Isolasi dan Identifikasi Senyawa Steroid Triterpenoid dari Tinta Sotong (Sepia recurvirostra)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Sotong
2.1.1 Habitat sotong
Habitat sotong pada umumnya pada daerah demersal dekat pantai dan
zona di perairan hangat dan subtropis. Sotong hidup di dasar berbatu, berpasir dan
berlumpur hingga daerah lamun, rumput laut, maupun terumbu karang.
Kebanyakan spesies sotong bermigrasi musiman dalam menanggapi perubahan
iklim. Jenis Sepia recurvirostra tersebar di Pasifik Barat, Laut Andaman, Laut
Cina Selatan, Filipina dan selatan Laut Cina Timur. Sotong ini hidup di daerah
demersal pada kedalaman 50-140 m (Jereb dan Roper 2005).
2.1.2 Sistematika sotong
Identifikasi sampel sotong dilakukan di pusat penelitian Oseanografi LIPI,
dengan hasil sebagai berikut :
Filum

: Mollusca

Kelas


: Cephalopoda

Bangsa

: Sepiida

Suku

: Sepiidae

Marga

: Sepia

Jenis

: Sepia recurvirostra (Steentrup,1875).

2.1.3 Anatomi dan morfologi sotong
Sotong merupakan hewan moluska yang berasal dari famili Sepiidae.

Tubuh sotong terbagi menjadi tiga bagian, yaitu organ mantel, kepala dan

5
Universitas Sumatera Utara

lengan/tentakel. Organ mantel mencakup sistem sirkulasi, reproduksi, pencernaan
dan ekskresi. Di dalam mantel terdapat struktur yang analog dengan tulang
belakang pada vertebrata, yang disebut dengan cuttlebone. Bentuknya seperti bulu
ayam, tersusun atas matriks kalsium sehingga lebih keras dibanding organ lain.
Sirip terdapat di kanan-kiri mantel, pada bagian posterior tidak menyatu. Dalam
kepala terletak organ mata, otak sebagai sistim saraf pusat serta struktur rahang
yang mirip paruh burung beo. Mata dilindungi oleh selaput transparan, terdapat
kelopak mata palsu.
Lengan dan tentakel sebenarnya tidaklah sama. Lengan pada Sepiida
berjumlah 8 buah yang tersusun kiri dan kanan, tidak dapat ditarik ke dalam
(unretractable) mendekati kepala. Tentakel berjumlah 2 buah, tersusun kiri dan
kanan dan dapat ditarik masuk (retractable) ke dalam kantong yang terdapat di
pangkalnya, tentakel terletak diantara lengan ke-3 dan ke-4. Pemanjangan organ
tentakel ini dikarenakan fungsinya untuk menangkap mangsa. (Jereb & Roper,


2005). Cangkang sotong tersusun atas kalsium karbonat dan berfungsi agar sotong
dapat mengapung dalam air (Mujiono, 2008).
Sotong memiliki warna yang bervariasi, tetapi biasanya sotong berwarna
hitam atau coklat dan memiliki bintik-bintik pada kulitnya. Perubahan warna pada
sotong mungkin saja terjadi karena pada kulit sotong terdapat tiga jenis pigmen,
yaitu kromatofor, leukofor dan iridofor. Pigmen ini berfungsi sebagai alat
komunikasi sesama sotong dan sebagai kamuflase agar tidak dapat ditemukan
oleh predator dengan cara berubah warna atau merubah tekstur kulit mereka
(Jereb dan Roper 2005). Sepia recurvirostra dewasa mencapai ukuran maksimum
mantel 17 cm. Spesies ini merupakan jenis sotong ekonomis penting terutama di

6
Universitas Sumatera Utara

Hongkong (Jereb dan Roper 2005).
Sotong memiliki kantung tinta di dalam tubuhnya. Pemberian nama Sepia
untuk jenis sotong juga disebabkan oleh adanya tinta ini. Kantung tinta
mengandung pigmen melanin dan lendir. Tinta sotong berwarna coklat tua yang
mengandung tirosin, dopamin dan sejumlah kecil asam amino, contohnya taurin,
asam aspartat, asam glutamat, alanin, dan lisin. Tinta sotong digunakan sebagai

alat tulis pada zaman dahulu, namun saat ini tinta sotong juga digunakan sebagai
pewarna makanan dan bumbu, misalnya dalam pembuatan pasta atau saus. Studi
terbaru menunjukkan bahwa tinta Cephalopoda mengandung racun bagi beberapa
sel, termasuk sel tumor (Caldwell 2005).

2.2 Kandungan Kimia
2.2.1 Alkaloida
Alkaloida merupakan golongan zat sekunder yang terbesar. Alkaloida
mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloida mempunyai
aktivitas fisiologi yang menonjol, sehingga banyak diantaranya digunakan dalam
bidang pengobatan (Harborne, 1987). Pereaksi yang sering digunakan dalam
mendeteksi adanya alkaloida antara lain yaitu pereaksi Mayer, pereaksi
Bouchardat dan pereaksi Dragendroff (Fansworth, 1966).
2.2.2 Glikosida
Glikosida adalah suatu golongan senyawa bila dihidrolisis akan terurai
menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Aglikon dapat
berupa terpen, flavonoid, kumarin atau bahan alam lainnya (Heinrich et al).

7

Universitas Sumatera Utara

Glikosida Umumnya mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim
(Fansworth, 1966). Glikosida dibedakan menjadi berbagai macam berdasarkan
ikatan antara glikon dan aglikonnya yaitu O-glikosida, S-glikosida, N-glikosida
dan C-glikosida (Evans, 2009).
2.2.3 Steroid/Triterpenoid
Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin
siklopentana perhidropenantren. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka
karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis masuk jalur
asam mevalonat yang diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena
(Harborne, 1987).
Uji yang banyak digunakan ialah reaksi Liebermann-Burchard yang
dimana steroid memberikan warna hijau biru dan triterpen memberikan warna
merah atau ungu (Fansworth, 1966). Steroid pada umumnya berupa alkohol
dengan gugus hidroksil pada C3 sehingga steroid sering juga disebut sterol
(Robinson, 1995). Gambar struktur dasar steroid dan triterpenoid dapat dilihat
pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.

Gambar 2.1 Struktur DasarSteroid


Gambar 2.2Struktur DasarTriterpenoid

8
Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Saponin
Saponin berasal dari bahasa latin yaitu sapo (sabun). Saponin banyak
dijumpai pada tumbuhan tingkat tinggi tetapi lebih banyak lagi dijumpai pada
hewan bawah laut terutama pada filum echinodermata, kelas holothuruidea dan
asteroidea. Aglikon pada saponin disebut genin atau sapogenin. Saponin terbagi
menjadi tiga kelas tergantung dari jenis aglikonnya yaitu triterpen glikosida,
steroid glikosida dan steroid alkaloid glikosida (Hostettmann dan martson, 2005).
Saponin merupakan senyawa berasa pahit, menusuk, menyebabkan bersin dan
mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin adalah senyawa aktif
permukaan yang kuat dan menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada
konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah.
Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba (Robinson, 1995).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu
pelarut cair (Ditjen, POM., 2000). Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes, RI., 1995).
2.3.1 Metode ekstraksi
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi
dengan menggunakan pelarut yaitu:

9
Universitas Sumatera Utara

a. Cara dingin
1. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada suhu kamar. Penam
bahan pelarut setelah penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya
disebut remaserasi.
2. Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru

sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan,
tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan
ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1 - 5 kali
bahan.
b. Cara panas
1. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50oC.
3. Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru, dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 15 menit.
5. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

10

Universitas Sumatera Utara

temperatur 90oC selama 30 menit.

2.4 Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan
perpindahan dari komponen-komponen senyawa di antara dua fase yaitu fase
diam (dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau
zat cair). Kromatografi serapan dikenal jika fase diam berupa zat padat, jika zat
cair dikenal sebagai kromatografi partisi, karena fase gerak dapat berupa zat cair
dan gas maka ada empat macam sistem kromatografi (Sastrohamidjojo, 1985) :
1. Fase gerak zat cair, fase diam padat :
- Kromatografi lapis tipis
- Kromatografi penukar ion
2. Fase gerak gas, fase diam padat :
- Kromatografi gas padat
3. Fase gerak zat cair, fase diam zat cair :
- Kromatografi cair kinerja tinggi
4. Fase gerak gas, fase diam zat cair :
- Kromatografi gas cair

- Kromatografi kolom kapiler
2.4.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
pemisah terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga
berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah
berupa larutan yang di totolkan baik berupa bercak ataupun pita. Plat atau lapisan

11
Universitas Sumatera Utara

dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang
cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan)
(Stahl, 1985). Fase gerak akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh
kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh
gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Rohman, 2007).
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Pengamatan dengan sinar ultraviolet adalah cara sederhana yang dilakukan
untuk senyawa tak berwarna. Beberapa senyawa organik bersinar atau
berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm)
atau gelombang panjang (366 nm). Senyawa yang tidak dapat dideteksi

menggunakan cara tersebut maka harus dicoba dengan penyemprotan pereaksi
yang membuat bercak tersebut tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian
bila perlu dengan pemanasan (Rohman, 2007).
2.4.2 Kromatografi preparatif
Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu metode
pemisahan dengan menggunakan peralatan sederhana. Ketebalan penyerap yang
sering dipakai adalah 0,5-2 mm. Plat kromatografi biasanya berukuran 20 x 20
cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah
bahan yang dapat dipisahkan dengan KLT preparatif. Penyerap yang paling umum
digunakan adalah silika gel. Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan
cuplikan dalam sedikit pelarut. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak
sesempit mungkin karena pemisahan tergantung pada lebar pita. Penotolan dapat
dilakukan dengan pipet tetapi lebih baik dengan penotol otomatis. Pengembangan
plat KLT preparatif dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung

12
Universitas Sumatera Utara

beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan
bantuan kertas saring yang diletakkan berdiri disekeliling permukaan bagian
dalam bejana (Hostettmann, et al., 1995).

2.5 Spektrofotometri
2.5.1 Spektrofotometri sinar ultraviolet (UV)
Spektrum ultraviolet adalah suatu gambaran yang menyatakan hubungan
antara panjang gelombang atau frekuensi sinar UV terhadap intensitas serapan
(absorbansi). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm.
Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet tergantung pada
struktur elektronik dari molekul yang bersangkutan (Sastrohamidjojo, 1985).
Suatu atom atau molekul menyerap sinar UV maka energi tersebut akan
menyebabkan tereksitasinya elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang
lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung panjang gelombang cahaya yang diserap.
Gugus kromofor disebut juga gugus yang dapat mengabsorpsi cahaya
(Dachriyanus, 2004). Kromofor paling umum yang ditemukan di dalam molekul
obat adalah cincin benzena, Jika terdapat lebih banyak ikatan rangkap pada
struktur dalam konjugasi (yaitu dua ikatan rangkap atau lebih dalam suatu seri
yang dipisahkan oleh ikatan tunggal), serapan terjadi pada panjang gelombang
yang lebih panjang dan dengan intensitas yang lebih besar (Watson, 2009).
2.5.2 Spektrofotometri sinar infrared(IR)
Spektrofotometri inframerah pada umumnya digunakan untuk :
1. Menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik
2. Mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan

13
Universitas Sumatera Utara

daerah sidik jarinya.
Pengukuran pada spektrum infrared dilakukan pada daerah cahaya infrared
tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2,5–50 �m atau bilangan

gelombang 4000–200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan
menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorpsi infrared sangat

khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Jika suatu
frekuensi tertentu dari radiasi inframerah dilewatkan pada sampel suatu senyawa
organik maka akan terjadi penyerapan frekuensi oleh senyawa tersebut. Detektor
yang ditempatkan pada sisi lain dari senyawa akan mendeteksi frekuensi yang
dilewatkan pada sampel yang tidak diserap oleh senyawa. Banyaknya frekuensi
yang melewati senyawa (yang tidak diserap) akan diukur sebagai persen
transmitan. Persen transmitan 100 berarti tidak ada frekuensi IR yang diserap oleh
senyawa. Pada kenyatannya, hal ini tidak pernah terjadi. Selalu ada sedikit dari
frekuensi ini yang diserap dan memberikan suatu transmitan sebanyak 95 %.
Transmitan 5 % berarti bahwa hampir seluruh frekuensi yang dilewatkan diserap
oleh senyawa. Serapan yang sangat tinggi ini akan memberikan informasi penting
tentang ikatan dalam senyawa ini. Spektrum IR sangat berguna untuk
mengidentifikasi suatu senyawa dengan spektrum senyawa standar terutama pada
daerah sidik jari. Secara praktikal, spektrum IR hanya dapat digunakan untuk
menentukan gugus fungsi (Dachriyanus, 2004).

14
Universitas Sumatera Utara