Jilid-13 Depernas 24-Bab-112

BAB 112. BAHAN-BAHAN MAKANAN SERTA BAHANBAHAN KEPERLUAN JANG LAIN
1269. G u l a
Gambaran keadaan sekarang.
Angka-angka jang tersedia mengenai gula umumnja adalah angkaangka tahun 1958, sedangkan angka-angka tahun 1959 hingga sekarang belum bisa diperoleh. Berdasarkan angka-angka resmi dari Pemerintah maka situasi produksi dalam berat dan nilai (menurut harga
pabrik untuk gula perkebunan), luas areal dan disusun menurut daerah, dalam tahun 1958 adalah seperti berikut :

Propinsi

Luas dan produksi gula dari perkebunan
dan tanaman. rakjat jang digiling oleh pabrik
tahun 1958.
Luas tanaman Luas tanaman
Produksi
Perkebunan
Rakjat
(HA)
(HA)
Berat (ton)
Nilai Rp.

Djawa Barat

4.804,2
Djawa Tengah 14.662,3
Djawa Tmur 33.180,8
INDONESIA 52.646,8

Propinsi
Djawa Barat
Djawa Tengah
D.I. Jogja
Djawa Timur
Djawa/Madura

3.345,6
15.436,8
21.684,2

75.221
2.901,8
473.414
736.272


Rp. 219.663.000

568.911.000
„ 1.420.242.000
Rp. 2.208.816.000

Luas produksi (berat dan nilai)
gula rakjat dalam tahun 1958
Luas (HA)
Produksi (ton)
Nilai (Rp.)
4.100
5.880
542
30.650
41.172

16.000
30.000

250
233.600
279.850

48.000.000
90.000.000
750.000
700.800.000
839.550.000

681
275

300
105

1.361

3.405
250


70
70

3.795

10.215.000
750.000

210.000
210.000

11.385.000

Djawa/Madura
Sumatera
Sulawesi
Nusa Tenggara

41.172

1.361
250
505

279.850
3.795
1.560
350

839.550.000
11.385.000
7.680.000
1.050.000

INDONESIA

43.288

285.555


856.665.000

A t j eh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Djambi
Sumatera Selatan
Sumatera

2795

Djumlah produksi gula perkebunan dan gula rakjat diseluruh In donesia ialah 736.272 ton + 285.555 ton — 1.021.827 ton untuk ta hun 1958. Apabila kita ambil dasar kebutuhan 30 gram gula sehari
per kapita, maka dengan djumlah penduduk tahun 1958 sebanjak 87.7
djuta orang, kebutuhan konsumsi dalam negeri seluruhnja berdjumlah 947.000 ton setahun atau dibulatkan mendjadi 950.000 ton setahun.
Menurut Nota Keuangan Negara 1960 halaman II/4 kebutuhan
dalam negeri setahun ditaksir 600 a 700.000 ton. Mengingat taksiran
kebutuhan seorang djumlah 30 gram sehari masih dianggap sedikit,
maka antjer-antjer kebutuhan gula sedjumlah 950.000 ton adalah dapat dipertanggung-djawabkan. Kebutuhan untuk tahun-tahun berikut nja dinaikkan dengan 1,7% sesuai dengan perkembangan penduduk
tiap tahun.

Untuk konsumsi dalam negeri oleh Pemerintah dalam tahun 1958
disediakan 783.000 ton, diantaranja 252.000 ton adalah sisa tahun
1957 dari hasil gula perkebunan. Apabila Pemerintah dapat meng ekspor gula sedjumlah 350.000 ton setahun menurut kwantum jang
telah diizinkan oleh Dewan Gula Internasional, dengan sendirinja
persediaan gula untuk konsumsi berkurang. Ekspor gula dalam tahun
1958 adalah 87.100 ton seharga Rp. 83,9 djuta devisen dan dalam
tahun 1957 adalah 114.200 ton. Djikalau diingat bahwa dalam tahun
1930 produksi gula perkebunan sadja sedjumlah 2,9 djuta ton, jang
diekspor adalah 2,2 djuta ton dengan djumlah penduduk 60,7 djuta
orang, maka persediaan sekarang dari hasil produksi gula terasa belum tjukup besar untuk dapat melantjarkan peredarannja. Pada tahun 1950 produksi gula berdjumlah 804.000 ton dan djumlah penduduk pada waktu itu adalah 70,4 djuta orang.
Menurut laporan Bank Indonesia 1958/1959 rakjat banjak pula
jang lebih suka mengolah sendiri tebunja mendjadi gula, karena keuntungannja lebih banjak dan harganja dipasar lebih tinggi daripada
gula pasir pabrik. Usaha rakjat untuk mengolah sendiri tebu mendjadi gula masih didorong untuk berkembang lebih pesat dengan membantu kaum tani dengan alat-alat penggilingan.
§ 1270. Tentang pembiajaan sekarang
Jajasan Tebu Rakjat (Jatra), suatu bagian daripada Kementerian
Pertanian, dalam tahun panen 1958/1959 telah menjediakan kredit
sebanjak Rp. 150,-- djuta kepada petani tebu untuk keperluan tanaman seluas ± 40.000 Ha. Pada tahun 1957/1958 telah diberikan
Rp. 135,— djuta untuk ± 41.000 Ha.
Menurut Laporan Bank Industri Negara 1956 dan 1957 maka
dalam tahun 1957 untuk 4 perkebunan gula disediakan pembiajaan

Rp. 148.390.000,— Pabrik-pabrik gula jang ada penjertaan modal dari
B.I.N. dan mendapatkan pindjaman dari bank ini adalah :
P.T. Cultur Mij Modjopanggung, Panjertaan
Tulungagung.
statuter seluruh modal
pindjaman (1957)

2796

Rp.
Rp.
Rp.

13.434.000.
17.350.000.
23.428.000.

P.T. Perusahaan PerkebunanPagottan, Madiun.
penjertaan
seluruh modal statuter

pindjaman (1957)

Rp.

10.120.000.

Rp.
Rp.

30.000.000.
29.034.000.

P.T. Perseroan Perkebunan Tjepiring, Kendal.
penjertaan modal
seluruh modal statuter
pindjaman (1957)

Rp.
Rp.
Rp.


12.120.000.
20.200.000.
20.843.000.

P.T. Cultuur Mij Tjukir, Djombang.,
penjertaan modal
seluruh modal statuter
pindjaman (1957)

Rp.
Rp.
Rp.

2.060.000.
3.100.000.
13.989.000.

Rp.
Rp.


8.006.000.
40.000.000.

Rp.

30.000.000.

P.T. Pabrik Gula Krebet Baru, Malang.
penjertaan modal
seluruh modal statuter
pindjaman tiap tahun
paling tinggi

Situasi tahun 1958 dan 1959 adalah sangat berlainan dengan tahun
1957 waktu perusahaan-perusahaan Belanda belum diambil oleh Pemerintah. Bahan-bahan mengenai permodalan pabrik-pabrik gula jang
telah diambil alih belum tersedia. Sekalipun Belanda mungkin tidak
meninggalkan uang cash jang tjukup, atau jang tidak ada sama sekali di
pabrik-pabrik, atau sekalipun saldo rekening courant di bank-banknja jang tradisionil ternjata kosong atau kurang, perusahaan-perusa haan tersebut tetap mempunjai likwiditet berupa barang-barang modal
alat-alat produksi dan stock barang-barang baku dan penolong, barang barang djadi dan tenaga-tenaga kaum buruh jang terlatih, jang sang gup menjelenggarakan terus perusahaan-perusahaan perkebunan gula.
§

1271.

Kegiatan Sektur
Partikelir

Pemerintah

Pusat/Pemerintah

Daerah/

Mengenai kegiatan Pemerintah Pusat dalam sektor Industri gula
ini selama belum diambil alih baru terbatas kepada financiering tebu
Rakjat seperti sudah diterangkan dimuka, menetapkan harga gula untuk pasar dalam negeri dengan memungut accijns, mengusahakan eksport gula melalui NIVAS, menurut kerugian rupiah karena harga ekspor lebih rendah dari ongkos produksi dengan membebankan kepada
harga dalam negeri, alokasi devisen untuk mengimpor barang-barang
baku.
Pemerintah Daerah lebih banjak mendjadi aparat pelaksanaan
atau pengawas mengenai masalah tebu rakjat, djaminan areal buat
pabrik serta irigasi, tenaga kerdja setempat, terutama mengenai buruh
musiman. Pemerintah Daerah jang langsung menguasai pabrik gula
seperti D.I. Jogjakarta, dengan sendirinja langsung mengurus manage-

2797

ment sampai produksi dan distribusi gulanja. Peranan Pemerintah Pusat
dan Daerah Swatantra sesudah Perusahaan-perusahaan itu diambil alih
seharusnja diperbesar.
Usaha partikelir sesudah perusahaan-perusahaan Belanda diambil
alih mendjadi lebih sempit, jaitu jang dahulu dimiliki oleh Oei Tiong
Ham Concern. Peranan mereka jang besar adalah dalam soal distribusi
gula dimana P.P.G.I. memegang rol terbesar atau praktis memonopoli
pendjualan gula didalam negeri. Seluruh usaha produksi gula rakjat
berupa gula mangkok masih tetap berdjalan dan seperti sudah didje laskan dimuka rakjat lebih suka mengolah sendiri tabu rakjat daripada
menjerahkannja kepada. pabrik karena keuntungannja dengan ini lebih
banjak.
§ 1272. Pengolahan gula
Gula perkebunan dalam tahun 1958 diolah di 52 pabrik dengan areal
tanah seluas 52.000 Ha. Dalam tahun 1959 soal areal tanah ini
merupakan kesulitan yang terbesar jang akan menghambat produksi
gula kristal. Ini disebabkan karena harga tanah jang disewa oleh pabrik ternjata djauh lebih rendah daripada kalau ditanami oleh kaum
tani dengan djenis tanaman lain. Padahal perlu ditindjau, apakah di lihat dari sudut rendement tanah dan harga pasar jang ditetapkan oleh
Pemerintah, harga sewa itu tidak bisa ditinggikan tanpa menaikkan harga
gula.
Situasi sekarang sangat berbeda dari keadaan sebelum perang du nia
kedua. Kalau diambil tahun-tahun 1930 — 1940 — 1953 dan 1958
terdapat gambaran seperti berikut:
Tahun
Pabrik jg.
Luas Ha
Produksi
Eksport
bekerdja
(ton)
(ton)
1930
179
199.000
2.970.000
2.223.000
1940
85
92.000
1.607.000
804.000
1953
50
50.000
600.000
150.000
1958
52
52.000
770.213
87.167
Pabrik jang baru mungkin belum dimasukkan dalam angka tahun
1958 adalah Pabrik Gula „Madu Kismo” di Jogjakarta. Tetapj pada
umumnja menambah djumlah pabrik jang bekerdja memerlukan waktu
jang agak pandjang.
Kemunduran pabrik jang bekerdja dan produksi sebelum perang
adalah karena krisis besar didunia tahun 1929/1933 jang telah menggontjangkan pasar dunia tradisionil dari ekspor gala Indonesia. Se dangkan sesudah perang dunia kedua negeri-negeri jang biasa meng impor gula terutama dibenua Eropah, sekarang sudah dapat memproduksir gula sendiri dan malahan ada beberapa negeri jang sampai
mengekspornja.
§ 1273. Mengenai distribusi gula
Peredaran gula dipasar babas dari daerah-kedaerah sekarang berdjalan tidak lantjar. Kematjetan dalam transpor dan manipulasi dalam

2798

perdagangan menjebabkan harga resmi Pemerintah dan harga pasar
bebas djauh berbeda.
Harga resmi menurut ketentuan Menteri Perdagangan jang baru
sesudah dinaikkan mulai tanggal 25 April 1958 mendjadi :
Kwalitet
Kwalitet

SHS Rp. 440,- per kwintal.
HS Rp. 430,- per kwintal.

Tetapi harga etjeran (Djuli 1959) adalah Rp. 9,50 per Kg. Sedangkan
gula djawa atau aren Rp. 11,66 per Kg.
Dilihat dari sudut harga bebas pasar jang harus dibajar oleh para
konsumen, nampak manipulasi dalam proses produksi Gula jang di tandai oleh banjaknja perantara-perantara jang tidak perlu dari pabrik
ke konsumen atau dari tangan kesatu distributor besar kependjual
etjeran atau detailis. Karena itu problim penjerdahanaan aparatur
distribusi adalah sangat urgen (dengan menghilangkan sebanjak
mungkin perantara-perantara jang tidak perlu).
§ 1274. Mengenai tenaga jang tersedia
Sampai sekarang belum ada angka-angka resmi mengenai ini dari
Departemen Pertanian. Oleh karena itu perlu diadakan penindjauan
kebeberapa pabrik untuk didjadikan dasar perhitungan tenaga.kerdja
menurut djenisnja jang diperlukan dalam proses produksi gula.
Berdasarkan keadaan jang njata dipabrik gula Tjepiring jang
dapat dianggap merupakan kapasitet rata-rata dari tiap pabrik di In donesia, maka untuk satu pabrik jang bekerdja terdapat:
Administratir
1
Pemegang buku
1
Masinis
3
Chomiker
1
H.T.O.
2
Pabricageshef
1
Sinder
11
Transportir
4
Buruh tetap
780
(tukang besi,
tukang batu
dan lain-lain).
Menurut laporan Bank Industri Negara pabrik Tjepiring meru pakan pabrik jang sudah dipimpin dan dikerdjakan sendiri oleh orang orang Indonesia. Mengenai pabrik-pabrik lain, sekalipun belum dike tahui apakah tenaga-tenaga ahlinja memenuhi sjarat-sjarat atau tidak,
bisa diambil pedoman keadaan tenaga dipabrik Tjepiring tersebut di atas. Menurut pendengaran dari salah seorang anggauta DEPERNAS
maka sekarang ini baru ada tenaga ahli tjukup untuk 20 pabrik Gula.
Hal ini berarti suatu kekurangan jang mempengaruhi djuga lan tjar-tidaknja produksi gula perkebunan.
Jang masih perlu didapat keterangan lebih landjut mengenai pe nilaian keadaan sekarang dilapangan gula, adalah soal-soal benikut :
2799

a.

Pembiajaan jang disediakan oleh Pemerintah Pusat atau Peme rintah Daerah Swatantra untuk produksi gula perusahaan-perusahaan jang telah diambil alih.

b.

Djumlah tenaga ahli atau kedjuruan jang tersedia untuk pabrik pabrik gula (berapa kekurangannja) dan usaha-usaha pendidikan
tenaga ahli jang ada sekarang.

c.

Kalkulasi harga pabrik atau ongkos produksi gula dan penetapan
harga sekarang bagi pendjual etjeran.

d.

Bagaimana penjaluran gula kepasar bebas dan siapa jang ditundjuk
sebagai distributor besar dan bagaimana kedudukan NIVAS
dan PPGI.

c.

Penetapan harga sewa tanah dimasing-masing daerah.

f.

Bagaimana situasi bahan baku sekarang dan bagaimana rentjana
persediaan selandjutnja.

§ 1275. Gambaran keadaan jang diingini
Dengan produksi tahun 1958 sedjumlah 736.000 ton gula perkebunan + 285.000 ton gula mangkok = 1.021.000 ton , dan kebutuhan
per kapita 30 gram sehari atau seluruhnja 950.000 ton gula dan untuk
ekspor ± 100.000 ton, ternjata peredaran gula untuk keperluan Rakjat masih mengalami keseretan seperti terbukti dengan masih adanja
pendjualan gula dengan harga 200% sampai 600% dari harga resmi
dipasar bebas. Dengan belum mempersoalkan faktor transpor, ekonomi dan moneter jang mempengaruhi peredaran sebagai antjer-antjer
tingkat produksi dihubungkan dengan kebutuhan pada tahun 1940
sebagai keadaan dimana peredaran gula adalah lantjar dan terbeli
oleh Rakjat.
Pada tahun 1940 keadaannja adalah seperti berikut:
Produksi
ton
Gula per- 1,6 djuta
kebunan

Eksport
ton

Sisa untuk dalam negeri
ton

804.000

796.000 ton

Kebutuhan dalam negeri adalah 774.000 ton dengan perhitungan
per kapita 30 gram sehari dan djumlah penduduk 70,4 djuta orang.
Terdapat kelebihan. gala keristal 3% S r i kebutuhan dalam negeri.
Apabila ditambah dengan produksi gula mangkok dengan sendirinja
prosentasi kelebihan itu bisa mendjadi 30% apabila diambil sebagai
antjer-antjer produksi gula Rakjat 200.000 ton.
Untuk mentjapai selfsupporting dalam arti peredaran gula Ian tjar,
sehingga harga resmi bisa mendjadi kenjataan dipasar bebas dan
tidak mudah didjadikan bahan spekulasi maka seharusnja ada perse -

2800

diaan untuk konsumsi dalam negeri 130% dari kebutuhan. Djuga harus ada
kelebihan produksi gula perkebunan sedjumlah kurang lebih 300.000 ton
untuk kemungkinan eksport. Produksi ini harus bisa di tjapai dalam tahun
1961/1962
dan
1960
harus
dapat
disiapkan
rentjana untuk memenuhi djatah, seperti memetjahkan problim areal, tenaga teknis, pengairan, pupuk dan lain-lain.
Produksi 130% daripada kebutuhan tahun 1961 ditambah keperluan untuk ekspor 300.000 ton gula perkebunan berarti 1,3 djuta ton
+ 0,3 djuta ton = 1,6 djuta ton. Djikalau kapasitet produksi perkebunan dan gula mangkok seperti tahun 1958 berarti harus ada tambahan
produksi 1,6 djuta ton — 1,021 djuta ton = 579.000 ton atau dibulatkan mendjadi 600.000 ton. Djikalau dtambil perbandingan produksi gula
perkebunan adalah 70% dan gula Rakjat adalah 30% maka harus ada
kenaikan produksi gula perkebunan 420.000 ton dan gula mangkok 180.000
ton, dibandingkan 'dengan tingkat produksi tahun 1958. Tetapi adalah lebih terdjamin apabila tambahan 600.000 ton dibebankan pada
pabrik gula kristal.
Kenaikan produksi itu dapat ditambah dengan dua djalan :
a. perluasan areal tanaman tebu ;
b. intensifikasi dengan mempertinggi rendement tanaman per Ha.
Penambahan produksi gula perkebunan dengan 600.000 ton berarti tambahan areal tanaman tebu dengan 60.000 Ha apabila didasarkan kepada rendement 1958 untuk 1 ha adalah 10,4 ton gula.
Dengan kapasitet 52 pabrik jang bekerdja seperti tahun 1958 berarti rata-rata Ha adalah 10,4 ton gala.
Dengan kapasitet 52 pabrik jang bekerdja seperti tahun. 1958 berarti tiap pabrik harus menambah areal dengan rata-rata Ha atau tam bahan kurang lebih 110% dari kapasitet areal sekarang.
Dengan menempuh perluasan ini berarti harus dipetjahkan problim sewa tanah jang sekarang mendjadi sebab kesulitan dalam men dapatkan areal untuk pabrik gula. Sawa tanah per Ha ternjata lebih
rendah daripada kalau tanah ini ditanami padi, palawidja dll. dalam
waktu jang lebih pendek daripada masa penjewaan tanah. Produksi ta hun 1961/1962 didasarkan kepada pendirian pabrik baru.

Djalan intensifikasi. harus ditempuh untuk meninggikan produksi
jang akan berarti pula pengurangan djumlah areal jang dibutuhkan
untuk gala per Ha. Dalam tahun 1940 adalah 174.9 kwintal per Ha. Hams
diadakan research dalam tahun-tahun 1960 untuk menemukan
sebab-sebab kemunduran rendement per Ha tersebut sampai 40% dibandingkan dengan tahun 1940. Dalam tahun 1961 rendement per Ha
harus dinaikkan sampai 150 kwintal per Ha atau dinaikkan dengan
± 50% dari tahun 1958.
A t a s dasar perhitungan rendement 1961 dinaikkan mendjadi 150
kwintal/Ha, akan berarti kenaikan produksi dengan 5% X 736.000
ton = 368.000 ton gula perkebunan, dengan djumlah pabrik dan areal
seperti tahun 1958. Tinggal kurang lebih 232.000 ton gula jang masih harus
ditempuh dengan djalan perluasan areal sedjumlah 15466 Ha

2801

jang rata-rata untuk satu pabrik diperlukan perluasan areal + 300 Ha.
Kemunduran rendement 1958 dibandingkan dengan tahun 1940
itu kemungkinan besar sekali karena fabricage, petundjuk teknis tanaman, bibit, pengairan, pemeliharaan, pupuk dan lain-lain.
Produksi gula mangkok dan gula rakjat harus dapat dipertahankan. Kemungkinan mengembangkan perindustrian Rakjat ini adalah
besar apabila usaha membantu rakjat dengan alat-alat penggilingan
diperbesar, jang telah dimulai di Djawa Timur dimana alat-alat itu di bikin di Surakarta. Hendaknja dalam tahun 1960 diselidiki kapasitet
pembikinan alat-alat penggilingan itu dan ditempuh djalan perluasan
produksi itu. Tetapi dalam djatah produksi gula 1961/1962 produksi gula
mangkok dianggap tetap.
Produksi gula direntjanakan ditempat-tempat jang sudah ada pa brik jaitu di Djawa dan produksi gula Rakjat terutama ditempat-tem pat jang belum ada pabrik gulanja jaitu diluar Djawa.
Pendirian pabrik gula diluar Djawa supaja merupakan projek pabrik
jang modern jang baru sama sekali dan djangan hanja sekedar
memindahkan pabrik gula jang sudah ada di Djawa. Sebab ini tidak
ekonomis dan bisa menimbulkan kesulitan-kesulitan baru dalam perlengkapan, pengangikutan, memetjahkan tenaga dan areal diluar Djawa.
Mengenai Pabrik Madu Kismo supaja diadakan tindjauan untuk mengetahui biaja dan kapasitet produksi sebagai antjer-antjer untuk pendirian pabrik itu.
Dalam menjelenggarakan perluasan produksi gula seperti jang
direntjanakan diatas, hendaknja Pemerintah Pusat — dalam hal ini
Departemen Pertanian — mengadakan koordinasi dengan Pemerintah
Daerah Swatantra Tingkat I dan II. Sebaiknja djatah produksi gula dapat
diawasi langsung oleh Pemerintah Daerah Swatantra tingkat I dan II
jang bersangkutan.
Apabila kita ambil dasar 52 pabrik jang bekerdja maka diperlukan tenaga-tenaga ahli dan kedjuruan jang seimbang pula. Dengan
mengambil antjer-antjer Pabrik gula! Tjepiring jang menurut Bank
Industri Negara merupakan pabrik jang sudah dipimpin dengan te naga bangsa Indonesia sendiri, maka untuk 52 pabrik jang ada seka -

rang diperlukan tenaga-tenaga seperti berikut :

(Operatertanaman
kepala

Administratir
Pemegang buku
Masinis
Chemiker
H.T.O.

52
52
52
52
52

X
X
X
X
X

1
1
3
1
2

=
=
=
=
=

52 orang
52 “
159

52 “
104


Kepala fabricage
52 X 1 =
52 “
Pengurus transpor 52 X 4 =
208

Sinder
52 X 11 =
572

Buruh tetap
tukang-tukang besi, batu, dll. 52 X 800 = 41.600 0rang

2802

Dalam tahun 1961 harus dapat dipenuhi minimal djumlah tenaga
ahli dan kedjuruan tersebut diatas untuk dapat mengatasi rentjana
penambahan produksi.
Indonesia adalah anggota dari Internasional Sugar Council atau
Dewan Gula: Internasional, setelah dengan resmi menjerahkan dokumen ratifikasi perdjandjian gula Internasional pada tanggal 21 Pe bruari 1958. Dalam Konvensi Gula jang telah diamandir, Indonesia
mendapat djatah ekspor sebanjak 350.000 ton untuk tahun 1958, tetapi
hanja dapat direalisasikan sebanjak 87.000 ton.
Baik produksi maupun konsumsi gula sedunia dari tahun ke

tahun menundjukkan kenaikan. Angka-angka 1956/1957 dan 1957/
1958 adalah seperti berikut:
1956 /

1957

1957 / 1958

Produksi

Konsumsi

Produksi

ton

ton

ton

Amerika Utara
dan Selatan

17,7 djuta

14,3 djuta

18,3 djuta

­
14,6 djuta

Eropa

14

,

17,7



15,1



18,1

A s i a

5



6,7



6,1



6,8



A f r i k a

2,2



2



2,3



2,36



Australia

1



0,7



1,4



0,71



Djumlah sedunia

41,4 djuta

41,8 djuta

43,4 djuta

Konsumsi
ion



42,7 djuta

Produksi gula terbesar didunia masih dipegang oleh Kuba dengan
tingkat produksi tahun 1957/1958 sebesar, 5,7 djuta ton dan djatah
ekspor menurut Konvensi Gula lebih dari 1 djuta ton.
Dengan berpedoman kepada djatah produksi dan kebutuhan ta hun 1961 maka seterusnja dalam tahun-tahun 1962/1963 diadakan per kembangan produksi sesnai dengan perkembangan djumlah penduduk.
Dengan djumlah kenaikan penduduk setahun rata-rata 1,7% maka
perlulah ada tambahan produksi setahun sedikitnja 2% dari tahuntahun sebelumnja. Pertambahan itu ditempuh melalul perluasan areal,
mendirikan pabrik-pabrik baru diluar Djawa, usaha meninggikan ren clement per HA.
Tambahan areal harus pula diusahakan adanja tmbahan djumlah
buruh tetap darn buruh musiman jang antjer-antjernja sudah ditetap kan dalam no. (f).
Pembiajaan: Jang masih harus dipetjahkan adalah biaja untuk mentjukupi rentjana perluasan areal dan rentjana mempertinggi ren dement serta research jang diperlukan untuk itu.

2803

Dalam soal mendirikan pabrik baru perlu didapatkan hasil pem biajaan pabrik Gula Madu Kismo dalam rupiah dan devizen jang bisa
didjadikan pedoman untuk membangun pabrik-pabrik gula jang baru.
Mengenai perluasan areal perlu dipetjahkan tjara-tjara penjewaan jang tidak merugikan kaum tani. Sistim sewa tanah jang lama perlu diganti dengan sistim baru. Misalnja dapat ditempuh dengan dja lan
menetapkan bersama antara organisasi-organisasi tani dan pabrik untuk
menetapkan tjara-tjara pembajaran sewa.
Sebagai dasar misalnja dapat ditetapkan rendement per HA dan
bagian bagi umum tani dinilai menurut harga pasar jang ditetapkan
Pemerintah. Dalam harga menurut pabrik sudah termasuk keuntungan
pabrik, penjusutan, penggantian alat-alat produksi dan ongkos lainlain. Selebihnja dapat diserahkan kepada kaum tani untuk pembajaran sewa tanah, jang paling sedikt sama dengan hasil tanah itu untuk
tanaman padi, palawidja dan lain-lain dalam waktu jang sama dengan masa penjewaan.
§ 1270. Minjak kelapa (kopra)
Situasi produksi minjak kelapa dalam tahun 1.958 menurut berat,
nilai dan susunan daerah adalah seperti berikut:
Perusahaan2 jang melapor
D.S.T. I

Djumlah produksi
Kg

Nilai
a Rp. 10 per Kg.

Djumlah
perusahaan

Djakarta Raya
141.284.892
Djawa Barat
56.869.464
Djawa Tengah
113.946.132
Djawa Timur
169.312.968
Sumatera Utara
1.800.000
Sumatera Tengah
14.865.828
Sumatera Selatan
900.000
Kalimantan
24.698.640
Sulawesi
37.872.000
Nusatenggara
36.000.000
Maluku
2.160.000

Rp. 1.412.848.920
Rp. 568.694.640
Rp. 1.139.461.320
Rp. 1.693.129.680
Rp. 18.000.000
Rp. 148.658.280
Rp..
9.000.000
Rp. 246.986.400
Rp. 378.720.000
Rp.. 360.000.000
Rp. 21.600.000

16
19
15
33
7
7
7
19
10
9
1

Seluruh Indonesia

Rp. 5.997.099.240

143

599.709.924

Jang menarik perhatian adalah kenjataan, bahwa djumlah perusahaan jang melapor hanja 143, sedangkan menurut daftar adalah
215. Di Sumatera Utara menurut daftar ada 35 perusahaan, Sumatera
Tengah 15, Sumatera Selatan 12, Kalimantan 31 dan Nusatenggara 15
dan di lain-lain daerah adalah sedikit lebih tinggi daripada laporan.
Kemungkinan besar banjak perusahaan jang bekerdja karena kesu-

2804

titan bahan pokok kopra. Perusahaan-perusahaan minjak kelapa ter sebut diatas pada mulanja adalah perusahaan swasta. Sesudah diambil
alih, berapa djumlah perusahaan jang mendjadi milik Pemerintah be lum djelas.
Djikalau ada pembiajaan jang harus disediakan, maka hal itu ada lah dalam hubungan dengan pembelian kopra dari para menghasil ke lapa. Pembelian ini dahulu dilakukan oleh Jajasan kopra jang telah
dilikwidasi dan diganti oleh IKKI, jang melakukan pembelian kopra
untuk keperluan konsumsi dalam negeri. IKKI (Induk Koperasi Ko pera Indonesia) memerlukan uang chas untuk melakukan pembelian
itu, jang seharusnja disediakan oleh Pemerintah, jang daerah kerdja nja baru meliputi Kalimantan Barat dan Djawa Barat.
Keseretan dalam produksi minjak kelapa terutama sekali karena
kesulitan dalam pengangkutan kopra dan pembelian-pembelian jang
disebabkan karena kurang sesuainja harga pembelian koperasi dengan
harga pasar babas.
Dalam tahun 1958 tidak diadakan ekspor kopra, karena kesulitan
pasar, karena penjelundupan-penjelundupan jang dilakukan oleh petualang-petualang PRRI-Permesta, dan karena kebutuhan akan kon sumsi dalam negeri, jang terutama sekali harus dipenuhi.
Hingga sekarang problim minjak kelapa sebagai kebutuhan Rakjat sehari-hari belum terpetjahkan setjara baik, karena kekurangan
persediaan, akibat banjaknja perusahaan-perusahaan minjak kelapa
jang bekerdja dibawah kapasitet, ada jang hanja 15 sampai 25% sa dja
dari kapasitet dalam tahun 1959.
Untuk menghasilkan 599.709 ton minjak kelapa diperlukan ku rang lebih 1 djuta ton kopra kering jang rendemennja rata-rata untuk
minjak kelapa 60%.
Produksi kopra tahun 1957 adalah 1,2 djuta ton sedangkan ta hun 1958 adalah satu djuta ton menurut Djawatan Pertanian Rakjat
dan menurut keterangan J.M. Menteri Suprajogi kepada Depernas
produksi kopra 1958 adalah, 1,4 djuta ton.
Angka-angka ini masih harus diteliti lagi. Tetapi pada dasarnja
dapat ditarik kesimpulan bahwa produksi kopra untuk konsumsi dalam
negeri sebenarnja adalah tjukup, ketjuali kalau harus dikurangi untuk
ekspor. Terasa sekarang, bahwa sumber kesulitan pokok mengenai pro duksi minjak kelapa adalah kesulitan pengangkutan atau distribusi kopra
dan minjak kelapanja.
Mengenai tenaga sebenarnja tidak ada kesulitan jang berarti, sebab pada umumnja pabrik-pabrik banjak jang terpaksa mengurangi
tenaga kerdjanja karena harus bekerdja dibawah kapasitet.
Djikalau dilihat dari sudut kebutuhan akan konsumsi minjak ke lapa dalam negeri, maka dengan djumlah.penduduk 92,3 djuta dalam
92,3
X 800.000 ton kopra = 135% X 800.000
68,4
ton kopra = 1.080.000 ton kopra. (Sebelum perang kebutuhan dalam
negeri adalah 800.000 ton kopra dengan djumlah penduduk 68,4 djuta). Setjara teoritis sudah terpenuhi kebutuhan dalam negeri menge nai
kopra untuk produksi minjak kelapa. Tetapi jang tetap merupakan
tahun 1961 diperlukan

2805

problim terbesar adalah pembelian dan pengangkutan kopra untuk kon sumsi dalam negeri. Produksi sebelum perang adalah 1,3 djuta ton kopra atau 60% lebih dari pada kebutuhan dengan persediaan ekspor 500
sampai 600.000 ton kopra.
Karena itu untuk tahun 1961 adalah penting untuk merealisasi
angka produksi kopra dalam tahun 1961, jaitu sedjumlah 15 djuta ton.
Untuk mentjapai produksi itu harus diperluas usaha peremadjaan
pohon-pohon kelapa jang sedapat mungkin melebihi rentjana Pemerintah 30.000 ha setahun, disamping mengintensifkan pemberantasan hama kelapa. Areal tanaman kelapa sekarang adalah seluas 1,6 djuta ha.
Jang penting adalah melantjarkan pembelian kopra dari petani dan
melantjarkan pengangkutan kopra itu untuk produksi dalam negeri. Djikalau harga kopra achir Desember 1958 masih tetap menurut
1KKI jaitu Rp. 650,— per kwintal, maka perlu disediakan biaja oleh
bank-bank Pemerintah kepada badan pembelian kopra atas dasar kwanturn jang dibutuhkan oleh produksi minjak kelapa. Kematjetan pem belian kopra achir-achir ini terutama sekali karena tidak adanja per sediaan uang kontan bagi badan pembelian kopra.
Mengingat sulitnja barang-barang sandang-pangan jang diperlu kan oleh petani-petani kelapa, adalah penting untuk memenuhi kebu tuhan mereka dalam tekstil, garam, gula dan lain-lain, dengan harga
jang rendah.
Pendirian pabrik minjak kelapa baru sebaiknja dilakukan diluar
Djawa, ditempat penghasil kopra.
Pendirian pabrik drum atau pabrik kaleng supaja segera dilaksanakan untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan untuk ekspor minjak kelapa.
Atas dasar djatah produksi tahun 1961 hendaknja untuk tahun-ta hun berikutnja diperhitungkan kenaikan produksi 2% jang seimbang
dengan kenaikan djumlah penduduk kl. 1,7% setahun.
Tentang biaja jang harus disediakan oleh pemerintah untuk modal
kerdja badan-badan pembelian kopra guna konsumsi dalam negeri se besar 1 djuta ton, dalam tahun 1961 perlu disediakan modal beredar
untuk keperluan jual bell kopra sebesar Rp. 1 miljar. Dasar perhitung annja adalah mendjamin pembelian kopra untuk kapasitet produksi
1.000.000
minjak kelapa paling sedikit dua bulan, jaitu sebesar _______________ X
6
Rp. 6.500,— = Rp. 1.040,— djuta, atau dibulatkan satu miljar rupiah.
Untuk dapat merealisasi produksi kopra sebesar 1½ djuta ton da lam tahun 1961, perlu segera diadakan research mengenai kemungkin an intensifikasi dengan mempergunakan rabuk dan mengintensif-kan
pemberantasan hama kelapa setjara massal.
§ 1277. Garam
Produksi garam ini dapat dibagi dua, jaitu garam jang diproduksi
oleh Pemerintah melalui Perusahaan Garam Soda negeri (PGSN) dan
garam jang diusahakan oleh rakjat sendiri jang lazim disebut garam
Rakjat.

2806

Berdasarkan bahan-bahan dari PGSN, luas areal penggaraman PG
SN adalah sebesar 6.000 ha dengan hasil produksi rata-rata 50 ton per
HA semusim. Daerah-daerah penggaraman PGSN itu terdapat di 6 tempat jaitu : Geresik, Geresik Putih, Sampang, Pamekasan, Nembakor dan
Sumenep. Semendjak tahun 1939 hingga sekarang produksi tertinggi
adalah tahun 1951 sebesar 481.000 ton, karena iklim baik dan jang
terendah adalah tahun 1955 sedjumlah 46.000 ton jang alasannja adalah
karena iklim djelek.
Situasi produksi garam
berikut :
1957
1958
1959

PGSN 3 tahun terachir adalah seperti
347.000 ton
234.603 ton
300.000 ton (taksiran)

Keadaan penggaraman Rakjat menurut susunan daerah, produksi,
luas HA dan nilai dalam tahun 1958 adalah seperti berikut:
Produksi
Djawa Barat

Luas (HA)

Produksi (ton)

Nilai Rp.

187

7480

Rp.

11.668.800

Djawa Tengah

1050

42000



65.520.000

D.I. Jogjakarta





Djawa Timur

1448

56523

Djawa/Madura

2685

106003

Rp. 165.344.680

Sulawesi

2000

120000

Rp. 187.200.000

Nusa Tenggara

443

11426

INDONESIA

5128

237429




Rp.

88.155.880

17.724.560

Rp. 370.269.240

Kesulitan jang menjolok selama ini mengenai produksi Garam
Rakjat menurut Pemerintah adalah kwalitet jang belum baik dan kekurangan modal. Akibatnja belum semua areal pergaraman Rakjat
dapat dikerdjakan di Madura misalnja, areal sebenarnja 2.410 HA,
baru dikerdjakan 1.448 HA. Seluruh areal jang baik buat pergaraman
Rakjat ditaksir 6.090 HA.
Melalui Bank Tani Nelajan oleh Pemerintah telah dkeluarkan
kredit Rp. 2.373.284,— untuk seluas 469,2 HA atau tiap HA diper-.
lukan kredit sebesar Rp. 5.000,—.
Kegiatan peningkatan produksi garam Pemerintah dan Rakjat itu
dilakukan ditempat-tempat jang sudah diselidiki oleh Pemerintah seperti tersebut dimuka. Dengan perluasan produksi garam Pemerintah

2807

dan Rakjat tersebut diatas akan ditjapai produksi jang besar sekali
kemungkinannja melebihi djatah untuk 1961 tadi. Dengan ini masih
ada persediaan untuk kemungkinan ekspor.
Pemerintah Pusat supaja mendjamin financiringnja dan Pemerintah Daerah Swatantra supaja mengawasi pelaksanaan produksi di daerah-daerah dan mentjegah masuknja produsen-produsen dalam ga ram Rakjat dalam perangkap kaum lintah darat atau tengkulak-tengkulak kaum spekulan.
Apabila diambil seluruh kebutuhan garam dalam negeri dalam
tahun 1961 tersebut diatas jaitu 697.000 ton, maka per kapita adalah
7,5 Kg. Di Amerika Serikat kebutuhan itu berdjumlah 13 Kg per dji wa setahun dan di Negeri Belanda berdjumlah 7 Kg per djiwa seta hun.
Tentang tenaga kedjuruan dapat digunakan tenaga jang tersedia,
sedangkan untuk keperluan penggunaan sistim „boilers” supaja di perbantukan beberapa tenaga teknik menengah dan tenaga kedjuruan
rendahan sebanjak luasnja penggunaan sistim boilers.
Untuk target tahun 1962 — 1963 — 1964 — 1965 produksi garam ditingkatkan dengan kl. 2% dari tahun-tahun sebelumnja untuk
memenuhi kebutuhan akan tambahnja penduduk dengan rata-rata
1,7% setahun.
§ 1278. Minjak tanah
Produksi minjak tanah (kerosine) dalam tahun 1958 adalah 10%
lebih rendah daripada tahun 1957 sedangkan kebutuhan tahun 1958
naik dengan 10% (Sumber Laporan Bank Indonesia 1958/1959). Si tuasi produksi kerosine dalam tahun-tahun sedjak 1955 adalah seperti
berikut :
(Sumber Biro Pusat Statistik).
1955

1.638.000 ton
1956

1.655.000 ton
1957

1.668.000 ton
1958

1.575.000 ton
Pemakaian minjak lampu (kerosine) semendjak tahun 1955 hingga dengan tahun 1958 adalah seperti berikut:

(Sumber Djawatan Pertambangan).
1955

717.000 ton
1956

797.000 ton
1957

911.000 ton
1958

1.002.000 ton
Angka-angka tersebut diatas menundjukkan bahwa produksi kerosine melebihi pemakaian kerosine didalam negeri selama ini. Seba gian dart hasil kerosine diekspor keluar negeri. Tetapi hingga sekarang
masih sering terdjadi keseretan-keseretan dalam peredaran minjak ta-

nah untuk konsumsi Rakjat dan harga etjeran pasar bebas berkisar an tara
150% sampai 200% harga resmi Pemerintah.
Jang melajani konsumsi dalam negeri akan minjak tanah adalah
Stanvac, B.P.M. dan N.I.A.M. (Permindo) ; Permina, P.T.M.R.I. djuga
melajani akan kebutuhan minjak tanah didaerah-daerah. Mengenai tenaga jang masih tersedia masih perlu dipetjahkan pendidikan tenaga
ahli bangsa Indonesia dan penggunaan tenaga-tenaga ahli asing jang
terdiri hanja dari ahli-ahli Barat.
Sampai sekarang hasil devisen maskapai-maskapai minjak asing
masih sepenuhnja dikuasai oleh modal asing ; berdasarkan let alone
agreement atau „special arrangements” jang pada achir tahun 1960
akan berachir. Hasil devisen itu, djika didasarkan atas angka-angka
ekspor minjak mentah dan hasil-hasil minjak dari tahun 1955 sampai
sekarang misainja, adalah seperti berikut:
1955
1956
1957
1958

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

2.460
2.560
3.676
3.218

djuta
djuta
djuta
djuta

Angka-angka tersebut masih berdasarkan kurs 1 $ = Rp. 11,4.
Mengingat imbangan antara produksi minjak tanah (kerosine) dan
pemakaian didalam negeri masih terdapat kelebihan jang besar, maka
jang mendjadi problim besar adalah melantjarkan peredaran minjak
tanah tersebut sehingga tidak terdapat kenaikan harga dipasar bebas
dan dapat disesuaikan dengan harga resmi jang belum dinaikkan. Sebab sedjak Djanuari 1960 harga minjak tanah ' telah dinaikkan oleh
Pemerintah.
Persediaan untuk memenuhi kebutuhan seharusnja tidak diku rangi seperti jang terdjadi dalam tahun 1958. Djikalau diambil neveau
persediaan tahun 1958 dan pada waktu itu memerlukan per kapita
11,42 Kg setahun, maka dalam tahun 1961 diperlukan persediaan se besar 11,42 x 92,3 djuta = 1.054.000 ton jang semuanja masih dipe nuhi oleh produksi dalam negeri.
Jang penting sekarang untuk dapat melantjarkan peredaran mi njak tanah guna keperluan konsumsi Rakjat adalah penguasaan seluruh bagian distribusi minjak tanah dari maskapai-maskapai asing oleh
Pemerintah. Maskapai-maskapai asing diharuskan memenuhi seluruh
kebutuhan riil akan minjak tanah bagi konsumsi dalam negeri.
Pemerintah hendaknja memiliki 3 kapal tanker minjak a 2000 ton
paling sedikit untuk dapat melajani pengangkutan minjak dari Sumatera dan Kalimantan kedaerah-daerah pemakai.
Tam'bang minjak Sumatera Utara (Permina) dan PTMRI hendaknja dapat diusahakan seluas-luasnja untuk memenuhi konsumsi dalam
negeri dan untuk ekspor. Agar pemerintah dapat membiaja keperluan
pembangunan tambang minjak negara, maka dengan sendirinja semua
hasil devisen maskapai minjak asing setelah kontraknja berachir pada
tahun 1960 tidak diperpandjang lagi dan dikuasai sepenuhnja oleh

2809

Pemerintah. Dengan ini masalah pembiajaan devisen dapat diatasi.
Permindo jang merupakan perusahaan tjampuran Pemerintah dengan BPM supaja didjadikan perusahaan Pemerintah sepenuhnja. Mengenai tenaga-tenaga ahli minjak supaja mengutamakan pendidikan
tenaga bangsa Indonesia dan untuk mempentjepat pendidikan itu
supaja ditempuh djuga djalan pengiriman tenaga-tenaga keluar negeri, kedunia kapitalistis, tetapi djuga kedunia sosialis. Begitu pula
dalam menggunakan tenaga asing, supaja disesuaikan dengan politik
bebas dan aktif, dengan mendatangkan djuga tenaga-tenaga asing dari
negara-negara sosialis untuk membantu mengadakan penjelidikan-penjelidikan serta mendidik tenaga ahli bangsa Indonesia.
Target tahun-tahun 1962, 1963, 1964, 1965 supaja dinaikkan, se suai
dengan berkembangnja djumlah penduduk dan kebutuhan rill
jang bertambah, Djika diambil sebagai dasar kenaikan kebutuhan konsumsi minjak tanah 1958 jang naik dengan 10% dibandingkan dengan
tahun 1957, maka djuga untuk tahun-tahun sesudah 1961 diadakan kenaikan persediaan dalam untuk dalam negeri sebesar 10% dan tahuntahun sebelumnja dan kenaikan produksi jang seimbang dengan keper luan konsumsi dalam negeri dan ekspor.
§ 1279. Rokok
Dalam soal produksi harus dipetjahkan produksi tembakau, tjengkeh dan kertas sigaret, semuanja sebagai bahan rokok. Kapasitet pro duksi rokok sigaret dari perusahaan-perusahaan jang mendapat lisensi
adalah 263.000 batang/semenit. Sedjak tahun 1953 produksi dari ta hun ketahun terus meningkat.
1. Tembakau dapat dibagi dalam dua golongan terpenting, jaitu
tembakau untuk ekspor (tembakau Djawa dan Deli) dan tembakau
untuk konsumsi dalam negeri (tembakau Virginia).
Dapat pula disebut tembakau serutu (Besuki Lumadjang, Daerahdaerah Istimewa, Banjumas dan Deli) dan tembakau sigaret (Sulawesi,
Bodjonegoro, Besuki, Madura, Jogja, Solo dan tempat-tempat lain di
Madiun, Kediri, Pekalongan Bali, Lombok, jang djumlahnja masih
sedikit). Buat konsumsi dalam negeri ada pula tembakau jang lain,
jaitu tembakau randjangan terutama untuk rokok kretek, rokok lintingan dan sugi (Kedu, Sumatera Tengah),
Jang akan dibahas adalah tembakau sigaret dan tembakau randjangan untuk konsumsi dalam negeri, atau konkritnja tembakau Vir ginia dan krosok.
Untuk dapatmemenuhi kebutuhan dalam negeri sedjumlah 17.000
ton tembakau Virginia setahun, sampai sekarang sebagian dari tembakau masih diimpor.
Tahun 1955 masih diimpor 100 ton. Produksi
65 ton.

1956 “

8.500 ton. “
6.500 “

1957 “

5.000 ton. “
8.500 “

1958 “

3.300 ton. “
12.000 “
Nilai impor tembakau tahun 1958 adalah Rp. 43,- djuta devisen.
Krosok dapat dihasilkan sepenuhnja didalam negeri.

2810

Pada tahun 1961 hendaknja sudah ada selfsupporting dalam soal
produksi tembakau dunia guna memenuhi kebutuhan perusahaanperusahaan rokok didalam negeri.
Dari 17.000 ton tembakau untuk produksi perusahaan rokok 500
ton adalah tembakau krosok Djawa dan 12.000 ton adalah tembakau
Virginia. Sedjak tahun 1957 kebutuhan tembakau Virgina untuk dalam
negeri sudah meningkat mendjadi17.000 ton.
Menurut taksiran Pemerintah untuk 12.000 ton Virginia diper gunakan modal sebesar Rp. 200 djuta atau untuk 17.000 ton diperlukan ± Rp. 280 djuta.
Selfsupporting dalam tembakau Virginia pada tahun 1961 tidaklah sulit untuk ditjapai apabila Pemerintah d a p a t menjediakan kredit
jang tjukup untuk membantu para produsen tembakau. Sebab umumnja kaum tani lebih suka menanam tembakau Virginia mengingat
hasilnja jang lebih menguntungkan daripada tebu misalnja.
2. Produksi tjengkeh hanja 300 ton, sedangkan kebutuhan adalah
12.000 ton, djadi 75% masih diimpor. Impor tahun 1958 berdjumlah 8.300
ton dengan nilai harga Rp. 81 djuta devisen. Penjebaran bibit
pohon tjengkeh sedjak tahun 1955 hingga tahun 1957 sudah berdjumlah 1.400.000 ton pohon. Distribusinja masih tetap tidak terlepas
dari sasaran kaum spekulan, sehingga harganja melondjak dan sukar
didapat oleh para produsen rokok.
Usaha mempertjepat perluasan produksi tjengkeh dengan memperluas tanaman bibit hendaknja segera dipeladjari dan direalisasi.
Dana untuk ini supaja tanaman-tanaman pertjobaan-pertjobaan dapat
didjalankan dengan intensif, hendaknja dapat disediakan setjukupnja.
Djuga dipeladjari kemungkinan mengadakan usaha penanaman pohon
tjengkeh setjara masaal dengan mengikutsertakan Rakjat, dengan
bantuan-bantuan teknis dan materiil setjukupnja dart Pemerintah:
3. Kertas sigaret sampai sekarang belum diproduksi sendiri didalam
negeri. Impor tahun 1958 berdjumlah 3.686 ton dengan harga Rp. 25,6
Tenaga-tenaga ahli jang diperlukan terutama sekali tenaga ahli
pertanian untuk mempeladjari setjara chusus masalah kwalitet-kwalitet tembakau dan pasaran tembakau diluar negeri.
Tenaga-tenaga ahli itu selain untuk keperluan perkebunan-perkebunan besar, hendaknja dapat djuga memberikan kursus-kursus kepa da
kaum tani tembakau. Djikalau ditindjau dari sudut djumlah omprongan atau oven dalam tahun 1957 jaitu 4000 dan kalau diambil
sebagai ukuran untuk 10 omprongan satu tenaga ahli,- maka untuk
keperluan produksi tembakau Virginia dibutuhkan paling sedikit 400

2811

tenaga-tenaga ahli, belum terhitung tenaga-tenaga jang diperlukan
untuk tembakau ekspor diperkebunan-perkebunan besar.
Keseimbangan antara keperluan areal untuk tembakau dan tanaman-tanaman penting jang lain seperti beras, tebu dsb. harus pula
dipikirkan.
Berhubung dengan perentjanaan produksi tahun-tahun 1962,
1963, 1964, dan 1965 hendaknja dapat diadakan kenaikan produksi
rokok jang seimbang pula dengan naiknja djumlah penduduk. Kenaik an produksi tembakau selama ini hendaknja dapat dilandjutkan untuk tahun-tahun tsb. diatas.
§ 1280. Kesimpulan umum

Berdasarkan angka-angka resmi dari Pemerintah situasi sekarang
mengenai keadaan produksi dan kebutuhan barang-barang makanan
atau kebutuhan pokok tersebut adalah seperti berikut:
Barang :

Produksi 1958

Gula :a. Perkebunan

736.272 ton

b. Rakjat
mangkok

289.000 ton

Taksiran kebutuhan
setahun
870.000 ton

Keterangan

1958 disediakan
konsumsi dalam
negeri 783.000 ton.
(252.000 ton sisa
1957).
Kebutuhan
gula
se-karang 30 gram
sehari – 10 Kg setahun per kapita.
Nota keuangan II/
4 kebutuhan setahun
6000
a
700.000 ton.

Minjak kelapa

599.710 ton

600.000 ton

Berdasarkan angka
konsumsi 1000.000
ton kopra rendement 60%.

Garam : a PGSN

234.603 ton

685.000 ton

Menurut nota PG
SN per kapita 4 Kg
setahun untuk makan dan industri.

2812

Barang :

Produksi 1958

b. Rakjat

Minjak tanah

Keterangan

237.420 ton

Menurut Departemen Pertanian keterangan spr. 200
gram sebulan.
Industri 475.000
ton setahun.
Semuanja 685.000
ton setahun.

1.501.000 ton

1958
1.002.000 ton Konsumsi
naik 10% Produksi turun 10%.
Tiap setahun konsumsi naik.
1958 produksi rokok sigaret 263.000
batang/semenit.

Rokok
Tjengkeh

3.000 ton

Kertas sigaret

§ 1281.

Taksiran kebutuhan
setahun

12.000 ton Impor 1958 :
8.300 ton
3.684 ton Berdasarkan impor 1958.

Kesimpulan mengenai produksi dan kebutuhan barang-barang tersebut

Selama belum ada angka-angka lain jang dapat mengubah situasi
keseimbangan antara produksi dan kebutuhan, maka dari angka-angka
tersebut dapat ditarik kesimpulan setjara global bahwa :
Gula: Produksi dihubungkan dengan kebutuhan dalam negeri, djika
digabungkan dengan hasil produksi gula Rakjat, tidak terdapat
kekurangan.
Hanja sadja apabila ekspor gula dilakukan dalam djumlah jang
besar dengan mengurangi persediaan untuk keperluan dalam negeri, akan menjebabkan pula kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
konsumsi akan gula. Sekalipun begitu sekarang sangat dirasakan,
bahwa peredaran gula untuk konsumsi rakjat tidak berdjalan lantjar dibanjak daerah, harga pasar dan harga resmi masih djauh
berbeda.

2813

Problim memperbesar produksi tetap penting untuk mengatasi
kematjetan-kematjetan sekarang.
Masalah lain seperti luas areal tanaman tebu, kapasitet pabrik se karang, barang-barang baku, produksi gula rakjat dll. adalah masa lah-masalah penting jang harus dipetjahkan.
Minjak kelapa : Mengingat produksi bahan pokok kopra tjukup, malahan
dapat diekspor, maka sebenarnja jang harus dilakukan ialah
memperbesar produksi pabrik-pabrik minjak kelapa dan menin djau kemungkinan mendorong produksi minjak jang dilakukan
oleh rakjat sendiri. Soal organisasi penampungan dan penjaluran
produksi kopra perlu dipetjahkan.
G a r a m : Produksi garam PGSN dan pergaraman rakjat ternjata di bawah kebutuhan untuk makanan dan industri, termasuk pengawetan ikan. Tetapi tingkat produksi ini masih harus dikembangkan untuk dapat mengatasi manipulasi dan menampung kebutuhan
industri dalam rangka pembangunan.
Soal politik pembikinan, pendjualan garam Pemerintah ini, bahan bahan jang diperlukan untuk memperbaiki tjara-tjara pembikinan
garam, soal kematjetan distribusi garam dibeberapa tempat dll.
djuga merupakan problim jang harus dipetjahkan.
Minjak tanah : Produksi minjak tanah tjukup dan sewaktu-waktu dapat diperbesar untuk memenuhi kebutuhan dengan meningkatkan
djumlah penduduk. Tetapi sekarang terasa kesulitan dalam per edaran dan harga minjak.
Djuga problim penguasaan minjak tanah untuk konsumsi dalam
negeri belum terpetjahkan dan masih tergantung pada persediaan jang diproduksi sebagian besar oleh maskapai minjak asing.
Penting pula untuk memetjahkan rentjana persediaan jang harus
ditjukupi oleh barang-tambang minjak milik negara.
R o k o k : Angka mengenai produksi rokok, baru angka produksi
rokok putih, jang merupakan sebagian sadja dari konsumsi rakjat.
Produksi rokok kretek belum didapat angkanja. Tetapi jang terang
dalam soal bahan pokok, seperti kertas sigaret dan tjengkeh, ma sih tergantung kepada impor, jang harus dipetjahkan kemungkin an selfsupporting dalam negeri. Jang sudah pasti mesti dipetjah kan adalah bagaimana tjaranja supaja kita sama sekali tidak meng impor tembakau, kertas sigaret dan rokok.
Soal-soal seperti mendorong industri rokok rakjat dli, perlu di petjahkan.

2814

§ 1282. RENTJANA PRODUKSI DARI TAHUN 1961 s/d TAHUN 1965
Rentjana Produksi
Nama
Barang

Tahun

Djumlah

Gula pasir
dan mangkok

1961/1962
1962/1963
1963/1964
1964/1965

1.600.000
1.632.000
1.665.000
1.698.000

ton
ton
ton
ton

60%
2%
2%
2%

Minjak kelapa/Kopra

1961
1962
1963
1964
1965

1.500.000
1.530.000
1.561.000
1.592.000
1.624.000

ton
ton
ton
ton
ton

7%
2%
2%
2%
2%

Garam PGSN
dan Rakjat

1961
1962
1963
1964
1965

697.000 ton
711.000 ton
725.000 ton
740.000 ton
755.000 ton

47%
2%
2%
2%
2%

Modal

Naik Konstan
Rp.

Modal
Kerdja

Te n a g a
A h l i / Kedjuruan
BawahAtas
Tengah
an

Keterangan

200 djuta

416




835




41.600




Dibandingkan
dengan
produksi 1958 gula pasir dan mangkok. Biaja
kerdja diperkirakan kenaikan harga sewa ta-nah
dengan rata-rata 50%.

Rp. 1000 djuta







Dibandingkan
dengan
produksi 1958 = 1,4
djuta ton menurut Menteri Suprajogi, menurut
Djawatan Pertanian 1
djuta ton. Rendemen
Kopra untuk minjak kelapa 60%.

Rp.







Dibandingkan
dengan
angka produksi garam
PGSN dan Rakjat tahun
1958.

25 djuta

2815

Rentjana Produksi
Nama
Barang

Tahun

Minjak
tanah

Rokok Tembakau Virginia
Tjengkeh

Kertas
sigaret

1961
1962
1963
1964
1965
1961
1962
1963
1964
1965
1961
1962
1963
1964
1965
1961
1962
1963
1964
1965

Modal

Djumlah

Naik Konstan

Persediaan
konsumsi dalam negeri
1.054.000 ton
1.159.000 ton
1.275.000 ton
1.403.000 ton
1.543.000 ton
17.000 ton
17.340 ton
17.600 ton
18.040 ton
18.400 ton

5%
10%
10%
10%
10%
42%
2%
2%
2%
2%

*)
12.000
4.000
4.200
4.410
4.630
4.860

ton
ton
ton
ton
ton
ton

5%
5%
5%
5%

Modal
Kerdja

Te n a g a
A h l i / Kedjuruan
BawahAtas
Tengah
an

Keterangan

Dari tingkat persediaan
1958 untuk konsumsi
Dalam negeri.
Rp.

280 djuta

Rp.

100 djuta

400

Dibandingkan
1957.

produksi

*) berhasil dan tidaknja bergantung pada lama dan luasnja
usaha penanaman.
Mendirikan satu pabrik
modern.

2816

§ 1283. Mengenai bahan makanan dan keperluan lain-lain ini, termasuk kedalam projek industri
Hal itu mengingat keadaan dan tudjuannja jang lebih bersifat melajani keperluan industri dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan pangan.
Oleh karenanja projek dan pembiajaannja dapat dilihat pada
bahagian industri.

2817