Jilid-12 Depernas 24-Bab-99
BAD 99. KEADAAN SEKARANG
§ 1151. Organisasi Negara Kesatuan
a.
Keadaan dan pembagian daerah R.I.
Perkembangan daerah-daerah Otonomi tahun 1950 — 1960:
TAHUN
1950
Daerahdaerah swatantra tingkat
II
I
Kabupaten
Kotapradja
7
80
19
1953
8
96
21
1956
9
141
40
1957
17
145
41
1958
20
171
41
1959
20
209
47
Pada saat mulai berdirinja Negara Kesatuan Republik Indonesia
hanja di Djawa jang telah ada daerahdaerah otonomi jang statusnja
ditentukan oleh Undangundang Dasar Sementara 1950 jo. Undang
undang No. 22 tahun 1948. Dapat dikatakan bahwa pada waktu itu
seluruh wilajah Djawa — Madura ketjuali wilajah kota otonom Dja karta
Raya — telah terbagi habis dalam wilajah daerahdaerah otonom
termaksud, jaitu daerah otonom propinsi (termasuk Daerah Istimewa
.Jogjakarta), daerahdaerah otonom propinsi itu terbagi .,bagi pula dalam
daerah otonomotonom Kabupaten, Kota Besar dan Kota Ketjil.
Di Sumatera hanja terdapat 3 daerah otonom propinsi. Pemben
tukan daerahdaerah otonom dibawah tingkatan Propinsi menurut Un
dangundang belum dapat dilaksanakan. Walaupun demikian, guna
memenuhi tjitatjita rakjat diberbagai daerah di Sumatera dengan tja
ra jang tidak melalui saluransaluran hukum sebagaimana wadjarnja
oleh penguasapenguasa jang berwenang di Daerahdaerah itu telah
diusahakan dengan sebaikbaiknja ( berpedoman Undangundang No.
22 th. 1948) membentuk daerahdaerah jang dapat pula mengatur dan
mengurus rumah tangganja sendiri.
Daerahdaerah itu dinamakan Kabupatenkabupaten Otonom dan
Kotakota Otonom jang diberi nama Kota A dan Kota. B.
Begitu pula di Kalimantan jang waktu itu masih erupakan suatu
propinsi administratip chusus, telah dapat dibentuk oleh Gubernur
Kalimantan, Kabupatenkabupaten dan kota otonom didaerah Kaliman
tan TimurSelatan.
2469
Berhubung dasardasar hukumnja daerah kabupatenkabupaten
dan kotakota otonom jang telah dibentuk oleh penguasapenguasa
jang berwenang didaerah itu diraguragukan, maka daerahdaerah oto
nom dalam prakteknja tidak dapat berkembang dengan pesat. Berhu
bung dengan itu Pemerintah merasa perlu untuk memberikan dasar
dasar hukum jang juridis dapat dipertanggung djawabkan.
Singkatnja, dalam tahun 1950 diseluruh wilajah Negara, berdasar
kan Undangundang No. 22 tahun 1948, hanja terdapat:
7 propinsi otonom (4 di Djawa dan 3 di Sumatera).
81 kabupaten otonom (tingkat II).
11 kotabesar (tingkat II) hanja di Djawa/Madura sadja.
8 kota ketjil (tingkat III).
Selain daerahdaerah otonom jang tersebut diatas, banjak pula
terdapat daerah jang berhak mengatur dan mengurus rumahtang
ganja sendiri berdasarkan peraturanperaturan jang beranekawarna
tjorak dan ragamnja jang masih diakui hak hidupnja oleh Undang
undang Dasar Sementara.
Djumlah djenisnja lk. 20, jaitu jang berstatus:
1. Stadsgemeente : 1 (Kotapradja Djakarta Raya)
2. Kabupaten otonom :
45 di Sumatera
7 di Kalimantan
3. Kabupaten otonom daerah istimewa : 3 di Kalimantan
4. Kota otonom : 1 di Kalimantan (Bandjarmasin)
5. Kota A : 4 di Sumatera :
6. Kota B : 10 di Sumatera
7. Daerah Federasi Swapradja :
2 di Sulawesi
5 di Nusa Tenggara
1 di Maluku
8. Daerah Federasi Swapradja ;
dengan NeoSwapradja
2 di Sulawesi
9. Daerah NeoSwapradja :
1 di NusaTenggara (Lombok) dan
1 di Sulawesi (Minahasa)
1 di Maluku (Maluku Selatan)
10. Daerah Federasi NeoSwapradja2 (Daerah Maluku Selatan) No. 7
sampai dengan 10 adalah Daerah jang dimaksud oleh Undangun
dang 44/1950 N.I.T.
2470
11. Swapradja :
17 di Kalimantan
56 di Sulawesi
63 di Nusa Tenggara
3 di Maluku
12. NeoSwapradja :
3 di Kalimantan Barat
10 di Sulawesi
14 di Maluku, NeoSwapradja2 jang lebih ketjil lagi jang menga
dakan. federasi dalam bentuk Daerah (NeoSwapradja) Maluku
Selatan (Lihat ad. 7).
13. Neostadsgemeente : 1 di Sulawesi (Makasar)
14. Landschapsstadsgemeenten :
1 di Kalimantan (Pontianak)
1 di Maluku (Ternate)
15. Desadesa dimaksud IGO dan IGOB.
16. Wilajah, sedjenis daerah tingkat III (hanja terdapat Sumatera).
17. Daerah Bahagian jang dimaksud oleo Undangundang No. 44/ 1950
Undangundang N.I.T.
18. Daerah Anak Bahagian jang dimaksud oleh Undangundang No.
44/1950, Undangundang N.I.T.
19. Daerah ex. Undangundang 44/1950 N.I.T. jang dibentuk dengan
Peraturan Pemerintah oleh Pemerintah R.I.
20. Daerah ex. Undangundang 44/1950 N.I.T. jang dibentuk dengan
Undangundang oleh Pemerintah R.I.
19 dan 20 hanja terdapat di Sulawesi dalam tahun 1952 dan tahun
1957 untuk memetjah Daerahdaerah Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tengah dan Sulawesi Utara mendjadi beberapa Daerahdaerah jang
lebih ketjil lagi, jaitu tiga daerah itu mendjadi 19 Daerah,
dimaksudkan Undangundang No. 44/1950 N.I.T.
N.B. Sulawesi masih merupakan dua daerah propinsi administratip jang
masingmasing dikepalaioleh seorang Gubernur/Pegawai Negeri/wakil
pemerintah pusat. Setjara administratip pula Sulawesi telah dibagi da
lam 4 wilajah residenkoordinator. Keempat wilajah itu diperintah oleh
Gubernur Sulawesi, dan dapat pula berhubungan langsung dengan
Menteri Dalam Negeri atau sebaliknja dihubungi langsung oleh peme
rintah pusat.
2471
Keadaan dan pembagian daerah R.I. sekarang
Pulau/Kepulauan
D J A W A
SUMATERA
KALIMANTAN
SULAWESI
NUSA
TENGGARA
MALUKU
IRIANBARAT
SELURUH
INDONESIA
2472
Daerah Tingkat I
1
2
3
4
5
5
6
7
8
9
10
11
6
12
13
14
15
4
16
17
18
3
19
1
20
1
20
2
Djawa Timur
Djawa Tengah
Djawa Barat
D.I. Jogjakarta
Ktpr. Djakarta
Raya
Sumatra Selatan
Sumatra Barat
Djambi
Riau
Sumatra Utara
Atjeh
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Masih propinsi
administrasip
Bali
N.T. Barat
N.T. Timur
Maluku
Irian Barat
Propinsi
administrasip
Meliputi daerahdaerah
Tingkat II
Djumlah
Kabu
Kota
Total
paten
pradja
37
29
8
34
28
6
23
19
4
5
4
1
99
18
14
4
5
16
8
65
7
5
7
6
25
37
80
14
8
3
4
10
7
46
6
5
6
4
21
33
19
4
6
1
1
6
1
19
1
1
2
4
4
8
6
12
26
4
4
256
8
6
12
26
3
3
209
1
1
47
Dasar pembagian daerah di Indonesia.
Pembagian daerah/tingkatan berbeda untuk daerah demi daerah.
Pembagian itu didasarkan pada keperluankeperluan praktis:
Ada propinsi jang mempunjai karesidenan, ada jang tidak.
Dibeberapa daerah residen itu berstatus residen koordinator jang
menjelenggarakan pemerintahan abs nama gubernur, mengawasi
daerah tingkat II jang berstatus otonomi.
Tjontoh Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara masingmasing mem
punjai 2 residen koordinator.
b.
Keadaan dan pelaksanaan Desentralisasi (Otonomi dan desentra
lisasi) :
Pembentukan daerahdaerah Swatantra :
1. Pada saat berlakunja kembali Undangundang Dasar 1945
berdasarkan dekrit Presiden tanggal 5 Djuli 1959 (Surat Ke
putusan Presiden R.I. No. 150 tahun 1959) ter'njata diseluruh
wilajah Negara telah terbentuk daerahdaerah swatantra, baik
Tingkat I maupun Tingkat II (termasuk Kotapradja )jang di
maksudkan oleh Undangundang No. 1/1957 tentang pokok:
pokok pemerintahan daerah.
Ketjuali di Sulawesi, walaupun sudah terbagi dalam daerah
daerah swatantra Tingkat 1I, pada waktu ini berhubung de
ngan perkembangan keadaan daerah ini, masih sadja belum
dapat dibentuk/dibagi dalam daerahdaerah Swatantra Ting
kat I. Perlu ditegaskan disini, bahwa kink oleh Departemen
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah sedang giat diusahakan
agar Daerahdaerah Tingkat I di Sulawesi ini dapat dibentuk
dalam djangka waktu jang tidak lama lagi (Rantjangan Un
dangundang pembentukannja telah lama disiapkan dan kini
sedang dalam penindjauan kembali).
2. Mengenai persoalan ini perlu didjelaskan sebagai berikut:
Pada masa Kabinet Karya bersamasama dengan penje
rahan rantjangan Undangundang Pembentukan Daerahdae
rah Tingkat II di Sulawesi, telah diadjukan suatu rantjangan
Undangundang untuk membagi Sulawesi mendjadi 4 daerah
Swatantra Tingkat I. Akan tetapi berkenaan dengan situasi
politik dewasa itu Kabinet Karya telah memutuskan untuk
menunda sementara waktu pembitjaraan mengenai Undang
undang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi itu.
Menurut rantjangan Undangundang tersebut diatas, Su
lawesi dibagi dalam 4 Daerah Tingkat I, jaitu :
1. Sulawesi Utara, 2. Sulawesi Tengah, 3. Sulawesi Selatan dan
4. Sulawesi Tenggara.
2473
3.
Pembagian wilajah negara dalam daerahdaerah swatantra
Tingkat II itu dapat dikatakan belum tetap, karena sampai
dewasa ini mungkin masih sadja ada tuntutantuntutan wa
djar dari masjarakat didaerah cq, pemerintah Daerah dan
Wakilwakilnja di D.Y.R., jang masih belum dapat dipenuhi
a.l. :
(a)
penindjauan kembali pembagian dalam Daerahdaerah
Tingkat II di Daerah Tingkat I Sumatera Utara jang telah
dilaksana kan berdasarkan atas Undangundang Darurat No.
7, 8 dan 9 tahun 1956.
Pada waktu Undangundang Darurat tersebut dibitjarakan
dalam D.P.R. untuk ditetapkan sebagai Undangundang,
maka timbul usulusul dari beberapa anggota D.P.R. untuk
membentuk Daerahdaerah Tingkat II baru i.e. Kotapradja
selain dari Daerahdaerah Tingkat II dimaksud dalam
Undangun dang Darurat tersebut, misalnja usul membagi
Daerah Ting kat II Tapanuli mendjadi 5 Daerah Tingkat II,
Nias mendjadi 2 Daerah Tingkat II, Deli Serdang mendjadi 2
Daerah Ting kat II, Padang Sidempuan dan Belawan
didjadikan Kotapra dja ;
(b)
demikian djuga diterima usul dan tuntutantuntutan untuk
memetjah :
(1). Daerah Tingkat II Batanghari, Daerah Tingkat II Mera
ngin di wilajah Daerah Tingkat I Djambi,
(2). Daerah Tingkat II Inderagiri diwilajah Daerah Tingkat I
Riau ;
(3). membentuk daerah Tingkat II Batang, lepas dari Daerah
Tingkat II Pekalongan dan
(4). membentuk Kotapradja Purwokerto.
(c)
Pembentukan Daerah Tingkat III berulangulang diusulkan
oleh Daerahdaerah, demikian pula oleh anggotaanggota
D.P.R. bilamana membitjarakan sesuatu rantjangan Undang
undang pembentukan daerahdaerah swatantra di D.P.R.
Penjerahan urusanurusan kepada Daerahdaerah Swatantra:
Seperti dimaklumi sedjak berdirinja Negara R.I. mendjelang ber
lakunja Undangundang Nasional tentang pokokpokok pemerintahan
daerah jang pertama (Undangundang No. 22/1948) dapat dikatakan
bahwa hampir seluruh urusan pemerintahan ada dalam tangan Peme
rintah Pusat. Daerahdaerah jang sudah berotonomi, peninggalan pe
merintah pendjadjahan bermatjammatjam tjorak ragamnja dan seba
gian besar hak kewenangan dan tugas kewadjibannja tidak djelas.
Perkembangan keadaan diberbagaibagai daerah tidak sama, berbeda
beda dan berbelitbelit, lebihlebih diluar Djawa ; terutama sekali di
2474
wilajah bekas N.I.T. dimana terdapat banjak sekali swapradjaswapra
dja daerahdaerah gabungan swapradja neoswapradja.
Neoswapradja, jang juridis formil telah mempunjai hakhak oto
nomi lebih luas daripada daerahdaerah otonom jang ada di Djawa/
Madura, melebihi hakhak otonomi jang dimiliki oleh daerahdaerah
otonom jang berstatus propinsipropinsi otonom.
Pemerintah Pusat dalam usahanja untuk mengkonsolidir kekua
saannja diseluruh wilajah negara, urusanurusannja dipusatkan dalam
tangan Pemerintah Pusat. Daerahdaerah jang djauh letaknja dari
Pusat (Djakarta) dipertjajakan kepada wakilwakilnja jang ada didae
rah (para Gubernur, Kepala Djawatan Pusat). Hal itu tidak lebih
mendjernihkan keadaan jang sudah ruwet itu.
Dengan berlakunja Undangundang No. 22/1948, sekaligus untuk
seluruh Djawa (terketjuali Kotapradja Djakarta Raya) telah dibentuk
daerahdaerah otonom dimaksud Undangundang tersebut dan kemu
dian selangkah demi selangkah dibentuk daerahdaerah otonom terse .
but di Sumatera dan Kalimantan. Pelaksanaan diwilajah Indonesia Ti
mur beriaku seret sekali ; walaupun demikian disini djuga telah di
bentuk daerah Tingkat I Irian Barat sebagai daerah otonom perdju
angan jang chusus ditudjukan untuk melantjarkan usahausaha pem
bebasan Irian Barat dari Pemerintah Belanda. Kemudian Daerah Ting
kat I Maluku jang meliputi tiga daerah tingkat II dan I Kotapradja
Ambon.
Sesudah Undangundang No. 1/1957 menggantikan Undangun
dang No. 22 tahun 1948, dibentuk pula tiga daerah tingkat i dan dua
puluh enam daerah tingkat II di Nusa Tenggara dan tigapuluh tudjuh
daerah tingkat II di Sulawesi.
Pengisian hakhak otonomi daerahdaerah tersebut tidak dapat di
laksanakan dengan peraturanperaturan jang seragam tetapi pengisi
an hakhak otonomi itu, dilaksanakan dengan sedapatdapatnja meng
ingatperkembangan daerah otonom didaerahdaerah jang bersang
kutan itu sendiri.
Oleh karena diwilajah bekas N.I.T. daerahdaerah Tingkat II jang
dibentuk atas dasar Undangundang No. 1/1957, hakhak otonomi di
dasarkan atas hakhak otonomi daerahdaerah lama, jang isinja lebih
luas dan meliputi urusanurusan jang termasuk urusan rumah tangga
Daerah Tingkat I, ditambah pula dengan kenjataan bahwa disini tidak
pernah ada pemerintahan daerah otonom lebih tinggi daripada „Dae
rah” jang tingkatannja disamakan dengan Tingkat II Undangundang
No. 1/1957, maka penetapan batas4batas rumah tangga antara Daerah
Tingkat I dan Daerah Tingkat II dibagian wilajah negara ini mengalami
banjak sekali kesukarankesukaran dan kesulitankesulitan.
Untuk melaksanakan usaha pendesentralisasian urusanurusan da
ri pusat kepada daerah swatantra disini memerlukan penindjauan jang
mendalam dan diperhatikan hakhak otonomi jang njata telah dimiliki
oleh Daerahdaerah swatantra. Hal mana sudah barang tentu tidak
dapat dilaksanakan dalam waktu jang singkat.
2475
Tak heran kiranja bahwa didalam peraturan perundangan menge
nai desentralisasi/pengisian otonomi/medebewind daerah terdapat be
berapa matjam prinsip :
(1). penjerahan oleh Pusat kepada Daerah TingkatI atau Daerah Ting kat
II (penjerahan langsung).
(2). penjerahan oleh Daerah Tingkat I kepada Daerah Tingkat II (pe
njerahan bertingkat).
(3). penjerahan oleh Daerah Tingkat ll kepada Daerah Tingkat I.
(4). pengembalian/pemusatan kembali kewenangan daerah kepada/ oleh
pusat.
(5). pengakuan hakhak jang dahulu telah dimiliki oleh daerah.
Dalam hubungan ini maka perlu ditjurahkan segala tenaga, pi
kiran dan pengalaman untuk dapat menjelesaikan pelaksanaan Undang
undang No. 6/1959 dengan sebaikbaiknja, karena mengingat riwajat
nja keadaan urusan pamongpradja itu adalah berlainan sokali diber
bagaibagai daerah : Djawa/Madura, Sumatera, Kalimantan dan wila
jah negara bagian Timur.
Perlu pula diminta perhatian disini, bahwa isi otonomi daerah
jang meliputi bidang rumahtangga daerah tidak dapat diatur setjara
seragam dalam satu peraturan sadja, tetapi diatur dalam beberapa
djenis peraturan perundangan. ini disebabkan usahausaha jang
bersangkutan dengan pembentukan daerahdaerah itu tidak dapat
dilakukan sekaligus dalam suatu waktu jang bersamaan, tetapi dalam
waktu jang berbedabeda, dan sangat dipengaruhi oleh taraf perkem
bangan ketatanegaraan serta materi jang akan diaturnja itu (misalnja
penjerahan tugas urusan pemerintahanumum tidak diatur dalana sua
tu Peraturan Pemerintah tetapi dalam Undangundang). Dalam garis
garis besarnja, urusan rumah tangga daerah ditetapkan :
a). Sebanjak mungkin dalam Undangundang pembentukannja (lihat
Kalimantan dan Sumatera), jang dapat dipandang sebagai kewe
nangan pangkal bagi daerah.
b). Dalam peraturanperaturan Pemerintah jang bersangkutan (lihat
Djawa, Madura dan Sumatera).
1). Sebagai tambahan urusanurusan jang belum disebut dalam
Undangundang pembentukannja.
2). Sebagai pelaksanaannja kelandjutan daripada ketentuan Un
dangundang pembentukannja jang hanja menjebut garisga ris
besarnja daripada urusanurusan itu (Djawa).
c). Dalam Undangundang tersendiri (Lihat Undangundang No. 6/
1959).
2476
d).
Setjara sumier disebut dalam Undangundang pembentukannja,
jaitu dengan menjebut dengan singkat bahwa urusanurusan jang
dahulu dimiliki daerah adalah tetap mendjadi urusan daerah (dae
rahdaerah bekas wilajah N.I.T.).
Mengenai urusanurusan rumahtangga Daerah Tingkat II didje
laskan lebih landjut bahwa selain daripada urusanurusan jang telah
dimilikinja berdasarkan Undangundang pembentukannja, maka urus
anurusan lainnja dapat diserahkan oleh Daerah Tingkat I jang meli
puti wilajah Daerah jang bersangkutan itu dengan Peraturan Daerah
Tingkat I jang bersangkutan berdasarkan pasal 31 ajat (4) Undang
undang No. 1/1957.
Persoalan penjerahan urusanurusan kepada Daerah Tingkat II
ini agak sulit melaksanakannja, oleh karena pada waktu ini banjak
Pemerintah Daerah Tingkat I belum bersedia menjerahkan sebagian
urusannja kepada Daerah Tingkat II dalam wilajahnja dan sebaliknja
daerahdaerah Tingkat II tetap menuntut penjerahanpenjerahan itu
dari Daerah Tingkat I jang bersangkutan.
Mengenai penjerahan urusanurusan kepada Daerahdaerah Ting
kat II tersebut Pemerintah sedang menindjausetjara mendalam ten
tang.tjara pelaksanaannja antara lain dengan mengadakan inventarisasi
isi otonom masingmasing daerah, baik daerah Tingkat I maupun Dae
rahdaerah Tingkat II/Kotapradja.
Penjerahan urusanurusan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah
Tingkat I dan/atau kepada Daerah Tingkat II begitu pula penjerahan
urusanurusan oleh Daerah Tingkat I kepada Daerahdaerah Tingkat
II dalam wilajahnja, senantiasa merupakan persoalan jang sukar dan
memenlukan penelitian serta waktu jang lama, oleh karena untuk
mengadakan peraturan penjerahan sesuatu urusan kepada Daerah Swa
tantra, pemerintah terlebih dahulu harus menjelidiki kepentingan ma
na daripada urusanurusan itu jang dapat diserahkan.
Dan hal ini perlu penindjauan setjara seksama dengan Departe
menDepartemen jang bersangkutan, tidak sadja mengenai hal materi
nja, tetapi djuga mengenai hal alatalat perlengkapannja, keuangan dan
pegawaipegawainja.
Walaupun demikian Pemerintah (dengan mengingat kesediaan
dan kemampuan Daerah) sungguh telah berusaha memberikan isi oto
nomi seluas mungkin kepada Daerahdaerah berdasarkan pasal 31 ajat
(4) Undangundang No. 1/1957. Untuk maksud itu Pemerintah (Kabi
net Karya) telah membentuk suatu Panitia Interdepartemental jang di
beri tugas merentjanakan peraturanperaturan pemerintah mengenai
penjerahan sebagian urusanurusan Pusat kepada Daerah Otonom (su
rat keputusan Perdana Menteri tanggal 20111957 No. 343/PM/1957)
jang masih belum sadja dapat dipisahkan dart urusan pusat untuk di
djadikan urusan daerah.
Panitia ini sesudah menghasilkan beberapa peraturan Pemerintah ke
mudian dibubarkan pada bulan Desember 1958 dan diganti dengan
Panitia Interdepartemental lain, (Keputusan Perdana Menteri tanggal
8121958 No. 601/PM/1958) jang diberi tugas menjelidiki apa sebab
2477
sebabnja penjerahan urusanurusan jang telah diatur dalam peraturan
peraturan perundangan jang ada itu tidak lantjar dan mentjari usaha
usaha serta djalan untuk dapat mengatasi kesulitankesulitan itu de
ngan memberikan pertimbangan atau usulusul kepada Pemerintah.
Pemerintah menganggap perlu membentuk Panitia tersebut ter
achir itu dengan maksud untuk memudahkan penjerahanpenjerahan
njata daripada urusanurusan jang setjara formil telah didjadikan urua
an rumahtangga daerah, oleh karena pengalaman membuktikan bahwa
diadakan peraturanperaturan tentang penjerahanpenjerahan dari se
suatu urusan sadja belum berarti daerah jang bersangkutan sudah da
pat memelihara kepentingan jang diserahkan kepadanja bilamana pe
njerahanpenjerahan itu tidak diikuti petundjukpetundjuk. Instruksi
instruksi dari Pemerintah Pusat e.g.. Departemen jang bersangkutan
jang mengatur halhal jang bersangkutan dengan urusan itu misalnja
soal kepegawaian, keuangan, inpentaris dan lainlain dan djuga dengan
mengingat kesediaan dan kemampuan Daerah jang bersangkutan.
(c). Koordinasi dan efisiensi jang didjalankan oleh Negara:
(1). Usaha kearah kordinasi dimaksudkan untuk mentjapai efi
siensi jang lebih tinggi.
(2). Sedangkan untuk mentjapai efisiensi jang lebih tinggi, disam
ping kordinasi faktorfaktor jang turut menentukan antaranja
ialah :
a). perentjanaan jang tepat.
b). sistim bekerdja/peraturan jang efektif.
c). tenagatenaga jang diperlukan tersedia dan memenuhi
sjaratsjarat tehnis dan kepemimpinan.
d). peralatan jang tjukup.
e). biaja minimum tersedia.
f). kontrol jang efektif.
(3). Salah satu kelemahan dari Pemerintah II.I. sampai sekarang
ini, djustru terletak pada tidak adanja atau kurang sempur
nanja kordinasi.
Akibat daripada tidak adanja atau kurangnja kordinasi ini, tiap 2
departemen/djawatan/instansi/badan mendjalankan tugasnja sendiri
sendiri, tanpa melihat apakah tugas itu telah didjalankan atau lebih
baik didjalankan oleh instansi lain. Dan djuga tanpa mempersoalkan
apakah tidak lebih baik tugas itu didjalankan bersamasama, gekoor
dineerd dengan instansiinstansi lain.
Achirnja terdjadilah doublures, keseretan atau kematjetan dida
lam pelaksanaan serta pemborosanpemborosan jang tidak perlu ter
djadi. Dengan adanja dekrit Presiden tanggal 5/71959 untuk kembali
pada Undangundang Dasar 1945 dan manifesto politik jang telah di
terima sebagai haluan negara, lebih terasa lagi perlunja kordinasi ini
2478
diatur. Usahausaha kearah ini kini telah dimulai, misalnja dengan te
lah adanja komando operasi gerakan makmur jang bermaksud menga
dakan kordinasi jang baik dalam melaksanakan program bidang z ter
tentu. Kesulitan jang dirasakan mengenai kordinasi ini ialah sering
sering tugas kordinasi itu diberikan atau diwadjibkan, sedangkan we
wenangnja tidak diatur atau ditetapkan dengan tegas. Akibatnja ialah
kordinasi sematjam ini sangat bergantung pada orangorang jang men
djalankan, karena dasarnja hanja kebidjaksanaan, sedangkan wewe
nangnja masih terpisahpisah atau terbagibagi. Kurang adanja kordi
nasi ini terasa baik didaerah maupun dipusat.
Suatu problim jang pernah dikemukakan oleh pendjabat Depar
temen Dalam Negeri kepada kita ialah, apakah Departemen tsb. dapat
merupakan kordinator didalam negeri dan wewenang apa berdasarkan
undangundang jang akan diberikan padanja. Apakah kedudukan De
partemen Dalam Negeri itu tidak perlu ditindjau djika hendak didja
dikan kordinator, misalnja diberi kedudukan setingkat dibawah Men
teri Pertama, agar mempunjai gezag jang lebih besar. Apakah depar
temen jang lain jang akan diberikan tugas kordinasi ini ?
Keadaan didaerah tidak banjakberbeda dengan di Pusat, walau
pun Kepala Daerah menurut penpres no. 6 dibebani tugas otonom dan
pemerintahan umum, tetapi masih banjak sekali urusan vertikal dari
pusat didaerah jang belum termasuk wewenang kepala daerah untuk
mengkordinirnja.
Efisiensi didalam negara kita masih djauh daripada memuaskan. Sebab
sebabnja ialah :
a). belum adanja planning overall.
b). belum tjukup tersedianja tenaga tehnis.
c). berbelitbelitnja administrasi dan terlampau beranekawarnanja
peraturanperaturan (tidak seragam) mengenai administrasi.
d). belum digunakannja setjara efektif dan produktif potensipotensi
jang ada.
e). kurang adanja peralatan.
f). tidak tersedianja beaja minimum jang diperlukan untuk pelaksa
naan tugas.
g). tidak/kurang adanja kordinasi dan pengawasan jang efektif.
§ 1152. Pemerintah Pusat
Berhasil atau tidaknja pembangunan semesta jang .kita rentjana
kan untuk sebagian besar tergantung daripada suatu faktor jang pen
ting, jakni Pemerintah Pusat jang stabil.
Berhubung dengan itu, dalam rangka pembangunan semesta kita
perlu menindjau keadaan sekarang tentang Pemerintah Pusat, tentang
kedudukan, tugas dan wewenang Presiden, Menterimenteri dan Badan
badan Pemerintahan Agung serta Dewandewan Pemerintah Pusat.
2479
a.
Kedudukan, tugas dan wewenang Presiden dan MenteriMenteri.
1. Presiden.
(a) Kedudukan Presiden ialah sebagai berikut :
(1) Presiden adalah Kepala Negara.
(2) Presiden adalah Kepala Kekuasaan eksekutif dalam
Negara (Lihat Pendjelasan pada pasal 4 dan pasal
5 ajat 2 Undangundang Dasar).
(3) Dibawah Madjelis Permusjawaratan Rakjat, Presi
den ialah penjelenggara Pemerintah Negara jang
tertinggi.
(4) Dalam mendjalankan pemerintahan Negara, kekua
saan dan tanggungdjawab ada Mangan Presiden
(concentration of power and responsibility upon
the President).
(5) Presiden tidak bertanggung djawab kepada Dewan
Perwakilan Rakjat.
Disamping Presiden ada Dewan Perwakilan Rakjat.
Presiden harus mendapat persetudjuan Dewan Per
wakilan Rakjat dalam membentuk Undangundang
(Gesetsgebung) dan dalam menetapkan anggaran
pendapatan dan belandja Negara (,,Staatsbegroo
ting")
Oleh karena flu Presiden harus bekerdja bersama
dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertang
gungdjawab kepada Dewan,artinja kedudukan Pre
siden tidak tergantung daripada Dewan.
(b)
2480
Tugas dan wewenang Presiden.
(1) Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menu
rut Undangundang Dasar (pasal 4 ajat 1 Undang
undang Dasar).
(2) Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang
undang dengan persetudjuan Dewan Perwakilan
Rakjat (pasal 5 ajat 1 Undangundang Dasar).
(3) Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk
mendjalankan Undangundang sebagaimana mestinja
(pasal 5 ajat 2 Undangundang Dasar).
(4) Dalam halihwal jang memaksa, Presiden berhak me
netapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti
Undangundang (pasal 22 ajat 1 Undangundang Da
sar).
(5) Presiden berhak menetapkan Peraturanperaturan,
sebelum Madjelis Permusjawaratan Rakjat terben
tuk (pasal IV aturan Peralihan Undangundang Da
sar).
Apabila Negara ada dalam keadaan darurat, Presi
den dapat bertindak dengan mengenjampingkan se
mua peraturanperaturan, baik jang termuat dalam
Undangundang Dasar, maupun jang termuat dalam
Undangundang biasa.
(7) Presiden memegang kekuasaan jang tertinggi atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Uda
ra (pasal 10 Undangundang Dasar).
(8) Presiden menjatakan keadaan bahaja. Sjaratsjarat
dan akibatnja ditetapkan dengan Undangundang
(pasal 12 Undangundang Dasar).
(9) Presiden mengangkat Duta dan Konsul (pasal 13
ajat 1 Undangundang Dasar).
(10) Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan reha
bilitasi (pasal 14 Undangundang Dasar).
(11) Presiden memberi gelar, tanda djasa dan tanda ke
hormatan lainnja (pasal 15 Undangundang Dasar).
Tjatatan: pasal 10, 11, 12, 13, 14 dan 15 Un
dangundang Dasar adalah konsekwensi kedudukan
Presiden sebagai Kepala Negara.
(6)
2.
Kedudukan, tugas dan wewenang menterimenteri.
(a) Presiden mendjabat Perdana Menteri dan menentukan garis
besar Pemerintahan.
(b) Menteri Pertama memegang pimpinan seharihari.
(c) Presiden dibantu oleh MenteriMenteri (pasal 17 ajat 1 Undang
undang Dasar).
(d) MenteriMenteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden
(pasal 17 ajat 2 Undangundang Dasar).
(e) MenteriMenteri itu memimpin Departemen Pemerin tahan
(pasal 17 ajat 3 Undangundang Dasar). Menurut Keputusan
Presiden No. 21 tahun 1960 ada pula MenteriMenteri jang
tidak memimpin Departemen.
(f) MenteriMenteri tidak bertanggungdjawab kepada De wan
Perwakilan Rakjat. Kedudukan MenteriMenteri ti dak
bergantung pada Dewan Perwakilan Rakjat, akan tetapi
bergantung pada Presiden. Mereka adalah pem bantu
Presiden.
Meskipun kedudukan Menteri Negara bergantung pada
Presiden, akan tetapi mereka bukan pegawai tinggi bia
sa, oleh karena MenteriMenterilah .jang terutama men
djalankan kekuasaan Pemerintah (pouvoir executief) da
lam praktek.
2481
Menterimenteri berwenang untuk mengeluarkan per
aturanperaturan (legislatief) dan keputusankeputusan
eksekutif,sekadar peraturanperaturan atau keputusan
keputusan jang atasan menjerahkan pelaksanaan per
aturanperaturan dan keputusankeputusan itu kepada
nja.
Sebagai pemimpin Departemen, Menteri mengetahui se
lukbeluk halhal jang mengenai lingkungan pekerdjaan
nja.
Berhubung dengan itu Menteri mempunjai pengaruh
besar terhadap Presiden dalam menentukan politik Ne
gara jang mengenai Departemennja. Untuk menetapkan
politik Pemerintah dan kordinasi dalam pemerintahan
Negara para Menteri bekerdja sama, seerateratnja di
bawah pimpinan Presiden.
b.
Kedudukan, tugas dan wewenang Badanbadan Pemerintahan
Agung dan Dewandewan Pemerintah Pusat.
1.
Madjelis Permusjawaratan Rakjat.
(a) Kedudukan Madjelis Permusjawaratan Rakjat.
(1) Kekuasaan Negara jang tertinggi ada ditangan Ma
djelis Permusjawaratan Rakjat.
(2) Madjelis Permusjawaratan Rakjat memegang ke
kuasaan jang tertinggi, sedang Presiden mendjalan
kan haluan Negara menurut garisgaris besar jang
telah ditetapkan oleh Madjelis.
Presiden jang diangkat oleh Madjelis, tunduk dan
bertanggungdjawab kepada Madjelis. la ialah „man
dataris” dari Madjelis, is wadjib mendjalankan pu
tusanputusan Madjelis.
Presiden tidak „neben”, akan tetapi „untergeor
dent” kepada Madjelis.
(b)
Tugas dan wewenang Madjelis Permusjawaratan Rakjat.
(1) Madjelis Permusjawaratan Rakjat melakukan ke
daulatan rakjat sepenuhnja atas nama rakjat, dida
lam Negara (pasal 1— 2 Undangundang Dasar).
(2) Madjelis Permusjawaratan Rakjat menetapkan Un
dangundang Dasar dan garisgaris besar dari pada
haluan Negara (pasal 3 Undangundang Dasar).
(3) Madjelis Permusjawaratan Rakjat memilih Presiden
(pasal 6 ajat 2).
(4) Madjelis Permusjawaratan Rakjat berwewenang
mengubah Undangundang Dasar (pasal 37 Undang
undang Dasar),
2482
(c)
Keadaan sekarang.
(1) Dengan Penetapan Presiden No. 2 tahun 1959 di bentuk
Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara.
(2) Susunan Madjelis Permusjawaratan Rakjat Semen tara
akan ditetapkan oleh Presiden setelah beliau kembali
dari perlawatan keluar negeri.
(3) Pemilihan anggota Madjelis Permusjawaratan Rak jat,
djika keadaan keamanan mengizinkan menurut P.J.M.
Presiden akan diselenggarakan selambatlambatnja
achir tahun 1962.
(4) Garisgaris besar haluan Negara :
Pasal 3 Undangundang Dasar menentukan
bahwa Madjelis Permusjawaratan membentuk Un
dangundang Dasar dan menetapkan garisgaris be
sar haluan Negara.
Madjelis Permusjawaratan Rakjat sekarang
belum ada; sebelum Madjelis Permusjawaratan
Rakjat menetapkan garisgaris besar haluan Negara,
untuk melantjarkan kelandjutan Revolusi :kita da
lam keinsjafan demokrasi terpimpin dan ekonomi
terpimpin, arah tudjuan dan pedoman jang tertentu
dan djelas sangat diperlukan.
Arab tudjuan dan pedoman jang djelas dan
menjeluruh itu terdapat pada Amanat Presiden/
Panglima Tertinggi Angkatan Perang pada tanggal 17
Agustus 1959 jang berkepala „Penemuan Kem
bali Revolusi Kita”. Isinja mengupas dan mendje
laskan persoalanpersoalan beserta usahausaha po
kok daripada Revolusi kita jang menjeluruh.
Amanat Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan
Perang termaksud jang terkenal sebagai Manifesto
Politik Republik Indonesia 17 Agustus 1959 itu,
sungguhsungguh merupakan pedoman jang kuat
bagi Rakjat Indonesia untuk melandjutkan per
djoangannja menjelesaikan Revolusi kita, jang ber
matjam ragam dan djalinmendjalin ini.
Maka tepatlah bahwa Dewan Perantjang Nasio
nal, Dewan Pertimbangan Agung dan Kabinet Ker
dja menjatakan bahwa Manifesto Politik jang di
utjapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Ang
katan Perang sebelum Madjelis Permusjawaratan
Rakjat dibentuk dan menunaikan tugasnja, adalah
garisgaris besar haluan Negara.
Seluruh Rakjat Indonesia ternjata menerima
dengan baik Manifesto Politik itu sebagai garis
garis besar haluan Negara.
2483
Pernjataan Dewan Perantjang Nasional, Dewan
Pertimbangan Agung dan Kabinet Kerdja serta pe
nerimaan Rakjat itu sejogjanja diberi bentuk resmi, jang
berarti djuga disahkan dan dikuatkan.
Garisgaris besar haluan Negara termasuk we
wenang Madjelis Permusjawaratan Rakjat menen
tukannja.
Sebelum Madjelis Permusjawaratan Rakjat di
bentuk, menurut pasal IV Aturan Peralihan Un dang
undang Dasar, wewenang itu mendjadi we
wenang Presiden.
Bentuk peraturan tentang garisgaris besar ha
luan Negara ialah Penetapan Presiden No. 1/1960
tentang garisgaris besar haluan Negara.
Penetapan Presiden ini berlaku sampai Ma
djelis Permusjawaratan Rakjat menentukan itu.
2.
Dewan Pertimbangan Agung.
(a) Kedudukan Dewan Pertimbangan Agung.
Dewan Pertimbangan Agung adalah suatu Badan Pena
sehat (adviserend lichaam).
(b) Tugas dan wewenang Dewan Pertimbangan Agung.
Dewan Pertimbangan Agung berkewadjiban memberi
djawab atas pertanjaan Presiden dan berhak mengadjukan
usul kepada Pemerintah (pasal 16 ajat 2 Undangundang
Dasar).
(c)
Keadaan sekarang.
Susunan Dewan Pertimbangan Agung menurut pasal 16
ajat 1 harus diatur dengan Undangundang. Akan tetapi, ber
hubung perlu segera dibentuk Dewan Pertimbangan Agung
Sementara, maka pembentukan Dewan Pertimbangan Agung
Sementara diatur dengan Penetapan Presiden No. 3 tahun
1959.
3.
Dewan Perwakilan Rakjat.
(a) Kedudukan Dewan Perwakilan Rakjat.
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakjat adalah kuat. De
wan Perwakilan Rakjat tidak dapat dibubarkan, tetapi De
wan ini tidak dapat pula mendjatuhkan Pemerintah.
(b) Tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakjat.
Dewan Perwakilan Rakjat adalah Dewan jang bantu
membantu dengan Pemerintah. Kemudian Dewan Perwakilan
Rakjat bersamasama dengan Presiden membentuk Undang
undang (pasal 5 ajat 1 juncto pasal 20 Undangundang Dasar).
Disamping itu Dewan Perwakilan Rakjat mempunjai hak
inisiatif untuk mengadjukan rantjangan Undangundang
(pasal 21 Undangundang Dasar).
2484
Menurut Undang.undang Dasar jang harus diatur dengan
Undangundang oleh Pemerintah bersamasama dengan De
wan Perwakilan Rakjat adalah : anggaran pendapatan dan
belandja, padjak, matjam dan harga mata uang, hal keuangan
Negara, kekuasaan Kehakirnan, sjaratsjarat untuk mengadili
dan untuk diperhentikan sebagai hakim, kewarganegaraan,
kemerdekaan berserikat dan berkumpul etc. etc. (organieke
wetten).
(c)
Keadaan sekarang.
Dengan penetapan Presiden No. 1 tahun 1959, telah
ditetapkan bahwa sementara Dewan Perwakilan Rakjat belum
tersusun menurut Undangundang sebagaimana dimaksud
dalam pasal 19 ajat (1) Undangundang Dasar, maka Dewan
Perwakilan Rakjat jang dibentuk berdasarkan Undangun
dang No. 7 tahun 1953, mendjalankan tugas Dewan Perwa
kilan Rakjat menurut Undangundang Dasar 1945.
Dengan Penetapan Presiden No. 3 tahun 1960 tentang
„Pembaharuan susunan Dewan Perwakilan Rakjat”, telah
dihentikan pelaksanaan tugas dan pekerdjaan Anggotaang
gota Dewan Perwakilan Rakjat Sementara.
Berdasarkan atas penetapan kedua dari Penetapan Pre
siden No. 3 tahun 1960 tersebut, jakni „ Pembaharuan su
sunan [Minn Perwakilan Rakjat berdasarkan Undangundang
Dasar 1945 dalam waktu jang singkat”, maka P.J.M. Presiden
telah menetapkan Anggotaanggota Dewan Perwakilan Rakjat
GotongRojong, jang namanamanja disebutkan dalam Peng
umuman Presiden tentang Dewan Perwakilan Rakjat Go
tongrojong, tertanggal 30 Maret 1960 No. A 1/103.
P.J.M. Presiden menamakan Dewan Perwakilan Rakjat itu
Dewan Perwakilan Rakjat GotongRojong, dalam arti didalamnja
tergabung wakil Partaipartai dan wakil Golongangolongan Karya
jang akan bekerdjasama dengan Pemerintah dalam alam demo
krasi terpimpin, berdasarkan unsurunsur „demokrasi” dan „peng
akuan adanja pimpinan”.
Anggotaanggota Pimpinan Dewan Perwakilan Rakjat Gotong
Rojong masih akan ditetapkan kemudian.
Adapun pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakjat akan dise
lenggarakan selambatlambatnja achir tahun 1962, sekiranja ke
adaan keamanan mengizinkan.
4.
Badan Pemeriksa Keuangan Negara.
(a)
Kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan Negara.
Badan Pemeriksa Keuangan Negara adalah sebuah Ba
dan tersendiri, lepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerin
tah. Badan ini tidak tunduk kepada Pemerintah, akan tetapi
tidak pula berdiri diatas Pemerintah.
2485
(b)
Tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan Negara.
Badan ini memeriksa pertanggungdjawaban Pemerintah
tentang keuangan Negara.
Kekuasaan dan kewadjiban Badan ini ditetapkan dengan
Undangundang (pasal 23 ajat 5 Undangundang Dasar, juncto
pasal 143 dsl. „Indische Comptabiliteitswet").
5.
Mahkamah Agung.
(a) Kedudukan Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung dan lainlain badan kehakiman adalah
Badan jang tersendiri lepas dari pengaruh kekuasaan Pe
merintah.
Berhubung dengan itu harus diadakan djaminan dalam
Undangundang tentang kedudukan para hakim.
(b) Tugas dan wewenang.
Susunan, tugas dan wewenang Mahkamah Agung telah
diatur dalam Undangundang Mahkamah Agung (Undang
undang No. 1 tahun 1950, Lembaran Negara No. 30/1950).
Undangundang ini peninggalan R.I.S. Djadi tidak se
suai lagi dengan kebutuhan Masjarakat.
Tugas, atjara, kekuasaan dan wewenang peradilan di
atur dalam:
(1) Rechterlijke Organisatie,
(2) Undangundang No. 1 tahun 1950,
(3) Undangundang Darurat No. 1 tahun 1951,
(4) Herzien Inlands Reglement.
Dewasa ini sedang disiapkan rantjangan Undangundang ten
tang Susunan dan kekuasaan Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi
dan Pengadilan Negeri, Rantjangan tersebut sudah sampai pada
taraf penjelesaian.
Halhal jang diuraikan diatas ialah mengenai Badanbadan
jang disebut atau diatur dalam Undangundang Dasar.
Jang tidak diatur didalamnja ialah :
a). Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara (BAPEKAN).
b). Dewan Perantjang Nasional.
6.
Badan Pengawas Aparatur Negara (BAPEKAN).
BAPEKAN dibentuk oleh Pemerintah untuk mendjalankan
tindakan preventip dan represip untuk mengawasi, meneliti dan
mengadjukan pertimbangan kepada Presiden terhadap kegiatan
aparatur Negara.
Tugas dan wewenang BAPEKAN adalah :
1.
mengadjukan pertimbangan mengenai hambatan dajagu
na kepada Presiden R.I./Panglima Tertinggi Angkatan
Perang.
2486
(b)
(c)
7.
mengadjukan pertimbangan dari hasiipenelitian kepada
Presiden R.I./Panglima Tertinggi Angkatan Perang dan
menerima pengaduan rakjat atau petugas Negara jang
meliputi hambatan atau fikiran rakjat/petugas Negara
mengenai usaha supaja tertjapai dan terlaksana daja
guna dan kewibawaan jang lebih tinggi.
Kedudukan, tugas dan wewenang Dewan Perantjang Nasional:
Dewan Perantjang Nasional membantu Dewan Menteri.
Tugas dan wewenang Dewan Perantjang Nasional adalah :
(a) mempersiapkan rantjangan Undangundang pembangunan
Nasional jang berentjana dan
(b) menilai penjelenggaraan Pembangunan.
Adapun rantjangan pembangunan Nasional ini bersifat
semesta dan disusun oleh Dewan Perantjang Nasional dengan
memperhitungkan segala kekajaan alam dan pengerahan te
naga rakjat serta meliputi segala segi kehidupan Bangsa
Indonesia.
Rantjangan pembangunan semesta, jang telah
disetudjui oleh Dewan Menteri diadjukan kepada Madjelis
Permusjawaratan Rakjat untuk disetudjui (vide Manifesto
Politik katja 69. Undangundang No. 80/1958 Juncto).
Penetapan Presiden No. 4/1959 pasal 4 dan pasal 5 ma
sih menjebutkan ,,………..Dewan Perwakilan Rakjat ………….”
Hal ini perlu diubah.
c.
Tugas dan organisasi DepartemenDepartemen.
Dengan adanja susunan Kabinet jang barn jang telah
ditetapkan dengan Keputusan Presiden No. 21 tahun 1960,
dengan pembagian jang barn tentang bidangbidangnja, perlu
diadakan penindjauan lagi tentang tugas dan organisasi Pe
merintahan.
Tjontoh : Dengan diadakannja Departemen Keamanan
Nasional maka pekerdjaan jang terletak dalam bidang secu
rity (keamanan) jang tadinja ada dalam bidang Departemen
Kehakiman harus pula dimasukkan kedalam bidang ke
amanan.
Ini berarti, bahwa semua urusan Imigrasi dan Peng
awasan Orang Asing serta urusan Kedjaksaan harus setjara
technic beralih kepada J. M. Menteri Intl Keamanan Nasional,
hanja administratif tetap pada Djawatan Imigrasi, Biro Peng
awasan Orang Asing dan Kedjaksaan dilandjutkan dalam
Departemen Kehakiman.
Kini Panitya ad Hoc jang diketuai oleh J.M. Menteri
Hidajat sedang merantjangkan peraturanperaturan tentang
kedudukan Menteri Negara dan pokok 2 susunan badan2
pembantu dan Departemendepartemen, serta tugas Menteri
Menteri Negara dan Departemendepartemen Pemerintahan.
2487
d.
Hubungan badanbadan/DewanDewan/petugaspetugas.
Dalam pembitjaraan tentang kedudukan badan badan/
Dewandewan dan petugaspetugas tersebut diatas, telah di
uraikan hubungannja antara jang satu dengan jang lainnja.
Jang amat terasa ialah kurangnja kordinasi sehingga
timbul doublures dan ketidaklantjaran djalannja adminis
trasi (tjontoh dari doublures : Departemen P.P. & K. dan
Departemen Perburuhan keduaduanja berkepentingan da
lam menjelenggarakan pendidikan guru untuk lapangan
lapangan lkedjuruan atau technik. Sebetulnja lembaga jang satu
dapat dipakai untuk kedua tudjuan.
Tjontoh jang lain adalah urusan pensiun di Bandung
dan Jogjakarta).
Dapat disinjalhr pula berpuluhpuluh Panitya Negara dan
Panitya Interdepartemental (menurut tjatatan Lembaga Ad
ministrasi Negara ada sekurangkurangnja 66 huah) memer
lukan penindjauan dan penertiban.
Mengenai petugaspetugas, terutama pegawaipegawai
amat kekurangan tenaga ahli.
Dewasa ini belum ada Undangundang pokok Kepega
waian jang mengatur azasazas dan garisgaris kebidjaksa
naan politik kepegawaian. Djuga perlu ditjantumkan dida
lamnj
§ 1151. Organisasi Negara Kesatuan
a.
Keadaan dan pembagian daerah R.I.
Perkembangan daerah-daerah Otonomi tahun 1950 — 1960:
TAHUN
1950
Daerahdaerah swatantra tingkat
II
I
Kabupaten
Kotapradja
7
80
19
1953
8
96
21
1956
9
141
40
1957
17
145
41
1958
20
171
41
1959
20
209
47
Pada saat mulai berdirinja Negara Kesatuan Republik Indonesia
hanja di Djawa jang telah ada daerahdaerah otonomi jang statusnja
ditentukan oleh Undangundang Dasar Sementara 1950 jo. Undang
undang No. 22 tahun 1948. Dapat dikatakan bahwa pada waktu itu
seluruh wilajah Djawa — Madura ketjuali wilajah kota otonom Dja karta
Raya — telah terbagi habis dalam wilajah daerahdaerah otonom
termaksud, jaitu daerah otonom propinsi (termasuk Daerah Istimewa
.Jogjakarta), daerahdaerah otonom propinsi itu terbagi .,bagi pula dalam
daerah otonomotonom Kabupaten, Kota Besar dan Kota Ketjil.
Di Sumatera hanja terdapat 3 daerah otonom propinsi. Pemben
tukan daerahdaerah otonom dibawah tingkatan Propinsi menurut Un
dangundang belum dapat dilaksanakan. Walaupun demikian, guna
memenuhi tjitatjita rakjat diberbagai daerah di Sumatera dengan tja
ra jang tidak melalui saluransaluran hukum sebagaimana wadjarnja
oleh penguasapenguasa jang berwenang di Daerahdaerah itu telah
diusahakan dengan sebaikbaiknja ( berpedoman Undangundang No.
22 th. 1948) membentuk daerahdaerah jang dapat pula mengatur dan
mengurus rumah tangganja sendiri.
Daerahdaerah itu dinamakan Kabupatenkabupaten Otonom dan
Kotakota Otonom jang diberi nama Kota A dan Kota. B.
Begitu pula di Kalimantan jang waktu itu masih erupakan suatu
propinsi administratip chusus, telah dapat dibentuk oleh Gubernur
Kalimantan, Kabupatenkabupaten dan kota otonom didaerah Kaliman
tan TimurSelatan.
2469
Berhubung dasardasar hukumnja daerah kabupatenkabupaten
dan kotakota otonom jang telah dibentuk oleh penguasapenguasa
jang berwenang didaerah itu diraguragukan, maka daerahdaerah oto
nom dalam prakteknja tidak dapat berkembang dengan pesat. Berhu
bung dengan itu Pemerintah merasa perlu untuk memberikan dasar
dasar hukum jang juridis dapat dipertanggung djawabkan.
Singkatnja, dalam tahun 1950 diseluruh wilajah Negara, berdasar
kan Undangundang No. 22 tahun 1948, hanja terdapat:
7 propinsi otonom (4 di Djawa dan 3 di Sumatera).
81 kabupaten otonom (tingkat II).
11 kotabesar (tingkat II) hanja di Djawa/Madura sadja.
8 kota ketjil (tingkat III).
Selain daerahdaerah otonom jang tersebut diatas, banjak pula
terdapat daerah jang berhak mengatur dan mengurus rumahtang
ganja sendiri berdasarkan peraturanperaturan jang beranekawarna
tjorak dan ragamnja jang masih diakui hak hidupnja oleh Undang
undang Dasar Sementara.
Djumlah djenisnja lk. 20, jaitu jang berstatus:
1. Stadsgemeente : 1 (Kotapradja Djakarta Raya)
2. Kabupaten otonom :
45 di Sumatera
7 di Kalimantan
3. Kabupaten otonom daerah istimewa : 3 di Kalimantan
4. Kota otonom : 1 di Kalimantan (Bandjarmasin)
5. Kota A : 4 di Sumatera :
6. Kota B : 10 di Sumatera
7. Daerah Federasi Swapradja :
2 di Sulawesi
5 di Nusa Tenggara
1 di Maluku
8. Daerah Federasi Swapradja ;
dengan NeoSwapradja
2 di Sulawesi
9. Daerah NeoSwapradja :
1 di NusaTenggara (Lombok) dan
1 di Sulawesi (Minahasa)
1 di Maluku (Maluku Selatan)
10. Daerah Federasi NeoSwapradja2 (Daerah Maluku Selatan) No. 7
sampai dengan 10 adalah Daerah jang dimaksud oleh Undangun
dang 44/1950 N.I.T.
2470
11. Swapradja :
17 di Kalimantan
56 di Sulawesi
63 di Nusa Tenggara
3 di Maluku
12. NeoSwapradja :
3 di Kalimantan Barat
10 di Sulawesi
14 di Maluku, NeoSwapradja2 jang lebih ketjil lagi jang menga
dakan. federasi dalam bentuk Daerah (NeoSwapradja) Maluku
Selatan (Lihat ad. 7).
13. Neostadsgemeente : 1 di Sulawesi (Makasar)
14. Landschapsstadsgemeenten :
1 di Kalimantan (Pontianak)
1 di Maluku (Ternate)
15. Desadesa dimaksud IGO dan IGOB.
16. Wilajah, sedjenis daerah tingkat III (hanja terdapat Sumatera).
17. Daerah Bahagian jang dimaksud oleo Undangundang No. 44/ 1950
Undangundang N.I.T.
18. Daerah Anak Bahagian jang dimaksud oleh Undangundang No.
44/1950, Undangundang N.I.T.
19. Daerah ex. Undangundang 44/1950 N.I.T. jang dibentuk dengan
Peraturan Pemerintah oleh Pemerintah R.I.
20. Daerah ex. Undangundang 44/1950 N.I.T. jang dibentuk dengan
Undangundang oleh Pemerintah R.I.
19 dan 20 hanja terdapat di Sulawesi dalam tahun 1952 dan tahun
1957 untuk memetjah Daerahdaerah Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tengah dan Sulawesi Utara mendjadi beberapa Daerahdaerah jang
lebih ketjil lagi, jaitu tiga daerah itu mendjadi 19 Daerah,
dimaksudkan Undangundang No. 44/1950 N.I.T.
N.B. Sulawesi masih merupakan dua daerah propinsi administratip jang
masingmasing dikepalaioleh seorang Gubernur/Pegawai Negeri/wakil
pemerintah pusat. Setjara administratip pula Sulawesi telah dibagi da
lam 4 wilajah residenkoordinator. Keempat wilajah itu diperintah oleh
Gubernur Sulawesi, dan dapat pula berhubungan langsung dengan
Menteri Dalam Negeri atau sebaliknja dihubungi langsung oleh peme
rintah pusat.
2471
Keadaan dan pembagian daerah R.I. sekarang
Pulau/Kepulauan
D J A W A
SUMATERA
KALIMANTAN
SULAWESI
NUSA
TENGGARA
MALUKU
IRIANBARAT
SELURUH
INDONESIA
2472
Daerah Tingkat I
1
2
3
4
5
5
6
7
8
9
10
11
6
12
13
14
15
4
16
17
18
3
19
1
20
1
20
2
Djawa Timur
Djawa Tengah
Djawa Barat
D.I. Jogjakarta
Ktpr. Djakarta
Raya
Sumatra Selatan
Sumatra Barat
Djambi
Riau
Sumatra Utara
Atjeh
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Masih propinsi
administrasip
Bali
N.T. Barat
N.T. Timur
Maluku
Irian Barat
Propinsi
administrasip
Meliputi daerahdaerah
Tingkat II
Djumlah
Kabu
Kota
Total
paten
pradja
37
29
8
34
28
6
23
19
4
5
4
1
99
18
14
4
5
16
8
65
7
5
7
6
25
37
80
14
8
3
4
10
7
46
6
5
6
4
21
33
19
4
6
1
1
6
1
19
1
1
2
4
4
8
6
12
26
4
4
256
8
6
12
26
3
3
209
1
1
47
Dasar pembagian daerah di Indonesia.
Pembagian daerah/tingkatan berbeda untuk daerah demi daerah.
Pembagian itu didasarkan pada keperluankeperluan praktis:
Ada propinsi jang mempunjai karesidenan, ada jang tidak.
Dibeberapa daerah residen itu berstatus residen koordinator jang
menjelenggarakan pemerintahan abs nama gubernur, mengawasi
daerah tingkat II jang berstatus otonomi.
Tjontoh Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara masingmasing mem
punjai 2 residen koordinator.
b.
Keadaan dan pelaksanaan Desentralisasi (Otonomi dan desentra
lisasi) :
Pembentukan daerahdaerah Swatantra :
1. Pada saat berlakunja kembali Undangundang Dasar 1945
berdasarkan dekrit Presiden tanggal 5 Djuli 1959 (Surat Ke
putusan Presiden R.I. No. 150 tahun 1959) ter'njata diseluruh
wilajah Negara telah terbentuk daerahdaerah swatantra, baik
Tingkat I maupun Tingkat II (termasuk Kotapradja )jang di
maksudkan oleh Undangundang No. 1/1957 tentang pokok:
pokok pemerintahan daerah.
Ketjuali di Sulawesi, walaupun sudah terbagi dalam daerah
daerah swatantra Tingkat 1I, pada waktu ini berhubung de
ngan perkembangan keadaan daerah ini, masih sadja belum
dapat dibentuk/dibagi dalam daerahdaerah Swatantra Ting
kat I. Perlu ditegaskan disini, bahwa kink oleh Departemen
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah sedang giat diusahakan
agar Daerahdaerah Tingkat I di Sulawesi ini dapat dibentuk
dalam djangka waktu jang tidak lama lagi (Rantjangan Un
dangundang pembentukannja telah lama disiapkan dan kini
sedang dalam penindjauan kembali).
2. Mengenai persoalan ini perlu didjelaskan sebagai berikut:
Pada masa Kabinet Karya bersamasama dengan penje
rahan rantjangan Undangundang Pembentukan Daerahdae
rah Tingkat II di Sulawesi, telah diadjukan suatu rantjangan
Undangundang untuk membagi Sulawesi mendjadi 4 daerah
Swatantra Tingkat I. Akan tetapi berkenaan dengan situasi
politik dewasa itu Kabinet Karya telah memutuskan untuk
menunda sementara waktu pembitjaraan mengenai Undang
undang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi itu.
Menurut rantjangan Undangundang tersebut diatas, Su
lawesi dibagi dalam 4 Daerah Tingkat I, jaitu :
1. Sulawesi Utara, 2. Sulawesi Tengah, 3. Sulawesi Selatan dan
4. Sulawesi Tenggara.
2473
3.
Pembagian wilajah negara dalam daerahdaerah swatantra
Tingkat II itu dapat dikatakan belum tetap, karena sampai
dewasa ini mungkin masih sadja ada tuntutantuntutan wa
djar dari masjarakat didaerah cq, pemerintah Daerah dan
Wakilwakilnja di D.Y.R., jang masih belum dapat dipenuhi
a.l. :
(a)
penindjauan kembali pembagian dalam Daerahdaerah
Tingkat II di Daerah Tingkat I Sumatera Utara jang telah
dilaksana kan berdasarkan atas Undangundang Darurat No.
7, 8 dan 9 tahun 1956.
Pada waktu Undangundang Darurat tersebut dibitjarakan
dalam D.P.R. untuk ditetapkan sebagai Undangundang,
maka timbul usulusul dari beberapa anggota D.P.R. untuk
membentuk Daerahdaerah Tingkat II baru i.e. Kotapradja
selain dari Daerahdaerah Tingkat II dimaksud dalam
Undangun dang Darurat tersebut, misalnja usul membagi
Daerah Ting kat II Tapanuli mendjadi 5 Daerah Tingkat II,
Nias mendjadi 2 Daerah Tingkat II, Deli Serdang mendjadi 2
Daerah Ting kat II, Padang Sidempuan dan Belawan
didjadikan Kotapra dja ;
(b)
demikian djuga diterima usul dan tuntutantuntutan untuk
memetjah :
(1). Daerah Tingkat II Batanghari, Daerah Tingkat II Mera
ngin di wilajah Daerah Tingkat I Djambi,
(2). Daerah Tingkat II Inderagiri diwilajah Daerah Tingkat I
Riau ;
(3). membentuk daerah Tingkat II Batang, lepas dari Daerah
Tingkat II Pekalongan dan
(4). membentuk Kotapradja Purwokerto.
(c)
Pembentukan Daerah Tingkat III berulangulang diusulkan
oleh Daerahdaerah, demikian pula oleh anggotaanggota
D.P.R. bilamana membitjarakan sesuatu rantjangan Undang
undang pembentukan daerahdaerah swatantra di D.P.R.
Penjerahan urusanurusan kepada Daerahdaerah Swatantra:
Seperti dimaklumi sedjak berdirinja Negara R.I. mendjelang ber
lakunja Undangundang Nasional tentang pokokpokok pemerintahan
daerah jang pertama (Undangundang No. 22/1948) dapat dikatakan
bahwa hampir seluruh urusan pemerintahan ada dalam tangan Peme
rintah Pusat. Daerahdaerah jang sudah berotonomi, peninggalan pe
merintah pendjadjahan bermatjammatjam tjorak ragamnja dan seba
gian besar hak kewenangan dan tugas kewadjibannja tidak djelas.
Perkembangan keadaan diberbagaibagai daerah tidak sama, berbeda
beda dan berbelitbelit, lebihlebih diluar Djawa ; terutama sekali di
2474
wilajah bekas N.I.T. dimana terdapat banjak sekali swapradjaswapra
dja daerahdaerah gabungan swapradja neoswapradja.
Neoswapradja, jang juridis formil telah mempunjai hakhak oto
nomi lebih luas daripada daerahdaerah otonom jang ada di Djawa/
Madura, melebihi hakhak otonomi jang dimiliki oleh daerahdaerah
otonom jang berstatus propinsipropinsi otonom.
Pemerintah Pusat dalam usahanja untuk mengkonsolidir kekua
saannja diseluruh wilajah negara, urusanurusannja dipusatkan dalam
tangan Pemerintah Pusat. Daerahdaerah jang djauh letaknja dari
Pusat (Djakarta) dipertjajakan kepada wakilwakilnja jang ada didae
rah (para Gubernur, Kepala Djawatan Pusat). Hal itu tidak lebih
mendjernihkan keadaan jang sudah ruwet itu.
Dengan berlakunja Undangundang No. 22/1948, sekaligus untuk
seluruh Djawa (terketjuali Kotapradja Djakarta Raya) telah dibentuk
daerahdaerah otonom dimaksud Undangundang tersebut dan kemu
dian selangkah demi selangkah dibentuk daerahdaerah otonom terse .
but di Sumatera dan Kalimantan. Pelaksanaan diwilajah Indonesia Ti
mur beriaku seret sekali ; walaupun demikian disini djuga telah di
bentuk daerah Tingkat I Irian Barat sebagai daerah otonom perdju
angan jang chusus ditudjukan untuk melantjarkan usahausaha pem
bebasan Irian Barat dari Pemerintah Belanda. Kemudian Daerah Ting
kat I Maluku jang meliputi tiga daerah tingkat II dan I Kotapradja
Ambon.
Sesudah Undangundang No. 1/1957 menggantikan Undangun
dang No. 22 tahun 1948, dibentuk pula tiga daerah tingkat i dan dua
puluh enam daerah tingkat II di Nusa Tenggara dan tigapuluh tudjuh
daerah tingkat II di Sulawesi.
Pengisian hakhak otonomi daerahdaerah tersebut tidak dapat di
laksanakan dengan peraturanperaturan jang seragam tetapi pengisi
an hakhak otonomi itu, dilaksanakan dengan sedapatdapatnja meng
ingatperkembangan daerah otonom didaerahdaerah jang bersang
kutan itu sendiri.
Oleh karena diwilajah bekas N.I.T. daerahdaerah Tingkat II jang
dibentuk atas dasar Undangundang No. 1/1957, hakhak otonomi di
dasarkan atas hakhak otonomi daerahdaerah lama, jang isinja lebih
luas dan meliputi urusanurusan jang termasuk urusan rumah tangga
Daerah Tingkat I, ditambah pula dengan kenjataan bahwa disini tidak
pernah ada pemerintahan daerah otonom lebih tinggi daripada „Dae
rah” jang tingkatannja disamakan dengan Tingkat II Undangundang
No. 1/1957, maka penetapan batas4batas rumah tangga antara Daerah
Tingkat I dan Daerah Tingkat II dibagian wilajah negara ini mengalami
banjak sekali kesukarankesukaran dan kesulitankesulitan.
Untuk melaksanakan usaha pendesentralisasian urusanurusan da
ri pusat kepada daerah swatantra disini memerlukan penindjauan jang
mendalam dan diperhatikan hakhak otonomi jang njata telah dimiliki
oleh Daerahdaerah swatantra. Hal mana sudah barang tentu tidak
dapat dilaksanakan dalam waktu jang singkat.
2475
Tak heran kiranja bahwa didalam peraturan perundangan menge
nai desentralisasi/pengisian otonomi/medebewind daerah terdapat be
berapa matjam prinsip :
(1). penjerahan oleh Pusat kepada Daerah TingkatI atau Daerah Ting kat
II (penjerahan langsung).
(2). penjerahan oleh Daerah Tingkat I kepada Daerah Tingkat II (pe
njerahan bertingkat).
(3). penjerahan oleh Daerah Tingkat ll kepada Daerah Tingkat I.
(4). pengembalian/pemusatan kembali kewenangan daerah kepada/ oleh
pusat.
(5). pengakuan hakhak jang dahulu telah dimiliki oleh daerah.
Dalam hubungan ini maka perlu ditjurahkan segala tenaga, pi
kiran dan pengalaman untuk dapat menjelesaikan pelaksanaan Undang
undang No. 6/1959 dengan sebaikbaiknja, karena mengingat riwajat
nja keadaan urusan pamongpradja itu adalah berlainan sokali diber
bagaibagai daerah : Djawa/Madura, Sumatera, Kalimantan dan wila
jah negara bagian Timur.
Perlu pula diminta perhatian disini, bahwa isi otonomi daerah
jang meliputi bidang rumahtangga daerah tidak dapat diatur setjara
seragam dalam satu peraturan sadja, tetapi diatur dalam beberapa
djenis peraturan perundangan. ini disebabkan usahausaha jang
bersangkutan dengan pembentukan daerahdaerah itu tidak dapat
dilakukan sekaligus dalam suatu waktu jang bersamaan, tetapi dalam
waktu jang berbedabeda, dan sangat dipengaruhi oleh taraf perkem
bangan ketatanegaraan serta materi jang akan diaturnja itu (misalnja
penjerahan tugas urusan pemerintahanumum tidak diatur dalana sua
tu Peraturan Pemerintah tetapi dalam Undangundang). Dalam garis
garis besarnja, urusan rumah tangga daerah ditetapkan :
a). Sebanjak mungkin dalam Undangundang pembentukannja (lihat
Kalimantan dan Sumatera), jang dapat dipandang sebagai kewe
nangan pangkal bagi daerah.
b). Dalam peraturanperaturan Pemerintah jang bersangkutan (lihat
Djawa, Madura dan Sumatera).
1). Sebagai tambahan urusanurusan jang belum disebut dalam
Undangundang pembentukannja.
2). Sebagai pelaksanaannja kelandjutan daripada ketentuan Un
dangundang pembentukannja jang hanja menjebut garisga ris
besarnja daripada urusanurusan itu (Djawa).
c). Dalam Undangundang tersendiri (Lihat Undangundang No. 6/
1959).
2476
d).
Setjara sumier disebut dalam Undangundang pembentukannja,
jaitu dengan menjebut dengan singkat bahwa urusanurusan jang
dahulu dimiliki daerah adalah tetap mendjadi urusan daerah (dae
rahdaerah bekas wilajah N.I.T.).
Mengenai urusanurusan rumahtangga Daerah Tingkat II didje
laskan lebih landjut bahwa selain daripada urusanurusan jang telah
dimilikinja berdasarkan Undangundang pembentukannja, maka urus
anurusan lainnja dapat diserahkan oleh Daerah Tingkat I jang meli
puti wilajah Daerah jang bersangkutan itu dengan Peraturan Daerah
Tingkat I jang bersangkutan berdasarkan pasal 31 ajat (4) Undang
undang No. 1/1957.
Persoalan penjerahan urusanurusan kepada Daerah Tingkat II
ini agak sulit melaksanakannja, oleh karena pada waktu ini banjak
Pemerintah Daerah Tingkat I belum bersedia menjerahkan sebagian
urusannja kepada Daerah Tingkat II dalam wilajahnja dan sebaliknja
daerahdaerah Tingkat II tetap menuntut penjerahanpenjerahan itu
dari Daerah Tingkat I jang bersangkutan.
Mengenai penjerahan urusanurusan kepada Daerahdaerah Ting
kat II tersebut Pemerintah sedang menindjausetjara mendalam ten
tang.tjara pelaksanaannja antara lain dengan mengadakan inventarisasi
isi otonom masingmasing daerah, baik daerah Tingkat I maupun Dae
rahdaerah Tingkat II/Kotapradja.
Penjerahan urusanurusan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah
Tingkat I dan/atau kepada Daerah Tingkat II begitu pula penjerahan
urusanurusan oleh Daerah Tingkat I kepada Daerahdaerah Tingkat
II dalam wilajahnja, senantiasa merupakan persoalan jang sukar dan
memenlukan penelitian serta waktu jang lama, oleh karena untuk
mengadakan peraturan penjerahan sesuatu urusan kepada Daerah Swa
tantra, pemerintah terlebih dahulu harus menjelidiki kepentingan ma
na daripada urusanurusan itu jang dapat diserahkan.
Dan hal ini perlu penindjauan setjara seksama dengan Departe
menDepartemen jang bersangkutan, tidak sadja mengenai hal materi
nja, tetapi djuga mengenai hal alatalat perlengkapannja, keuangan dan
pegawaipegawainja.
Walaupun demikian Pemerintah (dengan mengingat kesediaan
dan kemampuan Daerah) sungguh telah berusaha memberikan isi oto
nomi seluas mungkin kepada Daerahdaerah berdasarkan pasal 31 ajat
(4) Undangundang No. 1/1957. Untuk maksud itu Pemerintah (Kabi
net Karya) telah membentuk suatu Panitia Interdepartemental jang di
beri tugas merentjanakan peraturanperaturan pemerintah mengenai
penjerahan sebagian urusanurusan Pusat kepada Daerah Otonom (su
rat keputusan Perdana Menteri tanggal 20111957 No. 343/PM/1957)
jang masih belum sadja dapat dipisahkan dart urusan pusat untuk di
djadikan urusan daerah.
Panitia ini sesudah menghasilkan beberapa peraturan Pemerintah ke
mudian dibubarkan pada bulan Desember 1958 dan diganti dengan
Panitia Interdepartemental lain, (Keputusan Perdana Menteri tanggal
8121958 No. 601/PM/1958) jang diberi tugas menjelidiki apa sebab
2477
sebabnja penjerahan urusanurusan jang telah diatur dalam peraturan
peraturan perundangan jang ada itu tidak lantjar dan mentjari usaha
usaha serta djalan untuk dapat mengatasi kesulitankesulitan itu de
ngan memberikan pertimbangan atau usulusul kepada Pemerintah.
Pemerintah menganggap perlu membentuk Panitia tersebut ter
achir itu dengan maksud untuk memudahkan penjerahanpenjerahan
njata daripada urusanurusan jang setjara formil telah didjadikan urua
an rumahtangga daerah, oleh karena pengalaman membuktikan bahwa
diadakan peraturanperaturan tentang penjerahanpenjerahan dari se
suatu urusan sadja belum berarti daerah jang bersangkutan sudah da
pat memelihara kepentingan jang diserahkan kepadanja bilamana pe
njerahanpenjerahan itu tidak diikuti petundjukpetundjuk. Instruksi
instruksi dari Pemerintah Pusat e.g.. Departemen jang bersangkutan
jang mengatur halhal jang bersangkutan dengan urusan itu misalnja
soal kepegawaian, keuangan, inpentaris dan lainlain dan djuga dengan
mengingat kesediaan dan kemampuan Daerah jang bersangkutan.
(c). Koordinasi dan efisiensi jang didjalankan oleh Negara:
(1). Usaha kearah kordinasi dimaksudkan untuk mentjapai efi
siensi jang lebih tinggi.
(2). Sedangkan untuk mentjapai efisiensi jang lebih tinggi, disam
ping kordinasi faktorfaktor jang turut menentukan antaranja
ialah :
a). perentjanaan jang tepat.
b). sistim bekerdja/peraturan jang efektif.
c). tenagatenaga jang diperlukan tersedia dan memenuhi
sjaratsjarat tehnis dan kepemimpinan.
d). peralatan jang tjukup.
e). biaja minimum tersedia.
f). kontrol jang efektif.
(3). Salah satu kelemahan dari Pemerintah II.I. sampai sekarang
ini, djustru terletak pada tidak adanja atau kurang sempur
nanja kordinasi.
Akibat daripada tidak adanja atau kurangnja kordinasi ini, tiap 2
departemen/djawatan/instansi/badan mendjalankan tugasnja sendiri
sendiri, tanpa melihat apakah tugas itu telah didjalankan atau lebih
baik didjalankan oleh instansi lain. Dan djuga tanpa mempersoalkan
apakah tidak lebih baik tugas itu didjalankan bersamasama, gekoor
dineerd dengan instansiinstansi lain.
Achirnja terdjadilah doublures, keseretan atau kematjetan dida
lam pelaksanaan serta pemborosanpemborosan jang tidak perlu ter
djadi. Dengan adanja dekrit Presiden tanggal 5/71959 untuk kembali
pada Undangundang Dasar 1945 dan manifesto politik jang telah di
terima sebagai haluan negara, lebih terasa lagi perlunja kordinasi ini
2478
diatur. Usahausaha kearah ini kini telah dimulai, misalnja dengan te
lah adanja komando operasi gerakan makmur jang bermaksud menga
dakan kordinasi jang baik dalam melaksanakan program bidang z ter
tentu. Kesulitan jang dirasakan mengenai kordinasi ini ialah sering
sering tugas kordinasi itu diberikan atau diwadjibkan, sedangkan we
wenangnja tidak diatur atau ditetapkan dengan tegas. Akibatnja ialah
kordinasi sematjam ini sangat bergantung pada orangorang jang men
djalankan, karena dasarnja hanja kebidjaksanaan, sedangkan wewe
nangnja masih terpisahpisah atau terbagibagi. Kurang adanja kordi
nasi ini terasa baik didaerah maupun dipusat.
Suatu problim jang pernah dikemukakan oleh pendjabat Depar
temen Dalam Negeri kepada kita ialah, apakah Departemen tsb. dapat
merupakan kordinator didalam negeri dan wewenang apa berdasarkan
undangundang jang akan diberikan padanja. Apakah kedudukan De
partemen Dalam Negeri itu tidak perlu ditindjau djika hendak didja
dikan kordinator, misalnja diberi kedudukan setingkat dibawah Men
teri Pertama, agar mempunjai gezag jang lebih besar. Apakah depar
temen jang lain jang akan diberikan tugas kordinasi ini ?
Keadaan didaerah tidak banjakberbeda dengan di Pusat, walau
pun Kepala Daerah menurut penpres no. 6 dibebani tugas otonom dan
pemerintahan umum, tetapi masih banjak sekali urusan vertikal dari
pusat didaerah jang belum termasuk wewenang kepala daerah untuk
mengkordinirnja.
Efisiensi didalam negara kita masih djauh daripada memuaskan. Sebab
sebabnja ialah :
a). belum adanja planning overall.
b). belum tjukup tersedianja tenaga tehnis.
c). berbelitbelitnja administrasi dan terlampau beranekawarnanja
peraturanperaturan (tidak seragam) mengenai administrasi.
d). belum digunakannja setjara efektif dan produktif potensipotensi
jang ada.
e). kurang adanja peralatan.
f). tidak tersedianja beaja minimum jang diperlukan untuk pelaksa
naan tugas.
g). tidak/kurang adanja kordinasi dan pengawasan jang efektif.
§ 1152. Pemerintah Pusat
Berhasil atau tidaknja pembangunan semesta jang .kita rentjana
kan untuk sebagian besar tergantung daripada suatu faktor jang pen
ting, jakni Pemerintah Pusat jang stabil.
Berhubung dengan itu, dalam rangka pembangunan semesta kita
perlu menindjau keadaan sekarang tentang Pemerintah Pusat, tentang
kedudukan, tugas dan wewenang Presiden, Menterimenteri dan Badan
badan Pemerintahan Agung serta Dewandewan Pemerintah Pusat.
2479
a.
Kedudukan, tugas dan wewenang Presiden dan MenteriMenteri.
1. Presiden.
(a) Kedudukan Presiden ialah sebagai berikut :
(1) Presiden adalah Kepala Negara.
(2) Presiden adalah Kepala Kekuasaan eksekutif dalam
Negara (Lihat Pendjelasan pada pasal 4 dan pasal
5 ajat 2 Undangundang Dasar).
(3) Dibawah Madjelis Permusjawaratan Rakjat, Presi
den ialah penjelenggara Pemerintah Negara jang
tertinggi.
(4) Dalam mendjalankan pemerintahan Negara, kekua
saan dan tanggungdjawab ada Mangan Presiden
(concentration of power and responsibility upon
the President).
(5) Presiden tidak bertanggung djawab kepada Dewan
Perwakilan Rakjat.
Disamping Presiden ada Dewan Perwakilan Rakjat.
Presiden harus mendapat persetudjuan Dewan Per
wakilan Rakjat dalam membentuk Undangundang
(Gesetsgebung) dan dalam menetapkan anggaran
pendapatan dan belandja Negara (,,Staatsbegroo
ting")
Oleh karena flu Presiden harus bekerdja bersama
dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertang
gungdjawab kepada Dewan,artinja kedudukan Pre
siden tidak tergantung daripada Dewan.
(b)
2480
Tugas dan wewenang Presiden.
(1) Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menu
rut Undangundang Dasar (pasal 4 ajat 1 Undang
undang Dasar).
(2) Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang
undang dengan persetudjuan Dewan Perwakilan
Rakjat (pasal 5 ajat 1 Undangundang Dasar).
(3) Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk
mendjalankan Undangundang sebagaimana mestinja
(pasal 5 ajat 2 Undangundang Dasar).
(4) Dalam halihwal jang memaksa, Presiden berhak me
netapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti
Undangundang (pasal 22 ajat 1 Undangundang Da
sar).
(5) Presiden berhak menetapkan Peraturanperaturan,
sebelum Madjelis Permusjawaratan Rakjat terben
tuk (pasal IV aturan Peralihan Undangundang Da
sar).
Apabila Negara ada dalam keadaan darurat, Presi
den dapat bertindak dengan mengenjampingkan se
mua peraturanperaturan, baik jang termuat dalam
Undangundang Dasar, maupun jang termuat dalam
Undangundang biasa.
(7) Presiden memegang kekuasaan jang tertinggi atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Uda
ra (pasal 10 Undangundang Dasar).
(8) Presiden menjatakan keadaan bahaja. Sjaratsjarat
dan akibatnja ditetapkan dengan Undangundang
(pasal 12 Undangundang Dasar).
(9) Presiden mengangkat Duta dan Konsul (pasal 13
ajat 1 Undangundang Dasar).
(10) Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan reha
bilitasi (pasal 14 Undangundang Dasar).
(11) Presiden memberi gelar, tanda djasa dan tanda ke
hormatan lainnja (pasal 15 Undangundang Dasar).
Tjatatan: pasal 10, 11, 12, 13, 14 dan 15 Un
dangundang Dasar adalah konsekwensi kedudukan
Presiden sebagai Kepala Negara.
(6)
2.
Kedudukan, tugas dan wewenang menterimenteri.
(a) Presiden mendjabat Perdana Menteri dan menentukan garis
besar Pemerintahan.
(b) Menteri Pertama memegang pimpinan seharihari.
(c) Presiden dibantu oleh MenteriMenteri (pasal 17 ajat 1 Undang
undang Dasar).
(d) MenteriMenteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden
(pasal 17 ajat 2 Undangundang Dasar).
(e) MenteriMenteri itu memimpin Departemen Pemerin tahan
(pasal 17 ajat 3 Undangundang Dasar). Menurut Keputusan
Presiden No. 21 tahun 1960 ada pula MenteriMenteri jang
tidak memimpin Departemen.
(f) MenteriMenteri tidak bertanggungdjawab kepada De wan
Perwakilan Rakjat. Kedudukan MenteriMenteri ti dak
bergantung pada Dewan Perwakilan Rakjat, akan tetapi
bergantung pada Presiden. Mereka adalah pem bantu
Presiden.
Meskipun kedudukan Menteri Negara bergantung pada
Presiden, akan tetapi mereka bukan pegawai tinggi bia
sa, oleh karena MenteriMenterilah .jang terutama men
djalankan kekuasaan Pemerintah (pouvoir executief) da
lam praktek.
2481
Menterimenteri berwenang untuk mengeluarkan per
aturanperaturan (legislatief) dan keputusankeputusan
eksekutif,sekadar peraturanperaturan atau keputusan
keputusan jang atasan menjerahkan pelaksanaan per
aturanperaturan dan keputusankeputusan itu kepada
nja.
Sebagai pemimpin Departemen, Menteri mengetahui se
lukbeluk halhal jang mengenai lingkungan pekerdjaan
nja.
Berhubung dengan itu Menteri mempunjai pengaruh
besar terhadap Presiden dalam menentukan politik Ne
gara jang mengenai Departemennja. Untuk menetapkan
politik Pemerintah dan kordinasi dalam pemerintahan
Negara para Menteri bekerdja sama, seerateratnja di
bawah pimpinan Presiden.
b.
Kedudukan, tugas dan wewenang Badanbadan Pemerintahan
Agung dan Dewandewan Pemerintah Pusat.
1.
Madjelis Permusjawaratan Rakjat.
(a) Kedudukan Madjelis Permusjawaratan Rakjat.
(1) Kekuasaan Negara jang tertinggi ada ditangan Ma
djelis Permusjawaratan Rakjat.
(2) Madjelis Permusjawaratan Rakjat memegang ke
kuasaan jang tertinggi, sedang Presiden mendjalan
kan haluan Negara menurut garisgaris besar jang
telah ditetapkan oleh Madjelis.
Presiden jang diangkat oleh Madjelis, tunduk dan
bertanggungdjawab kepada Madjelis. la ialah „man
dataris” dari Madjelis, is wadjib mendjalankan pu
tusanputusan Madjelis.
Presiden tidak „neben”, akan tetapi „untergeor
dent” kepada Madjelis.
(b)
Tugas dan wewenang Madjelis Permusjawaratan Rakjat.
(1) Madjelis Permusjawaratan Rakjat melakukan ke
daulatan rakjat sepenuhnja atas nama rakjat, dida
lam Negara (pasal 1— 2 Undangundang Dasar).
(2) Madjelis Permusjawaratan Rakjat menetapkan Un
dangundang Dasar dan garisgaris besar dari pada
haluan Negara (pasal 3 Undangundang Dasar).
(3) Madjelis Permusjawaratan Rakjat memilih Presiden
(pasal 6 ajat 2).
(4) Madjelis Permusjawaratan Rakjat berwewenang
mengubah Undangundang Dasar (pasal 37 Undang
undang Dasar),
2482
(c)
Keadaan sekarang.
(1) Dengan Penetapan Presiden No. 2 tahun 1959 di bentuk
Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara.
(2) Susunan Madjelis Permusjawaratan Rakjat Semen tara
akan ditetapkan oleh Presiden setelah beliau kembali
dari perlawatan keluar negeri.
(3) Pemilihan anggota Madjelis Permusjawaratan Rak jat,
djika keadaan keamanan mengizinkan menurut P.J.M.
Presiden akan diselenggarakan selambatlambatnja
achir tahun 1962.
(4) Garisgaris besar haluan Negara :
Pasal 3 Undangundang Dasar menentukan
bahwa Madjelis Permusjawaratan membentuk Un
dangundang Dasar dan menetapkan garisgaris be
sar haluan Negara.
Madjelis Permusjawaratan Rakjat sekarang
belum ada; sebelum Madjelis Permusjawaratan
Rakjat menetapkan garisgaris besar haluan Negara,
untuk melantjarkan kelandjutan Revolusi :kita da
lam keinsjafan demokrasi terpimpin dan ekonomi
terpimpin, arah tudjuan dan pedoman jang tertentu
dan djelas sangat diperlukan.
Arab tudjuan dan pedoman jang djelas dan
menjeluruh itu terdapat pada Amanat Presiden/
Panglima Tertinggi Angkatan Perang pada tanggal 17
Agustus 1959 jang berkepala „Penemuan Kem
bali Revolusi Kita”. Isinja mengupas dan mendje
laskan persoalanpersoalan beserta usahausaha po
kok daripada Revolusi kita jang menjeluruh.
Amanat Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan
Perang termaksud jang terkenal sebagai Manifesto
Politik Republik Indonesia 17 Agustus 1959 itu,
sungguhsungguh merupakan pedoman jang kuat
bagi Rakjat Indonesia untuk melandjutkan per
djoangannja menjelesaikan Revolusi kita, jang ber
matjam ragam dan djalinmendjalin ini.
Maka tepatlah bahwa Dewan Perantjang Nasio
nal, Dewan Pertimbangan Agung dan Kabinet Ker
dja menjatakan bahwa Manifesto Politik jang di
utjapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Ang
katan Perang sebelum Madjelis Permusjawaratan
Rakjat dibentuk dan menunaikan tugasnja, adalah
garisgaris besar haluan Negara.
Seluruh Rakjat Indonesia ternjata menerima
dengan baik Manifesto Politik itu sebagai garis
garis besar haluan Negara.
2483
Pernjataan Dewan Perantjang Nasional, Dewan
Pertimbangan Agung dan Kabinet Kerdja serta pe
nerimaan Rakjat itu sejogjanja diberi bentuk resmi, jang
berarti djuga disahkan dan dikuatkan.
Garisgaris besar haluan Negara termasuk we
wenang Madjelis Permusjawaratan Rakjat menen
tukannja.
Sebelum Madjelis Permusjawaratan Rakjat di
bentuk, menurut pasal IV Aturan Peralihan Un dang
undang Dasar, wewenang itu mendjadi we
wenang Presiden.
Bentuk peraturan tentang garisgaris besar ha
luan Negara ialah Penetapan Presiden No. 1/1960
tentang garisgaris besar haluan Negara.
Penetapan Presiden ini berlaku sampai Ma
djelis Permusjawaratan Rakjat menentukan itu.
2.
Dewan Pertimbangan Agung.
(a) Kedudukan Dewan Pertimbangan Agung.
Dewan Pertimbangan Agung adalah suatu Badan Pena
sehat (adviserend lichaam).
(b) Tugas dan wewenang Dewan Pertimbangan Agung.
Dewan Pertimbangan Agung berkewadjiban memberi
djawab atas pertanjaan Presiden dan berhak mengadjukan
usul kepada Pemerintah (pasal 16 ajat 2 Undangundang
Dasar).
(c)
Keadaan sekarang.
Susunan Dewan Pertimbangan Agung menurut pasal 16
ajat 1 harus diatur dengan Undangundang. Akan tetapi, ber
hubung perlu segera dibentuk Dewan Pertimbangan Agung
Sementara, maka pembentukan Dewan Pertimbangan Agung
Sementara diatur dengan Penetapan Presiden No. 3 tahun
1959.
3.
Dewan Perwakilan Rakjat.
(a) Kedudukan Dewan Perwakilan Rakjat.
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakjat adalah kuat. De
wan Perwakilan Rakjat tidak dapat dibubarkan, tetapi De
wan ini tidak dapat pula mendjatuhkan Pemerintah.
(b) Tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakjat.
Dewan Perwakilan Rakjat adalah Dewan jang bantu
membantu dengan Pemerintah. Kemudian Dewan Perwakilan
Rakjat bersamasama dengan Presiden membentuk Undang
undang (pasal 5 ajat 1 juncto pasal 20 Undangundang Dasar).
Disamping itu Dewan Perwakilan Rakjat mempunjai hak
inisiatif untuk mengadjukan rantjangan Undangundang
(pasal 21 Undangundang Dasar).
2484
Menurut Undang.undang Dasar jang harus diatur dengan
Undangundang oleh Pemerintah bersamasama dengan De
wan Perwakilan Rakjat adalah : anggaran pendapatan dan
belandja, padjak, matjam dan harga mata uang, hal keuangan
Negara, kekuasaan Kehakirnan, sjaratsjarat untuk mengadili
dan untuk diperhentikan sebagai hakim, kewarganegaraan,
kemerdekaan berserikat dan berkumpul etc. etc. (organieke
wetten).
(c)
Keadaan sekarang.
Dengan penetapan Presiden No. 1 tahun 1959, telah
ditetapkan bahwa sementara Dewan Perwakilan Rakjat belum
tersusun menurut Undangundang sebagaimana dimaksud
dalam pasal 19 ajat (1) Undangundang Dasar, maka Dewan
Perwakilan Rakjat jang dibentuk berdasarkan Undangun
dang No. 7 tahun 1953, mendjalankan tugas Dewan Perwa
kilan Rakjat menurut Undangundang Dasar 1945.
Dengan Penetapan Presiden No. 3 tahun 1960 tentang
„Pembaharuan susunan Dewan Perwakilan Rakjat”, telah
dihentikan pelaksanaan tugas dan pekerdjaan Anggotaang
gota Dewan Perwakilan Rakjat Sementara.
Berdasarkan atas penetapan kedua dari Penetapan Pre
siden No. 3 tahun 1960 tersebut, jakni „ Pembaharuan su
sunan [Minn Perwakilan Rakjat berdasarkan Undangundang
Dasar 1945 dalam waktu jang singkat”, maka P.J.M. Presiden
telah menetapkan Anggotaanggota Dewan Perwakilan Rakjat
GotongRojong, jang namanamanja disebutkan dalam Peng
umuman Presiden tentang Dewan Perwakilan Rakjat Go
tongrojong, tertanggal 30 Maret 1960 No. A 1/103.
P.J.M. Presiden menamakan Dewan Perwakilan Rakjat itu
Dewan Perwakilan Rakjat GotongRojong, dalam arti didalamnja
tergabung wakil Partaipartai dan wakil Golongangolongan Karya
jang akan bekerdjasama dengan Pemerintah dalam alam demo
krasi terpimpin, berdasarkan unsurunsur „demokrasi” dan „peng
akuan adanja pimpinan”.
Anggotaanggota Pimpinan Dewan Perwakilan Rakjat Gotong
Rojong masih akan ditetapkan kemudian.
Adapun pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakjat akan dise
lenggarakan selambatlambatnja achir tahun 1962, sekiranja ke
adaan keamanan mengizinkan.
4.
Badan Pemeriksa Keuangan Negara.
(a)
Kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan Negara.
Badan Pemeriksa Keuangan Negara adalah sebuah Ba
dan tersendiri, lepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerin
tah. Badan ini tidak tunduk kepada Pemerintah, akan tetapi
tidak pula berdiri diatas Pemerintah.
2485
(b)
Tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan Negara.
Badan ini memeriksa pertanggungdjawaban Pemerintah
tentang keuangan Negara.
Kekuasaan dan kewadjiban Badan ini ditetapkan dengan
Undangundang (pasal 23 ajat 5 Undangundang Dasar, juncto
pasal 143 dsl. „Indische Comptabiliteitswet").
5.
Mahkamah Agung.
(a) Kedudukan Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung dan lainlain badan kehakiman adalah
Badan jang tersendiri lepas dari pengaruh kekuasaan Pe
merintah.
Berhubung dengan itu harus diadakan djaminan dalam
Undangundang tentang kedudukan para hakim.
(b) Tugas dan wewenang.
Susunan, tugas dan wewenang Mahkamah Agung telah
diatur dalam Undangundang Mahkamah Agung (Undang
undang No. 1 tahun 1950, Lembaran Negara No. 30/1950).
Undangundang ini peninggalan R.I.S. Djadi tidak se
suai lagi dengan kebutuhan Masjarakat.
Tugas, atjara, kekuasaan dan wewenang peradilan di
atur dalam:
(1) Rechterlijke Organisatie,
(2) Undangundang No. 1 tahun 1950,
(3) Undangundang Darurat No. 1 tahun 1951,
(4) Herzien Inlands Reglement.
Dewasa ini sedang disiapkan rantjangan Undangundang ten
tang Susunan dan kekuasaan Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi
dan Pengadilan Negeri, Rantjangan tersebut sudah sampai pada
taraf penjelesaian.
Halhal jang diuraikan diatas ialah mengenai Badanbadan
jang disebut atau diatur dalam Undangundang Dasar.
Jang tidak diatur didalamnja ialah :
a). Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara (BAPEKAN).
b). Dewan Perantjang Nasional.
6.
Badan Pengawas Aparatur Negara (BAPEKAN).
BAPEKAN dibentuk oleh Pemerintah untuk mendjalankan
tindakan preventip dan represip untuk mengawasi, meneliti dan
mengadjukan pertimbangan kepada Presiden terhadap kegiatan
aparatur Negara.
Tugas dan wewenang BAPEKAN adalah :
1.
mengadjukan pertimbangan mengenai hambatan dajagu
na kepada Presiden R.I./Panglima Tertinggi Angkatan
Perang.
2486
(b)
(c)
7.
mengadjukan pertimbangan dari hasiipenelitian kepada
Presiden R.I./Panglima Tertinggi Angkatan Perang dan
menerima pengaduan rakjat atau petugas Negara jang
meliputi hambatan atau fikiran rakjat/petugas Negara
mengenai usaha supaja tertjapai dan terlaksana daja
guna dan kewibawaan jang lebih tinggi.
Kedudukan, tugas dan wewenang Dewan Perantjang Nasional:
Dewan Perantjang Nasional membantu Dewan Menteri.
Tugas dan wewenang Dewan Perantjang Nasional adalah :
(a) mempersiapkan rantjangan Undangundang pembangunan
Nasional jang berentjana dan
(b) menilai penjelenggaraan Pembangunan.
Adapun rantjangan pembangunan Nasional ini bersifat
semesta dan disusun oleh Dewan Perantjang Nasional dengan
memperhitungkan segala kekajaan alam dan pengerahan te
naga rakjat serta meliputi segala segi kehidupan Bangsa
Indonesia.
Rantjangan pembangunan semesta, jang telah
disetudjui oleh Dewan Menteri diadjukan kepada Madjelis
Permusjawaratan Rakjat untuk disetudjui (vide Manifesto
Politik katja 69. Undangundang No. 80/1958 Juncto).
Penetapan Presiden No. 4/1959 pasal 4 dan pasal 5 ma
sih menjebutkan ,,………..Dewan Perwakilan Rakjat ………….”
Hal ini perlu diubah.
c.
Tugas dan organisasi DepartemenDepartemen.
Dengan adanja susunan Kabinet jang barn jang telah
ditetapkan dengan Keputusan Presiden No. 21 tahun 1960,
dengan pembagian jang barn tentang bidangbidangnja, perlu
diadakan penindjauan lagi tentang tugas dan organisasi Pe
merintahan.
Tjontoh : Dengan diadakannja Departemen Keamanan
Nasional maka pekerdjaan jang terletak dalam bidang secu
rity (keamanan) jang tadinja ada dalam bidang Departemen
Kehakiman harus pula dimasukkan kedalam bidang ke
amanan.
Ini berarti, bahwa semua urusan Imigrasi dan Peng
awasan Orang Asing serta urusan Kedjaksaan harus setjara
technic beralih kepada J. M. Menteri Intl Keamanan Nasional,
hanja administratif tetap pada Djawatan Imigrasi, Biro Peng
awasan Orang Asing dan Kedjaksaan dilandjutkan dalam
Departemen Kehakiman.
Kini Panitya ad Hoc jang diketuai oleh J.M. Menteri
Hidajat sedang merantjangkan peraturanperaturan tentang
kedudukan Menteri Negara dan pokok 2 susunan badan2
pembantu dan Departemendepartemen, serta tugas Menteri
Menteri Negara dan Departemendepartemen Pemerintahan.
2487
d.
Hubungan badanbadan/DewanDewan/petugaspetugas.
Dalam pembitjaraan tentang kedudukan badan badan/
Dewandewan dan petugaspetugas tersebut diatas, telah di
uraikan hubungannja antara jang satu dengan jang lainnja.
Jang amat terasa ialah kurangnja kordinasi sehingga
timbul doublures dan ketidaklantjaran djalannja adminis
trasi (tjontoh dari doublures : Departemen P.P. & K. dan
Departemen Perburuhan keduaduanja berkepentingan da
lam menjelenggarakan pendidikan guru untuk lapangan
lapangan lkedjuruan atau technik. Sebetulnja lembaga jang satu
dapat dipakai untuk kedua tudjuan.
Tjontoh jang lain adalah urusan pensiun di Bandung
dan Jogjakarta).
Dapat disinjalhr pula berpuluhpuluh Panitya Negara dan
Panitya Interdepartemental (menurut tjatatan Lembaga Ad
ministrasi Negara ada sekurangkurangnja 66 huah) memer
lukan penindjauan dan penertiban.
Mengenai petugaspetugas, terutama pegawaipegawai
amat kekurangan tenaga ahli.
Dewasa ini belum ada Undangundang pokok Kepega
waian jang mengatur azasazas dan garisgaris kebidjaksa
naan politik kepegawaian. Djuga perlu ditjantumkan dida
lamnj