Respons Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Terhadap Jenis dan Waktu Aplikasi Elisitor

4

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril.)
Menurut Then (2001), klasifikasi kedelai adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Sub Divisi : Angiospermae, Ordo :
Polypetales,

Famili

:

Leguminoseae,

Genus

:

Glycine,

Spesies


:

Glycine max (L.) Merrill.

Akar kedelai mulai muncul disekitar mesofil. Kemudian akar muncul
kedalam tanah, sedangkan kotiledon akan terangkat ke permukaan tanah akibat
pertumbuhan dari hipokotil. Akar tanaman kedelai terdiri dari akar tunggang dan
akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang. Untuk memperluas permukaan
kontaknya dalam menyerap unsur hara, akar juga membentuk bulu-bulu akar.
Bulu akar merupakan penonjolan dari sel-sel epidermis akar. Pada akar terdapat
bintil-bintil akar yang berkoloni dari bakteri Rhizhobium japonicum yang
terbentuk di akar yang dapat mengikat N, bersimbiosa dengan tanaman
(Irwan, 2006).
Bintil akar dapat terbentuk pada tanaman kedelai muda setelah ada akar
rambut pada akar utama atau akar cabang. Bintil akar dibentuk oleh Rhizobium
japonicum. Akar mengeluarkan triptofan dan substansi lain yang menyebabkan

perkembangan pesat dari populasi bakteri yang menyebabkan akar rambut
melengkung sebelum bakteri menginfeksi ke dalamnya. Gejala ini tidak tampak

apabila infeksi terjadi pada akhir pertumbuhan akar rambut (Hardiatmi, 2009).
Batang kedelai yang masih muda setelah perkecambahan dibedakan
menjadi dua bagian yaitu hipokotil dan epikotil. Hipokotil adalah bagian batang
dibawah keping biji yang belum lepas sampai ke pangkal batang, sedangkan

Universitas Sumatera Utara

5

epikotil adalah bagian batang yang berada di atas keping biji. Sistem pertumbuhan
batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe determinate adalah tipe
pertumbuhan pucuk batang yang jika tanaman telah berbunga pertumbuhan
batangnya terhenti dan tipe indeterminate adalah pertumbuhan pucuk batang dapat
terus

berlangsung

walaupun

tanaman


telah

mengeluarkan

bunga

(Prihatman, 2000).
Kedelai dapat berbunga ketika memasuki stadia reproduktif yaitu
5 - 7 minggu bergantung pada varietas. Bunga kedelai umumnya muncul pada
ketiak tangkai daun. Jumlah bunga yang ada pada setiap tangkai daun beragam,
antara 2 - 25 bunga. Penyerbukan bunga berlangsung secara sendiri dengan
tepung sari sendiri karena pembuahan terjadi sebelum bunga kedelai mekar
(Hardiatmi, 2009).
Polong pertama kali muncul sekitar 7 - 10 hari setelah munculnya bunga
pertama. Polong berwarna hijau, panjangnya polong muda sekitar 1 cm. Jumlah
polong terbentuk pada setiap ketiak daun sangat beragam, antara 1 - 10 polong
dalam setiap kelompok. Dalam satu polong berisi 1-4 biji. Bentuk biji kedelai
pada umumnya bulat lonjong, ada yang bundar bulat agak pipih. Polong pertama
kali muncul sekitar 7 - 10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang bulu

bisa mencapai 1 mm dan lebar 0,0025 mm (Prihatman, 2000).
Daun kedelai berwarna hijau, mempunyai dua bentuk daun, yaitu stadia
kotiledon yang tumbuh saat masih kecambah dengan dua helai daun tunggal dan
daun bertangkai tiga yang tumbuh setelah masa perkecambahan. Daun berbentuk
bulat oval, yang mempunyai bulu. Panjang bulu bisa mencapai 1 mm dan lebar

Universitas Sumatera Utara

6

0,0025 mm. Kepadatan bulu berkisar 3 - 20 buah/mm. Pada varietas Anjasmoro
kepadatan bulu jarang (Hardiatmi, 2009).
Syarat Tumbuh
Iklim
Kedelai dapat tumbuh dengan curah hujan yang merata sehingga
kebutuhan air pada tanaman kedelai dapat terpenuhi. Pada fase perkecambahan air
merupakan hal terpenting. Kebutuhan air akan bertambah sesuai dengan umur
tanaman. Kebutuhan air tertinggi pada saat berbunga dan pengisian polong. Pada
umumnya kebutuhan air tanaman kedelai berkisar 350 - 450 mm selama masa
pertumbuhan kedelai, dan curah hujan dalam hitungan pertahunnya adalah sekitar

1.500 - 2.500 mm/tahun (Prihatman, 2000).
Tanaman menghendaki suhu tanah yang optimal sekitar 30 oC untuk
mendukung

proses

perkecambahannya.

Disamping

suhu

tanah

kedelai

menghendaki suhu lingkungan yang optimal untuk proses pembentukan bunga
yaitu 25 - 28°C. Kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada
ketinggian tempat berkisar 20 - 300 m dpl. Umur berbunga tanaman kedelai yang
ditanam pada dataran tinggi mundur 2 - 3 hari dibandingkan tanaman kedelai yang

ditanam di dataran rendah (Hardiatmi, 2009).
Kedelai termasuk tanaman berhari pendek, artinya kedelai tidak mampu
berbunga jika panjang hari melebihi batas kritis yaitu 15 jam per hari. Oleh sebab
itu pada daerah topik yang panjang hari 12 jam kedelai akan mengalami
penurunan

produksi

karena

masa

berbunganya

menjadi

pendek

(Irwan, 2006).


Universitas Sumatera Utara

7

Tanah
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik jika drainase dan aerase tanah baik,
untuk dapat tumbuh subur kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur, serta
kaya akan bahan organik. Bahan organik yang cukup akan memperbaiki dan
menjadi bahan makanan bagi organisme dalam tanah (Irwan, 2006).
Keasaman berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sebab keasaman
tanah mempengaruhi pada jumlah unsur hara yang bisa diserap oleh tanaman,
kondisi keasaman yang baik adalah 6 - 7 pada kondisi ini semua unsur hara paling
banyak tersedia sehingga penyerapan unsur hara menjadi efektif. Jika pH 5,5 atau
pada tanah masam pertumbuhan bintil akar akan terhambat sehingga proses
pembentukan nitrifikasi akan berjalan kurang baik serta kedelai dapat keracunan
alumunium (Kusfebriani, 2010).
Tanah yang dapat ditanami kedelai memiliki air dan hara tanaman untuk
pertumbuhannya cukup. Tanah yang mengandung liat tinggi sebaiknya diadakan
perbaikan drainase dan aerase sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen.
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada jenis tanah Alluvial, Regosol, Gumusol,

Latosol dan Andosol (Kartasapoetra, 1998).
Elisitor
Elisitor merupakan senyawa biologis maupun non biologis yang diinduksi
dan menyebabkan fitoaleksin diproduksi. Metode elisitasi dapat dilakukan dengan
menambahkan elisitor abiotik maupun biotik pada sel tumbuhan dengan tujuan
untuk menginduksi secara simultan fitoaleksin dan metabolit sekunder konstitutif
atau metabolit sekunder lain yang secara normal tidak terakumulasi. Elisitasi juga
merupakan suatu respons dari suatu sel untuk menghasilkan metabolit sekunder.

Universitas Sumatera Utara

8

Dalam hal ini, adanya interaksi patogen dengan inang akan menginduksi
pembentukan fitoaleksin pada tumbuhan. Fitoaleksin itu sendiri merupakan
senyawa antibiotik yang mempunyai berat molekul rendah, dan dibentuk sebagai
respons terhadap infeksi mikroba patogen. Senyawa yang merupakan bagian dari
mekanisme tersebut dapat dianalogikan dengan antibodi yang terbentuk sebagai
respons imun (Al-Tawaha et al., 2005).
Elisitor terdiri atas dua kelompok yaitu elisitor abiotik dan biotik

(Al-Tawaha, 2011). Elisitor biotik dikelompokkan dalam elisitor endogen dan
eksogen. Elisitor endogen umumnya berasal dari tumbuhan itu sendiri, seperti
bagian dari dinding sel (oligogalakturonat) yang rusak oleh suatu serangan
patogen melalui aktivitas enzim hidrolisis atau membran plasma yang mengalami
kerusakan karena luka. Sedangkan elisitor eksogen berasal adalah elisitor yang
berasal dari luar tumbuhan atau luar sel, misalnya elisitor yang berasal dari
dinding sel jamur. Elisitor abiotik yang sering digunakan yaitu metil jasmonat dan
asam salisilat, sedangkan elisitor biotik misalnya kitosan (Namdeo, 2007).
Asam salisilat
Salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
penyakit adalah melalui induksi ketahanan sistemik yang dipicu oleh
pengaplikasian elisitor dengan melibatkan akumulasi senyawa tertentu seperti
asam salisilat. Aplikasi asam salisitat sebagai elisitor potensial untuk
meningkatkan ketahanan tanaman (Hoerussalam et al., 2013). Peran asam salisilat
pada tanaman adalah dalam termogenesis dan sebagai pertahanan terhadap
patogen (Yuliani, 2015).

Universitas Sumatera Utara

9


Asam salisilat merupakan signal penting dalam ketahanan tanaman,
digunakan sebagai senyawa pengimbas ketahanan tanaman terhadap penyakit layu
Fusarium. Asam salisilat juga dikenal dapat mempengaruhi berbagai fisiologi dan

biokimia tanaman dan mempunyai peran penting dalam mengatur pertumbuhan
serta produktifitasnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penambahan
asam salisilat pada media sebagai komponen seleksi berkorelasi dengan tingkat
ketahanan tanaman (Sulastri, 2014).
Asam salisilat memegang peranan penting dalam ketahanan sistemik
terinduksi. Mekanisme ketahanan tanaman terhadap penyakit dapat berupa
ketahanan secara fisik maupun kimia. Salah satu bentuk ketahanan secara kimia
adalah asam salisilat. Asam salisilat lebih dominan untuk mengatasi serangan
patogen biotrof (patogen yang aktif pada jaringan hidup) dan virus. Mekanisme
ketahanan melalui jalur asam salisilat berhubungan dengan protein-protein yang
terkait dengan patogenesis (Sulastri, 2014).
Asam salisilat memiliki rumus molekul C 6H4COOHOH berbentuk kristal
berwarna merah muda terang hingga kecokelatan yang memiliki berat molekul
sebesar 138,123 g/mol dengan titik leleh sebesar 156 0C dan densitas pada 250C
sebesar 1,443 g/mL. Asam salisilat memiliki struktur bangun seperti pada gambar

berikut ini:

(Yuliani, 2015).

Universitas Sumatera Utara

10

Methyl Jasmonat
Methyl jasmonat adalah senyawa alami yang disintesis oleh tumbuhan
sebagai respon terhadap adanya serangan patogen. Methyl jasmonat berperan
dalam menginisiasi transkripsi gen-gen yang terlibat dalam mekanisme
pertahanan pada tumbuhan. Senyawa ini merupakan senyawa pengatur penting
yang mempengaruhi respon dan signal tumbuhan yang bekerja dalam
penghambatan atau aktivasi suatu hubungan. Hasil akhir dari proses ini adalah
peningkatan produksi senyawa metabolit sekunder terutama senyawa yang terlibat
dalam mekanisme pertahanan pada tumbuhan (Habibah, 2009).
Methyl jasmonat (MeJA) merupakan salah satu contoh elisitor abiotik
yang secara umum terdapat pada tumbuhan sebagai hormon stres yang berperan
dalam sistem pertahanan ketika ada perlukaan atau serangan herbivora. MeJA
diketahui tetap dapat memberikan respon yang sama pada tumbuhan meskipun
diaplikasikan secara eksogen (Kolewe et al., 2008). Mekanisme MeJA dalam
menginduksi respon pertahanan pada tumbuhan diawali dengan adanya interaksi
antara elisitor dengan suatu reseptor yang terletak pada membran plasma atau
sitosol sel tumbuhan (Widyastuti, 2015).
Jasmonat (Metil jasmonat (MeJA) dan turunannya merupakan regulator
seluler yang terlibat pada berbagai macam proses perkembangan tanaman. Selain
itu jasmonat berperan dalam pertahanan tanaman terhadap serangga, patogen yang
berkaitan dengan biosintesis fitoaleksin dalam respon terhadap patogen dan
elisitor terhadap serangga, dan stress lingkungan seperti kekeringan, suhu rendah,
dan salinitas. Jasmonat juga dapat meningkatkan ekspresi gen yang terlibat dalam
ketahanan tanaman (Eliwati, 2014).

Universitas Sumatera Utara

11

Methyl jasmonat memiliki rumus kimia : C13H2O3 dengan berat molekul 224.2961
g/mol. Rumus bangun methyl jasmonat:

(Widyastuti, 2015).
Kitosan
Kitosan yang terjadi secara alamiah merupakan senyawa yang memiliki
potensi di bidang pertanian berkaitan dengan pengendalian penyakit tanaman.
Molekul-molekul ini ditunjukkan untuk menampilkan toksisitas dan menghambat
pertumbuhan jamur dan pembangunan. Hal tersebut ternyata aktif terhadap virus,
bakteri dan hama lainnya. Fragmen dari kitin dan kitosan diketahui telah
memunculkan kegiatan yang mengarah ke berbagai respon pertahanan tanaman
inang dalam menanggapi infeksi mikroba (Zyrex, 2012).
Kitosan yang diperoleh dengan deasetilasi kitin, mendorong pertumbuhan
tanaman dan akar, dan mempercepat waktu berbunga, hasil buah, dan bobot buah
serta meningkatkan jumlah bunga pada buah anggur (Ohta et al. 2004). Kitosan
merupakan bahan kimia, yang secara konsisten meningkatkan hasil panen. Pada
tanaman, kitosan menyebabkan akumulasi pytoelexin yang menghasilkan respon
antifungi dan meningkatkan perlindungan dari infeksi yang lebih jauh. Kitosan
dapat meningkatkan sinyal untuk sintesis hormon tanaman seperti giberelin.
Selain itu kitosan juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
dengan memberikan sinyal biosintesis auksin melalui jalur independen triptofan
(Uthairatanakij et al., 2007 dalam Ianca 2010).

Universitas Sumatera Utara

12

Kitosan terbukti menghambat penyebaran sistemik virus dan viroid
seluruh tanaman dan untuk meningkatkan respon hipersensitif host terhadap
infeksi. Kitosan menghambat pertumbuhan berbagai bakteri pada tanaman, yang
terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhan dan perkembangan Escherichia
coli terutama di media asam. Secara umum kitosan diterapkan pada tingkat 1 mg

/mL, mampu mengurangi pertumbuhan vitro sejumlah jamur dan Oomycetes.
Substratum

perubahan

dengan

kitosan

diketahui

untuk

meningkatkan

pertumbuhan tanaman dan menekan beberapa patogen tular tanah terkenal
(Zyrex, 2012). Hirano et al (2000) juga meyatakan bahwa terjadi peningkatan
hasil biji kedelai sebesar 20% dengan perlakuan kitosan 1 mg mm -1.
Kitosan dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari
deasetilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organism.

(Haryadi, 2011).
Waktu Aplikasi
Akumulasi senyawa isoflavon kedelai tergantung dari kultivarnya dan
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan selama fase pengisian biji. Pertumbuhan dan
perkembangan kedelai umumnya dibagi kepada 6 fase vegetatif (V1-V6) dan 8
fase reproduktif (R1-R8). R1 dan R2 adalah fase pembungaan, sedangkan R3 dan

Universitas Sumatera Utara

13

R4 fase pembentukan polong dan perkembangan biji berlangsung pada fase R5R8 (Lee et al., 2012).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa akhir pembentukan komposisi
biji termasuk isoflavon sangat dipengaruhi stres lingkungan pada fase R3 - R7.
Perkembangan biji pada R5 dikarakterisasi dengan cepatnya peningkatan bobot
biji dan kelangsungan akumulasi nutrisi hingga R6. Pada fase R6 terjadi pengisian
polong tetapi masih belum matang. Pada fase R7 kulit biji mulai mengalami
perubahan warna dari hijau ke kuning tergantung dari kultivarnya. Pada poin ini,
terjadi akumulasi berat kering dan biji mengalami matang fisologis. Akumulasi
isoflavon pada biji kedelai berlangsung selama fase akhir pematangan biji, dimana
fase tersebut sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air (Fehr et al., 1971).
Semua elisitor menyebabkan peningkatan konsentrasi isoflavon dari
kedelai jika dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan elisitor). Perlakuan
kedelai dengan elisitor melalui aplikasi daun dilakukan pada berbagai tahap
perkembangan tanaman kedelai. Dari empat elisitor dan masing-masing
diterapkan pada dua tahap perkembangan yang berbeda vegetatif awal (ketika
tanaman memiliki 3 trifoliate daun (V4) dan podding awal (R3)). Aplikasi daun
dengan elisitor dibuat menggunakan botol semprot genggam dengan volume 4 ml
diterapkan per tanaman. Konsentrasi total isoflavon tertinggi terdapat pada tahap
R3 yang mengalami peningkatan 70% dibandingkan dengan kontrol (tanpa
perlakuan elisitor) (Al-Tawaha, 2006).
Perlakuan elisitor menyebabkan peningkatan hasil biji

dibandingkan

dengan tanaman tanpa perlakuan (kontrol). Hasil biji terbesar berdasarkan aplikasi
daun dengan ekstrak ragi 2 mg/ml pada fase R3 ditunujukkan dengan peningkatan

Universitas Sumatera Utara

14

25% lebih besar dibandingkan dengan tanaman tanpa perlakuan (kontrol)
(Al-Tawaha dan Ababneh, 2012).
Tabel. fase pertumbuhan tanaman kedelai
Singkatan Stadia

Tingkatan stadia

VE

Stadia pemunculan

VC

Stadia kotiledon

V1

Stadia buku pertama

V2

Stadia buku kedua

V3

Stadia buku ketiga

Vn

Stadia buku ke-n

R1

Mulai Berbunga

R2

Berbunga penuh

R3

Mulai berpolong

R4

Berpolong penuh

R5

Mulai Berbiji

R6

Berbiji penuh

Keterangan
Kotiledon muncul ke
permukaan
Daun unfoliolat berkembang,
tepi daun tidak menyentuh
tanah
Daun terbuka penuh pada
buku unfoliolat.
Daun trifoliolat terbuka penuh
pada buku kedua di atas buku
unfoliolat.
Pada buku ketiga batang
utama terdapat daun yang
terbuka penuh
Pada buku ke-n batang utama
telah. terdapat daun yang
terbuka penuh.

Munculnya bunga pertama
pada buku mana pun pada
batang utama.
Bunga terbuka penuh pada
satu atau dua buku paling atas
pada batang utama dengan
daun yang telah terbuka
penuh.
Polong telah terbentuk
dengan panjang 0,5 cm pada
salah satu buku batang utama.
Polong telah mencapai
panjang 2 cm di salah satu
buku teratas pada batang
utama.
Ukuran biji dalam polong
mencapai 3 mm pada salah
satu buku batang utama.
Setiap polong pada batang
utama telah berisi biji satu
atau dua.

Universitas Sumatera Utara

15

R7

Mulai masak

R8

Masak penuh

Salah satu warna polong pada
batang utama telah berubah
menjadi cokelat kekuningan
atau warna masak.
95 % jumlah polong telah
mencapai warna polong
masak

(Adiswaranto, 2007).

Universitas Sumatera Utara