Eksekusi Jaminan Fidusia Sebagai Pelunasan Utang Debitur (Studi Pada PT. Bank BNI Cabang Meulaboh, Aceh) Chapter III V

BAB III
EKSEKUSI PADA UMUMNYA DAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA
SEBAGAI JAMINAN KREDIT

A. Tinjauan Terhadap Eksekusi Pada Umumnya
1. Dasar hukum dan pengertian eksekusi
a. Dasar hukum eksekusi
Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan terhadap pihak yang
kalah dalam suatu perkara, tata caranya diatur dalam hukum acara perdata, yaitu
Pasal 195-208 HIR, 224 HIR, atau Pasal 206-240 RBG dan Pasal 258 RBG,
sedangkan dalam Pasal 225 HIR atau 259 RBG mengatur tentang putusan yang
menghukum pihak yang kalah untuk melakukan perbuatan tertentu.33
Eksekusi juga diatur dalam Pasal 1033 RV, dan Pasal 33 Ayat (3) dan
Ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1970 Tentang Pokok Kekuasaan
Kehakiman, dimana pada Pasal 33 Ayat (3) dikatakan bahwa pelaksanaan putusan
pengadilan dalam perkara perdata yang dilakukan oleh Panitera dan Jurusita
dipimpin oleh Ketua Pengadilan. Sementara pada Ayat (4) dikatakan bahwa
dalam melaksanakan putusan Pengadilan diusahakan supaya prikemanusiaan dan
prikeadilan tetap terpelihara.34
Ketentuan mengenai eksekusi diatur juga di dalam Pasal 60 UndangUndang Nomor 20 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, dimana pada pasal
tersebut dikatakan bahwa dalam perkara perdata Panitera Pengadilan Negeri

33

Wildan Suyuthi, Sita dan Eksekusi (Praktik Kejurusitaan Pengadilan), PT. Tatanusa,
Jakarta, 2004, hlm.62
34
Ibid.,hlm.62

36
Universitas Sumatera Utara

37

bertugas melaksanakan putusan pengadilan, selanjutnya Undang-Undang Nomor
20 Tahun 1986 diubah menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 Tentang
Peradilan Umum. Selain diatur dalam peraturan perundang-undangan ketentuan
mengenai eksekusi ini juga diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1969 Tentang Peninjauan dan Pembatalan Suatu
Putusan Perkara Perdata, serta Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun
1975 Tentang Pelarangan Melakukan Gijzeling (Penyanderaan) sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 209 HIR/Pasal 242 RBG.

Permasalahan eksekusi antara Pengadilan dengan PUPN (Panitia Urusan
Piutang Negara) bisa dipecahkan tanpa mengaitkan pasal-pasal eksekusi dengan
Undang-Undang Nomor 49 Prp/1960 sebagai sumber hukum yang mengatur
kewenangan ”Parate Eksekusi” serta Peraturan Lelang Nomor 189/1908 ( Vendu
Reglement St. 1908/Nomor189).35

Semua aturan yang telah diuraikan di atas merupakan dasar hukum bagi
pelaksanaan eksekusi di Indonesia, dimana secara keseluruhan aturan-aturan
tidaklah dapat terpisahkan dalam menjalankan tindakan eksekusi, sehingga
dengan demikian tidaklah tepat dalam melakukan eksekusi hanya memperhatikan
pasal-pasal dalam HIR dan RBG saja, dimana jika hanya memperhatikan pasalpasal dalam HIR dan RBG saja, tanpa memperhatikan perundang-undangan lain
dikhawatirkan akan terjadi kekeliruan dalam praktik di lapangan. 36

35

M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar
Grafika, Jakarta, 2006, hlm.5
36
Ibid.,hlm.5


Universitas Sumatera Utara

38

b. Pengertian eksekusi
Eksekusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, antara lain bermakna:
(1) pelaksanaan putusan hakim; dan (2) penjualan harta orang karena penyitaan,
selain itu istilah eksekusi menurut kamus bahasa Inggris yang mana berasal dari
kata execute yang berarti melaksanakan vonis pengadilan. Kata-kata eksekutorial
sendiri berarti kalimat (irah-irah) yang terdapat pada putusan hakim yang
berbunyi ”DEMI KEADILAN YANG BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA”.37
Menurut Subekti dan Retno Wulan Sutantio, mengalihkan istilah eksekusi
(executie ) ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah pelaksanaan putusan.
Pembakuan istilah ”pelaksanaan putusan” sebagai kata ganti eksekusi dianggap
sudah tepat, sebab jika bertitik tolak dari ketentuan dari bab kesepuluh bagian
kelima HIR atau titel keempat bagian keempat RBG, pengertian eksekusi sama
dengan tindakan menjalankan putusan (ten uitvoir legging van vonnisen)
menjalankan putusan pengadilan tidak lain melaksanakan isi putusan pengadilan,
yakni melaksanakan ”secara paksa” putusan pengadilan dengan alat-alat negara

apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankanya secara sukarela.38
Menurut M. Yahya Harahap menyatakan bahwa eksekusi merupakan:39
” tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah
dalam suatu perkara, yang merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari
proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu, eksekusi tidak lain dari pada
tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara
perdata, lebih lanjut eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah

37
Ramli Rizal, Ekseskusi Perkara Perdata di Pengadilan Negeri, Pasca Sarjana
Universitas Andalas, Padang, 2012, hlm.8
38
Ibid.,hlm.9
39
Ibid., hlm.1

Universitas Sumatera Utara

39


dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR atau
RBG.”
Menurut Wildan Suyuthi eksekusi putusan perdata berarti melaksanakan
putusan dalam perkara perdata secara paksa sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku karena pihak yang tereksekusi tidak bersedia
melaksanakan secara sukarela.40
Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan di atas, maka pada prinsipnya
eksekusi merupakan realisasi kewajiban pihak yang dikalahkan dalam putusan
hakim, untuk memenuhi prestasi yang tercantum di dalam putusan hakim, dengan
kata lain eksekusi terhadap putusan hakim yang sudah berkekuatn hukum tetap
merupakan proses terakhir dari proses perkara perdata maupun pidana di
pengadilan.41
2. Asas-asas dalam eksekusi
Eksekusi sendiri dikenal ada 5 (lima) asas yang mendasari pelaksanaanya,
kelima asas tersebut antara lain:
a. Putusan hakim yang akan dieksekusi haruslah putusan hakim yang
mempunyai kekuatan hukum tetap (Incracht Van Gewijsde )
Dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap telah terkandung wujud
hubungan hukum yang tetap dan pasati antara pihak yang berperkara, karena
adanya hubungan hukum yang tetap dan pasti itu maka hubungan hukum
tersebut musti dipenuhi oleh pihak yang dihukum (tergugat). 42Tidak semua

putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum eksekutorial, atau tidak

40

Wildan Suyuthi, Op.Cit.,hlm.60
Ibid.,hlm.60
42
Ibid.,hlm.64
41

Universitas Sumatera Utara

40

terhadap semua putusan dengan sendirinya melekat kekuatan pelaksanaan ,
sehingga tidak semua putusan pengadilan dapat di eksekusi. Meskipun begitu
dalam kasus-kasus tertentu undang-undang memperbolehkan eksekusi
terhadap putusan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap, dimana
dalam konteks ini eksekusi dilaksanakan bukan sebagai tindakan menjalankan
putusan pengadilan, akan tetapi menjalankan eksekusi terhadap bentuk-bentuk

hukum yang dipersamakan undang-undang sebagai putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.43Adapun beberapa bentuk pengecualian
eksekusi yang dibenarkan oleh undang-undang tersebut meliputi:44
1) Pelaksanaan putusan terlebih dahulu;
2) Pelaksanaan putusan provisi;
3) Akta perdamaian;
4) Eksekusi terhadap grose akta.
b. Putusan tidak dijalankan secara sukarela
Pada prinsipnya, eksekusi sebagai tindakan paksa dalam menjalankan putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, baru merupakan pilihan
hukum apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankan atau memenuhi isi
putusan secara sukarela, maka tindakan eksekusi harus disingkirkan. 45Pada
bentuk menjalankan putusan secara sukarela, pihak yang kalah memenuhi
sendiri dengan sempurna isi putusan pengadilan. Tergugat (pihak yang kalah),
tanpa paksaan dari pihak manapun menjalankan pemenuhan hubungan hukum
yang dijatuhkan kepadanya. Dengan sukarela tergugat memenuhi sempurna
43

Ibid.,hlm.64
Ibid.,hlm.65

45
M. Yahya Harahap, Op.Cit.,hlm.12
44

Universitas Sumatera Utara

41

segala kewajiban dan beban hukum yang tercantum dalam amar putusan. Oleh
karena pihak tergugat dengan sukarela memenuhi isi putusan kepada pihak
penggugat, berarti isi putusan telah selesai dijalankan. Maka dengan
selesainya isi putusan yang dijalankan tergugat, tidak diperlukan lagi tindakan
paksa kepadanya.46Namun sebaliknya apabila tergugat tidak mau menjalankan
isi putusan pengadilan secara sukarela, berarti isi putusan belum selesai
dijalankan, maka keran tidak selesainya menjalankan isi putusan tersebut
diperlukanlah tindakan paksa oleh pengadilan untuk menjalankan isi putusan
tersebut, dimana tindakan paksa inilah yang disebut dengan eksekusi.
c. Purtusan yang dieksekusi bersifat kondemnatoir
Prinsip lain yang harus terpenuhi ialah bahwa putusan tersebut haruslah
memuat amar ”Kondemnatoir” (Condemnatoir ), dimana hanya putusan yang

bersifat kondemnatoirlah yang bisa dieksekusi, yaitu putusan yang amar atau
diktumnya mengandung unsur ”penghukuman” terhadap diri tergugat, dimana
pada umumnya putusan yang bersifat kondemnatoir ini terwujud dalam
perkara yang berbentuk Kontentiosa (Contentieuse rechtspraak, Contentieuse
jurisdiction) yaitu berupa perkara atau sengketa yang bersifat partai ( Party),

ada pihak penggugat yang bertindak mengajukan gugatan terhadap pihak
tergugat dan proses pemeriksaanya berlangsung secara Kontradiktor
(Contradictoir) yaitu pihak penggugat dan tergugat mempunyai hak untuk
senggah menyanggah berdasarkan asas audi alteram partem.47adapun ciri-ciri

46
47

Ibid.,hlm.12
Ibid.,hlm.14

Universitas Sumatera Utara

42


yang dapat menjadi indikator dalam menentukan suatu putusan bersifat
kondemnatoir atau bukan adalah sebagai berikut:
1) menghukum untuk menyerahkan suatu barang;
2) menghukum untuk mengosongkan sebidang tanah;
3) menghukum untuk melakukan suatu perbuatan tertentu;
4) menhukum untuk menghentikan suatu perbuatan atau keadaan, atau;
5) menghukum untuk membayar sejumlah uang.
d. Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri
Kewenangan dalam menjalankan eksekusi terhadap putusan pengadilan
mutlak hanya diberikan kepada instansi pengadilan tingkat pertama, yaitu
Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama, dimana hal ini sesuai dengan ketentuan
Pasal 195 Ayat 1 HIR atau Pasal 206 Ayat 1 RBG, dengan demikian Pengadilan
Tinggi atau Mahkamah Agung tidak mempunyai kewenangan dalam menjalankan
ekskusi, sehingga meskipun putusan yang hendak dieksekusi itu adalah hasil
putusan Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung, akan tetapi eksekusinya tetap
berada di bawah kewenangan Pengadilan Negeri/ Pengadilan Agama. 48
Kewenangan Ketua Pengadilan Negeri secara ex officio meliputi: sejak
melakukan sita eksekusi dan pelaksanaan lelang, yaitu sejak dari proses pertama
sampai dengan tindakan pengosongan dan penjualan barang yang dilelang kepada

pembeli atau sampai penyerahan dan penguasaan barang kepada para penggugat/
pemohon eksekusi pada eksekusi riil.

48

Wildan Suyuthi, Op.Cit.,hlm.66-67

Universitas Sumatera Utara

43

e. Eksekusi harus sesuai dengan amar putusan
Asas ini menyatakan bahwa eksekusi tidak boleh menyimpang dari amar
putusan, karena jika terjadi penyimpangan maka ada hak dari pihak
tereksekusi untuk menolak pelaksanaanya, selanjutnya dalam suatu eksekusi
keberhasilan dalam melaksanakan eksekusi itu ditentukan oleh kesempurnaan
dan kelengkapan amar putusan, sementara amar putusan yang baik/ yang
sempurna dapat dilihat dari pertimbangan-pertimbangan , saksi-saksi, serta
pihak berdasarkan gugatan yang baik.49
3. Bentuk-bentuk eksekusi pada umumnya
Menurut M. Yahya Harahap, dari segi sasaran yang hendak dicapai oleh
hubungan hukum yang tercantum dalam putusan pengadilan, eksekusi dapat
diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu sebagai berikut:
a. Eksekusi riil, yaitu melakukan suatu tindakan ”nyata/riil” seperti menyerahkan
sesuatu barang, mengosongkan sebidang tanah atau rumah, melakukan suatu
perbuatan tertentu, dan menghentikan suatu perbuatan atau keadaan.50
b. Eksekusi pembayaran sejumlah uang, yaitu eksekusi yang dilakukan dengan
membayar sejumlah uang, dimana eksekusi pembayaran sejumlah uang ini
tidak hanya didasarkan kepada putusan pengadilan, tetapi dapat juga
didasarkan atas bentuk akta tertentu yang oleh undang-undang ”disamakan”
nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, antara lain
terdiri dari:51
1) Grosse akta pengakuan utang;
49

Ibid.,hlm.67
Ramli Rizal, Op.Cit.,hlm.9-10
51
M. Yahya Harahap, Op.Cit.,hlm.26
50

Universitas Sumatera Utara

44

2) Grosse akta hipotek;
3) Credietverband;
4) Hak tanggungan;
5) Jaminan fidusia.
Menurut Sudikno Mertokusumo sebagaimana yang dikutip oleh Wildan
Suyuthi, mengklasifikasikan bentuk-bentuk eksekusi ke dalam 3 bentuk:52
a. Eksekusi

riil, sebagaimana yang diaur dalam Pasal 1033 Rv yaitu,

penghukuman pihak yang kalah untuk melakukan suatu perbuatan tertentu,
misalnya penyerahan barang, pengosongan sebidang tanah atau rumah,
pembongkaran, menghentikan suatu perbuatan tertentu, dan lain-lain.
Eksekusi riil ini dapat dilakukan langsung dengan perbuatan nyata, sesuai
dengan amar putusan tanpa memerlukan lelang.
b. Eksekusi pembayaran sejumlah uang, yang diatur dalam Pasal 196 HIR dan
Pasal 208 RBG, yaitu eksekusi yang menghukum pihak yang dikalahkan
untuk membayar sejumlah uang. Eksekusi pembayaran sejumlah uang sendiri
merupakan kebalikan dari pada eksekusi riil, dimana eksekusi ini tidak dapat
dilakukan langsung sesuai dengan amar putusan tanpa pelelangan terlebih
dahulu, hal ini disebabkan nilai yang akan dieksekusi itu bernilai uang.
c. Eksekusi melaksanakan suatu perbuatan, yang diatur dalam Pasal 225 HIR
dan Pasal 259 RBG, dimana dalam pasal tersebut dikatakan bahwa jika
seseorang yang dihukum akan melakukan suatu perbuatan, tiada melakukan
perbuatan itu dalam waktu yang ditentukan oleh Hakim, maka bolehlah pihak

52

Wildan Suyuthi, Op.Cit.,hlm.69

Universitas Sumatera Utara

45

yang dimenangkan dalam putusan Hakim itu, meminta kepada Pengadilan
Negeri, dengan pertolongan ketuanya baik dengan surat ataupun dengan lisan
supaya kepentingan yang akan didapatnya jika putusan itu diturut dinilai
dengan uang yang banyaknya harus diberitahukanya dengan tentu jika
permintaan itu dengan lisan maka hal itu harus dicatat.
Berdasarkan pemaparan Pasal 225 HIR dan 259 RBG, pada intinya
menyebutkan bahwa eksekusi melaksanakan suatu perbuatan adalah eksekusi
yang dilakukan dimana pihak yang dimenangkan dalam putusan meminta kepada
Ketua Pengadilan baik dilakukan secara lisan ataupun dilakukan dengan surat
untuk memerintahkan kepada pihak yang kalah dalam suatu putusan untuk
melakukan suatu perbuatan tertentu.

B. Eksekusi Jaminan Fidusia Sebagai Jaminan Kredit
1. Bentuk-bentuk eksekusi jaminan fidusia
Sertifikat eksekusi jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang
sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
sehingga berdasarkan titel eksekutorial ini penerima fidusia dapat langsung
melaksanakan eksekusi melalui pelelangan umum atas objek jaminan fidusia
tanpa melalui pengadilan.
Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia, menyatakan bahwa apabila
debitur atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi
objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara:
a. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia

Universitas Sumatera Utara

46

Pasal 15 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa dalam sertifikat
jaminan fidusia dicantumkan kata-kata ”Demi Keadilan Yang Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa” sertifikat jaminan fidusia tersebut mempunyai
kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Irah-irah tersebutlah yang
memberikan titel eksekutorial, yakni titel yang mensejajarkan kekuatan akta
tersebut dengan putusan pengadilan, dengan demikian akta tersebut tinggal
dieksekusi.
b. Eksekusi jaminan fidusia secara parate eksekusi lewat pelelangan umum
Eksekusi fidusia dapat juga dilakukan dengan jalan mengeksekusinya oleh
penerima fidusia lewat lembaga pelelangan umum (Kantor Lelang), dimana
hasil pelelangan tersebut diambil untuk melunasi pembayaran piutangpiutangnya, parate eksekusi lewat pelelangan umum ini dapat dialkukan tanpa
melibatkan pengadilan sama sekali.
c. Eksekusi jaminan fidusia lewat penjualan di bawah tangan
Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia, maka syarat-syarat
agar suatu fidusia dapat dieksekusi secara di bawah tangan adalah sebagai
berikut:
1) dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan penerima fidusia;
2) jika dengan cara penjualan di bawah tangan tersebut dicapai harga
tertinggi yang menguntungkan para pihak;

Universitas Sumatera Utara

47

3) diberitahukan secara tertulis oleh pemberi fidusia dan/atau penerima
fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan;
4) diumumkan dalam sedikit-dikitnya dalam dua surat kabar yang beredar di
daerah yang bersangkutan;
5) pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak
diberitahukan secara tertulis.
d. Eksekusi jaminan fidusia melalui pengadilan
Meskipun tidak disebutkan dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, tetapi
tentunya pihak kreditur dapat menempuh prosedur eksekusi bisa lewat
gugatan biasa ke Pengadilan, sebab keberadaan Undang-Undang Jaminan
Fidusia dengan model-model eksekusi khusus tidak untuk meniadakan hukum
acara yang umu, akan tetapi untuk menambah ketentuan yang ada dalam
hukum acara umum, tidak ada indikasi sedikitpun dalam Undang-Undang
Jaminan Fidusia khususnya tentang cara eksekusi, yang bertujuan meniadakan
ketentuan hukum acara umum tentang eksekusi umum lewat gugatan biasa ke
pengadilan negeri yang berwenang, keberadaan model-model eksekusi khusus
dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut untuk mempermudah dan
membantu pihak kreditur untuk menagih utangnya yang mempunyai jaminan
fidusia dengan jalan mengeksekusi jaminan fidusia tersebut, satu dan lain hal
disebabkan eksekusi objek jamianan fidusia lewat gugatan biasa memakan
waktu yang lama dan dengan prosedur yang berbelit-belit.53

53

Munir Fuady, Op.Cit.,hlm.62

Universitas Sumatera Utara

48

2. Pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia
Eksekusi benda sebagai objek jaminan fidusia dilakukan apabila debitur
wanprestasi. Eksekusi objek jaminan fidusia menurut ketentuan Undang-Undang
Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu dengan titel
eksekutorial, dengan pelelangan umum, dan dengan penjualan di bawah tangan,
meskipun tidak diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, eksekusi objek
jaminan fidusia dapat juga dilakukan melalui gugatan biasa atau proses
pengadilan.
Adapun yang menjadi dasar alasan dilakukannya eksekusi objek jaminan
fidusia, diatur dalam Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia, dimana
menurut pasal ini lahirnya hak eksekusi adalah:
a. Didasarkan kepada cidera janji
1) Pemberi fidusia dalam keadaan cidera janji;
2) Ketentuan umum cidera janji diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata,
dimana adapun kriteria cidera janji berdasarkan Pasal 1234 KUH Perdata
tersebut adalah sebagai berikut :
a) Lalai memenuhi perjanjian, atau
b) Tidak memenuhi prestasi dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
b. Tetapi secara khusus dan rinci dapat diatur dalam kontrak oleh para pihak
dalam kontrak mengenai hal-hal yang berkenaan dengan cidera janji
Dalam rangka pelaksanaan eksekusi atas objek jaminan fidusia, pemberi
jaminan fidusia atau debitur berkewajiban untuk menyerahkan kepada kreditur
penerima jaminan fidusia, dan apabila jaminan tidak diserahkan oleh debitur

Universitas Sumatera Utara

49

sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan kreditur dapat meminta bantuan
dari pihak yang berwajib seperti pihak kepolisian, baik barang tersebut berada
dalam penguasaan debitur ataupun pihak ketiga
Setelah benda objek jaminan fidusia sudah berada pada pihak bank
(kreditur), maka bank (kreditur) akan melakukan eksekusi dengan pelelangan
umum ataupun penjualan di bawah tangan tanpa melalui pengadilan, namun
dengan syarat penjualan tetaplah harus melalui pelelangan umum oleh Kantor
Lelang/Pejabat Lelang, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 pada
Pasal 6 huruf k menyebutkan:
“ Bank umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan baik melalui
pelelangan umum di luar pengadilan berdasarkan kuasa untuk menjual di
luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak
memenuhi kewajibanya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang
dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya”.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan secara
tegas dikatakan bahwa bank (kreditur) tidak diperbolehkan memiliki barang
agunan yang dibelinya. dimana prinsip pelarangan ini pemilik barang agunan
sejalan dengan hukum jaminan fidusia bahkan kepemilikan benda jaminan fidusia
yang dibuat dengan kesepakatan antara kreditur penerima jaminan fidusia dengan
debitur pemberi jaminan fidusia tidak

dibenarkan janji yang demikian adalah

batal demi hukum, berdasarkan pelarangan prinsip pelarangan pemilikan benda
jaminan fidusia sudah wanprestasi, yang berarti syarat menangguhkan sudah
terjadi, tidak juga dapat merealisir kepemilikan hak yang telah diserahkan secara
kepercayaan kepada kreditur jaminan fidusia, hal ini membuktikan bahwa

Universitas Sumatera Utara

50

penyerahan hak milik secara fidusia bukanlah suatu peralihan hak milik secara
sempurna.54
Apabila objek jaminan fidusia berbentuk benda-benda perdagangan atau
efek, maka berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Jaminan Fidusia, cara
penjualanya adalah sebagai berikut:
“ Penjualan objek jaminan fidusia yang terdiri dari benda perdagangan
atau efek, jika dapat dijual di pasar atau di bursa, dilakukan di tempattempat tersebut, namun dengan syarat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”
Apabila perjanjian fidusia dilakukan dengan lembaga pembiayaan, maka
perjanjian fidusia terjadi setelah adanya proses jual beli, dimana pembeli tidak
mampu untuk membeli secara tunai sehingga pembeli memohon angsuran untuk
membeli barang tersebut maka dengan persetujuan si penjual, harga barangbarang itu dapat dibayar sebagian atau keseluruhanya dengan peminjaman kredit
dari pihak ketiga dengan jaminan fidusia atas barang tersebut.
Pada lembaga pembiayaan konsumen, perjanjian antara penjual dan
pembeli dilakukan sesuai klausul baku, dimana pemberi menerima segala
perjanjian yang telah dibuat oleh pihak penjual, dan pihak pembeli harus
menerima konsekuensi dari apa yang telah diperjanjikan dalam perjanjian
pembiayaan konsumen dengan penyerahan hak milik secara fidusia, biasanya
pada lembaga pembiayaan sudah diatur hal-hal yang mengenai eksekusi, kelalaian
debitur dan lain-lain dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak penjual sehingga
pihak penjual mempunyai kedudukan yang kuat. Dalam hal eksekusi benda
sebagai objek perjanjian jaminan fidusia lembaga pembiayaan melakukan
54

Tan Kamello, Op.Cit.,hlm.202

Universitas Sumatera Utara

51

penarikan langsung atas barang tersebut apabila debitur lalai atau melakukan
wanprestasi.
3. Akibat hukum tidak didaftarkanya jaminan fidusia
Pendaftaran jaminan fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia sangatlah
penting, hal ini dikarenakan jika suatu jaminan fidusia tidak didaftarkan akan
berdampak pada proses eksekusi jaminan fidusia tersebut, dimana adapun akibatakibat hukum yang timbul karena belum terdaftarnya jaminan fidusia pada Kantor
Pendaftaran Fidusia adalah sebagai berikut:
a. Tidak terpenuhinya asas publisitas
Jaminan fidusia haruslah didaftarkan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11
Undang-Undang Jaminan Fidusia, sehingga dengan adanya pendaftaran
tersebut, jaminan fidusia telah memenuhi asas publisitas yang merupakan
salah satu asas utama jaminan fidusia.
b. Kreditur tidak memiliki hak preferen
Dalam hal apabila jaminan fidusia belum didaftarkan, maka hal ini akan
berdampak bahwa pihak kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur
konkuren bukan sebagai kreditur preferen, sehingga apabila suatu saat debitur
wanprestasi, maka kreditur tidak mempunyai hak untuk didahulukan
pembayaran atas piutangnya tersebut dari hasil penjualan benda yang menjadi
objek jaminan, karena benda tersebut hanya berstatus sebagai jaminan umum.
c. Eksekusi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia
tidak dapat dilakukan

Universitas Sumatera Utara

52

Tidak didaftarkanya jaminan fidusia akan membawa dampak yang cukup
serius dalam pelaksanaan eksekusi, dimana jika tidak didaftarkanya jaminan
fidusia maka jaminan fidusia dianggap tidak pernah lahir, sehingga jika
jaminan fidusia dianggap tidak pernah lahir maka segala bentuk kemudahan
eksekusi yang telah diatur di dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak
dapat digunakan, sehingga secara otomatis jaminan fidusia tidak dapat
dieksekusi.55

55

FX. Ngadijamo, Himpunan Bahan Kuliah Hukum Lelang, Tesis, Program Megister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2003, hlm.262

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
ASPEK HUKUM TERHADAP EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI
PELUNASAN HUTANG DEBITUR

A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet dan Eksekusi
Terhadap Jaminan Fidusia Pada Bank BNI
Terbitnya sertifikat jaminan fidusia merupakan bukti lahirnya jaminan
fidusia, dimana dengan adanya sertifikat jaminan fidusia tersebut yang dijadikan
sebagai jaminan kredit, maka bank sebagai pihak kreditur sewaktu-waktu dapat
menjual objek jaminan fidusia tersebut jika pihak debitur wanprestasi.
Wanprestasi sendiri terjadi dikarenakan pihak debitur tidak mampu untuk
membayar angsuran kredit yang sudah diperjanjikan dalam perjanjian kredit,
dimana hal inilah yang menyebabkan terjadinya kredit macet. Dalam ketentuan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas
Aktiva Bank Umum, disebutkan penggolongan kualitas kredit berdasarkan
kolektabilitas, penggolongan tersebut adalah:56
1. Lancar
Suatu kredit dikatakan lancar apabila pembayaran angsuran pokok dan/atau
bunga tepat waktu dan memiliki mutasi rekening yang aktif.
2. Dalam perhatian khusus
Suatu kredit dikatakan dalam perhatian khusus apabila terdapat tunggakan
pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 hari
56

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainya, PT.Raja Grafindo, Jakarta, 2008,

hlm.124

53
Universitas Sumatera Utara

54

atau terkadang sering terjadi cerukan, akan tetapi jarang terjadi pelanggaran
terhadap kontrak.
3. Kurang lancar
Suatu kredit dikatakan kurang lancar apabila terdapat tunggakan pembayaran
angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari atau sering
terjadi cerukan dan juga terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang
diperjanjikan.
4. Diragukan
Suatu kredit dikatakan sampai pada tahap diragukan apabila terdapat
tunggakan terhadap pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 180 hari, atau terjadi cerukan yang bersifat permanen, dan juga
terjadi wanprestasi yang telah melebihi 180 hari.
5. Macet
Suatu kredit dikatakan macet apabila terdapat tunggakan pembayaran
angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari, pada tahap ini
pihak debitur sudah tidak memiliki kemampuan lagi untuk membayar
angsuran kreditnya sehingga pada tahap ini pihak bank akan melakukan
eksekusi terhadap objek yang dijadikan jaminan kredit.
Menurut Pak Madan Pegawai PT. Bank BNI bagian penyelamatan kredit,
kredit milik pihak debitur dikatakan kredit bermasalah apabila telah memasuki
pada kolektabilitas point ke 3 sampai dengan point ke 5, dimana jika sudah
sampai kepada tahap ini pihak bank tentunya terus melakukan upaya seperti
memberikan surat peringatan kepada debitur, dan mencari tahu mengapa debitur

Universitas Sumatera Utara

55

tidak mampu membayar angsuran kreditnya, serta memberikan solusi jalan keluar
terhadap masalah yang diahdapi oleh pihak debitur.57
Resiko untuk terjadinya kredit macet sangatlah besar kemungkinanya
terjadi, meskipun analisis yang dilakukan oleh pihak bank terhadap kelayakan
pihak debitur untuk menerima kredit sudah benar dan telah sesuai dengan SOP
(Standard Operasional Procedure ) yang telah berlaku pada bank tersebut.
Permasalahan kredit macet sendiri biasanya disebabkan oleh 2 (dua) faktor, yang
antara lain:58
1. Faktor yang datang dari pihak bank
Faktor ini terjadi akibat kesalahan analisis yang dilakukan oleh pihak bank itu
sendiri dalam menentukan kelayakan seorang debitur untuk menerima kredit,
sehingga apa yang seharusnya terjadi tidak dapat diprediksikan sebelumnya,
dimana adapun bentuk kesalahan analisis ini misalnya kesalahan menganalisa
dalam menentukan Plafond kredit, atau kesalahan dalam menentukan jenis
kredit yang diberikan sehingga peruntukan kredit tidak sesuai dengan jenis
kredit. Selain kesalahan dalam melakukan analisis, faktor lain yang
menyebabkan terjadinya kredit macet yang datangnya dari pihak bank sendiri
misalnya adalah karena adanya kolusi dari pihak analisis kredit dengan pihak
debitur sehingga dalam melakukan analisisnya pihak anailisis kredit bersifat
subjektif.
2. Faktor yang datangnya dari pihak bank
57
Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)
58
Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

Universitas Sumatera Utara

56

Faktor yang datangnya dari pihak debitur sendiri adalah karena terjadinya
wanprestas, dimana wanprestasi yang terjadi biasanya disebabkan oleh
beberapa hal yang diantaranya:
a. Adanya unsur kesengajaan: dimana dalam hal ini terjadi karena karakter
dari pihak debitur sendirilah yang sejak dari awal sudah tidak mau untuk
membayar kreditnya, ataupun mungkin hal ini terjadi karena adanya
kebutuhan keluarga yang lebih diutamakan dibandingkan dengan
kewajiban debitur sendiri untuk membayar angsuran kreditnya.
b. Adanya unsur ketidaksengajaan: dimana dalam hal ini terjdinya kredit
macet sendiri diakibatkan karena kemampuan pihak debitur untuk
membayar angsuran kredit mengalami penurunan yang disebabkan oleh
omset usaha milik pihak debitur yang mengalami penurunan, ataupun
dapat juga terjadinya Force Meyer terhadap usaha milik pihak debitur
seperti misalnya terjadinya gempa, kebakaran, ataupun kebanjiran.

B. Prosedur Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia Pada PT. Bank BNI
Pada dasarnya pihak bank sebagai pihak kreditur sangtlah menghindari
untuk terjadinya kredit macet, hal ini disebabkan karena apabila kredit macet
terjadi tentunya NPL (Non Performing Loan) akan meningkat, dimana jika NPL
suatu bank terbilang tinggi, hal ini akan menyebabkan tingkat kepercayaan
nasabah yang menyimpankan dananya kepada bank tersebut akan berkurang,
sehingga hal ini dikhawatirkan akan terjadinya Rush pada pihak nasabah, yaitu
penarikan dana secara besar-besaran yang dilakukan oleh pihak nasabah kepada

Universitas Sumatera Utara

57

suatu bank. Dana yang disimpankan oleh nasabah sangatlah diperlukan oleh pihak
bank untuk menjalankan kegiatan usahanya, mengingat bank sebagai suatu
lembaga yang memiliki fungsi intermediary yaitu sebagai suatu lembaga yang
menghimpun dana masyarakat kemudian dana tersebut ditempat-tempatkan
kepada sektor produktif seperti misalnya pemberian kredit kepada masyarakat
yang membutuhkan dana, ataupun juga ditempatkan ke pasar modal sehingga
menghasilkan keuntungan bagi pihak bank. Oleh karena itu, jika dana nasabah itu
ditarik karena nasabah tersebut tidak percaya kepada bank dalam mengelolah dana
yang dittipkan kepadanya, maka hal ini akan menyebabkan terganggunya kegiatan
operasional bank tersebut. Oleh karena itu, sebisa mungkin pihak bank melakukan
berbagai macam upaya untuk menghindari terjadinya kredit macet yang dapat
mengakibatkan menurunya tingkat kepercayaan nasabah.
PT. Bank BNI sendiri dalam mengahadapi persoalan kredit macet, akan
melakukan berbagai macam upaya untuk menghindarinya agar persoalan kredit
macet ini tidak sampai pada tahap eksekusi, dimana adapun upaya-upaya yang
dilakukan oleh pihak PT. Bank BNI adalah sebagai berikut:59
1. Melakukan upaya penagihan
Upaya ini merupakan upaya awal yang dilakukan oleh PT. Bank BNI, dimana
pada upaya ini dilakukan pendekatan secara persuasif seperti menyampaikan
kepada pihak debitur bahwa angsuran kredit pihak debitur telah jatuh tempo
dan harus segara dibayar, selain itu pada tahap ini juga pihak bank mencari

59

Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

Universitas Sumatera Utara

58

solusi atas kesulitan yang dialami oleh debitur dalam membayar angsuran
kreditnya.
2. Memberikan surat peringatan
Upaya ini dilakukan apabila kualitas kredit milik debitur sudah sampai pada
kredit bermasalah sehingga harus diberikan surat peringatan, dimana
pemberian surat peringatan ini dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali, sampai kredit
masuk pada kualitas kredit macet. Jarak antara surat peringatan pertama
dengan surat peringatan kedua adalah dalam kurun waktu 1 (satu) bulan,
begitu juga seterusnya.
3. Restrukturisasi kredit
Upaya ini dilakukan apabila pihak debitur masih mampu untuk membayar
pokok pinjamanya, akan tetapi pihak debitur tidak sanggup untuk membayar
bunga kreditnya, untuk itulah dilakukan restrukturisasi terhadap kredit
bermasalah, upaya restrukturisasi ini sendiri dilakukan dnegan diikuti oleh
perubahan terhadap isi perjanjian kredit. Pihak kreditur dalam melakukan
upaya ini aka melakukan analisis ulang yang dilakukan secara lebih mendalam
terhadap

pihak

debitur,

dengan

keyakinan

bahwa

setelah

kredit

diresrukturisasikan maka pihak debitur akan dapat melunasi kreditnya, namun
tidak semua kredit debitur dapat direstrukturisasi, akan tetapi hanya debitur
yang masih mampu dan mempunyai itikad baik untuk melunasi kreditnya
yang dapat direstrukturisasi.
4. Melakukan upaya take over

Universitas Sumatera Utara

59

Upaya ini akan dilakukan dengan cara pihak debitur melakukan peminjaman
kredit kembali kepada bank lain, dimana jika sudah mendapatkan kredit dari
bank lain maka dana yang di dapat kemudian dipotong dengan kredit pada
bank sebelumnya.
5. Melakukan eksekusi terhadap jaminan kredit
Upaya ini merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh PT. Bank BNI untuk
mengembalikan kerugian akibat terjadinya kredit macet setelah dilakukanya
berbagai bentuk upaya penyelamatan. Adapun pertimbangan PT Bank BNI
untuk melakukan eksekusi terhadap objek jaminan kredit antara lain:60
a. Kualitas kredit dan keadaan debitur
1) Kualitas kredit telah tergolong macet dan hapus buku ( write off);
2) Debitur tidak kooperatif lagi untuk menyelesaikan utangnya;
3) Debitur telah melarikan diri atau meninggal dunia sementara ahli waris
tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan seluruh tunggakan
kredit.
b. Aspek hukum pengikatan agunan
1) Pengikatan barang agunan telah sempurna (dibebani dengan akta
jaminan fidusia) dibuktikan dengan adanya akta jaminan fidusia;
2) Tidak terdapat sengketa atau gugatan apapun atas jaminan.
c. Pertimbangan ekonomis
1) Nilai jaminan dapat memback-up utang pokok dan sedapat mungkin
termasuk bunga ataupun denda
60

Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

Universitas Sumatera Utara

60

2) Barang jaminan dapat laku dilelang dan jika dibiarkan maka
dikhawatirkan akan rusak/musnah/dicuri/dijarah karena kurangnya
pengawasan sehingga nilai jaminan akan turun.
Apabila

objek

jaminan

kredit

berdasarkan

pertimbangan-

pertimbangan yang sudah dipaparkan di atas tadi telah cukup matang untuk
dilakukan eksekusi maka selanjutnya pihak PT. Bank BNI akan langsung
mengajukan eksekusi, dimana ada 3 (tiga) bentuk eksekusi yang dapat
dilakukan oleh PT. Bank BNI, dimana eksekusi yang dapat dilakukan
diantaranya:
a. Penjualan di bawah tangan objek jaminan fidusia
Eksekusi yang dilakukan melalui penjualan di bawah tangan
merupakan eksekusi yang sering sekali dilakukan oleh PT. Bank BNI,
dimana hal ini dikarenakan proses eksekusi melalui penjualan di bawah
tangan tidak banyak menemui kendala pada saat proses eksekusinya. 61
Eksekusi secara penjualan di bawah tangan sendiri dilakukan berdasarkan
kesepakatan antara pihak bank dengan pihak debitur yang bertujuan untuk
mencapai harga tertinggi yang menguntungkan para pihak tanpa dilakukan
di kantor pelelangan. Untuk pelaksanaan eksekusi secara penjualan di
bawah tangan, harus memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal Ayat 3, yang diantaranya:

61

Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

Universitas Sumatera Utara

61

1) Telah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis
oleh pihak pemberi dan/atau pemegang fidusia kepada pihak-pihak
yang berkepentingan;
2) Diumumkan sedikit-sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar
di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat;
3) Tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.
Pelaksanaan eksekusi secara penjualan di bawah tangan sendiri
yang dilakukan oleh pihak PT. Bank BNI, pada mulanya dilakukan dengan
memberitahukan kepada pihak debitur bahwa akan dilakukan proses
eksekusi tehadap benda objek jaminan fidusia, pemberitahuan sendiri
dilaksanakan beberapa hari sebelum tanggal eksekusi dilaksanakan,
sebagai upaya untuk memperoleh kepastian akan itikad baik debitur dalam
hal pemberian benda objek fidusia kepada bank untuk dapat segera
dilakukan proses eksekusi.62
Setelah bank memberitahukan kepada pihak debitur tentang waktu
pelaksanaan eksekusi bank akan melakukan penarikan benda yang menjadi
objek fidusia kepada debitur. Tahap selanjutnya setelah pihak bank
melakukan penarikan terhadap objek jaminan fidusia maka bank akan
melakukan penjualan terhadap benda objek jaminan fidusia tersebut,
namun biasanya dalam hal penjualan pihak bank akan memberikan
kewenangan kepada pihak debitur untuk menjual sendiri benda objek
jaminan fidusia tersebut secara bebas dengan memperhatikan semua
62

Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

Universitas Sumatera Utara

62

ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh PT. Bank BNI yang diantaranya
yaitu mengenai batas waktu penjualan benda objek jaminan fidusia serta
harga jual benda tersebut, oleh karena itu pihak debitur tidak dapat
menjual benda tersebut dengan harga atas kebijakan sendiri.63
Setelah benda objek fidusia tersebut terjual dengan harga yang
telah disepakati dan ditentukan, maka selanjutnya pihak debitur harus
menyerahkan seluruh hasil dari penjualan benda tersebut kepada pihak
bank, yang untuk nantinya diproses lebih lanjut oleh bank baik dari segi
pengambilan pelunasan serta pembuatan memo dan kwitansi pembayaran.
Setelah semua pelunasan berjalan dengan baik maka bank harus
memberitahukan dan menginformasikan secepatnya kepada kantor
pendaftaran fidusia untuk mencoret serta menghapus benda yang menjadi
objek jaminan fidusia dengan melampirkan tanda bukti pelunasan dari
bank sebagai kreditur bahwa hutang sudah hapus.64
Apabila hasil penjualan benda tersebut melebihi dari pembayaran
pelunasan semua utang debitur maka bank akan mengembalikan seluruh
sisa tersebut kepada pihak debitur, akan tetapi apabila hasil penjualan
tersebut masih kurang untuk mengkover seluruh utang debitur maka bank
akan meminta jaminan lainya kepada debitur untuk menutupi jumlah utang
yang tersisa.65

63

Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)
64
Wawancara dengan Madan,, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)
65
Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

Universitas Sumatera Utara

63

b. Eksekusi objek jaminan fidusia secara parate eksekusi
Pelaksanaan parate eksekusi objek jaminan fidusia, UndangUndang Jaminan Fidusia tidak mengatur secara khusus dalam peraturan
pelaksanaanya mengenai lelang ekskusi jaminan fidusia. Oleh karena itu,
ketentuan mengenai eksekusi lelang diatur secara tersendiri di dalam
Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908
Stb.1908:189 sebagaiman telah beberapa kali diubah terakhir dengan Stb.
1941:3) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
Pada PT. Bank BNI sendiri pelaksanaan parate eksekusi, dimulai
dengan memberitahukan kepada pihak debitur bahwa akan dilaksanakan
proses eksekusi objek jaminan fidusia melalui lelang, hal ini dilakukan
sebagai upaya untuk memperoleh kepastian akan itikad baik pihak debitur
untuk memberikan benda/barang objek jaminan fidusia kepada bank untuk
segera dapat dilakukan eksekusi.66
Setelah memberitahu kepada debitur mengenai akan dilakukanya
eksekusi objek jaminan fidusia melalui lelang, PT. Bank BNI akan
melakukan penarikan benda/barang objek jaminan fidusia yang masih
dikuasai secara fisik oleh debitur.67 sebagaimana yang diatur dalam Pasal
30 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang mengisyaratkan bahwa pemberi

66
Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)
67
Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

Universitas Sumatera Utara

64

fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia
dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia.
Setelah dilakukan penarikan objek jaminan fidusia, langkah
selanjutnya PT. Bank BNI mengajukan permohonan lelang secara tertulis
yang langsung ditujukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang (KPKNL) melalui balai lelang di wilayah hukum objek
jaminan fidusia itu berada dengan melampirkan dokumen-dokumen yang
dipersyaratkan.68 Menurut Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa tempat pelaksanaan lelang harus
dalam wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan pejabat lelang kelas II
tempat barang berada. Dalam permohonan lelang ini dinyatakan hari dan
tanggal yang diinginkan untuk pelaksanaan lelang serta menentukan cara
penawaran yang diinginkan. Adapun biasanya dokumen-dokumen yang
dilengkapi oleh PT. Bank BNI untuk melaksanakan eksekusi jaminan
fidusia adalah sebagai berikut:69
1) Daftar benda/ barang yang akan dilelang;
2) Nilai limit;
Pada praktik di PT. Bank BNI, nilai objek jaminan fidusia ditentukan
berdasarkan penilaian oleh penilai independen yang berasal dari
asosiasi penilai agunan yang terdaftar. Berdasarkan Pasal 36 Ayat 1
dan 2 Peraturan Menteri Keuangan menyatakan bahwa penjual/

68
Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)
69
Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

Universitas Sumatera Utara

65

pemilik barang dalam menetapkan nilai limit berdasarkan penilaian
oleh penilai atau penaksiran oleh penaksir/ tim penaksir yang
independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
3) Salinan/ fotocopy (legalisir) perjanjian kredit antara PT. Bank BNI
dengan debitur baik yang berupa akta di bawah tangan ataupun akta
notariil;
4) Salinan/ fotocopy (legalisir) akta jaminan fidusia dan sertifikat jaminan
fidusia;
5) Salinan/ fotocopy (legalisir) perincian utang atau jumlah kewajiban
debitur yang harus dibayar;
6) Salianan/ fotocopy (legalisir) somasi yang menyatakan debitur
melakukan wanprestasi;
7) Surat keterangan dari bank selaku penjual yang menyatakan bahwa
barang yang akan dilelang dalam penguasaan penjual;
8) Surat pernyataan dari bank selaku kreditur yang mengajukan
permohonan lelang yang isinya akan bertanggung jawab apabila terjadi
gugatan;
9) Asli dan/atau fotocopy (legalisir) bukti kepemilikan benda/barang
objek jaminan fidusia;
10) Salinan/fotocopy

(legalisir)

surat

pemberitahuan

dari

kreditur

mengenai rencana pelaksanaan lelang kepada debitur yang diserahkan
paling lama 1 (satu) hari sebelum lelang dilaksanakan.

Universitas Sumatera Utara

66

Apabila semua persyaratan telah terpenuhi dan telah diajukan oleh
PT. Bank BNI kepada KPKNL, maka selanjutnya pihak KPKNL akan
menetapkan waktu pelelangan yang diikuti dengan pengumuman lelang,
untuk lelang objek jaminan fidusia diumumkan 1 (satu) kali melalui surat
kabar harian yang selambat-lambatnya 6 (enam) hari sebelum pelaksanaan
lelang.70 Adapun yang menjadi maksud adanya pengumuman lelang
adalah:71
1) Agar dapat diketahui oleh masyarakat luas sehingga bagi yang
berminat dapat menghadiri pelaksanaan lelang;
2) Memberikan kesempatan kepada pihak ketiga yang merasa dirugikan
untuk mengajukan sanggahan;
3) Sebagai shock therapy bagi debitur untuk melunasi kewajiban
utangnya kepada kreditur, karena apabila tidak dilunasi maka barang
milik debitur dilelang untuk pelunasan utang debitur.
Menurut Pak Madan Pegawai PT. Bank BNI bagian seksi
penyelamatan kredit, bahwa biasanya sebelum pelelangan dilaksanakan
maka pihak PT. Bank BNI sudah menemukan calon pembeli yang
berencana untuk membeli objek yang dilelang, karena jika pembeli belum
ada pada saat pelaksanaan lelang maka pihak bank akan mengalami
kerugian dalam hal biaya pelaksanaan lelang. Oleh karena itu, biasanya

70

Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)
71
FX. Ngadijamo, Op.Cit., hlm.277

Universitas Sumatera Utara

67

sebelum melakukan pelelangan di KPKNL sudah ditemukan calon
pembeli yang pasti.72
Setelah proses lelang eksekusi objek jaminan fidusia dilakukan
pejabat lelang kelas I di KPKNL, PT. Bank BNI membayar biaya-biaya
lelang yang meliputi bea lelang sebesar 1% (satu persen) dan nilai lelang
yang terbentuk dan pajak penjualan sebesar 5% (lima persen) dari nilai
lelang yang terbentuk dan disetorkan ke kas negara.73
Apabila hasil lelang objek jaminan fidusia melebihi dari nilai
penjaminan maka PT. Bank BNI selaku penerima fidusia wajib
mengembalikan sisa hasil penjualan dari eksekusi lelang kepada debitur.
Apabila hasil dari penjualan lelang tidak cukup untuk melunasi utang
debitur maka pihak PT. Bank BNI tetap berhak untuk menagih sisa utang
dari debitur. Pasal 34 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan
bahwa dalam hal eksekusi melebihi nilai penjamin, penerima fidusia wajib
mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia dan apabila
hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur tetap
bertanggung jawab atas utang yang belum dibayar.
Pelaksanaan parate eksekusi objek jaminan fidusia yang dilakukan
oleh PT. Bank BNI di kantor lelang, biasanya tidak memerlukan
permohonan fiat eksekusi dari Pengadilan Negeri yang dimintakan oleh

72
Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)
73
Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

Universitas Sumatera Utara

68

pihak kantor lelang.74hal ini menunjukan bahwa parate eksekusi jaminan
fidusia merupakan kemudahan yang diberikan oleh Undang-Undang
Jaminan Fidusia kepada kreditur selaku penerima fidusia untuk
melaksanakan eksekusi bila debitur melakukan cidera janji (wanprestasi),
namun hal itu hanya jika pihak debitur tidak mengajukan keberatan atas
proses parate ekskusi dengan mengajukan gugatan, namun apabila pihak
debitur mengajukan gugatan maka dalam hal ini fiat eksekusi dari
pengadilan masih tetap diperlukan.
Berbeda halnya dengan parate eksekusi terhadap hak tanggungan
melalui lelang dalam praktik. Secara normatif, Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, menegaskan bahwa
apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama
mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan
sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya
dari hasil penjualan tersebut. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 6
Undang-Undang Hak Tanggungan dinyatakan bahwa hak untuk menjual
objek jaminan hak tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah
satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh
pemegang hak tanggungan. Hal ini menunjukan bahwa dalam parate
eksekusi melalui lelang, penerima hak tanggungan dapat melaksanakan
eksekusi langsung tanpa adanya permohonan fiat eksekusi dari Pengadilan
Negeri.
74

Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

Universitas Sumatera Utara

69

Akan tetapi dalam praktiknya, pelaksanaan parate eksekusi hak
tanggungan, masih ada beberapa pihak kantor lelang meminta permohonan
fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri sebelum pelaksanaan lelang
objek hak tanggungan. Biasanya mengapa pihak lelang meminta fiat
pengadilan, hal ini dikarenakan adanya Keputusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia (MARI) tanggal 30 Januari 1986 Nomor 3210
K/Pdt/84 yang membatalkan putusan Pengadilan Tinggi dan menyatakan
penjualan lelang berdasarkan parate eksekusi yang telah dilakukan tanpa
melalui Ketua Pengadilan Negeri adalah perbuatan melanggar hukum dan
lelang yang bersangkutan adalah batal.75
c. Eksekusi secara titel eksekutorial
Eksekusi berdasarkan titel eksekutorial ini baru akan dilaksanakan oleh
pihak PT. Bank BNI apabila, pihak debitur tidak terima atas proses parate
eksekusi sehingga pihak debitur mengajukan gugatan ke pengadilan untuk
membatalkan parate eksekusi melalui pelelangan umum yang dilakukan
oleh pihak bank, tindakan debitur ini membawa dampak pihak KPKNL
tidak bisa melaksanakan eksekusi, sehingga untuk mengatasi persoalan
tersebut maka terlebih dahulu pihak bank akan meminta fiat pengadilan
untuk pelaksanaan eksekusinya. 76
Eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan berdasarkan titel
eksekutorial ini dilakukan melalui Pengadilan Negeri, dimana tata caranya

75
Arie S. Hutagalung, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi (Suatu
Kumpulan Karangan, Cet. Ke 2, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2002 hlm.346
76
Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang
Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

Universitas Sumatera Utara

70

diatur dalam Pasal 224 HIR/258 RBG. Dimana tata caranya adalah sebagai
berikut:
1) Diajukan permohonan lelang eksekusi kepada Ketua Pengadilan
Negeri;
2) Kemudian dilakukan pendaftaran lelang eksekusi;
3) Setelah proses pendaftaran berjalan, kemudian oleh Pengadilan Negeri
dilakukan peringatan (aanmaning) kepada debitur d