Analisis Efektivitas Biaya Pengobatan Hipertensi dan Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada Periode Januari 2014 – Juni 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
Menurut American Heart Association (AHA),hipertensi didefinisikan
sebagai meningkatnya tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik diatas 90 mmHg.Menurut The Eighth Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC VIII)hipertensi merupakan keadaan yang paling sering ditemukan
pada pelayanan kesehatan dan selanjutnya mengakibatkan infark miokard, stroke,
gagal ginjal dan kematian bila tidak dideteksi dan diterapi secepat mungkin.
2.2 Klasifikasi Hipertensi
Tabel 2.1Klasifikasi tekanan darah menurut ESH/ESC (2013)
Kategori

Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

Optimal

25 (berat badan dalam kilogram dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter),

juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Curah
jantung dan volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari

10

Universitas Sumatera Utara

penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang
atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin
plasma yang rendah. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena
beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah
yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi
tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan
frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin
menyebabkan tubuh menahan natrium dan air. Penelitian epidemiologi juga
membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien
hipertensi(Yogiantoro, 2006).
iii. Nutrisi
Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya

hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan
volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh
peningkatan ekskresi kelebihan garam tersebut sehingga akan kembali pada
keadaan hemodinamik yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini
terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh (Yogiantoro, 2006).
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh juga erat kaitannya dengan peningkatan
berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan
darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh terutama lemak dalam makanan yang
bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh yang berasal

11

Universitas Sumatera Utara

dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman
dapat menurunkan tekanan darah(Yogiantoro, 2006).
iv. Merokok
Hubungan antara merokok dengan peningkatan risiko kardiovaskular telah
banyak dibuktikan. Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida

yang dihisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis
dan hipertensi. Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya
tekanan darah segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap
rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paruparu dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah
mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada
kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan
menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat
karena tekanan yang lebih tinggi. Tekanan darah akan tetap tinggi sampai 30
menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan
menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan (Yogiantoro,
2006).
2.5 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensinI oleh angiotensin converting enzyme (ACE).Angiotensin
converting enzyme memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah.Mula-mula, renin (diproduksi oleh ginjal) akan mengubah angiotensinogen
menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah

12


Universitas Sumatera Utara

menjadi angiotensin II. Angiotensin II memiliki peranan kunci dalam menaikkan
tekanan darah melalui dua aksi utama.Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi
hormon antidiuretik (ADH).Antidiuretik diproduksi di hipotalamus (kelenjar
pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume
urin.Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah (Sherwood, 2001).
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah. Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat
komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi

jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume
sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas
pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu
oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat
stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan
penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadangkadang
muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang

13

Universitas Sumatera Utara

lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi,
dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan
susunan saraf pusat (Sherwood, 2001).

14

Universitas Sumatera Utara


2.6 Farmakoterapi Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensimenurut JNC VIII pada Gambar 2.1.
Dewasa usia ≥ 18 tahun dengan hipertensi

Melakukan perubahan gaya hidup

Menetapkan target tekanan darah dan memulai terapi penurun
tekanan darah berdasarkan usia, diabetes dan Chronic Kidney
Disease (CKD)

Usia
≥ 60 tahun

Target TD
SBP