KECERDASAN BUATAN DALAM RESUSITASI JANTU
PENERAPAN KECERDASAN BUATAN (ARTIFICIAL INTELLIGENCE)
DALAM RESUSITASI JANTUNG PARU PASIEN GAWAT DARURAT
BERBASIS SISTEM OPERASI
Penulis :
Hammad, S.Kep, M.Kep
(Dosen Politeknik Kementerian Kesehatan Banjarmasin)
i
Ringkasan
Latar Belakang : RJP (Resusitasi Jantung Paru) setiap hari dilakukan baik di
dalam maupun di luar rumah sakit untuk menangani pasien gawat darurat yang
mengalami henti jantung dan paru. era millienium masyarakat dikenalkan dengan
elearning(electronic learning) yang mana merupakankegiatan belajar mengajar
dengan menggunakan fasilitas digital elektronik baik di dalam kelas maupun dalam
kursus tertentu dengan menggunakan berbagai alat – alat canggih masa sekarang
seperti handphone cerdas (smartphone), tab, dan berbagai gadget lainnya serta dapt
digunakan dengan berinterkaksi dengan orang lain baik secara sendiri maupun
dengan banyak orang lain. Pembelajaran mengenai kesehatan maupun pertolongan
medis banyak sekali tetapi tidak ada yang melakukan pendekatan terhadap
pertolongan kegawatdaruratan CPR. Pendekatan dengan sistem Kecerdasan Buatan
(AI) ini sangat penting diaplikasikan dalam pendekatan tindakan medis / kesehatan
seperti misalnya tutorial tindakan pembedahan karena pendekatan seperti ini
bahkan dapat memberikan tutorial yang nyata dengan melewati langkah pengenalan
secara kognitif.
.
Kata Kunci : prototype, resusitasi jantung paru, kecerdasan buatan
ii
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Resusitasi jantung Paru atau Cardiopulmonar Resuscitation (CPR)
merupakan tindakan yang perlu dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam menangani
kasus emergensi pada sistem kardiovaskuler dan pernafasan(Jones, 2014; K. G. et.
al. Monsieurs, 2015; The American National Red Cross, 2015). Usaha ini dilakukan
dalam rangka menormalkan kembali kemampuan bernafas, sirkulasi dan sistem
persarafan yang sebelumnya abnormal dengan memberikan kompresi jantung dan
paru (AHA, 2015; Soar et al., 2015)
Usaha ini dilakukan dalam rangka menormalkan kembali kemampuan
bernafas, sirkulasi dan sistem persarafan yang sebelumnya abnormal dengan
memberikan kompresi jantung dan paru.Kondisi cardiac arrest 75- 45% terjadi di
rumah dan 95% meninggal sebelum ke RS(AHA, 2015; Soar et al., 2015). Early
CPR pada out of hospitalsebelum kedatangan EMS akan meningkatkan harapan
hidup 30 hari pasien pasca kejadian cardiac arrest dibandingkan dengan tidak
dilakukan CPR saat belum tiba EMS (Hammad, 2017; Hasselqvist, 2015).
Angka kejadian Henti jantung merupakan masalah serius yang merupakan
penyebab 30 % kematian diseluruh dunia pada tahun 2009. Angka spesifik insiden
henti jantung di rumah sakit dan angka keluar rumah sakit di Indonesia belum pasti,
namun dari data Litbangkes RI dapat dilihat gambaran angka kematian yang
disebabkan serangan jantung di Indonesia mencapai 26-30%, bahkan untuk Jakarta
3
mencapai 42,9 % (Andrayani, 2014). Setiap tahun, layanan gawat darurat medis
mengkaji adanya lebih dari 420.000 cardiac arrest terjadi luar rumah sakit di
Amerika Serikat (American Heart Association,2014). Pada tahun 2013 Layanan
Medis Darurat atau Emergency Medical Service (EMS) di Inggris berusaha
menyadarkan sekitar 28.000 kasus out-of-hospital cardiac arrest (OHCA) (British
Heart Foundation,2015). Hasil Konsorsium Jantung Epistry dan Pedoman
Resusitasi menunjukkan angka kejadian henti jantung masih tinggi di seluruh
negara di dunia. Sebesar 359,400 kejadian henti jantung yang terjadi di luar rumah
sakit pada tahun 2013 di Amerika. Sedangkan pada tahun 2012, didapatkan angka
382.800 kejadian henti jantung di luar rumah sakit. Kejadian OHCA di beberapa
negara yang tergabung dalam Asia-Pasifik salah satunya Indonesia dalam tiga tahun
terakhir yakni sebanyak 60.000 kasus(Doctor et al., 2017; Hock, Pin, & Alhoda,
2014)Mengenai prevalensi penderita henti jantung di Indonesia, data tiap tahun
belum ada data yang spesifik menyebutkan, tetapi kemungkinan 10 ribu warga, atau
30 orang / hari dimana penderita jantung koroner merupakan jumlah yang dominan
(Kemenkes, 2013).
Guidelines dalam Resusitatasi Jantung Paru (RJP/CPR) dalam hal ini
menjadi penting karena RJP merupakan pendekatan komprehensif dan sistemik
dengan menggunakan alur pikir secara kritis yang diikuti dengan tindakan yang
tepat dan cepat dalam melakukan pemberian pertolongan kepada pasien ; dimulai
dengan
penilaian keadaan pasien secara cepat (kesadaran, jalan nafas, nadi,
pernafasan pasien), dengan disertai dengan mengaktifkan respon tanggap gawat
darurat dengan tujuan mendapatkan bantuan dalam menangani pasien sehingga
4
pertolongan bisa maksimal dan teroganisir secara baik. RJP sangat bermanfaat bagi
penyelamatankehidupan karena dengan pemberian kompresi dada dan paru maka
sirkulasi pasien dapat kembali berjalan ke organ vital pasien terutama ke otak dan
jantung itu sendiri dengan disertai pemberian napas buatan secara sederhana
sehingga terjadi ventilasi dan pertukaran oksigen di paru – paru (AHA, 2015; K. G.
Monsieurs et al., 2015; Soar et al., 2015).
RJP memberikan asupan oksigen dan sirkulasi darah ke sistem tubuh
terutama organ yang sangat vitaldan sensitif terhadap kekurangan oksigen seperti
otak dan jantung. Berhentinya sirkulasi (baik beberapadetik apalagi sampai
mencapai beberapa menit) merupakan kondisi gawat darurat karena supply oksigen
ke dalam otak terhenti, dapat terjadi hipoksia otak yang mengakibatkan kemampuan
koordinasi otak untuk menggerakkan organ otonom menjaditerganggu, seperti
gerakan denyut jantung dan pernapasan. Penyelamatan ini akan sangat bermanfaat
jika dilakukan dengan mungkin dan sebaik mungkin. Lebih baik ditolong, walupun
tidak sempurna daripada dibiarkan tanpa pertolongan. Pada saat hentinapas,
kandungan oksigen dalam darah masih tersedia sedikit, jantung masih
mampumensirkulasikannya ke dalam organ penting, terutama otak, jika pada situasi
diberi bantuanpernapasan, kebutuhan jantung akan oksigen untuk metabolisme
tersedia dan henti jantung dapatdicegah.Resusitasi jantung paru (RJP) yang efektif
adalah dengan menggunakan kompresi dan dilanjutkandengan ventilasi. Tindakan
ini dapat dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih dalambidang
kesehatan.
5
Pendekatan penggunaan Artifical Intelligence (AI) atau Sistem Pakar
merupakan suatu terobosan baru di dunia kesehatan dalam penanganan dan
penatalaksanaan berbagai masalah terhadap pasien termasuk dalam penanganan
pasien dengan kondisi kegawatdaruratan. Penggunaan AI merupakan pendekatan
mutakhir dan terupdate dengan menggunakan teknologi yang terus maju dan
memudahkan tenaga kesehatan dalam memberikan pertolongan. Dengan
perkembangan teknologi yang sangat modern, maka dikembangkan pula suatu
teknologi yang mampu mengadopsi cara berfikir manusia yaitu teknologi
Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan. AImerupakan bagian dari
kecerdasan
buatan
yang
menggabungkan pengetahuan dan kemampuan
penelusuran data yang telah dimasukkansehingga didapatkanpemecahan masalah
yang memerlukan bidang keahlian tertentu. Tujuan dari sistem pakar sebenarnya
bukan untuk menggantikemampuan otak maupun skill manusia, namun dalam
rangka mempresentasikan kemampuan berpikirmanusia dalam bentuk sistem
operasi, sehingga dapat dipergunakan oleh manusia itu sendiri. Sistem pakar akan
memberikan kemampuan solusi yang sebagaimana layaknya kemampuan seorang
pakar. Sistem pakar dibuat berdasarkan ilmu pengetahuan di bidang tertentu
yang mendekati kemampuan seseorang pada kondisi yangspesifik.(Balamba,
Lumenta, & Sugiarso, 2017; Hendrata, Arifin, & Hikmah, 2016; Jonsson et al.,
2015; Santoso, 2012).
Sekarang
era
millienium
masyarakat
dikenalkan
dengan
elearning(electronic learning) yang mana merupakankegiatan belajar mengajar
dengan menggunakan fasilitas digital elektronik baik di dalam kelas maupun dalam
6
kursus tertentu dengan menggunakan berbagai alat – alat canggih masa sekarang
seperti handphone cerdas (smartphone), tab, dan berbagai gadget lainnya serta dapt
digunakan dengan berinterkaksi dengan orang lain baik secara sendiri maupun
dengan banyak orang lain. Pembelajaran mengenai kesehatan maupun pertolongan
medis banyak sekali tetapi tidak ada yang melakukan pendekatan terhadap
pertolongan kegawatdaruratan CPR (Chai, 2015; Kovic & Lulic, 2011). Pendekatan
dengan sistem Kecerdasan Buatan (AI) ini sangat penting diaplikasikan dalam
pendekatan tindakan medis / kesehatan seperti misalnya tutorial tindakan
pembedahan karena pendekatan seperti ini bahkan dapat memberikan tutorial yang
nyata dengan melewati langkah pengenalan secara kognitif (Wentink, Stassen,
Alwayn, Hosman, & Stassen, 2003).
Software Prototyping (aktivitas pembuatan prototip aplikasi perangkat
lunak), merupakan `versi perangkat lunak yang tidak lengkap yang dikembangkan.
Ini adalah aktivitas yang bisa terjadi dalam pengembangan perangkat lunak dan
sebanding dengan prototyping seperti yang diketahui dari bidang lain, seperti teknik
mesin atau manufaktur. (Seshadri, Arenson, Khalsa, Brikman, & van Der Voorde,
2003). Prototype ini dibuat sebagai langkah awal yang sangat penting dan krusial
dalam membangun sebuah aplikasi apalagi berkaitan dengan manusia yang
mempunyai kompleksitas baik secara psikologis, fisik maupun secara intelektual.
Prototype dibuat agar didapatkan aplikasi yang benar – benar efektif dan efisien dan
bisa diterima oleh masyarakat. Prototype sebuah aplikasi dirancang agar diketahui
seperti apa utilitas sebuah aplikasi bisa didapatkan kemudian diterapkan dan
bagaimana antarmuka yang ‘familiar’ dan dianggap bisa mempermudah dalam
7
menerapkan sistem pakar yang kompleks dan canggih. Apalagi berkaitan dengan
jiwa atau kondisi kesehatan seorang pasien / manusia baik untuk terapi maupun
untuk diagnostik (Bella & Eloff, 2016; Ogata & Matsuura, 2013; Seshadri et al.,
2003; Spearman et al., 2014).
1.2 Konsep Resusitasi Jantung Paru
1.2.1 Pengertian
Henti jantung dan paru adalah kematian yang terjadi sebagai akibat dari
hilangnya fungsi jantung dan paru secara mendadak. Keadaan ini termasuk
permasalahan kesehatan yang gawat daruart dan mengenaskan karena dapat
menyerang secara tiba-tiba serta terjadi pada usia tua maupun muda. Keadaan ini
bisa saja terjadi pada seseorang dengan ataupun tanpa penyakit jantung atau paru
sebelumnya (AHA, 2015; Jones, 2014; K. G. Monsieurs et al., 2015)
Cardiac Arrest merupakan penghentian normal sirkulasi dari darah akibat
kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif,dan jika hal ini tak terduga
dapat disebut serangan jantung mendadak serta dapat pula dijelaskan dengan suatu
keadaan darurat medis dengan tidak ada atau tidak adekuatnya kontraksi ventrikel
kiri jantung yang dengan seketika menyebabkan kegagalan sirkulasi. Kondisi ini
dapat terjadi di dalam maupun luar rumah sakit dan harus segera mendapat
pertolongan segera dengan resusitasi jantung paru yang memerlukan penanganan
cepat dan tepat (Cahyono, 2015; Ganthikumar, 2013; Hasselqvist, 2015; The
American National Red Cross, 2015).
8
Resusitasi
jantung
paru
(RJP)
adalah
atau
Cardiopulmonar
Resuscitation(CPR)merupakan tindakan yang perlu dilakukan oleh tenaga
kesehatan dalam menangani kasus emergensi pada sistem kardiovaskuler dan
pernafasan (American Red Cross, 2016) sebagai penyelamatan kehidupan dengan
mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi dengan cara memberikanpijat
jantung eksternal dan atau bersamaan denganpemberian napas buatan kepada
pasiendikarenakan fungsi jantung paru tersebut mengalami kegagalan total oleh
sesuatu sebab yang datangnya tiba-tiba, sehingga dengan bantuan resusitasi
diharapkan kedua fungsi jantung dan paru tersebut bekerja kembali (AHA, 2015;
Ganthikumar, 2013; Hammad, 2017; Perkins et al., 2015; The American National
Red Cross, 2015; Yurianto, 2017).
Resusitasi diberikan dan ketika itu terjadi pemberian asupan oksigen kepada
organ vital terutama otak dan jantung. Resusitasi Jantung Paru pada pasien yang
mengalami kegawatan pada jantung dan paru merupakan tindakan kritis yang harus
dilakukan oleh perawat yang terlatih dan kompeten. Perawat harus dapat membuat
keputusan yang tepat pada saat kritis dan darurat. Kemampuan ini memerlukan
penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi
kritis
dan mampu
menerapkannya untuk
memenuhi
kebutuhan pasien
kritis(Setyorini, 2011).
Tindakan dalam Resusitasi jantung paru secara efektif adalah dengan
menggunakan kompresi jantung luar dengan menekan dada secara tepat dan tepat
dan dilanjutkan dengan ventilasi yaitu memberikan nafas buatan baik dengan alat
maupun tidak dengan alat. Tindakan ini bisa saja dilakukan oleh orang awam (Lay
9
Recuer) secara benar apabila orang awam tersebut diberikan latihan pertolongan
hidup dasar bagaimana melakukan pertolongan dengan tepat apabila menemukan
pasien yang tidak sadar dan mengalami henti jantung dan atau paru(AHA, 2015;
Ganthikumar, 2013; Priyonoadi, 2005; Toili, 2013).
1.2.2
Tujuan RJP
Tujuan Resusitasi Jantung Paru adalah pemberian supplai oksigen secara
darurat dengan cara yang efektif dengan kompresi dada dan ventilasi buatan
sehingga organ vital seperti otak dan jantung mendapatkan oksigen sehingga
mencegah terjadinya hipoksia jaringan otak dan jantung yang bisa sangat berbahaya
karena kalau tidak akan jatuh kedalam kondisi Systemic Cardiopulmonary Arrest.
(AHA, 2015; Aprilyani Eka, 2016; Hammad, 2017; Hasselqvist, 2015; Jones, 2014;
Perkins et al., 2015; Sze, 2014)
1.2.3
Indikasi RJP
Indikasi dilakukan resusitasi yaitu adalah pada kondisi napas dan denyut
jantung berhenti karena pada kondisi ini maka sirkulasi darah dan transportasi
oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh terutama organ
fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan
mengalami kerusakan. Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak,
karena otak hanya akan mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan
oksigen(AHA, 2015)(The American National Red Cross, 2015)(Bossaert et al.,
2015; K. G. Monsieurs et al., 2015).
10
Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen
dan glukosa maka otak akan mengalami kematian secara permanen. Kematian otak
berarti pula kematian si korban. Oleh karena itu GOLDEN PERIOD (waktu emas)
pada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dibawah 10
menit. Artinya dalam watu kurang dari 10 menit penderita yang mengalami henti
napas dan henti jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan. Jika tidak,
maka harapan hidup si korban sangat kecil.
1.2.4
Prosedur Penalataksanaan Resusitasi Jantung Paru
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan secara tepat dan
cepat bahkan walaupun dilakukan oleh orang awam sekalipun lebih lagi apabila dilakukan
oleh tenaga kesehatan profesional dalam hal ini dokter maupun perawat yang terlatih dan
kompeten dalam pertolongan gawat darurat (AHA, 2015; Bossaert et al., 2015; Cahyono,
2015; Ganthikumar, 2013; Hasselqvist, 2015; K. G. Monsieurs et al., 2015; Perkins et al.,
2015; Priyonoadi, 2005; Setyorini, 2011; Toili, 2013)
Adapun urutan atau langkah – langkah dalam pertolongan gawat darurat pasien
yang mengalami henti jantung dan atau paru adalah sebagai berikut (AHA, 2015; Bossaert
et al., 2015; K. G. et. al. Monsieurs, 2015; The American National Red Cross, 2015):
1) SAFETY/DANGER ; Amankan dari Bahaya baik Penolong maupun Korban
Penolong mengamankan diri sendiri dengan memakai alat proteksi diri (APD).
ALat proteksi yang paling dianjurkan adalah sarung tangan untuk mencegah
terjadinya penularan penyakit dari korban kepada penolong. Selanjutnya
penolong mengamankan lingkungan dari kemungkinan bahaya lain yang
mengancam, seperti adanya arus listrik, ancaman kejatuhan benda (falling
11
object), Setelah penolong dan lingkungan aman maka selanjutnya meletakan
korban pada tempat yang rata, keras, kering dan jauh dari bahaya.
2) RESPON : Cek Respons / Penilaian Kesadaran Cek kesadaran korban dengan
memanggil dan menepuk bahunya. Jika dengan memanggil dan menepuk tidak
ada respos, maka lakukan pengecekan kesadaran dengan melakukan
Rangsangan Nyeri. lakukan rangsang nyeri dengan menekan tulang dada korban
dengan cara penolong menekuk jari-jari tangan kanan, lalu tekan dengan sudut
ruas jari-jari tangan yang telah ditekuk. Jika tidak ada respon dengan rangsany
nyeri berarti korban tidak sadar dan dalam kondisi koma.
3) CALL FOR HELP ; Jika korban tidak berespons selanjutnya penolong harus
segera memanggil bantuan baik dengan cara berteriak, menelepon, memberi
tanda pertolongan (SOS) dan cara lainya. BERTERIAK : Memanggil orang
disekitar lokasi kejadian agar membantu pertolongan atau disuruh mencari
pertolongan lebih lanjut. Jika ada AED (Automatic External Defibrilation) maka
suruh penolong lain untuk mengambil AED. MENELEPON : menghubungi
pusat bantuan darurat (emergency call number) sesuai dengan nomor dilokasi /
negara masing-masing. Seperti : 911, 118, 112, 113, 999, 000, 555 dan lain-lain.
EMERGENCY SIGNAL : dengan membuat asap, kilauan cahaya, suar dan lainlain jika lokasi ada didaerah terpencil.
4) CIRCULATION ;
Cek Nadi Pengecekan nadi korban dilakukan untuk
memastikan apakah jantung korban masih berdenyut atau tidak. Pada orang
12
dewasa pengecekan nadi dilakukan pada nadi leher (karotis) dengan
menggunakan 2 jari. Caranya letakan 2 jari tangan pada jakun (tiroid) kemudian
tarik ke arah samping sampe terasa ada lekukan rasakan apakah teraba atau tidak
denyut nadi korban. Pada bayi pengecekan nadi dilakukan pada lengan atas
bagian dalam. Dengan menggunakan 2 jari rasakan ada tidaknya denyut nadi
pada lengan atas bagian dalam korban. Jika nadi tidak teraba berarti korban
mengalami henti jantung, maka segera lakukan penekanan / kompresi pada dada
korban. Jika nadi teraba berarti jantung masih berdenyut maka lanjutkan dengan
membukaan jalan napas dan pemeriksanaan napas.
Kompresi Dada Jika korban tidak teraba nadinya berarti jantungnya berhenti berdenyut
maka harus segera dilakukan penekanan / kompresi dada sebanyak 30 kali. caranya :
posisi penolong sejajar dengan bahu korban. Letakan satu tumit tangan diatas tulang
dada yaitu sekitar setengah tulang sternum (anak dan bayi sepertiga sternum), lalu
letakan tangan yang satu lagi diatas tangan yang sudah diletakan diatas tulang dada.
Setelah lalu tekan dada korban denga menjaga siku tetap lurus. Tekan dada korban
sampai kedalaman sepertiga dari ketebalan dada atau 5-6 cm / 2-2.4 inci (korban
dewasa), 2 inci/ 5 cm (Pada anak), 1 setengah inci / 4 cm (bayi) dengan. Dengan
kecepatan 100-120 kali permenit
5) AIRWAY ; Buka Jalan Napas Setelah melakukan kompresi selanjutnya
membuka jalan napas. Buka jalan napas dengan menengadahkan kepala korban.
Pada korban trauma yang dicurigai mengalami patah tulang leher melakukan
jalan napas cukup dengan mengangkat dagu korban.
13
6) BREATHING ; Memberikan Napas Buatan Jika korban masih teraba berdenyut
nadinya maka perlu dilakukan pemeriksaan apakah masih bernapas atau tidak.
Pemeriksaaan pernapasan dilakukan dengan Melihat ada tidaknya pergerakan
dada (LOOK), mendengarkan suara napas (LISTEN) dan merasakan hembusan
napas (FEEL).
Jika korban berdenyut jantungnya tetapi tidak bernapas maka hanya diberikan
napas buatan saja sebanyak 10-12 nafas buatan (1 kali per 6 detik) kali per menit.
Jika korban masih berdenyut jantungnya dan masih bernapas maka korban
dimiringkan agar ketika muntah tidak terjadi aspirasi. Korban yang berhenti
denyut jantungnya / tidak teraba nadi maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan
pernapasan karena sudah pasti berhenti napasnya, penolong setelah melakukan
kompresi dan membuka jalan napas langsung memberikan napas buatan
sebanyak 2 kali.
7) Evaluasi Evaluasi pada CPR dilakukan setiap 5 Siklus. (5 x 30 kompresi) + (5 x
2 napas buatan) Evaluasi pada pemebrian napas buatan saja dilakukan setiap 2
menit
Tindakan RJP ini akan dihentikan apabila penolong kelelahan, pasien sudah
mengalami mati biologis dan tanda – tanda kematian serta pada pasien – pasien
dengan penyakit – penyakit penyulit yang kronis dan multikompleks (AHA,
2015; Jones, 2014; The American National Red Cross, 2015)
14
1.3 Artificial Intelligence (Kecerdasan Buatan / Sistem Pakar)
Sistem Pakar merupakan suatu terobosan baru di dunia kesehatan dalam penanganan
dan penatalaksanaan berbagai masalah terhadap pasien termasuk dalam penanganan pasien
dengan kondisi kegawatdaruratan. Penggunaan AI merupakan pendekatan mutakhir dan
terupdate dengan menggunakan teknologi yang terus maju dan memudahkan tenaga
kesehatan dalam memberikan pertolongan. Dengan perkembangan teknologi yang sangat
modern, maka dikembangkan pula suatu teknologi yang mampu mengadopsi cara
berfikir manusia yaitu teknologi Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan. AI
merupakan bagian dari kecerdasan buatan yang menggabungkan pengetahuan dan
kemampuan penelusuran data yang telah dimasukkan sehingga didapatkan pemecahan
masalah yang memerlukan bidang keahlian tertentu(Giarratano & Riley, n.d.; Hendrata et
al., 2016; Jakfari, Bandung, Bandung, & Ntroduction, 2013; Jonsson et al., 2015; Santoso,
2012).
Tujuan dari sistem pakar sebenarnya bukan untuk mengganti kemampuan otak
maupun skill manusia, namun dalam rangka mempresentasikan kemampuan berpikir
manusia dalam bentuk sistem operasi, sehingga dapat dipergunakan oleh manusia itu
sendiri. Sistem pakar akan memberikan kemampuan solusi yang sebagaimana layaknya
kemampuan seorang pakar. Sistem pakar dibuat berdasarkan ilmu pengetahuan di bidang
tertentu yang mendekati kemampuan seseorang pada kondisi yang spesifik. (Balamba
et al., 2017; Hendrata et al., 2016; Jonsson et al., 2015; Santoso, 2012).
Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan adalah bagian dari bidang Informatika
yang membahas tentang bagaimana sebuah komputer bekerja seperti layaknya seorang
manusia ; yang dimana diawal komputer berguna membantu manusia berhitung, tetapi
dengan seiring perkembangan jaman komputer sekarang dilibatkan dalam hampir segala
15
kegiatanmanusia. Dan AI di butuhkan agar komputer dalam mengatasi jumlah data yang
terbatas dapat bekerja secara optimal. Agar penggunaan data lebih efisien dalam mengatasi
jumlah data yang terbatas dapat bekerja secara optimal. Agar penggunaan data lebih efisien
dan tidak banyak makan tempat dalam penyimpanan data(Jakfari et al., 2013; Safrina,
2015)
Seorang ahli (atau disebut pakarmerupakan seseorang
yangdiakui kemampuan
keilmuan dan pemahaman yang superior dalam suatu bidang ilmu. Misalnya: seorang
dokter, penasehat keuangan, pakar mesin motor. Tiap ahli/ pakar dengan sistem pakar
tersendiri mempunyai banyak perbedaan pada masing –masing bidang ilmu (Jonsson et al.,
2015; Santoso, 2012).
Aplikasi sistem pakar ini dimungkinkan diaplikasikan didalam penanganan masalah
kesehatan maupun penyakit dan sudah beberapa ahli yang mencoba menggunakan sistem
pakar ini. AI atau sistem pakar ini dimungkinkan karena adanya Knowledge Base yang
berisi informasi-informasi
atau
pengetahuan yang diberikan
oleh
pakar
dan
diimplementasikan ke dalam sistem computer dengan menggunakan metode representasi
tertentu. Metode representasi pengetahuan adalah cara untuk menstrukturkan pengetahuan
yang dimiliki oleh pakar agar mudah diolah oleh computer. Pengetahuan tersebut
merupakan bahan dasar dari sebuah sistem pakar karena keahlian pakar disimpan
didalamnya. Informasi atau fakta yang dimasukkan oleh user selama berkonsultasi akan
dicocokkan oleh mesin pengambil keputusan dengan pengetahuan yang terdapat dalam
basis pengetahuan. Basis pengetahuan itu tidak statis, maka memerlukan modifikasi dan
perbaikan sejalan dengan perubahan kondisi dalam problem domain(Giarratano & Riley,
n.d.; Santoso, 2012).
16
.
17
1.4 Kerangka Konseptual
Berdasarkan landasan teori yang telah dipaparkan di atas, peneliti
membuat kerangka konseptual sebagai berikut:
Knowledge
Based
Behaviour
Rule – based
behaviour
Skill
Based
Behaviour
Identifikas
Rekognisi
Fitur
Formasi
Stimulasi Aplikasi
Resusitasi berbasis
Sistem Operasi
Keputusan melakukan
tindakan
Hubungan antar
bagian / latihan
Perencanaan tindakan
Stored aturan-aturan
dalam tindakan
Pola
Otomatisasi
Sensori - Motorik
Tindakan
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian (modifikasi Human Behaviour
Model Rasmussen, 2003 dalam penggunaan teknologi VR)
18
1.5 Kesimpulan
Pengaplikasian Kecerdasan Buatan (AI) dalam era modern merupakan keniscayaan
yang harus diperhatikan dan diikuti perkembangannya baik oleh pihak akademisi
maupun praktisi bidang kesehatan (termasuk keperawatan) karena pengaplikasian
sistem pakar ini akan membantu mengatasi hambatan – hambatan yang dialami
manusia dalam kondisi – kondisi tertentu. Majunya perkembangan teknologi dapat
dimanfaatkan dan dianalisis secara mendalam dalam suatu penelitian – penelitian
untuk perkembangan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien.
19
Daftar Pustaka
AHA. (2015). Guidelines Update for CPR and ECC .
Andrayani, L. W. (2014). Pengalaman Perawat Melaksanakan Chain of Survival
dalam Penanganan Henti Jantung di IGD RSUP NTB (Studi Fenomenologi) bkg. Universitas Brawijaya.
Aprilyani Eka, C. (2016). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit
Jantung Koroner di RSUD Dr Wahidin Sudirohusodo Mojokerto . KTI d3
Keperawatan.
Balamba, M. K., Lumenta, A. S. M., & Sugiarso, B. A. (2017). Animasi 3 Dimensi
Penyakit Jantung KoronerPada Manusia. E-Journal Teknik Informatika , 11(1).
Bella, M. A. B., & Eloff, J. H. P. (2016). A near-miss management system
architecture for the forensic investigation of software failures. Forensic
Science
International,
259,
234–245.
https://doi.org/10.1016/j.forsciint.2015.10.007
Bossaert, L. L., Perkins, G. D., Askitopoulou, H., Raffay, V. I., Greif, R., Haywood,
K. L., … Nolan, J. P. (2015). European Resuscitation Council Guidelines for
Resuscitation 2015 Section 11. The ethics of resuscitation and end-of-life
decisions.
European
Resuscitation
Council,
95,
302–311.
https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2015.07.033
Cahyono, A. (2015). Ketepatan Posisi Penolong saat Resusitasi Jantung Paru
terhadap Keberhasilan resusitasi Jantung Paru. Universitas Muhammadiyah
Malang.
Chai, S. et. a. (2015). Pengembangan Aplikasi Mobile Learning untuk Pertolongan
Pertama. Teknika , 4(1), 29–37.
Doctor, N. E., Shahidah, N., Ahmad, B., Pek, P. P., Yap, S., Eng, M., & Ong, H.
(2017). The Pan-Asian Resuscitation Outcomes Study ( PAROS ) clinical
research network : what , where , why and how, 58(7), 456–458.
https://doi.org/10.11622/smedj.2017057
Fahmi, I., Santosa, B., Industri, J. T., & Industri, F. T. (2014). Aplikasi data mining
untuk memprediksi performansi mahasiswa dengan metode klasifikasi
decision tree. Jurnal Teknik, 1–6.
Ganthikumar, K. (2013). Indikasi dan Keterampilan Resustisi Jantung Paru. ISM,
6(1).
Giarratano, J. C., & Riley, G. D. (n.d.). Expert Systems : Principles And
20
Programming , Fourth Edition By.
Hammad. (2017). Pendekatan Clinical Pathway dalam Praktik Keperawatan
Gawat Darurat (2nd ed.). Banjarbaru.
Hasselqvist, I. (2015). Early Cardiopulmonary Resuscitation in Out-of-Hospital
Cardiac Arrest. The New England Journal of Medicine, (372), 2307–2315.
https://doi.org/10.1056/NEJMoa1405796
Hendrata, T. W., Arifin, A., & Hikmah, F. (2016). Sistem Monitoring
Elektrokardiografi Berbasis Aplikasi Android. Teknik ITS, 5(2), 1–7.
Hock, M. O. E., Pin, P. P., & Alhoda, M. (2014). Pan-Asian Network Promotes
Regional Cardiac Arrest Research.
Jakfari, M. H., Bandung, I. T., Bandung, J. G., & Ntroduction, I. I. (2013). Pohon
Keputusan dan Algoritmanya dalam Permainan Catur .
Jones, S. (2014). ACLS, CPR, and PALS. DAvis Company.
Jonsson, M., Sc, B., Fredman, D., Nordberg, P., Pettersson, H. J., Ph, D., … Ph, D.
(2015). Mobile-Phone Dispatch of Laypersons for CPR in Out-of-Hospital
Cardiac Arrest. The New England Journal of Medicine, 372.
https://doi.org/10.1056/NEJMoa1406038
Kovic, I., & Lulic, I. (2011). Mobile phone in the Chain of Survival.
https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2011.02.014
Monsieurs, K. G. et. al. (2015). European Resuscitation Council Guidelines for
Resuscitation 2015. European Resuscitation Council, 95, 1–80.
https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2015.07.038
Monsieurs, K. G., Nolan, J. P., Bossaert, L. L., Greif, R., Maconochie, I. K.,
Nikolaou, N. I., … Soar, J. (2015). European Resuscitation Council Guidelines
for Resuscitation 2015 Section. European Resuscitation Council, 95, 1–80.
https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2015.07.038
Ogata, S., & Matsuura, S. (2013). A review method for UML requirements analysis
model employing system-side prototyping. SpringerPlus, 2(1), 1–12.
https://doi.org/10.1186/2193-1801-2-134
Perkins, G. D., Handley, A. J., Koster, R. W., Castrén, M., Smyth, M. A.,
Olasveengen, T., … Raffay, V. (2015). Adult basic life support and automated
external defibrillatio. European Resuscitation Council, 95, 81–99.
https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2015.07.015
21
Priyonoadi, B. (2005). Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP) sebagai Salah Satu Bekal
Keterampilan Profesi Guru Pendidikan Jasmani. Cakrawala Pendidikan, 289–
307.
Prototyping. (n.d.).
Safrina, V. D. (2015). Aplikasi Pohon Keputusan sebagai Alat Penggalian Data
pada Toko Belanja Online.
Santoso, L. . et. al. (2012). Aplikasi Sistem Pakar berbasis Web untuk Mendiagnosa
Awal Penyakit Jantung. Universitas Kristen Petra.
Seshadri, S. B., Arenson, R., Khalsa, S., Brikman, I., & van Der Voorde, F. (2003).
Prototype medical image management system (MIMS) at the University of
Pennsylvania: software design considerations. 1987. Journal of Digital
Imaging : The Official Journal of the Society for Computer Applications in
Radiology, 16(1), 96–102; discussion 95. https://doi.org/10.1007/s10278-0026026-5
Setyorini, F. A. (2011). Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Ketrampilan
Perawat dalam Melaksanakan resusitasi Jantung Paru di Ruang KRitis dan
IGD RS Moewardi Surakarta .
Soar, J., Nolan, J. P., Böttiger, B. W., Perkins, G. D., Lott, C., Carli, P., … Smith,
G. B. (2015). European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation
2015 Section 3. Adult advanced life support. European Resuscitation Council,
95, 100–147. https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2015.07.016
Spearman, J. V., Meinel, F. G., Schoepf, U. J., Apfaltrer, P., Silverman, J. R.,
Krazinski, A. W., … Geyer, L. L. (2014). Automated quantification of
epicardial adipose tissue using CT angiography: Evaluation of a prototype
software.
European
Radiology,
24(2),
519–526.
https://doi.org/10.1007/s00330-013-3052-2
Sze, C. L. (2014). Experience of Patients with Acute Myocardial Infarction in
Sarawak General Hospital Heart Center . Faculty of OF Medicine and Health
Sciences.
The American National Red Cross. (2015). Basic Life Support for Healthcare
Providers.
Toili, S. S. M. A. N. (2013). Pengaruh Pelatihan Teori bantuan Hidup Dasar
terhadap Pengetahuan Resusitasi Jantung Paru. Jurnal Keperawatan, 1.
Wahyuningtyas, G., Mukhlash, I., & Soetrisno. (2014). Aplikasi Data Mining untuk
Penilaian Kredit Menggunakan Metode Fuzzy Decision Tree. Jurnal Sains
22
Dan Seni POMITS, 2(1), 1–6.
Wentink, M., Stassen, L. P. S., Alwayn, I., Hosman, R. J. A. W., & Stassen, H. G.
(2003). Rasmussen’s model of human behavior in laparoscopy training.
Surgical Endoscopy and Other Interventional Techniques, 17(8), 1241–1246.
https://doi.org/10.1007/s00464-002-9140-z
Yurianto, A. (2017). Role of Emergency Medical Services in Disaster Management
and Preparedness. In Strengthening Pre-Hospital Emergency Care for Better
Disaster Response. PIT PERDAMSI.
23
Biodata Penulis
Nama Lengkap
Ns. Hammad, S.Kep, M.Kep.
NIP
197705012005011005
Nomor Sertifikat Pendidik
140010010535
Jabatan Fungsional Dosen
Lektor
Pangkat dan Golongan
Penata Muda/ III c
Tanggal Lahir
1 Mei 1977
Tempat Lahir
Martapura
Jenis kelamin
Laki-laki
Agama
Islam
Politeknik Kesehatan
Banjarmasin
Jurusan/Program studi
Keperawatan/ DIII Keperawatan
No telp : a rumah
b. Hp
E-Mail
085249309863
[email protected]
Mata Kuliah yang DIampu
KMB
Gawat Darurat
A. RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI
Tahun Lulus
Program
Perguruan Tinggi
Pendid
ikan
1999
D III
PAM Keperawatan Depkes Banjarbaru
2003
Sarjana
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Airlangga
2004
Profesi Ners Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Airlangga
2013
Magister
Universitas Airlangga
B. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir
Tahun
Judul
Ketua / Anggota
Tim
2011
Perbandingan
Tingkat
Anggota
Pengetahuan Ibu tentang
Pneumonia pada Balita di
Jurusan/Program
Studi
Keperawatan
Keperawatan
Keperawatan
Keperawatan
Sumber Dana
Poltekkes
Banjarmasin
24
Wilayah Kerja Puskemas
Cempaka dan Puskesmas
Sungai
Besar
Kota
Banjarbaru
2011
Studi Korelasi Kebiasaan
Ketua
Poltekkes
Minum Kopi dengan Jenis
Banjarmasin
Penyakit Jantung Non Infeksi
di Rumah Sakit Umum Ulin
Banjarmasin
2012
Resiko Penularan HIV/AIDS
Anggota
Risbinakes
pada Tenaga Kesehatan
Berdasarkan Prinsip Aseptik
Antiseptik dalam Pelayanan
Kesehatan di Masyarakat
Kabupaten/Kota
Provinsi
Kalimantan Selatan
2012
Tingkat Kepatuhan Pasien
Anggota
Risbinakes
Gagal Ginjal Kronik dalam
Pembatasan Cairan pada
Terapi Hemodialisa
2013
Pengembangan
Model
Mandiri
Poltekkes
Loyalitas
Mahasiswa
Banjarmasin
Keperawatan
pada
Pendidikan
Tinggi
Keperawatan
2014
Motivasi Belajar Mahasiswa
Ketua
Poltekkes
Keperawatan di Poltekkes
Banjarmasin
Banjarmasin
C. PUBLIKASI ARTIKEL ILMIAH DALAM 5 Tahun Terakhir
Tahun
Judul
Penerbit / Jurnal
2011
Perbandingan Tingkat Pengetahuan Ibu Jurnal Al Ulum Volume 49 No
tentang Pneumonia pada Balita di 3 Juli 2011 (Jurnal Lokal)
Wilayah Kerja Puskemas Cempaka dan
Puskesmas
Sungai
Besar
Kota
Banjarbaru
2011
Studi Korelasi Kebiasaan Minum Kopi Jurnal
Skala
Kesehatan
dengan Jenis Penyakit Jantung Non Politeknik
Kesehatan
Infeksi di Rumah Sakit Umum Ulin Banjarmasin Volume 2 No. 2
Banjarmasin
Juli 2011 (Jurnal Lokal)
2012
Tingkat Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Jurnal Ners Volume 7 No 1
Kronik dalam Pembatasan Cairan pada April 2012 (Jurnal Nasional
Terapi Hemodialisa
Terakreditasi)
2012
Resiko Penularan HIV AIDS pada Tenaga Jurnal Citra Keperawatan, Jilid
Kesehatan Berdasarkan Prinsip Aseptik I, No 1 Januari 2013 (Jurnal
Antiseptik dalam Pelayanan Kesehatan Lokal)
di Masyarakat Kabupaten/Kota Provinsi
Kalimantan Selatan
25
2013
Pengembangan
Model
Loyalitas
Mahasiswa
Keperawatan
pada
Pendidikan Tinggi Keperawatan
2013
Critical Review Pengaruh Pemberian
Mikronutrien Pada Perawatan Pasien
TB Paru
D. MAKALAH / POSTER
Tahun
Judul
Jurnal Ners Volume 8 No 1
April 2013 (Jurnal Nasional
Terakreditasi)
Jurnal Citra Keperawatan, Jilid
I, No 4 Desember 2013(Jurnal
Lokal)
Penyelenggara
E. PENYUNTING/ EDITOR/ REVIEWER/ RESENSI
Tahun
Judul
Tahun
2013
2015
2016
2017
Penyelenggara
KONFERENSI/ SEMINAR/ LOKAKARYA/ SIMPOSIUM
Judul Kegiatan
Penyelenggara
Peranan sebagai
Panitia/
Pembicara/ Peserta
Seminar
Nasional Fakultas
Pembicara
Keperawatan
Advance Keperawatan
Nursing
Practice
in Universitas Airlangga
Clinical Setting
Surabaya
Seminar
Internasional Fakultas
Peserta
Kepera atan “Updating Keperawatan
E idence Base “ UGM Universitas
Gajah
Yogyakarta
Mada YOgyakarta
ETAR Conference Global Universitas Lambung
Pembicara
Illuminator
Mangkurat
Simposium
sehari Ikatan
Dokter
Pembicara
Manajemen Nyeri dan Indonesia
Pelantikan Pengurus IDI
HSS
.F Karya Buku 5 Tahun Terakhir
No
1
Judul Buku
Tahun
Pendekatan Clinical Pathway 2016,
dalam Penanganan Gawat 2017 9ed
Darurat
revisi)
Jumlah
Halaman
50
Penerbit
CV
Radius
Madiun
G. Perolehan HKI Dalam 5 – 10 Tahun Terakhir
No
1
Judul/Tema HKI
Tahun
Pendekatan Clinical Pathway 2017
dalam Penanganan Gawat
Darurat
Jenis
Buku
Nomor P/ID
-
26
27
DALAM RESUSITASI JANTUNG PARU PASIEN GAWAT DARURAT
BERBASIS SISTEM OPERASI
Penulis :
Hammad, S.Kep, M.Kep
(Dosen Politeknik Kementerian Kesehatan Banjarmasin)
i
Ringkasan
Latar Belakang : RJP (Resusitasi Jantung Paru) setiap hari dilakukan baik di
dalam maupun di luar rumah sakit untuk menangani pasien gawat darurat yang
mengalami henti jantung dan paru. era millienium masyarakat dikenalkan dengan
elearning(electronic learning) yang mana merupakankegiatan belajar mengajar
dengan menggunakan fasilitas digital elektronik baik di dalam kelas maupun dalam
kursus tertentu dengan menggunakan berbagai alat – alat canggih masa sekarang
seperti handphone cerdas (smartphone), tab, dan berbagai gadget lainnya serta dapt
digunakan dengan berinterkaksi dengan orang lain baik secara sendiri maupun
dengan banyak orang lain. Pembelajaran mengenai kesehatan maupun pertolongan
medis banyak sekali tetapi tidak ada yang melakukan pendekatan terhadap
pertolongan kegawatdaruratan CPR. Pendekatan dengan sistem Kecerdasan Buatan
(AI) ini sangat penting diaplikasikan dalam pendekatan tindakan medis / kesehatan
seperti misalnya tutorial tindakan pembedahan karena pendekatan seperti ini
bahkan dapat memberikan tutorial yang nyata dengan melewati langkah pengenalan
secara kognitif.
.
Kata Kunci : prototype, resusitasi jantung paru, kecerdasan buatan
ii
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Resusitasi jantung Paru atau Cardiopulmonar Resuscitation (CPR)
merupakan tindakan yang perlu dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam menangani
kasus emergensi pada sistem kardiovaskuler dan pernafasan(Jones, 2014; K. G. et.
al. Monsieurs, 2015; The American National Red Cross, 2015). Usaha ini dilakukan
dalam rangka menormalkan kembali kemampuan bernafas, sirkulasi dan sistem
persarafan yang sebelumnya abnormal dengan memberikan kompresi jantung dan
paru (AHA, 2015; Soar et al., 2015)
Usaha ini dilakukan dalam rangka menormalkan kembali kemampuan
bernafas, sirkulasi dan sistem persarafan yang sebelumnya abnormal dengan
memberikan kompresi jantung dan paru.Kondisi cardiac arrest 75- 45% terjadi di
rumah dan 95% meninggal sebelum ke RS(AHA, 2015; Soar et al., 2015). Early
CPR pada out of hospitalsebelum kedatangan EMS akan meningkatkan harapan
hidup 30 hari pasien pasca kejadian cardiac arrest dibandingkan dengan tidak
dilakukan CPR saat belum tiba EMS (Hammad, 2017; Hasselqvist, 2015).
Angka kejadian Henti jantung merupakan masalah serius yang merupakan
penyebab 30 % kematian diseluruh dunia pada tahun 2009. Angka spesifik insiden
henti jantung di rumah sakit dan angka keluar rumah sakit di Indonesia belum pasti,
namun dari data Litbangkes RI dapat dilihat gambaran angka kematian yang
disebabkan serangan jantung di Indonesia mencapai 26-30%, bahkan untuk Jakarta
3
mencapai 42,9 % (Andrayani, 2014). Setiap tahun, layanan gawat darurat medis
mengkaji adanya lebih dari 420.000 cardiac arrest terjadi luar rumah sakit di
Amerika Serikat (American Heart Association,2014). Pada tahun 2013 Layanan
Medis Darurat atau Emergency Medical Service (EMS) di Inggris berusaha
menyadarkan sekitar 28.000 kasus out-of-hospital cardiac arrest (OHCA) (British
Heart Foundation,2015). Hasil Konsorsium Jantung Epistry dan Pedoman
Resusitasi menunjukkan angka kejadian henti jantung masih tinggi di seluruh
negara di dunia. Sebesar 359,400 kejadian henti jantung yang terjadi di luar rumah
sakit pada tahun 2013 di Amerika. Sedangkan pada tahun 2012, didapatkan angka
382.800 kejadian henti jantung di luar rumah sakit. Kejadian OHCA di beberapa
negara yang tergabung dalam Asia-Pasifik salah satunya Indonesia dalam tiga tahun
terakhir yakni sebanyak 60.000 kasus(Doctor et al., 2017; Hock, Pin, & Alhoda,
2014)Mengenai prevalensi penderita henti jantung di Indonesia, data tiap tahun
belum ada data yang spesifik menyebutkan, tetapi kemungkinan 10 ribu warga, atau
30 orang / hari dimana penderita jantung koroner merupakan jumlah yang dominan
(Kemenkes, 2013).
Guidelines dalam Resusitatasi Jantung Paru (RJP/CPR) dalam hal ini
menjadi penting karena RJP merupakan pendekatan komprehensif dan sistemik
dengan menggunakan alur pikir secara kritis yang diikuti dengan tindakan yang
tepat dan cepat dalam melakukan pemberian pertolongan kepada pasien ; dimulai
dengan
penilaian keadaan pasien secara cepat (kesadaran, jalan nafas, nadi,
pernafasan pasien), dengan disertai dengan mengaktifkan respon tanggap gawat
darurat dengan tujuan mendapatkan bantuan dalam menangani pasien sehingga
4
pertolongan bisa maksimal dan teroganisir secara baik. RJP sangat bermanfaat bagi
penyelamatankehidupan karena dengan pemberian kompresi dada dan paru maka
sirkulasi pasien dapat kembali berjalan ke organ vital pasien terutama ke otak dan
jantung itu sendiri dengan disertai pemberian napas buatan secara sederhana
sehingga terjadi ventilasi dan pertukaran oksigen di paru – paru (AHA, 2015; K. G.
Monsieurs et al., 2015; Soar et al., 2015).
RJP memberikan asupan oksigen dan sirkulasi darah ke sistem tubuh
terutama organ yang sangat vitaldan sensitif terhadap kekurangan oksigen seperti
otak dan jantung. Berhentinya sirkulasi (baik beberapadetik apalagi sampai
mencapai beberapa menit) merupakan kondisi gawat darurat karena supply oksigen
ke dalam otak terhenti, dapat terjadi hipoksia otak yang mengakibatkan kemampuan
koordinasi otak untuk menggerakkan organ otonom menjaditerganggu, seperti
gerakan denyut jantung dan pernapasan. Penyelamatan ini akan sangat bermanfaat
jika dilakukan dengan mungkin dan sebaik mungkin. Lebih baik ditolong, walupun
tidak sempurna daripada dibiarkan tanpa pertolongan. Pada saat hentinapas,
kandungan oksigen dalam darah masih tersedia sedikit, jantung masih
mampumensirkulasikannya ke dalam organ penting, terutama otak, jika pada situasi
diberi bantuanpernapasan, kebutuhan jantung akan oksigen untuk metabolisme
tersedia dan henti jantung dapatdicegah.Resusitasi jantung paru (RJP) yang efektif
adalah dengan menggunakan kompresi dan dilanjutkandengan ventilasi. Tindakan
ini dapat dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih dalambidang
kesehatan.
5
Pendekatan penggunaan Artifical Intelligence (AI) atau Sistem Pakar
merupakan suatu terobosan baru di dunia kesehatan dalam penanganan dan
penatalaksanaan berbagai masalah terhadap pasien termasuk dalam penanganan
pasien dengan kondisi kegawatdaruratan. Penggunaan AI merupakan pendekatan
mutakhir dan terupdate dengan menggunakan teknologi yang terus maju dan
memudahkan tenaga kesehatan dalam memberikan pertolongan. Dengan
perkembangan teknologi yang sangat modern, maka dikembangkan pula suatu
teknologi yang mampu mengadopsi cara berfikir manusia yaitu teknologi
Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan. AImerupakan bagian dari
kecerdasan
buatan
yang
menggabungkan pengetahuan dan kemampuan
penelusuran data yang telah dimasukkansehingga didapatkanpemecahan masalah
yang memerlukan bidang keahlian tertentu. Tujuan dari sistem pakar sebenarnya
bukan untuk menggantikemampuan otak maupun skill manusia, namun dalam
rangka mempresentasikan kemampuan berpikirmanusia dalam bentuk sistem
operasi, sehingga dapat dipergunakan oleh manusia itu sendiri. Sistem pakar akan
memberikan kemampuan solusi yang sebagaimana layaknya kemampuan seorang
pakar. Sistem pakar dibuat berdasarkan ilmu pengetahuan di bidang tertentu
yang mendekati kemampuan seseorang pada kondisi yangspesifik.(Balamba,
Lumenta, & Sugiarso, 2017; Hendrata, Arifin, & Hikmah, 2016; Jonsson et al.,
2015; Santoso, 2012).
Sekarang
era
millienium
masyarakat
dikenalkan
dengan
elearning(electronic learning) yang mana merupakankegiatan belajar mengajar
dengan menggunakan fasilitas digital elektronik baik di dalam kelas maupun dalam
6
kursus tertentu dengan menggunakan berbagai alat – alat canggih masa sekarang
seperti handphone cerdas (smartphone), tab, dan berbagai gadget lainnya serta dapt
digunakan dengan berinterkaksi dengan orang lain baik secara sendiri maupun
dengan banyak orang lain. Pembelajaran mengenai kesehatan maupun pertolongan
medis banyak sekali tetapi tidak ada yang melakukan pendekatan terhadap
pertolongan kegawatdaruratan CPR (Chai, 2015; Kovic & Lulic, 2011). Pendekatan
dengan sistem Kecerdasan Buatan (AI) ini sangat penting diaplikasikan dalam
pendekatan tindakan medis / kesehatan seperti misalnya tutorial tindakan
pembedahan karena pendekatan seperti ini bahkan dapat memberikan tutorial yang
nyata dengan melewati langkah pengenalan secara kognitif (Wentink, Stassen,
Alwayn, Hosman, & Stassen, 2003).
Software Prototyping (aktivitas pembuatan prototip aplikasi perangkat
lunak), merupakan `versi perangkat lunak yang tidak lengkap yang dikembangkan.
Ini adalah aktivitas yang bisa terjadi dalam pengembangan perangkat lunak dan
sebanding dengan prototyping seperti yang diketahui dari bidang lain, seperti teknik
mesin atau manufaktur. (Seshadri, Arenson, Khalsa, Brikman, & van Der Voorde,
2003). Prototype ini dibuat sebagai langkah awal yang sangat penting dan krusial
dalam membangun sebuah aplikasi apalagi berkaitan dengan manusia yang
mempunyai kompleksitas baik secara psikologis, fisik maupun secara intelektual.
Prototype dibuat agar didapatkan aplikasi yang benar – benar efektif dan efisien dan
bisa diterima oleh masyarakat. Prototype sebuah aplikasi dirancang agar diketahui
seperti apa utilitas sebuah aplikasi bisa didapatkan kemudian diterapkan dan
bagaimana antarmuka yang ‘familiar’ dan dianggap bisa mempermudah dalam
7
menerapkan sistem pakar yang kompleks dan canggih. Apalagi berkaitan dengan
jiwa atau kondisi kesehatan seorang pasien / manusia baik untuk terapi maupun
untuk diagnostik (Bella & Eloff, 2016; Ogata & Matsuura, 2013; Seshadri et al.,
2003; Spearman et al., 2014).
1.2 Konsep Resusitasi Jantung Paru
1.2.1 Pengertian
Henti jantung dan paru adalah kematian yang terjadi sebagai akibat dari
hilangnya fungsi jantung dan paru secara mendadak. Keadaan ini termasuk
permasalahan kesehatan yang gawat daruart dan mengenaskan karena dapat
menyerang secara tiba-tiba serta terjadi pada usia tua maupun muda. Keadaan ini
bisa saja terjadi pada seseorang dengan ataupun tanpa penyakit jantung atau paru
sebelumnya (AHA, 2015; Jones, 2014; K. G. Monsieurs et al., 2015)
Cardiac Arrest merupakan penghentian normal sirkulasi dari darah akibat
kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif,dan jika hal ini tak terduga
dapat disebut serangan jantung mendadak serta dapat pula dijelaskan dengan suatu
keadaan darurat medis dengan tidak ada atau tidak adekuatnya kontraksi ventrikel
kiri jantung yang dengan seketika menyebabkan kegagalan sirkulasi. Kondisi ini
dapat terjadi di dalam maupun luar rumah sakit dan harus segera mendapat
pertolongan segera dengan resusitasi jantung paru yang memerlukan penanganan
cepat dan tepat (Cahyono, 2015; Ganthikumar, 2013; Hasselqvist, 2015; The
American National Red Cross, 2015).
8
Resusitasi
jantung
paru
(RJP)
adalah
atau
Cardiopulmonar
Resuscitation(CPR)merupakan tindakan yang perlu dilakukan oleh tenaga
kesehatan dalam menangani kasus emergensi pada sistem kardiovaskuler dan
pernafasan (American Red Cross, 2016) sebagai penyelamatan kehidupan dengan
mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi dengan cara memberikanpijat
jantung eksternal dan atau bersamaan denganpemberian napas buatan kepada
pasiendikarenakan fungsi jantung paru tersebut mengalami kegagalan total oleh
sesuatu sebab yang datangnya tiba-tiba, sehingga dengan bantuan resusitasi
diharapkan kedua fungsi jantung dan paru tersebut bekerja kembali (AHA, 2015;
Ganthikumar, 2013; Hammad, 2017; Perkins et al., 2015; The American National
Red Cross, 2015; Yurianto, 2017).
Resusitasi diberikan dan ketika itu terjadi pemberian asupan oksigen kepada
organ vital terutama otak dan jantung. Resusitasi Jantung Paru pada pasien yang
mengalami kegawatan pada jantung dan paru merupakan tindakan kritis yang harus
dilakukan oleh perawat yang terlatih dan kompeten. Perawat harus dapat membuat
keputusan yang tepat pada saat kritis dan darurat. Kemampuan ini memerlukan
penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi
kritis
dan mampu
menerapkannya untuk
memenuhi
kebutuhan pasien
kritis(Setyorini, 2011).
Tindakan dalam Resusitasi jantung paru secara efektif adalah dengan
menggunakan kompresi jantung luar dengan menekan dada secara tepat dan tepat
dan dilanjutkan dengan ventilasi yaitu memberikan nafas buatan baik dengan alat
maupun tidak dengan alat. Tindakan ini bisa saja dilakukan oleh orang awam (Lay
9
Recuer) secara benar apabila orang awam tersebut diberikan latihan pertolongan
hidup dasar bagaimana melakukan pertolongan dengan tepat apabila menemukan
pasien yang tidak sadar dan mengalami henti jantung dan atau paru(AHA, 2015;
Ganthikumar, 2013; Priyonoadi, 2005; Toili, 2013).
1.2.2
Tujuan RJP
Tujuan Resusitasi Jantung Paru adalah pemberian supplai oksigen secara
darurat dengan cara yang efektif dengan kompresi dada dan ventilasi buatan
sehingga organ vital seperti otak dan jantung mendapatkan oksigen sehingga
mencegah terjadinya hipoksia jaringan otak dan jantung yang bisa sangat berbahaya
karena kalau tidak akan jatuh kedalam kondisi Systemic Cardiopulmonary Arrest.
(AHA, 2015; Aprilyani Eka, 2016; Hammad, 2017; Hasselqvist, 2015; Jones, 2014;
Perkins et al., 2015; Sze, 2014)
1.2.3
Indikasi RJP
Indikasi dilakukan resusitasi yaitu adalah pada kondisi napas dan denyut
jantung berhenti karena pada kondisi ini maka sirkulasi darah dan transportasi
oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh terutama organ
fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan
mengalami kerusakan. Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak,
karena otak hanya akan mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan
oksigen(AHA, 2015)(The American National Red Cross, 2015)(Bossaert et al.,
2015; K. G. Monsieurs et al., 2015).
10
Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen
dan glukosa maka otak akan mengalami kematian secara permanen. Kematian otak
berarti pula kematian si korban. Oleh karena itu GOLDEN PERIOD (waktu emas)
pada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dibawah 10
menit. Artinya dalam watu kurang dari 10 menit penderita yang mengalami henti
napas dan henti jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan. Jika tidak,
maka harapan hidup si korban sangat kecil.
1.2.4
Prosedur Penalataksanaan Resusitasi Jantung Paru
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan secara tepat dan
cepat bahkan walaupun dilakukan oleh orang awam sekalipun lebih lagi apabila dilakukan
oleh tenaga kesehatan profesional dalam hal ini dokter maupun perawat yang terlatih dan
kompeten dalam pertolongan gawat darurat (AHA, 2015; Bossaert et al., 2015; Cahyono,
2015; Ganthikumar, 2013; Hasselqvist, 2015; K. G. Monsieurs et al., 2015; Perkins et al.,
2015; Priyonoadi, 2005; Setyorini, 2011; Toili, 2013)
Adapun urutan atau langkah – langkah dalam pertolongan gawat darurat pasien
yang mengalami henti jantung dan atau paru adalah sebagai berikut (AHA, 2015; Bossaert
et al., 2015; K. G. et. al. Monsieurs, 2015; The American National Red Cross, 2015):
1) SAFETY/DANGER ; Amankan dari Bahaya baik Penolong maupun Korban
Penolong mengamankan diri sendiri dengan memakai alat proteksi diri (APD).
ALat proteksi yang paling dianjurkan adalah sarung tangan untuk mencegah
terjadinya penularan penyakit dari korban kepada penolong. Selanjutnya
penolong mengamankan lingkungan dari kemungkinan bahaya lain yang
mengancam, seperti adanya arus listrik, ancaman kejatuhan benda (falling
11
object), Setelah penolong dan lingkungan aman maka selanjutnya meletakan
korban pada tempat yang rata, keras, kering dan jauh dari bahaya.
2) RESPON : Cek Respons / Penilaian Kesadaran Cek kesadaran korban dengan
memanggil dan menepuk bahunya. Jika dengan memanggil dan menepuk tidak
ada respos, maka lakukan pengecekan kesadaran dengan melakukan
Rangsangan Nyeri. lakukan rangsang nyeri dengan menekan tulang dada korban
dengan cara penolong menekuk jari-jari tangan kanan, lalu tekan dengan sudut
ruas jari-jari tangan yang telah ditekuk. Jika tidak ada respon dengan rangsany
nyeri berarti korban tidak sadar dan dalam kondisi koma.
3) CALL FOR HELP ; Jika korban tidak berespons selanjutnya penolong harus
segera memanggil bantuan baik dengan cara berteriak, menelepon, memberi
tanda pertolongan (SOS) dan cara lainya. BERTERIAK : Memanggil orang
disekitar lokasi kejadian agar membantu pertolongan atau disuruh mencari
pertolongan lebih lanjut. Jika ada AED (Automatic External Defibrilation) maka
suruh penolong lain untuk mengambil AED. MENELEPON : menghubungi
pusat bantuan darurat (emergency call number) sesuai dengan nomor dilokasi /
negara masing-masing. Seperti : 911, 118, 112, 113, 999, 000, 555 dan lain-lain.
EMERGENCY SIGNAL : dengan membuat asap, kilauan cahaya, suar dan lainlain jika lokasi ada didaerah terpencil.
4) CIRCULATION ;
Cek Nadi Pengecekan nadi korban dilakukan untuk
memastikan apakah jantung korban masih berdenyut atau tidak. Pada orang
12
dewasa pengecekan nadi dilakukan pada nadi leher (karotis) dengan
menggunakan 2 jari. Caranya letakan 2 jari tangan pada jakun (tiroid) kemudian
tarik ke arah samping sampe terasa ada lekukan rasakan apakah teraba atau tidak
denyut nadi korban. Pada bayi pengecekan nadi dilakukan pada lengan atas
bagian dalam. Dengan menggunakan 2 jari rasakan ada tidaknya denyut nadi
pada lengan atas bagian dalam korban. Jika nadi tidak teraba berarti korban
mengalami henti jantung, maka segera lakukan penekanan / kompresi pada dada
korban. Jika nadi teraba berarti jantung masih berdenyut maka lanjutkan dengan
membukaan jalan napas dan pemeriksanaan napas.
Kompresi Dada Jika korban tidak teraba nadinya berarti jantungnya berhenti berdenyut
maka harus segera dilakukan penekanan / kompresi dada sebanyak 30 kali. caranya :
posisi penolong sejajar dengan bahu korban. Letakan satu tumit tangan diatas tulang
dada yaitu sekitar setengah tulang sternum (anak dan bayi sepertiga sternum), lalu
letakan tangan yang satu lagi diatas tangan yang sudah diletakan diatas tulang dada.
Setelah lalu tekan dada korban denga menjaga siku tetap lurus. Tekan dada korban
sampai kedalaman sepertiga dari ketebalan dada atau 5-6 cm / 2-2.4 inci (korban
dewasa), 2 inci/ 5 cm (Pada anak), 1 setengah inci / 4 cm (bayi) dengan. Dengan
kecepatan 100-120 kali permenit
5) AIRWAY ; Buka Jalan Napas Setelah melakukan kompresi selanjutnya
membuka jalan napas. Buka jalan napas dengan menengadahkan kepala korban.
Pada korban trauma yang dicurigai mengalami patah tulang leher melakukan
jalan napas cukup dengan mengangkat dagu korban.
13
6) BREATHING ; Memberikan Napas Buatan Jika korban masih teraba berdenyut
nadinya maka perlu dilakukan pemeriksaan apakah masih bernapas atau tidak.
Pemeriksaaan pernapasan dilakukan dengan Melihat ada tidaknya pergerakan
dada (LOOK), mendengarkan suara napas (LISTEN) dan merasakan hembusan
napas (FEEL).
Jika korban berdenyut jantungnya tetapi tidak bernapas maka hanya diberikan
napas buatan saja sebanyak 10-12 nafas buatan (1 kali per 6 detik) kali per menit.
Jika korban masih berdenyut jantungnya dan masih bernapas maka korban
dimiringkan agar ketika muntah tidak terjadi aspirasi. Korban yang berhenti
denyut jantungnya / tidak teraba nadi maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan
pernapasan karena sudah pasti berhenti napasnya, penolong setelah melakukan
kompresi dan membuka jalan napas langsung memberikan napas buatan
sebanyak 2 kali.
7) Evaluasi Evaluasi pada CPR dilakukan setiap 5 Siklus. (5 x 30 kompresi) + (5 x
2 napas buatan) Evaluasi pada pemebrian napas buatan saja dilakukan setiap 2
menit
Tindakan RJP ini akan dihentikan apabila penolong kelelahan, pasien sudah
mengalami mati biologis dan tanda – tanda kematian serta pada pasien – pasien
dengan penyakit – penyakit penyulit yang kronis dan multikompleks (AHA,
2015; Jones, 2014; The American National Red Cross, 2015)
14
1.3 Artificial Intelligence (Kecerdasan Buatan / Sistem Pakar)
Sistem Pakar merupakan suatu terobosan baru di dunia kesehatan dalam penanganan
dan penatalaksanaan berbagai masalah terhadap pasien termasuk dalam penanganan pasien
dengan kondisi kegawatdaruratan. Penggunaan AI merupakan pendekatan mutakhir dan
terupdate dengan menggunakan teknologi yang terus maju dan memudahkan tenaga
kesehatan dalam memberikan pertolongan. Dengan perkembangan teknologi yang sangat
modern, maka dikembangkan pula suatu teknologi yang mampu mengadopsi cara
berfikir manusia yaitu teknologi Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan. AI
merupakan bagian dari kecerdasan buatan yang menggabungkan pengetahuan dan
kemampuan penelusuran data yang telah dimasukkan sehingga didapatkan pemecahan
masalah yang memerlukan bidang keahlian tertentu(Giarratano & Riley, n.d.; Hendrata et
al., 2016; Jakfari, Bandung, Bandung, & Ntroduction, 2013; Jonsson et al., 2015; Santoso,
2012).
Tujuan dari sistem pakar sebenarnya bukan untuk mengganti kemampuan otak
maupun skill manusia, namun dalam rangka mempresentasikan kemampuan berpikir
manusia dalam bentuk sistem operasi, sehingga dapat dipergunakan oleh manusia itu
sendiri. Sistem pakar akan memberikan kemampuan solusi yang sebagaimana layaknya
kemampuan seorang pakar. Sistem pakar dibuat berdasarkan ilmu pengetahuan di bidang
tertentu yang mendekati kemampuan seseorang pada kondisi yang spesifik. (Balamba
et al., 2017; Hendrata et al., 2016; Jonsson et al., 2015; Santoso, 2012).
Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan adalah bagian dari bidang Informatika
yang membahas tentang bagaimana sebuah komputer bekerja seperti layaknya seorang
manusia ; yang dimana diawal komputer berguna membantu manusia berhitung, tetapi
dengan seiring perkembangan jaman komputer sekarang dilibatkan dalam hampir segala
15
kegiatanmanusia. Dan AI di butuhkan agar komputer dalam mengatasi jumlah data yang
terbatas dapat bekerja secara optimal. Agar penggunaan data lebih efisien dalam mengatasi
jumlah data yang terbatas dapat bekerja secara optimal. Agar penggunaan data lebih efisien
dan tidak banyak makan tempat dalam penyimpanan data(Jakfari et al., 2013; Safrina,
2015)
Seorang ahli (atau disebut pakarmerupakan seseorang
yangdiakui kemampuan
keilmuan dan pemahaman yang superior dalam suatu bidang ilmu. Misalnya: seorang
dokter, penasehat keuangan, pakar mesin motor. Tiap ahli/ pakar dengan sistem pakar
tersendiri mempunyai banyak perbedaan pada masing –masing bidang ilmu (Jonsson et al.,
2015; Santoso, 2012).
Aplikasi sistem pakar ini dimungkinkan diaplikasikan didalam penanganan masalah
kesehatan maupun penyakit dan sudah beberapa ahli yang mencoba menggunakan sistem
pakar ini. AI atau sistem pakar ini dimungkinkan karena adanya Knowledge Base yang
berisi informasi-informasi
atau
pengetahuan yang diberikan
oleh
pakar
dan
diimplementasikan ke dalam sistem computer dengan menggunakan metode representasi
tertentu. Metode representasi pengetahuan adalah cara untuk menstrukturkan pengetahuan
yang dimiliki oleh pakar agar mudah diolah oleh computer. Pengetahuan tersebut
merupakan bahan dasar dari sebuah sistem pakar karena keahlian pakar disimpan
didalamnya. Informasi atau fakta yang dimasukkan oleh user selama berkonsultasi akan
dicocokkan oleh mesin pengambil keputusan dengan pengetahuan yang terdapat dalam
basis pengetahuan. Basis pengetahuan itu tidak statis, maka memerlukan modifikasi dan
perbaikan sejalan dengan perubahan kondisi dalam problem domain(Giarratano & Riley,
n.d.; Santoso, 2012).
16
.
17
1.4 Kerangka Konseptual
Berdasarkan landasan teori yang telah dipaparkan di atas, peneliti
membuat kerangka konseptual sebagai berikut:
Knowledge
Based
Behaviour
Rule – based
behaviour
Skill
Based
Behaviour
Identifikas
Rekognisi
Fitur
Formasi
Stimulasi Aplikasi
Resusitasi berbasis
Sistem Operasi
Keputusan melakukan
tindakan
Hubungan antar
bagian / latihan
Perencanaan tindakan
Stored aturan-aturan
dalam tindakan
Pola
Otomatisasi
Sensori - Motorik
Tindakan
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian (modifikasi Human Behaviour
Model Rasmussen, 2003 dalam penggunaan teknologi VR)
18
1.5 Kesimpulan
Pengaplikasian Kecerdasan Buatan (AI) dalam era modern merupakan keniscayaan
yang harus diperhatikan dan diikuti perkembangannya baik oleh pihak akademisi
maupun praktisi bidang kesehatan (termasuk keperawatan) karena pengaplikasian
sistem pakar ini akan membantu mengatasi hambatan – hambatan yang dialami
manusia dalam kondisi – kondisi tertentu. Majunya perkembangan teknologi dapat
dimanfaatkan dan dianalisis secara mendalam dalam suatu penelitian – penelitian
untuk perkembangan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien.
19
Daftar Pustaka
AHA. (2015). Guidelines Update for CPR and ECC .
Andrayani, L. W. (2014). Pengalaman Perawat Melaksanakan Chain of Survival
dalam Penanganan Henti Jantung di IGD RSUP NTB (Studi Fenomenologi) bkg. Universitas Brawijaya.
Aprilyani Eka, C. (2016). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit
Jantung Koroner di RSUD Dr Wahidin Sudirohusodo Mojokerto . KTI d3
Keperawatan.
Balamba, M. K., Lumenta, A. S. M., & Sugiarso, B. A. (2017). Animasi 3 Dimensi
Penyakit Jantung KoronerPada Manusia. E-Journal Teknik Informatika , 11(1).
Bella, M. A. B., & Eloff, J. H. P. (2016). A near-miss management system
architecture for the forensic investigation of software failures. Forensic
Science
International,
259,
234–245.
https://doi.org/10.1016/j.forsciint.2015.10.007
Bossaert, L. L., Perkins, G. D., Askitopoulou, H., Raffay, V. I., Greif, R., Haywood,
K. L., … Nolan, J. P. (2015). European Resuscitation Council Guidelines for
Resuscitation 2015 Section 11. The ethics of resuscitation and end-of-life
decisions.
European
Resuscitation
Council,
95,
302–311.
https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2015.07.033
Cahyono, A. (2015). Ketepatan Posisi Penolong saat Resusitasi Jantung Paru
terhadap Keberhasilan resusitasi Jantung Paru. Universitas Muhammadiyah
Malang.
Chai, S. et. a. (2015). Pengembangan Aplikasi Mobile Learning untuk Pertolongan
Pertama. Teknika , 4(1), 29–37.
Doctor, N. E., Shahidah, N., Ahmad, B., Pek, P. P., Yap, S., Eng, M., & Ong, H.
(2017). The Pan-Asian Resuscitation Outcomes Study ( PAROS ) clinical
research network : what , where , why and how, 58(7), 456–458.
https://doi.org/10.11622/smedj.2017057
Fahmi, I., Santosa, B., Industri, J. T., & Industri, F. T. (2014). Aplikasi data mining
untuk memprediksi performansi mahasiswa dengan metode klasifikasi
decision tree. Jurnal Teknik, 1–6.
Ganthikumar, K. (2013). Indikasi dan Keterampilan Resustisi Jantung Paru. ISM,
6(1).
Giarratano, J. C., & Riley, G. D. (n.d.). Expert Systems : Principles And
20
Programming , Fourth Edition By.
Hammad. (2017). Pendekatan Clinical Pathway dalam Praktik Keperawatan
Gawat Darurat (2nd ed.). Banjarbaru.
Hasselqvist, I. (2015). Early Cardiopulmonary Resuscitation in Out-of-Hospital
Cardiac Arrest. The New England Journal of Medicine, (372), 2307–2315.
https://doi.org/10.1056/NEJMoa1405796
Hendrata, T. W., Arifin, A., & Hikmah, F. (2016). Sistem Monitoring
Elektrokardiografi Berbasis Aplikasi Android. Teknik ITS, 5(2), 1–7.
Hock, M. O. E., Pin, P. P., & Alhoda, M. (2014). Pan-Asian Network Promotes
Regional Cardiac Arrest Research.
Jakfari, M. H., Bandung, I. T., Bandung, J. G., & Ntroduction, I. I. (2013). Pohon
Keputusan dan Algoritmanya dalam Permainan Catur .
Jones, S. (2014). ACLS, CPR, and PALS. DAvis Company.
Jonsson, M., Sc, B., Fredman, D., Nordberg, P., Pettersson, H. J., Ph, D., … Ph, D.
(2015). Mobile-Phone Dispatch of Laypersons for CPR in Out-of-Hospital
Cardiac Arrest. The New England Journal of Medicine, 372.
https://doi.org/10.1056/NEJMoa1406038
Kovic, I., & Lulic, I. (2011). Mobile phone in the Chain of Survival.
https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2011.02.014
Monsieurs, K. G. et. al. (2015). European Resuscitation Council Guidelines for
Resuscitation 2015. European Resuscitation Council, 95, 1–80.
https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2015.07.038
Monsieurs, K. G., Nolan, J. P., Bossaert, L. L., Greif, R., Maconochie, I. K.,
Nikolaou, N. I., … Soar, J. (2015). European Resuscitation Council Guidelines
for Resuscitation 2015 Section. European Resuscitation Council, 95, 1–80.
https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2015.07.038
Ogata, S., & Matsuura, S. (2013). A review method for UML requirements analysis
model employing system-side prototyping. SpringerPlus, 2(1), 1–12.
https://doi.org/10.1186/2193-1801-2-134
Perkins, G. D., Handley, A. J., Koster, R. W., Castrén, M., Smyth, M. A.,
Olasveengen, T., … Raffay, V. (2015). Adult basic life support and automated
external defibrillatio. European Resuscitation Council, 95, 81–99.
https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2015.07.015
21
Priyonoadi, B. (2005). Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP) sebagai Salah Satu Bekal
Keterampilan Profesi Guru Pendidikan Jasmani. Cakrawala Pendidikan, 289–
307.
Prototyping. (n.d.).
Safrina, V. D. (2015). Aplikasi Pohon Keputusan sebagai Alat Penggalian Data
pada Toko Belanja Online.
Santoso, L. . et. al. (2012). Aplikasi Sistem Pakar berbasis Web untuk Mendiagnosa
Awal Penyakit Jantung. Universitas Kristen Petra.
Seshadri, S. B., Arenson, R., Khalsa, S., Brikman, I., & van Der Voorde, F. (2003).
Prototype medical image management system (MIMS) at the University of
Pennsylvania: software design considerations. 1987. Journal of Digital
Imaging : The Official Journal of the Society for Computer Applications in
Radiology, 16(1), 96–102; discussion 95. https://doi.org/10.1007/s10278-0026026-5
Setyorini, F. A. (2011). Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Ketrampilan
Perawat dalam Melaksanakan resusitasi Jantung Paru di Ruang KRitis dan
IGD RS Moewardi Surakarta .
Soar, J., Nolan, J. P., Böttiger, B. W., Perkins, G. D., Lott, C., Carli, P., … Smith,
G. B. (2015). European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation
2015 Section 3. Adult advanced life support. European Resuscitation Council,
95, 100–147. https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2015.07.016
Spearman, J. V., Meinel, F. G., Schoepf, U. J., Apfaltrer, P., Silverman, J. R.,
Krazinski, A. W., … Geyer, L. L. (2014). Automated quantification of
epicardial adipose tissue using CT angiography: Evaluation of a prototype
software.
European
Radiology,
24(2),
519–526.
https://doi.org/10.1007/s00330-013-3052-2
Sze, C. L. (2014). Experience of Patients with Acute Myocardial Infarction in
Sarawak General Hospital Heart Center . Faculty of OF Medicine and Health
Sciences.
The American National Red Cross. (2015). Basic Life Support for Healthcare
Providers.
Toili, S. S. M. A. N. (2013). Pengaruh Pelatihan Teori bantuan Hidup Dasar
terhadap Pengetahuan Resusitasi Jantung Paru. Jurnal Keperawatan, 1.
Wahyuningtyas, G., Mukhlash, I., & Soetrisno. (2014). Aplikasi Data Mining untuk
Penilaian Kredit Menggunakan Metode Fuzzy Decision Tree. Jurnal Sains
22
Dan Seni POMITS, 2(1), 1–6.
Wentink, M., Stassen, L. P. S., Alwayn, I., Hosman, R. J. A. W., & Stassen, H. G.
(2003). Rasmussen’s model of human behavior in laparoscopy training.
Surgical Endoscopy and Other Interventional Techniques, 17(8), 1241–1246.
https://doi.org/10.1007/s00464-002-9140-z
Yurianto, A. (2017). Role of Emergency Medical Services in Disaster Management
and Preparedness. In Strengthening Pre-Hospital Emergency Care for Better
Disaster Response. PIT PERDAMSI.
23
Biodata Penulis
Nama Lengkap
Ns. Hammad, S.Kep, M.Kep.
NIP
197705012005011005
Nomor Sertifikat Pendidik
140010010535
Jabatan Fungsional Dosen
Lektor
Pangkat dan Golongan
Penata Muda/ III c
Tanggal Lahir
1 Mei 1977
Tempat Lahir
Martapura
Jenis kelamin
Laki-laki
Agama
Islam
Politeknik Kesehatan
Banjarmasin
Jurusan/Program studi
Keperawatan/ DIII Keperawatan
No telp : a rumah
b. Hp
085249309863
[email protected]
Mata Kuliah yang DIampu
KMB
Gawat Darurat
A. RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI
Tahun Lulus
Program
Perguruan Tinggi
Pendid
ikan
1999
D III
PAM Keperawatan Depkes Banjarbaru
2003
Sarjana
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Airlangga
2004
Profesi Ners Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Airlangga
2013
Magister
Universitas Airlangga
B. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir
Tahun
Judul
Ketua / Anggota
Tim
2011
Perbandingan
Tingkat
Anggota
Pengetahuan Ibu tentang
Pneumonia pada Balita di
Jurusan/Program
Studi
Keperawatan
Keperawatan
Keperawatan
Keperawatan
Sumber Dana
Poltekkes
Banjarmasin
24
Wilayah Kerja Puskemas
Cempaka dan Puskesmas
Sungai
Besar
Kota
Banjarbaru
2011
Studi Korelasi Kebiasaan
Ketua
Poltekkes
Minum Kopi dengan Jenis
Banjarmasin
Penyakit Jantung Non Infeksi
di Rumah Sakit Umum Ulin
Banjarmasin
2012
Resiko Penularan HIV/AIDS
Anggota
Risbinakes
pada Tenaga Kesehatan
Berdasarkan Prinsip Aseptik
Antiseptik dalam Pelayanan
Kesehatan di Masyarakat
Kabupaten/Kota
Provinsi
Kalimantan Selatan
2012
Tingkat Kepatuhan Pasien
Anggota
Risbinakes
Gagal Ginjal Kronik dalam
Pembatasan Cairan pada
Terapi Hemodialisa
2013
Pengembangan
Model
Mandiri
Poltekkes
Loyalitas
Mahasiswa
Banjarmasin
Keperawatan
pada
Pendidikan
Tinggi
Keperawatan
2014
Motivasi Belajar Mahasiswa
Ketua
Poltekkes
Keperawatan di Poltekkes
Banjarmasin
Banjarmasin
C. PUBLIKASI ARTIKEL ILMIAH DALAM 5 Tahun Terakhir
Tahun
Judul
Penerbit / Jurnal
2011
Perbandingan Tingkat Pengetahuan Ibu Jurnal Al Ulum Volume 49 No
tentang Pneumonia pada Balita di 3 Juli 2011 (Jurnal Lokal)
Wilayah Kerja Puskemas Cempaka dan
Puskesmas
Sungai
Besar
Kota
Banjarbaru
2011
Studi Korelasi Kebiasaan Minum Kopi Jurnal
Skala
Kesehatan
dengan Jenis Penyakit Jantung Non Politeknik
Kesehatan
Infeksi di Rumah Sakit Umum Ulin Banjarmasin Volume 2 No. 2
Banjarmasin
Juli 2011 (Jurnal Lokal)
2012
Tingkat Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Jurnal Ners Volume 7 No 1
Kronik dalam Pembatasan Cairan pada April 2012 (Jurnal Nasional
Terapi Hemodialisa
Terakreditasi)
2012
Resiko Penularan HIV AIDS pada Tenaga Jurnal Citra Keperawatan, Jilid
Kesehatan Berdasarkan Prinsip Aseptik I, No 1 Januari 2013 (Jurnal
Antiseptik dalam Pelayanan Kesehatan Lokal)
di Masyarakat Kabupaten/Kota Provinsi
Kalimantan Selatan
25
2013
Pengembangan
Model
Loyalitas
Mahasiswa
Keperawatan
pada
Pendidikan Tinggi Keperawatan
2013
Critical Review Pengaruh Pemberian
Mikronutrien Pada Perawatan Pasien
TB Paru
D. MAKALAH / POSTER
Tahun
Judul
Jurnal Ners Volume 8 No 1
April 2013 (Jurnal Nasional
Terakreditasi)
Jurnal Citra Keperawatan, Jilid
I, No 4 Desember 2013(Jurnal
Lokal)
Penyelenggara
E. PENYUNTING/ EDITOR/ REVIEWER/ RESENSI
Tahun
Judul
Tahun
2013
2015
2016
2017
Penyelenggara
KONFERENSI/ SEMINAR/ LOKAKARYA/ SIMPOSIUM
Judul Kegiatan
Penyelenggara
Peranan sebagai
Panitia/
Pembicara/ Peserta
Seminar
Nasional Fakultas
Pembicara
Keperawatan
Advance Keperawatan
Nursing
Practice
in Universitas Airlangga
Clinical Setting
Surabaya
Seminar
Internasional Fakultas
Peserta
Kepera atan “Updating Keperawatan
E idence Base “ UGM Universitas
Gajah
Yogyakarta
Mada YOgyakarta
ETAR Conference Global Universitas Lambung
Pembicara
Illuminator
Mangkurat
Simposium
sehari Ikatan
Dokter
Pembicara
Manajemen Nyeri dan Indonesia
Pelantikan Pengurus IDI
HSS
.F Karya Buku 5 Tahun Terakhir
No
1
Judul Buku
Tahun
Pendekatan Clinical Pathway 2016,
dalam Penanganan Gawat 2017 9ed
Darurat
revisi)
Jumlah
Halaman
50
Penerbit
CV
Radius
Madiun
G. Perolehan HKI Dalam 5 – 10 Tahun Terakhir
No
1
Judul/Tema HKI
Tahun
Pendekatan Clinical Pathway 2017
dalam Penanganan Gawat
Darurat
Jenis
Buku
Nomor P/ID
-
26
27