Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium, Magnesium, dan Natrium Pada Selada Romaine (Lactuca sativa var. longifolia Lam.) Organik dan Non-Organik Secara Spektrofotometri Serapan Atom

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Selada Romaine
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Menurut Pracaya (2002), sistematika tanaman selada romaine adalah
sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae
Class

: Dicotyledonae

Ordo


: Asterales

Famili

: Compositae

Genus

: Lactuca

Species

: Lactuca sativa L.

Varietas

: longifolia

2.1.2 Nama Lain

Selada romaine juga dikenal dengan berbagai nama lain. Di Indonesia
selada ini dikenal dengan nama-nama berikut antara lain, selada kerucut, selada
silindris, dan selada cos (Pracaya, 2002).
2.1.3 Morfologi Tumbuhan
Selada romaine memiliki daun memanjang, kasar, dan berstekstur renyah,
dengan tulang daun tengah lebar dan jelas serta membentuk silinder atau kerucut.
Daunnya memiliki bentuk segiempat memanjang dengan ujung daun melengkung
yang agak menyempit dan cenderung tumbuh tegak, dan secara longgar

5
Universitas Sumatera Utara

tersusun bertumpang-tindih satu sama lain, tetapi tidak membentuk kepala
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
2.1.4 Kegunaan dan Komposisi
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), sebagai komponen sayuran
salad utama, selada romaine memiliki kandungan air yang tinggi, sementara
kandungan karbohidrat dan proteinnya rendah. Namun, karena volume yang
dikonsumsi tiap tahunnya tinggi, selada dikenal kontribusi gizinya sebagai sumber
mineral, pro-vitamin A, vitamin C, dan serat. Selada tipe ini menghasilkan provitamin A yang lebih banyak karena bagian daun hijaunya lebih besar ketimbang

tipe lainnya.
2.2 Sistem Pertanian Organik dan Non-Organik
Pertanian yang mirip dengan kehidupan tumbuhan liar disebut pertanian
organik karena kesuburan tanaman berasal dari bahan organik secara alamiah.
Pengertian lain, pertanian organik adalah sistem pertanian (dalam hal bercocok
tanam) yang tidak mempergunakan bahan kimia, tetapi menggunakan bahan
organik. Bahan kimia tersebut dapat berupa pupuk, pestisida, hormon
pertumbuhan, dan lain sebagainya (Pracaya, 2002).
Prinsip pertanian organik yaitu berteman akrab dengan lingkungan, tidak
mencemarkan dan merusak lingkungan hidup. Cara yang ditempuh agar tujuan
tersebut tercapai antara lain:
1) memupuk dengan kompos, pupuk kandang;
2) memupuk dengan pupuk hijau, seperti orok-orok, maupun batang, akar, dan
daun kacang-kacangan, serta turi;
3) memupuk dengan limbah yang berasal dari kandang ternak, pemotong hewan,
septic tank,

6
Universitas Sumatera Utara


4) mempertahankan dan melestarikan habitat tanaman dengan pola tanam
poilikultur (Pracaya, 2002).
Penggunaan bahan kimia terbesar untuk menyuburkan tanah dan
memberantas hama serta penyakit. Dengan pertanian organik, kedua macam
kegiatan tersebut dapat diatasi. Selain menggunakan pupuk kandang, tanaman
yang termasuk famili Leguminosae, misalnya kacang-kacangan, mempunyai bintil
akar yang dapat menambat nitrogen dari udara dan mengubahnya menjadi
nitrogen yang dapat diserap oleh tanaman. Adapun pestisida yang digunakan
untuk memberantas hama dan penyakit, dapat diganti dengan pestisida organik.
Pestisida organik mudah dibuat, tidak mencemari udara, tidak berbahaya, tidak
meracuni konsumen karena cepat terurai, dan tanamannya mudah diperoleh, serta
dapat ditanam di kebun (Pracaya, 2002).
Pestisida organik terdiri dari pestisida botani (pestisida nabati) dan
biopestisida. Pestisida botani berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mana tumbuhan
tersebut mengandung metabolit sekunder yang bersifat racun terhadap hama dan
penyakit. Contoh tumbuhan yang merupakan pestisida botani antara lain bunga
krisan yang mengandung zat piretrum dan piretrin, akar tuba yang mengandung
rotenon, daun tembakau yang mengandung nikotin, serta daun mimba
mengandung azadirachtin dan salanin. Semua tanaman tersebut bersifat
insektisida (Novizan, 2002).

Biopestisida adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari makhluk
hidup (mikroorganisme). Pestisida ini terbagi atas bio-insektisida (cendawan
Bauveria sp. dan Metharriziu sp.), biofungisida (cendawan Trichoderma sp. dan
Gliocladium sp.), dan biobakterisida (Corynebacterium sp. dan Pseudomonas
flourecens) (Soenandar dan Tjachjono, 2013).

7
Universitas Sumatera Utara

Sistem pertanian non-organik atau yang biasa disebut konvensional dalam
pemeliharaannya menggunakan

pupuk

buatan

pabrik,

pestisida sintesis,


perangsang tumbuh antibiotika, dan lain-lain yang meningkatkan produksi
pangan. Dengan cara ini, produksi sangat meningkat, tetapi di sisi lain hadirnya
produk-produk pabrik tersebut dapat mencemari lingkungan dan mengganggu
kesehatan. Selain itu, sistem pertanian ini banyak tergantung pada bahan kimia
yang harganya mahal. Ketergantungan ini dapat menyebabkan produksi merosot
dan biaya produksi yang tinggi sehingga tidak sesuai dengan harga jual (Pracaya,
2002).
Menurut Pracaya (2002) dan Soenandar dan Tjachjono (2013), sistem
pertanian organik mempunyai kelebihan dan kekurangan dibandingkan sistem
pertanian non-organik. Kelebihan sistem pertanian organik, antara lain sebagai
berikut:
1) tidak menggunakan pupuk maupun pestisida kimia sehingga tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah, air, maupun
udara, serta produknya tidak mengandung racun.
2) Tanaman organik mempunyai rasa yang lebih manis dibandingkan tanaman
non-organik.
3) Produk tanaman organik lebih mahal.
4) Kandungan zat antioksidannya lebih banyak.
5) Kandungan vitamin C dan serat lebih banyak, khususnya pada sayuran dan
buah.

6) seratus persen tidak mengandung residu yang beracun.
Kekurangan sistem pertanian organik, antara lain sebagai berikut:
1) Kebutuhan tenaga kerja lebih banyak, terutama untuk pengendalian hama dan

8
Universitas Sumatera Utara

penyakit. Apabila menggunakan pestisida alami, perlu dibuat sendiri karena
pestisida ini belum ada di pasaran.
2) Frekuensi pemberian pestisida alami harus lebih sering karena pestisida alami
cepat terurai.
3) Ukuran tanaman organik biasanya lebih kecil dibandingkan tanaman nonorganik.
2.3 Mineral
Mineral berasal dari dalam tanah. Tanaman yang ditanam di atas tanah
akan menyerap mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kemudian
disimpan dalam akar, batang, daun, bunga, dan buah (Achadi, 2007). Pada
umumnya mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting
dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun
fungsi tubuh secara keseluruhan (Almatsier, 2001). Mineral merupakan unsur
esensial bagi fungsi normal sebagian enzim dan sangat penting dalam

pengendalian komposisi cairan tubuh. Tubuh tidak mampu mensintesa mineral
sehingga unsur-unsur ini harus disediakan lewat makanan (Budiyanto, 2001).
Berdasarkan kebutuhannya di dalam tubuh, mineral dapat digolongkan
menjadi 2 kelompok utama yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral
makro adalah mineral yang menyusun hampir 1% dari total berat badan manusia
dan dibutuhkan dengan jumlah lebih dari 100 mg/hari, sedangkan mineral mikro
merupakan mineral yang dibutuhkan dengan jumlah kurang dari 100 mg/hari dan
menyusun lebih kurang dari 0,01% dari total berat badan. Mineral yang termasuk
di dalam kategori mineral makro adalah kalsium (Ca), khlor (Cl), magnesium
(Mg), kalium (K) dan natrium (Na). Sedangkan mineral mikro terdiri dari tembaga
(Cu), fluor (F), besi (Fe), iodium (I), mangan (Mn), dan seng (Zn) (Achadi, 2007).

9
Universitas Sumatera Utara

2.3.1 Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh,
yaitu 1,5 – 2% dari berat badan orang dewasa. Dari jumlah ini, 99% berada di
dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi. Di dalam cairan ekstraseluler dan
intraseluler kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel,

seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga
permeabilitas membran sel. Kalsium mengatur pekerjaan hormon-hormon dan
faktor pertumbuhan (Almatsier, 2009).
Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari karena
kelebihan kalsium dapat menimbulkan gangguan ginjal. Di samping itu, dapat
menyebabkan konstipasi. Kelebihan kalsium bisa terjadi bila menggunakan
suplemen kalsium. Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan, seperti tulang kurang kuat, mudah bengkok
dan rapuh. Pada orang dewasa kehilangan kalsium menyebabkan tulang menjadi
rapuh dan mudah patah yang disebut osteoporosis (Almatsier, 2009).
Sumber utama kalsium adalah susu dan hasil susu, seperti keju, serelia,
kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau
(Almatsier, 2009).
2.3.2 Kalium
Kalium merupakan ion bermuatan positif, akan tetapi berbeda dengan
natrium, kalium terutama terdapat di dalam sel. Perbandingan natrium dan kalium
di dalam cairan intraselular adalah 1:10, sedangkan di dalam cairan ektraseluler
28:1. Sebanyak 95% kalium tubuh berada di dalam cairan intraselular. Bersama
natrium, kalium memegang peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan
dan elektrolit serta keseimbangan asam basa. Bersama kalsium, kalium berperan


10
Universitas Sumatera Utara

dalam transmisi saraf dan relaksasi otot. Di dalam sel, kalium berfungsi sebagai
katalisator dalam banyak reaksi biologik, terutama dalam metabolisme energi dan
sintesis glikogen dan protein. Kalium berperan dalam pertumbuhan sel. Tekanan
darah normal memerlukan perbandingan antara natrium dan kalium yang sesuai di
dalam tubuh. Kebutuhan minimum akan kalium ditaksir sebanyak 2000 mg sehari
(Almatsier, 2009).
Kelebihan kalium akut dapat menyebabkan gagal jantung yang berakibat
kematian. Kelebihan kalium juga dapat terjadi bila ada gangguan fungsi ginjal.
Kekurangan mineral ini menyebabkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan,
kelumpuhan, mengigau, dan konstipasi. Jantung akan berdebar detaknya dan
menurunkan kemampuannya untuk memompa darah (Almatsier, 2009).
Kalium terdapat di dalam semua makanan yang berasal dari tumbuhtumbuhan dan hewan. Sumber utama adalah makanan segar, terutama buah,
sayuran, dan kacang-kacangan (Almatsier, 2009).
2.3.3 Magnesium
Magnesium adalah kation nomor dua paling banyak setelah natrium di
dalam cairan intraselular. Magnesium di dalam alam merupakan bagian dari

klorofil daun. Magnesium memegang peranan penting lebih dari tiga ratus jenis
sistem enzim di dalam tubuh. Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan
lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk reaksi-reaksi yang
berkaitan dengan metabolisme energi, karbohidrat, lipida, protein dan asam
nukleat serta dalam sintesis, degradasi, dan stabilitas bahan gen DNA. Sebagian
besar reaksi ini terjadi dalam mitokondria sel. Di dalam cairan sel ekstraselular
magnesium berperan dalam transmisi saraf, kontraksi otot dan pembekuan darah.
Dalam hal ini peranan magnesium berlawanan dengan kalsium. Kalsium

11
Universitas Sumatera Utara

merangsang kontraksi otot, sedangkan magnesium mengendorkan otot. Kalsium
mendorong penggumpalan darah sedangkan magnesium mencegah. Kalsium
menyebabkan ketegangan saraf, sedangkan magnesium melemaskan saraf.
Magnesium juga mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di
dalam email gigi (Almatsier, 2009).
Akibat kelebihan magnesium belum diketahui dengan pasti. Kelebihan
magnesium biasanya terjadi pada penyakit gagal ginjal. Kekurangan magnesium
berat menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan dalam pertumbuhan, gugup,
kejang, gangguan sistem saraf pusat, halusinasi, koma, dan gagal jantung
(Almatsier, 2009).
Sumber utama magnesium adalah sayuran hijau, serelia tumbuk, biji-bijian
dan kacang-kacangan. Daging, susu, dan hasilnya serta cokelat juga merupakan
sumber magnesium yang baik (Almatsier, 2009).
2.3.4 Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraselular. 35-40% natrium
ada di dalam kerangka tubuh. Sebagai kation utama dalam cairan ekstraselular,
natrium menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut. Secara
normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara natrium di luar sel dan kalium
di dalam sel. Natrium menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh dengan
mengimbangi zat-zat yang membentuk asam. Natrium berperan dalam transmisi
saraf dan kontraksi otot. Natrium berperan pula dalam absorpsi glukosa dan
sebagai alat angkut zat-zat gizi lain melalui membran, terutama melalui dinding
usus sebagai pompa natrium. Taksiran kebutuhan sehari untuk orang dewasa
adalah sebanyak 500 mg (Almatsier, 2009).
Kelebihan natrium dapat menimbulkan keracunan yang dalam keadaan

12
Universitas Sumatera Utara

akut menyebabkan edema dan hipertensi. Kelebihan konsumsi natrium dapat
menimbulkan hipertensi. Kekurangan natrium menyebabkan kejang, apatis, dan
kehilangan nafsu makan. Bila kadar natrium darah turun, perlu diberikan natrium
dan air untuk mengembalikan keseimbangan (Almatsier, 2009).
Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl, mono sodium
glutamat, kecap dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Sementara
buah dan sayuran hanya mengandung sedikit natrium (Almatsier, 2009).
2.4 Spektrofotometri Serapan Atom
Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika
menelaah

garis-garis

hitam

pada

spektrum

matahari.

Sedangkan

yang

memanfaatkan prinsip serapan atom itu sendiri pada bidang analisis adalah
seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1955 (Khopkar, 1985).
Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur
logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace). Cara ini
cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi
(batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan
interferensinya

sedikit.

Spektrofotometri

serapan

atom

didasarkan

pada

penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya
sinar tampak atau ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2008).
Pada absorpsi, jika populasi atom berada pada tingkat dasar lalu
dilewatkan suatu berkas radiasi maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh
atom-atom tersebut. Frekuensi radiasi yang paling banyak diserap adalah
frekuensi radiasi resonan dan bersifat karakteristik untuk tiap unsur. Pengurangan
intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat dasar
(Gandjar dan Rohman, 2008).

13
Universitas Sumatera Utara

Metode Spektrofotometri serapan atom (SSA) mendasarkan pada prinsip
absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang
gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang
gelombang tersebut mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik
suatu atom yang mana transisi elektronik suatu atom bersifat spesifik. Dengan
menyerap suatu energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom
pada keadaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi (Gandjar dan
Rohman, 2008).
2.4.1 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom
Instrumen spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar
berikut ini:

Gambar 2.1 Instrumen spektrofotometer serapan atom (Harris, 1982)
2.4.1.1 Sumber Sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow
cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan
logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan
tekanan rendah (Gandjar dan Rohman, 2008).
14
Universitas Sumatera Utara

2.4.1.2 Tempat Sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan
asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu
sampel menjadi uap atom-atom yaitu: dengan nyala (flame) dan dengan tanpa
nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2008).
a. Nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi
bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh
nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara
suhunya sebesar 2200oC. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah
campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi
(Gandjar dan Rohman, 2008). Temperatur nyala dengan berbagai kombinasi
bahan bakar dan oksidan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Temperatur Nyala dengan berbagai kombinasi bahan bakar dan
oksidan (Khopkar, 1985)

b.

Bahan Bakar

Oksidan Udara

Oksidan Oksigen

N2O

Hidrogen
Asetilen
Propana

2100
2200
1950

2780
3050
2800

2955
-

Tanpa Nyala (Flameless)
Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang

dikembangkan oleh Masmann dimana sejumlah sampel diambil sedikit (hanya
beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut
dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit.
Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom
15
Universitas Sumatera Utara

netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu
katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang
memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2008).
2.4.1.3 Monokromator
Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih panjang
gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak panjang gelombang
yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman, 2008).
2.4.1.4 Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2008).
2.4.1.5 Readout
Readout merupakan alat pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa
angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi
atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2008).
2.4.2 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom
Yang

dimaksud

dengan

gangguan-gangguan

(interference)

pada

spektrofotometri serapan atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan
pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar
dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman,
2007).
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), gangguan-gangguan yang dapat
terjadi dalam spektrofotometri serapan atom adalah sebagai berikut:
A. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi
banyaknya sampel yang mencapai nyala.
B. Gangguan kimia yang dapat mempengauhi jumlah/banyaknya atom yang

16
Universitas Sumatera Utara

terjadi di dalam nyala.
C. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang
dianalisis; yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di
dalam nyala. Adanya gangguan-gangguan di atas dapat diatasi dengan
menggunakan cara-cara sebagai berikut:
a. Penggunaan nyala/suhu atomisasi yang lebih tinggi
b. Penambahan senyawa penyangga
c. Pengekstrasian unsur yang dianalisis
d. Pengekstrasian ion atau gugus pengganggu
D. Gangguan oleh penyerapan non-atomik. Gangguan jenis ini berarti terjadinya
penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang
akan dianalisis.
2.5 Validasi Metode
Menurut Harmita (2004), validasi metode analisis adalah suatu tindakan
penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk
membuktikan

bahwa

parameter

tersebut

memenuhi

persyaratan

untuk

penggunaannya.
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi
metode analisis adalah sebagai berikut:
A. Kecermatan (Accuracy)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.
B. Keseksamaan (Precision)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara

17
Universitas Sumatera Utara

hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil dari rata-rata jika prosedur
diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang
homogen.
C. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang mungkin ada di dalam matriks sampel.
D. Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematik yang baik,
proposional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah
batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat
seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima.
E. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
kriteria cermat dan seksama.

18
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium Dan Magnesium Pada Buah Sawo (Manilkarazapota L.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

13 100 111

Studi Kandungan Mineral Kalium, Natrium, Magnesium Pada Selada (Lactuca sativa L.) Hidroponik Dan Non-Hidroponik Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 37 120

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

9 69 118

Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium, Magnesium, dan Natrium Pada Selada Romaine (Lactuca sativa var. longifolia Lam.) Organik dan Non-Organik Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 19 111

Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium, Magnesium, dan Natrium Pada Selada Romaine (Lactuca sativa var. longifolia Lam.) Organik dan Non-Organik Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 17

Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium, Magnesium, dan Natrium Pada Selada Romaine (Lactuca sativa var. longifolia Lam.) Organik dan Non-Organik Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium, Magnesium, dan Natrium Pada Selada Romaine (Lactuca sativa var. longifolia Lam.) Organik dan Non-Organik Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 2 4

Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium, Magnesium, dan Natrium Pada Selada Romaine (Lactuca sativa var. longifolia Lam.) Organik dan Non-Organik Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium, Magnesium, dan Natrium Pada Selada Romaine (Lactuca sativa var. longifolia Lam.) Organik dan Non-Organik Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 55

Studi Kandungan Mineral Kalium, Natrium, Magnesium Pada Selada (Lactuca sativa L.) Hidroponik Dan Non-Hidroponik Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 61