Tanggungjawab Kreditur (Bank) Dalam Mengembalikan Piutang Dengan Jaminan Fidusia (Studi Pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana Madani Medan)

(1)

i

TANGGUNGJAWAB KREDITUR (BANK) DALAM

MENGEMBALIKAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA

(Studi pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana

Madani Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

TUMPAL UTRECHT NAPITUPULU NIM : 110200119

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ii

TANGGUNGJAWAB KREDITUR (BANK) DALAM

MENGEMBALIKAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA

(Studi pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana

Madani Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

TUMPAL UTRECHT NAPITUPULU NIM : 110200119

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS

2015

Puspa Melati SH, M.Hum NIP. 1962044211988031004 NIP.196801281994032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

i

ABSTRAK

Tumpal Utrecht Napitupulu* Tan Kamello** Puspa Melati Hasibuan***

Kondisi yang demikian menyebabkan kreditur merasa tidak aman dan untuk memastikan pengembalian uangnya, maka kreditur tentunya akan meminta kepada debitur untuk mengadakan perjanjian tambahan guna menjamin dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah disepakati sebelumnya diatara kreditur dan debitur. Beberapa permasalahan yang diangkat, antara lain Bagaimana pengaturan pengembalian piutang dengan jaminan fidusia, Bagaimana kedudukan kreditur (bank) dalam mengembalikan piutang dengan jaminan fidusia dan Bagaimana Tanggungjawab Kreditur Dalam Mengembalikan piutang Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus BPR Mitra Dana Manani).

Adapun metode yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris, data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder serta pengumpulan data yang digunakan studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pengaturan pengembalian piutang dengan jaminan fidusia dalam ketentuan Pasal 1754 KUHPerdata dan Pasal 1389 KUH Perdata, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999, Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Adapun tata cara pendaftaran jaminan fidusia yang dilakukan oleh penerima fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia sehubungan adanya permohonan pendaftaran jaminan fidusia oleh penerima fidusia, diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Kreditur yang mempunyai kedudukan preferen, dalam hal debitur dinyatakan utang, biasa disebut sebagai kreditur Separatis. Kreditur Separatis adalah kreditur yang memiliki jaminan hutang kebendaan (hak jaminan) sepert hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia, dan lain-lain. Tanggungjawab kreditur dalam mengembalikan piutang dengan jaminan fidusia (Studi Kasus BPR Mitra Dana Manani) dalam hal terdapat klausul di dalam akta jaminan fidusia yaitu debitur atau pemberi fidusia memberikan kuasa secara langsung kepada kreditur atau penerima fidusia untuk melakukan penagihan kepada pihak ketiga tanpa memerlukan persetujuan dari debitur atau pihak ketiga. Sehingga dengan adanya klausul tersebut penerima fidusia dapat melakukan segala sesuatu yang dianggap perlu bagi kreditur atau penerima fidusia baik melakukan perdamaian ataupun pembuat perjanjian-perjanjian baru antara penerima fidusia dengan pihak ketiga

Kata kunci : Tanggungjawab, Piutang, Fidusia

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU/Penulis

**) Dosen/Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing I ***) Dosen/ Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing II


(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Sang Causa Prima Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan karya ilmiah dengan judul

“Tanggungjawab Kreditur (Bank) dalam Mengembalikan Piutang dengan Jaminan Fidusia (Studi pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana Madani Medan)” yang disusun dan diajukan untuk memenuhi syrarat memperoleh gelar

Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM, selaku pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. H. Ok. Saidin, SH. M.Hum, selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Rabiatul Syahriah, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

iii

4. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS, selaku Dosen Pembimbing I yang banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

5. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

6. Kepada Kedua orang tua saya Bapak Augus Napitupulu,SH dan Ibu Anita Sere Simanjuntak,SH,Spn atas segala perhatian,dukungan, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Kepada Saudara-saudara Saya Corry Napitupulu,SH,SiP ,dr Conny Napitupulu ,Ipda D.Raja P Napitupulu,SiK dan Imelda Clara Napitupulu telah banyak memberikan perhatian,dukungan dan doa kepada penulis

8. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

9. Kepada Bung dan Sarinah GmnI FH USU ,Pendukung T2 (Tumpal-Tommy) pada saat pemilihan Capresma dan Cawapresma Pema USU 2014 dan Mahasiswa/I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara stambuk 2011 selama menjalani perkuliahan..

10. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(6)

iv

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2015 Penulis


(7)

1

ABSTRAK

Tumpal Ultrecht Napitupulu* Tan Kamello** Puspa Melati Hasibuan***

Kondisi yang demikian menyebabkan kreditur merasa tidak aman dan untuk memastikan pengembalian uangnya, maka kreditur tentunya akan meminta kepada debitur untuk mengadakan perjanjian tambahan guna menjamin dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah disepakati sebelumnya diatara kreditur dan debitur. Beberapa permasalahan yang diangkat, antara lain Bagaimana pengaturan pengembalian piutang dengan jaminan fidusia, Bagaimana kedudukan kreditur (bank) dalam mengembalikan piutang dengan jaminan fidusia dan Bagaimana Tanggungjawab Kreditur Dalam Mengembalikan piutang Dengan Jaminan Fidusia (Studi pada BPR Mitra Dana Manani).

Adapun metode yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris, data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder serta pengumpulan data yang digunakan studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pengaturan pengembalian piutang dengan jaminan fidusia dalam ketentuan Pasal 1754 KUHPerdata dan Pasal 1389 KUH Perdata, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999, Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Adapun tata cara pendaftaran jaminan fidusia yang dilakukan oleh penerima fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia sehubungan adanya permohonan pendaftaran jaminan fidusia oleh penerima fidusia, diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Kreditur yang mempunyai kedudukan preferen, dalam hal debitur dinyatakan utang, biasa disebut sebagai kreditur Separatis. Kreditur Separatis adalah kreditur yang memiliki jaminan hutang kebendaan (hak jaminan) sepert hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia, dan lain-lain. Tanggungjawab kreditur dalam mengembalikan piutang dengan jaminan fidusia (Studi pada BPR Mitra Dana Manani) dalam hal terdapat klausul di dalam akta jaminan fidusia yaitu debitur atau pemberi fidusia memberikan kuasa secara langsung kepada kreditur atau penerima fidusia untuk melakukan penagihan kepada pihak ketiga tanpa memerlukan persetujuan dari debitur atau pihak ketiga. Sehingga dengan adanya klausul tersebut penerima fidusia dapat melakukan segala sesuatu yang dianggap perlu bagi kreditur atau penerima fidusia baik melakukan perdamaian ataupun pembuat perjanjian-perjanjian baru antara penerima fidusia dengan pihak ketiga

Kata kunci : Tanggungjawab, Piutang, Fidusia

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU/Penulis

**) Dosen/Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing I ***) Dosen/ Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing II


(8)

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

Bab I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Keaslian Penulisan ... 6

F Metode Penelitian. ... 7

G. Sistematika Penelitian ... 9

BAB II : TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA ... 11

A. ... Ket entuan Hukum Jaminan Menurut KUH Perdata Dan KUH Dagang ... 11

B. Dasar Hukum Jaminan Fidusia ... 22

C. Ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ... 28

D. Peraturan Perundang-undangan lain yang berkaitan dengan Penjaminan utang ... 36

BAB III : KEDUDUKAN KREDITUR (BANK) DALAM MENGEMBALIKAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA ... 41

A. Hak Kreditur dan Lembaga jaminan ... 41


(9)

2

C. Tingkatan Piutang yang didahulukan ... 48

D. Perjanjian fidusia dalam perbankan ... 55

E. Kedudukan Kreditur (Bank) Penerima Fidusia dalam Hal Mengembalikan Piutang ... 64

BAB IV : TANGGUNGJAWAB KREDITUR DALAM MENGEMBALIKAN HUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA (STUDI PADA BPR MITRA DANA MANANI MEDAN) ... 72

A. Pelaksanaan Pemberian kredit dengan jaminan fidusia pada BPR Mitra Dana Manani ….... ... 72

B. Tanggungjawab pemberi kredit apabila debitur mengalami wansprestasi/ingkar janji dan benda yang dijaminkan debitur mengalami penyusutan harga pada BPR Mitra Dana Madani ... … …. ……... 77

C. Penyelesaian hutang kreditur dengan jaminan fidusia pada BPR Mitra Dana Manani... 90

BAB V : PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95


(10)

i

ABSTRAK

Tumpal Utrecht Napitupulu* Tan Kamello** Puspa Melati Hasibuan***

Kondisi yang demikian menyebabkan kreditur merasa tidak aman dan untuk memastikan pengembalian uangnya, maka kreditur tentunya akan meminta kepada debitur untuk mengadakan perjanjian tambahan guna menjamin dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah disepakati sebelumnya diatara kreditur dan debitur. Beberapa permasalahan yang diangkat, antara lain Bagaimana pengaturan pengembalian piutang dengan jaminan fidusia, Bagaimana kedudukan kreditur (bank) dalam mengembalikan piutang dengan jaminan fidusia dan Bagaimana Tanggungjawab Kreditur Dalam Mengembalikan piutang Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus BPR Mitra Dana Manani).

Adapun metode yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris, data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder serta pengumpulan data yang digunakan studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pengaturan pengembalian piutang dengan jaminan fidusia dalam ketentuan Pasal 1754 KUHPerdata dan Pasal 1389 KUH Perdata, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999, Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Adapun tata cara pendaftaran jaminan fidusia yang dilakukan oleh penerima fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia sehubungan adanya permohonan pendaftaran jaminan fidusia oleh penerima fidusia, diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Kreditur yang mempunyai kedudukan preferen, dalam hal debitur dinyatakan utang, biasa disebut sebagai kreditur Separatis. Kreditur Separatis adalah kreditur yang memiliki jaminan hutang kebendaan (hak jaminan) sepert hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia, dan lain-lain. Tanggungjawab kreditur dalam mengembalikan piutang dengan jaminan fidusia (Studi Kasus BPR Mitra Dana Manani) dalam hal terdapat klausul di dalam akta jaminan fidusia yaitu debitur atau pemberi fidusia memberikan kuasa secara langsung kepada kreditur atau penerima fidusia untuk melakukan penagihan kepada pihak ketiga tanpa memerlukan persetujuan dari debitur atau pihak ketiga. Sehingga dengan adanya klausul tersebut penerima fidusia dapat melakukan segala sesuatu yang dianggap perlu bagi kreditur atau penerima fidusia baik melakukan perdamaian ataupun pembuat perjanjian-perjanjian baru antara penerima fidusia dengan pihak ketiga

Kata kunci : Tanggungjawab, Piutang, Fidusia

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU/Penulis

**) Dosen/Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing I ***) Dosen/ Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing II


(11)

3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat disangkal bahwa kegiatan tersebut dilakukan oleh siapapun sebagai bagian dari upaya peningkatan perekonomian negara. Salah satu faktor yang menjadi modal penting untuk menjalankan dan mengembangkan suatu usaha ekonomi tersebut adalah dana atau uang. Dana atau uang yang dibutuhkan guna pelaksanaan dan pengembangan usaha dapat diperoleh dengan cara pinjaman/piutang atau kredit melalui jasa perbankan. Bagi kalangan pengusaha dan atau pelaku usaha, utang-piutang merupakan kegiatan yang mewarnai dinamika pengembangan usaha.

Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur) disatu pihak dan Penerima utang (debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada diri kreditur, yaitu untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada debitur, dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari debitur pada waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak pada saat pemberian kredit tersebut disetujui oleh para pihak. Selama proses ini tidak menghadapi masalah dalam arti kedua pihak melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan, maka


(12)

4

persoalan tidak akan muncul. Biasanya persoalan baru muncul jika debitur lalai mengembalikan uang pinjaman pada saat yang telah diperjanjikan.1

Kondisi yang demikian menyebabkan kreditur merasa tidak aman dan untuk memastikan pengembalian uangnya, maka kreditur tentunya akan meminta kepada debitur untuk mengadakan perjanjian tambahan guna menjamin dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah disepakati sebelumnya diatara kreditur dan debitur. Untuk menjamin pelunasan utang dari pihak debitur pada waktunya, seringkali kreditur tidak akan memberi kredit jika tidak ada jaminan, dan perjanjian pemberian jaminan itu sendiri tidak mungkin lahir selain harus didahului dengan adanya suatu perjanjian pokok yang mendasari lahirnya utang piutang atau kewajiban dari pihak debitur kepada kreditur.2

Pengembalian utang dalam hal ini dapat berupa, pengembalian sebagai kecil atau sebagian kecil atau sebagaian besar, yang jelas masih ada sisa utang. Juga dapat berupa, yang dikembalikan hanya utang pokoknya saja, sedang bunganya belum pernah dibayar atau sebaliknya yang baru dibayar bunganya saja sedangkan utang pokoknya belum dibayar. Utang yang baru sebagian dibayar, terlebih hanya sebagian kecil yang dibayar, kemudian selebihnya atau sisa utangnya sulit diharapkan, biasanya menjadi masalah bagi kreditur.3

1

Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 3.

2

Penjelasan Pasal 8, Undang-Undang Perbankan, UU Nomor 10 Tahun 1998 3

Gatot Supramono, Perjanjian Utang-Piutang, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2013), hal. 32.

Jaminan utang dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak kebendaannya kepada pemegang jaminan.


(13)

5

Hubungan utang-piutang kreditur sering kali disertai jaminan. Jaminan tersebut dapat berupa benda dan dapat pula berupa uang.4 Dasar kepercaayaan inilah terjadi karena adanya kebutuhan masyarakat akan kredit dengan jaminan benda bergerak tanpa melepas barang/jaminan karena adanya kebutuhan terhadap barang jaminan yang dimaksud. Jaminan fidusia sebagai agunan suatu ikatan hutang piutang mempunyai daya tarik khusus, karena pemilik benda yang dijaminkan tidak perlu menyerahkan benda tersebut kepada pemberi hutang (kreditur), sehingga barang tersebut masih tetap dapat dipergunakan untuk menunjang usahanya. Dan inilah yang seringkali dijadikan unsure menarik dan positif bagi pelaku usaha untuk menggunakannya dalam rangka memperbesarkan modal usahanya.5

Jaminan Fidusia merupakan salah satu jaminan kebendaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya akan disebut UUJF). Bentuk jaminan fidusia sudah mulai digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah, dan cepat. Pranata jaminan fidusia yang ada saat ini memang memungkinkan kepada Pemberi fidusia untuk menguasai benda yang dijaminkan, guna menjalankan atau melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan jaminan fidusia tersebut.6

4

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2014), hal. 171.

5 Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi & Bisnis,

(Jakarta : Mitra Wacana Media, 2013), hal. 62.

6

J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, cet. I, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 157.

Perlindungan kepentingan kreditur terhadap kemungkinan penyalahgunaan debitur yang tetap menguasai benda jaminan diberikan dengan


(14)

6

ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UUJF. Namun dalam Pasal 23 ayat (2) UUJF menyebutkan bahwa memberikan larangan tertentu, bahwa pengecualian yang disebutkan dalam Pasal 21 dan Pasal 23 ayat (1) UUJF hanya terbatas pada benda jaminan yang berupa barang persediaan saja. Untuk benda-benda di luar stock barang dagangan berlakulah ketentuan umum tentang fidusia, termasuk apa yang disebutkan dalam Pasal 23 ayat (2) tersebut diatas.7

Pasal 1131 KUH Perdata tersebut mengandung asas bahwa setiap orang bertanggungjawab terhadap utangnya, tanggungjawab yang mana berupa penyediaan kekayaannya baik benda bergerak maupun benda tak bergerak, jika perlu dijual untuk melunasi utang-utangnya. Asas ini sangat adil, sesuai dengan asas kepercayaan di dalam hukum perikatan, di mana setiap orang yang memberikan utang kepada seorang (kreditur) percaya bahwa debitur akan melunasi utangnya dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Setiap orang wajib memenuhi apa yang telah dijanjikannya sebagai wujud dari tanggungjawab moral yang sekaligus merupakan tanggungjawab hukum.8

Jaminan-jaminan di Bank Perkreditan Rakyat sering kali tidak diikat menurut hukum yang berlaku, sebagaimana akan dilakukan penelitian pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana Madani. Hal ini tentu merugikan Pihak Ketiga dan Bank itu sendiri, karena objek jaminan yang diberikan tidak terikat secara sah menurut hukum. Hal ini disebabkan oleh karena proses pengikatan jaminan menurut hukum yang berlaku memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit, sedangkan market Bank Perkreditan Rakyat (selanjutnya disebut juga BPR)

7

Ibid, hal. 226.

8

Abdul R. Salim, Hermansyah dan Ahmad Jalis, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori


(15)

7

adalah Debitur menengah ke bawah yang kreditnya relatif kecil. Dengan demikian Pengikatan jaminan yang seyogyanya bertujuan menyelamatkan BPR dapat menjadi buah simalakama, karena biaya pengikatan yang mahal dapat menyebabkan nasabah enggan meminjam uang/mengambil kredit di BPR, mereka memilih meminjam pada rentenir yang tanpa jaminan.9

1. Bagaimana pelaksanaan tata cara pemberian kredit dengan jaminan fidusia pada BPR Mitra Dana Madani Medan?

Dengan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Tanggungjawab Kreditur (Bank) dalam

Mengembalikan Piutang dengan Jaminan Fidusia (Studi pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana Madani Medan).”

B. Permasalahan

Adapun yang merupakan permasalahan yang timbul dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

2. Bagaimana tanggungjawab pemberian kredit apabila debitur mengalami wanprestasi/ingkat janji dan bendak yang dijaminkan debitur mengalami penyusutan harga pada BPR Mitra Dana Madani Medan?

3. Bagaimana penyelesaian utang debitur dengan jaminan fidusia pada BPR Mitra Dana Madani Medan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :

9

Grace Giovani , Waarmerking: Solusi pengikatan Jaminan yang Legal dan Terjangkau,


(16)

8

a. Untuk mengetahui pelaksanaan tata cara pemberian kredit dengan jaminan fidusia pada BPR Mitra Dana Madani Medan.

b. Untuk mengetahui tanggungjawab pemberian kredit apabila debitur mengalami wanprestasi/ingkat janji dan bendak yang dijaminkan debitur mengalami penyusutan harga pada BPR Mitra Dana Madani Medan.

c. Untuk mengetahui penyelesaian utang debitur dengan jaminan fidusia pada BPR Mitra Dana Madani Medan.

D. Manfaat penelitian

Dalam penelitian ini akan diperoleh beberapa tujuan penelitian, antara lain:

a. Penelitian diharapkan menjadi bahan untuk pengembangan wawasan dan kajian lebih lanjut bagi para teoritis yang ingin mengetahui dan memperdalam tentang tanggungjawab kreditur (bank) dalam mengembalikan piutang dengan Jaminan Fidusia.

b. Untuk menerapkan pengetahuan secara praktis agar masyarakat mengetahui bagaimana tanggungjawab kreditur (bank) dalam mengembalikan piutang dengan jaminan fidusia.

E. Keaslian Penulisan

Adapun judul tulisan ini adalah Tanggungjawab Kreditur (Bank) dalam Mengembalikan Piutang dengan Jaminan Fidusia (Studi pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana Madani Medan), judul skripsi ini belum pernah ditulis, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.


(17)

9

F. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Sifat / Jenis Penelitian

Sifat / Jenis Penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah bersifat deskriptif analisis mengarah kepada penelitian yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.

2. Bahan Hukum

Materi dalam skripsi ini di ambil dari sekunder. Data sekunder yang di maksud adalah :

a. Bahan Hukum Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung kepada sumbernya, dengan cara mewawancarai. Dokumen-dokumen hukum yang mengikat dan diterapkan oleh pihak yang berwenang seperti peraturan dasar perundang-undangan. Tulisan ini antara lain adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.


(18)

10 b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.10 Semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang UUJF, seperti seminar-seminar, makalah-makalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan dari beberapa sumber-sumber dari website ataupun jurnal yang mengulas tentang pelaksanaan UUJF dan lain-lain yang ada kaitannya dengan skripsi ini sebagai bahan acuan dalam pembahasan skripsi ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus bahasa Indonesia, kamus istilah hukum, kamus istilah ilmiah, ensiklopedia, dan lainnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Identifikasi isi dengan metode studi kepustakaan, dimana metode ini digunakan dalam rangka memperoleh data sekunder, yaitu mengumpulkan data berupa buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan yang sesuai dan lain sebagainya dengan membaca dan mengkajinya. Beberapa data juga diperoleh dari BPR Mitra Dana Madani Medan melalui daftar wawancara dengan Bapak Drs Harlen Simanjuntak, MM selaku Direktur.

10

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012), hal. 185.


(19)

11 4. Analisa Data

Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, studi dokumen, dan penelitian lapangan maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisa kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan.

Metode analisa data menggunakan analisa kualitatif, yaitu data yang di peroleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisa secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. Untuk memperoleh data dari sumber ini penulis menafsirkan, membandingkan serta menterjemahkan berbagai buku dan artikel yang berhubungan dengan kedudukan benda jaminan yang dibebani UUJF apabila terjadi eksekusi dalam hal pemberi fidusia, serta buku-buku mengenai UUJF.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Permasalahan, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.


(20)

12

BAB II : TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN

PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. Bab ini berisikan tentang Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang, Dasar hukum Jaminan Fidusia, Ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Perundang-undangan lain yang berkaitan dengan Penjaminan utang

BAB III : KEDUDUKAN KREDITUR (BANK) DALAM

MENGEMBALIKAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. Bab ini berisikan tentang Hak Kreditur dan Lembaga jaminan, Benda Jaminan Fidusia tidak mencukupi Membayar hutang, Tingkatan Piutang yang didahulukan, Perjanjian fidusia dalam perbankan dan Kedudukan Kreditur (Bank) Pemegang Tanggungan dalam hal mengembalikan piutang.

BAB IV : TANGGUNGJAWAB KREDITUR DALAM

MENGEMBALIKAN HUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA (STUDI KASUS BPR MITRA DANA MADANI MEDAN). Bab ini berisi tentang Pelaksanaan Pemberian kredit dengan jaminan fidusia pada BPR Mitra Dana Madani Medan, Tanggungjawab pemberi kredit apabila debitur mengalami wansprestasi/ingkar janji dan benda yang dijaminkan debitur mengalami penyusutan harga pada BPR Mitra Dana Madani Medan dan Penyelesaian hutang kreditur dengan jaminan fidusia pada BPR Mitra Dana Madani Medan.


(21)

13

BAB V : Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.


(22)

14

BAB II

TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA

A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang

Dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan yang sepenuhnya mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan utang. Materi atau isi peraturan perundang-undangan tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang secara khusus mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan utang, antara lain mengenai prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga-lembaga jaminan, objek jaminan utang, penanggungan utang dan sebagainya.

Pada dasarnya istilah jaminan itu berasal dari kata “jamin” yang berarti, “tanggung”, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan.11 Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin

dipenuhinya tagihannya, di samping pertanggungjawab umum debitur terhadap barang-barangnya.12 Istilah jaminan berasal dari kata Jamin berarti tanggung, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan.13

11 Abdul R. Salim, Hermansyah dan Ahmad Jalis, Op.Cit, hal. 19.

12 Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta : RajaGrafindo

Persada, 2007), hal. 21.

13

Oey Hoey Tiong, Fiducia sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1083), hal. 14.

Arti jaminan menurut Undang-undang yang lama diberi istilah “agunan” sedangkan “jaminan” menurut Undang-undang perbankan yang diubah diberi arti sebagai keyakinan atas itikad


(23)

15

dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan.14

Di dalam KUHPerdata tercantum beberapa ketentuan yang dapat digolongkan sebagai hukum jaminan. Hukum jaminan dalam ketentuan hukum KUHPerdata adalah sebagaimana yang terdapat pada Buku Kedua yang mengatur tentang prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga-lembaga jaminan (Gadai dan Hipotek) dan pada Buku Ketiga yang mengatur tentang penanggungan utang adalah sebagai berikut:15

Pasal 1131 KUHPerdata mengatur tentang kedudukan harta pihak peminjam, yaitu bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya merupakan jaminan (tanggungan) atas utangnya. Pasal 1131 KUHPerdata menetapkan bahwa semua harta pihak peminjam, baik yang berupa harta bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari merupakan jaminan atas perikatan utang pihak peminjam. Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata merupakan salah satu ketentuan pokok dalam hukum jaminan, yaitu mengatur tentang kedudukan harta pihak yang berutang (pihak peminjam) atas perikatan utangnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata pihak pemberi pinjaman 1. Prinsip-prinsip Hukum Jaminan

Beberapa prinsip hukum jaminan sebagaimana yang diatur oleh ketentuan ketentuan KUHPerdata adalah sebagai berikut.

a. Kedudukan Harta Pihak Peminjam

14 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama, 2001), hal. 282.

15

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 9.


(24)

16

akan dapat menuntut pelunasan utang pihak peminjam dari semua harta yang bersangkutan, termasuk harta yang masih akan dimilikinya di kemudian hari. Pihak pemberi pinjaman mempunyai hak untuk menuntut pelunasan utang dari harta yang akan diperoleh oleh pihak peminjam di kemudian hari. Dalam praktik sehari-hari yang dapat disebut sebagai harta yang akan ada di kemudian hari adalah misalnya berupa warisan, penghasilan, gaji, atau tagihan yang akan diterima pihak peminjam. Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata sering pula dicantumkan sebagai salah satu klausul dalam perjanjian kredit perbankan. Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata yang dicantumkan sebagai klausul dalam perjanjian kredit bila ditinjau dari isi (materi) perjanjian disebut sebagai isi yang naturalia. Klausul perjanjian yang tergolong sebagai isi yang naturalia merupakan klausul fakultatif, artinya bila dicantumkan sebagai isi perjanjian akan lebih baik, tetapi bila tidak dicantumkan, tidak menjadi masalah kecacatan perjanjian karena hal (klausul) yang seperti demikian sudah diatur oleh ketentuan hukum yang berlaku. Dengan memperhatikan kedudukan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata bila dikaitkan dengan suatu perjanjian pinjaman uang, akan lebih baik ketentuan tersebut dimasukkan sebagai klausul dalam perjanjian pinjaman uang, termasuk dalam perjanjian kredit. Istilah perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut KUHPerdata) masuk pada perjanjian pinjam meminjam sebagaimana yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 1754 KUHPerdata yang berbunyi “Pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang


(25)

17

lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula”. b. Kedudukan Pihak Pemberi Pinjaman

Bagaimana kedudukan pihak pemberi piinjaman terhadap harta pihak peminjam dapat diperhatikan dari ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata. Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa kedudukan pihak pemberi pinjaman dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu:

1) Yang mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan piutang masing-masing; dan

2) Yang mempunyai kedudukan didahulukan dari pihak pemberi pinjaman yang lain berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.

Pasal 1132 KUHPerdata menetapkan bahwa harta pihak peminjam menjadi jaminan bersama bagi semua pihak pemberi pinjaman, hasil penjualan harta tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara pihak pemberi pinjaman itu mempunyai alasan yang sah untuk didahulukan.

Dalam praktik perbankan pihak pemberi pinjaman disebut kreditur dan pihak peminjam disebut nasabah debitur atau debitur. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai kedudukan didahulukan lazim disebut sebagai kreditur preferen dan pihak pemberi pinjaman yang mempunyai hak berimbang disebut sebagai kreditur konkuren. Mengenai alasan yang sah untuk didahulukan sebagaimana yang tercantum pada bagian akhir


(26)

18

ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata adalah berdasarkan ketentuan dari peraturan perundang-undangan, antara lain berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Pasal 1133 KUHPerdata, yaitu dalam hal jaminan utang diikat melalui gadai atau hipotek.

c. Larangan memperjanjikan pemilikan objek jaminan utang oleh pihak pemberi pinjaman

Pihak pemberi pinjaman dilarang memperjanjikan akan memiliki objek jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji (wanprestasi). Ketentuan yang demikian diatur oleh Pasal 1154 KUHPerdata tentang Gadai, Pasal 1178 KUHPerdata tentang Hipotek. Larangan bagi pihak pemberi pinjaman untuk memperjanjikan akan memiliki objek jaminan utang sebagaimana yang ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan lembaga jaminan tersebut tentunya akan melindungi kepentingan pihak peminjam dan pihak pemberi pinjaman lainnya, terutama bila nilai objek jaminan melebihi besarnya nilai utang yang dijamin. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai hak berdasarkan ketentuan lembaga jaminan dilarang serta-merta menjadi pemilik objek jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji. Ketentuan-ketentuan seperti tersebut di atas tentunya akan dapat mencegah tindakan sewenang-wenang pihak pemberi pinjaman yang akan merugikan pihak peminjam.

2. Gadai

Gadai adalah salah satu lembaga jaminan yang akan dapat digunakan untuk mengikat objek jaminan utang yang berupa barang bergerak. Gadai diatur oleh ketentuan-ketentuan Pasal 1150 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1160


(27)

19

KUHPerdata. Beberapa di antara ketentuan gadai sebagaimana yang tercantum dalam KUHPerdata adalah sebagai berikut :

a. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya, dengan mengecualikan biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya tersebut harus didahulukan (Pasal 1150 KUHPerdata).

b. Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokok. (Pasal 1151 KUHPerdata) Perjanjian Gadai dalam kehidupan sehari-hari dapat berupa akta autentik atau akta di bawah tangan.

c. Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang bawa diletakkan dengan membawa barang yang dijadikan objek gadai di bawah kekuasaan si berpiutang ataupun di bawah kekuasaan seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak. (Pasal 1152 ayat pertama).

d. Tidak sah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan si berutang atau si pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan si berpiutang (Pasal 1152 ayat kedua).


(28)

20

e. Hak gadai hapus apabila barang yang dijadikan objek gadai keluar dari kekuasaan si penerima gadai. Apabila barang tersebut hilang dari tangan penerima gadai atau dicuri darinya, ia berhak menuntutnya kembali sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1977 ayat kedua, sedangkan apabila barang tersebut kembali diperolehnya, hak gadai dianggap tidak pernah hilang (Pasal 1152 ayat ketiga).

f. Hal tidak berkuasanya si pemberi gadai untuk bertindak bebas dengan barang yang dijadikan objek gadai tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada si berpiutang yang telah menerima barang tersebut dalam gadai, dengan tidak mengurangi hak pihak yang kehilangan atau kecurian barang itu, untuk menuntutnya kembali (Pasal 1152 ayat keempat). Ketentuan yang mengatur tentang keharusan objek jaminan utang di bawah kekuasaan pihak pemberi pinjaman pperlu dipatuhi karena bila objek jaminan utang yang diikat dengan gadai tersebut tetap berada pada pihak peminjam, pengikatan melalui gadai tersebut batal demi hukum. Bila hal seperti demikian terjadi dalam pemberian kredit perbankan, dapat dikatakan bahwa pemberian kredit yang bersangkutan adalah tanpa jaminan kredit dan mempunyai akibat terhadap penilaian tingkat kesehatan bank sebagai pemberi kredit.16

g. Apabila si berutang atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya, maka tidak diperkenankan si berpiutang memiliki barang yang dijadikan objek gadai (Pasal 1154 ayat kesatu). Segala janji yang bertentangan dengan ketentuan tersebut adalah batal (Pasal 1154 ayat

16 Ibid, hal. 14.


(29)

21

kedua). Ketentuan gadai yang melarang pihak pemberi pinjaman memiliki objek gadai tersebut termasuk sebagai salah satu prinsip hukum jaminan sebagaimana telah dikemukakan pada uraian terdahulu mengenai prinsip-prinsip hukum jaminan.17

Di samping beberapa ketentuan tersebut di atas, terdapat pula ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hak gadai atas surat-surat tunjuk (Pasal 1152 bis), hak gadai atas benda bergerak yang tak bertubuh (Pasal 1153), tata cara pencairan objek gadai (Pasal 1155 dan Pasal 1156), tanggung jawab si berpiutang dan si berutang (Pasal 1157), piutang yang digadaikan (Pasal 1158), pelepasan gadai (Pasal 1159), dan objek gadai dan ahli waris (Pasal 1160).

Lembaga jaminan yang diatur oleh ketentuan KUHPerdata, Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 adalah hipotek. Akan tetapi, dengan berlakunya UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, objek jaminan utang berupa tanah sudah tidak dapat diikat dengan hipotek. Hipotek pada saat ini hanya digunakan untuk mengikat objek jaminan utang yang ditunjuk oleh ketentuan peraturan perundang-undangan lain. 3. Hipotek

Lembaga jaminan yang juga diatur ketentuan KUHPerdata, Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 adalah hipotek. Akan tetapi, dengan berlakunya UU No.4 Tahun 1996, objek jaminan utang berupa tanah sudah tidak dapat dilihat dengan hipotek. Hipotek pada saat ini hanya digunakan untuk mengikat objek jaminan utang yang tunjuk oleh ketentuan peraturan

17 Ibid


(30)

22

perundang-undangan lain. Dalam hukum positif terdapat peraturan perundang-undangan yang ketentuannya mengatur tentang objek jaminan utang yang berupa kapal laut yang berukuran 20 M3 atau lebih dan berbendera Indonesia diikat dengan hipotek, yaitu KUHDagang. Menurut KUHDagang terhadap terhadap kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 m3 dan terdaftar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (di Indonesia) dapat dibebani hipotek.

4. Penanggungan Utang

Penanggungan utang diatur oleh Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUHPerdata. Penanggungan utang merupakan jaminan utang yang bersifat perorangan. Akan tetapi, dalam hal ini diartikan pula dapat diberikan oleh suatu badan di samping oleh perorangan sebagaimana yang terdapat dalam praktik sehari-hari dan lazim disebut dengan sebutan borgtocht. Beberapa bentuk penanggungan utang yang banyak ditemukan adalah berupa jaminan pribadi dan jaminan perusahaan. Beberapa di antara ketentuan KUHPerdata tentang penanggungan utang adalah sebagai berikut:

a. Penanggungan utang adalah suatu persetujuan yang dibuat oleh seorang pihak ketiga untuk kepentingan pihak pemberi pinjaman dengan mengikatkan dirinya guna memenuhi perikatan pihak peminjam bila pihak peminjam wanprestasi terhadap pihak pemberi pinjaman (Pasal 1820 KUHPerdata). Penanggungan utang adalah suatu perjanjian penjaminan utang yang sangat terkait kepada perorangan (individu atau badan hukum)


(31)

23

yang mengikatkan dirinya sebagai jaminan atas utang dari pihak peminjam dan pihak yang mengikatkan dirinya disebut penanggung atau penjamin).18 b. Penanggungan utang sangat berkaitan dengan perjanjian pokok yang sah

(Pasal 1821 KUHPerdata). Ketentuan ini menunjukkan tidak ada suatu penanggungan utang bila sebelumnya tidak ada suatu perjanjian pokok. Perjanjian pokok misalnya berupa perjanjian pinjaman yang disepakati oleh pihak peminjam dengan pihak pemberi pinjaman. Perjanjian penanggungan utang bukan suatu perjanjian pokok. Sehubungan dengan itu dalam hukum perikatan sebagaimana yang dikemukakan menurut doktrin (pendapat ahli hukum) dikatakan tentang adanya perikatan pokok dan perikatan accessoir (perikatan turutan). Perjanjian penanggungan utang adalah perjanjian accessoir. Sebagai contoh yang lain adalah perjanjian kredit disebut sebagai perjanjian pokok dan perjanjian pengikatan jaminan kredit disebut sebagai perjanjian accessoir.19

c. Perikatan penanggungan utang para penanggung berpindah kepada ahli warisnya (Pasal 1826 KUHPerdata).

d. Peminjam yang diwajibkan memberikan seorang penanggung harus mengajukan seseorang yang mempunyai kecakapan hukum untuk mengikatkan dirinya, cukup mampu untuk memenuhi perikatannya dan berdiam di Indonesia (Pasal 1827 KUHPerdata).

e. Penanggung tidak diwajibkan membayar kepada pemberi pinjaman selainnya jika pihak peminjam lalai, sedangkan harta pihak peminjam

18

Ibid


(32)

24

adalah yang terlebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya (Pasal 1831 KUHPerdata).

f. Penanggung tidak dapat menuntut supaya harta pihak peminjam lebih dauhulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya :

1) Apabila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya harta pihak peminjam lebih dahulu disita dan dijual.

2) Apabila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan pihak peminjam utama secara tanggung-menanggung, yang akibat-akibat perikatannya diatur menurut asas-asas yang ditetapkan untuk utang tanggung-menanggung.

3) Jika pihak peminjam dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi.

4) Jika pihak peminjam berada di didalam keadaan pailit. 5) Dalam halnya penanggungan yang diperintahkan oleh hakim.

g. Penanggung yang telah membayar utang pihak peminjam, menggantikan demi hukum segala hak pihak pemberi pinjaman terhadap pihak peminjam (Pasal 1840 KUHPerdata).

h. Perikatan yang diterbitkan dari penanggungan hapus karena sebab-sebab yang sama, sebagaimana yang menyebabkan berakhirnya perikatan.

Demikian antara lain beberapa ketentuan tentang penanggungan utang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUHPerdata. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, penanggungan utang lazim disebut dengan sebutan borgtocht. Mengingat ketentuan-ketentuan tentang penanggungan utang yang tercantum dalam KUHPerdata tersebut bersifat umum,


(33)

25

dapat ditemukan adanya pengaturan lebih lanjut yang bersifat khusus yang dikeluarkan oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kewenangannya.

KUH Dagang, diatur dalam Stb. 1847 Nomor 23, KUH Dagang terdiri dari 2 buku, yaitu Buku I tentang dagang pada umumnya dan Buku II tentang hak-hak dan kewajiban yang timbul dalam pelayanan, yang terdiri dari 754 pasal. Pasal-pasal yang erat kaitannya dengan jaminan adalah Pasal-pasal-Pasal-pasal yang berkaitan dengan hipotek kapal laut, yang diatur dalam Pasal 314-316 KUHDagang.

B. Dasar hukum Jaminan Fidusia

Perkembangan dan penggunaan fidusia semakin meluas, terutama setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Selain benda bergerak, fidusia dapat pula dibebankan di atas tanah-tanah yang tidak dapat dijaminkan melalui hipotik, seperti hak pakai dan hak sewa. Mengenai hak pakai secara tegas Undang-Undang Pokok Agraria tidak mengaturnya walaupun memiliki nilai ekonomis yang tinggi untuk dijadikan sebagai jaminan hutang.20

Pengakuan fidusia juga diikuti oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Pemukiman dan Perumahan mengatur pemilikan rumah sebagai objek jaminan fidusia berdasarkan asas pemisahan horisontal terlepas dari hak atas tanahnya. Pengaturan jaminan fidusia secara parsial dalam kedua Undang-Undang tersebut dirasakan kurang memadai dan belum sempurna untuk menjawab tantangan perkembangan hukum masyarakat khususnya dalam lalu

20

Parlindungan A.P, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung : Mandar Maju, 1988), hal. 200.


(34)

26

lintas perkreditan. Memperhatikan keadaan seperti itu, maka kemudian diterbitkan UUJF. Kehadiran Undang-Undang ini diharapkan dapat menjawab segala permasalahan hukum yang menyangkut lembaga jaminan fidusia.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sebelum lahirnya UUJF telah ada peraturan yang berkaitan dengan fidusia. Pertama, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman yang menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dapat dibebani dengan jaminan fidusia. Kedua, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani fidusia jika tanahnya tanah hak pakai atau tanah negara. Kedua peraturan dimaksud sudah tidak memadai lagi dan tidak memberikan jaminan kepastian hukum bila dilihat dari segi perkembangan penggunaan jaminan fidusia yang semakin meningkat. Kehadiran UUJF dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan jaminan fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberi kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan.

Dengan diundangkannya UUJF memberikan kepastian hukum mengenai pemberian kredit dengan jaminan benda bergerak yang masih dalam penguasaan debitur atau pemberi fidusia. UUJF tersebut sangat lama ditunggu masyarakat perbankan bertujuan memberikan ketentuan hukum yang jelas dan lengkap mengenai lembaga jaminan fidusia sehingga dapat membantu dunia usaha untuk mendapatkan dana dari perbankan dengan jaminan benda bergerak yang masih dikuasai debitur. Menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi


(35)

27

pihak-pihak yang berkepentingan (kreditur dan debitur) dalam menyediakan pendanaan dengan jaminan fidusia. Dalam suatu Undang-Undang, kepastian hukum meliputi dua hal, yakni : pertama, kepastian perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan satu dengan yang lainnya baik dari pasal-pasal Undang-Undang itu secara keseluruhan maupun kaitannya dengan pasal-pasal lainnya yang berada di luar Undang-Undang tersebut. Kedua, kepastian dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip-prinsip hukum Undang-Undang tersebut. Jika perumusan norma dan prinsip hukum itu sudah memiliki kepastian hukum tetapi hanya berlaku secara yuridis saja dalam arti hanya demi Undang-Undang semata-mata, berarti kepastian hukum itu tidak pernah menyentuh kepada masyarakatnya. Dengan perkataan lain, peraturan hukum yang demikian disebut dengan norma hukum yang mati (doodregel) atau hanya sebagai penghias yuridis dalam kehidupan manusia.

Yang menjadi dasar hukum berlakunya fidusia, dapat disajikan berikut ini: 1. Arrest Hoge Raad 1929, tertangal 25 Januari 1929 tentang Bierbrouwerij

Arrest (negeri Belanda).

2. Arrest Hoggerechtshof 18 Agustus 1932 tentang BPM-Clynet Arrest

(Indonesia) dan,

3. Undang-undang No.42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.21

Istilah fidusia sudah merupakan istilah yang telah lama dikenal dalam hukum jaminan. Adapun yang dimaksud dengan jaminan fidusia menurut UUJF adalah hak jaminan atas benda bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1996

21 Salim HS, Op.Cit, hal. 60.


(36)

28

tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.22 Dengan dikeluarkan UUJF merupakan penyerahan hak milik suatu barang debitur atau pihak ketiga kepada kreditur secara kepercayaan sebagai jaminan utang.23

Fidusia adalah penyerahan hak milik berdasarkan kepercayaan atas barang bergerak, dengan tetap menguasai barang-barang tersebut. Bedanya dengan hipotek adalah bahwa pada fidusia barang tetap berada di tangan debitur untuk kelancaran jalannya usaha.

24

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.25

Adapun yang dimaksud dengan jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Sebagaimana yang dimaksud dalam UU No.4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur (bank) lainnya.26

22 Abdul R. Salim, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta :

Kencana Prenada Media Group, 2014), hal. 34.

23 Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Op.Cit, hal. 21. 24

Thomas Suyatno, H.A. Chalik, Made Sukada, C. Tinon Yunianti Ananda dan

Djuhaepah T. Marala, Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995), hal. 93.

25 Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2012), hal.

30.

26

Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 192.

Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi


(37)

29

fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada pemberi fidusia terhadap kreditur lainnya.27

UUJF memberikan pengertian mengenal fidusia dan jaminan fidusia. Fidusia ialah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam pengusaha pemilik benda. Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang wujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggunan.28

1. Jaminan fidusia adalah agunan untuk pelunasan utang

Dari pengertian tersebut maka unsur atau elemen pokok jaminan fidusia yaitu:

2. Utang yang dijamin jumlahnya tertentu

3. Obyek jaminan fidusia adalah benda bergerak berwujud maupun tidak berwujud, benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggunan yang penguasaan benda jaminan tersebut masih dalam kekuasaan pemberi fidusia.

4. Jaminan fidusia memberikan hak preferen atau hak diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain.

5. Hak milik atas benda jaminan berpindah kepada kreditur atas dasar kepercayaan tetapi benda tersebut masih dalam penguasaan pemilik benda.29

Pengertian jaminan fidusia itu sendiri adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak

27 Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Op.Cit, hal. 22. 28

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Bandung : Alfabeta, 2004), hal. 206.


(38)

30

bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima Jaminan fidusia kreditur lainnya.30Sebagai suatu perjanjian accessoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki ciri-ciri sebagaimana diatur dalam UUJF sebagai berikut :31

1. Memberikan kedudukan yang mendahului kepada kreditur penerima fidusia terhadap kreditur lainnya (Pasal 27 UUF). Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya. Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran benda yang menjadi obyek jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Hak yang didahulukan yang dimaksud adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atau hasil eksekusi benda yang menjadi obyek UUJF.

2. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek itu berada

droit de suite (Pasal 20 UUJF). Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang

menjadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek jaminan fidusia.

3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga mengikat pihak ketiga dan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Pasal 6 dan Pasal 11 UUJF). Untuk memenuhi asas

30

Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Op.Cit, hal.168.

31

Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Refisi dengan UUHT, (Semarang : Fakultas Hukum UNDIP, 2001), hal. 36-37.


(39)

31

spesialitas dalam ketentuan Pasal 6 UUJF, maka akta jaminan fidusia sekurang-kurangnya memuat :

a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia ; b. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia ;

c. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia ; d. Nilai penjaminan dan ;

e. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia ;

Asas Publisitas dimaksudkan dalam UUJF untuk memberikan kepastian hukum, seperti termuat dalam Pasal 11 UUJF yang mewajibkan benda yang dibebani dengan jaminan fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak di Indonesia, kewajiban ini bahkan tetap berlaku meskipun kebendaan yang dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah Republik Indonesia.32

Eksekusi jaminan fidusia didasarkan pada sertipikat jaminan fidusia, sertipikat jaminan fidusia ditertibkan dan diserahkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia kepada Penerima jaminan fidusia memuat tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran jaminan fidusia, sertipikat jaminan fidusia merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia, memuat catatan tentang hal-hal yang dinyatakan dalam pendaftaran jaminan fidusia.

4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya (Pasal 29 UUJF).

33

Dalam hal debitur atau pemberi fidusia cidera janji, pemberi fidusia wajib menyerahkan obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi. Eksekusi dapat dilaksanakan dengan cara pelaksanaan titel eksekutorial oleh

32

Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Op.Cit. hal.139.


(40)

32

penerima fidusia, artinya langsung melaksanakan eksekusi, atau melalui lembaga parate eksekusi penjualan benda obyek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan dari hasil penjualan. Dalam hal akan dilakukan penjualan dibawah tangan, harus dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia.

C. Ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

UUJF adalah tentang lembaga jaminan yang disebut jaminan fidusia. Jaminan fidusia adalah lembaga jaminan yang dapat digunakan untuk mengikat objek jaminan yang berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak hak tanggunan. Objek jaminan fidusia tetap dalam penguasaan pemiliknya.

Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak masa Hindia Belanda sebagai suatu bentuk lembaga jaminan yang lahir dari yurisprudensi yang memungkinkan kepada pemberi fidusia untuk menguasai barang yang dijaminkan untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan jaminan fidusia. Fidusia adalah mengalihan hak kepemilikan suatu barang atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa barang yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemiliknya.

Dalam perkembangan selanjutnya lembaga jaminan ini diatur melalui peraturan perundang-undangan, yaitu UUJF. Dengan berlakunya UUJF tersebut, pengikatan jaminan utang yang dilakukan melalui jaminan fidusia wajib mematuhi ketentuan undang-undangnya. Dalam undang-undang ini barang sebagai objek jaminan fidusia disebut benda.


(41)

33

Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda yang bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khusunya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedududkan diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.34 Benda adalah segala sesuatu yang dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek.35 Undang-undang ini berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia.36

1. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar.

Undang-undang jaminan fidusia tidak berlaku terhadap hak-hak berikut:

37

2. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran dua puluh M3 atau lebih.

Penjelasan Pasal 3 huruf a menjelaskan bahwa berdasarkan ketentuan ini, bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan berdasarkan UU No.4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan, dapat dijadikan objek jaminan fidusia.

38

3. Hipotek atas pesawat.39

34 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Pasal 1 angka 2. 35 Ibid, Pasal 1 angka 4.

36 Ibid, Pasal 2. 37

Ibid, Pasal 3 huruf a.

38

Ibid, Pasal 3 huruf b.


(42)

34

4. Gadai40. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas benda suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang debitur atau oleh seorang lain atas nama debitur, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada kreditur-kreditur lainnya.41

Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagu para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Prestasi dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbeuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang.42 Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Dalam akta jaminan fidusia selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenai waktu (jam) pembuatan akta tersebut.43

Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia. Dengan identitas dalam fidusia ini adalah meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggal atau tempat kedudukan, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan dan pekerjaan.44data perjanjian pokok yang dijamin fidusia. Dengan data perjanjian pokok adalah mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin dengan fidusia.45

40 Ibid, Pasal 3 huruf d.

41 Oey Hoey Tiong, Op.Cit, hal. 17.

42 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Penjelasan Pasal 4. 43

Ibid, Penjelasan Pasal 5 ayat 1.

44

Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf a.

45 Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf b.

Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Uraian benda yang menjadi objek jaminan fidusia cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut dan dijelaskan mengenai surat bukti


(43)

35

kepemilikannya.46 Dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia merupakan benda persediaan (inventory) yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap, seperti bahan baku, barang jadi atau portofolio perusahaan efek, maka dalam akta jaminan fidusia dicantumkan uraian jenis, merek, kualitas dari benda tersebut.47

Jaminan fidusia dapat diberikan lebih dari atau penerima fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari penerima tersebut. Sebagai penerima fidusia kepada lebih dari satu penerima fidusia dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium.48 Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang baik yang ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Pembebanan jaminan atas benda atau piutang yang diperoleh kemudian tidak perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri.49 Ketentuan pasal ini penting dipandang dari segi komersial. Ketentuan ini secara tegas membolehkan jaminan fidusia mencakup benda yang diperoleh di kemudian hari. Hal ini menunjukkan undang-undang ini menjamin fleksibilitas yang berkenaan dengan hal ikhwal benda yang dapat dibebani jaminan jaminan fidusia bagi pelunasan utang.50

Jaminan fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Dengan hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang diperoleh dari benda yang dibebani jaminan fidusia.51

46

Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf c.

47 Oey Hoey Tiong, Op.Cit, hal 54.

48 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Penjelasan Pasal 8. 49 Ibid, Penjelasan Pasal 9 ayat (1).

50

Oey Hoey Tiong, Op.Cit, hal. 56.

51

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Penjelasan Pasal 10 huruf a.


(44)

36

jaminan fidusia diasuransikan. Apabila benda itu diasuransikan, klain asuransi tersebut merupakan hak penerima fidusia.52

Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Dalam hal benda yang dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia, berkewajiban tetap berlaku. Pendaftaran benda yang dibebani jaminan fidusia dilaksanakan ditempat, kedudukan pemberi fidusia dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun diluar wilayah negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisasi, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor lainnya mengenaai benda yang telah dibebani jaminan fidusia.53 Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran fidusia.54 Untuk pertama kali, Kantor Pendaftaran fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia.55 Kantor pendaftaran fidusia berada dalam lingkup tugas departemen kehakiman.56 Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia.57 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran fidusia dan biaya pendaftaran diatur dengan peraturan pemerintah.58 Kantor pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia sertifikat jaminan fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.59

52 Ibid,Penjelasan Pasal 10 huruf b. 53

Ibid, Penjelasan Pasal 11.

54 Ibid, Pasal 12 ayat (1). 55 Ibid, Pasal 12 ayat (2). 56 Ibid, Pasal 12 ayat (3). 57

Ibid, Pasal 13 ayat (1).

58

Ibid, Pasal 13 ayat (4).


(45)

37

Apabila debitur cedera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri. Salah satu ciri jaminan fidusia adalah kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya, yaitu apabila pihak pemberi fidusia cedera janji. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini dipandang perlu diatur secaa khusus tentang eksekusi jaminan fidusia melalui lembaga parate eksekusi.60 Apabila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia, penerima wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada kantor pendaftaran fidusia. Perubahan tersebut harus diberitahukan kepada para pihak. Perubahan ini tidak perlu dilakukan dengan akta notaris dalam rangka efisiensi untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha.61kantor pendaftaran fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan perubahan, melakukan pencatatan perubahan tersebut dalam buku daftar fidusia dan menerbitkan pernyataan perubahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sertifikat jaminan fidusia.62

Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditor baru.63

60 Ibid, Pasal 15 ayat (3). 61

Ibid, Penjelasan Pasal 16 ayat (1).

62

Ibid, Penjelasan Pasal 16 ayat (2).

63 Ibid, Pasal 19 ayat (1).

Beralihnya jaminan fidusia didaftarkan oleh kreditor baru kepada kantor pendaftaran fidusia. Pengalihan hak atas piutang dalam ketentuan ini, dikenal dengan istilah cressie yakni pengalihan piutang yang dilakukan dengan akta autentik atau akta dibawah tangan. Dengan adanya cressie ini, segala hak dan


(46)

38

kewajiban penerima fidusia lama beralih kepada penerima fidusia baru dan pengalihan hak atas piutang tersebut diberitahukan kepada pemberi fidusia.64

Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjai objek jaminan fidusia. Ketentuan ini mengakui prinsip

droit de suite yang telah merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan

Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan (in rem).65 Pemberi fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan.66 Benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang telah dialihkan wajib diganti oleh pemberi fidusia dengan objek yang setara.67dalam hal pemberi fidusia cedera janji, hasil pengalihan dan atau tagihan yang timbul karena pengalihan demi hukum menjadi objek jaminan fidusia dari objek jaminan fidusia yang dialihkan. Namun demikian, untuk menjaga kepentingan penerima fidusia, maka benda yang di alihkan tersebut wajib diganti dengan objek yang setara.68Hal yang dimaksud dengan mengalihkan antara lain termasuk menjual atau menyewakan dalam rangka kegiatan usahanya. Hal tersebut dengan setara tidak hanya nilainya tetapi juga jenisnya.69

Pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu

64 Ibid, Penjelasan Pasal 19 ayat (2). 65 Ibid, Penjelasan Pasal 20. 66 Ibid, Pasal 21 ayat (1). 67

Ibid, Pasal 21 ayat (3). 68

Ibid, Penjelasan Pasal 21 ayat (4).


(47)

39

dari penerima fidusia.70peneriam fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian pemberi fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia.71

Jaminan fidusia hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.72 Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya.73hak yang didahulukan adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia.74hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia.75

Apabila atas benda yang sama menjadi objek jaminan fidusia lebih dari 1 perjanjian jaminan fidusia, maka hak yang didahulukan diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya kepada kantor pendaftaran fidusia.76 Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia.77 Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberian fidusia.78 Apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur tetap bertanggunjawab utang yang belum terbayar.79

70 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Pasal 23 ayat (2). 71 Ibid, Pasal 24.

72 Ibid, Pasal 25. 73

Ibid, Pasal 27 ayat (1).

74 Ibid, Pasal 27 ayat (2). 75 Ibid, Pasal 27 ayat (3). 76 Ibid, Pasal 28. 77

Ibid, Pasal 30.

78

Oey Hoey Tiong, Op.Cit, hal. 67.


(48)

40

D. Peraturan Perundang-undangan lain yang berkaitan dengan Penjaminan utang

Selain peraturan perundang-undangan yan sepenuhnya atau khusus mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan utang pula peraturan perundang-undangan yang dalam salah satu ketentuannya mengatur tentang perjaminan utang. Ketentuan penjaminan utang yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan lain tersebut dapat dikatakan sebagai bagian dari hukum jaminan yang berlaku.

Ketentuan yang menyatakan bahwa jika perjanjian mengharuskan si penerima dana/ peminjam/berutang mengembalikan dana tersebut dalam bentuk uang, ia harus mengembalikan dana tersebut benar-benar dalam bentuk uang, karena si penyedia dana/peminjamkan/berpiutang tidak dapat dipaksa untuk menerima pembayaran dalam bentuk lain, seperti pembayaran dalam bentuk penyerahan asset atau penyerahan piutang. Ketentuan ini tercantum di dalam: Pasal 1389 KUH Perdata yang menentukan :Tiada seorang berpiutang dapat menerima sebagai pembayaran suatu barang lain daripada barang yang terutang, meskipun barang yang ditawarkan itu sama, bahkan lebih harganya, dan ketentuan yang menyatakan bahwa semua kekayaan milik si penerima pinjaman/ peminjam/berutang dapat disita guna menjamin pelunasan utang/pinjaman yang telah diterimanya. Ketentuan ini tercantum di dalam: Pasal 1131 KUH Perdata yang menentukan : Setiap kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun


(49)

41

yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perorangan.80

Beberapa di antara ketentuan penjaminan utang yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan lain misalnya yang berupa undang-undang adalah sebagai berikut:81

1. Pasal 51 UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang menetapkan tentang lembaga jaminan yang dapat dibebankan atas tanah dan disebut hak tanggungan.

2. Pasal 22 A UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah dirubah dengan UU No.10 Tahun 1998 yang mengatur mengenai pembelian objek jaminan kredit oleh bank pemberi kredit dalam rangka penyelesaian kredit macet debitur. Menerbitkan surat pengakuan hutang.82Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat.83 Melakukan penagihan piutang bank yang sudah pasti dengan penerbitan Surat Paksa.84Mengenai pentingnya suatu jaminan oleh kreditur (bank) atas suatu pemberian kredit, tidak lain adalah karena jaminan merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi risiko yang mungkin timbul dalam tenggang waktu antara pelepasan dan pelunasan kredit.85

Jaminan pemberian kredit, dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk

81 M. Bahsan, Op.Cit, hal. 69.

82 Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 6 angka c. 83

Ibid, Pasal 6 angka l.

84

Ibid, Pasal 23A ayat (3).


(50)

42

melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.86

3. Pasal 12 UU No.15 Tahun 1992 tentang penerbangan yang menetapkan mengenai pembebanan hipotek atas pesawat udara dan helikopter.

4. Pasal 49 UU No.21 Tahun 1992 tentang pelayaran, yang menetapkan mengenai pembebanan hipotek atas kapal.

5. Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.87Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan.88

86 RuddyTri Santoso, Kredit Usaha Perbankan, (Yogyakarta : Andi, 1996), hal. 50. 87

Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, Pasal 2 ayat (2).

88 Ibid, Pasal 3 ayat (1).

Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum


(51)

43

atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.89

6. Pasal 11 ayat (2) UU No.33 Tahun 1999 tentang bank Indonesia sebagaimana telah dirubah dengan UU No.3 Tahun 2004, yang menetapkan tentang agunan untuk pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah oleh Bank Indonesia kepada bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek.

Di samping ketentuan yang hanya menunjuk kepada pasal-pasal tertentu dalam undang-undangnya beserta penjelasannya perlu pula diperhatikan dan dipatuhi ketentuan yang ada dalam peraturan pelaksanaannya dan atau peraturan dari instansi terkait sepanjang memuat ketentuan yang mengatur penjaminan utang.90 Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.91

89 Ibid, Pasal 3 ayat (2). 90

M. Bahsan, Op.Cit, hal. 69.

91

Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, Pasal 2 ayat (2).

Utang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi hak tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan


(52)

44

perjanjian piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan.92

Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia memuat: identitas pihak Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia; tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia; data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia; nilai penjaminan; dan nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.93 Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembuatan akta Jaminan Fidusia.94Pemohon melakukan pembayaran biaya pendaftaran Jaminan Fidusia melalui bank persepsi berdasarkan bukti pendaftaran.95 Pendaftaran Jaminan Fidusia dicatat secara elektronik setelah pemohon melakukan pembayaran biaya pendaftaran Jaminan Fidusia.96Jaminan Fidusia hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia, pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.97

92

Ibid, Pasal 2 ayat (3).

93 Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan

Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, Pasal 3.

94 Ibid, Pasal 4. 95

Ibid, Pasal 6 ayat (1).

96

Ibid, Pasal 6 ayat (2).


(1)

100

hutang kebendaan (hak jaminan) sepert hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia, dan lain-lain.

3. Tanggungjawab kreditur dalam mengembalikan piutang dengan jaminan fidusia (Studi pada BPR Mitra Dana Madani Medan) dalam hal terdapat klausul di dalam akta jaminan fidusia yaitu debitur atau pemberi fidusia (Nyonya Nita Puspita Sari) memberikan kuasa secara langsung kepada kreditur atau penerima fidusia (BPR Mitra Dana Madani Medan) untuk melakukan penagihan kepada pihak ketiga tanpa memerlukan persetujuan dari debitur atau pihak ketiga. Sehingga dengan adanya klausul tersebut penerima fidusia (BPR Mitra Dana Madani Medan) dapat melakukan segala sesuatu yang dianggap perlu bagi kreditur atau penerima fidusia (BPR Mitra Dana Madani Medan) baik melakukan perdamaian ataupun pembuat perjanjian-perjanjian baru antara penerima fidusia (BPR Mitra Dana Madani Medan) dengan pihak ketiga.

B. Saran

Adapun saran yang dapat penulis kemukakan di sini sebagai bahan pertimbangan guna penyempurnaan dikemudian hari adalah:

1. Untuk menjamin keamanan kreditur penerima fidusia dalam pengembalian piutangnya dari debitur, sebaiknya hasil penjualan dari stok barang dagangan yang dilakukan oleh pemberi fidusia dimasukkan ke dalam rekening Pemberi Fidusia atau debitur yang ada pada kreditur, sebagai upaya untuk mengontrol ketersediaan barang dagangan sejumlah nilai yang dibebani Jaminan Fidusia. 2. Hendaknya diperhatikan kedudukan kreditur penerima jaminan fidusia dalam


(2)

101

maka dalam menggunakan tagihan berkedudukan sebagai kreditur konkuren. Dengan demikian perlu perlindungan hukum bagi kreditur sebagai penerima jaminan fidusia dalam proses piutang. Karena dalam pembebanan obyek jaminan fidusia harus melalui prosedur yang ditentukan dari biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan akta dan pendaftaran jaminan fidusia.

3. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti wanprestasi yang dilakukan oleh debitur, maka pihak BPR Mitradana Madani Medan sebelum memberikan kredit harus lebih cermat dan teliti atau memeriksa calon debitur maupun barang-barang yang dijadikan jaminan secara fidusia.


(3)

102

DAFTAR PUSTAKA

A.

Abdullah, Thamrin dan Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2013)

Arthesa, Ade dan Edia Handiman, Bank & Lembaga Bukan Bank, (Jakarta: PT Indeks, 2006)

Bahsan, M., Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008)

Budiono, Herlien, Ajaran Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Cetakan Ketiga, (Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti, 2011)

Fuady, Munir, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti 2010)

HS, Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BM), (Jakarta: Sinar Grafika, 2002)

________, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007)

Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian : Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana, 2011)

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2013)

Miru, Ahmadi, Hukum Kotrak & Perancangan Kontrak, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011)

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014)

Parlindungan A.P, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung: Mandar Maju, 1988)

Prodjodikoro, Wirjono, Azas-azas Hukum Perjanjian, (Bandung : Penerbit Mandar Maju, 2011)

Purnamasari, Irma Devita, Hukum Jaminan Perbankan, (Bandung: Penerbit Kaifa, 2011)


(4)

103

Patrik, Purwahid dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Refisi dengan UUHT, (Semarang: Fakultas Hukum UNDIP, 2001)

Santoso, RuddyTri, Kredit Usaha Perbankan, (Yogyakarta: Andi, 1996)

Salim, Abdul R., Hermansyah dan Ahmad Jalis, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori & Contoh Kasus, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005) Salim, Abdul R., Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014)

Santiago, Faisal, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012) Sari, Elsi Kartika dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta:

PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005)

Satrio, J., Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Cet. I, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002)

_______, Wanprestasi menurut KUHPerdata, Doktrin dan Yurisprudensi, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012)

Sidabalok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010)

Sihombing, Jonker, Tanggungjawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet Nasabah, (Bandung: PT Alumni, 2009)

Silondae, Arus Akbar dan Andi Fariana. Aspek Hukum dalam Ekonomi & Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013)

Soepraptoma, Heru, Masalah Eksekusi Jaminan Fidusia dalam Praktik Perbankan, (Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis, 2007)

Subekti, R., Jaminan-jaminan untuk pemberian kredit Menurut Hukum Indanesia. (Bandung: PT Citra Aditya Bhakti, 1996

Suci, Ivida Dewi Amrih dan Herowati Poesoko. Hak Kreditor Separatis dalam Mengeksekusi Benda Jaminan Debitur Pailit (Yogyakarta : LaksBang PRESSindo, 2009)

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012)

Supramono, Gatot, Perjanjian Utang-Piutang, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2013)


(5)

104

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Bandung: CV Alfabeta, 2004)

Suyatno, Thomas, H.A. Chalik, Made Sukada, C. Tinon Yunianti Ananda dan Djuhaepah T. Marala, Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995)

Syahrani, H.Riduan, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Cet III, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2013)

Tiong, Oey Hoey, Fiducia sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1083)

Tutik, Titik Triwulan, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008)

Untung, Budi, Kredit Perbankan di Indonesia, (Yogyakarta: Andi, 2005)

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001)

______________, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) Widjaya, Gunawan dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada, 2008)

Widjaja, Gunawan, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006)

B.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia


(6)

105 C.

Acmeiraa, “Hukum Jaminan Kebendaan”, Website

Buana Harmoko, “Kreditur dan Debitur” diakses tanggal 9 Mei 2015

Dian Fadilla, “Jaminan Fidusi diakses tanggal 10 Mei 2015

Endang Mintorowati, ”Perjanjian-perjanjian dan Lembaga Jaminan”, Mei 2015

Grace Giovani, Waarmerking: Solusi pengikatan Jaminan yang Legal dan Terjangkau, 10 Mei 2015

Mei 2015

tanggal 9 Mei 2015

diakses

tanggal 9 Mei 2015

Mei 2015


Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Faktor Penghambat Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Melindungi Kreditur (Studi Pada Pt. Bank Mandiri (Persero), Tbk Balai Kota Medan)

5 101 136

AKTA JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN OLEH KREDITUR BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) DI KABUPATEN BADUNG.

0 0 13

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR DALAM HAL PEMBAYARAN HUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA MACET (Studi di Bank Perkreditan Rakyat Trihasta Prasodjo Karanganyar).

0 1 8

PERLINDUNGAN HUKUM PENERIMA FIDUSIA DALAM PELAKSANAAN JAMINAN FIDUSIA PADA PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BADAN KREDIT KECAMATAN GROGOL.

0 0 18

Tanggungjawab Kreditur (Bank) Dalam Mengembalikan Piutang Dengan Jaminan Fidusia (Studi Pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana Madani Medan)

0 0 9

Tanggungjawab Kreditur (Bank) Dalam Mengembalikan Piutang Dengan Jaminan Fidusia (Studi Pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana Madani Medan)

0 0 1

Tanggungjawab Kreditur (Bank) Dalam Mengembalikan Piutang Dengan Jaminan Fidusia (Studi Pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana Madani Medan)

0 0 11

Tanggungjawab Kreditur (Bank) Dalam Mengembalikan Piutang Dengan Jaminan Fidusia (Studi Pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana Madani Medan)

0 0 31

Tanggungjawab Kreditur (Bank) Dalam Mengembalikan Piutang Dengan Jaminan Fidusia (Studi Pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana Madani Medan)

0 1 4

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR TERHADAP EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA PADA BANK A. Jaminan Fidusia - Analisis Yuridis Faktor Penghambat Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Melindungi Kreditur (Studi Pada Pt. Bank Mandiri (Persero), Tbk Balai Kota Medan)

0 0 30