihan kepala daerah karena DPRD adalah penyelenggara pemerintahan
daerah bersama kepala daerah.
Dengan demikian beberapa pernyataan di atas dengan tegas menjelaskan
bahwa DPRD bukan merupakan lembaga legislatif daerah. Karena DPRD sama
sekali tidak mempunyai kewenangan untuk membentuk undang-undang. DPRD
dalam UU No 23 Tahun 2014 adalah penyelenggara pemerintahan daerah. Konsep

pemisahan kekuasaan hanya terjadi pada pemerintah pusat dan tidak terjadi pada
pemerintah daerah. Karena pemerintah daerah hanya menerima kekuasaan atas
dasar pendelegasian dari pemerintah pusat. Kekuasaan tersebut akan dapat di tarik
kembali oleh pusat dan masih dalam pengawasan pemerintah pusat. Perubahan
Analisis DPRD sebagai lembaga legislative daerah

| Jefi R.A

4

fungsi legislasi ini didasarkan pada DPRD tidak memiliki wewenang untuk
membuat undang-undang. yang terjadi selama ini ialah disfungsi legislasi yang
dimiliki DPRD dan mengharuskan untuk diadakannya perubahan. Sehingga
pemerintah mengeluarkan UU No 23 Tahun 2014 sebagai bentuk protes dan solusi
dari permasalahan yang terjadi pada DPRD.
Namun muncul dampak lain akibat dikeluarkannya kebijakan ini. Dampak
ini sejalan dengan reposisi DPRD dalam pemerintahan daerah. selain itu adanya
pengurangan kewenangan yang dimiliki DPRD. Reposisi ini juga akan
berpengaruh pada tata pemerintahan daerah terkhusus pada hubungan DPRD
dengan Kepala daerah.

Sebagaimana disebutkan dalam UU No 23 Tahun 2014 bahwa DPRD
bersama Kepala daerah merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Jika ditelaah perjalanan reposisi ini telah berlangsung sejak UU No 32 Tahun
2004. Awalnya reposisi ini diakibatkan oleh Pemberian posisi DPRD sebagai
Badan Legislatif Daerah oleh UU No. 22 Tahun 1999. Dalam Pasal 14 ayat (1)
disebutkan bahwa di daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan
Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah. kemudian ditegaskan dalam
Pasal 16 ayat (2) bahwa DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan
sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah. Di samping itu, UU No 22
Tahun 1999 juga mendudukkan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di
daerah yang nota bene wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan
Pancasila.
Peneguhan kedudukan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat pada UU
No 22 Tahun 1999 diperkuat dengan pemberian hak politik yang sangat besar,
yakni hak untuk meminta pertanggungjawaban kepada Gubernur, Bupati dan
Walikota. DPRD dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta pejabat negara,
pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang
suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintahan,
dan pembangunan.


Analisis DPRD sebagai lembaga legislative daerah

| Jefi R.A

5

Dalam praktiknya, menguatnya lembaga perwakilan rakyat daerah (DPRD)
ternyata tidak diikuti dengan semangat (moral) dan mental reformasi dalam arti
yang sebenarnya. Akibatnya melahirkan kekuasaan lembaga perwakilan rakyat di
daerah yang sewenang-wenang.
Tujuan awal pemberian hak politik yang begitu besar pada DPRD terhadap
kepala daerah yaitu untuk menciptakan pemerintahan daerah yang demokratis.
Hal itu tidak dapat terwujud karena belum berkompetennya sumber daya yang ada
pada DPRD sehingga hanya menciptakan suatu kondisi yang disebut dengan
Legislative Heavy.
Akibatnya pemerintah mengeluarkan revisi terhadap UU No 22 Tahun 1999.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi dominasi DPRD terhadap kepala daerah.
sehingga dikeluarkan UU No 32 Tahun 2004. Di dalam UU No 32 Tahun 2004
kedudukan DPRD mengalami perubahan yang sangat besar. Dalam UU No 32
Tahun 2004 disebutkan bahwa DPRD tidak lagi diposisikan sebagai lembaga

legislatif daerah tetapi ditempatkan sebagai lembaga atau unsur dari pemerintahan
daerah. sehingga adanya suatu check and balances dalam pemerintahan daerah.
Namun fungsi DPRD tidak berubah yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan.
Terdapat beberapa dampak dengan reposisi DPRD pada UU No 32 Tahun
2004. Pertama, memposisikan DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
sehingga sebagai lembaga perwakilan rakyat DPRD lebih kuat secara institusional
dari perspektif tata pemerintahan. Kedua, kedudukan DPRD sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah membuat posisi DPRD mengalami problem
politik di hadapan pemerintah daerah sehingga mekanisme check and balances
tidak bisa berjalan dengan baik. Ketiga, selain mengalami problem politik di
hadapan kepala daerah, DPRD juga “lemah” secara politik di hadapan pemerintah
pusat. Kedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah membuat
DPRD berada dalam struktur hierarkis rezim pemerintahan daerah. Akibat
bekerjanya struktur hierarkis ini, DPRD tidak bisa melepaskan diri dari proses
politik dan produk hukum yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini
Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Analisis DPRD sebagai lembaga legislative daerah

| Jefi R.A


6

Pada saat ini reposisi DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah sudah semakin tampak jelas. Pada UU No 23 Tahun 2014 pada pasal 57
disebutkan

bahwa

Penyelenggara

Pemerintahan

Daerah

provinsi

dan

kabupaten/kota terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantu oleh Perangkat
Daerah. Kata “ terdiri atas “ ini mempunyai makna bahwa DPRD merupakan
bagian dari pemerintahan daerah. sehingga DPRD sebagai lembaga politis dan
lembaga legislative daerah patut dipertanyakan.
Melihat kebijakan perubahan UU tentang pemerintahan daerah, ada suatu
upaya dari pemerintah untuk memasukkan dan menjadikan DPRD sebagai bagian
dari unsur penyelenggara pemerintahan daerah. ketika posisi DPRD merupakan
bagian dari pemerintahan daerah, artinya DPRD tidak harus dipilih melalui
pemilihan umum legislative. Selain itu fungsi DPRD yang merupakan control
terhadap pemerintah daerah juga tidak dapat terlaksana. Karena DPRD merupakan
penyelenggara pemerintahan daerah. posisi ini juga akan mengurangi kewenangan
DPRD. Awalnya proses pembatalan peraturan daerah yang dibuat oleh DPRD
harus melalui mahkamah konstitusi. Namun dengan bergabungnya DPRD dalam
pemerintahan daerah peraturan daerah yang dibuat dapat dibatalkan oleh Menteri
Dalam Negeri. Hal ini tentu menguatkan posisi pemerintah. DPRD sebagai wali
amanat rakyat tidak memiliki posisi yang kuat dalam pemerintahan. Karena ia
harus tunduk dan patuh pada rezim yang berkuasa. Akibatnya tujuan utama
dibentuknya DPRD untuk mengurangi kekuasaan pemerintah terhadap rakyat
tidak terlaksana. Lebih jauh demokrasi yang dalam hal ini adalah kedaulatan
rakyat tidak dapat diciptakan.

Analisis DPRD sebagai lembaga legislative daerah

| Jefi R.A

7

Daftar Pustaka

Republik.Indonesia.2004.Undang-undang

No.

32

tahun

2004

tentang

Pemerintahan Daerah. Jakarta: Gramedia
Somad,Kemas Arsyad.2011.Kedudukan DPRD dalam Pemerintahan Daerah di
Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945.Jambi : MMH jilid 40. No. 4
oktober 2011.
Asmawi.2014.Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam perundangundangan Pemerintahan Daerah dan Lembaga Legislatif Daerah.Jakarta :
Jurnal Cita Hukum.Vol.1, No.1 Juni 2014

Analisis DPRD sebagai lembaga legislative daerah

| Jefi R.A

8