Kriteria perempuan yang baik untuk dijadikan istri dalam kitab Musnad Ahmad no indeks 9137: kajian ma'ani al-hadith.

KRITERIA PEREMPUAN YANG BAIK UNTUK DIJADIKAN
ISTRI DALAM KITAB MUSNAD AH}MAD NO. INDEK 9137
( Kajian Ma’ani> al-Hadis)

SKRIPSI

Oleh:
NUR HASANAH
E03213071

JURUSAN ILMU ALQURAN DAN HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017

ABSTRAK
Nur Hasanah, 2017. KRITERIA PEREMPUAN YANG BAIK UNTUK
DIJADIKAN ISTRI DALAM KITAB MUSNAD AH}MAD NO. INDEKS
9137 ( Study Ma’a>ni al-Hadis). Skripsi Jurusan Ilmu al-Quran dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam negeri Sunan Ampel

Surabaya.
Berbagai fenemona yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat menuntut
adanya penyelesaian hukum. Salah satu fenomena tersebut adalah perihal tentang
memilih kriteria perempuan yang baik untuk dijadikan istri karena pada saat ini
banyak dari kalangan laki-laki yang menunda menikah dikarenakan tidak bisa
mencari istri yang sempurna sesuai dengan kriteria yang mereka inginkan. Hal itu
menjadi penghalang bagi kaum laki-laki, akan tetapi jika ada salah satu kriteria
yang baik untuk dijadikan istri diantaranya wanita yang shalihah dan penyayang
terhadap anak serta bisa menjaga harta suami maka segerakanlah menikah.
Beberapa hadis diatas juga menjelaskan tentang tuntutan bagaimana menjadi
wanita yang termasuk dalam kriteria wanita yang baik untuk dinikahi oleh lakilaki yang shaleh. Diantaranya adalah, wanita harus mampu menjaga dirinya
sendiri, mendapatkan pendapatan sendiri, tanpa melupakan kewajibannya sebagai
seorang istri yang shalihah, yaitu menjaga dan mendidik anaknya, serta memenuhi
kewajibannya sebagai seorang istri bagi suaminya.
Penelitian hadis yang terdapat dalam kitab Musnad Ah}mad nomer indeks
9137 diharapkan dapat memberikan suatu pemahaman yang dapat dijadikan
sebagai rujukan dan menjawab fenomena ini. Penelitian ini mengarah pada
kualitas hadis serta pemaknaan hadis. Dalam pengumpulan data digunakan
metode library research ( kepustakaan) dan dalam mengkaji data digunakan
metode takhrij hadis, kritik sanad dan matan serta teori pemaknaan hadis.

Penelitian hadis tentang kriteria perempuan yang baik untuk dijadikan istri
menghasilkan bahwa hadis tersebut berkualitas s}ah}ih> } li-dha>tihi. Dan bisa
dijadikan h}ujjah karena hadis ini termasuk hadis maqbul karena matan hadis
tidak bertentangan dengan al-quran, akal serta fakta sejarah sehingga dapat
dijadikan sebagai h}ujjah dan dapat diamalkan.
Hadis tentang kriteria perempuan yang baik untuk dijadikan istri mengacu
pada pemaknaan hadis: tentang menunggang unta, wanita shalehah, penyayang
terhadap anak serta menjaga hak suaminya, hal ini memakai teori kebahasaan
dan sosio historis. Dan terdapat implikasi masing-masing diantaranya apabila
menikahi wanita shalihah maka kemudian hari ia akan menjadi ibu dari anakanaknya dan keturunanya akan menjadi anak shaleh dan teladan serta menutupi
aib suami maka akan membentuk keluarga yang mulia.

Kata kunci: kriteria, istri

ii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI


SAMPUL DALAM .............................................................................................

i

ABSTRAK ..........................................................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................

iii

PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................................

iv

PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................

v


MOTTO ..............................................................................................................

vi

PERSEMBAHAN ...............................................................................................

vii

KATA PENGANTAR .........................................................................................

viii

DAFTAR ISI .......................................................................................................

x

PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................

xiii


BAB I

: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................

1

B. Identifikasi Masalah ...................................................................

5

C. Rumusan Masalah ......................................................................

6

D. Tujuan Penelitian ........................................................................

6

E. Kegunaan Penelitian ...................................................................


7

F. Telaah Pustaka ...........................................................................

7

G. Metode Penelitian .......................................................................

8

H. Sistematika Pembahasan ............................................................

11

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II


BAB III

: HADIS DAN KAIDAH KESAHIHANNYA
A. Pengertian Hadis .........................................................................

13

B. Teori Kesahihan Sanad Hadis .....................................................

15

C. Teori Kesahihan Matan Hadis .....................................................

26

D. Kaidah Ke-Hujjahan Hadis……………………………………...

29


E. Ilmu Ma’ani Hadis .....................................................................

32

:

BIOGRAFI

AH}MAD

IBN

H}AMBAL

SERTA

HADIS

TENTANG KRITERIA PEREMPUAN YANG BAIK UNTUK
DIJADIKAN ISTRI

A. Biografi Ah}mad bin H{ambal ......................................................

35

B. Sistematika Musnad Ah}mad .......................................................

37

C. Derajat al-Musnad dalam Deretan Kutubul H}adi>th ....................

40

D. Hadis tentang kriteria perempuan yang baik untuk dijadikan istri

BAB IV

.....................................................................................................

43


E. Syarah Hadis ...............................................................................

52

: ANALISA HADIS TENTANG KRITERIA PEREMPUAN
YANG BAIK UNTUK DIJADIKAN ISTRI
A. Kualitas Sanad .............................................................................

55

B. Kualitas Matan ............................................................................

64

C. Analisis Ke-Hujjahan Hadis........................................................

66

D. Analisis Pemaknaan Hadis ..........................................................


67

E. Implikasi Hadis terhadap kehidupan Manusia ............................

74

1. Energi.....................................................................................

74

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB V

2. Sains.......................................................................................

76

3. Implikasi ................................................................................

77

: PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................

79

B. Saran .........................................................................................

80

DAFTAR PUSTAKA

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Quran dan hadis merupakan pedoman hidup serta sumber utama bagi
ajaran agama Islam dan keduanya tidak bisa terpisahkan. Al-Quran
merupakan sumber utama yang membuat ajaran-ajaran agama yang masih
bersifat umum dan global, dan perlu juga penjelasan lebih terinci lagi.
Sedangkan hadis merupakan penjelas dari maksud kandungan al-Quran1.
Hadis disebut juga dengan sunnah, segala sesuatu yang bersumber atau
disandarkan kepada Nabi Saw, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrirnya. Sebagai sumber ajaran Islam setelah al-Quran, sejarah perjalanan hadis
tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri. Akan tetapi, dalam
beberapa hal terdapat ciri-ciri tertentu yang spesifik sehingga dalam
mempelajarinya diperlukan pendekatan khusus.2
Wanita secara harfiah disebut kaum perempuan, kaum yang amat
dihormati dalam konsepsi Islam sebab, pada telapak kaki wanita terletak
surga. Kaum wanita disebut pula dengan kaum Hawa, nama ini terambil dari
nama ibunda manusia.3

Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), 26.
Ibid., 5.
3
Hasbi Indra dkk, Potret Wanita Shalehah ( Jakarta: Penamadani, 2004), 1.
1
2

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Secara fisik( kodrati) wanita lebih lemah dari pria mereka memiliki
perasaan yang lebih lembut dan halus. Wanita juga lebih banyak
menggunakan pertimbangan emosi dan perasaan dari pada akal pikirannya.4
Secara terminologi wanita merupakan kata yang umum yang digunakan
untuk menggambarkan perempuan dewasa. Sebagai manusia, wanita
mempunyai hubungan secara vertikal dan horizontal yang terdiri dari tiga
aspek, yang pertama kedudukannya sebagai manusia ciptaan Tuhan, yang
kedua kedudukannya dalam keluarga dan ketiga kedudukannya sebagai
anggota masyarakat.5
Dan sebagai hamba Allah, wanita yang juga berkedudukan sebagai
khalifatullah mempunyai kewajiban untuk mengelola dan memakmurkan
dunia. Sebagai hamba Allah ia mempunyai kewajiban yang sama seperti pria,
beribadah kepada Allah dan dia akan memperoleh pahala yang sama seperti
kaum pria jika melakukan kebajikan dan akan memperoleh siksa yang sama,
jika ia melakukan perbuatan jelek atau menjadi munafik dan kafir.6
Wanita sebagai anggota masyarakat, al-Quran memberikan keluasan bagi
wanita untuk melakukan aktivitas ekonomi, sebagaimana ditegaskan dalam
al-Quran surah al-Nisa’:337

ِ َ‫صيبَماَا ْكتسبَوسئ لُواَْاللَ َِمنَف‬
ِ ِ ِ
ً‫َعلِْيمَا‬
ْ ْ َ َْ َ َ ْ َ َ
َ ‫ضل َِإِنَاللَ ََ َكا َنَبِ ُكل‬
َ ‫َشْي ٍئ‬
ٌ ْ َ‫َولل َساءَن‬

8

4

Indra, Potret Wanita, 1.
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka,
2005), 856.
6
M. Harir Muzakki, Al-Tahrir Jurnal Pemikiran Islam Vol.15 No.3
(November,2015), 352.
7
Ibid., 352.

5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki
ada bagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada
bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Dalam praktiknya, kepemimpinan dan tugas-tugas keluarga itu lebih
banyak dilakukan oleh pihak wanita. Dengan kelemah-lembutannya seorang
wanita sebagai ibu rumah tangga dapat berperan sebagai faktor penyeimbang
kaum pria. Dalam kehidupan keluarga, wanita yang bisa bertanggung jawab
merupakan idaman dari semua pria. 9
Diantara prinsip serta kaidah yang diajarkan Rasulullah dalam memilih
pasangan adalah lebih memilih atau mengutamakan calon istri yang agamis,
religius atau shalihah ketimbang yang lainnya. Hal ini disyaratkan melalui
hadis Nabi,

ِ
ِ ِ ِ ‫تُْ َكحَالْمرأَةُ َِلَرب ِعَلِم ِالاَو ِِسبِهاَو ََ ِال‬
َ‫تَيَ َدا َك‬
ْ َ‫اَولديْ َهاَفَاظْ َفرَبِ َذاتَالديْ ِنَتَ ِرب‬
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َْ ْ َ ُ
“ wanita dinikahi karena empat hal, karena hartanya, nasabnya, kecantikan, dan
agamanya.” ) HR. Muslim)10

Ketakwaan calon seorang istri, hendaknya menjadi hal prinsip bagi
seorang suami dalam memilih calon istrinya. Namun demikian ia dibolehkan
untuk mempertimbangkan juga aspek kekayaan calon istri. Sebagaimana
disebutkan dimuka. Menurut ajaran Islam, memilih calon istri hendaknya
didasarkan pada religiusnya yang baik, kualitas nasab, juga kondisi

8

Al-Quran, 4:32.
Muzakki, Al-Tahrir Jurnal, 6.
10
Indra, Potret Wanita, 11.
9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

keluarganya yang baik. Sebab, moralitas dan mentalitas perempuan itu
banyak terbentuk dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan.11
Tetapi ada juga di dalam hadis dijelaskan secara khusus bahwasnya
kriteria-kriteria perempuan yang baik untuk dijadikan istri adalah sebagai
berikut,

ََ‫جَ ََع ْنََأَِبََ َََُريَََْرة‬
َِ‫حْ َِنَالَ ْعَر‬
َ ‫َالزنَاَ ِدََ َعَ ْنََ َعََْب َِدَ َالر‬
َ ‫ب‬
َ ََِ‫الََ ََحدََثَ َاََ ُسَ ْفَيََا ُنََ َعَ ْنََأ‬
َْ ‫الزبََ َِْي‬
َ َ‫ََح َدثَََاََأَبَُوََأَ ْحََ َُد‬
َ َ‫يَق‬
ِ َ َ‫ََل‬
ِ ِ َ ْ ِ‫َخْي ر ََنِس ٍاءَرك‬
ٍ ْ‫اءَقَُري‬
َ‫ىَولَ ٍد‬
ٍَ ‫َالِ ٌَحَنِ َس‬
ََ ‫ب‬
َ َِّ‫ََع َِنَال‬
َ ُ ‫َحَا‬
ْ ‫شَأ‬
َ َ‫بَالب َِل‬
َ َ‫َعل‬
َ َ ٌ َ ‫ىَالَُ َعَلَْيَ ََ ََو َسَلًَ ََم قاَ َل‬
12 ِ ِ
ِ َََ‫وأَرعا َعلَىَزو ٍج َِف‬
َ‫اتَيَد‬
َْ َ ُ َ ْ َ
Menceritakan kepada kami Abu> Ahmad al-Zubai>ry, dia berkata Sufya>n dari Abi>
al-Zinad dari Abdur al-Rahman al-‘A’raj dari Abu> Hurairah RA, dari Nabi Saw,
beliau bersabda, “sebaik-baik perempuan adalah perempuan yang menunggang unta,
perempuan Quraisy yang shalihah, sangat penyayang terhadap anak di masa kecilnya
dan sangat memelihara suami pada apa yang ada ditangannya.

Dari kedua hadis diatas bahwasanya ketika laki-laki ingin menikahi
perempuan, hanya saja berpatokan kepada kriteria 4 perkara tersebut, yaitu
karena harta, nasab, kecantikannya serta agamanya. Akan tetapi kriteria
dalam hadis lain menjelaskan bahwasanya ada kriteria khusus bagi laki-laki
yang ingin menikahi perempuan yaitu dia adalah perempuan yang
menunggang unta, perempuan Quraisy yang shalihah, sangat penyayang
terhadap anak di masa kecilnya dan sangat memelihara suami pada apa yang
ada ditangannya.
Maka perlu kita ketahui bahwasanya hak-hak suami atas istrinya antara
lain, mentaati suminya, hendaklah istri tidak meninggalkan tempat tidur
11

Majdi Muhammad asy-Syahawi, Kado Pengantin (Solo: al-Maktabah atTaufiqiyyah, Tt), 28.
12
Muhammad ‘ Abdus al-Sala>m ‘Abdus al-Shafy, Musnad al-Ima>m Ah}mad Ibn
H}ambal, Vol II ( Beirut Libanon: Da>rul al-Kutub al-‘Alamiyyah, 1993), 520.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

suami, memilihara harta suami, seorang istri tidak boleh keluar rumah tanpa
seizin suaminya, melayani suami ketika dirumah, memelihara kebersihan diri
dan berhias untuk suami serta mendidik anak-anaknya.13
Dalam hal ini banyak dari kalangan laki-laki yang menunda menikah
dikarenakan tidak bisa mencari istri yang sempurna sesuai dengan kriteria
yang mereka inginkan. Hal itu menjadi penghalang bagi kaum laki-laki, akan
tetapi jika ada salah satu kriteria yang baik untuk dijadikan istri diantaranya
wanita yang shalihah dan penyayang terhadap anak serta bisa menjaga harta
suami maka segerakanlah menikah.
Beberapa hadis diatas juga menjelaskan tentang tuntutan bagaimana
menjadi wanita yang termasuk dalam kriteria wanita yang baik untuk
dinikahi oleh laki-laki yang shaleh. Diantaranya adalah, wanita harus mampu
menjaga dirinya sendiri, mendapatkan pendapatan sendiri, tanpa melupakan
kewajibannya sebagai seorang istri yang shalihah, yaitu menjaga dan
mendidik anaknya, serta memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri bagi
suaminya.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka ada
beberapa hal yang dapat dikaji, di antaranya:
1. Urgensi hadis bagi umat Islam
2. Implikasi kandungan hadis bagi kehidupan manusia
3. Hadis-hadis tentang kriteria perempuan yang baik untuk dijadikan istri

13

asy-Syahawi, Kado Pengantin, 58.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

4. Kualitas hadis tentang kriteria perempuan yang baik untuk dijadikan istri
5. Pemaknaan terhadap hadis-hadis tentang kriteria perempuan yang baik
untuk dijadikan istri
6. Terkait dengan beberapa permasalahan yang diidentifikasi di atas, perlu
adanya pembatasan masalah agar pembahasan dalam penelitian ini tidak
melebar. Penelitian ini difokuskan pada pemaknaan hadis tentang kriteria
perempuan yang baik untuk dijadikan istri
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah yang
dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.

Bagaimana kualitas dan kehujjahan hadis tentang kriteria perempuan
yang baik untuk dijadikan istri dalam kitab Musnad Ah}mad No. Indeks
9137?

2.

Bagaimana pemaknaan hadis tentang kriteria perempuan yang baik
untuk dijadikan istri dalam kitab Musnad Ah}mad No. Indeks 9137 ?

3.

Bagaimana implikasi hadis dalam kehidupan manusia?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah:
1.

Untuk memahami kualitas dan kehujjahan hadis tentang kriteria
perempuan yang baik untuk dijadikan istri dalam kitab Musnad Ah}mad
No. Indeks 9137

2.

Untuk memahami pemaknaan hadis tentang kriteria perempuan yang
baik untuk dijadikan istri dalam kitab Musnad Ah}mad No. Indeks 9137

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

3.

Untuk memahami implikasi hadis dalam kehidupan manusia.

E. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada
realitas sosial, adapun kegunaannya antara lain:
1.

Dari segi teoritis: untuk menambah wawasan, wacana dan khazanah
ilmu pengetahuan keislaman pada umumnya, dan dalam bidang hadis
pada khususnya.

2.

Dari segi praktis: hasil penelitian ini diharapkan agar mendapatkan
kepastian tentang nilai pada hadis-hadis tersebut untuk dijadikan
landasan atau pedoman dalam kehidupan.
Dari penjelasan judul di atas bahwa yang dimaksud dalam judul
adalah untuk mencari makna hadis tentang kriteria perempuan yang
baik untuk dijadikan istri dalam kitab Musnad Ah}mad No. Indeks 9137

F. Telaah Pustaka
Sebelum melakukan penelitian ini, penulis telah membaca beberapa
sumber-sumber rujukan baik yang primer maupun yang sekunder, seperti alQuran, dan kitab-kitab hadis. Penulis juga telah membaca literatur yang
menjadi telaah pustaka diantaranya:
1.

Hak dan kewajiban istri sebagai wanita karir ( Studi Analisis atas
persepsi M. Quraish Shihab. Oleh Risa Sylva Noer Teta, Fakultas
Syariah IAIN Sunan Ampel Tahun 2002

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

2.

Wanita Karir dan Keluarga ( Studi atas Pandangan Para Anggota
Dewan Perwakilan rakyat Daerah di Kota Yogyakarta tahun 20042009),Oleh Heri Purwanto, Fakultas Syariah UIN SUKA Tahun 2010

3.

Wanita Karir dalam Persepektif Hukum islam, oleh Zaidatun Ni’mah,
Fakultas Syariah UIN SUKA Tahun 2009

G. Metode Penelitian
Yang dimaksud metode adalah suatu cara tentang bagaimana
menyelidiki, mempelajari dan melaksanakan sesuatu cara sistematis, efektif
dan terarah.14 Sehingga metode penelitian yang digunakan dalam penulisan
ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library
research). Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif. Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk katakata atau bukan dalam bentuk angka. Oleh karena itu, sumber-sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari bahan-bahan tertulis
baik berupa literatur berbahasa Arab maupun Indonesia yang mempunyai
relefansi dengan permasalahan penelitian ini.
Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat
deskriptif dan cenderung menggunakan analisis untuk memberikan
gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan
hasil penelitian. Sehingga penulisan ini menggunakan model penelitian
14

A. Mursal Thohir, Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan (Bandung: PT. Al-Ma’arif,
1997), 147.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

kualitatif. Dalam penelitian dilakukan dengan menelusuri secara langsung
dalam kitab Musnad Ah}mad juga dan beberapa kitab hadis yang dinilai
masih terkait.
2. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian, menurut
Suharsimi Arikunto adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.
Adapun sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari
dokumen perpustakaan yang terdiri dari dua jenis sumber yakni:
a. Sumber primer adalah rujukan utama yang dipakai, yaitu Musnad al-

Ima>m Ah}mad Ibn H}ambal, Vol II karya Muhammad ‘Abdus al-Sala>m
‘Abdus al-Shafi
b. Sumber sekunder yakni kitab hadis standar lainnya yang dijadikan
sebagai pelengkap dalam penelitian ini antara lain:
1) Kitab S{ah}ih> } al-Bukha>ri> karya Abu> Abdulla>h Muh}ammad Ibn
Isma>il Ibn al-Mughi>rah ibn Bardhibah.
2) Kitab S{ah}ih> } Muslim karya Abu> al-H{usai>n Muslim Ibn al-H{ajja>j
al-Qusyairi> al-Nasaiburi>.
3) Fathu al-Ba>ri Syarah S{ah}ih> } al-Bukha>ri>, diterjemahkan Amiruddin
4) Ilmu Maani Hadis karya ‘Abdul Mustaqim
5) Jurnal Pemikiran Islam Karya M. Harir Muzakki
6) Kado Pengantin Karya Majdi Muhammad asy-syahawi.
7) Potret Wanita Shalehah Karya Hasbi Indra.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

8) Menuju Pernikahan Barokah Karya ‘Abdu al-Rahman ‘Abdul
Khaliq
9) Ilmu Hadis Karya Utang Ranuwijaya
10) Kamus Besar Bahasa Indonesia Karya Tim Penyusun Kamus
11) Ikhtisar Musthalahul Hadis Karya Fatchur Rahman
12) Studi Kitab Hadis Karya Zainul Arifin
13) Hadis-hadis Imam Ah}mad Karya Imam Ah}mad Ibn H}ambal
14) Mausu>’ah al-H}adi>th al-Shari>f al-Kutub al-Sittah Karya Sha>ri’ alAmi>r ‘Abdul al-‘Azi>z,
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam metode pengumpulan data, digunakan metode dokumentasi.
Metode ini diterapkan terbatas pada benda-benda tertulis seperti buku,
jurnal ilmiah atau dokumentasi tertulis lainnya.
Dalam penelitian hadis, penerapan metode dokumentasi ini dilakukan
dengan dua teknik pengumpulan data, yaitu: pertama takhri>j al-h}adi>th,
karena takhri>j hadis sangat penting. Tanpa dilakukan kegiatan takhrij
hadis terlebih dahulu, maka akan diteliti, berbagai riwayat yang telah
meriwayatkan hadis itu. Dengan demikian maka akan terlihat dengan
jelas seluruh jalur sanad hadis yang diteliti, demikian juga nama-nama
periwayatannya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh masingmasing periwayat yang bersangkutan.15

15

Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi ( Jakarta: Bulang Bintang,
1992), 44.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

4. Analisis Data
Analisa data berarti menjelaskan data-data yang diperoleh melalui
penelitian. Dari penelitian hadis yang secara dasar terbagi dalam dua
komponen, yakni sanad dan matan, maka analisis data dan hadis akan
meliputi dua komponen tersebut.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mendapatkan

gambaran yang lebih mudah, jelas dan dapat

dimengerti, maka didalam skripsi ini secara garis besar akan penulis uraikan
pembahasan pada masing-masing bab sebagai berikut :
Bab 1 berisi pendahuluan yang mencakup tentang gambaran umum yang
memuat meliputi : latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian serta
pada akhir bab tentang sistematika pembahasan.
Bab II merupakan landasan teori yang membahas tentang kriteria Status
hadis, teori kehujjahan hadis dan teori pemaknaan hadis. Bab ini merupakan
landasan teori yang akan dijadikan tolak ukur dalam penelitian ini.
Bab III merupakan biografi Ima>m Ah}mad Ibn H}ambal, Sistematika serta
metode kitab Musnad Ah}mad, data kitab Musnad Ah}mad dan hadis tentang
kriteria perempuan yang baik untuk dijadikan Istri dalam kitab Musnad
Ah}mad, skema sanad tunggal dan skema sanad ganda.
Bab IV merupakan analisa data yang menjadi tahapan setelah seluruh
data terkumpul, didalamnya termasuk membahas analisa sanad dan matan
hadis, kemudian pemaknaan hadis tentang kriteria perempuan yang baik

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

untuk dijadikan istri dalam Kitab Musnad Ah}mad No Indeks 9137 serta
implikasi hadis dalam kehidupan manusia.
Bab V merupakan bagian penutup, yang meliputi: kesimpulan dan saran
yang berkaitan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, serta dilengkapi
dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
HADIS DAN KAIDAH KESAHIHANNYA
A. Pengertian Hadis
Kata hadis atau al-Hadis menurut bahasa, berarti al-Jadi>d, lawan kata dari al-

Qodi>m. Kata hadis juga berarti al-Khabar, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Kata jamaknya ialah al-Ah}ad> i>th
dan dari sudut pendekatan kebahasan ini, kata hadis dipergunakan baik dalam alQuran maupun hadis itu sendiri. Dalam al-Quran misalnya dapat dilihat pada surat
al-Thur ayat 34, surat al-Kahfi ayat 6 kemudian pada hadis dapat dilihat pada
beberapa sabda Rasul Saw, diantaranya dari Zaid Ibn Thabit riwayat Abu> Daud,
al-Turmudhi> dan Ah}mad.1
Secara terminologis, ahli hadis dan ahli ushul berbeda pendapat dalam
memberikan pengertian tentang hadis. Dikalangan ulama ahli hadis sendiri ada
beberapa definisi antara satu dengan lainnya agak berbeda. Ada yang
mendefinisikan bahwa hadis adalah:2

ِ
ْ ‫ََلىَاللُ َُ َعلَي ََو َسلَ َم ََوأَفْ َعالُ ُ ََوأ‬
َُُ‫َح َوال‬
َ ‫أَقْ َو ُالَال ِب‬
“Segala perkataan Nabi Saw, perbuatan dan hal ihwalnya”

Yang termasuk “hal ihwal”, ialah segala pemberitaan tentang Nabi Saw”
'seperti yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran dan
kebiasan-kebiasaannya.3

Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis ( Jakarta: Gaya Media Pratama Jakarta:1996), 1.
Ibid., 2
3
Ibid., 2
1

2

13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

Ulama ahli hadis lain merumuskannya dengan

ِ
َ‫َعلَي ِ ََو َسلَ َم َِم ْنَقَ ْوٍل ََوفِ ْع ٍل ََوتَ ْق ِري ٍر ََوَ َف ٍة‬
َ ‫ُكل ََماَأُثَر‬
َ ُ‫َلىَال‬
َ ََ‫َع َِنَالَِ ْب‬
“Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir maupun sifatnya4

Berangkat dari beberapa definisi tentang hadis sahih diatas diketahui
beberapa kriteria hadis sahih diantaranya, sanadnya bersambung, para
periwayatan ‘adl, periwayatan d}abit}, terhindar dari sha>dh, terhindar dari ‘illat.5
Sebuah hadis dapat dijadikan dalil dan argumen yang kuat apabila memenuhi
syrat-syarat kesahihan baik dari aspek sanad maupun matan. Syarat-syarat
terpenuhinya

kesahihan

hadis

ini

sangatlah

penting

penggunaan

atau

pengamalannya. Hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat dimaksud berakibat
pada realisasi ajaran Islam yang kurang relevan atau bahkan sama sekali
menyimpang dari apa yang seharusnya dari yang diajarkan Nabi Muhammad
Saw.6
Sanad dan matan memiliki kedudukan yang sama-sama penting, namun
demikian para ulama ahli hadis lebih mendahulukan memberikan perhatian
kepada aspek yang disebutkan pertama meskipun aspek yang disebut terakhir juga
tidak dikesampingkan begitu saja. Karena bagaimana pun juga idealnya sebuah

Ranuwijaya, Ilmu Hadis, 2.
Idri, Studi Hadis ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 160.
6
Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis Cet. 1 (Malang: UINMalang Press, 2008), 13.
4

5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

hadis dikatakan sebagai berkualitas sahih dan absah untuk diperpegangi sebagai
hujjah apabila aspek sanad dan matannya sahih7.
B. Teori Kesahihan Sanad Hadis
Salah satu keistimewaan periwayatan dalam Islam adalah mengharuskan
adanya persambungan sanad, mulai dari periwayat yang disandari oleh mukharrij
sampai kepada periwayat tingkat sahabat yang menerima hadis yang
bersangkutan dari Nabi Muhammad Saw yang semua itu harus diterima dari para
periwayat yang ‘adl dan d}abit8}
Oleh karena itu, maka penelitian terhadap sumber berita mutlak diperlukan.
Ima>m Nawa>wi> juga menegaskan apabila sanad suatu hadis berkualitas sahih maka
hadis tersebut bisa diterima tetapi apabila tidak maka hadis tersebut harus
ditinggalkan.9
Nilai dan kegunaan sanad tampak jelas bagi seseorang untuk mengetahui
keadaan para perawi hadis dengan cara mempelajari keadaannya dalam kitabkitab biografi perawi. Demikian juga untuk mengetahui sanad yang muttasil dan

munqat}i'. Jika tidak terdapat sanad tidak dapat diketahui hadis yang sahih dan
yang tidak sahih.10
Dalam hubungannya dengan penelitian sanad, maka unsur-unsur kaedah
kesahihan yang berlaku untuk sanad dijadikan sebagai acuan. Unsur-unsur itu ada

7

Sumbulah, Kritik Hadis, 14.
Salamah Norhidayati, Kritik Teks Hadis (Yogyakarta: TERAS, 2009), 19.
9
Ibid., 99.
10
Ibid., 99.

8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

yang berhubungan dengan rangkaian atau persambungan sanad dan ada yang
berhubungan dengan keadaan pribadi para periwayat.11
Agar suatu sanad bisa dinyatakan sahih dan dapat diterima, maka sanad
tersebut harus memenuhi syarat-syarat yaitu sanadnya bersambung, memiliki
kualitas pribadi yang 'adl dan memiliki kapasitas intelektual d}abit}, terhindar dari

sha>dh dan‘illat. Kelima kaedah kesahihaan sanad hadis tersebut akan dikaji
masing-masing aspek kritiknya. 12
1. Kebersambungan Sanad
Tidak selalu terdapat keseragaman pendapat para ulama mengenai konsep
kebersambungan sanad ini. Untuk menunjuk polemik tersebut misalnya dapat
dimajukan konsep yang digulirkan al-Bukha>ri>. Bagi al-Bukha>ri> sebuah sanad
baru diklaim bersambung apabila memenuhi kriteria berikut:13
a. al-Liqa>’, yakni adanya pertemuan langsung antara satu rawi dengan perawi
berikutnya, yang ditandai dengan adanya sebuah aksi pertemuan antara
murid yang mendengar secara langsung suatu hadis dari gurunya.
b. al-Mu’as>harah, yakni bahwa sanad diklaim bersambung apabila terjadi
persamaan masa hidup antara seorang guru dengan muridnya. Sedangkan
bagi Muslim, terkesan agak memperlonggar persyaratan ittisha>l sanad
tersebut. Bagi Muslim sebuah sanad dikatakan telah bersambung apabila
antara satu perawi dengan perawi berikutnya ada kemungkinan bertemu

Isma’il, Metodologi Penelitian, 66.
Sumbulah, Kritik Hadis, 44.
13
Ibid., 45.
11

12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

karena keduanya hidup dalam kurun waktu yang sama sementara tempat
tinggal mereka tidaklah terlalu jauh bila diukur dengan kondisi saat ini
dengan demikian, berarti Muslim hanya menekankan kebersambungan
sanad itu pada aspek al-Mu’as>harah semata.
Adapun

aspek

lain

dari

kajian

kritik

berkenaan

dengan

kebersambungan sanad ini, adalah menyangkut lambang-lambang,
metode-metode periwayatan ( sighat al- tah}ammul wa al-ada>’) serta
kualifikasi relasi antara periwayatan itu sendiri dengan metode
periwayatan yang digunakannya. Lambang-lambang metode periwayatan
hadis terdapat dua kegiatan dalam periwayatan hadis, yakni kegiatan
menerima hadis di satu sisi dan kegiatan menyampaikan hadis pada sisi
lain. Kegiatan pertama melahirkan masalah saat atau mulai kapan sesorang
dipandang layak untuk menerima hadis dan polemik mengenai
permasalahan ini dipicu dengan adanya batas bawah usia atau kondisi fisik
menerima hadis, agar hadis yang disampaikannya kemudian layak untuk
disampaikan kepada orang lain dan dapat diterima. 14
Menyimak kasus diatas, menurut hemat penulis dapat dipahami
bahwa seseorang yang boleh menerima hadis itu tidak hanya mengacu
kepada batas bawah umurnya, namun juga mengacu kepada keakuratan
dan kesetiaan hafalannya. Hal ini diperkuat dengan ketidak keliruan Abu>
Muhammad dalam membaca surat al-Quran yang diperintahkannya
kepadanya. Disamping menyangkut aspek biologis terebut, para ulama

14

Sumbulah, Kritik Hadis, 47-48.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

juga tidak mensyaratkan bahwa seseorang yang layak menerima hadis itu
harus telah beragama Islam, bahkan demikian lanjut mereka hadis yang
diterima seseorang disaat dia masih berstatus sebagai kafir dapat diterima
kepada orang lain hanya saja dalam proses transmisi ini mu’addi telah
berstatus muslim.15
Kedua, meskipun dalam proses tah}ammul hadis tidak disyaratkan
harus balig dan muslim, namun pada saat al-ada>’-nya kedua syarat tersebut
tercakup seluruhnya oleh karena itu, kekhawatiran akan adanya kasus
manipulasi dan kesalahan periwayatan diatas dapat ditepis dengan
persyaratan muslim dan balig pada saat al-ada>’nya. Karena kedua syarat
tersebut memiliki konsekuaensi dan tuntutan yang melukiskan komitmen
mereka terhadap agama, termasuk dalam masalah periwayatan hadis
tersebut.16
2. Aspek Keadilan Perawi
Term ‘adalah ( adil) secara etimologi berarti pertengahan, lurus, condong
kepada kebenaran. Dalam terminologi ilmu hadis terdapat beberapa rumusan
definisi yang dikemukakan para ulama diantaranya al-Ha>kim dan alNaisaibu>ri yang menyatakan bahwa ‘adalah seorang Muh}addith dipahami
sebagai seorang muslim, tidak berbuat bid’ah dan maksiat yang dapat
meruntuhkan moralitasnya. Ibn Shalah berpendapat bahwa seorang perawi

Sumbulah, Kritik Hadis, 49-50.
Ibid., 50.

15
16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

disebut memiliki sifat adil jika dia seorang yang muslim, balig, berakal,
memelihara moralitas dan tidak berbuat fasiq.17
Untuk mengetahui adil tidaknya seorang rawi, para ulama hadis telah
menetapkan beberapa cara yaitu:18
a. Melalui popularitas keutamaan seorang rawi dikalangan ulama hadis.
Periwayat yang terkenal keutamaan pribadinya misalnya Ma>lik Ibn Anas
dan Sufya>n al-Thauri, kedua rawi tersebut tidak diragukan keadilannya.
b. Penilaian dari kritikus hadis, penilaian ini berisi pengungkapan kelebihan
dan kekurangan yang ada pada diri periwayat hadis.
c. Penerapan kaidah al-jarh} wa al ta’dil, cara ini ditempuh apabila para
kritikus rawi hadis tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat
tertentu.
3. Aspek Intelektualitas Perawi (d}abit)}
Aspek intelektualitas (d}abit)} perawi yang dikenal dalam ilmu hadis. Istilah

d}abit} ini secara etimologi memiliki arti menjaga sesuatu. Aspek tersebut
merupakan salah satu dari sekian persyaratan asasi yang harus ada pada
seorang perawi hadis, untuk bisa diterima riwayat yang disampaikannya.19
Dalam terminologi ilmu hadis, terdapat berbagai rumusan definisi d}abit}
mengandung makna sebagai tingkat kemampuan dan kesempurnaan
intelektualitas seseorang dalam proses penerimaan hadis, mampu memahami
secara mendalam makna yang dikandungnya, menjaga dan menghafalnya

Sumbulah, Kritik Hadis, 51.
Idri, Studi Hadis, 163.
19
Sumbulah, Kritik Hadis, 64.
17

18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

semaksimal mungkin hingga pada waktu penyebaran dan periwayatan hadis
yang didengarnya tersebut kepada orang lain yakni hingga proses
penyampaian hadis tersebut kepada orang lain.20
Terdapat beberapa metode yang digunakan oleh para ulama untuk
mengetahui ke d}abit}-an seorang perawi. Ibn al- Shalah mengatakan bahwa ke

d}abit}-an

seorang

perawi

hadis

dapat

diketahui

dengan

cara

mengkomparasikannya dengan riwayat hadis dari sejumlah perawi yang

thiqah dan telah terkenal ke-d}abit}-annya.21
4. Terhindar dari Sha>dh
Dalam terminologi ilmu hadis, terdapat tiga pendapat berkenaan dengan
definisi sha>dh, yakni pendapat pertama yang dimajukan al-Syafi’i yang
mengatakan bahwa hadis baru dinyatakan mengandung sha>dh bila hadis yang
diriwayatkan oleh seorang perawi thiqah bertentangan dengan hadis yang
diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang bersifat thiqah, kedua pendapat yang
dikemukakan oleh al- H}afiz}, sebuah hadis dinyatakan mengandung sha>dh
apabila hanya memiliki satu jalur saja, baik hadis tersebut diriwayatkan oleh
perawi yang thiqah maupun yang tidak baik bertentangan atau tidak 22
Sedangkan menurut Fatchur Rahman, sha>dh yang terjadi pada suatu hadis
terletak pada adanya pertentangan antara periwayatan hadis oleh rawi yang

maqbul dengan periwayatan hadis oleh rawi yang rajah, hal ini disebabkan
adanya kelebihan dalam jumlah sanad atau lebih dalam ke-d}abit}-an rawinya

Sumbulah, Kritik Hadis, 65.
Ibid., 67.
22
Ibid., 69-70.
20

21

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

atau adanya segi tarjih} yang lain. Dengan kata lain pendapat ini mengamini
pendapat al-Syafi’i.23
5. Terhindar dari ‘illat
Kata ‘illat secara lughawi berarti sakit, Adapula yang mengartikan sakit.
Adapula yang mengartikan sebab dan kesibukan. Adapun dalam terminologi
ilmu hadis, ‘illat di definisikan sebagai sebuah hadis yang di dalamnya
terdapat sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak kesahihan hadis secara
lahir tampak sahih. Di dalam konteks ini, Ibn shalah mendefinisikan ‘illat
sebagai

sebab

tersembunyi

yang

merusak

kaulitas

hadis,

karena

keberadaannya menyebabkan hadis yang pada lahirnya berkualitas sahih
menjadi tidak sahih lagi. Sedangkan Ibn Taimiyah menyatakan bahwa hadis
mengandung ‘illat adalah hadis yang sanadnya secara lahir tampak baik,
namun ternyata setelah diteliti lebih lanjut, didalamnya terdapat perawi yang
banyak melakukan kesalahan, sanadnya mauquf atau mursal, bahkan ada
kemungkinan masuknya hadis lain pada hadis tersebut. 24
Mengacu pada tiga formulasi definisi diatas, dapat dipahami bahwa ‘illat
disini adalah cacat yang menyelinap pada sanad hadis sehingga kecacatan
tersebut pada umumnya berbentuk: pertama, sanad yang tampak bersambung
dan sampai kepada nabi ternyata muttasil tetapi hanya sampai kepada sahabat.
Selanjutnya terjadi pencampuran dengan hadis lain, keempat kemungkinan

23
24

Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadis ) Bandung: PT Alma’arif, 1974). 123.
Sumbulah, Kritik Hadis, 73

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

terjadi kesalahan penyebutan perawi yang memiliki kesamaan nama padahal
kualitas pribadi dan kapasitas intelektualnya tidak sama.25
Disamping itu agar bisa melakukan penelitian kualitas sanad hadis dikenal
cabang keilmuan yang disebut ilmu rija>l al-h}adi>th yaitu ilmu yang secara
spesifik mengupas keberadaan para perawi hadis. Ilmu ini berfungsi untuk
mengungkap data-data para perawi yang terlibat dalam civitas periwayatan
hadis dan dengan ilmu ini juga dapat diketahui sikap ahli hadis yang menjadi
kritikus terhadap para perawi hadis tersebut.26
Disamping itu ada beberapa cabang-cabang ilmu hadis riwayah dan
dirayah diantaranya adalah:

Al-jarh} wa al-ta’dil menurut bahasa, kata jarh} merupakan masdar dari
kata jarah}a-yajrah}u-jarh}an yang artinya melukai, terkena luka badan atau
menilai cacat ( kekurangan). Dari segi bahasa al-Ta’dil berasal dari kata al-

‘adl ( keadilan) yang artinya sesuatu yang dirasakan lurus atau seimbang.
Jadi al-jarh} ialah sifat kecacatan periwayat hadis yang menggugurkan
keadilannya, sedangkan al-tarjih} ialah nilai kecacatan yang diberikan
kepadanya. Al-adl ialah sifat keadilan periwayat hadis yang mendukung
penerimaan berita yang dibawa-nya, sedangkan al-ta’dil ialah nilai adil yang
diberikan kepadanya.27

Kata al-Jarh} menurut ulama hadis bermakna

mencatat perawi hadis, baik percatatan tersebut berkenaan dengan ke-adilSumbulah, Kritik Hadis, 74.
Suryadi, Metodologi Ilmu Rijalil Hadis Cet. 1 (Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah,
2003), 6.
27
Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis cet. 1 ( Jakarta: Amzah,
2014), 98-100.
25

26

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

annya

maupun ke-d}abit-} annya. Sedangkan

kata

al-ta’dil bermakna

sebaliknya , yaitu memuji seorang perawi hadis serta memberi penilaian
kepadanya bahwa perawi yang bersangkutan‘adil atau d}abit.
Berikut ini terdapat beberapa kaidah dalam men-jarh}} dan men-ta’di>l-kan
perawi diantaranya: 28
a. ‫(َالتعديل َمقدم َعلي َالرح‬penilaian ta`’di>l didahulukan atas penilaian jarh}).
Kaidah ini dipakai apabila ada kritikus yang memuji seorang rawi dan ada
juga ulama hadis yang mencelanya, jika terdapat kasus demikian maka
yang dipilih adalah pujian atas rawi tersebut alasanya adalah sifat pujian
itu adalah naluri dasar sedangkan sikap celaan itu merupakan sifat yang
datang kemudian. Ulama yang memakai kaidah ini adalah al-Nasa>’i>,
namun pada umumya tidak semua ulama hadis menggunakan kaidah ini.
b.

‫(َالرح َمقدم َعلي َالتعديل‬penilaian jarh{ didahulukan atas penilaian ta`dil> ).
Dalam kaidah ini yang didahulukan adalah kritikan yang berisi celaan
terhadap seorang rawi, karena didasarkan asumsi bahwa pujian timbul
karena persangkaan, baik dari pribadi kritikus hadis sehingga harus
dikalahkan bila ternyata ada bukti tentang ketercelaan yang dimiliki oleh
perawi yang bersangkutan. Kaidah ini banyak didukung oleh ulama hadis,
fiqih dan usul fiqih.

28

Ismail, Metodologi Penelitain, 77.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

c.

َ ‫(َإَا َتعارض َالارح َو َا عدل َفاِكم َللمعدل َإل َإَا َثبت َالرح َا فسر‬apabila terjadi
pertentangan antara pujian dan celaan, maka yang harus dimenangkan
adalah kritikan yang memuji kecuali bila celaan itu disertai dengan
penjelasan tentang sebab-sebabnya). Kaidah ini banyak dipakai oleh para
ulama kritikus hadis dengan syarat bahwa penjelasan tentang ketercelaan
itu harus sesuai dengan upaya penelitian.

d. ‫(ََإَاَكانَالاَرحَضعيفاَفاَيقبلَجرح َلثقة‬apabila kritikus yang mengemukakan
ketercelaan adalah golongan orang yang d{a`if> maka kritikannya terhadap
orang yang thiqah tidak diterima, kaidah ini juga didukung oleh para
ulama ahli kritik hadis.
e. ‫( ل َيقبل َالرح َال َبعد َالتثبة َخشية َالشبا َف َاجروحي‬jarh{ tidak diterima, kecuali
setelah diteliti secara cermat dengan adanya kekhawatiran terjadinya
kesamaan tentang orang-orang yang dicelanya). Hal ini terjadi bila ada
kemiripan nama antara periwayat yang dikritik dengan periwayat lain,
sehingga harus diteliti secara cermat agar tidak terjadi kekeliruan. Kaidah
ini juga banyak digunakan oleh para ulama ahli kritik hadis.
f.

‫( الرحَال اشئَعنَعداوةَدنياويةَلَيعتدَب‬jarh{ yang dikemukakan oleh orang yang
mengalami permusuhan dalam masalah ke-duniawi-an tidak perlu
diperhatikan hal ini jelas berlaku, karena pertentangan pribadi dalam
masalah dunia dapat menyebabkan lahirnya penilaian yang tidak obyektif.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

Meskipun banyak ulama yang berbeda dalam memakai kaidah al-jarh}

wa al-ta`di>l namun keenam kaidah di atas yang banyak terdapat dalam
kitab ilmu hadis. Yang terpenting adalah bagaimana menggunakan kaidahkaidah tersebut dengan sesuai dalam upaya memperoleh hasil penelitian
yang lebih mendekati kebenaran.

‘ilmu al-jarh} wa al-ta’dil menjadi timbangan perawi dalam
periwayatan hadis. Jika bobot perawi tersebut berat maka perawi yang
bersangkutan dapat diterima periwayatan hadisnya, dan jika bobot
neracanya ringan maka periwayatan perawi yang bersangkutan ditolak.29
Agar seorang kritikus hadis dapat menilai seorang perawi hadis dengan
benar maka diperlukan kriteria umum diantaranya sebagai berikut:30
1) Seorang kritikus harus berilmu, bertakwa, wara’ dan jujur. Seorang
kritikus tidak mungkin dapat menilai perawi dengan penilaian cacat
maupun penilain terpuji secara benar bila tidak memiliki syarat
tersebut.
2) Seorang kritikus harus mengetahui benar sebab-sebab mencacat perawi
dan memuji perawi
3) Seorang kritikus hadis harus mengetahui perubahan kata dalam tata
bahasa Arab agar ia dapat menggunakan kata-kata yang menunjukkan
maknanya yang benar, dan ia tidak terjebak pada penggunaan kata-kata

Muhid dkk, Metodologi Penelitian Hadis Cet 1 ( Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,
2013), 136.
30
Ibid., 137.
29

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

yang sebenarnya tidak diperuntukkan untuk mencatat perawi namun ia
pergunakannya.
C. Teori Kesahihan Matan Hadis
Dan selanjutnya tentang Kritik matan lazim dikenal sebagai kritik intern,
istilah ini dikaitkan dengan orientasi kritik matan itu sendiri, yakni difokuskan
kepada teks hadis yang merupakan intisari dari apa yang pernah disabdakan
Rasulullah, yang ditransmisikan kepada generasi- generasi berikutnya hingga
ketangan para Mukharij al-h}adi>th, baik secara lafal maupun maknawi.31
Dapat ditegaskan bahwa kritik sanad diperlukan untuk mengetahui apakah
perawi itu jujur, taqwa kuat hafalannya, dan apakah sanadnya bersambung atau
tidak sedangkan kritik matan diperlukan untuk mengetahui apakah hadis tersebut
mengandung berupa Sha>dh atau ‘illat.32
Tolak ukur kritik matan yang dikemukakan al-adlabi dan al-Baghdadi>, diatas,
tampak bersifat umum yang masih perlu interpretasi. Kenyataan tersebut
mendukung tesis tentang tidak adanya tolak ukur pasti dan terperinci, namun
demikian tolak ukur tersebut merupakan upaya ijtihadi para ulama’ dalam rangka
menjabarkan dan mengetahui celah-celah matan hadis jika di analisis dari sha>dh
atau ‘illat. Penelitian terhadap aspek terhadap aspek sha>dh atau ‘illat baik pada
sanad maupun matan hadis, sama-sama memiliki kesulitan. Namun demikian,
para ulama’ sepakat bahwa penelitian adanya sha>dh atau ‘illat yang terjadi pada

Sumbulah, Kritik Hadis, 93
Ibid., 94.

31
32

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

sanad hadis. Penelitian terhadap aspek matan hadis ini mengacu kepada kaidah
kesahihan matan hadis sebagai tolak ukur, yakni terhindar dari sha>dh atau ‘illat33.
1. Terhindar dari Sha>dh

Sha>dh disamping terdapat pada sanad juga terdapat pada matan. Sha>dh pada
matan hadis didefinisikan sebagai adanya pertentangan atau ketidak sejalanan
riwayat seorang perawi yang menyendiri dengan seorang perawi yang lebih kuat
hafalan dan ingatannya. Pertentangan atau ketidak sejalanan tersebut adalah
dalam hal menukil matan hadis, sehingga terjadi penambahan, pengurangan,
perubahan tempat dan berbagai bentuk kelemahan dan cacat lainnya.34
2. Terhindar dari ‘illat

‘illat disamping terjadi pada sisi sanad, dapat pula terjadi pada sisi matan.
‘illat yang terjadi pada sisi matan saja berarti sanadnya memenuhi kriteria
kesahihan namun yang sering terjadi karena adanya sesuatu, maka lafal atau
kalimat yang merupakan bagian dari hadis lain masuk atau menyisip kedalam
matan hadis tersebut.35
Adapun yang dimaksud dengan ‘illat pada matan hadis adalah suatu sebab
tersembunyi yang terdapat pada matan hadis yang secara lahir tampak berkualitas
sahih sebab tersembunyi disini bisa berupa masuknya redaksi hadis lain pada
hadis tertentu, atau redaksi dimaksud memang bukan lafal-lafal yang

33

Ibid., 103.
Sumbulah, Kritik Hadis, 103.
35
Ibid., 108.
34

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

mencerminkan sebagai hadis Rasulullah, sehingga pada akhirnya matan hadis
tersebut seringkali menyalahi nas}-nas} yang lebih kuat bobot akurasinya. 36
Sedangkan kriteria dan tatacara untuk mengungkap ‘illat pada matan,
sebagaimana dikemukakan oleh al-Salafi adalah:37
a. Mengumpulkan